BAB DAM

18
BAB DAM Kata dam dalam bab ini sering kali digunakan fuqaha dengan dua pengertian. Ada yang mengartikannya sebagai hewan atau yang bisa menggantikannya, yaitu makanan dan berpuasa. Dan ada pula yang bisa menggantikannya, yaitu makanan dan berpuasa. Dan ada pula yang mengartikannya sebagai hewan saja. Disyariatkannya dam adalah merupakan sanksi (denda) bagi orang yang melanggar larangan-larangan dalam haji atau sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan. Ada dua faktor yang mewajibkan seseorang membayar dam: 1. Meninggalkan kewajiban-kewajiban haji 2. Mengerjakan larangan-larangan dalam ihram Ditilik dari segi hukum, dan adakalanya diwajibkan secara tertib dan adakalanya diwajibkan secara tertib dan adakalanya diwajibkan secara takhyir.

description

DAM

Transcript of BAB DAM

BAB DAM

BAB DAM

Kata dam dalam bab ini sering kali digunakan fuqaha dengan dua pengertian. Ada yang mengartikannya sebagai hewan atau yang bisa menggantikannya, yaitu makanan dan berpuasa. Dan ada pula yang bisa menggantikannya, yaitu makanan dan berpuasa. Dan ada pula yang mengartikannya sebagai hewan saja.

Disyariatkannya dam adalah merupakan sanksi (denda) bagi orang yang melanggar larangan-larangan dalam haji atau sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan. Ada dua faktor yang mewajibkan seseorang membayar dam:

1. Meninggalkan kewajiban-kewajiban haji

2. Mengerjakan larangan-larangan dalam ihramDitilik dari segi hukum, dan adakalanya diwajibkan secara tertib dan adakalanya diwajibkan secara tertib dan adakalanya diwajibkan secara takhyir. Tertib adalah tidak boleh beralih ke urutan berikutnya kecuali tidak mampu menjalankan yang sebelumya.

Takhyir adalah diperbolehkan berpindah pada urutan berikutnya, meskipun masih mampu mengerjakan yang sebelumnya.

Kewajiban tersebut baik yang secara tertib maupun takhyir, juga adakalanya secara taqdir dan adakalanya secara tadil: Taqdir artinya syara telah menentukan pengganti dari kewajiban yang pertama, sehingga seseorang tidak bisa mengurangi atau menambah dari ketentuan yang ada.

Tadil adalah syara telah memerintahkan untuk mengukur nilai harga kambing, dan dengan nilai harga tadi seseorang bisa menggantikannya dengan yang lain, berupa bahan makanan.

Maka dapat disimpulkan bahwa dam yang jumlah seluruhnya ada 21 macam apabila ditinjau dari segi hukum dapat terklasifikasi menjadi 4 macam.

1. Dam tertib wa taqdir, yaitu dam yang wajib karena meninggalkan nusuk (perkara yang diperintahkan dalam ihram). Bisa berupa dam tamattu (Yang kewajibannya disebabkan meninggalkan ihram dari miqat negaranya), dam meninggalkan wuquf setelah tahallul dengan amalan umrah, dan dam yang disebabkan meninggalkan kewajiban-kewajiban yang sudah dituturkan sebelumnya.Maka barang siapa telah meninggalkan nusuk, wajib baginya untuk menyembelih kambing yang sudah bisa dipakai untuk berkorban, jika tidak ada, maka wajib berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari dikerjakan ketika masih ber-ihram dan tujuh hari dikerjakan pada waktu sudah pulang ke tanah airnya. Dalil kewajiban dan ini adalah penggalan surat Al-Abaqarah ayat 196:

1)

Maka bagi siapa saja yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (dalam bulan haji), (wajiblah dia menyembelih) kurban yang mudah di dapat. Tetapi bila ia tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah kembali.

Dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa Allah SWT memberi idzin seseorang untuk meninggalkan ihram haji dari miqat negaranya dengan syarat dia harus membayar dam. Dan proses pembayaran dam, Allah memberikan dua alternatif dengan syarat tertib pada lafadh .

- Alternaatif pertama yang ditentukan Allah adalah dia harus membayar dam berupa seekor kambing yang bisa dibuat kurban, atau 1/7 sapi, atau 1/7 unta badanah.. Ketentuan tersebut bisa dipahami dari lafadh yang bermakna (kambing). Menurut Imam Malik pengertian tersebut berdasarkan ayat Dan sudah maklum secara ijmai bahwa kewajiban dam/atau denda berburu adalah menyembelih seekor kambing. Sedangkan keterangan yang disampaikan Ibnu Umar adalah bahwa dam hanya bisa diterapkan pada arti unta dan sapi.

Disebutkan dalam hadits:

2)

Dari jabir dia berkata: Kami keluar bersama Rasulullah, kemudian beliau memerintahkan kami untuk bersekutu dalam unta dan sapi. Masing-masing tujuh orang dari kami cukup satu ekor unta badanah.

Alternatif kedua Allah SWT memerintahkan berpuasa selama sepuluh hari apabila seseorang tidak mendapatkan kambing. Baik secara realita () yaitu kenyataan memang tidak ada kambing atau dia tidak punya uang untuk membeli kambing, ataupun secara syari yaitu sebenarnya dia mendapatkan kambing, tetapi dengan harga yang melewati standar atau sebenarnya dengan harga standar, tetapi uang yang dia miliki amat dibutuhkan untuk keperluan yang lain.

Dalil di atas hanya mengulas dam tamattu. Sedangkan dalil dam meninggalkan wuquf dan kewajiban-kewajiban yang telah disebutkan sebelumnya adalah qiyas pada dam tamattu. Mengingat bahwa pada dasarnya ketiga dam di atas disebabkan meninggalkan perintah Allah, karena hakikat kewajiban dam tamattu adalah disebabkan meninggalkan ihram dan miqat.

2. Dam Takhtir Wa Taqdir, yaitu dam yang wajib dibayar karena mengerjakan larangan ihram yang illat-nya adalah (bersenang-senang), seperti memakai minyak wangi, memotong kuku, rambut, dan sejenisnya.Disebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 196:

3)

Dan janganlah kamu mencukur (rambut) kepalamu sebelum kurban sampai di tempat penyembelihannya. Jikalau di antara kamu ada yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu berpuasa, bersedeqah, atau berkorban.

Dalam ayat tersebut Allah SWT memberikan denda dalam tiga pilihan:

1. Membayar kambing yang sudah bisa dibuat untuk kurban atau yang bisa menggantinya, berupa 1/7 unta atau 1/7 sapi.

2. Berpuasa tiga hari.

3. Tiga sha makanan yang diberikan pada 6 orang miskin di tanah haram dengan pembagian setiap orang mendapat setengah sha.Adapun kewajiban membayar fidyah adalah disebabkan mencukur rambut melebihi tiga helai atau memotong kuku melebihi tiga kali. Dam ini digolongkan dalam dam takhyir yang pengertiannya diambil dari kata pada ayat di atas yang bermakna takhyir (memberikan pilihan).

3. Dam Takhyir wa Tadil yaitu dam yang wajib dibayarkan karena membunuh hewan buruan yang halal dimakan dagingnya atau memotong tumbuh-tumbuhan di tanah haram. Apabila muhrim (orang yang ihram) telah membunuh binatang tersebut, maka dalam pembayaran dam-nya harus memperhatikan hal-hal berikut:a. Jika hewan yang dibunuh ada persamaannya dengan hewan ternak (unta, sapi, dan kambing), maka harus membayar dengan binatang yang serupa. Arti serupa disini adalah sama dalam rupa dan penciptaannya ( ), tidak harus persis sama dan harus senilai harganya. Mengenai ketentuan binatang ini, jika ada penjelasan dari nash atau hukum yang dicetuskan dua orang sahabat, atau dua orang tabiin yang adil, atau ulama salaf setelahnya, maka itulah yang dibuat pedoman dan tidak perlu mencetuskan hukum yang baru. Sedang bila tidak ada penjelasan dari NAbi atau ulama salaf, maka yang dijadikan rujukan adalah dua orang yang faqih, yang adil, dan berpengalaman ( ). Karena merekalah yang lebih tahu tentang binatang yang serupa, yang dimaksudkan oleh syara. Dalam surat Al-maidah ayat 95 dijelaksan:

4)

Barang siapa di antara kalian yang membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya adalah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan binatang buruan yang dibunuh, menurut putusan dua orang yang adil di antara kalian sebagai hadiah yang dibawa sampai ke Kabah.

Menurut Imam Syafii dan Ashab bahwa maksud juga berlaku dalam hal besar dan kecilnya binatang. Sehingga kalau dia membunuh binatang yang besar, maka gantinya pun harus besar, demikian pula sebaliknya.

b. Jika binatang yang dibunuh tidak ada persamaannya dengan hewan piaraan (unta, sapi, dan kambing), tapi ada penjelasan dari sahabat, maka itulah yang dijadikan rujukan, karena pada dasarnya penjelasan mereka adalah bersandarkan pada apa yang diajarkan Rasulullah. Maka dalam membunuh burung merpati, perkutut, dan sejenisnya dendanya adalah kambing domba atau kambing kacang (Jawa), karena itu adalah yang telah di-nukil dari sahabat. Sedangkan burung yang besarnya sebawah merpati seperti burung emprit atau sejenisnya, maka dendanya adalah senilai harganya.

5)

Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas, dia berkata: Dalam (membunuh) burung yang (besarnya) sebawah merpati (dendanya) adalah nilainya.

Tetapi apabila tidak ada penjelasan dari sahabat, maka dia harus menilai harga, binatang yang dibunuhnya menurut penilaian dua orang ahli fiqh, yang adil dan berpengalaman. Kemudian dia bersedekah makanan seharga nilai tersebut pada orang-orang fakir. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila binatang yang dibunuhnya hewan ternak (), maka dendanya adalah diperbolehkan memilih salah satu dari tiga ketentuan yang ada:

1. Menyembelih binatang yang sepadan

2. Bersedekah pada orang-orang fakir dan miskin di tanah haram dengan jenis makanan yang bisa untuk zakat fitrah, senilai harga binatang tadi.

6)

Dan sempurnakanlah ibadah hapji dan umrah karean Allah, jika kamu terhalang, maka (kamu boleh tahallul dan) sembelihlah kurban yang mudah di dapat.

Yang dimaksud ayat tersebut adalah terhalang menjalankan thawaf dalam umrah, menjalankan wuquf di arafah, dan thawaf ifadlah dalam haji. Sedangkan sebab-sebab terhalang ( ) terjadi perbedaan di antara ulama. Menurut Ibnu Abbas, Imam Malik, dan Imam Syafii, kalau memandang sebab turunnya ayat, maka hanya terbatas pada sebab ada musuh, yaitu ketika Nabi dan para sahabat berada di Hidaibiyah. Mereka terhalang dari Makkah karena ada musuh. Tetapi menurut mayoritas ulama, bahwasanya ihshar juga terjadi dari segala sesuatu yang menjadikan seseorang terhalang dari baitullah, baik karena ada musuh, sakit, tagihan hutang, dan yang lainnya. Dijelaskan dalam kaidah fiqih:

7)

Yang menjadi pijakan adalah keumuman lafadh, bukan keumuman sebab.

Maka bagi seseorang yang terhalang setelah ihram, sementara dia berkeinginan untuk tahallul (bermaksud keluar dari manasik haji sebab ihshar), maka wajib baginya untuk menyembelih kambing yang bisa untuk kurban, setelah itu dia menuckur rambutnya. Dalil kewajiban dam ini adalah:

8)

Jika kamu terhalang (dan ingiiin melakukan tahallul), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat.

Dan apabila tidak mendapat kambing baik secara realitas atau secara syari, maka apakah wajib mencari pengganti? Kalau wajib apakah penggantinya? Karena berangkat dari tidak ada nas yang jelas dalam masalah ini, maka terjadilah perbedaan pendapat di antara ulama,

Pendapat pertama mengatakan wajib diganti dengan yang lainnya, karena bisa dianalogikan dengan dam yang lain. Pendapat ini adalah pendapat yang ashah dan adhhar. Pendapat kedua mengatakan tidak wajib karena tidak ada nas yang menegaskan untuk menggantinya.

Pada pendapat yang pertama juga terjadi perbedaan lagi di antara mereka. Setidaknya ada tiga pendapat dalam menentukan apa bentuk penggantinya. Pertama memberikan makanan, kedua berpuasa, ketiga diperkenankan memilih di antara keduanya.

Dari ketiga pendapat di atas yang paling benar (ashah) adalah pendapat yang pertama. Dan inilah yang dijelaskan Imam Syafii dalam kitab Ausath. Ada argumentasi yang dibuat pijakan oleh pendapat yang pertama ini,

1. Menganalogikan pada denda (dam) bersetubuh 9jima) mengingat keduanya berkonsekwensi pad asseseorang yang keluar dari manasik haji yang sah pada waktunya. Maka dam ihsar adalah dam tertib wa tadil sebagaimana denda jima yang akan menyusul penjelasannya.

2. Mencari kesamaan dengan bentuk-bentuk dam yang lain, dalam hal ini, mengganti dengan bahan makanan lebih serupa dengan kambing dari pada berpuasa. Karena harta benda makanan dna kambing sama-sama merupakan harta benda. Maka wajib dibayarkan makanan yang sebanding dengan harga kambing demi untuk menjaga kesamaannya. Berpijak pada argumen yang dikemukakan pendapat yang pertama apabila seseorang tidak mampu memberi makanan, maka dia harus menggantinya dengan berpuasa, tiap satu mud diganti dengan puasa satu hari.

B. Dam yang wajib karena melakukan jima. Barang siapa melakukan jima sebelum tahallul yang pertama, maka wajib menyembelih unta badanah. Jika tidak ada, maka gantinya adalah sapi, jika tidak ada pula, maka gantinya adalah tujuh adalah sapi, jika tidak ada pula, maka gantinya adalah tujuh ekor kambing. Apabila semuanya tidak mampu, maka diganti dengan nilai harga binatang tersebut untuk dibelikan bahan makanan yang diberikan kepada penduduk tanah haram. Dan apabila ini tidak mampu juga, maka dia wajib berpuasa seperti ketentuan di atas. Dalil kewajiban berpuasa seperti ketentuan di atas. Dalil kewajiban menyembelih unta badanah adalah fatwa dari segolongan sahabat, dan yang lain tidak ada yang menentangnya.

Adapun sapi dan tujuh ekor kambing bisa sebagai pengganti, karena keduanya sama dengan badanah dalam hal bisa dibuat sebagai hewan kurban. Dan pelanggaran dengan jima ini akan menyebabkan ibadah haji batal, sehingga wajib di-qadla-i. Tetapi tetap wajib menyempurnakan haji maupun umrah karena ada firman Allah:

9)

Jadi setiap perkara yang wajib dikerjakan dan dijauhi hukumnya tetap seperti semula (sebelum haji batal), baik haji atau umrah tersebut merupakan ibadah yang wajib ataupun sunat. Sedangkan kalau bersetubuh dilakukan setelah tahallul awal, maka hajinya tetap dihukumi sah dan wajib menyembelih seekor kambing.

Kifayatul Akhyar, I/233

Bujairimi, II/397

Fiqih Mahaj I/419