BAB I
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Femur adalah tulang terkuat, terpanjang dan terberat di tubuh dan
memiliki fungsi yang sangat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini terdiri
dari tiga bagian yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal dan metafisis
distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight anterior bow, yang
terletak antara trochanter minor hingga condylus femoralis. Ujung atas femur
memiliki caput, collum, dan trochanter mayor dan minor.4
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis
dan tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang parsial. Fraktur
dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang atau
kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik). Sebagian besar fraktur
disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan, yang dapat berupa pukulan,
penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan
trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti berturan pada
tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik
tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.5
Fraktur batang femur mempunyai insiden yang cukup tinggi diantara jenis-
jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3 tengah.
Fraktur di daerah caput, collum, trochanter, subtrochanter, dan suprakondilus
biasanya memerlukan tindakan operatif.6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur femur adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur
yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur.5
Tulang paha (femur) merupakan tulang terpanjang dan terkuat
dalam tubuh. Karena femur begitu kuat, biasanya membutuhkan banyak
kekuatan untuk memecahkannya. Kecelakaan mobil, misalnya, adalah
nomor satu penyebab patah tulang femur. Bagian panjang, lurus disebut
poros femoralis. Ketika terjadi fraktur di mana saja sepanjang tulang, itu
disebut fraktur poros femoralis.6
2
B. Jenis Fraktur Femur
Fraktur femur bervariasi, tergantung pada kekuatan yang
menyebabkan istirahat. Potongan-potongan tulang mungkin berbaris
dengan benar atau tidak sejajar (pengungsi), dan fraktur dapat ditutup
(kulit utuh) atau terbuka (tulang telah ditusuk kulit).4
Dokter menjelaskan patah tulang satu sama lain dengan
menggunakan sistem klasifikasi. Fraktur femur diklasifikasikan tergantung
pada: Lokasi fraktur (poros femoralis dibagi menjadi tiga bagian: distal,
menengah, proksimal) Pola fraktur (misalnya, tulang bisa istirahat di arah
yang berbeda, seperti cross-bijaksana, panjang-bijaksana, atau di tengah)
Apakah kulit dan otot di atas tulang robek oleh cedera.6
Jenis yang paling umum pada patah tulang poros femoralis
meliputi: 4
1. Transverse fraktur.
Terbentuk garis horizontal lurus ketika melewati poros femoralis.
2. Oblique fraktur.
Jenis fraktur ini memiliki garis miring di poros.
3. Spiral fraktur.
Garis fraktur mengelilingi poros seperti garis-garis pada permen
tongkat. Sebuah gaya memutar ke paha menyebabkan jenis fraktur.
4. Comminuted/segmental fraktur.
Jenis fraktur ini, tulang telah dipecah menjadi tiga atau lebih potongan.
Dalam kebanyakan kasus, jumlah fragmen tulang sesuai dengan
jumlah gaya yang dibutuhkan untuk memecahkan tulang.
5. Fraktur terbuka.
Jika tulang istirahat sedemikian rupa sehingga fragmen tulang tetap
keluar melalui kulit atau luka menembus ke patah tulang, fraktur
disebut fraktur terbuka atau senyawa. Fraktur terbuka sering
melibatkan lebih banyak kerusakan pada otot-otot di sekitarnya,
tendon, dan ligamen. Mereka memiliki risiko lebih tinggi untuk
3
komplikasi - terutama infeksi-dan mengambil waktu lebih lama untuk
sembuh.
Menurut klasifikasi Winguist fraktur femur dibagi dalam 4 grade,
yaitu : 4
1. Grade 0 : noncomminuted (transverse, oblique, spinal)
2. Grade 1 : patahan fragmen kecil
3. Grade 2 : patahan fragment besar < 50% dari kortex
4. Grade 3 : patahan fragment besar > 50 dari kortex
5. Grade 4 : Komunitif menghalangi kontrak antara fragmen proximal
dan distal (Rockwood)
C. Proses Penyembuhan Tulang4
Tulang bisa beregenerasi sama sepertijaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsan tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada 5 stadium penyembuhan tulang,
yaitu :
Stadium I : Pembentukan Hematom
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom di sekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
4
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24-48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
Stadium II : Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan diferensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblas
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
atah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktus sampai selesai,
tergantung frakturnya
Stadium III : Pembentukan Kallus
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan yang imatur dan
kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu.
Stadium IV : Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. System ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
5
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
Stadium V : Remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang
oleh proses reabsorbsi dan pembentukan tulang byang terus menerus.
Lamella yang lebih tebal pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki di buang, rongga sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya,
D. Etiologi
Fraktur shaft femoralis pada orang muda sering karena beberapa
jenis insiden dengan frekuensi tinggi. Penyebab paling umum dari fraktur
shaft femoralis adalah kendaraan bermotor atau kecelakaan sepeda motor.
Ditabrak mobil sebagai pejalan kaki adalah penyebab umum lain, seperti
jatuh dari ketinggian dan luka tembak.4
Sebuah insiden lebih frekuensi rendah, seperti jatuh dari berdiri,
dapat menyebabkan patah tulang shaft femoralis pada orang tua yang
memiliki tulang lemah.6
E. Gejala
Sebuah fraktur shaft femoralis biasanya menyebabkan sakit parah.
penderita tidak akan mampu menempatkan berat badan pada kaki terluka,
dan itu mungkin terlihat cacat - lebih pendek dari kaki yang lain dan tidak
lagi lurus.3
Tanda dan gejala pasca operasi fraktur adalah : (a) oedem di sekitar
daerah fraktur, (b) rasa nyeri dikarenakan luka fraktur dan luka bekas
operasi dan ada oedem di dekat daerah fraktur, (c) keterbatasan gerak
sendi lutut, (d) penurunan kekuatan otot, (e) gangguan aktifitas fungsional
tungkai.2
6
F. Tes Pencitraan 2
1. X-ray Cara yang paling umum untuk mengevaluasi fraktur adalah
dengan x-ray, yang memberikan gambar yang jelas dari tulang. X-ray
dapat menunjukkan apakah tulang masih utuh atau rusak. Mereka juga
dapat menunjukkan jenis fraktur dan di mana itu terletak di dalam
tulang paha.
2. Computed tomography (CT) scan. Jika masih membutuhkan informasi
lebih lanjut setelah rontgen, dapat dideteksi menggunakan CT scan.
CT scan menunjukkan gambar cross-sectional anggota badan Anda.
Hal ini dapat memberikan dokter informasi berharga tentang tingkat
keparahan fraktur. Misalnya, kadang-kadang garis fraktur bisa sangat
tipis dan sulit untuk melihat pada x-ray. CT scan dapat membantu
melihat garis-garis yang lebih jelas.
G. Terapi
1. Terapi Emergency 2
a. Atasi shock bila ada
b. Lakukan splinted (bidai) sebelum memindah penderita idealnya
memakai thomas splint untuk transportasi
c. Bila fraktur terbuka, maka harus segera dilakukan debridement
dalam 6 jam sejak kejadian fraktur terbuka Grade I dan II bila
memungkinkan langsung dilakukan terapi definitif. Grade III
dilakukan fixasi external.
d. Bila fraktur tertutup untuk persiapan terapi definitif, bila segera
operasi, dipasang skin traksi saja, bila masih lama operasinya,
dipasang traksi skeletal (tuberositas tibia, bila isolated fractured/
incorporated, supracondylar, calcaneal traksi bila disertai fraktur
lain sesuai kondisinya).
e. Persiapan laboratorium/dll untuk terapi lanjutan
f. Evaluasi komplikasi-komplikasi dini yang mungkin timbul
2. Metode perawatan rehabilitasi medik 1
7
a. Intramedullary nail fixation
Digunakan untuk mobilisasi cepat pada pasien yang ingin ROM
lutut kembali dengan cepat. Ideal untuk fraktur simple
transverse/ short oblique di 1/3 tengah. Fraktur 1/ 3 proksimal
ditambah anti rotasi di distal.
b. Open reduction and internal plate fixation
Baik digunakan untuk fraktur shaft femur dengan ekstensi
periarticuler atau intraarticuler yang menghalangi penempatan
dari intramedullar nail. Untuk fraktur 1/3 proximal, 1/3 distal
dan fraktur yang fragmental, long oblique atau spinal.
8
(Kiri) x-ray menunjukkan patah tulang paha sembuh
diobati dengan intramedulla nail fixation. (Kanan) Dalam x-
ray, Fraktur femur telah diobati dengan plates dan screws
c. External fixation
Digunakan pada fraktur tipe 3 (fraktur lebih dari 10 cm,
terkontaminasi dengan kerusakan dan kehilangan jaringan
lunak). Biasanya dilakukan setelah debridement intraoperatif.
d. Skeletal traction
Metode ini merupakan metode standar untuk fraktur shaft
femur, kemungkinan infeksi kecil, tetapi menimbulkan kaku
lutut dan kadang malunion. Skeletal traksi biasanya digunakan
pada pasien dewasa, sedangkan skin traksi digunakan pada
pasien anak-anak. Bila sudah clinical union dilanjutkan dengan
hemispica cast.
3. Terapi fisik pada rehabilitasi medik 1
a. Weight bearing
9
Pada umunya weight bearing menstimulasi penyembuhan
fraktur dan digunakan pada fraktur yang melibatkan selaput dan
fraktur yang stabil dapat pulih kembali.
b. Range of Motion
Jika nyeri hilang, aktif ROM diberikan pada lutut, pinggul dan
mata kaki. Awalnya ROM khusus untuk lutut, biasanya terbatas
karena oedem dan nyeri. Untuk mengontrol oedem, pasien dapat
diperintahkan untuk mengangkat kakinya.
c. Kekuatan otot
Perintahkan pasien untuk melakukan ankle exercise (dorsi
plantar flexion). Latihan kekuatan isometric quadriceps untuk
mengontrol lutut.
d. Aktifitas fungsional
Biasanya untuk mobilisasi dari kasur, pasien disuruh untuk
berputar dari satu sisi ke sisi lainnya dan menggunakan
ekstremitas atas untuk menekan ke posisi duduk. Pada pasien
weight bearing pasien dapat menggunakan anggota gerak untuk
membantu ketika berpindah posisi dari kasur dan kursi dengan
dibantu asisten. Sedangkan pada pasien non weight bearing
pasien disuruh berpindah posisi pada porosnya denggan bantuan
kruk.
e. Berjalan
Menggunakan alat bantu kruk atau walker untuk berpindah
tempat. Pada non weight bearing pasien menggerakkan kruk
dahulu lalu diikuti ekstremitas yang tidak aktif. Pada pasien
weight bearing, pasien menggerakkan kruk dahulu lalu
ekstremitas yang sehat diikuti oleh ekstremitas yang fraktur.
4. Metode terapi rehabilitasi medik 1
Metode rehabilitasi pada fraktur shaft femur memakan
waktu 12 – 16 minggu. Tahap-tahap terapinya adalah sebagai
berikut :
10
Hari pertama sampai 1 minggu
Dihindari Tidak boleh melakukan pasif ROM pada hip dan knee
ROM Aktif ROM pada hip and knee
Kekuatan oto Isometric exercise pada quads dan glutei
Aktifitas fungsional Berjalan berpindah posisi dan berjalan dengan kruk
Weight bearing Tergantung terapi, jari kaki menyentuh atau NWB
untuk fraktur yang tidak stabil atau terapi eksternal
fixaci. Fraktur yang stabil yang mengalami kemajuan
dapat full WB dengan toleransi
2 minggu – 4 minggu
Dihindari Menghindari rotasi yang dipengaruhi ekstremitas
dengan plantar kaki
ROM Aktif, aktif assistif ROM pada hip dan knee, pasife
ROM dihentikan sampai minggu ke 4
Kekuatan otot Isometric exercise pada quads dan glutei, kaki lebih
sering diluruskan
Aktifitas fungsional Berjalan berpindah posisi dengan kruk dan berjalan
dengan kruk
Weight bearing Tergantung terapi, jari kaki menyentuh untuk parsial
WB untuk fraktur yang tidak stabil atau terapi
eksternal fixaci. WB ditoleransi untuk fraktur yang
stabil
4 minggu – 6 minggu
Dihindari Menghindari rotasi pada ekstremitas yang terpengaruh
dengan plantar kaki
ROM Aktif/ pasif ROM pada hip dan knee
Kekuatan otot Resistif isotonic exercise dan isometric exercise pada
quads, hamstring dan glutei
Aktifitas fungsional Berdiri pada poros dan berjalan dengan kruk
11
Weight bearing Tergantung terapi, parsial WB untuk fraktur yang
tidak stabil atau terapi eksternal fixaci. Full WB untuk
fraktur yang stabil
8 minggu – 12 minggu
Dihindari Rotasi yang membebani femur
ROM Aktif/ pasif ROM pada hip dan knee
Kekuatan otot dilakukan exercise ressistif progresif pada quadricep,
hamstring, dan glutei
Aktifitas fungsional Perpindahan reguler. Diperlukan kruk untuk berjalan
Weight bearing Full WB atau WB ditoleransi untuk fraktur yang
stabil. Parsial WB untuk fraktur yang tidak stabil
12 minggu – 16 minggu
Dihindari Tidak ada
ROM Aktif/ pasif ROM pada hip dan knee
Kekuatan otot dilakukan exercise ressistif progresif pada quadricep,
hamstring, dan glutei. Isokinetic exercise pada
quadriceps and hamstring
Aktifitas fungsional Perpindahan reguler. Mungkin butuh kruk untuk
berjalan
Weight bearing Full WB
H. Komplikasi dari Fraktur Shaft femoralis 2
a) Awal (early)
1. Shock : dapat kehilangan 1 atau liter darah meskipun itu fraktur
tertutup
2. Emboli lemak (fat embolisme) : sering pada penderita muda dengan
fraktur tertutup
3. Trauma vaskuler: yang sering adalah spasme atau laserasi a.
poplitea/a. femoralis
12
4. Trombo emboli: oleh karena traksi yang lama dan kurangnya latihan
5. Infeksi : sering setelah open fraktur dan setelah internal fixasi
b) Lambat
1. Refraktur : sering karena terlalu cepat weight bearing dan stabilisasi
internal yang tidak adekuat
2. Metal fatique oleh karena kegagalan internal fixasi, delayed union
atau infeksi.
3. Delayed union : sering terjadi pada perawatan normal
4. Non union : oleh karena fisxasi tidak stabil, imobilisasi, traksi
berlebihan dan infeksi.
5. Malunion : sering terjadi pada terapi konservatif disebabkan tarikan-
tarikan otot dan gravitasi.
6. Joint Siffnes oleh karena terlibatnya sendi itu sendiri pada saat
trauma atau karena soft-tissue aadhesion.
7. Infeksi karena waktu operasi yang lama, soft-tissue handling yang
jelek.
8. Atrofi otot.
9. Lesi nerves biasanya lesi n. peroneous akibat traksi yang lama
dengan posisi yang salah (ekternal rotasi), terkena pin skeletal traksi
(iatrogenic).
BAB III
KESIMPULAN
13
1. Fraktur femur adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur yang
mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur.
2. Jenis yang paling umum pada patah tulang poros femoralis meliputi
transverse fraktur, oblique fraktur, spiral fraktur, comminuted fraktur, dan
fraktur terbuka
3. Metode perawatan rehabilitasi medik fraktur shaft femoralis antara lain
intramedullary nail fixation, open reduction and internal plate fixation,
external fixation, dan skeletal traction.
4. Terapi fisik pada fraktur shaft femoralis antara lain weight bering, ROM,
kekuatan otot, ktifitas fungsional, dan berjalan
5. Metode rehabilitasi pada fraktur shaft femur memakan waktu 12 – 16
minggu dengan terapi-terapi yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
14
1. Taylor Kenneth W M. D , Vasantha L. Murthy M. D. 2000. Threatment and
Rehabilitation of Fractures. USA : A Wolters Kluwers Company.
2. Fischer Stuart James M. D, 2011. American Academy of Orthopaedic
Surgeons didownload dari http://orthoinfo.aaos.org
3. Oemmer Paul, 2011. AO Foundation didownload dari
https://www2.aofoundation.org
4. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone
5. Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta:
Binarupa AksaraPublisher
6. Tortora G. J, Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
New Jersey
15