BAB 8.pdf

12
MODUL KEPERAWATAN GERONTIK 54 BAB 8 PENYAKIT YANG BANYAK TERJADI PADA LANJUT USIA Lanjut usia umumnya mengalami masalah kesehatan multipel sehingga membuat rencana pengobatan dan perawatan menjadi lebih rumit. Umumnya lanjut usia menderita setidaknya 3 penyakit kronis atau masalah kesehatan lain ketika usia mereka telah mencapai 65 tahun. Berbeda dengan individu yang lebih muda yang umumnya hanya menderita satu masalah kesehatan saja. KONDISI AKUT DAN KRONIS Penyakit akut adalah setiap masalah kesehatan yang berkembang sangat cepat, gejala umumnya dirasakan dalam kurun waktu 1 menit hingga kurang dari 1 bulan. Gejala penyakut akut dapat disebabkan oleh penyakit kronis yang telah diderita sebelumnya, atau kondisi patologis yang berkembang terkait perubahan fungsi tubuh akibat sistem menua. Gejala penyakit akut juga dapat disebabkan oleh proses infeksi. Penyakit kronis didefinisikan sebagai gejala penyakit yang dirasakan dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dan menyebabkan perubahan fungsi biologis, psikologis dan sosiokultural. Perbedaan lain antara penyakit akut dan kronik adalah pada penanganannya. Penyakit akut membutuhkan penanganan segera dan memiliki tingkatan sesuai keparahan gejala yang dialami. Tujuan intervensi pada penyakit akut adalah untuk menyembuhkan penyakit. Sedangkan pada penyakit kronik gejala dirasakan begitu lama dan tidak terlalu menjadi perhatian penderita hingga menimbulkan defisit mayor yang jelas. kesembuhan bukan tujuan utama dalam penanganan penyakit kronik. Tujuan penanganan adalah memberikan perawatan yang berguna untuk mengatasi gejala penyakit kronik. Artinya dalam merawat klien dengan penyakit kronis kita harus berfokus pada bagaimana supaya klien dapat dapat melakukan fungsi pada level yang optimal secara fisik, sosial, spiritual, dan psikologis. Pencapaian tujuan perawatan pada penyakit kronik dilihat melalui peningkatan kualitas hidup klien dan penurunan morbiditas (ketidakmampuan). Tujuan lain dari K perawatan penyakit kronik adalah untuk memungkinkan klien meninggal dalam dalam damai. Tujuan ini adalah tujuan realistik yang harus disadari oleh perawat pemberi layanan. SISTEM KARDIOVASKULER Penyakit Jantung Koroner Istilah penyakit jantung koroner mengindikasikan kondisi dimana otot jantung tidak menerima suplai darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhannya. Gangguan jantung yang termasuk dalam kategori ini adalah angina pectoris, iskemia dan infark miokardium, aritmia, gagal jantung, penyakiut katup jantung dan hipertensi. Serangan jantung (infark miokard akut/IMA) merupakan penanda awal terjadinya PJK pada lanjut usia. Kondisi ini ditemukan baik pada lanjut usia laki-laki dan perempuan yang berusia lebih dari 65 tahun. tingkat kematian pada lanjut usia yang berusia lebih dari 70

Transcript of BAB 8.pdf

Page 1: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

54

BAB 8

PENYAKIT YANG BANYAK TERJADI PADA LANJUT USIA

Lanjut usia umumnya mengalami masalah kesehatan multipel sehingga membuat rencana

pengobatan dan perawatan menjadi lebih rumit. Umumnya lanjut usia menderita

setidaknya 3 penyakit kronis atau masalah kesehatan lain ketika usia mereka telah

mencapai 65 tahun. Berbeda dengan individu yang lebih muda yang umumnya hanya

menderita satu masalah kesehatan saja.

KONDISI AKUT DAN KRONIS

Penyakit akut adalah setiap masalah kesehatan yang berkembang sangat cepat, gejala

umumnya dirasakan dalam kurun waktu 1 menit hingga kurang dari 1 bulan. Gejala

penyakut akut dapat disebabkan oleh penyakit kronis yang telah diderita sebelumnya, atau

kondisi patologis yang berkembang terkait perubahan fungsi tubuh akibat sistem menua.

Gejala penyakit akut juga dapat disebabkan oleh proses infeksi.

Penyakit kronis didefinisikan sebagai gejala penyakit yang dirasakan dalam jangka waktu

lebih dari 6 bulan dan menyebabkan perubahan fungsi biologis, psikologis dan

sosiokultural.

Perbedaan lain antara penyakit akut dan kronik adalah pada penanganannya. Penyakit akut

membutuhkan penanganan segera dan memiliki tingkatan sesuai keparahan gejala yang

dialami. Tujuan intervensi pada penyakit akut adalah untuk menyembuhkan penyakit.

Sedangkan pada penyakit kronik gejala dirasakan begitu lama dan tidak terlalu menjadi

perhatian penderita hingga menimbulkan defisit mayor yang jelas. kesembuhan bukan

tujuan utama dalam penanganan penyakit kronik. Tujuan penanganan adalah memberikan

perawatan yang berguna untuk mengatasi gejala penyakit kronik. Artinya dalam merawat

klien dengan penyakit kronis kita harus berfokus pada bagaimana supaya klien dapat dapat

melakukan fungsi pada level yang optimal secara fisik, sosial, spiritual, dan psikologis.

Pencapaian tujuan perawatan pada penyakit kronik dilihat melalui peningkatan kualitas

hidup klien dan penurunan morbiditas (ketidakmampuan). Tujuan lain dari K perawatan

penyakit kronik adalah untuk memungkinkan klien meninggal dalam dalam damai. Tujuan

ini adalah tujuan realistik yang harus disadari oleh perawat pemberi layanan.

SISTEM KARDIOVASKULER

Penyakit Jantung Koroner

Istilah penyakit jantung koroner mengindikasikan kondisi dimana otot jantung tidak

menerima suplai darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhannya. Gangguan jantung

yang termasuk dalam kategori ini adalah angina pectoris, iskemia dan infark miokardium,

aritmia, gagal jantung, penyakiut katup jantung dan hipertensi.

Serangan jantung (infark miokard akut/IMA) merupakan penanda awal terjadinya PJK pada

lanjut usia. Kondisi ini ditemukan baik pada lanjut usia laki-laki dan perempuan yang

berusia lebih dari 65 tahun. tingkat kematian pada lanjut usia yang berusia lebih dari 70

Page 2: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

55

tahun dua kali lebih tinggi dibandingkan pada klien yang berusia lebih muda. Penyakit

jantung merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas pada lanjut usia. Pada lanjut

usia gejala IMA sering tidak khas. Selain nyeri dada, gejala lain yang juga muncul adalah

delirium atau perubahan perilaku, lemah, stroke, dispnea, atau gejala pada pencernaan

seperti mual dan muntah. Pada lanjut usia yang berusia lebih dari 85 tahun sedikit sekali

lanjut usia yang melaporkan adanya nyeri dada.

Karena gejala yang tidak khas, penegakan diagnosis IMA pada lanjut usia lebih sulit

dibandingkan pada klien yang berusia lebih muda. Sebagai contoh, hasil pemeriksaan EKG

bisa jadi tidak spesifik untuk menegakkan diagnosa IMA seperti pada klien yang berusia

lebih muda karena kondisi hipertropi ventrikel yang merupakan bentuk perubahan anatomi

jantung terkait usia. Enzim jantung, kreatinin pospokinase (CPK), nilainya tidak akan

meningkat setinggi pada klien yang berusia lebih muda karena penurunan massa otot

jantung. Oleh karena itu, perawat geriatri harus selalu waspada terhadap gejala IMA

meskipun gejalanya tidak selalu tampak terlihat.

Penanganan medis untuk lanjut usia dengan IMA sama dengan penanganan untuk klien

yang berusia lebih muda. Pembdahan bypass arteri koroner, misalnya, merupakan

intervensi efektif untuk lanjut usia dengan IMA. Menurunkan faktor resiko seperti obesitas,

merokok dan hipertensi juga membantu mengurangi resiko serangan jantung. Salah satu

tujuan perawatan lanjut usia dengan IMA adalah untuk mencegah komplikasi penyakit

seperti gagal jantung, aritmia, pembentukan trombus dan emboli, dan perluasan daerah

infark.

Beberapa individu membatasi aktivitasnya selama menderita IMA dan menjadi tergantung

dalam pemenuhan ADL. Penurunan aktivitas akan menyebabkan timbulnya suatu kondisi

yang disebut deconditioning. Kondisi ini dapat mempengaruhi perubahan yang terjadi pada

sistem muskuloskeletal, seperti penurunan massa otot dan kekuatan otot. Kemampuan

untuk menyeimbangkan aktivitas dan kekuatan untuk menghindari ketidakmampuan

membutuhkan kerja sama dan usaha keras dari pihak keluarga, klien dan tenaga kesehatan.

Rujukan pada pusat rehabilitasi jantung dapat membantu lanjut usia untk mengidentifikasi

kemampuan dan keterbatasan individu untuk menghindari kondisi decondotioning. Lanjut

usia masih mampu untuk mengalami perbaikan kondisi dan kembali ke gaya hidup yang

mendekati normal. Meskipun diperlukan beberapa perubahan gaya hidup lama yang

kurang baik menjadi lebih baik.

Gagal Jantung (Congestive Heart Failure/ CHF)

Mayoritas penderita CHF adalah individu yang berusia lebih dari 60 tahun. kondisi ini

didefinisikan sebagai kongesti atau tahanan sistem sirkulasi akibat malfungsi jantung.

Penyebab utama CHF pada lanjut usia adalah hipertensi, pengapuran katup jantung, IMA,

hipertropi jantung, aritmia, penyakit tiroid, dan anemia. Episode akut CHF juga dapat

terjadi akibat pengobatan suatu kondisi patologis. Misalnya terapi cairan agresif

(pemberian cairan telalu cepat, terlalu banyak) atau pengobatan dengan menggunakan

agen beta blocker (propanolol). Gejala seperti dispnea dan sering terbangun pada malam

hari dapat menimbulkan kelelahan dan penurunan aktivitas.

Page 3: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

56

Tujuan penanganan medis pada CHF adalah untuk menurunkan kerja jantung dan

membantu jantung memompa darah dengan lebih baik. Lanjut usia dapat mempertahakan

output jantung normal, kecuali mereka mengalami kondisi stres fisik dan emosional. CHF

merupakan kondisi patologis yang dapat menurunkan cardiac output. Medikasi dengan

menggunakan digoksin masih merupakan tindakan penanganan utama. Digoksin digunakan

bila terjadi kondisi seperti fibrilasi atrium pada CHF. Beberapa lanjut usia mengkonsumsi

digoksin selama bertahun-tahun. Untuk kondisi ini diperlukan perlu dilakukan pemeriksaan

darah periodik untuk mencegah toksisitas dan untuk memastikan apakah lanjut usia masih

perlu mengkonsumsi digoksin. Agen obat lain yang digunakan adalah golongan diuertik dan

obat yang dapat meningkatkan vasodilatasi. Obat-obatan ini memiliki efek samping

menyebabkan jatuh, akibat penurunan tekanan darah saat terjadi perubahan posisi

(ortopnea).

Tanggung jawab perawat dalam merawat klien lanjut usia dengan CHF adalah melakukan

monitoring berikut :

a. Munculnya edema diekstremitas bawah, regio sacrum, pulmo, abdomen, dan

mata. Kaji adanya peningakatan cairan pada bagian tubuh yang menggantung dan

peningakatan BB, terutama ketika terjadi penurunan nafsu makan. Terkadang

individu mengalami peningkatan BB akibat retensi cairan namun kehilangan berat

badan aktualnya. Jenis peningakatan BB ini dapat menurunkan ketahanan dan

meningkatkan beban kerja jantung. Pencatatan BB serial sangat membantu untuk

melihat fluktuasi BB harian atau mingguan bergantung pada derajat CHF.

b. Perubahan tekanan darketika klien melakukab perubahan posisi (hipotensi

postural). Tekanan darah dan nadi harus diperiksa setiap 5 – 10 menit dalam posisi

terlentang, 1 menit dalam posisi duduk, dan 1 menit setelah berdiri. Tanyakan pada

lanjut usia apakah mengalami rasa pusing saat berubah posisi. Penurunan tekana

darah sebesar 20 mmHg selama perubahan posisi merupakan kejadian yang

signifikan. Ajarkan klien cara menjaga keseimbangan sebelum berjalan dan

bagaimana cara menggunakan alat bantu jalan. Ganti pengobatan jika diperlukan,

dan batasi intake cairan. Hipotensi postural terjadi akibat perubahan fisiologis

akibat menua dan tidak berespon terhadap perubahan tekanan. Hal ini lebih

dipengaruhi oleh perubahan tekanan reseptor di pembuluh darah.

c. Mempertahankan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat sangat penting

untuk mencegah kelelahan dan ketidakmampuan dalam perawatan diri.

Kebanyakan klien lanjut usia dapat mentoleransi aktivitas rutin yang dilakukan

dalam jangka waktu pendek yang diikuti periode istirahat. Selama fase akut,

aktivitas harus diminimalkan. Cocntohnya duduk di kursi selama 30 menit tiga kali

sehari. Sejalan dengan perbaikan fungsi jantung, maka aktivitas dapat ditingkatkan.

Konsultasikan tingkat aktivitas klien dengan dokter dan pastikan aktivitas dimonitor

oleh perawat.

d. Pertahankan diet adekuat untuk mencegah penurunan BB. Nafsu makan bisa jadi

menurun, atau tingkatkan frekuensi makan dalam sehari bila terjadi kelelahan. Diet

rendah garam (2 – 3 g/hari) dapat dianjurkan. Pembatasan garam dalam makanan

akan menyebabkan makanan terasa hambar dan dapat menurunkan nafsu makan

sehingga perawat perlu mewaspadai timbulnya anoreksia. Penggunaan rempah-

Page 4: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

57

rempah untuk menciptakan rasa makanan dianjurkan, namun pengggunaan garam

harus dikurangi.

Hipertensi

Tekanan darah 160/90 mmHg dapat diklasifikasikan sebagai hipertensi untuk semua

batasan umur. Prevalensi hipertensi meningkat sesuai umur, dan 40% penderita hipertensi

berusia lebih dari 65 tahun. Laki-laki dan obesitas meningkatkan resiko hipertensi.

Beberapa faktor yang terkait proses menua dapat meningkatkan resiko lanjut usia

mengalami hipertensi. Seperti contohnya kekakuan pada aorta, peningkatan afterload

(membutuhkan daya yang lebih banyak untuk memompa darah dari ventrikel), dan

peningkatan tahanan vaskuler. Perubahan reflek baroreseptor diindikasikan dengan

fluktuasi tekanan darah selama melakukan aktivitas fisik atau mengalami stres emosional.

Pengukuran tekanan darah merupakan hal penting dalam pemeriksaan fisik. Berikut

panduan untuk menentukan tekanan darah akurat pada lanjut usia :

a. Minta lanjut usia untuk duduk tenang selama 3 – 5 menit sebelum dilakukan

pengukura tekanan darah. Lanjut usia yang mengalami deconditioning

membutuhkan waktu rehat supaya tubuh dapat kembali ke kondisi normalnya

meskipun setelah mengalami stres minor, contohnya berjalan masuk ke ruang

pemeriksaan.

b. Pilih ukuran cuff yang tepat. Cuff reguler untuk dewasa bisa jadi terlalu besar atau

terlalu kecil bagi lanjut usia. Gunakan cuff pediatrik untuk lanjut usia dengan lengan

kecil dan cuff dewasa untuk lanjut usia yang berlengan besar atau obesitas. hal ini

penting untuk menentukan akurasi. Ukuran cuff harus lebih besar 20% dari

diameter lengan klien lanjut usia.

c. Gap auskultasi sering ditemukan pada pengukuran tekanan darah lanjut usia.

Untuk menghindari pembacaan sistolik yang inakurat, lakukan palpasi pada A.

Radialis dan kembangkan cuff pada tekanan 10 mmHg ketika mempalpasi. Ketika

nadi tidak teraba, kembangkan lagi cuff hingga 20 mmHg – 30 mmHg, kemudian

dengarkan bunyi korotkoff ketika cuff dideflasikan. Bunyi korotkoff I bisa jadi diikuti

gap pada tekanan 20 – 30 mmHg sebelum bunyi selanjutnya terdengar.

d. Jika pengukuran ini dilakukan pertama kalinya pada lanjut usia, maka pengukuran

tekanan darah dilakukan pada kedua lengan. Hasil pengukuran bisa jadi

menunjukkan perbedaan tekanan sebesar 10 mmHg. Misalnya saja pada lanjut

usia, terdapat plak aterosklerosis pada pada A. Subclavia dekstra, maka tekanan

darah pada lengan kanan akan lebih rendah dibandingkan lengan kiri. Pembacaan

yang tepat selanjutnya dilakukan pada lengan kiri.

e. Kaji adanya kondisi hipotensi orthostatik, terutama jika lanjut usia mengkonsumsi

obat – obatan antihipertensi.

f. Jika Anda mengalami kesulitan mendengarkan bunyi korotkoff terakhir untuk

menentukan tekanan diastolik, bunyi diastolik ditentukan dari bunyi muffled

terakhir yang didengar. Berikan catatan pada dokumentasi Anda. Salah satu teknik

untuk memudahkan mendengar bunyi diastolik adalah dengan mengelevasikan

lengan di atas tinggi jantung.

Page 5: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

58

Hal lain yang perlu diperhatikan ketika merawat lanjut usia dengan hipertensi adalah

mengobservasi pengobatan untuk memastikan dosis pengobatan yang tepat. Selain itu

observasi pengobatan bertujuan untuk mengetahui motivasi lanjut usia dalam melakukan

pengobatan. Umumnya lanjut usia tidak melakukan pengobatan teratur dengan alasan

tidak menyukai efek samping obat. Contoh efek samping obat hipertensi diantaranya

adalah konstipasi, kantuk, depresi, batuk, pusing terkait hipotensi orthostatik, anoreksia,

dan pada laki-laki menimbulkan impotensi. Pada beberapa klien lanjut usia, alasan mereka

menghentikan pengobatan diuretik adalah karena efek samping obat yang meningkatkan

frekuensi BAK mengganggu jam tidur malamnya atau aktivitas hariannya.

Ketika lanjut usia tekanan darahnya secara konsisten menunjukkan tekanan 150 mmHg

atau lebih tinggi, kemudian menunjukkan nilai tekanan darah normal (120/80),

pemeriksaan lanjutan perlu dilakukan. Penurunan tekanan darah dapat terjadi akibat efek

obat. Hal ini juga mengindikasikan adanya serangan jantung. Gejala umum IMA bisa jadi

tidak terlihat, tapi lanjut usia akan menunjukkan gejala terlihat lebih lelah dan tidak

berenergi untuk melakukan sesuatu.

Selain itu, ajarkan cara hidup sehat terkait diet dan aktivitas. Beberapa lanjut usia bisa

mengalami pembatasan diet. Contohnya pembatasan garam, pembatasan kolesterol, atau

pembatasan kalori. Beberapa pembatasan sebenarnya tidak diperlukan, tapi klien dan

keluarganya tetap harus diberi pendidikan kesehatan supaya tetap dapat mengontrol

tekanan darah.

Berolahraga juga penting untuk mengontrol tekanan darah. Dokter mungkin menyarankan

untuk melakukan aerobic, seperti berjalan. Latihan rutin sangat berguna untuk

mempertahankan tekanan normal. Saat melakukan latihan, intruksikan klien lanjut usia

untuk melakukan pemanasan setidaknya 5 menit dan pelemasan otot. Dalam

pelaksanaannya durasi waktu yang diperlukan untuk latihan seperti berjalan dapat

ditingkatkan sesuai kebutuhan. Umumnya lanjut usia berjalan selama 10 menit dua hingga

tiga kali dalam seminggu. Waktu dan frekuensi latihan selanjutnya dapat ditambah secara

bertahap sebanyak 5 – 10 menit setiap minggunya.

SISTEM NEUROLOGI

Cerebrovascular Accident

Faktor penyebab kematian tertinggi ketiga pada lanjut usia adalah CVA atau stroke. Salah

satu faktor resiko stroke adalah peningkatan usia. Faktor resiko lain meliputi hipertensi,

diabetes mellitus, transient ischemic attacks (TIA), dan penyakit jantung seperti CHF.

Sekitar 60% lanjut usia yang sembuh dari stroke harus beradaptasi terhadap disabilitas dan

gangguan fisik yang ditimbulkan oleh stroke. Beberapa mekanisme koping membutuhkan

kemampuan motorik dan sensorik dan bahasa termasuk kemampuan komunikasi lainnya.

Beberapa klasifikasi stroke antara lain :

a. Berdasarkan jenisnya : thrombosis (lacunar), emboli, atau hemoragi

b. Berdasarkan lokasi iskemik atau infark: sirkulasi posterior atau anterior, seperti

batang otak, pons, cerebellum, medulla atau cortex

Page 6: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

59

c. Berdasarkan tingkat perkembangan stroke: lambat (disebut juga stroke yang

berkembang) atau tiba-tiba dan masiv

d. Berdasarkan hemisfer otak : hemisfer kanan atau kiri, atau hemisfer dominan atau

nondominan.

Pengklasifikasian terakhir digunakan untuk kepentingan pengobatan dan kontinuitas

pengobatan.

Ketika klien yang dirawat di rumah sakit telah menunjukkan kondisi yang stabil dan

direncanakan untuk pulang, segera susun rencana tindak lanjut perawatan di rumah.

Rehabilitasi harus dilakukan secepatnya. Rehabilitasi diperlukan untuk mengurangi gejala

komplikasi fisik CVA.

Pengklasifikasian stroke berdasarkan jenis hemisfer yang tekena sangat penting untuk

menentukan jenis perawatan yang dibutuhkan. Karena hal ini akan mempengaruhi tujuan

akhir perawatan dan bagaimana perawat harus berinteraksi dengan klien. Komplikasi yang

dialami oleh klien dengan stroke pada hemisfer kanan meliputi :

Tidak mampu mengkaji kemampuan antara yang dibutuhkan dan yang dimiliki

Gangguan belajar karena lapang perhatian meyempit

Mudah terdistraksi

Tidak mampu mengalihkan proses belajar dari satu kondisi ke kondisi lainnya

Tidak mampu mengambil keputusan dan beresiko cedera

Tidak mampu mengkaji jarak dan pergerakan orang lain atau suatu objek karena

persepsi spasial menurun

Kemampuan berbahasa dipertahankan bahkan mampu meyakinkan orang lain

bahwa klien dapat melakukan sesuatu yang sebenarnya dia tidak bisa lakukan

Mengalami defisit seperti kelemahan atau paralisis pada sisi tubuh bagian kiri

Sebaliknya pada lanjut usia yang mengalami stroke pada bagian tubuh sebelah kiri memiliki

penurunan kemampuan yang lebih terlihat jelas, diantaranya :

Gangguan berbahasa dan fungsi fisik

Kebutuhan beradaptasi dalam melakukan ADL dengan tangan dominan terganggu

Beresiko cedera

Melakukan perilaku berulang

Mengalami kelemahan dan paralisis pada sisi tubuh bagian kanan

Tujuan perawatan pada lanjut usia dengan stroke hemisfer kiri adalah untuk memperbaiki

kemampuan fisiknya. Fisioterapi, terapi okupasional, dan terapi bicara perlu dimasukkan

dalam tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan terapi, fasilitasi waktu istirahat bagi lanjut

usia untuk menghindari kelelahan.

Komplikasi lain yang dialami adalah independensi hemisfer yang terkena. Lanjut usia tidak

mampu mengambil makanan yang diletakkan di salah satu sisi nampan atau tidak mampu

berputar mengahap pengunjung. Gejala ini dapat disebabkan oleh homonymous

hemianopsia (penurunan lapang pandang pada sisi sebelah kanan atau kiri), atau

Page 7: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

60

bitemporal hemianopsia (kehilangan lapang pandang pada area temporal atau bitemporal).

Untuk mengatasinya berikan terapi berupa latihan untuk melihat “gambaran total” diri dan

lingkungan sekitar.

Pencegahan komplikasi adalah komponen perawatan post stroke. Setelah mengalami

stroke, lanjut usia akan beresiko mengalami resiko infeksi (pernafasan dan urinary), jatuh,

malnutrisi, serangan stroke berulang, dan dekondisi.

Pencegahan komplikasi pada lanjut usia meliputi :

Jika memungkinkan berikan imunisasi untuk pnemonia, influenza dan tetanus

Perhatikan keteraturan miksi

Observasi intake makanan dan cairan

Observasi keteraturan pengobatan

Pertahankan kemandirian dan mobilitas seoptimal mungkin

Lanjut usia cenderung minum dalam jumlah inadekuat. Perawat bertanggung jawab

memberikan pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga mengenai pentingnya

mengkonsumsi air sebanyak 1500 – 2000 ml per hari. Cara yang mudah dilakukan oleh

lanjut usia untuk memastikan jumlah konsumsi air terpenuhi adalah dengan menganjurkan

lanjut usia untuk mengisi air sebanyak seperempat bagian botol air di pagi hari, kemudian

meminumnya sepanjang haari. Jika air di botol habis, isi lagi botol dengan volume air yang

sama secara teratur. Pastikan lanjut usia tidak mengalami kesulitan menelan. Lanjut usia

dengan kesulitan menelan setelah serangan stroke akan mengalami kesulitan menelan

cairan dibandingkan menelan makanan padat.

Nafsu makan klien bisa saja menurun terpengaruh oleh kesulitan dalam menggunakan alat

makan. Latihan mengguanakan alat makan dapat dimasukkan dalam terapi okupasional.

Lakukan modifikasi diet untuk membantu klien menurunkan berat badan atau membantu

klien mempertahankan kadar natrium atau kolesterol. Pengobatan diperlukan untuk

mengontrol hipertensi, aritmia, dan pembekuan darah. Umumnya ketika lanjut usia merasa

lebih baik, mereka cenderung menghentikan pengobatan. Pengukuran tekanan darah

sangat penting dilakukan. Penghitungan nadi apikal lebih dianjurkan dibandingkan

pemghitungan nadi radial. Lakukan pemeriksaan laboratorium untuk memantau jumlah

PTT/APTT. Pertahankan keseimbangan antara istirahat dan aktivitas untuk mencegah

kelelahan. Perawatan di rumah sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan

optimum lanjut usia.

Penurunan sensorik

Kebanyakan lanjut usia mulai merasakan penurunan sensori pada usia 50 tahunan.

Perubahan bentuk bola mata menyebabkan lanjut usia kesulitan melihat benda pada jarak

yang jauh dan membutuhkan kacamata ketika melihat dalam jarak dekat. Kondisi ini

dikenal sebagai presbiopia dimana terjadi perubahan bentuk lensa dan perubahan warna

kekuningan pada lensa yang dapat mengganggu kemampuan lanjut usia untuk

memfokuskan benda dan membedakan warna.

Page 8: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

61

Gangguan penglihatan yang sering dialami lanjut usia meliputi katarak, glukoma dan

degenerasi makular. Katarak ditandai dengan kekeruhan pada lensa sehingga pandangan

menjadi kabur. Saat ini katarak dapat diatasi dengan tindakan pembedahan dengan satu

hari perawatan.

Glukoma merupakan penyebab utama kebutaan dan menimbulkan peningkatan tekanan

pada mata yang dapat merusak N. Opticus. Penglihatan sentral umumnya masih dapat

bertahan, namun akan terjadi kehilangan penglihatan perifer. Umumnya klien akan

mengeluhkan merasa seperti memandang dalam terowongan. Kondisi ini dikontrol dengan

menggunakan obat yang diteteskan setiap hari. Setiap individu yang berusia di atas 40

tahun harus melakukan pengukuran tekanan intraoculer setiap tahun.

Degenerasi makula menyebabkan kerusakan pada makula sehingga klien mengalami

kehilangan penglihatan sentral. Penglihatan perifer di sekitar makula masih bertahan.

Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pembesaran objek. Beberapa klien beradaptasi dengan

menyesuaikan posisi kepala. Beberapa klien mengkonsumsi vitamin B dan Zinc untuk

menurunkan efek penyakit.

Penurunan pendengaran insidennya akan meningkat sesuai umur dan banyak terjadi pada

pria dibanding perempuan. Kondisi ini disebut presbikusis yang terjadi tanpa didahului oleh

cedera. Penurunan pendengaran dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan emosional

lanjut usia karena adanya gangguan komunikasi. Kebanyakan orang cenderung berbicara

dengan suara yang keras ketika mereka berbicara dengan lanjut usia yang mengalami

penurunan pendengaran. Berbicara dengan suara yang keras akan menyebabkan suara

menjadi redup sehingga lanjut usia akan lebih sulit memahami kata-kata yang diucapkan.

Sebagian lanjut usia dengan penurunan pendengaran akan tertolong dengan penggunaan

alat bantu dengar, sedangkan sebagian lagi tidak. Hal ini terjadi sesuai dengan jenis tuli

yang dialami.

Berikut adalah panduan yangdapat digunakan oleh perawat ketika merawat lanjut usia

dengan penurunan sensori:

a. Duduklah berhadapan dengan klien sebelum memulai komunikasi verbal. Hindarkan

berdiri di depan jendela atau cahaya supaya lanjut usia dapat menlihat wajah

perawat dengan jelas. hal ini menyebabkan lanjut usia mengalami kesulitan untuk

membaca gerak bibir perawat

b. Bicaralah dengan lambat dan jelas sehingga lanjut usia dapat memahami kata

dengan baik

c. Jangan mengeraskan suara ketika berbicara

d. Jika memungkinkan, bicaralah dengan nada rendah

e. Gunakan teknik sentuhan untuk membantu lanjut usia mengenali keberadaan

perawat

f. Perkenalkan nama perawat dan jelaskan alasan perawat ada di sana

g. Bersihkan kacamata dan alat bantu dengar klien

Page 9: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

62

SISTEM PERNAFASAN

Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)

PPOM adalah kondisi patologis akibat terpajan pada iritan (misalnya asap rokok) dan tidak

terbatas hanya PPOM merupakan pada lanjut usia saja. PPOM merupakan penyebab

keempat kematian lanjut usia. PPOM ditandai oleh batuk dan nafas pendek. Paru – paru

mengalami hiperinflasi dan diafragma menjadi datar. Sehingga lanjut usia menggunakan

otot abdomen dan otot intercostalis untuk bernafas. Penggunaan otot bantu nafas

membutuhkan energi lebih banyak dibandingkan penggunaan difragma.

Lanjut usia dengan PPOM memiliki dada dengan bentuk barrel chest. Hal ini terjadi karena

adanya retensi volume udara di dalam paru – paru karena rusaknya dinding alveoli. Bila ini

terjadi, maka derah fungsional paru akan menjadi berkurang sehingga lanjut usia akan

memiliki postur kifosis.

Ketika lanjut usia mengalami PPOM maka ia harus melakukan penyesuaian dalam gaya

hidup, kebiasaan dan pekerjaan. Tujuan utama perawatan lanjut usia dengan PPOM adalah

mencegah komplikasi. Klien maupun keluarga harus memiliki pengetahuan tentang proses

penyakit dan bagaimana merawat diri. Pendidikan kesehatan yang harus diberikan meliputi

:

Cara mencegah infeksi dengan diet seimbang, keseimbangan aktivitas dan istirahat,

mencegah penularan infeksi, dan pemberian imunisasi influenza

Bagaimana cara mengenali tanda – tanda infeksi, seperti batuk yang meningkat,

perubahan konsistensi sputum dan penurunan toleransi aktivitas

Instruksi medikasi mandiri, seperti cara penggunaan oksigen, tujuan pengobatan dan

efek samping yang mungkin timbul

Bagaimana mematuhi jadual medikasi dan obat apa saja yang harus dihindari seperti

supressan batuk

Jelaskan pentingnya hidrasi yang adekuat (2000 ml/hari) kecuali dikontraindikasikan,

seperti pada kondisi gagal jantung

Bgaimana cara mengatasi obstruksi pernafasan

Bagaimana cara mengembangkan dukungan kelompok

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Osteoarthritis dan Penyakit Sendi Degeneratif

Osteoarthritis adalah keluhan yang paling sering diungkapkan oleh lanjut usia. Insidennya

meningkat sesuai pertambahan usia. Pada osteoarthritis terjadi kerusakan kartilago sendi,

yang diikuti peningkatan produksi jaringan pada batas sendi. Hal ini menyebabkan

pembesaran sendi, terutama pada lutut dan jari tangan. Penyakit sendi degeneratif atau

osteoarthritis primer, penyebabnya belum diketahui secara pasti. Osteoarthritis primer

adalah kondisi permanen dan progresif. Osteoarthritis sekunder terjadi akibat kombinasi

stres fisik pada sendi dan masalah medis lain seperti diabetes mellitus atau inflamasi.

Contoh osteoarthritis sekunder adalah gout dan rheumathoid arthritis.

Page 10: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

63

Lansia dengan penyakit sendi degeneratif akan mengeluh mengalami kekakuan sendi di

pagi hari dengan keterbatasan gerak dan nyeri pada otot, kram, atau spasme. Lamanya

gejala yang dialami oleh setiap orang akan berbeda-beda. Ada lanjut usia yang mengalami

nyeri dan kekakuan sepanjang hari, ada juga yang hanya merasakan nyeri dan kekakuan

otot sebentar saja. Tujuan pentalaksanaan pada penyakit sendi degeneratif adalah :

Mengontrol nyeri dengan menggunakan golongan NSAID seperti ibuprofen, asam

mefenamat

Penurunan BB jika lanjut usia mengalami obesitas

Mempertahankan aktivitas

Menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan gaya hidup

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sangat penting bagi klien dan keluarga untuk

memhami proses penyakit dan pentingnya menghindari pengobatan yang tidak efektif.

Selain itu penting pula untuk mempelajari kejadian atau aktivitas yang dapat meningkatkan

atau menurunkan nyeri supaya klien dapat melakukan perawatan mandiri.

Hal lain yang harus diberikan pada pendidikan kesehatan klien adalah penggunaan obat

diarahkan untuk mencegah nyeri dibandingkan untuk mengontrol nyeri saat nyeri terjadi.

Berikan juga pendidikan kesehatan tentang diet. Makanan yang dikonsumsi harus mampu

memenuhi kebutuhan kalori lanjut usia namun tidak boleh berlebih. Diet akan menjadi

masalah tersendiri bagi lanjut usia dengan pendapatan rendah, lanjut usia yang memiliki

sedikit dukungan sosial, atau lanjut usia yang tidak bertenaga untuk merubah kebiasaan

makan. Perawat juga harus dapat mengajarkan pada klien dan keluarga tentang

perencanaan aktivitas. Aktivitas dapat dilakukan ketika lanjut usia merasa bugar dan

intensitas nyeri yang dirasakan ringan.

Belajar menggunakan kompres hangat dengan baik, latihan fisioterapi, dan penggunaan

alat untuk mengurangi nyeri dan penekanan pada sendi akan dipelajari bersama

fisioterapis. Ingatlah bahwa alat bantu jalan seperti walker atau alat lain harus dikaji

terlebih dahulu apakah sesuai dengan kebutuhan klien. Perawat harus memfokuskan diri

pada pendidikan kesehatan untuk mengajarkan pada klien lanjut usia bagaimana cara

mengekspresikan diri untuk mempertahankan diri, menurunkan depresi dan meningkatkan

interaksi sosial. Jika diperlukan lakukan rujukan untuk klien pada kelompok pendukung.

Osteoporosis

Istilah “tulang rapuh” sering digunakan untuk menjelaskan osteoporosis. Sebenarnya

tulang tidak menjadi rapuh. Namun massa tulang menurun karena proses reabsorbsi tulang

terjadi lebih cepat dibandingkan pembentukan. Akibatnya lanjut usia beresiko mengalami

fraktur. Ada dua bentuk osteoporosis yaitu tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I banyak

terjadi pada wanita setelah menopouse dan berhubungan dengan penurunan kadar

estrogen. Wanita ras kaukasian dan asia dengan tubuh kecil beresiko mengalami

osteoporosis tipe I. Osteoporosis tipe II dapat terjadi pada siapa saja, baik pria maupun

wanita seiring peningkatan usia. Faktor resiko osteoporosis meliputi :

Riwayat keluarga dengan osteoporosis

Page 11: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

64

Inaktivitas atau imobilitas

Intake kalsium rendah (kurang dari 800 mg/hari)

Reseksi gaster atau intestinum

Merokok

Konsumsi alkohol

Konsumsi kafein

Penggunaan glukosteroid atau antikonvulsan dalam jangka waktu lama

Hiperparatiroid

BB rendah

Osteoporosis tipe I mempengaruhi bagian trabekular tulang seperti ujung tulang panjang.

Sementara ostoporosis tipe II mempengaruhi baik bagian trabecular maupun diafisis

tulang. Lanjut usia umumnya tidak meyadari dirinya mengidap osteoporosis hingga

mengalami trauma yang menyebabkan fraktur.

Tujuan utama dalam merawat lanjut usia dengan osteoporosis adalah meningkatkan

keselamatan klien. Cedera akibat jatuh, seperti fraktur panggul, adalah konsekuensi yang

sering terjadi. Kondisi ini menimbulkan imobilitas dan pembatasan aktivitas yang pada

akhirnya menimbulkan masalah emosional dan masalah fisik lainnya seperti ulkus

dekubitus dan konstipasi. Di sisi lain penatalaksanaan osteoporosis memakan waktu lama

dan biaya yang panjang.

Perawat bertanggung jawab untuk mengajarkan klien dan keluarga cara mengenali bahaya

di lingkungan. Teknik yang digunakan untuk meningkatkan keamanan lanjut usia adalah

dengan memasang besi pegangan di sepanjang dinding hingga ke kamar mandi dan

menggunakan pintu geser serta kursi bulat untuk lanjut usia ketika di kamar mandi. Ajarkan

klien cara menjaga keseimbangan dengan cara berdiri perlahan dan menghindari

pergerakan tiba-tiba atau hiperekstensi sendi seperti leher dan pinggul. Anjurkan lanjut

usia untuk membatasi konsumsi kafein, rokok dan alkohol. Anjurkan meningkatkan intake

kalsium dengan mengkonsumsi produk susu, yogurt atau keju sebagai sumber vitamin D.

Untuk klien dengan gagal jantung jangan anjurkan konsumsi keju karena kadar garamnya

tinggi.

SISTEM ENDOKRIN

Diabetes Mellitus (DM)

DM tipe II lebih sering terjadi pada lanjut usia dibandingkan DM tipe I. Meskipun pankreas

tetap memproduksi insulin namun jumlahnya tetap tidak mencukupi untuk metabolisme

karbohidrat. Penyebab pasti dari DM belum diketahui dengan pasti hingga kini. Beberapa

ahli berpendapat bahwa kersusakan sel β pankreas disebabkan oleh virus. Pendapat ini

sesuai dengan teori imunodefisiensi pada teori menua. Beberapa ahli berpendapat tubuh

menjadi rentan terhadap insulin akibat peningkatan lemak tubuh dan penurunan massa

otot.

Page 12: BAB 8.pdf

MODUL KEPERAWATAN GERONTIK

65

Komplikasi yang paling sering terjadi pada DM tipe II adalah koma hiperglikemi. Jika kondisi

ini terjadi, kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak terjadi ketosis seperti pada

DM tipe I.

Obat untuk menyembuhkan DM tipe II belum ditemukan. Namun kondisi ini dapat

dikontrol dengan diet. Bial lanjut usia mengalami obesitas maka dibutuhkan pengaturan

diet dan olahraga. Obat hipoglikemi oral dibutuhkan jika diet dan olahraga tidak dapat

digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pada beberapa RS di Amerika, medikasi

untuk DM tipe II dihindari karena dapat menyebabkan hipoglikemi.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi lanjut usia pengidap DM tipe II. Beberapa

komplikasi DM seperti lesi pada kulit, gangguan neurologi dan renal, mirip dengan tanda –

tanda menua. Untuk itu ajarkan pada lanjut usia bagaimana cara merawat kulit, proteksi

kaki, pemeriksaan mata berkala, perawatan gigi, dan pengenalan tanda-tanda infeksi.

Ajarkan jugag pada lanjut usia untuk mematuhi jadual pengobatan, olahraga, diet dan

kontrol gula darah.