BAB I
Click here to load reader
-
Upload
fadhlan-ardhuha -
Category
Documents
-
view
281 -
download
0
Transcript of BAB I
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan sindroma yang terdiri banyak gangguan,
penyakit sistemik ini sampai sekarang menjadi masalah kesehatan seluruh dunia.
Diabetes melitus atau penyakit gula atau penyakit kencing manis diketahui
sebagai penyakit kelainan metabolisme kronis yang terjadi berbagai penyebab
yang ditandai oleh konsentrasi glukosa darah melebihi normal disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein didalam tubuh. Gangguan
metabolisme tersebut disebabkan kurang produksi hormon insulin dan kerja
insulin. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, maka kadar glukosa darah akan
cenderung meningkat sehingga menimbulkan keadaan hiperglukemia dan
glukosuria. Hormon insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar
pankreas untuk penderita Diabetes Melitus tidak atau sedikit sekali menghasilkan
insulin sehingga kebutuhan insulin dalam tubuh tidak dapat terpenuhi yang
berakibat terganggunya proses metabolisme (Lanny, Syamsir,Iwan 2005 :13 – 14)
Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan di daerah perkotaan.
banyak yang menganggap bahwa penyakit diabetes ini adalah penyakit keturunan
padahal dari sejumlah penderita penyakit kencing manis ini sangat sedikit yang
tercatat karena disebabkan oleh faktor keturunan. Bila penyakit ini dibiarkan tidak
terkendali maka terjadinya berbagai komplikasi kronis yang berakibat fatal.
Komplikasi yang mungkin timbul diantaranya gangguan darah besar
1
2
(makroangiopati) menyebabkan kerusakan pada ginjal, mata dan saraf. Adapun
gangguan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) mengakibatkan kerusakan pada
jantung, otak dan kaki ( Dalimartha, 2005 : 3-5).
Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan yang sering diminati dalam
membantu menegakan diagnosa berbagai macam penyakit. Berat jenis urine
mencerminkan sifat dan jumlah zat padat yang terlarut dalam urine misalnya
glukosa,karena glukosa memilki sifat sebagai pereduksi dan sebagai partikel yang
padat. kapasitas ginjal untuk memekatkan kemih tergantung dari konsentrasi
partikel – partikel yang terdapat dalam larutan dan tidak tergantung dari beratnya
(Depkes RI, 2004 : 28).
Berat jenis urine rendah dapat dijumpai pada Diabetes Insifidus dengan
berat jenis berkisar antara 1.001- 1.003 dan juga pada penderita Glumerulus
nefritik, pielonefritik, kelainan ginjal lain.
Berat jenis urine tinggi dapat dijumpai pada keadaan insufisiensi adrenal,
kelainan hati, payah jantung dan kehilangan cairan badan yang berlebihan
misalnya berkeringat banyak, muntah, diare (kee lefever,1997: 258).
Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan menggunakan
urinometer dan refraktometer. Penetapan berat jenis urine biasanya cukup teliti
dengan urinometer diukur pada suhu kamar (Baron, 1990:304). Apabila sering
melakukan penetapan berat jenis urine yang volumenya kecil, sebaiknya
menggunakan refraktometer, karena cara ini mudah dilakukan dan tidak banyak
menggunakan urine hanya beberapa tetes saja. Pada orang normal dengan berat
jenis berkisar antara 1,015– 1,025.
3
Urine nucter lebih pekat dari urine post prandial, karena pada saat puasa
tubuh tidak menerima asupan cairan padahal proses pembentukan urine tetap
sehingga urine yang dikeluarkan lebih pekat dari biasanya. Semakin tinggi
konsentrasi urine makin pekat warnanya dan urine yang pucat mempunyai berat
jenis rendah, urine yang gelap mempunyai berat jenis tinggi.
(Baron, 1990 : 239).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas maka ingin
diketahui dengan adanya glukosa dalam urine dapat mempengaruhi berat jenis
urine. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada
perbedaan yang bermakna dari hasil pemeriksaan berat jenis pada urine nucter
dengan urine post prandial pada penderita Diabetes Mellitus.
C. Hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan hasil yang bermakna antara Berat Jenis urine
Nucter dengan urine PostPrandial pada penderita Diabetes Melitus
Ha : Ada perbedaan hasil yang bermakna antara Berat Jenis urine Nucter
dengan urine PostPrandial pada penderita Diabetes Melitus
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil berat jenis urine
nucter dengan urine post prandial pada penderita Diabetes Mellitus.
4
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini sangat bermanfaat, terutama bagi diri sendiri karena dapat
menambah wawasan pengetahuan dalam bidang laboratorium klinik
2. Petugas laboratorium dapat menentukan jenis
sample yang baik untuk pemeriksaan berat jenis urine.
3. Sebagai tambahan referensi Akademi Analis
Kesehatan Banda Aceh.
4. Pentingnya menjaga kesehatan dan mengetahui apa
penyakit Diabetes Melitus dalam berbagai pemeriksaan klinik.
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes melitus
Glukosa adalah salah satu senyawa yang diabsorbsi pada tubulus ginjal
yang merupakan monosakarida utama dari produk akhir pencernaan karbohidrat,
bila glukosa dalam plasma melebihi 180 mg / dl maka akan dijumpai di dalam
urine yang disebut dengan glukosuria. Bila keadan ini terjadi glukosuria dalam
waktu yang lama bisa menimbulkan penyakit yang disebut dengan penyakit
Diabetes Melitus (Baron ,1990 : 61)
Kadar glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak
mengalami metabolisme dalam sel. Akibatnya, seseorang akan kekurangan energi,
sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun. Kadar glukosa yang berlebih
tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki
sifat menarik air sehingga menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urine
dan selalu merasa haus.
Diabetes kata yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan. Mellitus
adalah kata latin untuk madu, atau gula. Diabetes mellitus adalah penyakit dimana
seorang mengeluarkan atau mengalirkan sejumlah besar urine yang terasa manis.
Akibatnya diabetes sering menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun
5
6
(kronis). Diabetes mellitus termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi
batas normal atau hiperglikemia lebih dari 120 mg / dl atau 120 mg %.
(Corwin, 2000 : 542 ).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Ada berbagai jenis gangguan pada sistem metabolisme, yang terjadi pada
pancreas yang memproduksi insulin, menurut American Diabetes Association
(ADA) Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes yang tergantung pada insulin atau dengan istilah diabetes melitus
dependent insulin (DMDI) dan tubuh perlu pasokan insulin dari luar, karena sel –
sel beta dari pulau langerhans telah mengalami kerusakan, sehingga pankreas
tidak dapat memproduksi inslin.Gejala meliputi rasa lapar dan haus yang
berlebihan, penurunan berat badan tanpa sebab, sering buang air kecil, penglihatan
menjadi kabur, kelelahan dan infeksi kronis (D’Adamo, 2006 : 23).
b. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes yang tidak tergantung insulin atau dengan istilah non-insulin
dependent diabetes melitus (NIDDM). Diabetes ini terjadi jika insulin hasil
produksi pankreas tidak cukup atau sel dan otot tubuh menjadi kebal terhadap
insulin, sehingga terjadi gangguan pengiriman gula ke sel tubuh.
( Corwin, 2000: 544).
7
c. Diabetes Gestasional
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil penyebab dianggap berkaitan
dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon
pertumbuhan yang terus menurus meninggi selama kehamilan.
(Corwin, 2000 : 546)
Adanya diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa
sesudah makan karbohidrat. Jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal,
maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang meningkatkan pengeluaran kemih dan timbul rasa haus. Karena glukosa
hilang bersama kemih.(Price dan Lorraine,1995 : 1114). Gejal klinik penyakit
diabetes melitus ditandai dengan gejala akut dan kronik
1. Gejala akut penyakit diabetes melitus.
Pada permulaan gejala yang ditunjukan meliputi 3 serba banyak
diantaranya banyak makan (polifagia), banyak minum (polidipsia), banyak
kencing (polinuria). Dalam fase ini biasanya menunjukan berat badan yang
terus naik, karena jumlah insulin masih cukup.
2. Gejala kronik penyakit diabetes melitus.
Pada permulaan tidak menunjukan gejala akut, tetapi baru menunjukan
gejala sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit
diabetes melitus. Gejala yang sering timbul seperti kesemutan, kulit terasa
panas atau nyeri, rasa tebal kulit, mudah kram, mudah capaek dan
8
mengantuk, mata kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas dan
kemampuan seksual menurun bahkan impoten.
B. Berat Jenis Urine
Berat jenis urine merupakan barometer untuk mengukur jumlah zat padat
yang terlarut dalam urine. Zat – zat tersebut dapat berasal dari dalam tubuh misal
glukosa atau yang sengaja dimasukan dari luar yang nantinya akan keluar
bersama urine. Penentuan berat jenis urine biasanya dilakukan dalam klinik untuk
menentukan daya konsentrasi dilusi ginjal dengan menggunakan kapasitas
pengapungan hydrometer dalam suatu silinder yang terisi kemih dan dengan
menggunakan indeks cahaya (Price, 2005 : 898 – 899).
Berat jenis urine sangat erat hubungan dengan diuresis, makin besar
diuresis, makin rendah berat jenis dan sebaliknya. Kapasitas ginjal dalam
memekatkan urine bergantung pada konsentrasi partikel yang terdapat dalam
larutan dan tidak bergantung pada beratnya. Bila urine pekat terjadi retensi air
dibandingkan zat terlarut dan bila urine encer terjadi ekresi air yang lebih
dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini memiliki arti penting dalam konservasi
dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh.
Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
1. Cara Urinometer
Cara urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan kapasitas
pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang terisi kemih
(Price dan loraine,1995 : 798).
9
2. Cara Refraktometer
Merupakan cara yang berdasarkan pengukuran refraktif indeks dari pada
urine. Ferfaktif indeks adalah ratio antara kecepatan cahaya diudara dengan
kecepatan cahaya dalam suatu larutan. Indeks refraksi urine mempunyai hubungan
erat dengan berat jenis urin sehingga hasil penetapan Berat Jenis dapat dibaca
langsung. Bila jumlah sample urine sedikit atau volume sample kecil gunakan
cara refraktometer. Refaktif indeks sesuatu cairan bertambah secara linear dengan
banyaknya zat larut (Gandasoebrata,1992:80)
C. Hubungan Diabetes Mellitus dengan Berat Jenis
Batas normal berat jenis urine adalah 1.015 – 1.025, berat jenis lebih dari
1.025 memberi syarat akan kemungkinan glukosuria yang dapat menimbulkan
penyakit diabetes mellitus. Penyakit ini menyebabkan gangguan dan hilangnya
toleransi karbohidrat, karena produksi hormon insulin yang diperlukan kurang
untuk proses pengubah gula menjadi tenaga serta lemak. Berat jenis urine
dipengaruhi oleh sifat dan jumlah partikel yang terlarut, bila dalam urine
mengandung glukosa maka berat jenis urine jauh lebih besar pada osmolalitas
tertentu dibandingkan dengan urine normal. Adanya glukosa dalam urine, maka
setiap 1% glukosuria BJ bertambah 0,004. Pada keadaan puasa kandungan air
dalam urine sedikit, sehingga urine yang disekresi menjadi pekat.
(http://digilib.unimus.ac.id/gdl)
10
D. Urine Nucter Dan Urine Post Prandial
Urine merupakan cairan hasil filtrasi glumerulus yang berperan sebagai
media untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang tidak dipakai lagi urine
Urine adalah bahan buang tubuh yang berupa cairan yang dikeluarkan melalui
sistem urogenital (Depkes, 1983:3). Pada orang normal urine berwarna kekuning
– kuningan bereaksi sedikit asam lemah, berbau khas (Depkes RI, 1983 : 1).
Tujuan pemeriksaan urine untuk mendapatkan keterangan atau fakta –
fakta tentang keadaan patologis dari tubuh. Secara fisiologis, dalam jangka waktu
24 jam kandungan unsur – unsur yang ada dalam urine dapat berubah – ubah
tergantung pada jumlah air yang diminum dan aktifitas dari seseorang. Urin
seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan
dalam urin orang yang sehat (Anonymous, 1997:3).
Konsentrasi total zat terlarut dalam cairan tubuh seorang normal sangat
konstan meskipun fluktuasi asupan dan ekresi air dan zat terlarut cukup besar.
Urine disimpan dalam kandung kemih sehingga setiap glukosa yang ada
didalamnya mungkin telah dihasilkan pada setiap saat sejak terakhir kali kandung
kemih dikosongkan. Glukosuria (kelebihan gula dalam urine) dapat terjadi karena
peningkatan glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus
untuk mereabsorbsi glukosa.
Urine Nucter disebut dengan urine dalam keadaan berpuasa (puasa 12 jam)
dari malam hari hingga pagi hari untuk memeriksakan urine di Laboratorium.
urine ini berwarna lebih pekat karena selama puasa asupan cairan yang
dibutuhkan oleh tubuh menjadi kurang padahal proses pembentukan urine tetap
11
terjadi (Baron, 1990 : 239). Sebaliknya urine PostPrandial disebut dengan urine
1,5 - 3 jam setelah makan, urine ini berwarna lebih pucat dan encer. Sample urine
juga dapat dibedakan atas beberapa macam diantaranya:
a. Urine Pagi
Ialah urine yang dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur.
Urinenya lebih pekat dari urine siang hari.
b. Urine Sewaktu
Ialah urine yang dikeluarkan pada waktu yang waktunya tidak
ditentukan secara khusus.
c. Urine 24 Jam
Ialah urine yang dikeluarkan selama 24 jam, mulai dari jam 8 pagi
hari ini sampai jam 8 pagi esok.
(Ronokoesomo, 1983 : 3)
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komperatif
dimana penelitian ini untuk melihat perbedaan hasil antara Berat Jenis urine
Nucter dengan Berat Jenis urine PostPrandial.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian direncanakan dilaboratorium patologi klinik Akademi Analais
Kesehatan Banda Aceh.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan pada bulan Maret 2011.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes
Melitus urine dalam keadaan puasa (Nucter) dengan urine Post Prandial.
12
13
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah 20 pasien yang menderita Diabetes
Melitus.
D. Tehnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara memeriksa berat jenis
urine Nucter dan urine PostPrandial pada penderita Diabetes Melitus positif
dengan metode Refraktometer
E. Prosedur Penelitian
1. Alat- alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam pelaksanan penelitian ini ialah :
- Tissue
- Refraktometer
- Pipet tetes
2. Bahan Penelitian
Bahan penelitia yang digunakan untuk pengukuran berat jenis yaitu urine
Nucter dan urine PostPrandial
3. Cara Kerja
a. Siapkan refraktometer dan dibersikan terlebih dahulu.
b. Atur cahaya pada refraktometer.
14
c. Sebelum diukur berat jenis urine, refraktometer harus ditera terlebih
dahulu dengan aquadest dan skala diatur harus menunjukkan angka
1,000.
d. Teteskan 1 tetes urine Nucter pada penderita Diabetes Melitus pada
refaktif indeks refraktometer.
e. kemudian diukur urine dan berat jenis dapat dibaca langsung pada
skala refraktometer.
f. Pemeriksaan berat jenis untuk urine postprandial dilakukan dalam
pemeriksaan yang sama.
F. Analisa Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan metode pengolahan
data statistik uji t (t- test) menurut Sudjana (1989 : 239).
Dengan rumus:
keterangan :
t = t ratio
= Rata-rata sampel x
= Rata-rata sampel y
Sg = Standar deviasi gabungan dari kedua sampel
15
Nx = Jumlah ulangan sampel x
Ny = Jumlah ulangan sampel y
G. Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel, dimana hasil akan
dibaca dalam bentuk tinggi atau rendahnya nilai Berat jenis Urine Nucter dengan
Post Prandial
16
Daftar Pustaka
Anonymous, (1997), Kimia Klinik, SMAK, Banda Aceh
BARON, D.N. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4, Jakarta: EGC, 1990
Corwin , Elizabeth j. PATOFISIOLOGI. jakarta : EGC, 2000
D’Adamo,Dr.peter j, Catherine Whitney.DIABETES. Yokyakarta: B-first, 2006
Dalimartha,Dr.Setiawan. Ramuan Tradisional pengobatan Diabetes Melitus.
cetak 10, Jakarta: Penebar Swadaya, 2005
Gandasoebrata,Prof. Dr. R. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian
Rakyat, 1992
http // digilib.unimus.ac.id/gdl
Kee Lefever,Jocce.Pemeriksaan Laboratorium Diagnostik. Edisi2,:EGC,1997
Pedoman Pemeriksaan Kimia Urine Metode Carik Celup. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2004
Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. PATOFISIOLOGI konsep klinis
proses-proses penyakit. Edisi 4, EGC,1995
--------, PATOFISIOLOGI konsep klinis proses penyakit. Edisi 6 EGC, 2005
Ronokoesomo, Drs.Scenario, Dkk. Petunjuk Pratikum Kimia Klinik Pengenalan
Bahan Urine. Edisi 1, Jakarta: Depkes RI, 1983
Sudjana. Metode Statistika. Bandung : Tasito, 1989
Sustrani, Lanny, Syamsir Alam, dan Iwan Hadibroto, DIABETES. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2005
17
Lampiran 1
SKEMA KERJA
Perbandingan hasil
Urine PostPrandial
Sampel Urine
Urine Nucter
Test BJ Test BJ
Hasil Hasil
18
Lampiran 2
Anggaran Biaya
Penelitian ini memerlukan tempat penelitian dan bahan oleh karena itu
diperlukan suatu perincian dana, agar dana yang diperlukan dalam kegiatan
penelitian dapat dipersiapkan dan terpenuhi.
Tabel. 1 : Tabel Anggaran Biaya
No Bahan /Reagen Pemakaian Total Harga
1 Aquadest 100 ml Rp. 500
2 Administrasi Lab Rp. 40.000
Jumlah Rp. 40 .500