BAB 8.pdf
-
Upload
anonymous-s0yo5fbfr -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of BAB 8.pdf
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
54
BAB 8
PENYAKIT YANG BANYAK TERJADI PADA LANJUT USIA
Lanjut usia umumnya mengalami masalah kesehatan multipel sehingga membuat rencana
pengobatan dan perawatan menjadi lebih rumit. Umumnya lanjut usia menderita
setidaknya 3 penyakit kronis atau masalah kesehatan lain ketika usia mereka telah
mencapai 65 tahun. Berbeda dengan individu yang lebih muda yang umumnya hanya
menderita satu masalah kesehatan saja.
KONDISI AKUT DAN KRONIS
Penyakit akut adalah setiap masalah kesehatan yang berkembang sangat cepat, gejala
umumnya dirasakan dalam kurun waktu 1 menit hingga kurang dari 1 bulan. Gejala
penyakut akut dapat disebabkan oleh penyakit kronis yang telah diderita sebelumnya, atau
kondisi patologis yang berkembang terkait perubahan fungsi tubuh akibat sistem menua.
Gejala penyakit akut juga dapat disebabkan oleh proses infeksi.
Penyakit kronis didefinisikan sebagai gejala penyakit yang dirasakan dalam jangka waktu
lebih dari 6 bulan dan menyebabkan perubahan fungsi biologis, psikologis dan
sosiokultural.
Perbedaan lain antara penyakit akut dan kronik adalah pada penanganannya. Penyakit akut
membutuhkan penanganan segera dan memiliki tingkatan sesuai keparahan gejala yang
dialami. Tujuan intervensi pada penyakit akut adalah untuk menyembuhkan penyakit.
Sedangkan pada penyakit kronik gejala dirasakan begitu lama dan tidak terlalu menjadi
perhatian penderita hingga menimbulkan defisit mayor yang jelas. kesembuhan bukan
tujuan utama dalam penanganan penyakit kronik. Tujuan penanganan adalah memberikan
perawatan yang berguna untuk mengatasi gejala penyakit kronik. Artinya dalam merawat
klien dengan penyakit kronis kita harus berfokus pada bagaimana supaya klien dapat dapat
melakukan fungsi pada level yang optimal secara fisik, sosial, spiritual, dan psikologis.
Pencapaian tujuan perawatan pada penyakit kronik dilihat melalui peningkatan kualitas
hidup klien dan penurunan morbiditas (ketidakmampuan). Tujuan lain dari K perawatan
penyakit kronik adalah untuk memungkinkan klien meninggal dalam dalam damai. Tujuan
ini adalah tujuan realistik yang harus disadari oleh perawat pemberi layanan.
SISTEM KARDIOVASKULER
Penyakit Jantung Koroner
Istilah penyakit jantung koroner mengindikasikan kondisi dimana otot jantung tidak
menerima suplai darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhannya. Gangguan jantung
yang termasuk dalam kategori ini adalah angina pectoris, iskemia dan infark miokardium,
aritmia, gagal jantung, penyakiut katup jantung dan hipertensi.
Serangan jantung (infark miokard akut/IMA) merupakan penanda awal terjadinya PJK pada
lanjut usia. Kondisi ini ditemukan baik pada lanjut usia laki-laki dan perempuan yang
berusia lebih dari 65 tahun. tingkat kematian pada lanjut usia yang berusia lebih dari 70
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
55
tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan pada klien yang berusia lebih muda. Penyakit
jantung merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas pada lanjut usia. Pada lanjut
usia gejala IMA sering tidak khas. Selain nyeri dada, gejala lain yang juga muncul adalah
delirium atau perubahan perilaku, lemah, stroke, dispnea, atau gejala pada pencernaan
seperti mual dan muntah. Pada lanjut usia yang berusia lebih dari 85 tahun sedikit sekali
lanjut usia yang melaporkan adanya nyeri dada.
Karena gejala yang tidak khas, penegakan diagnosis IMA pada lanjut usia lebih sulit
dibandingkan pada klien yang berusia lebih muda. Sebagai contoh, hasil pemeriksaan EKG
bisa jadi tidak spesifik untuk menegakkan diagnosa IMA seperti pada klien yang berusia
lebih muda karena kondisi hipertropi ventrikel yang merupakan bentuk perubahan anatomi
jantung terkait usia. Enzim jantung, kreatinin pospokinase (CPK), nilainya tidak akan
meningkat setinggi pada klien yang berusia lebih muda karena penurunan massa otot
jantung. Oleh karena itu, perawat geriatri harus selalu waspada terhadap gejala IMA
meskipun gejalanya tidak selalu tampak terlihat.
Penanganan medis untuk lanjut usia dengan IMA sama dengan penanganan untuk klien
yang berusia lebih muda. Pembdahan bypass arteri koroner, misalnya, merupakan
intervensi efektif untuk lanjut usia dengan IMA. Menurunkan faktor resiko seperti obesitas,
merokok dan hipertensi juga membantu mengurangi resiko serangan jantung. Salah satu
tujuan perawatan lanjut usia dengan IMA adalah untuk mencegah komplikasi penyakit
seperti gagal jantung, aritmia, pembentukan trombus dan emboli, dan perluasan daerah
infark.
Beberapa individu membatasi aktivitasnya selama menderita IMA dan menjadi tergantung
dalam pemenuhan ADL. Penurunan aktivitas akan menyebabkan timbulnya suatu kondisi
yang disebut deconditioning. Kondisi ini dapat mempengaruhi perubahan yang terjadi pada
sistem muskuloskeletal, seperti penurunan massa otot dan kekuatan otot. Kemampuan
untuk menyeimbangkan aktivitas dan kekuatan untuk menghindari ketidakmampuan
membutuhkan kerja sama dan usaha keras dari pihak keluarga, klien dan tenaga kesehatan.
Rujukan pada pusat rehabilitasi jantung dapat membantu lanjut usia untk mengidentifikasi
kemampuan dan keterbatasan individu untuk menghindari kondisi decondotioning. Lanjut
usia masih mampu untuk mengalami perbaikan kondisi dan kembali ke gaya hidup yang
mendekati normal. Meskipun diperlukan beberapa perubahan gaya hidup lama yang
kurang baik menjadi lebih baik.
Gagal Jantung (Congestive Heart Failure/ CHF)
Mayoritas penderita CHF adalah individu yang berusia lebih dari 60 tahun. kondisi ini
didefinisikan sebagai kongesti atau tahanan sistem sirkulasi akibat malfungsi jantung.
Penyebab utama CHF pada lanjut usia adalah hipertensi, pengapuran katup jantung, IMA,
hipertropi jantung, aritmia, penyakit tiroid, dan anemia. Episode akut CHF juga dapat
terjadi akibat pengobatan suatu kondisi patologis. Misalnya terapi cairan agresif
(pemberian cairan telalu cepat, terlalu banyak) atau pengobatan dengan menggunakan
agen beta blocker (propanolol). Gejala seperti dispnea dan sering terbangun pada malam
hari dapat menimbulkan kelelahan dan penurunan aktivitas.
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
56
Tujuan penanganan medis pada CHF adalah untuk menurunkan kerja jantung dan
membantu jantung memompa darah dengan lebih baik. Lanjut usia dapat mempertahakan
output jantung normal, kecuali mereka mengalami kondisi stres fisik dan emosional. CHF
merupakan kondisi patologis yang dapat menurunkan cardiac output. Medikasi dengan
menggunakan digoksin masih merupakan tindakan penanganan utama. Digoksin digunakan
bila terjadi kondisi seperti fibrilasi atrium pada CHF. Beberapa lanjut usia mengkonsumsi
digoksin selama bertahun-tahun. Untuk kondisi ini diperlukan perlu dilakukan pemeriksaan
darah periodik untuk mencegah toksisitas dan untuk memastikan apakah lanjut usia masih
perlu mengkonsumsi digoksin. Agen obat lain yang digunakan adalah golongan diuertik dan
obat yang dapat meningkatkan vasodilatasi. Obat-obatan ini memiliki efek samping
menyebabkan jatuh, akibat penurunan tekanan darah saat terjadi perubahan posisi
(ortopnea).
Tanggung jawab perawat dalam merawat klien lanjut usia dengan CHF adalah melakukan
monitoring berikut :
a. Munculnya edema diekstremitas bawah, regio sacrum, pulmo, abdomen, dan
mata. Kaji adanya peningakatan cairan pada bagian tubuh yang menggantung dan
peningakatan BB, terutama ketika terjadi penurunan nafsu makan. Terkadang
individu mengalami peningkatan BB akibat retensi cairan namun kehilangan berat
badan aktualnya. Jenis peningakatan BB ini dapat menurunkan ketahanan dan
meningkatkan beban kerja jantung. Pencatatan BB serial sangat membantu untuk
melihat fluktuasi BB harian atau mingguan bergantung pada derajat CHF.
b. Perubahan tekanan darketika klien melakukab perubahan posisi (hipotensi
postural). Tekanan darah dan nadi harus diperiksa setiap 5 – 10 menit dalam posisi
terlentang, 1 menit dalam posisi duduk, dan 1 menit setelah berdiri. Tanyakan pada
lanjut usia apakah mengalami rasa pusing saat berubah posisi. Penurunan tekana
darah sebesar 20 mmHg selama perubahan posisi merupakan kejadian yang
signifikan. Ajarkan klien cara menjaga keseimbangan sebelum berjalan dan
bagaimana cara menggunakan alat bantu jalan. Ganti pengobatan jika diperlukan,
dan batasi intake cairan. Hipotensi postural terjadi akibat perubahan fisiologis
akibat menua dan tidak berespon terhadap perubahan tekanan. Hal ini lebih
dipengaruhi oleh perubahan tekanan reseptor di pembuluh darah.
c. Mempertahankan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat sangat penting
untuk mencegah kelelahan dan ketidakmampuan dalam perawatan diri.
Kebanyakan klien lanjut usia dapat mentoleransi aktivitas rutin yang dilakukan
dalam jangka waktu pendek yang diikuti periode istirahat. Selama fase akut,
aktivitas harus diminimalkan. Cocntohnya duduk di kursi selama 30 menit tiga kali
sehari. Sejalan dengan perbaikan fungsi jantung, maka aktivitas dapat ditingkatkan.
Konsultasikan tingkat aktivitas klien dengan dokter dan pastikan aktivitas dimonitor
oleh perawat.
d. Pertahankan diet adekuat untuk mencegah penurunan BB. Nafsu makan bisa jadi
menurun, atau tingkatkan frekuensi makan dalam sehari bila terjadi kelelahan. Diet
rendah garam (2 – 3 g/hari) dapat dianjurkan. Pembatasan garam dalam makanan
akan menyebabkan makanan terasa hambar dan dapat menurunkan nafsu makan
sehingga perawat perlu mewaspadai timbulnya anoreksia. Penggunaan rempah-
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
57
rempah untuk menciptakan rasa makanan dianjurkan, namun pengggunaan garam
harus dikurangi.
Hipertensi
Tekanan darah 160/90 mmHg dapat diklasifikasikan sebagai hipertensi untuk semua
batasan umur. Prevalensi hipertensi meningkat sesuai umur, dan 40% penderita hipertensi
berusia lebih dari 65 tahun. Laki-laki dan obesitas meningkatkan resiko hipertensi.
Beberapa faktor yang terkait proses menua dapat meningkatkan resiko lanjut usia
mengalami hipertensi. Seperti contohnya kekakuan pada aorta, peningkatan afterload
(membutuhkan daya yang lebih banyak untuk memompa darah dari ventrikel), dan
peningkatan tahanan vaskuler. Perubahan reflek baroreseptor diindikasikan dengan
fluktuasi tekanan darah selama melakukan aktivitas fisik atau mengalami stres emosional.
Pengukuran tekanan darah merupakan hal penting dalam pemeriksaan fisik. Berikut
panduan untuk menentukan tekanan darah akurat pada lanjut usia :
a. Minta lanjut usia untuk duduk tenang selama 3 – 5 menit sebelum dilakukan
pengukura tekanan darah. Lanjut usia yang mengalami deconditioning
membutuhkan waktu rehat supaya tubuh dapat kembali ke kondisi normalnya
meskipun setelah mengalami stres minor, contohnya berjalan masuk ke ruang
pemeriksaan.
b. Pilih ukuran cuff yang tepat. Cuff reguler untuk dewasa bisa jadi terlalu besar atau
terlalu kecil bagi lanjut usia. Gunakan cuff pediatrik untuk lanjut usia dengan lengan
kecil dan cuff dewasa untuk lanjut usia yang berlengan besar atau obesitas. hal ini
penting untuk menentukan akurasi. Ukuran cuff harus lebih besar 20% dari
diameter lengan klien lanjut usia.
c. Gap auskultasi sering ditemukan pada pengukuran tekanan darah lanjut usia.
Untuk menghindari pembacaan sistolik yang inakurat, lakukan palpasi pada A.
Radialis dan kembangkan cuff pada tekanan 10 mmHg ketika mempalpasi. Ketika
nadi tidak teraba, kembangkan lagi cuff hingga 20 mmHg – 30 mmHg, kemudian
dengarkan bunyi korotkoff ketika cuff dideflasikan. Bunyi korotkoff I bisa jadi diikuti
gap pada tekanan 20 – 30 mmHg sebelum bunyi selanjutnya terdengar.
d. Jika pengukuran ini dilakukan pertama kalinya pada lanjut usia, maka pengukuran
tekanan darah dilakukan pada kedua lengan. Hasil pengukuran bisa jadi
menunjukkan perbedaan tekanan sebesar 10 mmHg. Misalnya saja pada lanjut
usia, terdapat plak aterosklerosis pada pada A. Subclavia dekstra, maka tekanan
darah pada lengan kanan akan lebih rendah dibandingkan lengan kiri. Pembacaan
yang tepat selanjutnya dilakukan pada lengan kiri.
e. Kaji adanya kondisi hipotensi orthostatik, terutama jika lanjut usia mengkonsumsi
obat – obatan antihipertensi.
f. Jika Anda mengalami kesulitan mendengarkan bunyi korotkoff terakhir untuk
menentukan tekanan diastolik, bunyi diastolik ditentukan dari bunyi muffled
terakhir yang didengar. Berikan catatan pada dokumentasi Anda. Salah satu teknik
untuk memudahkan mendengar bunyi diastolik adalah dengan mengelevasikan
lengan di atas tinggi jantung.
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
58
Hal lain yang perlu diperhatikan ketika merawat lanjut usia dengan hipertensi adalah
mengobservasi pengobatan untuk memastikan dosis pengobatan yang tepat. Selain itu
observasi pengobatan bertujuan untuk mengetahui motivasi lanjut usia dalam melakukan
pengobatan. Umumnya lanjut usia tidak melakukan pengobatan teratur dengan alasan
tidak menyukai efek samping obat. Contoh efek samping obat hipertensi diantaranya
adalah konstipasi, kantuk, depresi, batuk, pusing terkait hipotensi orthostatik, anoreksia,
dan pada laki-laki menimbulkan impotensi. Pada beberapa klien lanjut usia, alasan mereka
menghentikan pengobatan diuretik adalah karena efek samping obat yang meningkatkan
frekuensi BAK mengganggu jam tidur malamnya atau aktivitas hariannya.
Ketika lanjut usia tekanan darahnya secara konsisten menunjukkan tekanan 150 mmHg
atau lebih tinggi, kemudian menunjukkan nilai tekanan darah normal (120/80),
pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan. Penurunan tekanan darah dapat terjadi akibat efek
obat. Hal ini juga mengindikasikan adanya serangan jantung. Gejala umum IMA bisa jadi
tidak terlihat, tapi lanjut usia akan menunjukkan gejala terlihat lebih lelah dan tidak
berenergi untuk melakukan sesuatu.
Selain itu, ajarkan cara hidup sehat terkait diet dan aktivitas. Beberapa lanjut usia bisa
mengalami pembatasan diet. Contohnya pembatasan garam, pembatasan kolesterol, atau
pembatasan kalori. Beberapa pembatasan sebenarnya tidak diperlukan, tapi klien dan
keluarganya tetap harus diberi pendidikan kesehatan supaya tetap dapat mengontrol
tekanan darah.
Berolahraga juga penting untuk mengontrol tekanan darah. Dokter mungkin menyarankan
untuk melakukan aerobic, seperti berjalan. Latihan rutin sangat berguna untuk
mempertahankan tekanan normal. Saat melakukan latihan, intruksikan klien lanjut usia
untuk melakukan pemanasan setidaknya 5 menit dan pelemasan otot. Dalam
pelaksanaannya durasi waktu yang diperlukan untuk latihan seperti berjalan dapat
ditingkatkan sesuai kebutuhan. Umumnya lanjut usia berjalan selama 10 menit dua hingga
tiga kali dalam seminggu. Waktu dan frekuensi latihan selanjutnya dapat ditambah secara
bertahap sebanyak 5 – 10 menit setiap minggunya.
SISTEM NEUROLOGI
Cerebrovascular Accident
Faktor penyebab kematian tertinggi ketiga pada lanjut usia adalah CVA atau stroke. Salah
satu faktor resiko stroke adalah peningkatan usia. Faktor resiko lain meliputi hipertensi,
diabetes mellitus, transient ischemic attacks (TIA), dan penyakit jantung seperti CHF.
Sekitar 60% lanjut usia yang sembuh dari stroke harus beradaptasi terhadap disabilitas dan
gangguan fisik yang ditimbulkan oleh stroke. Beberapa mekanisme koping membutuhkan
kemampuan motorik dan sensorik dan bahasa termasuk kemampuan komunikasi lainnya.
Beberapa klasifikasi stroke antara lain :
a. Berdasarkan jenisnya : thrombosis (lacunar), emboli, atau hemoragi
b. Berdasarkan lokasi iskemik atau infark: sirkulasi posterior atau anterior, seperti
batang otak, pons, cerebellum, medulla atau cortex
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
59
c. Berdasarkan tingkat perkembangan stroke: lambat (disebut juga stroke yang
berkembang) atau tiba-tiba dan masiv
d. Berdasarkan hemisfer otak : hemisfer kanan atau kiri, atau hemisfer dominan atau
nondominan.
Pengklasifikasian terakhir digunakan untuk kepentingan pengobatan dan kontinuitas
pengobatan.
Ketika klien yang dirawat di rumah sakit telah menunjukkan kondisi yang stabil dan
direncanakan untuk pulang, segera susun rencana tindak lanjut perawatan di rumah.
Rehabilitasi harus dilakukan secepatnya. Rehabilitasi diperlukan untuk mengurangi gejala
komplikasi fisik CVA.
Pengklasifikasian stroke berdasarkan jenis hemisfer yang tekena sangat penting untuk
menentukan jenis perawatan yang dibutuhkan. Karena hal ini akan mempengaruhi tujuan
akhir perawatan dan bagaimana perawat harus berinteraksi dengan klien. Komplikasi yang
dialami oleh klien dengan stroke pada hemisfer kanan meliputi :
Tidak mampu mengkaji kemampuan antara yang dibutuhkan dan yang dimiliki
Gangguan belajar karena lapang perhatian meyempit
Mudah terdistraksi
Tidak mampu mengalihkan proses belajar dari satu kondisi ke kondisi lainnya
Tidak mampu mengambil keputusan dan beresiko cedera
Tidak mampu mengkaji jarak dan pergerakan orang lain atau suatu objek karena
persepsi spasial menurun
Kemampuan berbahasa dipertahankan bahkan mampu meyakinkan orang lain
bahwa klien dapat melakukan sesuatu yang sebenarnya dia tidak bisa lakukan
Mengalami defisit seperti kelemahan atau paralisis pada sisi tubuh bagian kiri
Sebaliknya pada lanjut usia yang mengalami stroke pada bagian tubuh sebelah kiri memiliki
penurunan kemampuan yang lebih terlihat jelas, diantaranya :
Gangguan berbahasa dan fungsi fisik
Kebutuhan beradaptasi dalam melakukan ADL dengan tangan dominan terganggu
Beresiko cedera
Melakukan perilaku berulang
Mengalami kelemahan dan paralisis pada sisi tubuh bagian kanan
Tujuan perawatan pada lanjut usia dengan stroke hemisfer kiri adalah untuk memperbaiki
kemampuan fisiknya. Fisioterapi, terapi okupasional, dan terapi bicara perlu dimasukkan
dalam tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan terapi, fasilitasi waktu istirahat bagi lanjut
usia untuk menghindari kelelahan.
Komplikasi lain yang dialami adalah independensi hemisfer yang terkena. Lanjut usia tidak
mampu mengambil makanan yang diletakkan di salah satu sisi nampan atau tidak mampu
berputar mengahap pengunjung. Gejala ini dapat disebabkan oleh homonymous
hemianopsia (penurunan lapang pandang pada sisi sebelah kanan atau kiri), atau
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
60
bitemporal hemianopsia (kehilangan lapang pandang pada area temporal atau bitemporal).
Untuk mengatasinya berikan terapi berupa latihan untuk melihat “gambaran total” diri dan
lingkungan sekitar.
Pencegahan komplikasi adalah komponen perawatan post stroke. Setelah mengalami
stroke, lanjut usia akan beresiko mengalami resiko infeksi (pernafasan dan urinary), jatuh,
malnutrisi, serangan stroke berulang, dan dekondisi.
Pencegahan komplikasi pada lanjut usia meliputi :
Jika memungkinkan berikan imunisasi untuk pnemonia, influenza dan tetanus
Perhatikan keteraturan miksi
Observasi intake makanan dan cairan
Observasi keteraturan pengobatan
Pertahankan kemandirian dan mobilitas seoptimal mungkin
Lanjut usia cenderung minum dalam jumlah inadekuat. Perawat bertanggung jawab
memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga mengenai pentingnya
mengkonsumsi air sebanyak 1500 – 2000 ml per hari. Cara yang mudah dilakukan oleh
lanjut usia untuk memastikan jumlah konsumsi air terpenuhi adalah dengan menganjurkan
lanjut usia untuk mengisi air sebanyak seperempat bagian botol air di pagi hari, kemudian
meminumnya sepanjang haari. Jika air di botol habis, isi lagi botol dengan volume air yang
sama secara teratur. Pastikan lanjut usia tidak mengalami kesulitan menelan. Lanjut usia
dengan kesulitan menelan setelah serangan stroke akan mengalami kesulitan menelan
cairan dibandingkan menelan makanan padat.
Nafsu makan klien bisa saja menurun terpengaruh oleh kesulitan dalam menggunakan alat
makan. Latihan mengguanakan alat makan dapat dimasukkan dalam terapi okupasional.
Lakukan modifikasi diet untuk membantu klien menurunkan berat badan atau membantu
klien mempertahankan kadar natrium atau kolesterol. Pengobatan diperlukan untuk
mengontrol hipertensi, aritmia, dan pembekuan darah. Umumnya ketika lanjut usia merasa
lebih baik, mereka cenderung menghentikan pengobatan. Pengukuran tekanan darah
sangat penting dilakukan. Penghitungan nadi apikal lebih dianjurkan dibandingkan
pemghitungan nadi radial. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk memantau jumlah
PTT/APTT. Pertahankan keseimbangan antara istirahat dan aktivitas untuk mencegah
kelelahan. Perawatan di rumah sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan
optimum lanjut usia.
Penurunan sensorik
Kebanyakan lanjut usia mulai merasakan penurunan sensori pada usia 50 tahunan.
Perubahan bentuk bola mata menyebabkan lanjut usia kesulitan melihat benda pada jarak
yang jauh dan membutuhkan kacamata ketika melihat dalam jarak dekat. Kondisi ini
dikenal sebagai presbiopia dimana terjadi perubahan bentuk lensa dan perubahan warna
kekuningan pada lensa yang dapat mengganggu kemampuan lanjut usia untuk
memfokuskan benda dan membedakan warna.
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
61
Gangguan penglihatan yang sering dialami lanjut usia meliputi katarak, glukoma dan
degenerasi makular. Katarak ditandai dengan kekeruhan pada lensa sehingga pandangan
menjadi kabur. Saat ini katarak dapat diatasi dengan tindakan pembedahan dengan satu
hari perawatan.
Glukoma merupakan penyebab utama kebutaan dan menimbulkan peningkatan tekanan
pada mata yang dapat merusak N. Opticus. Penglihatan sentral umumnya masih dapat
bertahan, namun akan terjadi kehilangan penglihatan perifer. Umumnya klien akan
mengeluhkan merasa seperti memandang dalam terowongan. Kondisi ini dikontrol dengan
menggunakan obat yang diteteskan setiap hari. Setiap individu yang berusia di atas 40
tahun harus melakukan pengukuran tekanan intraoculer setiap tahun.
Degenerasi makula menyebabkan kerusakan pada makula sehingga klien mengalami
kehilangan penglihatan sentral. Penglihatan perifer di sekitar makula masih bertahan.
Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pembesaran objek. Beberapa klien beradaptasi dengan
menyesuaikan posisi kepala. Beberapa klien mengkonsumsi vitamin B dan Zinc untuk
menurunkan efek penyakit.
Penurunan pendengaran insidennya akan meningkat sesuai umur dan banyak terjadi pada
pria dibanding perempuan. Kondisi ini disebut presbikusis yang terjadi tanpa didahului oleh
cedera. Penurunan pendengaran dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan emosional
lanjut usia karena adanya gangguan komunikasi. Kebanyakan orang cenderung berbicara
dengan suara yang keras ketika mereka berbicara dengan lanjut usia yang mengalami
penurunan pendengaran. Berbicara dengan suara yang keras akan menyebabkan suara
menjadi redup sehingga lanjut usia akan lebih sulit memahami kata-kata yang diucapkan.
Sebagian lanjut usia dengan penurunan pendengaran akan tertolong dengan penggunaan
alat bantu dengar, sedangkan sebagian lagi tidak. Hal ini terjadi sesuai dengan jenis tuli
yang dialami.
Berikut adalah panduan yangdapat digunakan oleh perawat ketika merawat lanjut usia
dengan penurunan sensori:
a. Duduklah berhadapan dengan klien sebelum memulai komunikasi verbal. Hindarkan
berdiri di depan jendela atau cahaya supaya lanjut usia dapat menlihat wajah
perawat dengan jelas. hal ini menyebabkan lanjut usia mengalami kesulitan untuk
membaca gerak bibir perawat
b. Bicaralah dengan lambat dan jelas sehingga lanjut usia dapat memahami kata
dengan baik
c. Jangan mengeraskan suara ketika berbicara
d. Jika memungkinkan, bicaralah dengan nada rendah
e. Gunakan teknik sentuhan untuk membantu lanjut usia mengenali keberadaan
perawat
f. Perkenalkan nama perawat dan jelaskan alasan perawat ada di sana
g. Bersihkan kacamata dan alat bantu dengar klien
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
62
SISTEM PERNAFASAN
Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kondisi patologis akibat terpajan pada iritan (misalnya asap rokok) dan tidak
terbatas hanya PPOM merupakan pada lanjut usia saja. PPOM merupakan penyebab
keempat kematian lanjut usia. PPOM ditandai oleh batuk dan nafas pendek. Paru – paru
mengalami hiperinflasi dan diafragma menjadi datar. Sehingga lanjut usia menggunakan
otot abdomen dan otot intercostalis untuk bernafas. Penggunaan otot bantu nafas
membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan penggunaan difragma.
Lanjut usia dengan PPOM memiliki dada dengan bentuk barrel chest. Hal ini terjadi karena
adanya retensi volume udara di dalam paru – paru karena rusaknya dinding alveoli. Bila ini
terjadi, maka derah fungsional paru akan menjadi berkurang sehingga lanjut usia akan
memiliki postur kifosis.
Ketika lanjut usia mengalami PPOM maka ia harus melakukan penyesuaian dalam gaya
hidup, kebiasaan dan pekerjaan. Tujuan utama perawatan lanjut usia dengan PPOM adalah
mencegah komplikasi. Klien maupun keluarga harus memiliki pengetahuan tentang proses
penyakit dan bagaimana merawat diri. Pendidikan kesehatan yang harus diberikan meliputi
:
Cara mencegah infeksi dengan diet seimbang, keseimbangan aktivitas dan istirahat,
mencegah penularan infeksi, dan pemberian imunisasi influenza
Bagaimana cara mengenali tanda – tanda infeksi, seperti batuk yang meningkat,
perubahan konsistensi sputum dan penurunan toleransi aktivitas
Instruksi medikasi mandiri, seperti cara penggunaan oksigen, tujuan pengobatan dan
efek samping yang mungkin timbul
Bagaimana mematuhi jadual medikasi dan obat apa saja yang harus dihindari seperti
supressan batuk
Jelaskan pentingnya hidrasi yang adekuat (2000 ml/hari) kecuali dikontraindikasikan,
seperti pada kondisi gagal jantung
Bgaimana cara mengatasi obstruksi pernafasan
Bagaimana cara mengembangkan dukungan kelompok
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Osteoarthritis dan Penyakit Sendi Degeneratif
Osteoarthritis adalah keluhan yang paling sering diungkapkan oleh lanjut usia. Insidennya
meningkat sesuai pertambahan usia. Pada osteoarthritis terjadi kerusakan kartilago sendi,
yang diikuti peningkatan produksi jaringan pada batas sendi. Hal ini menyebabkan
pembesaran sendi, terutama pada lutut dan jari tangan. Penyakit sendi degeneratif atau
osteoarthritis primer, penyebabnya belum diketahui secara pasti. Osteoarthritis primer
adalah kondisi permanen dan progresif. Osteoarthritis sekunder terjadi akibat kombinasi
stres fisik pada sendi dan masalah medis lain seperti diabetes mellitus atau inflamasi.
Contoh osteoarthritis sekunder adalah gout dan rheumathoid arthritis.
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
63
Lansia dengan penyakit sendi degeneratif akan mengeluh mengalami kekakuan sendi di
pagi hari dengan keterbatasan gerak dan nyeri pada otot, kram, atau spasme. Lamanya
gejala yang dialami oleh setiap orang akan berbeda-beda. Ada lanjut usia yang mengalami
nyeri dan kekakuan sepanjang hari, ada juga yang hanya merasakan nyeri dan kekakuan
otot sebentar saja. Tujuan pentalaksanaan pada penyakit sendi degeneratif adalah :
Mengontrol nyeri dengan menggunakan golongan NSAID seperti ibuprofen, asam
mefenamat
Penurunan BB jika lanjut usia mengalami obesitas
Mempertahankan aktivitas
Menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan gaya hidup
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sangat penting bagi klien dan keluarga untuk
memhami proses penyakit dan pentingnya menghindari pengobatan yang tidak efektif.
Selain itu penting pula untuk mempelajari kejadian atau aktivitas yang dapat meningkatkan
atau menurunkan nyeri supaya klien dapat melakukan perawatan mandiri.
Hal lain yang harus diberikan pada pendidikan kesehatan klien adalah penggunaan obat
diarahkan untuk mencegah nyeri dibandingkan untuk mengontrol nyeri saat nyeri terjadi.
Berikan juga pendidikan kesehatan tentang diet. Makanan yang dikonsumsi harus mampu
memenuhi kebutuhan kalori lanjut usia namun tidak boleh berlebih. Diet akan menjadi
masalah tersendiri bagi lanjut usia dengan pendapatan rendah, lanjut usia yang memiliki
sedikit dukungan sosial, atau lanjut usia yang tidak bertenaga untuk merubah kebiasaan
makan. Perawat juga harus dapat mengajarkan pada klien dan keluarga tentang
perencanaan aktivitas. Aktivitas dapat dilakukan ketika lanjut usia merasa bugar dan
intensitas nyeri yang dirasakan ringan.
Belajar menggunakan kompres hangat dengan baik, latihan fisioterapi, dan penggunaan
alat untuk mengurangi nyeri dan penekanan pada sendi akan dipelajari bersama
fisioterapis. Ingatlah bahwa alat bantu jalan seperti walker atau alat lain harus dikaji
terlebih dahulu apakah sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat harus memfokuskan diri
pada pendidikan kesehatan untuk mengajarkan pada klien lanjut usia bagaimana cara
mengekspresikan diri untuk mempertahankan diri, menurunkan depresi dan meningkatkan
interaksi sosial. Jika diperlukan lakukan rujukan untuk klien pada kelompok pendukung.
Osteoporosis
Istilah “tulang rapuh” sering digunakan untuk menjelaskan osteoporosis. Sebenarnya
tulang tidak menjadi rapuh. Namun massa tulang menurun karena proses reabsorbsi tulang
terjadi lebih cepat dibandingkan pembentukan. Akibatnya lanjut usia beresiko mengalami
fraktur. Ada dua bentuk osteoporosis yaitu tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I banyak
terjadi pada wanita setelah menopouse dan berhubungan dengan penurunan kadar
estrogen. Wanita ras kaukasian dan asia dengan tubuh kecil beresiko mengalami
osteoporosis tipe I. Osteoporosis tipe II dapat terjadi pada siapa saja, baik pria maupun
wanita seiring peningkatan usia. Faktor resiko osteoporosis meliputi :
Riwayat keluarga dengan osteoporosis
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
64
Inaktivitas atau imobilitas
Intake kalsium rendah (kurang dari 800 mg/hari)
Reseksi gaster atau intestinum
Merokok
Konsumsi alkohol
Konsumsi kafein
Penggunaan glukosteroid atau antikonvulsan dalam jangka waktu lama
Hiperparatiroid
BB rendah
Osteoporosis tipe I mempengaruhi bagian trabekular tulang seperti ujung tulang panjang.
Sementara ostoporosis tipe II mempengaruhi baik bagian trabecular maupun diafisis
tulang. Lanjut usia umumnya tidak meyadari dirinya mengidap osteoporosis hingga
mengalami trauma yang menyebabkan fraktur.
Tujuan utama dalam merawat lanjut usia dengan osteoporosis adalah meningkatkan
keselamatan klien. Cedera akibat jatuh, seperti fraktur panggul, adalah konsekuensi yang
sering terjadi. Kondisi ini menimbulkan imobilitas dan pembatasan aktivitas yang pada
akhirnya menimbulkan masalah emosional dan masalah fisik lainnya seperti ulkus
dekubitus dan konstipasi. Di sisi lain penatalaksanaan osteoporosis memakan waktu lama
dan biaya yang panjang.
Perawat bertanggung jawab untuk mengajarkan klien dan keluarga cara mengenali bahaya
di lingkungan. Teknik yang digunakan untuk meningkatkan keamanan lanjut usia adalah
dengan memasang besi pegangan di sepanjang dinding hingga ke kamar mandi dan
menggunakan pintu geser serta kursi bulat untuk lanjut usia ketika di kamar mandi. Ajarkan
klien cara menjaga keseimbangan dengan cara berdiri perlahan dan menghindari
pergerakan tiba-tiba atau hiperekstensi sendi seperti leher dan pinggul. Anjurkan lanjut
usia untuk membatasi konsumsi kafein, rokok dan alkohol. Anjurkan meningkatkan intake
kalsium dengan mengkonsumsi produk susu, yogurt atau keju sebagai sumber vitamin D.
Untuk klien dengan gagal jantung jangan anjurkan konsumsi keju karena kadar garamnya
tinggi.
SISTEM ENDOKRIN
Diabetes Mellitus (DM)
DM tipe II lebih sering terjadi pada lanjut usia dibandingkan DM tipe I. Meskipun pankreas
tetap memproduksi insulin namun jumlahnya tetap tidak mencukupi untuk metabolisme
karbohidrat. Penyebab pasti dari DM belum diketahui dengan pasti hingga kini. Beberapa
ahli berpendapat bahwa kersusakan sel β pankreas disebabkan oleh virus. Pendapat ini
sesuai dengan teori imunodefisiensi pada teori menua. Beberapa ahli berpendapat tubuh
menjadi rentan terhadap insulin akibat peningkatan lemak tubuh dan penurunan massa
otot.
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK
65
Komplikasi yang paling sering terjadi pada DM tipe II adalah koma hiperglikemi. Jika kondisi
ini terjadi, kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak terjadi ketosis seperti pada
DM tipe I.
Obat untuk menyembuhkan DM tipe II belum ditemukan. Namun kondisi ini dapat
dikontrol dengan diet. Bial lanjut usia mengalami obesitas maka dibutuhkan pengaturan
diet dan olahraga. Obat hipoglikemi oral dibutuhkan jika diet dan olahraga tidak dapat
digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pada beberapa RS di Amerika, medikasi
untuk DM tipe II dihindari karena dapat menyebabkan hipoglikemi.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi lanjut usia pengidap DM tipe II. Beberapa
komplikasi DM seperti lesi pada kulit, gangguan neurologi dan renal, mirip dengan tanda –
tanda menua. Untuk itu ajarkan pada lanjut usia bagaimana cara merawat kulit, proteksi
kaki, pemeriksaan mata berkala, perawatan gigi, dan pengenalan tanda-tanda infeksi.
Ajarkan jugag pada lanjut usia untuk mematuhi jadual pengobatan, olahraga, diet dan
kontrol gula darah.