Bab Case Creeping Eruption

30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cutaneous larva migrans (CLM) atau bisa juga disebut creeping eruption merupakan kelainan kulit berupa peradangan yang berbentuk linear atau berkelok- kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak, terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering kontak dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, serta Indonesia. 1 Di dunia diperkirakan 574.000.000-740.000.000 orang terinfeksi cacing tambang. Cacing tambang pernah tersebar secara luas di Amerika Serikat, khususnya wilayah tenggara, namun perbaikan dalam kondisi hidup telah mengurangi angka kejadian infeksi cacing tambang dalam jumlah yang besar di wilayah tersebut. 2 Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang berkisar 30-50%. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan 1

description

fk unand

Transcript of Bab Case Creeping Eruption

Page 1: Bab Case Creeping Eruption

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cutaneous larva migrans (CLM) atau bisa juga disebut creeping eruption

merupakan kelainan kulit berupa peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-

kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang

berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma

caninum, dan Ancylostoma ceylanicum. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak,

terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering kontak dengan

tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami

hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang

hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, serta

Indonesia.1

Di dunia diperkirakan 574.000.000-740.000.000 orang terinfeksi cacing

tambang. Cacing tambang pernah tersebar secara luas di Amerika Serikat,

khususnya wilayah tenggara, namun perbaikan dalam kondisi hidup telah

mengurangi angka kejadian infeksi cacing tambang dalam jumlah yang besar di

wilayah tersebut.2

Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang

berkisar 30-50%. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan

kopi di Jawa Timur (80,69%). Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat

pekerjaan. Sebagai contoh kelompok karyawan yang mengolah tanah di

perkebunan teh atau karet akan terus menerus terpapar sumber kontaminasi.3

Cacing tambang penyebab CLM tersebar di seluruh dunia. Akan tetapi,

infeksi lebih sering terjadi di iklim yang hangat dan lembab, khususnya di negara-

negara tropis dan subtropis Asia Tenggara, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, dan

Amerika Serikat bagian tenggara. Larva ditemukan di pantai berpasir, kotak-kotak

pasir, dan di bawah tempat tinggal. Individu yang beresiko besar meliputi

wisatawan, anak-anak, dan buruh yang pekerjaannya menyebabkan kulit mereka

berkontak dengan tanah yang terkontaminasi.4

1

Page 2: Bab Case Creeping Eruption

CLM sering dilaporkan oleh wisatawan yang baru kembali dari daerah

tropis yang memiliki tanah atau pasir di mana anjing dan kucing di tempat

tersebut cenderung terinfeksi cacing tambang. Akan tetapi, CLM kemungkinan

menyebabkan masalah yang signifikan bagi masyarakat yang tinggal di daerah

yang kurang berkembang, walaupun penyakit ini tidak dilaporkan secara

teratur. Di daerah-daerah yang kurang berkembang, anjing dan kucing sering

dibiarkan bebas berkeliaran dan memiliki tingkat infeksi cacing tambang yang

tinggi yang menyebabkan kontaminasi yang luas pada pasir dan tanah di

sekitarnya. Survey pada penduduk pedesaan di Brazil menunjukkan prevalensi

CLM selama musim hujan adalah 14,9% diantara anak-anak berusia kurang dari 5

tahun dan 0,7% di antara orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih.5

Hasil penelitian terhadap faktor risiko kejadian CLM di Kabupaten Kulon

Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor perilaku

(berjalan tanpa alas kaki dan kontak dengan pasir), faktor lingkungan (tekstur

tanah, selalu adanya kucing di lingkungan, dan keberadaan anjing atau kucing

yang terinfeksi Ancylostoma sp.), dan faktor sosial demografi (umur) memiliki

hubungan dengan kejadian CLM.4

2

Page 3: Bab Case Creeping Eruption

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cutaneous Larva Migrans

2.1.1. Definisi

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit yang

merupakan peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan

progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari kucing

dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan

Ancylostoma ceylanicum. 1 Selama beberapa dekade, istilah CLM dan creeping

eruption sering disamaartikan. Perbedaannya adalah, CLM menggambarkan

sindrom, sedangkan creeping eruption menggambarkan gejala klinis. Creeping

eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau serpiginius, sedikit

menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak teratur.6

Penyakit yang menimbulkan gejala berupa creeping eruption tapi tidak

disebabkan oleh parasit non-larva tidak disebut sebagai CLM, misalnya seperti

pada dracunculiasis, loiasis, skabies, schistosomiasis, ataupun onchocerciasis.6,7

2.1.2. Epidemiologi

CLM terjadi di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, terutama di

daerah yang lembab dan terdapat pesisir pasir. Di Amerika Serikat, penyakit ini

sebagian besar terjadi di negara bagian tenggara, terutama Florida, tetapi dapat

juga ditemukan secara sporadik di negara bagian lain. 8 Kasus CLM telah

dilaporkan di Jerman, Prancis, Inggris, Selandia Baru, dan Amerika Serikat.9

CLM endemik di masyarakat kurang mampu di negara berkembang,

seperti Brazil, India, dan Hindia Barat. Sebuah studi di Manaus, Brazil,

menunjukkan prevalensi CLM pada anak-anak selama musim hujan berkisar

9,4%. Di daerah perkumuhan di Timur Laut Brazil, didapati lebih dari 4% dari

keseluruhan populasi dan 15% pada anak-anak menderita CLM. 9

Di negara-negara berpenghasilan tinggi, CLM terjadi secara sporadis atau

dalam bentuk epidemi yang kecil. Kasus sporadis biasanya berhubungan dengan

kondisi iklim yang tidak umum seperti musim semi atau hujan yang memanjang.

3

Page 4: Bab Case Creeping Eruption

Penyakit ini sering muncul pada daerah dimana anjing dan kucing tidak diberikan

antihelmintes secara teratur.10

Secara geografis, distribusi CLM mencerminkan distribusi geografi

Ancylostoma braziliense. Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah wisatawan

yang sering berkunjung ke daerah pantai. Ancylostoma braziliense endemik pada

anjing dan kucing, sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara

bagian tenggara, Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan,

Somalia, Republik Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia. Penyakit ini tidak

muncul setelah terpapar pantai yang tidak terdapat Ancylostoma braziliense,

misalnya Pantai Pasifik Amerika Serikat dan Meksiko.11

2.1.3. Faktor Risiko

1. Faktor perilaku

Adapun faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain :

a) Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki

Adanya bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah yang

terkontaminasi akan mengakibatkan larva dapat melakukan penetrasi ke

kulit sehingga menyebabkan CLM.12

b) Pengobatan teratur terhadap anjing dan kucing

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang yang berasal dari

anjing dan kucing.1 Perawatan rutin anjing dan kucing, termasuk de-

worming secara teratur dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh

telur dan larva cacing tambang.

c) Berlibur ke daerah tropis atau pesisir pantai

Kondisi biogeografis yang hangat dan lembab menyebabkan banyak

terdapat larva penyebab penyakit ini di daerah tropis. 1 3 Selain itu,

kebiasaan wisatawan untuk berjalan di pesisir pantai tanpa menggunakan

sandal dan berjemur di pasir tanpa menggunakan alas menyebabkan

banyaknya laporan kejadian CLM dari wisatawan yang baru berlibur ke

pantai.10 Sebuah penelitian pada wisatawan international yang baru

meninggalkan Brazil bagian Timur Laut di bandara menunjukkan bahwa

semua wisatawan yang menderita CLM telah mengunjungi pantai selama

4

Page 5: Bab Case Creeping Eruption

liburannya.10

2. Faktor lingkungan

Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain :

a) Keberadaan anjing dan kucing

Anjing dan kucing merupakan hospes definitif dari cacing Ancylostoma

braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum. Tinja

anjing dan kucing yang terinfeksi dapat mengandung telur cacing

Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum dan Ancylostoma

caninum. Telur tersebut dapat berkembang menjadi stadium larva yang

infektif (filariform) pada tanah dan pasir yang terkontaminasi. Larva

filariform dari cacing tersebut apabila kontak dengan kulit manusia, dapat

menembus kulit dan menyebabkan CLM.14

b) Cuaca atau iklim lingkungan

Ada variasi musiman yang berbeda pada kejadian CLM, dengan puncak

kejadian selama musim hujan. Telur dan larva bertahan lebih lama di tanah

yang basah dibandingkan di tanah yang kering dan dapat tersebar secara

luas oleh hujan yang deras. Selain itu, iklim yang lembab juga

mengakibatkan peningkatan infeksi cacing tambang di anjing dan kucing

sehingga pada akhirnya meningkatkan jumlah tinja yang terkontaminasi

dan risiko infeksi pada manusia.10

c) Tinggal di daerah dengan keadaan pasir atau tanah yang lembab

Telur Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan

Ancylostoma caninum dikeluarkan bersama tinja anjing dan kucing. Pada

keadaan lingkungan yang lembab dan hangat, telur akan menetas menjadi

larva rabditiform dan kemudian menjadi larva filariform yang infektif.

Larva filariform inilah yang akan melakukan penetrasi ke kulit dan

menyebabkan CLM.5

3. Faktor demografis

Adapun faktor demografis yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain :

a) Usia

CLM paling sering terkena pada anak berusia ≤4 tahun. Hal ini

disebabkan karena anak pada usia tersebut masih jarang menggunakan alas

5

Page 6: Bab Case Creeping Eruption

kaki saat keluar rumah. Pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa

usia merupakan faktor demografis yang hubungannya paling signifikan

dengan kejadian CLM (p<0,0001).10

b) Pekerjaan

Larva infektif penyebab CLM terdapat pada tanah atau pasir yang lembab.

Orang yang pekerjaannya sering kontak dengan tanah atau pasir tersebut

dapat meningkatkan risiko terinfeksi larva CLM. Pekerjaan yang memiliki

risiko teinfeksi larva penyebab CLM diantaranya petani, nelayan, tukang

kebun, pemburu, penambang pasir dan pekerjaan lain yang sering kontak

dengan tanah atau pasir.1

c) Tingkat pendidikan

Suatu penelitian tentang prevalensi dan faktor risiko CLM di Brazil

menunjukkan, dari 1114 penduduk pedesaan, didapati 23 dari 354 (6,5%)

penduduk dengan tingkat pendidikan rendah menderita CLM, sedangkan

pada penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi, didapati 34 dari 760

(4,5%) orang menderita CLM.10

2.1.4. Etiologi

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang dari kucing dan anjing

(Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma

caninum) dan Strongyloides. Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva

dari serangga seperti Hypoderma dan Gasterophilus.15 Di Asia Timur, CLM

umumnya disebabkan oleh Gnasthostoma sp. pada babi dan kucing. Pada

beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Dermatobia maxiales, Lucilia

caesar.1

Di epidermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan

menyebabkan CLM selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di

sisi lain, larva Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum dapat

melakukan penetrasi yang lebih dalam dan menimbulkan gejala klinis yang lain

seperti enteritis eosinofilik.5

2.1.5. Siklus Hidup

6

Page 7: Bab Case Creeping Eruption

Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan (lembab,

hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu, larva menetas dalam 1-2 hari. Larva

rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan menjadi larva filariform (larva

stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari. Larva infektif ini dapat

bertahan selama 3 sampai 4 minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada

kontak dengan pejamu hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan

dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian

menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva

mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing

dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa

larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui

transmammary atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara

larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat

berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di

epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah

bermigrasi di kulit.5

Gambar 2.1. Siklus hidup cacing tambang

2.1.6. Patogenesis

Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari dan

berkembang menjadi larva infektif tahap ketiga setelah sekitar 1 minggu. Larva

dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung

dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Kemudian jika terjadi

kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah menempel pada

7

Page 8: Bab Case Creeping Eruption

manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai.

Akhirnya, larva menembus ke lapisan korneum epidermis. Larva infektif

mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat bermigrasi di kulilt

manusia.9,10 Selanjutnya, larva bermigrasi melalui jaringan subkutan membentuk

terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya.16 Pada hewan,

larva mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan

berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva tidak memiliki enzim

kolagenase yang cukup untuk menembus membran basal dan menyerang dermis,

sehingga larva tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus hidupnya.

Akibatnya, selamanya larva terjebak di jaringan kulit penderita hingga masa

hidup dari cacing ini berakhir.16

2.1.7. Gejala Klinis

Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas di

tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang timbul terutama terasa pada

malam hari, jika digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder.17 Mula-mula akan

timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau

berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan.

Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah

berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya, papul

merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa,

menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa

sentimeter.1 Pada stadium yang lebih lanjut, lesi-lesi ini akan lebih sulit untuk

diidentifikasi, hanya ditandai dengan rasa gatal dan nodul-nodul.18

Lesi tidak hanya berada di tempat penetrasi. Hal ini disebabkan larva

dapat bergerak secara bebas sepanjang waktu. Umumnya, lesi berpindah ataupun

bertambah beberapa milimeter perhari dengan lebar sekitar 3 milimeter. Pada

CLM, dapat dijumpai lesi tunggal atau lesi multipel, tergantung pada

tingkatkeparahan infeksi.5

Pada infeksi percobaan dengan 50 larva, didapati gejala mulai muncul

beberapa menit setelah tusukan, diikuti dengan munculnya papul-papul setelah 10

menit. Beberapa jam kemudian, bercak awal mulai digantikan oleh papul

kemerahan. Papul-papul kemudian bergabung membentuk erupsi

8

Page 9: Bab Case Creeping Eruption

eritematopapular, yang kemudian akan menjadi vesikel yang sangat gatal setelah

24 jam. Lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok mulai muncul 5 hari setelah

infeksi.19

CLM biasanya ditemukan pada bagian tubuh yang berkontak langsung

dengan tanah atau pasir.5 Tempat predileksi antara lain di tungkai, plantar, tangan,

anus, bokong, dan paha.1

Pada kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia perifer

(sindroma Loeffler), infiltrat pulmonar migratori, dan peningkatan kadar

imunoglobulin E, namun kondisi ini jarang ditemui.20

Gambar 2.2. Gambaran klinis CLM

2.1.8. Diagnosis

Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan gejala klinisnya yang khas dan

disertai dengan riwayat berjemur, berjalan tanpa alas kaki di pantai atau aktivitas

lainnya di daerah tropis, biopsi tidak diperlukan.20

Prosedur invasif jarang digunakan untuk mengindentifikasi parasit pada

CLM. Hal ini disebabkan karena ujung anterior lesi tidak selalu menunjukkan

tempat dimana larva berada. Pada pemeriksaan lab, eosinophilia mungkin

ditemukan, namun tidak spesifik. Dalam sebuah penelitian di Jerman pada

wisatawan dengan CLM, hanya pada 8 (20%) dari 40 orang didapatkan

eosinofilia. Namun, peningkatan kadar eosinofil dapat mengindikasikan

perpindahan larva cacing ke visceral, tetapi ini termasuk komplikasi yang jarang

terjadi.10

9

Page 10: Bab Case Creeping Eruption

CLM yang disebabkan oleh Ancylostoma caninum dapat dideteksi dengan

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). Sekarang ini, mikroskop

epiluminesens telah digunakan untuk memvisualisasikan pergerakan larva, namun

sensitivitas metode ini belum diketahui.9,10

2.1.9. Diagnosis Banding

Jika ditinjau dari terowongan yang ada, CLM harus dibedakan dengan

skabies. Pada skabies, terowongan yang terbentuk tidak sepanjang pada CLM.

Namun, apabila dilihat dari bentuknya yang polisiklik, penyakit ini sering

disalahartikan sebagai dermatofitosis. Pada stadium awal, lesi pada CLM berupa

papul, karena itu sering diduga dengan insects bite. Bila invasi larva yang

multipel timbul serentak, lesi berupa papul-papul sering menyerupai herpes zoster

stadium awal.1

Diagnosis banding yang lain antara lain dermatitis kontak alergi,

dermatitis fotoalergi, loiasis, myasis, schistosomiasis, tinea korporis.9,10 Kondisi

lain yang bukan berasal dari parasit yang menyerupai CLM adalah tumbuhnya

rambut secara horizontal di kulit.21

2.1.10. Pengobatan

Menurut Heukelbach dan Feldmeier (2008), obat pilihan utama pada CLM

adalah ivermectin. Dosis tunggal (200 µg/kg berat badan) dapat membunuh larva

secara efektif dan menghilangkan rasa gatal dengan cepat. Angka kesembuhan

dengan dosis tunggal berkisar 77% sampai 100%. Dalam hal kegagalan

pengobatan, dosis kedua biasanya dapat memberikan kesembuhan. Ivermectin

kontradiksi pada anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg atau berumur kurang

dari 5 tahun dan pada ibu hamil atau wanita menyusui. Namun, pengobatan off-

label pada anak-anak dan ibu hamil sudah pernah dilakukan dengan tanpa adanya

laporan kejadian merugikan yang signifikan.9,10

Dosis tunggal ivermectin lebih efektif daripada dosis tunggal albendazol,

tetapi pengobatan berulang dengan albendazol dapat dilakukan sebagai alternatif

yang baik di negara-negara dimana ivermectin tidak tersedia. Oral albendazol

(400 mg setiap hari) yang diberikan selama 5-7 hari menunjukkan tingkat

10

Page 11: Bab Case Creeping Eruption

kesembuhan yang sangat baik, dengan angka kesembuhan mencapai 92-100%.

Karena dosis tunggal albendazol memiliki efikasi yang rendah, albendazol dengan

regimen tiga hari biasanya lebih direkomendasikan. Jika diperlukan, dapat

dilakukan pendekatan alternatif dengan dosis awal albendazol dan mengulangi

pengobatan.10 Tiabendazol (50 mg per kg berat badan selama 2-4 hari) telah

digunakan secara luas sejak laporan mengenai efikasinya pada tahun 1963.

Namun, tiabendazol yang diberikan secara oral memiliki toleransi yang buruk.

Selain itu, penggunaan tiabendazol secara oral sering menimbul efek samping

berupa pusing, mual muntah, dan keram usus. Karena penggunaan ivermectin

dan albendazol secara oral menunjukkan hasil yang baik, penggunaan tiabendazol

secara oral tidak direkomendasikan.9,10

Penggunaan tiabendazol secara topikal pada lesi dengan konsentrasi 10-

15% tiga kali sehari selama 5-7 hari terbukti memiliki efektivitas yang sama

dengan pengguaan ivermectin secara oral. Penggunaan secara topikal didapati

tidak memiliki efek samping, tetapi memerlukan kepatuhan pasien yang baik.

Tiabendazol topikal terbatas pada lesi multipel yang luas dan tidak dapat

digunakan pada folikulitis. Ivermectin dan albendazol adalah gabungan yang

menjanjikan untuk penggunaan topikal, terutama untuk anak-anak, namun data

efikasi untuk penggunaan ini masih terbatas. Infeksi sekunder harus ditangani

dengan antiobiotik topikal.9,10

Cara terapi lain ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow

(dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-

turut. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan nitrogen liquid dan

penyemprotan kloretil sepanjang lesi. Akan tetapi, ketiga cara tersebut sulit

karena sulit untuk mengetahui secara pasti dimana larva berada. Di samping itu,

cara ini dapat menimbulkan nyeri dan ulkus. Pengobatan dengan cara ini sudah

lama ditinggalkan.1

2.1.11. Pencegahan

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM antara

lain:

- Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah atau pasir

11

Page 12: Bab Case Creeping Eruption

yang terkontaminasi.

- Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh tanah

- Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing dengan

antihelmintik

- Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman bermain

- Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah binatang untuk

defekasi di lubang

- Wisatawan disarankan untuk menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai

dan menggunakan kursi saat berjemur

Akan tetapi, pada masyarakat yang kurang mampu, keterbatasan finansial

mengakibatkan sulitnya masyarakat untuk memberikan pengobatan yang teratur

terhadap anjing dan kucing. Sehingga pada akhirnya, pemberantasan cacing

tambang pada binatang hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan

pengontrolan yang terintegrasi antara pihak kesehatan masyarakat, antropologis

medis, dokter hewan, dan masyarakat.9,10

2.1.12 Prognosis

CLM termasuk ke dalam golongan penyakit self-limiting. Pada akhirnya,

larva akan mati di epidermis setelah beberapa minggu atau bulan. Hal ini

disebabkan karena larva tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada

manusia.6 Lesi tanpa komplikasi yang tidak diobati akan sembuh dalam 4-8

minggu, tetapi pengobatan farmakologi dapat memperpendek perjalanan

penyakit.10

BAB 3

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS

12

Page 13: Bab Case Creeping Eruption

FAKULTAS KEDOKTERAN

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama/ Kelamin/Umur : M /Perempuan /3 tahun

b. Pekerjaan/ Pendidikan : - / -

c. Alamat : Jaruai, Bungus Teluk Kabung

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga

a. Status Perkawinan : -

b. Jumlah saudara : 0 orang

c. Status ekonomi keluarga : Miskin. Ayah bekerja sebagai nelayan

dengan penghasilan ± 1,5 juta rupiah/bulan. Ibu tidak bekerja.

d. KB : -

e. Kondisi rumah :- Rumah semipermanen dengan pekarangan

cukup luas.

- Luas bangunan ± 8 m x 7 m.

- Listrik ada

- Sumber air minum dari sumur

- Kamar mandi/WC ada di dalam rumah

f. Kondisi lingkungan keluarga :

Penghuni rumah 5 orang yaitu; pasien, ayah, dan ibu pasien serta

kakek dan nenek pasien.

3. Aspek psikologis di keluarga:

Hubungan pasien dengan keluarga baik.

Faktor stress dalam keluarga adalah masalah ekonomi.

4. Riwayat penyakit dahulu/ penyakit keluarga/ alergi:

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Tidak ada riwayat mata merah berair disertai gatal pada pagi hari

Tidak ada riwayat bersin-bersin dan hidung gatal pada pagi hari

13

Page 14: Bab Case Creeping Eruption

Tidak ada riwayat sesak napas disertai nafas berbunyi

Tidak ada riwayat biring susu pada waktu bayi

Tidak ada riwayat alergi makanan

Tidak ada riwayat alergi obat

Tidak ada riwayat alergi pada keluarga

5. Keluhan Utama:

lesi berkelok-kelok yang terasa panas dan gatal terutama pada malam

hari di bokong sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu.

6. Riwayat Penyakit Sekarang:

lesi berkelok-kelok yang terasa panas dan gatal terutama pada malam hari

di bokong sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul

sebagai bintik kecil yang kemudian makin lama makin banyak dan

membentuk garis berkelok-kelok. Kulit di sekitar lesi berwarna

kemerahan.

Riwayat tidak memakai alas kaki ada dan pasien sering bermain serta

duduk-duduk di pinggiran pantai yang berpasir.

Lantai dapur rumah adalah tanah. Pasien dan keluarga tidak memakai

sandal saat ke dapur.

Riwayat luka, gigitan serangga disangkal

Riwayat memelihara anjing atau kucing tidak ada.

Tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa.

Riwayat higiene: pasien mandi 2x sehari memakai sabun serta handuk

sendiri

Pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini sebelumnya. pasien juga

tidak ada mengobati sendiri keluhannya.

7. Pemeriksaan Fisik:

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

14

Page 15: Bab Case Creeping Eruption

Frek. Nadi : 102x/menit

Frek. Nafas : 24x/menit

Tekanan Darah : 100/70mmHg

Suhu : 37,10C

BB/ TB : 12 kg / 91 cm

Status gizi : BB Persentile – 3 / TB Persentile - 10

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

pupil isokor, Rf cahaya +/+

Thorax : Cor dan pulmo dalam batas normal.

Abdomen : dalam batas normal

Ekstremitas : Refleks fisiologis ++/++, oedema

peritibial (-)

Status Dermatologikus

Lokasi : bokong sebelah kanan

Distribusi : unilateral, terlokalisir

Bentuk : tidak khas

Susunan : polisiklik, serpiginosa

Batas : Tegas

Ukuran : miliar - lentikular

Efloresensi :papul eritematosa yang berkelok-

kelok dan menimbul disertai plak eritem.

Status venereologikus : tidak diperiksa

Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan

15

Page 16: Bab Case Creeping Eruption

8. Laboratorium:

Anjuran :

Pemeriksaan hitung jenis leukosit : biasanya akan menunjukkan eosinofilia

9. Diagnosa Kerja:

Cutaneus Larva Migrans

10. Diagnosis Banding:

Skabies

11. Manajemen

a. Preventif

Menganjurkan kepada pasien dan keluarganya untuk menyuruh anaknya

selalu memakai alas kaki ketika berjalan dan tidak duduk secara

sembarangan di tanah atau pasir karena larva cacing umumnya

menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi dan daerah

yang berkontak langsung dengan tanah atau pasir.

Menjaga kebersihan kuku dengan cara sering cuci tangan terutama setelah

aktivitas yang kontak langsung dengan tanah atau pasir, serta kotoran

hewan seperti kucing dan anjing dan memotong kuku minimal seminggu

sekali karena kuku yang pendek dapat mengeliminasi masuknya kuman-

kuman atau bibit penyakit melalui kuku.

16

Page 17: Bab Case Creeping Eruption

b. Promotif

Memberi informasi kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya

yaitu kutaneus larva migran dan bintik merah tersebut kemungkinan

disebabkan oleh larva cacing.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa menggaruk dapat

memperburuk kondisinya karena dapat terjadi infeksi sekunder.

c. Kuratif

Topikal:

Cryotheraphy menggunakan Kloretil selama 3 hari, 1 x sehari

Sistemik:

Tablet Albendazole 1 x 400 mg/hari, selama 3 hari berturut-turut

Tablet CTM 3 x 2 mg/hari, selama 3 hari

d. Rehabilitatif

Kontrol 3 hari lagi untuk memantau hasil terapi

Kontrol apabila timbul gejala batuk dan sesak

12. Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad sanam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Resep

17

Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Bungus Teluk Kabung

Dokter : Metha Arsilita Hulma

Tanggal : 28 Oktober 2015

R/Albendazole tab 400 mg No III

mf pulv No III

S 1 dd pulv I

R/ CTM tab 4 mg No III

mf pulv No IX

S 3 dd pulv I

Pro : M

Umur : 3 tahun

Alamat: Jaruai, Bungus Teluk Kabung

Page 18: Bab Case Creeping Eruption

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah, S., 2010. Creeping Eruption. In: Djuanda, A., Hamzah, M., and Aisah,

S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit KUI,

125-126.

18

Page 19: Bab Case Creeping Eruption

2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Parasites -

ookworm. Available from: www.cdc.gov/parasites/hookworm [Accessed 8

November 2015].

3. Supali, T., Margono, S.S., Alisah, N.A., 2009. Cacing Tambang (Hookworm).

In: Sutanto, I., Ismid, I.I., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. (ed), Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 12-24.

4. Weller, P.F. & Leder, K., 2012. Cutaneous Larva Migrans (Creeping

Eruption). Available from: http://www.uptodate.com/contents/cutaneous-larva-

migrans-creeping-eruption [Accessed 7 November 2015].

5. Centers for Disease Control and Prevention, 2012. Parasites – Zoonotic

Hookworm. Availaible form: http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichook

worm/ [Accessed 8 November 2015].

6. Caumes, E., 2006. It's Time to Distinguish The Sign "Creeping Eruption" from

The Syndrome "Cutaneous Larva Migrans". Dermatology, 213: 179-181.

7. Kourilova, P., Hogg, K.G. & Kolarova, L., 2004. Cercarial Dermatitis Caused

by Bird Schistosomes Comprises both Immediate and Late Phase Cutaneous

Hypersensitivity Reactions. Journal of Immunology. 172: 3766-3774.

8. Donaldson, A.W., Steele, J.H. & Scatterday, J.E., 1950. Creeping Eruption in

the Southeastern Unites States. Proccedings of the 87th Annual Meeting of

The American Veterinary Association, Section of Public Health, 83-89.

9. Feldmeier, H. & Schuster, A., 2011. Mini Review: Hookworm-related

Cutaneous Larva Migrans. Eur J Clin Microbiol Infect Dis, 31(6): 915-918.

10. Heukelbach, J., Jackson, A., Ariza, L. & Feldmeier, H., 2008. Prevalence and

Risk Factors of Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans in a Rural

Community in Brazil. Annual Tropical Medicine Parasitology, 31: 493-498.

11. Soo, J.K., Vega-Lopez, F., Steven, H.P. & Chiodini P.L., 2003. Cutaneous

Larva Migrans and BeyondA Rare Association. Travel Med Infect Dis,

1:41-43.

12. Abdulla, F. & Selim, M.M., 1998. A New Therapeutic Modality For

Cutaneous Larva Migrans. The Gulf Journal of Dermatology, 5(2): 54-55.

13. Brenner, M.A. & Patel, M.B., 2003. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping

Eruption. Cutis, 72: 111-115.

19

Page 20: Bab Case Creeping Eruption

14. Supali, T., Margono, S.S., Alisah, N.A., 2009. Cacing Tambang (Hookworm).

In: Sutanto, I., Ismid, I.I., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. (ed), Buku Ajar

Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 12-24.

15. Eckert, J., 2005. Larva Migrans Externa or Cutaneous Larva Migrans. In:

Bienz, K.A. Medical Microbiology. New York: Thieme Medical Publisher,

602.

16. Shulman, S.T., Phair, J.P. & Sommers, H.M., 1994. Dasar Biologis dan Klinis

Penyakit Infeksi. Edisi ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 341.

17. Natadisastra, D. & Agoes, R., 2009. Cutaneous Larva Migrans (Creeping

Eruption). In: Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang

Diserang. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 275-276.

18. Vega-Lopez, F. & Hay, R.J., 2004. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns,

T., Breatnach, S., Cox, N. & Griffiths, C., eds. Rook’s Textbook of

Dermatology. United Kingdom: Blackwell Science Ltd.

19. Africa, C.M., 1932. Studies on Experimental Creeping Eruption in the

Philippines. Philipp J Sci, 48: 89-101.

20. Vano-Galvan, S.,Gil-Mosquera, M., Truchuelo, M. & Jaén, P.,2009.

Cutaneous Larva Migrans: A Case Report. Cases Journal, 2: 112.

21. Sakai, R., Higashi, K., Ohta, M., Sugimoto, Y., Ikoma, Y. & Horiguchi, Y.,

2006. Creeping Hair: An Isolated Hair Burrowing in the Uppermost Dermis

Resembling Larva Migrans. Dermatology, 213: 242-244.

20