BAB I

51
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Malaria adalah penyakit menular pada manusia. Sekita 350-500 juta orang trinfeksi dan lebih dari satu juta kematia di setiap tahunnya, terrutama di daeerah tropis. Penyebab penyakit malaria pertama kali ditemukan oleh seorang dokter militer Prancis, Charles Louis Alphonse Laeran. Penyakit malaria adala salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan survei unit kerja SPP(Serangga Penular Penyakit) di Indonesia telah ditemukan 46 spesies nyamuk Anopheles. Dari sepesies-spesies nyamuk tersebut terdapat 20 spesies yang dapat menularkan penyakit malaria. di Indonesia sendiri, malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat . angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi, terutama di daerah Indonesia bagian timur. Indonesia masih tergolong ke dalam negara beresiko penyakit malaria. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.3 TUJUAN

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Malaria adalah penyakit menular pada manusia. Sekita 350-500 juta orang

trinfeksi dan lebih dari satu juta kematia di setiap tahunnya, terrutama di daeerah

tropis. Penyebab penyakit malaria pertama kali ditemukan oleh seorang dokter militer

Prancis, Charles Louis Alphonse Laeran. Penyakit malaria adala salah satu penyakit

yang penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Berdasarkan survei unit

kerja SPP(Serangga Penular Penyakit) di Indonesia telah ditemukan 46 spesies

nyamuk Anopheles. Dari sepesies-spesies nyamuk tersebut terdapat 20 spesies yang

dapat menularkan penyakit malaria. di Indonesia sendiri, malaria masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat . angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi,

terutama di daerah Indonesia bagian timur. Indonesia masih tergolong ke dalam

negara beresiko penyakit malaria.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

Page 2: BAB I

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DAN PENULARAN PENYAKIT MALARIA

Malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah penyakit yang

disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh

manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles spp) betina. Definisi penyakit

malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan oleh agent tertentu yang

infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari suatu sumber infeksi kepada

host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menyerang semua

orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang disebabkan oleh parasit Plasmodium

falciparum.

2.1.1 Faktor Penularan Malaria

Secara umum penyebaran penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yang

saling mendukung yaitu host, agent dan environment sesuai teori The Traditional

(Ecological) Model yang dikemukakan oleh Dr.John Gordon (Kodim, dalam

repository.usu.ac.id).

A. Faktor Host (Manusia dan Nyamuk)

Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu Host Intermediate (manusia) dan

Host Definitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host Intermediate (penjamu sementara)

karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria. Sedangkan nyamuk

Anopheles spp disebut sebagai Host Definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuh nyamuk

terjadi siklus seksual parasit malaria (Depkes, dalam repository.usu.ac.id).

1. Host Intermediate

Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis (Plasmodium), tetapi ada

beberapa faktor intrinsik yang dapat memengaruhi kerentanan host terhadap agent yaitu usia,

jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan

tingkat immunisasi.

1. Usia, bagi anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria.

2. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kerentanan individu,

tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk bagi

Page 3: BAB I

kesehatan ibu dan anaknya, seperti anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR),

abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterine.

3. Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah

terhadap malaria, misalnya : orang Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika

dengan golongan darah Duffy (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena

golongan ini tidak mempunyai reseptornya (Pribadi, dalam repository.usu.ac.id).

4. Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya

akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya.

5. Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah

pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria.

6. Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah

endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi malaria.

7. Status gizi, keadaan gizi agaknya tidak menambah kerentanan terhadap malaria. Ada

beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering

mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk.

Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat

dibanding anak yang bergizi buruk.

8. Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai

immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria

(Depkes, dalam repository.usu.ac.id).

2. Host definitif

Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang yang sakit

malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles spp betina. Hanya nyamuk

Anopheles spp betina yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif ini

sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perilaku nyamuk itu sendiri dan faktor-faktor lain

yang mendukung (Depkes, dalam repository.usu.ac.id).

1. Perilaku nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dengan kategori:

a. Perilaku nyamuk, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya apabila

daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut : tersedia tempat beristirahat,

tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembangbiak.

b. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai kemampuan

untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya,

misalnya Anopheles sundaicus lebih senang di air payau dengan kadar garam 12 –

Page 4: BAB I

18‰ dan terkena sinar matahari langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih

senang di air tawar dan terlindung dari sinar matahari (teduh).

c. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles spp betina yang menghisap darah

dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh perilaku nyamuk

mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :

berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah malam dan menggigit

mulai tengah malam hingga dini hari pagi,

berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar rumah) dan

endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),

berdasarkan sumber darah, anthropofilik (lebih suka menggigit manusia) dan

zoofilik (lebih suka menggigit hewan) dan Anthrozoofilik (lebih suka menggigit

manusia dan hewan),

berdasarkan frekuensi menggigit, tergantung spesiesnya dan dipengaruhi oleh

temperatur dan kelembaban yang disebut dengan siklus gonotrofik. Untuk daerah

tropis biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48-96 jam.

d. Perilaku istirahat,

istirahat berdasarkan kebutuhan yaitu istirahat sebenarnya yang merupakan masa

menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum

dan sesudah mencari darah,

istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar rumah) dan

endofilik (lebih suka istirahat di dalam rumah).

2. Faktor lain yang mendukung :

a. Umur nyamuk, semakin panjang umur nyamuk semakin besar kemungkinannya untuk

menjadi penular atau vektor malaria.

b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

c. Frekuensi menggigit manusia.

d. Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk mematangkan sel telur sebagai

indikator untuk mengukur interfal menggigit nyamuk pada objek yang digigit

(manusia).

3. Syarat-syarat nyamuk sebagai vektor :

a. Tingkat kepadatan Anopheles spp disekitar pemukiman manusia yang sesuai dengan

daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk antara 2-3 km.

b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit dapat

menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.

Page 5: BAB I

c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya menghisap darah

manusia (Anthropofilik).

d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles spp tertentu

yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.

e. Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak

mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit yang berasal

dari objek gigitan dan menjadi infektif setelah menyelesaikan siklus hidupnya

(Depkes, dalam repository.usu.ac.id).

3. Reservoir

Hanya manusia menjadi reservoir terpenting untuk malaria. Primata secara

alamiah terinfeksi berbagai jenis malaria termasuk P. knowlesi, P. brazilianum, P.

inui, P. schwetzi dan P. simium yang dapat menginfeksi manusia di laboratorium

percobaan, akan tetapi jarang terjadi penularan/transmisi secara alamiah. Tipe

reservoir pada manusia. Malaria memiliki tipe reservoir Carriers, adalah orang yang

terkena infeksi, tetapi belum memiliki tanda atau gejala yang jelas dan dapat

menularkan infeksi yang diderita kepada orang lain. Carier malaria merupakan

sumber infeksi yang potensial karena darah pada tubuh manusia ini dapat menularkan

parasit melalui gigitan nyamuk.

B. Faktor Agent (Plasmodium)

Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair menemukan parasit

malaria dalam darah manusia. Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia menemukan

Palasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890 Celli dan

Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (Pribadi, dalam repository.usu.ac.id).

Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :

1. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang menyebabkan malaria berat.

2. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.

3. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.

4. Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Fasifik Barat (Depkes,

dalam repository.usu.ac.id).

C. Faktor Environment (Lingkungan)

Page 6: BAB I

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk

berada yang memungkinkan terjadinya penularan malaria setempat (indigenous), lingkungan

tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan

sosial budaya.

1. Lingkungan fisik

Faktor geografi dan meteorology di Indonesia sangat menguntungkan transmisi

malaria di Indonesia. Pengaruh suhu berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu 26,7oc masa

inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P. falciparum an 8-11 hari untuk P. vivax,

14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale (Harijanto, 2000:6).

a. Suhu

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum

berkisar antara 20-30oc. Semakin tinggi suhu (pada batas tertentu) maka semakin

pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya semakin rendah suhu maka

semakin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

b. Kelembaban

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, walaupun tidak

berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah

untuk memumgkinka hidup nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk

menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan

malaria.

c. Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya

epidemic malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis

vector dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar

kemungkinan berkembang biaknya nyamuk anopheles.

d. Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggia yang semakin bertambah. Hal

ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang

ada transmisi malaria. Hal ini bias berubah bila terjadi pemanansan bumu. Di

pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lenih sering ditemukan

malaria. Ketinggian paling tinggi masih mungkin transmisi malaria ialah 2500m di atas

permukaan laut.

e. Angin

Page 7: BAB I

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut

menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.

f. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahri terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-besa. An.

Sunndaicus lebih suka tempat yang teduh, An. Hyrcanus spp dan An. Pinctulatus spp

lebih suka menyukai tempat yang terbuka. An. Barbirostris dapat hidup baik di tempat

yang teduh maupun yang terang.

g. Arus air

An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat,

sedangkan An. Minimus menyukai aliran air yang deras An. Letifer menyukai air

tergenang.

h. Kadar garam

An.sunndaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18%

dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke atas. Namun di Sumatera Utara

ditemukan pula perindukan An. Sundaicus dalam air tawar.

B. Lingkungan Biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi

kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan

makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah,

gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah.

Adanya ternak eperti sapi, kerbau, dan babi dapat memgurangi jumlah gigitan nyamuk pada

manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.

C. Lingkungan social-budaya

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vector yang

bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran

masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk

memberantas malaria antara lain dengan saniatsi lingkungan, menggunakan kelambu,

memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan

manusia seperti pembuatan bendungan, pembuatan jalan, pertambangan dan pembangunan

pemukiman baru atau transmigrasi sering mengabaikan perubahan lingkungan yang

menguntungkan penularan malaria.

Page 8: BAB I

Peperangan dan perpindahan penduduk dapat menjadi factor penting untuk meningkatkan

malaria. Meningkatnya pariwisata dan perjalanan dari daerah endemic mengakibatkan

meningkatnya kasus malaria.

2.1.2 Cara Penularan Malaria

Rampengan dan Laurentz (1992) menyatakan bahwa cara penularan malaria secara umum

dapat dibagi atas:

1. Penularan secara alamiah (natural infection) yaitu melalui gigitan namuk anopheles.

2. Penularan yang tidak alamiah dibagi atas:

a. Malaria bawaan atau Congenital, terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena

ibunya mengidap malaria. Penularan terjadi melalui plasenta.

b. Secara mekanik, terjadi melalui tanfusi darah atau jarum suntik. Penularan melalui

jarum suntik terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik yang

tidak steril.

c. Secara oral.

2.2 ETIOLOGI PENYAKIT MALARIA

Penyakit malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari

genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Plasmodium adalah

parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa.

Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan

infeksi yaitu:

a)      Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria

tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).

b)      Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai

perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan

malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).

c)      Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae

(demam tiap hari empat).

d)     Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, di Indonesia

dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat

sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Page 9: BAB I

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies

plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari,

Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

2.3 RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT MALARIA

Dalam transmisinya ke manusia memerlukan vektor yaitu nyamuk Anopheles betina.

Ciri-ciri nyamuk Anopheles yaitu sewaktu hinggap dan menggigit badannya menungging

( membentuk sudut ), biasanya menggigit pada malam hari didalam maupun diluar rumah.

Sesudah menggigit, nyamuk beristirahat pada dinding dalam rumah yang gelap, lembab,

dibawah meja, ditempat tidur atau dibawah dan di belakang lemari. Nyamuk juga dapat

beristirahat diluar rumah, di semak, tebing parit dan sekitar kandang.

Terdapat empat spesies Anopheles di Jawa Tengah dengan tempat perindukan yang

berbeda – beda yaitu:

a) An. sundaicus ( sekitar pantai / air payau yang ditumbuhi lumut atau ganggang, kolam /

tambak tak terawat, lagon )

b) An. maculatus ( mata air pegunungan dan belik )

c) An. ballabencis ( kobakan air, kebun dan sekitar hutan )

d) An. acconitus ( persawahan, terutama sawah bertingkat, aliran air sungai pada musim

kemarau sekitar persawahan ).

2.3.1 Dalam Tubuh Nyamuk

Secara alamiah, hanya nyamuk betina yang memakan darah, nyamuk jantan tidak

sehingga tidak berfungsi sebagai vektor. Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah

yang mengandung gametosit, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot.

Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada

dinding luar lambung nyamuk, ookinet menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoid

yang akan masuk ke kelenjar liur nyamuk. Sporozoid ini bersifat infektif dan siap ditularkan

ke manusia.

2.3.2 Dalam tubuh Manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoid

dikelenjar liur nyamuk masuk kedalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit.

Setelah itu sporozoid masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoid hat. Kemudian

berkembang menjadi scizon hati yang terdiri dari 10.000 – 30.000 merozoid hati ( tergantung

spesiesnya ), siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama ± 2 minggu.

Page 10: BAB I

Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian tropozoid hati tidak langsung berkembang menjadi

scizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dormant yang disebut hipnozoid, hipnozoid ini dapat

hidup didalam hati selama berbulan – bulan bahkan bertahun – tahun dan pada saat imunitas

tubuh turun akan menjadi aktif dan menyebabkan relaps ( kambuh ). Merozoid yang berasal

dari scizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi eritrosit ( sel

darah merah ). Di dalam sel darah merah , parasit tersebut berkembang dari stasium tropozoid

sampai scizon ( 30 – 300 merozoid, tergantung spesiesnya ), proses perkembangan aseksual

ini disebut Scizogoni, selanjutnya eritrosit yang terinfeksi ( scizon) pecah dan merozoid yang

keluar akan menginfeksi sel darah merah yang lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.

Setelah 2 – 3 siklus scizogoni darah, sebagian merozoid yang menginfeksi sel darah merah

akan membentuk stadium seksual ( gametosit jantan dan betina ) yang akan masuk ke dalam

tubuh nyamuk saat ia menghisap darah manusia terinfeksi ini.

2.4 DAUR HIDUP PLASMODIUM

Dalam siklus hidupnya plasmodium peneyebab malaria mempunyai dua hospes yaitu

pada manusia dan nyamuk. Siklus aseksual plasmodium yang berlangsung pada manusia

disebut skizogoni dan siklus seksual plasmodium yang membentuk sporozoit didalam

nyamuk disebut sporogoni.

2.4.1 Siklus aseksual

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan kedalam

darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh menit jasad

tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai stadium eksoeritrositik dari pada daur

hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh menjadi skizon dan berkembang menjadi merozoit

(10.000-30.000 merozoit, tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah

dan merozoit keluar dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum

memasuki eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung

selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung

berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.

Hipnozoit dapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas

tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kekambuhan).

Page 11: BAB I

Siklus eritrositik dimulai saat merozoit memasuki sel-sel darah merah. Parasit tampak

sebagai kromatin kecil, dikelilingi oleh sitoplasma yang membesar, bentuk tidak teratur dan

mulai membentuk tropozoit, tropozoit berkembang menjadi skizon muda, kemudian

berkembang menjadi skizon matang dan membelah banyak menjadi merozoit. Dengan

selesainya pembelahan tersebut sel darah merah pecah dan merozoit, pigmen dan sisa sel

keluar dan memasuki plasma darah. Parasit memasuki sel darah merah lainnya untuk

mengulangi siklus skizogoni. Beberapa merozoit memasuki eritrosit dan membentuk skizon

dan lainnya membentuk gametosit yaitu bentuk seksual (gametosit jantan dan betina) setelah

melalui 2-3 siklus skizogoni darah.

2.4.2 Siklus seksual

Terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit. Gametosit yang bersama darah tidak dicerna. Pada makrogamet

(jantan) kromatin membagi menjadi 6-8 inti yang bergerak kepinggir parasit. Dipinggir ini

beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan bergerak aktif disebut mikrogamet.

Pembuahan terjadi karena masuknya mikrogamet kedalam makrogamet untuk membentuk

zigot. Zigot berubah bentuk seperti cacing pendek disebut ookinet yang dapat menembus

lapisan epitel dan membran basal dinding lambung. Ditempat ini ookinet membesar dan

disebut ookista. Didalam ookista dibentuk ribuan sporozoit dan beberapa sporozoit

menembus kelenjar nyamuk dan bila nyamuk menggigit/ menusuk manusia maka sporozoit

masuk kedalam darah dan mulailah siklus pre eritrositik.

Page 12: BAB I

Siklus hidup Plasmodium

2.5 Patogenesis Penyakit Malaria

Patogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas

pembuluh darah dari pada koagulasi intravaskular. Oleh karena skizogeni menyebabkan

kerusakan eritrosit. Akan terjadi anemia. Beratnya anemia yang tidak sebanding dengan

parasitemia menunjukan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Pada

percobaan binatang dibuktikan adanya gangguan transportasi natrium sehingga keluar dari

eritrosit yang mengandung parasit dan tanpa parasit malaria. Diduga terdapat toksin malaria

yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagaian eritrosit pecah saat melalui limfa

dan keluarlah parasit.

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya

antibodi terhadap eritrosit. Suatu bentuk khusus anemia hemolitik pada malaria adalah black

water fever, adalah suatu bentuk malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falcifarum,

yang ditandai oleh adanya hemolisis intravaskuler berat, hemoglobinuria, kegagalan ginjal

mendadak sebagai akibat nekrosis tubulus, disertai angka kematian yang tinggi. Telah lama

dicurigai bahwa Kina dapat memprovokasi terjadinya black water fever. Sebagai tambahan,

kasus meninggal yang disebabkan malaria selalu menunjukkan adanya perubahan yang

menonjol dari retikuloendotelial dan mungkin juga melibatkan berbagai sistem organ.

Page 13: BAB I

Limfa membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah.

Dalam limfa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari

eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi

dari retikulum disertai peningkatan makrofag. Pada sindrom pembesaran limfa di daerah

tropis atau penyakit pembesaran limfa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama

dengan peningkatan kadar IgM. Peningkatan antibodi terhadap malaria ini mungkin

menimbulkan respons imunologis yang tidak lazim pada malaria kronis. Pada malaria juga

terjadi pembesaran hepar, sel Kuffer seperti sel dalam sistem retikuloendotelial terlibat dalam

respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau

kehitaman. Pada malaria kronis terjadi infiltasi difus oleh sel mononukleus pada periportal

yang meningkat sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan

infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis.

2.6 PROGNOSIS PENYAKIT MALARIA

1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta

pengobatan.

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada

anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.

3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada

gangguan 2 atau lebih fungsi organ.

Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.

Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.

Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:

― Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.

― Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.

― Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat. Pada

malaria berat, tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnose dan

penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih

cukup tinggi antara 15%-60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah

komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria

serebral dengan hipoglikemi, peningkatan kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya

lebih tinggi dari pada malaria serebral saja.

Page 14: BAB I

Prognosis untuk malaria nonfallciparum secara umum baik pada penderita yang

responsive untuk melakukan terapi. Relaps P. ovale dan P. vivax dapat dihindari dengan

terapi yang sesuai. P. malariae dapat ditangani dengan terapi yang baik sehingga tidak ada

kontribusi untuk menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Prognosis malaria falciparum,

terutama untuk nonimun perlu berhati-hati. Kerusakan organ secara multisystem dapat

meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Wilson,2001).

Gejala & Tanda Penyakit Malaria

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering

membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh

badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini

berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature.

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas

tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya,

respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi

syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau

lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita

merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun akan merasa sehat dan dapat

melakukan pekerjaan biasa. Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada

infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada

limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak,

nyeri dan hiperemis. Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P.

falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan

komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO

didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu sebagai

berikut:

1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.

2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan >10.000/µl.

3. Gagal ginjal akut (urin <400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada

anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.

Page 15: BAB I

4. Edema paru.

5. Hipoglikemia gula darah <40 mg%.

6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau

perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan

laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.

9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).

10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat

antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.

11. Diagnosapost-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh

kapiler jaringan otak.

2.7 IDENTIFIKASI PENYAKIT MALARIA

1. Pemeriksaan labolatorium

Pemeriksaan laboratorium untuk penegakan diagnosa pasti

penyakit malaria adalah dengan melakukan pemeriksaan mikroskopis untuk

menemukan parasit Plasmodium dalam sediaan darah. Sediaan darah tipis akan

memberikan gambaran bentuk parasit yang lebih baik dan sempurna morfologinya,

namun perlu ketelitian dan kesabaran dalam melakukan pemeriksaan. Tes serologi

untuk malaria bisa dilakukan dengan IHA ( Indirect Hemaglutination Test ) dan

ELISA ( Enzym Linked Immuno Sobent Assay )

2. Teknik Pewarnaan Giemsa

Pewarnaan Giemsa (Giemsa Stain) adalah teknik pewarnaan untuk

pemeriksaan mikroskopis yang namanya diambil dari seorang peneliti malaria

yaitu Gustav Giemsa. Pewarnaan ini digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik dan

untuk diagnosis histopatologis parasit malaria dan parasit lainnya.

Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari

penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol.

Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma

dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan parasit yang ada di dalam darah.

Pewarnaan giemsa adalah teknik pewarnaan yang paling bagus digunakan untuk

identifikasi parasit yang ada di dalam darah (blood-borne parasite).

d. Plasmodium Vivax

Page 16: BAB I

1. Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit ini mengalami pembesaran dan pucat

karena kekurangan hemoglobin.

2. Tropozoit muda tampak sebagai cincin dengan inti pada satu sisi.

3. Tropozoit tua tampak sebagai cincin amuboid akibat penebalan sitoplasma

yang tidak merata.

4. Dalam waktu 36 jam parasit akan mengisi lebih dari setengah sel eritrosit yang

membesar.

5. Proses selanjutnya inti sel parasit akan mengalami pembelahan dan menjadi

bentuk schizont yang berisi merozoit berjumlah antara 16 – 18 buah.

6. Gametosit mengisi hampir seluruh eritrosit. Mikrogametosit berinti besar

dalam pewarnaan Giemsa akan berwarna merah muda sedangkan sitoplasma

berwarna biru.

7. Terdapat bintik-bintik merah yang disebut titik Schuffner pada eritrosit yang

terinfeksi parasit ini.

e. Plasmoduim Falcifarum

1. Hanya ditemukan bentuk tropozoit dan gametosit pada darah tepi, kecuali

pada kasus infeksi yang berat.

2. Schizogoni terjadi di dalam kapiler organ dalam termasuk jantung.

3. Sedikit schizont di darah tepi, terkait berat ringannya infeksi.

4. Schizont berisi merozoit berjumlah 16 – 20 buah.

5. Eritrosit yang terinfeksi tidak mengalami pembesaran.

Page 17: BAB I

6. Bisa terjadi multiple infeksi dalam eritrosit (ada lebih dari satu parasit dalam

eritrosit), bentuk acolle (inti menempel dinding eritrosit) dan spliting (inti

parasit terpecah dua).

7. Gametosit berbentuk pisang, makrogametosit inti kompak (mengumpul)

biasanya di tengah sedangkan makrogametosit intinya menyebar.

8. Sitoplasma eritrosit terdapat terdapat bercak-bercak merah yang tidak teratur

disebut titik Maurer.

f. Plasmodium Malariae

1. Tropozoit muda : 1. Cincin lebih tebal dengan inti yang kasar dan sedikit

sitoplasma yang biasanya tertutup tanpa vakuola, 2. Pigmen berbentuk lebih

awal, 3. Praktis tingkat yang lebih tua selalu ada bersama cincin ini.

2. Tropozoit sedang berkembang : 1. Kecil, kompak, biasanya bulat, pigmen

menjadi padat gelap dengan butir – butir agak kasar, sehingga kelihatan

terbenam dalam pigmen, 2. Fase tropozoit ini langsung lama, jadi tingkat ini

adalah yang paling lazim dan paling sering dijumpai.

3. Tropozoit dewasa : 1. Kompak, warna lebih tua dan ukuran lebih besar dari

tingkat sebelumnya. 2. Pigmen yang kasar, coklat tua dan berlimpah, sering

menutupi inti, 3. Sukar membedakannya dengan gametosit P. falciparum yang

membulat atau dengan gametosit P. malariae.

Page 18: BAB I

4. Skizon muda :1. Sangat mirip P. vivax kecuali parasitnya yang lebih kecil, 2.

Sering sangat kompak sehingga sulit mengenal susunan dalam dari parasit, 3.

Biasanya bersama-sama dengan parasit tingkat lainnya, 4. Sukar dibedakan

dengan skizon muda P.vivax.

5. Skizon tua : 1. Stadium yang kadang menjadi dalam sediaan darah tebal, 2.

Dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak dan biasanya bersama tropozoit

atau skizon muda atau kedua-duanya.

6. Gametosit muda : 1. Pigmen padat dan gelap, lebih sering mengumpul kadang

– kadang memancar, 2. Sama dengan P. vivax kecuali tidak begitu sering

dijumpai, 3. Menyerupai tropozoit yang sehingga sulit untuk dibedakan.

7. Gametosit tua : 1. Biasanya jumlah sedikit dan agak kecil dari P. vivax, 2.

Pigmen lebih kasar dan lebih gelap dan dapat menyerupai gametosit P.

falciparum yang membulat.

Bentuk stadium Plasmodium malariae dalam sediaan darah tipis

8. Plasmodium malariae, dapat menyebabkan malaria kuartana, serangan panas

berulang setiap 72 jam, dan menginfeksi sel-sel darah yang tua P. malaria

merupakan satu-satunya spesies parasit malaria manusia yang ditemukan juga

menginfeksi simpanse dan beberapa binatang lainnya ( Kus Irianto, 2009 ).

g. Plasmodium Ovale

Page 19: BAB I

1. Bentuk Cincin : 1. Ukuran 1/3 eritrosit, 2. Bentuk cincin padat, 3. Kromatin

massa padat berbatas tegas, 4. Bentuk accole tidak ada, 5. Pigmen pada

stadium ini tidak ada.

2. Bentuk Tropozoit sedang berkembang : 1. Ukuran kecil, 2. Bentuk padat,

vakuola tidak dikenal, 3. Kromatin mempunyai kelompok besar irregular, 4.

Pigmen bentuk kasar, warna kuning coklat dan jumlahnya sedang, 5.

Penyebaran parikel kasar tersebar.

3. Bentuk Skizon Imature : 1. Ukuran hampir mengisi eritrosit, 2. Bentuk

berpigmen, 3. Merozoit 6-12, dan rata-rata 8, ukuran besar, 4. Pigmen

terkumpul ditengah ( kuning coklat ).

4. Bentuk Mikrogametosit : 1. Waktu timbul 12 – 14 hari, 2. Jumlah dalam darah

sedikit, 3. Ukuran besar eritrosit, berbentuk bulat padat, 4. Sitoplasma biru

pucat, 5. Kromatin dan pigmen seperti P. vivax.

5. Bentuk Makrogametosit : 1. Waktu timbul 12 – 14 hari, 2. Jumlah dalam darah

sedikit, 3. Ukuran sebesar eritrosit berbentuk bulat padat, 4. Sitoplasma biru

tua, 5. Kromatin dan pigmen seperti P. vivax

6. Plasmodium ovale, dapat menyebabkan malaria tertian benigna atau lebih

cepat disebut malaria ovale. Predileksinya terhadap sel-sel darah merah mirip

dengan vivax yang menginfeksi sel darah merah muda ( Harijanto, P. N,

2009 ).

Page 20: BAB I

2.8 SITUASI MALARIA DI INDONESIA

2.8.1 Gambaran Berdasarkan Laporan Rutin

a. Stratifikasi Malaria

Tahun 2007 kementerian kesehatan RI mensyaratkan kasus malaria harus

dibuktikan dengan hasil pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus

diobati dengan Antermisinin atau ACT (Antermisinin-based Combination

Therapies). Penyakit malaria masih dapat ditemukan diseluruh provinsi di

Indonesia. Berdasarkan Api (Annual Parasite Incidence), Indonesia bagian Timur

menduduki stratifikasi malaria tertinggi, stratifikasi sedang diduduki Kalimantan,

Sulawesi, dan Sumatera, sedangkan di Jwa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah,

meskipun masih terdapat area fokus malaria tinggi.

API dari tahun 2008-2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 185 per

1000 penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008-2009 provinsi dengan

Page 21: BAB I

API tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua. Terdapat 12 provinsi dengan

angka API diatas nasional.

b. Plasmodium

Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa

jenis yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae,

plasmodium ovale dan yang mix atau campuran.

Pada tahun 2009 penyebab malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax

(55,8%), kemudian plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011Gbr. API per 100.000 Penduduk per provinsi Tahun 2009

Page 22: BAB I

dilaporkan. Data ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4%

penyebab malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak

6,9%.

c. KLB Tahun 2007-2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011Gbr. Plasmodium Penyebab Malaria Tahun 2009

Page 23: BAB I

Dari tahun 2006 – 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) selalu terjadi di pulau

Kalimantan walaupun kabupaten/kota yang terjangkit berbeda-beda tiap tahun.

Pada tahun 2009 , KLB dilaporkan terjadi di pulau Jawa (Jawa Tengah, Jawa

Timur dan Banten), Kalimantan (Kalimantan Selatan), Sulawesi (Sulawesi Barat),

NAD dan Sumatera (Sumatera Barat, Lampung) dengan total jumlah penderita

adalah 1.869 orang dan meninggal sebanyak 11 orang. KLB terbanyak di pulau

Jawa yaitu sebanyak 6 kabupaten/kota . Sebaran KLB dari tahun 2006 – 2009

dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.

2.8.2 Gambaran Berdasarkan Survei

a. Prevalensi Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2010

. Point prevalence menunjukan proporsi orang di populasi yang terkena

penyakit pada waktu tertentu. Data malaria dikumpulkan dengan dua cara yaitu

wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah

menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT). Besarnya sampel untuk

pemeriksaan RDT yang merupakan subsampel dari sampel Kesehatan masyarakat

adalah sejumlah 75.192 dan yang dapat dianalisis adalah 72.105 (95,9%).

Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%,

namun hal ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam

satu tahun karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola

epidemiologi) kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling

banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011Gbr: Kejadian Luar Biasa (KLB) Tahun 2006 - 2009

Page 24: BAB I

adalah Plasmodium vivax dan campuran antara P. falciparum dan P. Vivax. Namun

data sebaran parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga tidak dapat diketahui

jenis parasit yang dominan per suatu wilayah.

Sumber : Riskesdas 2010, dalam buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan 2011

Sumber : Riskesdas 2010 Gambar 12. Point Prevalence Malaria Menurut Karakteristik Responden

Page 25: BAB I

Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada

umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan

paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan menurut period prevalence,

prevalens paling tinggi adalah pada kelompok umur >15 tahun (10,8%), nomor dua

paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun (10,7%) dan paling rendah tetap pada

umur <1 tahun (8,2%). Dari data diatas tampak kecenderungan kelompok yang

berisiko tinggi terkena malaria bergeser dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh

karena itu perlu intervensi pencegahan malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat

promosi anak dibawah lima tahun tidur dibawah kelambu berinsektisida serta

menyediakan obat malaria yang sesuai dengan umur balita.

Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan

pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point

prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di perdesaan

(0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan tidak tamat

SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok yang paling

tinggi prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok yang paling

rendah prevalensinya (0,2%). Kelompok “sekolah” dan petani/nelayan/buruh

merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi prevalensinya (masing-masing

0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%)

b. Mass Blood Surrvei (MBS)

Pada tahun 2008 dilakukan Mass Blood Survei (MBS) di 14 provinsi

(Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Lampung,

Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Papua Barat, Papua,

Maluku, Nusa Tenggara Timur) yang menjadi wilayah kegiatan The Global Fund

to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria (GF ATM). Pada MBS dilakukan

pengambilan sediaan darah berdasarkan mikroskop dan Rapid Diagnostic Test

(RDT). Hasil MBS menunjukkan bahwa Provinsi dengan kasus positif tertinggi

adalah Nusa Tenggara Timur (32.321 orang) dan Maluku (23.754 orang). Jumlah

sediaan darah yang diambil dan kasus positif malaria dapat dilihat pada Gambar 13

di bawah ini.

Menurut Mass Blood Survei (MBS) pada tahun 2008 kasus infeksi pada ibu

hamil yang terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur (624 orang), kemudian Maluku

(455 orang). Secara absolut provinsi yang mempunyai kasus bumil malaria

Page 26: BAB I

tertinggi adalah NTT, namun provinsi yang mempunyai persentase kasus bumil

malaria tertinggi adalah Sumatera Barat (6,36%) dan Riau (2,24%) yang dapat

dilihat pada Gambar 14 di bawah ini.

c. Vektor Malaria Indonesia

Menurut tempat berkembang biak, vektor malaria dapat dikelompokkan

dalam tiga tipe yaitu berkembang biak di persawahan, perbukitan/hutan dan

pantai/aliran sungai. Vektor malaria yang berkembang biak di daerah persawahan

adalah An. aconitus, An. Annullaris, An. barbirostris, An. kochi, An karwari,

An.nigerrimus, An.sinensis, An.tesellatus, An.Vagus, An. letifer. Vektor malaria

yang berkembang biak di perbukitan/hutan adalah An.balabacensis, An.bancrofti,

An.punculatus, An.Umbrosus. Sedangkan untuk daerah pantai/aliran sungai jenis

vekor malaria adalah An.flavirostris, An.Koliensis, An.ludlowi, An.minimus,

An.punctulatus, An.parangensis, An.sundaicus, An.subpictus.

Waktu aktivitas menggigit vektor malaria yang sudah diketahui yaitu jam

17.00-18.00, sebelum jam 24 (20.00-23.00), sete-lah jam 24 (00.00-4.00).Vektor

Page 27: BAB I

malaria yang aktivitas menggigitnya jam 17.00-18.00 adalah An.tesselatus,

sebelum jam 24 adalah An.Aconitus, An.annullaris, An.barbirostris, An.kochi,

An.sinensis, An.Vagus, sedangkan yang menggigit setelah jam 24 adalah

An.farauti, An.koliensis, An.leucosphyrosis, An.unctullatus.

2.9 PROGRAM PEMBERANTASAN MALARIA

2.9.1 Program Pemberantasan Malaria berdasar Keputusan Menkes

Program pemberantasan penyakit malaria telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia.

Secara umum dapat dijelaskan bahwa program berdasarkan keputusan menteri tersebut terdiri

atas berbagai perlakuan pada tahap Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi, dan

pemeliharaan. Keterangan lebih lanjut dijelaskan dalam lampiran Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009 Tentang Eliminasi Malaria Di

Indonesia.

2.9.2 Program Pemberantasan Malaria berdasar Referensi

Dalam bukunya, Widoyono (2005) menjelaskan program pemberantasan malaria adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan

Umum:

Menekan morbiditas dan mortalitas malaria.

Mempertahankan daerah bebas malaria.

Khusus

Morbiditas kurang dari 0,08/1000 penduduk.

Jumlah kecamatan dengan insidensi kasus yang tinggi kurang dari sepuluh dan

kelurahan kurang dari seratus.

2. Sasaran

Sasaran nasional pada tahun2001 adalah morbiditas kurang dari sama dengan 1% di

Jawa dan Bali

3. Kebijaksanaan

a. Memperluas daerah bebas malaria.

b. Menanggulangi fokus.

c. Meningkatkan aspek menejerial petugas.

d. Meningkatkan kualitas surveillans.

e. Memberantas vektor.

Page 28: BAB I

f. Meningkatkan kerja sama litas program dan sektor.

4. Stratifikasi Wilayah

a. Indikator Statis

HCI(High Case Incidence) API>5%.

MCI (Middl Cas Incidence) API = 1-5%.

LCI (Lo Cas Incidnc) API <1%.

b. Indikator Dinamis

1) Desa Rawan

Lingkungan yang cocok bagi vektor malaria seperti perbukitan dengan

sawah brteras dan mata ai yang alianna lambat srta hutan primer.

Desa yang memeiliki riwayat HCI.

Mobilitas penduduknya tinggi.

Daerah terpencil.

2) Desa Fokus Rendah

Dsa MCI/LCI dengan kasus indigenous bulanan konstan atau mnurun.

Desa HCI denga kondisi lingkungan yang tidak kondusif bagi pnularan

malaria.

3) Desaa Fokus Tinggi

Desa rawan mulai ada kasus indigenous.

Desa rawan tiga bulan berturt-turut kasus idigenousnya konstan atau naik

dibanding bulan sbelumnya.

4) Desa bebas malaria yaitu desa yang bebas dari penularan malaria selama tiga

tahun teakhir.

5. Kegiatan

1) Desa Rawan.

Menemukan dan mengobati pendeerita.

Melakukan surveillans rutin.

Melakukan mass fever survei (MFS) terutama konfirmasi.

Mengendalikan vektor.

Memetakan lingkungan dan breeding place.

Melakukan surveillans migrasi.

Melakukan survei entomologi.

Memberi penyuluhan kepada masyarakat.

2) Low Focus Zone(LFZ).

Page 29: BAB I

Melakukan semua tindakan di desa rawan.

Melakukan tes resistensi pada insektisida.

Mengendalikan vektor dengan larvasida.

Menebar ikan.

Menanam padi seara serentak.

Memperbaiki konstruksi pengairan.

3) High Focus Zone (HFZ).

Melakukan semua tindakan di LFZ.

Melakukan penyemprotan di rumah-rumah.

Jenis Kegiatan:

1) Active Case Detection (ACD)

Sasaran adlah seluruh penderita malaria klinis.

Mengambil preparat darah tebal yang dilakukan oleh juru malaria

desa(JMD)

Wkatu: HCI(2 minggu sekali) MCI (1 bulan sekali)

2) Passive Case Detection (PCD)

Sasaran adalah seluruh penderita malarria klinis dan penderita gagal obat

yang datang.

Melakukan pengambilan preparat darah tebal oleh JMD.

Dilakukan setiap hari kerja.

3) Mass Fever Survei(MFS)

Sasarannya adalah seluruh penderita demam pada daerah penderita

malaria klinis.

Mengambil preparat darah tebal oleh JMD, diikuti Mass Fever Treathmen

(MFT) yang dibagi menjadi MFT khusus dan MFT konfirmasi.

4) Suveillans Passive SMPI (sebelum musim penularan)

Untuk menemukan da mengobati penderita.

Dilakukan selama 4 hari dan diulang 10 hari kemudian.

Sasaran adalah desa HCI/MCI.

Dilakukan selama 1-2 bulan sebelum dan sesudah musimpenularan (MP)

5) Surveillans Migrasi

Sasaran adalah seluruh penduduk yang datang dari daerah endemik.

Peparat darah tebal diambil oleh JMD, jika hasilnya positif maka

dilakukan pengobatan radikal.

Page 30: BAB I

6) Survei penatalaksanaan penderrita

Sasaran adlah kabupaten/kota/puskesmas endemik.

Metode dengan check list.

Dilakukan pada saaat MP.

6. Survei

Suvei kualitas penyemprotan.

Surveillans pola vektor.

Survei longitudinal entomologi.

Survei vektor sebelum MP.

Survei spot entomologi.

Surveillans status esistensi vektor.

Uji coba status klorokuin.

Audit program amlaria.

2.9 PENCEGAHAN

Menurut Widoyono (2005), pencegahan penyakit malaria terdapat dua basis, antara lain:

1. Berbasis Masyarakat

a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat harus teus ditingkatkan melalui

penyuluhan kesehatan, pendidikan kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui

kampanye masal untuk mengurangi tempat sarang nyamuk.

b. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungki.

c. Melakukan penyemprotan melalui kajian secara mendalam mengenai bionomik

anopheles

2. Berbasis Pribadi

a. Pencegahan gigitan nyamuk, yaitu antara lain tidak keluar rumah pada senja dan

malam hari, kelua dengan pakaian panjang bewarna terang, menggunakan replan

yang mngandung zat anti nyamuk, membuat kontruksi rumah yang anti nyamuk,

menggunakan kelambu dengan insektisida, menggunakan obat nyamuk bakar

atau semprot.

b. Pengobatan profilaksis apabila akan memasuki wilayah endemi, meliputi:

Pada daeerah plasmodium masih sensitif terhadap klorokuin, diberikan

300mg klorokuin basa atau 500mg klorokuin fosfat, satu tablet dimulai satu

Page 31: BAB I

minggu sebelum memasuki daeah endemis sampai minggu keempat seetelah

kelua dai daerah tersebut.

Pada daeh resisten kloro kuin diberikan meflokuin 5mg/kgBB/minggu atau

doksisiklin 100mg/kgBB/minggu atau sulfodoksin 500mg/piimetamin 25mg,

3 tablet sekali minum.

c. Pencegahan dan pengobatan malaria pada ibu hamil, meliputi:

Klorokuin, bukan kontra indikasi.

Profilaksis deengan klookuin 5mg/kgBB/minggu dan proguanil 3

mg/kgBB/minggu untuk daerah sensitif klorokuin.

Meflokuin 5 mg/khBB/minggu diberikan pada kehamilan empat minggu

pada plasmodium ang esistn pada klorokuin.

Profilaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.

d. Informasi tentang donor darah. Informasi mengenai daerah asal pendonor,

informasi penggunakan profilaksis pada daerah endemis, dan sebagai.nya.

2.10 PENGOBATAN

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua

stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk

mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.

Widoyono (2005) menyatakan pengobatan malaria meliputi:

1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

A. Malaria Falsiparum

Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah Artemisinin Combination Therapy

(ACT), yaitu :

1. Artesunate – Amodiaquin

2. Dihydroartemisinin – Piperaquin ( pada saat ini khusus digunakan di Papua dan wilayah

tertentu lainnya).

1. Lini Pertama

Artesunat + Amodiakuin + Primakuin Kemasan Artesunate – Amodiaquin yang ada pada

program pengendalian malaria :

a. Kemasan Artesunat + Amodiaquin terdiri dari 2 blister. Obat kombinasi diberikan per oral

selama tiga hari dengan dosis tunggal harian.

Page 32: BAB I

b. Kemasan Artesunat + Amodiakuin terdiri dari 3 blister (setiap hari 1 blister untuk dosis

dewasa), setiap blister terdiri dari :

- 4 tablet artesunate @ 50 mg.

- 4 tablet amodiaquin @ 150 mg.

2. Lini kedua

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin.

a. Kina tablet

Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat

atau sulfat. Kin diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7

hari.

b. Doksisiklin

Doksisiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50 mg

dan 100 mg Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan

dosisi orang dewasa adalah 4 mg/kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun

adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8

tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin.

c. Tetrasiklin

Tetrasiklin yang beredar di Indonesia adalah kapsul yang mengandung 250 mg atau 500

m tetrasiklin HCl. Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 hari dengan dosis 4-5

mg/kgbb/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak

umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.

d. Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan pada lini pertama. Apabila pemberian dosis obat

tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat diberikan

berdasarkan golongan umur. Dosis maksimal penderita dewasa yang dapat diberikan

untuk kina 9 tablet dan primakuin 3 tablet.

B. Pengobatan malaria vivaks, malaria ovale, malaria malariae

1. Lini pertama Malaria vivaks dan ovale

Pengobatan malaria vivax dan ovale saat ini menggunakan ACT (Artemisinin Combination

Therapy ) yaitu artesunate + amodiaquin atau Dihydroartemisinin Piperaquin (DHP)). Dosis

obat untuk malaria vivax sama dengan malaria falciparum, dimana perbedaannya adalah

pemberian obat primakuin selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgbb. Pengobatan efektif

apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan klinis sembuh

Page 33: BAB I

(sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan

tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat :

a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau

b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau

timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten).

c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai

hari ke 28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

2. Pengobatan Lini kedua Malaria vivaks

Kina + Primakuin

a. Kina tablet

Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina

fosfat atau sulfat. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali

selama 7 hari. Dosis kina adalah 30 mg/kgbb/hari. Pemberian kina pada anak usia

dibawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan.

b. Primakuin

Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari.

3. Pengobatan malaria vivaks yang relaps

Pengobatan kasus malaria vivaxs relaps (kambuh) sama dengan regimen sebelumnya hanya

dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan 0,5 mg/kgbb.

C. Pengobatan malaria malariae

Pengobatan malaria malaria cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari dengan dosis

sama dengan pengobatan malaria lainnya.

D. Pengobatan malaria mix (P.Falciparum + P.vivax) dengan ACT

Pengobatan malaria mix diberikan pengobatan dengan ACT selama 3 hari serta pemberian

primakuin pada hari I dengan dosis adalah 0,75 mg/kgbb dilanjutkan pada hari 2-14

primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgbb.

2. Pengobatan Malaria Klinis

Pada fasilitas pelayana ksehatan tanpa sarana diagnostik pnyakit malaria, penderita dengan

gejala malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan primakuin. Apabila

pengobatan tidak efektif, penderita harus segera dirujuk untuk mendapatkan kepastian

diagnostik dan pengobatan adekuat.

3. Pengobatan Malaria Komplikasi

Malaria berat atau komplikasi adalah ditemukan plasmodium fase aseksual pada tubuh

penderita dengan satu atau beberapa keadaaan berikut:

Page 34: BAB I

Malaria erebral, malaria yang dapat menurunkan kesadaran.

Anemia berat, saat parasit lebih dari 10.000/μL.

Gagal ginjal akut.

Edema paru.

Hipoglikemia.

Gagal sirkulasi.

Pendarahan pada hidung, gusi, dansaluran pencernaa.

Kejang berulang, lebih dari 2 kali selama 24 jam.

Hemoglobinuria makroskopik.

Pengobatan dapat dilakukan dengan:

Derivat artesimin.

Artesunat parenteral untuk pelayanan kesehatan dengan perawatan, sedangkan pada

lapangan tanpa perawatan menggunakan artemeter intramuskular.

Obat alternatif adalah kinadihidroklorida parenteral.

Penderita gagal ginjal tidak dapt diberika loading dose dan pengobatan kina dosisnya

diturunka setengah dari dosis awal.

4. Kemoprofilaksis

Bagi yang berpergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak lama dapat

menggunakan Doksisiklin 2 tablet sehari sebelum berangkat dan selama berada di daerah

endemis 1 tablet sehari tidak lebih dari 12 minggu. Dengan dosis 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin

tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.Untuk kelompok atau

individu yang akan berpergian / tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya

menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu LLIN, repellent, kawat kassa

dan lain-lain.

DAFTA PUSTAKA

Widoyono.2005.Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan,Pencegahan dan

Pemberantasan.Jakarta:Erlangga

Laihad, Ferdinand J, Paul Harijanti, dkk.2011. Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan: Epidemiologi Malaria di Indonesia Triwulan I,2011. Kementerian

Kesehatan RI

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20325/4/Chapter%20II.pdf [9 Maret 2013]

Anonim, 2008. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Depkes RI : Jakarta

Sudoyo, A. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta.

Page 35: BAB I

http://referensiartikelkedokteran.blogspot.com/2010/10/

malariadefinisietiologipatofisiologiman.html

http://noormaawaddahworld.blogspot.com/2011/05/etiologi-penyakit-malaria.html

http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/malaria.html

http://mediskus.com/penyakit/siklus-hidup-plasmodium-penyebab-malaria.html

http://rudizr.wordpress.com/2012/05/17/penyakit-menular-dan-tidak-menular/ (serial online,

3 April 2013)

Hrijanto. 2000. Malaria Epedemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganan.

Jakarta: EGC

Laurentz, I dan Rampengan, T. 1990. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Manado: EGC