BAB I-4

download BAB I-4

of 34

Transcript of BAB I-4

BAB I KASUS I. KASUS : Tn.N 65 tahun 1 HSMRS pasien mengalami penurunan kesadaran akibat terjatuh di kamar mandi. Diketahui bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Keesokan harinya, setelah bangun tidur, Tn.N tiba-tiba mengalami kesulitan bicara dan bibir terlihat tidak simetris. Diketahui bahwa pasien mempunyai diagnosa medis stroke hemoragic dan mengalami gangguan di area broca. Setelah itu pasien dibawa ke RS dan dirawat selama 2 minggu. Selama dirawat di RS, pasien mendapatkan terapi TMS (Transcranial Magnetic Stimulation). Akan tetapi karena dari keluarga dengan status ekonomi rendah, maka pihak keluarga meminta pasien dibawa pulang. Kemudian perawat seblumnya pernah membaca sebuah tabloid kesehatan yang menyebutkan terapi MIT (Melodic Intonation Therapy) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan bicara pada pasien afasia post stroke dan treatment tersebut dapat dilakukan di rumah tanpa perlu bantuan medis. Oleh karena itu, perawat mencari evidence based mengenai keefektifan MIT untuk penanganan aphasia pada pasien post-stroke. II. PERTANYAAN

Apakah Melodic Simulatin Therapy bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada penderita aphasia post stroke? P : Paien post stroke yang mengalami aphasia I : MIT (Melodic Intonation Therapy) C : Pasien post stroke yang tidak menggunakan MIT sebagai terapi aphasia O : Peningkatan kemampuan berbicara

MIT (Melodic Intonation Therapy) Melodic Intonation Therapy (MIT) adalah suatu proses therapeutik yang digunakan untuk membantu pasien dengan gangguan komunikasi atau aphasia yang disebabkan oleh kerusakan otak. Metode ini menggunakan style mennyanyi yang disebut dengan intonasi melodi (melodic intonation) yaitu menggunakan komponen melodi dan irama untuk menstimulasi aktivitas dari hemisfer kanan dari otak untuk membantu produksi dalam berbicara atau speech production. Bukti yang telah ada menunjukkan bahwa irama merupakan komponen MIT yang paling krusial: irama dalam berbicara atau rhythmic speech mungkin berperan memperdalam area otak yang dikenal sebagai basal ganglia.

BAB II LANGKAH-LANGKAH MENDAPATKAN LITERATUR EBN Pada tahap ini, penulis mencari jurnal penelitian mengenai terapi MIT (Melodic Intonation Therapy) melalui beberapa website, diantaranya :

www.sciencedirect.com Pada search, kami memasukkan kata kunci Melodic Intonation Therapi dan Aphasia. Pada date range kami memilih 5 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2007 sampai present. Kemudian kami temukan 13 jurnal. Dari ke 13 jurnal tersebut, yang free acsess atau dapat di download hanya 4, sedangkan yang lainnya adalah jurnal berbayar. Kemudian dari 4 jurnal tersebut kami baca abstraknya, yang memenuhi criteria MIT untuk aphasia post stroke hanya 1 jurnal, yaitu A Case Study of Melodic Intonation Therapy (MIT) in The Subacute Stage of Aphasia : Early Rereactivation of Left Hemisphere Structures (tahun 2010).

www.pubmed.com Pada Website ini kami memasukkan kata kunci : Melodic Intonation Therapi dan Aphasia Lalu muncul sebanyak 33 jurnal. Kemudian dari 33 jurnal tersebut kami cari yang free full text, dan ada sejumlah 6 jurnal. -

Setelah itu, dari 6 jurnal tersebut kami ambil yang dalam retang 5 tahun. Terdapat 3 jurnal, yaitu :

o Non-Invansive Brain Stimulation Enhances The Effects of Melodic Intonation Therapy. o Changes in Maps of language Activity Activation Following Melodic Intonation Therapy Using Magnetoenchepalography : two case studies. o Evidence for Plasticity in White-Matter Tracts of Patients with Chronic Brocas Aphasia Undergoing Intense Intonation-based Speech Therapy.

http://search.ebscohost.com/ (EBSCOHOST Reasearch Database) Pada Website ini kami memasukkan kata kunci : Melodic Intonation Therapi dan Aphasia -

Lalu kami membatasi search engine nya dengan criteria 5 tahun terakhir. Lalu kami mendapatkan 6 jurnal. Dari 6 jurnal tersebut, hanya terdapat 2 jurnal free full text, dan hanya 1 jurnal yang akan dibahas pada laporan ini, yaitu : o From Singing to Speaking : Why Singing May Lead to Recovery of Expressive language Function in Patient with Brocas Aphasia.

http://aphasiology.pitt.edu/ -

Kata kunci yang dimasukkan dalam website ini adalah: Melodic Intonation Therapi Kami mendapatkan 4 jurnal dari website ini. Jurnal yang akan kami bahas hanya 1 jurnal, yaitu: The Effectiveness of Melodic Intonation Therapy for Chinese Speakers with Non-fluent Aphasia: A Pilot Study.

BAB III ANALISIS JURNAL

I.

Jurnal 1 : From Singing to Speaking: Why Singing May Lead to Recovery of Expressive Language Function in Patients with Broca's Aphasia A. Identitas Jurnal

Penulis : Gottfried Schlaug, Sarah Marchina, and Andrea Norton Beth Israel Deaconess Medical Center and Harvard Medical School, Boston, Massachusetts.

Terbit : Published in final edited form as: Music Percept. 2008 April 1; 25(4): 315 323. doi:10.1525/MP.2008.25.4.315.

B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan membahas keunikan dan berbagi unsur dari MIT untuk membedakan efek terhadap perilaku dan pengobatan saraf dari MIT dengan intervensi kontrol yaitu Speech Repetition Therapy (SRT) dalam dua prototipikal pasien.

C. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pasien dengan aphasia nonfluent yang berat. Penelitian ini membandingkan antara pasien yang diberikan Melodic Intonation Therapy dibandingkan dengan kelompok kontrol intervensi yang diberikan Speech Repetition Therapy (SRT). 1. Cara Mengambil sampel Mengambil 2 pasien yang akan di terapi dengan mengunakan efek MIT

dan kedua pasien didiagnosa dengan aphasia nonfluent yang berat (terbatas output verbal, gangguan dalam pemberian nama dan pemahaman yang relatif tidak menyeluruh) sebagai hasil dari stroke iskemik left hemisphere termasuk arteri otak tengah dan diklasifikasikan dalam aphasia broca. Pasien yang telah menerima terapi wicara tradisional lebih dari 1

tahun. Mereka mengalami gangguan output verbal yang signifikan dan tidak dapat berbicara dengan fasih.

Kedua pasien diuji dua kali sebelum dilakukan terapi untuk membuat

dasar yang stabil dan menilai kemampuan mereka dalam berbicara dan menyanyikan lirik lagu yang familiar dan menganalisisnya dengan menggunakan Correct Information Units (CIU). Setiap pasien bernyanyi dan berbicara dibandingkan jumlah total kata pada 2 lagu familiar terakhir.

Pasien 1, seorang laki laki dengan usia 47 tahun mengalami kidal dan

native language English, telah menempuh lebih dari 12 tahun wajib belajar, 2-3 tahun belajar memainkan alat musik saat anak-anak dan tidak aktif bernyanyi di paduan suara. Dia mengalami hemiparesis kanan sedang sampai berat tetapi masih bisa melakukan aktifitas sehari hari secara mandiri. Juga dinilai pada perilaku dan termasuk penilaian setelah diberikan terapi MIT selama 40 dan 70 sesi pertemuan.

Pasien 2, seorang laki laki berusia 58 tahun mengalami kidal dan

native language English, telah menempuh lebih dari 12 tahun wajib belajar, 1-2 tahun belajar memainkan alat musik saat anak-anak dan bernyanyi di beberapa paduan suara di sekolah dan perguruan tinggi.

Mengalami hemiparesis kanan yang sedang dan dapat melakukan kehidupan sehari hari secara mandiri.

Pasien 1 berdasarkan ukuran dan lokasi lesi dan berdasarkan

kemampuan berbicara, menjalani intervensi alternatif yang sama secara intensif, diberikan terapi SRT dan dirancang untuk mengontrol unsur-unsur dari MIT yang umumnya untuk terapi wicara yang lainnya dan meniadakan fitur yang berbeda, intonasi melodi dan irama ketukan dengan tangan kiri. Setelah diberikan 40 sesi terapi SRT, dilakukan rangkaian penilaian perilaku dan saraf yang sama pada pasien 1.

Pasien 2 diberikan treatmen dengan menggunakan MIT dan dinilai Kedua pasien memiliki perilaku dan pencitraan otak yang dinilai

setelah 40 dan 70 sesi dari terapi. sebelum dan sesudah terapi. Proporsi dari jumlah total kata/ CIU yang diucapkan lebih rendah dibandingkan proporsi total kata/CIU yang dinyanyikan pada kedua pasien. Walaupun kedua pasien menerima 75 sesi dari MIT, perbandingan antara 2 intervensi dilaporkan sstelah setiap pasien menerima 40 sesi dari treatmen MIT dengan SRT secara berurutan.

2. a.

Apa yang di ukur dan Cara Melakukan Pengukuran Language Assessment Berdasarkan Boston Diagnostic Aphasia Examination (BDAE;

Goodglass & amp; Kaplan, 1983) skor, kedua pasien yang digolongkan memiliki Broca aphasia Serangkaian tes yang sama diberikan kepada kedua pasien

setelah diberikan terapi dalam 40 sesi ( post 40 ). Penilaian yang lebih lanjut dilakukan setelah 75 sesi terapi( post 75 ).

Terdiri dari test battery termasuk pengukuran kata yang

diucapkan dengan mengikuti langkah-langkah yang dirancang secara kuantitatif untuk menilai ucapan secara spontan :

(1) Wawancara Percakapan: mengenai data biografi pasien, riwayat

medis, perawatan post stroke, kegiatan sehari-hari, dll (2) Deskripsi gambar yang kompleks: menggunakan tanggapan pasien pada pengukuran ini, kita menghitung jumlah CIU dan jumlah rata-rata suku kata/frase. Ucapan-ucapan yang semuanya tidak memiliki arti, seperti

seruan yang tidak pantas, salah responses (informasi yang tidak akurat) tidak dihitung dalam penilaian. Peserta juga diberikan tugas penamaan gambar, termasuk Boston Naming Test (BNT; Kaplan, Goodglass, & amp; Weintraub, 2001) dan mencocokkan (30 gambar) gambar warna Snodgrass-Vanderwart (1980). Semua penilaian perilaku direkam untuk dilakukan analisis. Videotapes yang ditulis dan perkataan pasien yang diucapkan diperiksa untuk dimengerti, kemudian dinilai oleh seorang peneliti yang independen yang tidak terkait dengan pasien selama terapi.

b. Experimental Stimuli and fMRI Paradigm Daftar 16 kata-kata/frasa bisyllabic pada kedua pasien yang

mampu diucapkan untuk menstimulasi dari tugas eksperimental fMRI dari semua gambar pada titik waktu dan tingkat berbicara/menyanyi (satu suku kata/s) agar tetap konstan sepanjang studi.

Tugas fungsional terdiri dari lima syarat: berupa dua

eksperimental (mengucapkan atau menyanyikan kata-kata / frasa bisyllabic) dan tiga kontrol (bersenandung, artikulasi dan keheningan). Dalam kondisi eksperimental, pasien mendengar pengamat berbicara /bernyanyi dua suku kata atau frasa, lalu pasien mengulangi apa yang mereka dengar. Dalam kondisi keheningan/ sepi, peserta diminta untuk menunggu isyarat, kemudian ambil napas untuk merespon dan menanggapi kondisi lain.

detail.

Functional magnetic resonance imaging (fMRI) dan sampling

temporal jarang dilakukan seperti yang dilaporkan sebelumnya secara

c. Treatment Dua pasien dalam studi ini secara acak mendapatkan terapi tipe

MIT atau SRT. Kedua pasien diberikan treatmen masing masing dengan terapis yang sama selama 1,5 jam/hari dan diberikan dalam lima hari setiap minggu serta diberi satu set bahan-bahan untuk dipraktekkan di rumah. Kedua intervensi identik berkaitan dengan panjang frase,

penggunaan rangsangan gambar dan tingkat dukungan yang disediakan oleh terapis pada setiap tahap kemajuan. Yang membedakan SRT hanya dalam hal frasa/ kata yang

diucapkan tidak dengan intonasi (dinyanyikan), suku kata yang tidak berkelanjutan dan ada tidaknya tangan yang mengetuk terkait dengan produksi bicara. 3. Cara Analisis

Metode pada penelitian ini dengan membandingkan antara pemberian sesi terapi MIT dengan sesi terapi SRT yang di tambah dengan 40 sesi terapi MIT.

D. Hasil

Penelitian

1.

Behavioral and Imaging Effects of the MIT Intervention

Pada pasien 1, 13 bulan post onset stroke otak kiri diberi terapi dengan MIT. Ia menjalani dua penilaian, penilaian pre-treatment yang dipisah dalam 4 minggu (pre 1 dan pre 2), untuk penilaian yang mid-treatment setelah menjalani 40 sesi terapi (post 40) dan juga penilaian post-treatment setelah 75 sesi terapi dari MIT ( post75 ). Pada awalnya, penilaian ucapan spontan menghasilkan hasil yang konsisten

dengan diagnosisnya. Dengan penilaian ulang yang dilakukan sebelum dilakukan MIT menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan. Setelah diberikan hanya 40 sesi terapi dari MIT, ternyata menunjukkan peningkatan yang signifikan pada output dalam ucapan dan penamaan konfrontatif, sedangkan setelah diberikan 75 sesi terapi dari MIT, perbaikan-perbaikan lebih dapat diucapkan (untuk semua perilaku hasil ). Berdasarkan pasien 1 pada post pemberian 40 sesi terapi, dalam studi fMRI menunjukkan aktivasi perisylvian posterior di sebelah kiri dan kedua temporal superior dan aktivasi gyrus precentral yang lebih rendah di sebelah kanan selama kondisi berbicara (berbicara vs kontras kesunyian). Namun, setelah pemberian 40 sesi terapi juga menunjukkan lebih menonjolnya aktivasi belahan otak kanan yang melibatkan right posterior middle premotor cortex 2. dan girus frontal kanan inferior, serta sedikit peningkatan aktivasi girus temporal posterior superior. Behavioral and Imaging Effects of the SRT Intervention Pasien 2, setelah 12 bulan post onset stroke belahan otak kiri (lihat gambar 2 untuk lokasi/ukuran lesi), ditempatkan untuk diberi treatmen dengan SRT. Disosiasi antara berbicara dan bernyanyi berdasarkan pada pidato yang mirip dengan pasien 1. Tidak ada perubahan yang signifikan berdasarkan pada penilaian. Setelah 40 sesi SRT, skor produksi pidato pasien 2 meningkat, dengan penamaan gambar, skornya mengalami peningkatan (tabel 1), dan studi fMRI (gambar 3 ) menunjukkan aktivasi posterior superior temporal gyrus ( STG ), superior temporal sulcus (STS), middle to inferior precentral gyrus kanan, dengan sedikit aktivasi

di sebelah kiri selama kondisi berbicara (berbicara terbuka vs kondisi kontrol keheningan ), menunjukkan bahwa lebih menonjol aktivasi belahan otak kiri yang melibatkan preand post-central gyrus, serta bagian tengah dan posterior STG/STS Pasien 2 juga menunjukkan berbicara terbuka vs keheningan( kondisi kontrol ) kontras setelah tambahan 40 sesi dari MIT yang melanjutkan sesi SRT. Sedikit perbedaan dapat dilihat di daerah aktivasi yang besar , dengan penekanan yang lebih besar pada premotor di sebelah kanan / motor dan lobus temporal dan sedikit lebih rendah besarnya aktivasi di perisylvian kiri bagian posterior membandingkan gambar setelah diberikan terapi MIT dengan gambar setelah diberikan terapi SRT pada pasien 2 . Gambar

Penjelasan:fMRI activation maps (Dilapiskan ke proyeksi permukaan dari sebuah otak normal yang distandarisasi secara per spasial/per ruang)

Perbedaan antara bicara secara terbuka vs kesunyian ( kondisi

kontrol ), (p35%) setelah dilakukan treatmen pertama. Perubahan ini bertahan saat ada jeda, tetapi terdapat sedikit peningkatan setelah treatment bagian kedua diberikan. Berbeda dengan pasien 2, tidak menunjukkan perubahan setelah diberikan treatment MIT. 2. Neurophysiological changes Aktivitas awal dipol (sebelum resolusi N1m) diamati secara primary visual cortex. Kegiatan ini tidak digunakan dalam penelitian ini karena merupakan pengolahan sensorik primer. Aktivasi area bahasa pada setiap pasien digambarkan pada figure 2. Aktivasi ini, terjadi setelah resolusi N1m, umumnya diamati pada bagian superior, tengah, dan inferior temporal gyri, sudut gyrus, temporal pole, dan inferior frontal gyrus di hemisper.

Jumlah akhir, dipole-dipol bahasa terjadi setelah resolusi N1m di area bahasa premorbid dan area homotopic dalam contralateral hemisfer, sebelum MIT dan sesudah MIT, digambarkan pada figure3.

Kedua pasien menunjukkan aktivitas hemisper kiri lebih baik daripada bagian kanan, sebelum MIT. Kedua pasien menunjukkan peningkatan aktivasi hemisfer kiri setelah terapi pertama. Pasien 1 menunjukkan peningkatan fungsi bahasa karena MIT, menunjukkan kestabilan dalam aktivasi hemisfer kanan saat kedua terapi, menghasilkan laterisasi yang kuat hemisfer kiri pada aktivitas MEG. Pasien 2, tidak memberikan respon positif saat diberikan treatmen MIT, menunjukkan peningkatan aktivasi hemisfer kanan pada kedua terapi, menghasilkan laterisasi hemisfer kanan pada aktivitas MEG.E. Hubungan dengan Pertanyaan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, pemberian treatment MIT dapat meningkatkan aktivasi left hemisfer, dan peningkatan fungsi bahasa. Dari hasil ini menunjukkan bahwa MIT bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada penderita afasia post stroke.

VI.

Jurnal 6 : The Effectiveness of Melodic Intonation Therapy for Chinese Speakers with Non-fluent Aphasia: A Pilot Study A. Identitas Jurnal

Penulis: Chin-Hsing Tseng Terbit : Clinical Aphasiology Conference (2011 : 42st: Fourt Launderdale, FL : May31-June 4, 2011)

B. Tujuan Penelitian menentukan bobot keefektifan dari dua unsur MIT, rhythmic tapping (RT) vs melodic intoning dan mengestimasi jangka waktu yang diperlukan oleh intervensi MTI untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada pasien aphasia. C. Metode Penelitian Program MIT dilakukan oleh orang yang ahli dan mempunyai gelar di bidang terapi musik. Pada Tahap I, peserta menerima terapi secara berkelompok dalam sesi mingguan selama delapan minggu berturut-turut, setiap sesi berlangsung selama dua jam. Pada tiap sesi, terapi berfokus pada tes pengucapan kata-kata target (kata kunci), dengan panjang 4-10 morfem. Komposisi dari kata-kata target ini disesuaikan pada kebutuhan komunikatif dari tiap individu. Di setiap sesi dimasukkan unsur-unsur penting dari MIT seperti bertepuk tangan tangan, bernyanyi bersama-sama, intoning, dan pertanyaan menyelidik. Meskipun formatnya berkelompok, sebagian besar sesi dibagi lagi ke dalam bentuk sub sesi. Dalam tiap sub-sesi, partisipan melalui langkah-langkah: (1) review awal dari pengucapan kata-kata target, (2) pertanyaan menyelidik ( mengenai ucapan target mingguan)#1, (3) rhythmic tapping (RT), (4) pertanyaan menyelidik #2, (5) melodic intoning (MI), dan (6) pertanyaan menyelidik #3 . a. Cara pengambilan sampel: Enam pasien berbahasa Mandarin Cina dengan non-fluent afasia ringan, berpartisipasi dalam program ini. Dua pasien dieksklusi dari penelitian ini karena beberapa data hasil tes mereka hilang. Empat peserta yang tersisa (tiga laki-laki dan satu perempuan), berusia 40-66 (rata-rata: 53,25), semua pasien stroke dengan waktu onset lebih dari satu tahun (rentang:

satu sampai 11 tahun). Dua memiliki ijazah sekolah tinggi dan dua gelar sarjana. Mereka telah menerima terapi wicara sebelum program ini.b. Apa yang diukur dan cara melakukan pengukuran: semua kemampuan

berbahasa dari pasien dievaluasi, sebelum dan setelah intervensi tahap I dengan Concise Chinese Aphasia Test (atau CCAT; Chung, Lee, & Chang, 2002), yang mempunyai kesamaan format dan cara penyekoran dengan Porch Index of Communicative Ability (or PICA; Porch, 1981). Seperti PICA, CCAT didesain untuk memperoleh respon verbal, grafis, dan gestural dari individu. Tes tersebut terdiri dari sembilan sub tes dan tiap sub tes terditi dari 10 item. Tes ini mengadopsi sistem penilaian multidimensional dengan skor maksimal 12. Kelancaran berbicara dievaluasi dengan tiga cara. Pertama, the mean length of utterance (MLU) dihitung berdasarkan sub tes keterangan gambar sebelum dan setelah Tahap I. Kedua, MLU juga dihitung berdasarkan setiap pengucapan katakata target yang dapat dilakukan oleh para peserta pada tiga kesempatan pertanyaan penyelidikan selama empat sesi terakhir. Terakhir, MLU dan maximum length of utterance, keduanya dihitung berdasarkan kata-kata review. c. Cara analisis: D. Hasil Penelitian Semua penampilan berbahasa yang dinyatakan dengan skor CCAT tampaknya tidak menunjukan perubahan secara signifikan setelah diberikan intervensi. Terjadi sedikit peningkatan pada partisipan #1, #3, dan #4 sedangkan pada pasien #3 justru terjadi penurunan walaupun tidak signifikan juga. (gambar 2).

Hasil yang berbeda diperoleh pada pengukuran kelancaran berbicara yang menunjukan adanya beberapa peningkatan signifikan setelah pemberian intervensi, khususnya pada partispan #2. (Gambar 3).

Namun, meskipun terjadi variasi antara beberapa individu, tampaknya ada kecenderungan umum terhadap peningkatan MLU (Gambar 4) dan

maximum length of utterance (Gambar 5) pada hasil review dari kemampuan pengucapan kata-kata target setelah diberi intervensi.

Cara

lain

untuk

menunjukan

efek

intervensi

adalah

dengan

membandingkan kemampuan partisipan pada tiga kesempatan pertanyaan penyelidikan yang diajukan. Gambar 6 menunjukkan dengan jelas bahwa baik rhythmic tapping dan melodic intonation menyebabkan MLU yang lebih besar daripada kondisi kontrol. Tetapi tidak ada cara untuk

menjelaskan mana yang lebih efektif antara rhythmic tapping dan melodic intonation.

Hasil ini tidak mengherankan bahwa kemampuan berbahasa secara keseluruhan tetap tidak berubah setelah Tahap I pemberian intervensi. Masa intervensi pada penelitian ini dilaporkan hanya berlangsung selama delapan minggu. Mungkin banyak harapan untuk mengamati perubahan yang lebih luar biasa dengan intervensi yang lebih lama dan intens seperti yang disarankan oleh penulis lain (Bonakdapour et al, 2003;. Helm-Estabrooks, Nicholas, & Morgan, 1989; Schlaug et al, 2008.). Fakta menunjukan bahwa kelancaran berbicara yang direfleksikan oleh MLU dalam bentuk naratif yang tidak berubah juga dapat dikaitkan dengan rendahya intenstas pelatihan. Analisis awal data Tahap II penelitian kami menunjukkan beberapa perbaikan dengan pengukuran kelancaran pada akhir program 20 minggu penuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa MIT dapat menunjukan peningkatkan kemampuan berbicara pada penderita aphasia post stroke dalam jangka waktu 20 minggu (tidak hanya 8 minggu). Dalam MIT bisa digunakan dua metode yaitu melodic intoning dan rhythmic tapping, tetapi berdasarkan hasil penelitian ini melodic intoning tidak menunjukan hasil MLU yang lebih baik daripada rhythmic tapping.

E. Hubungan dengan Pertanyaan jurnal ini mendukung jawaban atas pertanyaan kami bahwa MIT dapat meningkatkan kemampuan berbahasa/ bicara pada pasien aphasia post stroke.

BAB IV PENUTUP I. KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa pemberian MIT dapat meningkatkan kemampuan bicara pasien secara spontan. Setelah pemberian MIT terdapat perbaikan dari fiber of AF ( Arcuate Fasciculus ) , mendeskripsikan gambar ,dan mendeskripsikan perintah sebelum dan sesudah dilakukannya melodic intonation therapy (MIT) dan speech therapies. Dalam jurnal Non-invasive brain stimulation enhances the effects of melodic intonation therapy diungkapkan bahwa otak akan berusaha merombak dan mengkompensasi kerusakan pusat berbahasa di left hemisphere dengan menggabungkan treatment anodal-tDCS dengan melodic intonation therapy (MIT) untuk pemulihan lebih lanjut pada pasien aphasia post stroke dan untuk meningkatkan aktivitas sensori motor di right hemisphere yang penting untuk artikulasi. Berdasarkan keenam jurnal yang dianalisis, semua jurnal menyatakan bahwa pemberian MIT dapat meningkatkan kemampuan berbicara secara spontan pada pasien post stroke dengan aphasia. Treatment ini dapat di lakukan di Indonesia dengan pertimbangan kemudahan, keefektifan, dan kemanfaatan bagi pasien. Terapis dapat memberikan edukasi cara pemberian MIT pada keluarga sehingga treamen dapat dilakukan sendiri oleh keluarga. Hal tersebut akan memperkecil biaya terapi yang harus dikeluarkan oleh keluarga.

II.

SARAN 1. Untuk Peneliti Peneliti dapat melakukan penelitian mengenai treatmen MIT di Indonesia untuk di nilai keefektifan dan kemanfaatannya. Selain itu peneliti, juga dapat melakukan penelitian untuk menemukan tretmen yang lebih baik dari treatmen MIT

2. Untuk Tenaga Kesehatan Tenaga kesehatan dapat memberikan edukasi kepada keluarga mengenai cara pemberian treatmen MIT sehingga treatmen yang diberikan sesuai dengan protokol dan hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan. 3. Untuk Masyrakat Umum Keluarga dapat mempraktekan MIT secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan berbicara pasien secara spontan.