BAB 555 PPPPROFIL RESPONDEN UMKM DAN ... - bi.go.id · BAB 5BAB 555 PPPPROFIL RESPONDEN UMKM DAN...
Transcript of BAB 555 PPPPROFIL RESPONDEN UMKM DAN ... - bi.go.id · BAB 5BAB 555 PPPPROFIL RESPONDEN UMKM DAN...
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 35
BAB BAB BAB BAB 5555
PPPPROFIL RESPONDEN UMKM DAN USAHANYAROFIL RESPONDEN UMKM DAN USAHANYAROFIL RESPONDEN UMKM DAN USAHANYAROFIL RESPONDEN UMKM DAN USAHANYA
Pembahasan profil responden UMKM dan usahanya dilakukan dengan merujuk pada
klasifikasi responden berdasarkan: (1) Jabatan dan Jenis Kelamin ; (2) Tingkat Pendidikan; (3)
Lama Usaha ; (4) Tenaga Kerja ; (5) Dinamika Usaha ; (6) Keanggotaan dalam Asosiasi ; (7)
Akses Ke Sumber Modal ; (8) Kondisi Lingkungan Usaha.
5.1 Jabatan dan Jenis Kelamin Responden
Hasil survey menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki yang mengelola usaha
mencapai 76% dan sisanya sebanyak perempuan mencapai 24%. Peranan laki-laki yang
dominan dalam mengelola usaha terlihat baik berdasarkan skala usaha maupun berdasarkan
sektor usaha.
Apabila dilihat berdasarkan skala usaha, maka peranan laki-laki dalam mengelola
usaha terlihat yang paling menonjol pada Usaha Menengah hingga mencapai 79%.
Sementara jika dilihat dari sektor ekonomi, peranan laki-laki yang yang paling menonjol di
sektor pertanian dan di sektor perdagangan mencapai 78%. Dibandingkan keterlibatan
perempuan di sektor pertanian dan industri, keterlibatan perempuan dalam pengelolaan usaha
terlihat lebih dominan di sektor perdagangan.
Gambar di bawah memperlihatkan lebih rinci komposisi jenis kelamin pengusaha
dalam pengelolaan usaha, baik berdasarkan skala usaha maupun berdasarkan sektor ekonomi.
Gambar 5.1. Jenis Kelamin Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 36
Berdasarkan jabatan dalam usaha, pengusaha UMKM dapat bertindak sebagai
pemilik, sebagai pengelola atau sebagai pemilik dan pengelola sekaligus. Hasil survey
menunjukkan sebagian besar responden sebagai pemilik dan sebagai pengelola yaitu sebesar
48%. Sedangkan sebagai pemilik saja sebesar 36% dan sebagai pengelola saja sebesar 16%.
Apabila dilihat berdasarkan skala usaha, pengusaha UMKM yang merangkap sebagai
pemilik dan pengelola terlihat paling dominan terdapat pada usaha skala mikro yang
mencapai 51%, pada Usaha Kecil sebesar 48% dan pada Usaha Menengah sebesar 42%.
Sementara itu jika dilihat dari sektor ekonomi maka jumlah pengusaha yang merangkap
sebagai pemilik yang paling dominan terdapat pada sektor perdagangan yang mencapai
53%, disusul sektor pertanian sebesar 47% dan sektor industri sebesar 34%. Secara lebih
rinci jabatan dalam UMKM sebagaimana dijelaskan pada gambar 5.2 .
Gambar 5.2. Jabatan Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
5.2 Tingkat Pendidikan Responden
Secara keseluruhan tingkat pendidikan responden cukup tinggi. Sekitar 36.30%
responden berpendidikan SMU, 24% pengusaha berpendidikan S1/S2, 16% orang
berpendidikan SD, 13% orang berpendidikan SMP, 7% orang berpendidikan Diploma, dan
4% orang tidak tamat SD.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 37
Gambar 5.3. Tingkat Pendidikan Responden
Jika dilihat secara lebih rinci menurut skala usaha, baik pada Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Usaha Menengah, tingkat pendidikan responden dominan adalah SMU, masing-masing
dengan proporsi 36%, 38% dan 34%. Kondisi yang sama juga terjadi jika dirinci menurut
sektor ekonomi, dimana tingkat pendidikan responden dominan adalah SMU, dengan proporsi
di sektor perdagangan sebesar 40%, sektor pertanian sebanyak 35% dan disektor industri
adalah 34%. Berikut ini dapat dilihat secara lebih rinci pada Gambar berikut.
Gambar 5.4. Tingkat Pendidikan Responden Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
5.3 Lama Usaha
Dilihat dari lamanya usaha beroperasi, sebagian besar (71%) pengusaha UMKM telah
melaksanakan usahanya lebih 5 tahun. Tercatat sebanyak 27% pengusaha telah
melaksanakana usahanya dengan kisaran waktu 10 sampai dengan 20 tahun, antara 5-10
tahun sebanyak 22%, lebih dari 20 tahun sebanyak 21%, dan sekitar 28% dengan waktu 5
tahun atau kurang.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 38
Jika dilihat secara lebih rinci berdasarkan skala usaha, maka untuk usaha yang telah
berdiri lebih dari 5 tahun, masing-masing sebesar 76% untuk Usaha Kecil; sebesar 73% untuk
Usaha Menengah dan 73% untuk Usaha Mikro. Sementara jika dilihat dari dari sektor
ekonomi, usaha yang telah berdiri lebih dari 5 tahun, masing-masing sebesar 79% di sektor
pertanian, 71% di sektor industri, dan 66% di sektor perdagangan. Pada Gambar 5.5 berikut
ini dijelaskan tentang lama usaha responden yang dilihat dari skala usaha dan sektor ekonomi
secara lebih rinci.
Gambar 5.5. Lamanya Berusaha Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
5.4 Tenaga Kerja
Survei menunjukkan secara keseluruhan, dari 900 responden terserap 4.660 tenaga
kerja atau menyerap rata-rata 5 orang tenaga kerja untuk setiap unit usaha. Tenaga kerja
tersebut tersebar di sektor pertanian, industri maupun perdagangan serta di berbagai skala
usaha (Usaha Mikro, Kecil maupun Menengah). Jika dilihat berdasarkan status hubungan,
tenaga kerja yang paling banyak adalah tenaga kerja tetap di luar keluarga (40%) disusul
tenaga kerja tidak tetap luar keluarga (38%) dan tenaga kerja dalam keluarga (22%).
Jika dilihat menurut skala usaha, pada Usaha Mikro lebih banyak mempekerjakan
tenaga kerja dalam keluarga hingga 42%, disusul kemudian tenaga kerja tetap luar keluarga
37% dan tenaga kerja tidak tetap luar keluarga 21%. Untuk Usaha Kecil lebih banyak
mempekerjakan tenaga kerja tidak tetap luar keluarga 42%, diikuti tenaga kerja tetap luar
keluarga 33% dan tenaga kerja dalam keluarga 24%. Sementara untuk Usaha Menengah
lebih dominan mempekerjakan tenaga kerja tetap luar keluarga 49%, diikuti tenaga kerja
tidak tetap luar keluarga 40% dan tenaga kerja dalam keluarga 11%.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 39
Jika dilihat menurut sektor ekonomi, sektor pertanian lebih banyak mempekerjakan
tenaga tetap luar keluarga 43%, diikuti tenaga tetap dalam keluarga 33% dan tenaga kerja
tidak tetap luar keluarga 24%. Pada sektor industri lebih banyak mempekerjakan tenaga kerja
tidak tetap luar keluarga 51%, disusul kemudian tenaga kerja tetap luar keluarga 34% dan
tenaga kerja dalam keluarga 15%. Pada sektor perdagangan tenaga kerja yang paling banyak
adalah tenaga kerja tetap luar keluarga 52%, disusul tenaga kerja dalam keluarga 30% dan
tenaga kerja tidak tetap luar keluarga 18%. Secara lebih rinci status hubungan tenaga kerja
yang dilihat berdasarkan skala usaha dan sektor ekonomi dapat dilihat pada Gambar 5.6
berikut.
Gambar 5.6. Status Hubungan Tenaga Kerja UMKM
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Sementara itu jika dilihat berdasarkan status pembayaran tenaga kerja, tenaga kerja
yang paling banyak adalah tenaga kerja yang dibayar (87%) dan sisanya yang tidak dibayar
(13%). Lebih jauh status pembayaran tenaga kerja tersebut jika dilihat dari skala usaha, yang
paling banyak mempekerjakan tenaga yang tidak dibayar adalah Usaha Mikro yang mencapai
29%, kemudian disusul oleh Usaha Kecil dan Usaha Menengah masing-masing 12 % dan 7%.
Sementara jika dilihat dari sektor ekonomi, sektor yang paling banyak mempekerjakan tenaga
kerja yang tidak dibayar adalah sektor perdagangan hingga mencapai 20% disusul kemudian
sektor pertanian dan industri masing-masing 18% dan 8%. Secara lebih rinci status
pembayaran tenaga kerja yang dilihat berdasarkan skala usaha dan sektor ekonomi dapat
dilihat pada Gambar 5.7 berikut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 40
Gambar 5.7. Status Pembayaran Tenaga Kerja UMKM
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
5.5 Dinamika Usaha
Berdasarkan hasil kajian pada wilayah penelitian, 65% responden merencanakan
efisiensi untuk pengembangan usaha. Berdasarkan skala usaha, yang merencanakan efisiensi
untuk pengembangan usaha, masing-masing sebanyak 60% pengusaha skala menengah,
sebanyak 61% pengusaha skala kecil dan sebanyak 70% pengusaha skala mikro. Sedangkan
berdasarkan sektor usaha, yang merencanakan efisiensi untuk pengembangan usaha, masing-
masing sebanyak 50% di sektor perdagangan, 55% di sektor industri dan 56% di sektor
pertanian.
Gambar 5.8. Jumlah UMKM yang Merencanakan Efisiensi Untuk Pengembangan Usaha
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 41
Sekitar 19% - 21% perusahaan merencanakan untuk menginvestasikan kembali
keuntungannya, dengan proporsi sekitar 34% - 40%. Berdasarkan skala usaha, yang
merencanakan untuk menginvestasikan kembali keuntungannya, masing-masing sebanyak
37% pengusaha skala menengah, sebanyak 15% pengusaha skala kecil dan sebanyak 14%
pengusaha skala mikro. Berdasarkan sektor usaha, yang merencanakan untuk
menginvestasikan kembali keuntungannya, masing-masing sebanyak 18% di sektor
perdagangan, 21% di sektor industri dan 26% di sektor pertanian.
Gambar 5.9. Jumlah UMKM yang Merencanakan untuk Menginvestasikan Kembali Keuntungannya
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
5.6 Keanggotaan Dalam Asosiasi/Koperasi
Secara umum sebagian besar responden (74%) tidak menjadi anggota asosiasi atau
koperasi. Sementara yang menjadi anggota koperasi/asosiasi, sekitar 18% menjadi anggota
asosiasi, 7% menjadi anggota koperasi dan 1% yang menjadi anggota asosiasi dan koperasi.
Gambar 5.10. Kenggotaan UMKM dalam Asosiasi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 42
Jika dilihat dari skala usaha dapat dilihat bahwa responden yang menjadi anggota
koperasi/asosiasi yang paling banyak adalah Usaha Kecil sebanyak 38% ( terdiri dari 26% yang
menjadi anggota asosiasi, 10% anggota koperasi dan 1% anggota asosiasi merangkap
anggota koperasi); disusul kemudian Usaha Menengah sebesar 31% dan Usaha Mikro
sebanyak 14%. Sementara jika dilihat dari sektor usaha, responden yang menjadi anggota
asosiasi/koperasi yang paling banyak adalah di sektor pertanian sebanyak 35%, disusul
kemudian di sektor industri 34 %, dan di sektor perdagangan 12%. Secara lebih rinci
keanggotaan responden dalam asosiasi/koperasi sebagaimana Gambar berikut.
Gambar 5.11. Keanggotaan Dalam Asosiasi atau Koperasi berdasarkan skala usaha dan sektor usaha
5.7 Perizinan Usaha
Berdasarkan hasil studi, jenis izin usaha yang paling banyak dimiliki olah responden
berturut-turut adalah SIUP (58%), disusul kemudian TDP (47%), SITU (34%), IMB (25%), HO
(24%) dan Izin reklame (8%).
Gambar 5.12. Perizinan yang dimiliki UMKM
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 43
Jika dibandingkan jumlah jenis izin usaha yang dimiliki oleh UMKM, maka kepemilikan
7 jenis izin usaha dominan dimiliki oleh Usaha Kecil (40%), diikuti oleh Usaha Mikro (31%) dan
Usaha Menengah (29%). Sementara jika dilihat berdasarkan sektor usaha, maka perizinan
usaha paling banyak dimiliki oleh UMKM di sektor industri (41%), diikuti oleh UMKM di sektor
perdagangan (39%), dan UMKM di sektor pertanian (19%). Secara lebih detil, perizinan usaha
yang dimiliki oleh UMKM sebagaimana Gambar berikut :
Gambar 5.13. Perizinan yang Dimiliki UMKM Menurut Skala Usaha dan Sektor Usaha
Terdapat beberapa alasan, mengapa UMKM tidak memiliki atau mengurus perizinan
usaha. Tiga alasan utama yang dikemukakan adalah UMKM tidak merasa perlu (34%),
persyaratan rumit (23%), dan biaya mahal (16%). Secara detil, alasan yang disampaikan
UMKM dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 5.14. Alasan UMKM Tidak Memiliki Perizinan Usaha
Jika dirinci menurut skala usaha, alasan yang disampaikan oleh Usaha Mikro tidak
berbeda dengan pertimbangan umum yang disampaikan oleh UMKM yang tidak memiliki
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 44
perizinan usaha. Sedangkan untuk Usaha Kecil, alasan persyaratan rumit (30%) merupakan
faktor yang paling banyak dikemukakan, kemudian tidak merasa perlu, dan biaya mahal. Tidak
berbeda dengan Usaha Kecil, Usaha Menengah menyampaikan persyaratan rumit (40%)
merupakan faktor dominan yang menyebabkan mereka tidak memiliki perizinan usaha. Dua
faktor lainnya, adalah usaha tetap dapat berjalan lancar dan tidak merasa perlu memiliki izin
usaha.
Gambar 5.15. Alasan UMKM Tidak Memiliki Perizinan Usaha Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Untuk UMKM yang telah memiliki perizinan usaha, ada beberapa manfaat yang
dirasakan, Empat manfaat yang dominan disampaikan oleh UMKM adalah: (i) usaha lebih
pasti, (ii) tidak khawatir penertiban, (iii) lebih mudah akses bank, dan (iv) akses terhadap pasar
lebih mudah. Secara detil manfaat dari kepemilikan izin usaha dapat dilihat pada Gambar
berikut.
Gambar 5.16. Manfaat Kepemilikan Izin Usaha
Usaha lebih pasti36%
Tidak khawatir
penertiban21%
Lebih mudah akses bank
16%
Bisa ikut proram
pemerintah6%
Terdaftar dalam statistik
industri4%
Pungutan illegal dapat
dihindari5%
Akses terhadap pasar lebih
mudah12%
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 45
5.8 Akses Ke Sumber Modal
Terdapat delapan alternatif yang dijadikan sumber pemodalan oleh responden UMKM
di wilayah penelitian yaitu modal sendiri, pinjaman teman/saudara, kredit bank umum, kredit
BPR, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, koperasi, Pelepas Uang/rentenir, dan sumber
lainnya. Berdasarkan hasil studi, dari sejumlah sumber permodalan tersebut, modal sendiri
merupakan sumber utama permodalan UMKM. Sedangkan 2 sumber permodalan utama
lainnya adalah kredit dari bank umum dan pinjaman dari teman/saudara. Hasil studi ini juga
relevan dengan beberapa studi sebelumnya, dimana ditunjukkan bahwa penggunaan kredit
dari bank umum hanya menjadi sumber permodalan bagi sekitar 20% - 30% UMKM. Secara
detil penggunaan sumber permodalan oleh UMKM dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar 5.17. Sumber Permodalan UMKM
Jika dirinci menurut skala usaha, maka terlihat bahwa baik dana sendiri maupun
pinjaman teman/saudara merupakan sumber dominan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan
Usaha Kecil. Berbeda dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, disamping dominan
menggunakan dana sendiri, Usaha Menengah yang menggunakan kredit dari bank umum dan
LKBB lebih dominan. Disamping itu, sumber dana lainnya juga merupakan salah satu sumber
permodalan yang penting bagi Usaha Mikro. Sebaliknya, jika dirinci menurut sektor usaha,
maka penggunaan sumber permodalan di ketiga sektor ekonomi dalam studi ini tidak berbeda
dengan sumber permodalan secara umum yang diuraikan sebelumnya pada Gambar 5.17.
Secara lebih rinci sumber permodalan menurut skala usaha dan sektor usaha dapat dilihat
pada Gambar berikut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 46
Gambar 5.18. Akses Ke Sumber Permodalan Berdasarkan Skala Usaha Dan Sektor Usaha
5.9 Kondisi Lingkungan Usaha
Kondisi lingkungan usaha yang dimaksudkan adalah terkait dengan positioning usaha
terhadap pesaing yang ditinja dari aspek penggunaan teknologi. Sebagian besar responden
menyatakan bahwa positioning usaha mereka tidak berbeda dengan kompetitornya. Hal ini
ditunjukkan oleh sekitar 68% UMKM responden menyatakan bahwa teknologi yang
digunakan usahanya tidak berbeda dengan teknologi yang digunakan oleh kompetitornya.
Gambar 5.19. Positioning Usaha UMKM Terhadap Kompetitornya Berdasarkan Penggunaan Teknologi
Baik menurut skala usaha maupun sektor usaha, positioning usaha UMKM tidak
berbeda dengan positioning UMKM secara umum terhadap kompetitornya ditinjau dari aspek
penggunaan teknologi. Meskipun demikian terdapat sekitar 19% Usaha Menengah dan 12%
UMKM di sektor industri yang menganggap positioning usaha mereka lebih baik dari
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 47
pesaingnya karena menggunakan teknologi yang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Secara
lebih rinci penggunaan teknologi oleh UMKM dibandingkan pesaing sebagaimana pada
Gambar 5.20.
Gambar 5.20. Positioning Usaha UMKM Terhadap Kompetitornya Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 48
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 49
BAB 6BAB 6BAB 6BAB 6
PPPPERSEPSI UMKM TERHADAP LINGKUNGAN USAHAERSEPSI UMKM TERHADAP LINGKUNGAN USAHAERSEPSI UMKM TERHADAP LINGKUNGAN USAHAERSEPSI UMKM TERHADAP LINGKUNGAN USAHA
Dalam bab ini dijelaskan persepsi UMKM berdasarkan hasil wawancara terhadap 900
UMKM dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Dalam pelaksanaan pengumpulan data
dijumpai bahwa dari 900 responden untuk beberapa point pertanyaan tidak memberikan
jawaban yang didinginkan, sehingga dalam penampilan tabel maupun gambar yang terekam
adalah responden yang memberikan jawaban sesuai dengan kuesioner yang diajukan. Bab ini
menguraikan tahap pendirian usaha, pengetahuan dan keterlibatan dalam pembuatan serta
implementasi program pemda, pengetahuan tentang ketenaga kerjaan, aksesibilitas kredit,
dan persepsi terhadap kuqantitas dan kualitas infrastruktur.
6.1 Tahap Pendirian Usaha
6.1.1 Formalisasi Usaha
Berdasarkan status badan hukum dan badan usaha, usaha dapat diklasifikasikan
menjadi: (1) Perusahaan Perorangan, (2) Firma, (3) Comanditer Vereniging (CV), (4) Perseroan
Terbatas (PT), dan (5) Koperasi. Sehubungan dengan pentingnya untuk memilih status badan
hukum untuk memulai suatu usaha, maka UMKM seharusnya mengetahui berbagai peraturan
yang terkait dengan hal tersebut. Pengetahuan tentang informasi dan substansi dari peraturan
dalam mendirikan badan usaha dari aspek prosedur, persyaratan, tarif dan waktu pengurusan
dapat membantu UMKM dalam memilih bentuk badan hukum yang dikehendaki sesuai
dengan kondisi yang ada. Namun demikian, fakta menunjukkan masih banyak UMKM di
Indonesia yang tidak mengetahui tentang peraturan terkait dengan pendirian usaha.
Hasil survey pada lima provinsi di Indonesia menunjukkan masih sedikit Usaha Mikro
yang mengetahui peraturan tentang pendirian usaha, yaitu 28.16%. Untuk Usaha Kecil dan
Menengah meskipun telah banyak yang mengetahui peraturan tentang perijinan usaha,
namun yang tidak mengetahui juga masih cukup banyak. Usaha Kecil dan Menengah yang
mengetahui peraturan tentang perijinan usaha, masing-masing sebanyak 57.41% dan
75.51%, sedangkan 42.59% dan 24.49% sisanya tidak mengetahui peraturan tentang
perijinan usaha (Gambar 6.1).
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 50
Gambar 6.1. Pengetahuan Tentang Peraturan Pendirian
Usaha Menurut Skala Usaha
Gambar 6.2. Pengetahuan Tentang Peraturan Pendirian
Usaha Menurut Sektor
28.16%
57.41%
75.51%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Mikro
Kecil
Menengah
41.10%
49.86%
57.46%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Mengetahui aturan mendirikan badan usaha
Apabila dilihat menurut sektor, dari sampel UMKM yang disurvey masih banyak yang
tidak mengetahui peraturan pendirian usaha (Gambar 6.2). Jumlah UMKM yang mengetahui
peraturan pendirian usaha sebanyak 41.10% pada sektor pertanian, 49.86% pada sektor
industri, dan 57.46% pada sektor perdagangan.
Banyaknya UMKM yang tidak mengetahui tentang peraturan terkait dengan pendirian
usaha berdampak pada terbatasnya jumlah UMKM yang tidak memiliki status badan hukum
formal. Kondisi ini menunjukkan terbatasnya akses UMKM terhadap informasi tentang
peraturan terkait dengan pendirian usaha disebabkan oleh dua hal: (1) kemampuan UMKM
untuk mengakses informasi yang terbatas, dan atau (2) terbatasnya prasarana publik yang
mampu memberikan informasi kepada UMKM dengan mudah diperoleh dan dipahami, cepat,
dan murah.
Ada beberapa sumber informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk
memperoleh informasi mengenai peraturan tentang pendirian usaha, yaitu: media massa,
media khusus, media luar ruang, forum sosialisasi, petugas datang ke UMKM, relasi usaha,
dan lainnya (internet, brosur dan lainnya). Hasil survey menunjukkan dari UMKM yang
mengetahui informasi tentang peraturan pendirian usaha sebagian besar memperoleh
informasi dari relasi usaha (Gambar 6.3). Melalui pembicaraan bisnis antara pelaku usaha baik
yang dilakukan secara informal maupun secara formal para pengusaha memperoleh informasi
tentang peraturan pendirian usaha dan informasi-informasi penting lainnya. Selain itu sumber
informasi utama UMKM adalah media massa, kunjungan petugas, dan forum sosialisasi.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 51
Demikian juga apabila didisagregasi menurut sektor, sumber informasi utama berasal dari
relasi usaha, media massa, kunjungan petugas, dan forum sosialisasi (Gambar 6.4).
Gambar 6.3. Sumber Informasi Peraturan Pendirian Usaha
Menurut Skala Usaha
Gambar 6.4. Sumber Informasi Peraturan Pendirian Usaha
Menurut Sektor
24.30% 5.61%0.93%
10.28% 24.30% 58.88% 12.15%
33.33% 3.76%2.69%
15.59% 24.73% 33.87% 9.68%
12.84%2.03%0.68%
10.81% 25.00% 32.43% 20.27%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Media Massa Media khusus Media luar ruang Forum sosialisasi
Petugas yang datang Relasi usaha Lainnya
24.74% 1.03%8.25%
27.84% 49.48% 13.40%
29.89% 2.87%2.87%
20.69% 30.46% 29.31% 6.32%
25.41% 6.08%1.10%
8.29% 24.86% 35.91% 11.05%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Media Massa Media khusus Media luar ruang Forum sosialisasi
Petugas yang datang Relasi usaha Lainnya
Berdasarkan status badan hukum/badan usaha, masih cukup banyak Usaha Mikro dan
kecil yang tidak memiliki badan usaha/hukum, sedangkan Usaha Menengah yang tidak
memiliki badan usaha relatif sedikit. Sebanyak 50.32% Usaha Mikro yang tidak memiliki badan
usaha/hukum dan Usaha Kecil sebanyak 19.94%, sedangkan Usaha Menengah yang tidak
memiliki badan usaha/hukum hanya 4.14% (Gambar 6.5).` Begitu juga bila dilihat berdasarkan
sektor, masih banyak UMKM di Indonesia yang tidak memiliki badan usaha/hukum, masing-
masing 38.22% pada sektor pertanian, 28.29% pada sektor industri, dan 23.55% pada sektor
perdagangan (Gambar 6.6).
Lebih lanjut dari Gambar 6.5 dan 6.6, secara keseluruhan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah didominasi oleh usaha dagang (UD) dan perusahaan perorangan. Untuk Usaha
Mikro, sebanyak 21.47% berstatus UD dan perusahaan perorangan sebanyak 13.46%. Untuk
Usaha Kecil, sebanyak 44.86% merupakan UD dan 14.02% perusahaan perorangan.
Selanjutnya Usaha Menengah yang berstatus UD dan perusahaan perorangan, masing-masing
58.58% dan 13.02%. Begitu juga halnya apabila dilihat berdasarkan sektoral, UMKM di
Indonesia didominasi oleh usaha dengan status badan hukum usaha dagang dan perusahaan
perorangan.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 52
Gambar 6.5. Status Badan Hukum/Badan Usaha
Menurut Skala Usaha
Gambar 6.6. Status Badan Hukum/Badan Usaha
Menurut Sektor
50.32% 1.28%8.01%
0.96%13.46% 21.47% 4.49%
19.94% 4.05%10.90% 14.02% 44.86% 6.23%
4.14%5.33%
13.02% 13.02% 58.58% 5.92%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Tidak ada badan usaha/hukum PT CV
Firma Perusahaan Perorangan Usaha Dagang (UD)
Lainnnya
38.22% 1.05%5.76%
18.85% 34.03% 2.09%
28.29% 3.49% 14.73%0.39%
13.95% 34.88% 4.26%
23.55% 0.72%6.88%
0.72%11.96% 45.65% 10.51%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Tidak ada badan usaha/hukum PT CV
Firma Perusahaan Perorangan Usaha Dagang (UD)
Lainnnya
Untuk sektor pertanian, sebanyak 34.03% berstatus UD dan 18.85% perusahaan
perorangan. Untuk sektor industri, sebanyak 34.88% berstatus UD, 14.73% berstatus CV dan
13.95% berstatus perusahaan perorangan. Selanjutnya untuk sektor perdagangan, UMKM
yang berstatus UD dan perusahaan perorangan, masing-masing 45.65% dan 11.96%.
Ada berbagai motivasi UMKM untuk memiliki status badan hukum/usaha tertentu,
yaitu: (1) memperoleh akses kredit, (2) memperoleh akses pasar lokal, (3) memperoleh akses
ekspor, (4) memperoleh kontrak bisnis, (5) menghindari denda, (6) menghindari pungutan
illegal, (7) memperolah akses listrik/air, (8) memperoleh akses bantuan, (9) ikut tender, dan
(10) motivasi lainnya.
Berdasarkan hasil survey, ada tiga motivasi utama UMKM memiliki status badan
hukum/usaha, yaitu akses ke kredit, akses pasar lokal dan menghindari denda (Gambar 6.7).
Usaha Mikro yang termotivasi memiliki status badan hukum/usaha agar memiliki akses ke
kredit sebanyak 27.74%, akses ke pasar lokal 18.98%, dan menghindari denda 21.17%.
Untuk Usaha Kecil yang termotivasi agar memperoleh akses ke kredit sebanyak 35.88%, akses
ke pasar lokal 20.00%, dan menghindari denda 21.18%. Selanjutnya Usaha Menengah yang
termotivasi memiliki status badan hukum/usaha agar memperoleh akses ke kredit, akses pasar
lokal, dan menghindari denda, masing-masing sebanyak 37.17%, 23.04%, dan 15.18%.
Demikian juga halnya bila dikelompokkan menurut sektor ekonomi, 3 motivasi utama
UMKM memiliki status badan usaha/hukum adalah untuk memperolah akses kredit, akses
pasar lokal, dan menghindari denda (Gambar 6.8). UMKM sektor pertanian yang termotivasi
memiliki status badan hukum/usaha agar memiliki akses ke kredit sebanyak 26.17%, akses ke
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 53
pasar lokal 22.43%, dan menghindari denda 24.30%. Untuk UMKM sektor industri yang
termotivasi agar memperoleh akses ke kredit sebanyak 50.78%, akses ke pasar lokal 17.62%,
dan menghindari denda 15.03%. Selanjutnya UMKM sektor perdagangan yang termotivasi
memiliki status badan hukum/usaha agar memperoleh akses ke kredit, akses pasar lokal, dan
menghindari denda, masing-masing sebanyak 39.04%, 21.05%, dan 22.37%.
Gambar 6.7. Motivasi Memiliki Status Badan Hukum/Badan
Usaha Menurut Skala Usaha
Gambar 6.8. Motivasi Memiliki Status Badan Hukum/Badan
Usaha Menurut Sektor
27.74% 18.98% 2.92%5.11%
21.17% 8.03%2.19%
4.38%4.38%
5.11%
35.88% 20.00% 1.18%2.94%
21.18% 7.06%1.47%
3.53%2.94%
3.82%
37.17% 23.04% 2.09%4.19%
15.18% 6.81%1.05%
3.14%3.14%
4.19%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Akses ke kredit Akses Pasar Lokal Akses Ekspor
Kontrak bisnis Meng-hindari denda Meng-hindari pungutan illegal
Akses ke listrik/ air Akses ke bantuan Ikut tender
Lainnya
26.17% 22.43% 0.93%0.93%
24.30% 3.74%0.93%
8.41%1.87%
10.28%
50.78% 17.62% 3.11%2.59%
15.03% 3.11%0.52%
2.59%1.55%
3.11%
39.04% 21.05% 0.44%2.63%
22.37% 4.82%2.63%
2.63%4.39%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Akses ke kredit Akses Pasar Lokal Akses Ekspor
Kontrak bisnis Meng-hindari denda Meng-hindari pungutan illegal
Akses ke listrik/ air Akses ke bantuan Ikut tender
Lainnya
Ada dua cara yang ditempuh UMKM dalam melakukan pengurusan badan
usaha/badan hukum, yaitu mengurus sendiri dan melalui jasa perantara (Gambar 6.9). Dari
total UMKM yang memiliki status badan usaha, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang
melakukan pengurusan badan hukum/badan usaha secara mandiri, masing-masing sebanyak
57.14%, 51.48% dan 58.33%. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang melakukan
pengurusan badan hukum/badan usaha menggunakan jasa perantara, masing-masing
sebanyak 42.86%, 48.52% dan 41.67%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa jumlah
UMKM yang melakukan pengurusan badan usaha/hukum secara mandiri dan menggunakan
jasa perantara relatif berimbang.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 54
Gambar 6.9. Cara Pengurusan Badan Hukum/Badan Usaha
Menurut Skala Usaha
Gambar 6.10. Cara Pengurusan Badan Hukum/Badan Usaha
Menurut Sektor
57.14% 42.86%
51.48% 48.52%
58.33% 41.67%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Sendiri Melalui Jasa Perantara
55.06% 44.94%
58.55% 41.45%
56.67% 43.33%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Sendiri Melalui Jasa Perantara
Berdasarkan sektor ekonomi, UMKM yang mengurus sendiri badan hukum/usaha,
masing-masing 55.06% untuk sektor pertanian, 58.55% untuk sektor industri, dan 56.67%
untuk sektor perdagangan. Sementara itu, yang melakukan pengurusan melalui jasa
perantara, masing-masing sebanyak 44.94% untuk sektor pertanian, 41.45% sektor industri
dan 43.33% untuk sektor perdagangan (Gambar 6.10).
Ada beberapa jasa perantara yang dapat digunakan oleh UMKM dalam melakukan
pengurusan badan hukum/usaha, yaitu agen jasa komersial, perorangan, PNS di luar tugas
utamanya, notaris, dan lainnya. Dua jasa perantara yang paling banyak digunakan pengusaha
baik menurut skala usaha maupun menurut sektor ekonomi adalah jasa perorangan dan PNS
di luar tugas utamanya.
Berdasarkan skala usaha (Gambar 6.11), untuk Usaha Mikro yang menggunakan jasa
perorangan dan PNS di luar tugas utamanya, masing-masing sebanyak 48.84% dan 25.58%.
Untuk Usaha Kecil, 34.86% menggunakan jasa perorangan dan 20.18% menggunakan jasa
PNS di luar tugas utamanya. Selanjutnya untuk Usaha Menengah yang menggunakan jasa
perorangan dan PNS di luar tugas utamanya, masing-masing sebanyak 35.94% dan 31.25%.
Untuk UMKM yang melakukan pengurusan status badan usaha berdasarkan
pendekatan sektoral (Gambar 6.12), UMKM sektor pertanian yang menggunakan jasa
perorangan 45.45% dan jasa PNS di luar tugas utamanya 31.82%. Untuk sektor industri, yang
menggunakan jasa perorangan 43.75% dan jasa PNS di luar tugas utamanya 28.13%.
Selanjutnya untuk UMKM sektor perdagangan yang menggunakan jasa perorangan dan PNS
di luar tugas utamanya, masing-masing 32.91% dan 25.32%.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 55
Gambar 6.11. Penggunaan Jasa Perantara Menurut Skala Usaha
Gambar 6.12. Penggunaan Jasa Perantara Menurut Sektor
2.33% 48.84% 25.58% 9.30% 13.95%
16.51% 34.86% 20.18% 16.51% 11.93%
9.38% 35.94% 31.25% 12.50% 10.94%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Agen jasa komersial Perorangan PNS diluar tugas utamanya Notaris Lainnya
45.45% 31.82% 4.55% 18.18%
7.81% 43.75% 28.13% 10.94% 9.38%
13.92% 32.91% 25.32% 13.92% 13.92%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Agen jasa komersial Perorangan PNS diluar tugas utamanya Notaris Lainnya
Ada tiga alasan utama UMKM menggunakan jasa perantara dalam pengurusan
bandan hukum/usaha, yaitu tidak tahu prosedur, prosedur rumit dan menghemat waktu,
disamping alasan lainnya. Alasan tidak tahu prosedur dan menghemat waktu merupakan dua
alasan utama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menggunakan jasa perantara dalam
pengurusan badan hukum/usaha (Gambar 6.13). Begitu juga halnya dengan alasan tidak tahu
prosedur dan menghemat waktu merupakan dua alasan utama UMKM menurut sektor
ekonomi untuk menggunakan jasa perantara dalam pengurusan bandan hukum/usaha
(Gambar 6.14).
Gambar 6.13. Alasan Mengunakan Jasa Perantara
Menurut Skala Usaha
Gambar 6.14. Alasan Mengunakan Jasa Perantara
Menurut Sektor
42.50% 15.00% 2.50% 35.00% 5.00%
35.04% 20.51% 2.56% 32.48% 9.40%
16.42% 25.37% 1.49% 49.25% 7.46%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Tidak Tahu Prosedur Prosedur Rumit Menghemat Uang Menghemat waktu Lainnya
30.00% 12.50% 2.50% 45.00% 10.00%
31.75% 23.81% 1.59% 36.51% 15.87%
32.05% 20.51% 2.56% 39.74% 15.38%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Tidak Tahu Prosedur Prosedur Rumit Menghemat Uang Menghemat waktu Lainnya
Sehubungan dengan UMKM yang tidak memiliki badan hukum/usaha, ada beberapa
alasan yang melatarbelakanginya, yaitu tidak butuh badan hukum/usaha, tidak tahu cara
mengurus, prosedur rumit, biaya mahal, tidak ingin membayar pajak, dan alasan lainnya. Dari
sejumlah alasan tersebut, tiga alasan utama UMKM tidak memiliki badan hukum/usaha adalah
tidak butuh badan hukum/usaha, prosedur rumit dan tidak tahu cara mengurus badan
usaha/hokum (Gambar 6.15). Begitu juga apabila dilihat berdasarkan pendekatan sektoral,
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 56
alasan utama UMKM di sektor pertanian, industri dan perdagangan lebih karena tidak butuh
badan hukum/usaha, prosedur rumit dan tidak tahu cara mengurus badan usaha/hukum
(Gambar 6.16).
Gambar 6.15. Alasan Tidak Memiliki Badan Hukum/Badan
Usaha Menurut Skala Usaha
Gambar 6.16. Alasan Tidak Memiliki Badan Hukum/Badan
Usaha Menurut Sektor
53.64% 13.25% 15.89% 7.28%3.31%
6.62%
34.34% 13.13% 25.25% 17.17%3.03%
6.06%1.01%
23.53% 14.71% 26.47% 5.88%2.94%
14.71% 11.76%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Tidak Butuh Tidak tahu cara mengurus Prosedur rumit Mahal
Tidak ingin bayar pajak Menghindari gangguan Lainnnya
61.64% 9.59% 17.81% 8.22%4.11%
12.33%
47.95% 20.55% 16.44% 9.59%1.37%
5.48%8.22%
53.85% 16.92% 35.38% 16.92%1.54%
10.77%6.15%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Tidak Butuh Tidak tahu cara mengurus Prosedur rumit Mahal
Tidak ingin bayar pajak Menghindari gangguan Lainnnya
6.1.2 Persyaratan Mengurus Ijin
Secara konseptual, kepemilikan ijin usaha memberikan manfaat yang cukup besar bagi
aktivitas usaha UMKM disamping sebagai pemenuhan kewajiban sebagai warga negara yang
baik. Kepemilikan ijin usaha yang lengkap memberikan manfaat antara lain memberikan
kemudahan dalam melakukan transaksi usaha secara legal, terdaftar dalam database instansi
terkait sehingga memperoleh prioritas dalam pembinaan, pelatihan, bantuan dan promosi
usaha, dan memenuhi persyaratan kredit sehingga memberikan askes yang lebih luas dalam
pengajuan kredit bagi pengembangan usaha.
Namun demikian, terdapat sejumlah persyaratan yang memberatkan UMKM dalam
pengurusan ijin baik karena kemampuan UMKM yang terbatas maupun karena jumlah
persyaratan yang terlalu banyak dan tumpang tindih. Diantara sejumlah dokumen yang
dipersyaratkan dalam pengurusan ijin, secara keseluruhan terdapat 9 jenis persyaratan yang
dianggap memberatkan, yaitu akte pendirian usaha, gambar lokasi, ijin dari tetangga, NPWP,
rekomendasi camat, bukti pemilikan tanah, bukti SPPT PBB, rekomendasi asosiasi, dan
amdal/UPL-UKL (Gambar 6.17). Dari 9 persyaratan ijin yang memberatkan tersebut, ada tiga
persyaratan yang dinilai paling memberatkan yaitu akte pendirian usaha, rekomendasi/
pengantar camat/lurah dan ijin tetangga.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 57
Gambar 6.17. Persyaratan Ijin Paling Memberatkan
34.11%
23.33%
30.78%
23.78%
33.89%
23.33%
22.22%
6.11%
11.11%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35%
Akte Pendirian
Gambar lokasi
Ijin tetangga
NPWP
Rekomendasi/pengantarCamat/Lurah
Bukti pemilikan tanah
Bukti SPPT PBB
Rekomendasi asosiasi
AMDAL/UPL-UKL
Dari 9 jenis persyaratan paling memberatkan dalam pengurusan ijin, beragam alasan
yang dikemukakan oleh UMKM. Ada empat alasan yang menyebabkan UMKM memiliki
kesulitan untuk memenuhi persyaratan perijinan, yaitu biaya mahal, prosedur rumit, perlu
waktu lama, dan informasi tentang pengurusan dokumen persyaratan yang tidak jelas.
Dominasi alasan biaya mahal yang menyebabkan peryaratan ijin menjadi memberatkan
dinyatakan UMKM dalam pengurusan dokumen gambar lokasi. Dominasi alasan prosedur
rumit dinyatakan UMKM dalam pengurusan akte pendirian usaha dan NPWP. Selanjutnya
dominasi alasan perlu waktu lama dinyatakan UMKM dalam pengurusan beberapa persyaratan
yaitu ijin tetangga, rekomendasi/pengantar camat/urah, bukti pemilikan tanah, bukti SPPT PBB,
dan AMDAL/UPL-UKL. Dan terakhir, dominasi alasan informasi tidak jelas yang menyebabkan
persyaratan ijin menjadi memberatkan dinyatakan UMKM dalam memperoleh rekomendasi
asosiasi.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 58
Gambar 6.18. Alasan Persyaratan Ijin Paling Memberatkan
23.08% 44.87% 12.82% 19.23%
70.00% 30.00%
19.05% 20.63% 55.56% 4.76%
16.95% 52.54% 5.08% 25.42%
35.29% 61.76% 2.94%
14.29% 57.14% 28.57%
40.00% 60.00%
100.00%
1.79% 8.93% 89.29%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Akte Pendirian
Gambar lokasi
Ijin tetangga
NPWP
Rekomendasi/pengantar Camat/Lurah
Bukti pemilikan tanah
Bukti SPPT PBB
Rekomendasi asosiasi
AMDAL/UPL-UKL
Biaya Mahal Proses rumit Perlu waktu lama Informasi tidak jelas
6.1.3 Birokrasi dan Pelayanan
Birokrasi dan pelayanan merupakan salah satu apek penting dalam pengelolaan
perijinan dan mendorong UMKM untuk mau dan dapat mengurus perijinan dengan baik dan
nyaman. Birokrasi dan pelayanan perijinan yang dilaksanakan dengan baik akan mendorong
UMKM untuk melengkapi sejumlah perijinan yang berlum mereka miliki dan secara kontinu
memperpanjang perijinan yang telah habis masa berlakunya. Ada beberapa indiktor yang
menjadi penentu baik-buruknya birokrasi dan pelayanan perijinan, yaitu: (1) keramah-tamahan
petugas pelayanan perizinan, (2) kejelasan prosedur pelayanan, (3) kemampuan (skill) petugas
dalam memberikan penjelasan, (4) kelengkapan peralatan dan kenyamanan kantor perizinan,
(5) ada tidaknya dan atau besar kecilnya pungutan tidak resmi, (6) keberadaan sarana
penampungan keluhan, (7) tindak lanjut atas pertanyaan/keluhan, dan (8) ada tidaknya
duplikasi persyaratan dan prosedur.
Dari delapan indikator penentu baik-buruknya birokrasi dan pelayanan perijinan,
empat indikator dinilai sudah cukup baik oleh sebagian besar UMKM, yaitu (1) keramah-
tamahan petugas pelayanan perizinan, (2) kejelasan prosedur pelayanan, (3) kemampuan (skill)
petugas dalam memberikan penjelasan, (4) kelengkapan peralatan dan kenyamanan kantor
perizinan. Sementara itu, empat indiktor lainnya yang dinilai masih buruk oleh sebagian besar
UMKM adalah (1) ada tidaknya dan atau besar kecilnya pungutan tidak resmi, (2) keberadaan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 59
sarana penampungan keluhan, (3) tindak lanjut atas pertanyaan/keluhan, dan (4) ada tidaknya
duplikasi persyaratan dan prosedur. Berdasarkan penilaian UMKM ini, maka pada masa
mendatang upaya untuk mendorong aparatur pemerintah sebagai services agent perlu terus
dilakukan sesuai dengan standar operasional (SOP) yang berlaku, terutama berkaitan dengan
empat indikator birokrasi dan pelayanan yang dinilai masih buruk.
Gambar 6.19. Penilaian Terhadap Birokrasi dan Pelayanan Perijinan
92.05% 7.95%
86.34% 13.66%
91.10% 8.90%
85.88% 14.12%
29.94% 70.06%
46.75% 53.25%
28.06% 71.94%
50.00% 50.00%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Keramah-tamahan Petugas
Kejelasan prosedur pelayanan
Kemampuan petugasmemberikan penjelasan
Kelengkapan dan kenyamanankantor perizinan
Pungutan tidak resmi
Sarana penampungan keluhan
Tindak lanjutkan kepertanyaan/keluhan
Duplikasi persyaratan danprosedur
Ramah/Jelas/Baik/Ada Tidak ramah/Tidak jelas/buruk/Tidak ada
Salah satu upaya untuk mewujudkan birokrasi dan pelayanan perijinan yang baik
adalah dengan membentuk Pusat Pelayanan Satu Pintu (PPTSP) atau dikenal juga dengan
sistem pelayanan satu atap (Sintap) atau one stop services (OSS). Melalui sistem pelayanan ini
birokrasi dan pelayanan seluruh pengurusan perijinan dan sejumlah persyaratan perijinan
dilakukan secara terpadu dan transparan. Efeknya adalah biaya pengurusan perijinan menjadi
lebih murah, proses pengurusan menjadi lebih sederhana, waktu menjadi lebih cepat, dan
informasi tentang perijinan menjadi lebih jelas.
Walaupun pemerintah pusat dan sejumlah pemerintah daerah serta beberapa lembaga
donor (The Asia Foundation, Swisscontact, dan GTZ) telah mengembangkan program sistem
pelayanan satu atap, namun tidak banyak UMKM yang mengetahui tentang program ini. Dari
total UMKM yang disurvey pada studi ini, hanya sebagian kecil yang pernah memperoleh
informasi tentangn OSS/PPTSP baik menurut skala usaha maupun menurut sektor ekonomi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 60
(Gambar 6.20 dan 6.21). Hal ini mengindikasikan bahwa penyerbarluasan informasi tentang
OSS/PPTSP belum dilakukan dengan baik. Penyebarluasan informasi yang baik apabila
dilakukan secara kontinu, menggunakan berbagai media yang ada, dan menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti oleh berbagai kalangan masyarakat.
Gambar 6.20. Pernah Memperoleh Informasi Tentang
OSS/PPTSP Menurut Skala
Gambar 6.21. Pernah Memperoleh Informasi Tentang
OSS/PPTSP Menurut Sektor
7.77% 92.23%
12.62% 87.38%
21.05% 78.95%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Ya Tidak
8.00% 92.00%
13.61% 86.39%
10.76% 89.24%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Ya Tidak
Ada beberapa sumber informasi yang telah digunakan untuk menyebarluaskan
informasi tentang OSS/PPTSP. Dari UMKM yang pernah memperoleh informasi tentang
OSS/PPTSP, mereka memperoleh informasi tersebut dari TV, radio, lembaga perijinan, assosiasi
usaha, teman/keluarga, perusahaan lain, surat kabar/majalah, dan Perkumpulan masyarakat
(Gambar 6.22 dan 6.23).
Gambar 6.22. Sumber Informasi Tentang OSS/PPTSP
Menurut Skala
Gambar 6.23. Sumber Informasi Tentang OSS/PPTSP
Menurut Sektor
26.67% 6.67% 16.67% 10.00% 20.00% 3.33% 13.33% 3.33%
28.85% 11.54% 9.62%1.92%
5.77% 9.62%1.92%
28.85% 1.92%
15.38% 3.85% 17.31% 7.69%5.77% 26.92% 5.77% 9.62% 5.77%1.92%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
TV Radio Lembaga perijinan Assosiasi
Bulettin/Leaflet Internet Teman/keluarga Perusahaan lain
Surat kabar/majalah Majalah Pemda Perkumpulan masyarakat Lainnya
11.76% 29.41% 5.88%5.88% 29.41% 5.88%
5.88%
5.88%
20.59% 11.76% 11.76% 8.82%5.88%2.94%
23.53% 2.94%5.88%
5.88%
22.58% 6.45% 19.35% 3.23%3.23%
25.81% 9.68% 6.45%3.23%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
TV Radio Lembaga perijinan Assosiasi
Bulettin/Leaflet Internet Teman/keluarga Perusahaan lain
Surat kabar/majalah Majalah Pemda Perkumpulan masyarakat Lainnya
Berdasarkan skala usaha, tiga sumber informasi utama tentang OSS/PPTSP menurut
pengusaha Usaha Kecil dan Menengah adalah dari TV, lembaga perijinan dan perusahaan lain.
Sementara itu menurut Usaha Kecil, disamping bersumber dari TV, dua sumber informasi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 61
lainnya tentang OSS/PPTSP adalah radio dan teman/keluarga. Sementara itu berdasarkan
sektor ekonomi, tiga informasi utama tentang OSS/PPTSP pada pengusaha sektor pertanian,
industri dan perdagangan adalah dari TV, lembaga perijinan dan perusahaan lain.
Konsisten dengan pernyataan di atas, dua sumber informasi terbaik tentang OSS/PPTSP
menurut pengusaha berdasarkan skala usaha maupun berdasarkan sektor ekonomi adalah dari
TV dan lembaga perijinan (Gambar 6.24 dan 6.25). Berdasarkan pendapat ini, maka
penyebarluasan informasi secara kuantitas maupun kualitas melalui TV dan lembaga perijinan
merupakan suatu keniscayaan. TV sebagai suatu media yang sudah memasyarakat sampai ke
pelosok tanah air merupakan media yang efektif bagi penyebarluasan informasi penting ini. TV
tidak saja sebagai media hiburan bagi masyarakat, namun dapat dimanfaatkan secara optimal
untuk menyebarluaskan informasi penting, misalnya tentang OSS/PPTSP.
Gambar 6.24. Sumber Informasi Terbaik Tentang OSS/PPTSP
Menurut Skala
Gambar 6.25. Sumber Informasi Terbaik Tentang OSS/PPTSP
Menurut Sektor
50.00% 5.56% 33.33% 11.11%
53.85% 5.13% 12.82% 5.13%2.56%
17.95% 2.56%
34.21% 5.26% 39.47% 5.26%2.63%
5.26%5.26%
2.63%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
TV Radio Lembaga perijinan Assosiasi
Internet Teman/keluarga Perusahaan lain Surat kabar/majalah
Perkumpulan masyarakat Lainnya
42.86% 28.57% 21.43% 7.14%
38.10% 52.38%
4.76%
4.76%
32.00% 16.00% 36.00% 4.00%4.00%
4.00%4.00%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
TV Radio Lembaga perijinan Assosiasi
Internet Teman/keluarga Perusahaan lain Surat kabar/majalah
Perkumpulan masyarakat Lainnya
6.1.4 Kebijakan Daerah
Berbagai kebijakan perlu diterapkan oleh pemerintah daerah dalam merumuskan dan
mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Kebijakan Pemerintah Daerah haruslah bersifat
akomodatif, transparan, dan bersifat memudahkan/membantu para pelaku usaha. Akomodatif
mengandung pengertian bahwa dalam setiap kegiatan merumuskan dan mengevaluasi
peraturan terkait perijinan, Pemerintah Daerah senantiasa melibatkan para pengusaha terkait.
Transparan mengandung pengertian bahwa setiap peraturan disosialisasikan secara
menyeluruh dan terbuka kepada publik. Dan terakhir, kebijakan daerah bersifat
memudahkan/membantu para pelaku usaha mengandung pengertian berbagai kebijakan
terkait perijinan hendaknya ditujukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif atau
ditujukan pada peningkatan kinerja dunia usaha.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 62
Hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar usaha baik menurut skala maupun
menurut sektor ekonomi menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam
merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Kondisi ini dipertegas lagi oleh
pernyataaan sebagian besar pelaku usaha baik menurut skala usaha maupun menurut sektor
ekonomi bahwa mereka tidak pernah mendengar pengusaha lain/asosiasi dilibatkan dalam
merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan (Gambar 6.26 dan 6.27). Hal ini
mengindikasikan bahwa kebijakan daerah dalam bentuk perumusan dan implementasi
peraturan perijinan belum akomodatif dan transparan.
Lebih lanjut dari Gambar 6.26 dan 6.27, terkait dengan keberpihakan pemerintah
daerah dalam memudahkan perijinan, sebagian besar usaha menurut skala maupun menurut
sektor menyatakan bahwa Pemerintah Daerah tidak berpihak kepada mereka. Hal ini
mengindikasikan bahwa cenderung terjadi diskriminasi, dimana Pemerintah Daerah lebih
cenderung memberikan kemudahan kepada usaha besar daripada kepada Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
Gambar 6.26. Informasi Kebijakan Daerah Menurut Skala
Gambar 6.27. Informasi Kebijakan Daerah Menurut Sektor
5.70%
94.30%
7.40%
92.60%
14.63%
85.37%
11.50%
88.50%
17.57%
82.43%
17.69%
82.31%
16.36%
83.64%
25.00%
75.00%
32.28%
67.72%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Mik
roK
ecil
Me
neng
ah
Ada keberpihakan Pemda dalam memudahkan perijinan
Pernah mendengar orang lain/assosiasi dilibatkan/dimintai masukan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturanperijinan
Pernah dilibatkan/dimintai masukan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan perijinan
8.02%
91.98%
12.56%
87.44%
6.96%
93.04%
8.33%
91.67%
17.31%
82.69%
16.67%
83.33%
25.32%
74.68%
30.56%
69.44%
17.26%
82.74%
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00%
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Per
tani
anIn
dust
riP
erda
gang
an
Ada keberpihakan Pemda dalam memudahkan perijinan
Pernah mendengar orang lain/assosiasi dilibatkan/dimintai masukan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturanperijinan
Pernah dilibatkan/dimintai masukan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan perijinan
Salah satu bentuk kemudahan yang diberikan Pemerintah Daerah kepada UMKM
adalah Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Program ini dilakukan Pemerintah Daerah
mengingat masih banyak masyarakat (UMKM) yang belum memiliki bukti kepemilikan tanah
dalam bentuk sertifikat. Kepemilikan tanah bersertifikat ini sangat penting karena merupakan
salah satu persyaratan yang lazim digunakan oleh perbankan, yaitu sebagai agunan. Dengan
kata lain, kepemilikan tanah bersertifikat dapat meningkatkan akses UMKM terhadap kredit
karena dapat menjadikan sertifikat tanah sebagai agunan untuk memperoleh pinjaman dari
bank.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 63
Hasil survey menunjukkan bahwa cukup banyak pelaku usaha yang tidak tahu tentang
adanya Program Bantuan Sertifikasi Tanah (Gambar 6.28). Dari 28.86% UMKM yang
mengetahui tentang Program Bantuan Sertifikasi Tanah, hanya 26.05% yang memanfaatkan,
sedangkan 63.95% sisanya tidak memanfaatkan program tersebut.
Gambar 6.28. Keberadaan Program Bantuan Sertifikasi Tanah
24.86% 20.45% 54.69%
36.05% 63.95%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Program Pemda untukmembantu sertfikasi tanah
Memanfaatkan programsertfikasi tanah tsb
Ya/Ada Tidak Tidak Tahu
Dari pelaku usaha yang memanfaatkan Program Bantuan Sertifikasi Tanah, sebagian
besar menyatakan bahwa program tersebut cukup membantu sampai dengan sangat
membatu (Gambar 6.29). Dengan adanya program tersebut pelaku usaha telah memiliki
sertifikat atas tanah yang dimilikinya sehingga memiliki kekuatan hukum tetap. Disamping itu,
kepemilikan sertifikat tanah dapat memperluas akses mereka dalam melaksanakan aktivitas
usaha terutama memperoleh akses yang lebih baik dalam pengajua kredit pada perbankan.
Gambar 6.29. Penilaian Terhadap Program Bantuan Sertifikasi Tanah
66.91%
28.25%
4.83%
Sangat Membantu Cukup Membantu Tidak Membantu
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 64
6.2 Tahap Operasional Usaha
Tahap operasional usaha merupakan tahapan ketika usaha sudah memiliki status
badan usaha yang jelas (formal) serta usaha telah memiliki perizinan yang diperlukan terkait
dengan jenis usaha yang dilakukan. Bagian ini akan memaparkan pengetahuan, pengalaman
dan persepsi pengusaha UMKM tentang beberapa aspek yang terkait dengan pajak dan
retribusi yang dikenakan kepada usaha, penyusunan dan implementasi kebijakan daerah,
peraturan ketenagakerjaan, aksessibilitas terhadap kredit, dan kuantitas dan kualitas
infrastrktur.
6.2.1 Pengetahuan Dan Kepatuhan Membayar Pajak
Secara garis besar, persepsi pengusaha UMKM tentang pengetahuan dan kepatuhan
membayar pajak dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu: (1) sumber informasi; (2)
penjelasan tentang pajak; (3) cara pembayaran pajak; (4) Alasan menggunakan perantara; (5)
manfaat yang dirasakan terhadap pajak yang dibayarkan.
6.2.1.1 Sumber informasi pajak
Informasi pajak adalah informasi yang terkait dengan jenis-jenis pajak, tarif pajak dan
tatacara pembayaran pajak. Berdasarkan hasil survey sebagian besar responden (67%) telah
mengetahui tentang pajak sedangkan sisanya 33% belum mengetahui tentang pajak.
Informasi tentang pajak yang diketahui berasal dari petugas pajak, biro jasa, media, asosiasi
atau sejenisnya dan sumber lainnya seperti keluarga dan teman.
Berdasarkan hasil survey sebagian besar (58%) responden telah memperoleh informasi
tentang pajak langsung dari petugas pajak. Sumber informasi lainnya yang penting adalah
media dan sumber lainnya. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat peranan petugas pajak
cukup dominan dalam memberikan informasi tentang pajak dan sebaliknya peranan asosiasi
usaha masih rendah.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 65
Gambar 6.30. Sumber Informasi Tentang Pajak
Informasi tentang pajak yang diketahui oleh pengusaha UMKM, sejalan dengan
kesadaran pengusaha UMKM yang cukup tinggi dalam membayar pajak. Hasil kajian
menunjukkan sebagian besar (82%) pernah membayar pajak dan sisanya (18%) tidak pernah
membayar pajak. Jika dilihat dari skala usaha, pengusaha skala menengah memiliki kesadaran
yang lebih tinggi dibandingkan pengusaha kecil dan mikro, yaitu mencapai 92% dari total
pengusaha menengah yang pernah membayar pajak. Sementara Usaha Kecil dan mikro yang
pernah membayar yaitu 88% dan 71%.
Jika dilihat dari sektor usaha, pengusaha di sektor pertanian memiliki kesadaran yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pengusaha di sektor pertanian dan industri. Proporsi UMKM
di sektor pertanian, di sektor perdagangan, dan di sektor industri yang pernah membayar
pajak masing-masing 85%, 82%, dan 77%. Secara lebih rinci, gambaran tentang pernah
tidaknya UMKM mebayar pajak sebagaimana Gambar 6.31.
Gambar 6.31. Pernah Tidaknya Pengusaha UMKM Membayar Pajak Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 66
6.2.1.2 Penjelasan tentang pajak
Walaupun pengusaha UMKM membayar pajak, namun dalam kenyataannya
pengetahuan mereka mengenai jenis, tarif dan cara perhitungan pajak masih sangat rendah.
Pengetahuan yang rendah terkait dengan pajak dimungkinkan karena sedikitnya sosialisasi
yang dilakukan. Hasil survey menunjukkan sebagian besar (64%) responden belum atau tidak
pernah mendapatkan sosialisasi dan penjelasan tentang pajak dan hanya 36% yang pernah
mendapatkan sosialisasi dan penjelasan tentang pajak. Disamping itu, dari 36% UMKM yang
pernah mendapatkan penjelasan, sekitar 60% responden menyatakan sosialisasi dan
penjelasan diperoleh dengan jelas dan sisanya 40% menyatakan tidak jelas. Gambaran
tentang sosialisasi dan penilaian sosialisasi tentang pajak sebagaimana Gambar berikut.
Gambar 6.32. Penjelasan Tentang Pajak dan Kejelasan Informasi
6.2.1.3 Cara pembayaran pajak
Metode pembayaran pajak yang dilakukan pengusaha UMKM dilakukan melalui
beberapa cara antara lain datang sendiri ke kantor pajak, datang sendiri ke bank atau
melalui jasa perantara. Berdasarkan hasil survey sebagian besar responden melakukan
pembayaran pajak dengan cara datang sendiri ke kantor pajak. Secara detil metode
pembayaran pajak oleh UMKM dapat dilihat pada gambar berikut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 67
Gambar 6.33. Cara Pembayaran Pajak oleh UMKM
Cara pembayaran pajak dengan datang langsung ke kantor pajak dapat terjadi karena
beberapa faktor, antara lain: keramah-tamahan, kejelasan prosedur, skill petugas, kelengkapan
dan kenyamanan kantor dan lainnya yang cukup baik. Dari sejumlah faktor tersebut, faktor
keramah tamahan, kelengkapan dan kenyamanan kantor, skill petugas dan kejelasan prosedur
merupakan faktor-faktor yang dianggap baik oleh UMKM. Sementara aspek pelayanan yang
mendapat penilaian buruk adalah pungutan yang tidak resmi, tindak lanjut keluhan,
kemudahan prosedur dan persyaratan, dan sarana penampungan keluhan. Secara lebih detil
gambaran penilaian terhadap aspek pelayanan pajak sebagaimana terlihat pada Gambar
berikut.
Gambar 6.34. Penilaian terhadap Aspek Pelayanan Pajak
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 68
6.2.1.4 Penggunaan jasa perantara
Seperti yang telah diuraikan dalam sub bab sebelumnya bahwa meskipun lebih rendah
dari UMKM yang membayar langsung ke kantor pajak, tetapi penggunaan jasa perantara
ternyata lebih dominan digunakan oleh UMKM dibandingkan membayar langsung ke bank.
Jika dirinci menurut skala usaha, penggunaan jasa perantara lebih dominan digunakan oleh
Usaha Mikro dibandingkan dengan Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Sedangkan menurut
sektor ekonomi, UMKM di sektor perdagangan lebih dominan menggunakan dibandingkan
UMKM di sektor pertanian dan di sektor industri. Secara lebih rinci pembayaran pajak menurut
skala usaha dan sektor usaha dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.35. Penggunaan Jasa Perantara menurut Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
Penggunaan jasa perantara oleh UMKM dominan disebabkan karena lebih mudah.
Alasan ini disampaikan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Sedangkan Usaha Menengah lebih
menekankan kepada faktor lebih cepat. Tetapi untuk sektor ekonomi, UMKM di ketiga sektor
tersebut dominan menyatakan bahwa pertimbangan lebih mudah merupakan alasan dalam
penggunaan jasa perantara.
Gambar 6.36. Alasan Penggunaan Jasa Perantara Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 69
Kendatipun pengurusan pajak melalui perantara dapat lebih mudah dalam
pembayaran pajak, namun dari sisi pelayanan jasa perantara secara umum dinilai biasa saja.
Berdasarkan hasil survey, sekitar 46% UMKM menyatakan pelayanan yang diberikan oleh
perantara biasa saja dan hanya 26% yang menyatakan memuaskan.
Gambar 6.37. Pendapat Mengenai Layanan Jasa Perantara Menurut Skala Usaha dan Sektor Usaha
6.2.1.5 Manfaat Pembayaran Pajak
Secara umum pengusaha UMKM tidak mengetahui manfaat atas pembayaran pajak
yang mereka lakukan. Kondisi ini dominan terjadi pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil.
Sedangkan Usaha Menengah lebih dominan mengetahui manfaat dari pajak yang dibayarkan.
Jika dilihat berdasarkan sektor usaha, UMKM di sektor industri dan perdagangan lebih
dominan tidak mengetahui tentang manfaat dari pajak yang dibayarkan. Sedangkan UMKM di
sektor pertanian lebih dominan menyatakan bahwa mereka tidak merasakan manfaat dari
pajak yang dibayarkan. Lebih jauh tentang manfaat pajak yang dirasakan oleh pengusaha
UMKM berdasarkan skala usaha dan sektor ekonomi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.38. Merasakan Manfaat Atas Pembayaran Pajak Yang Dilakukan
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Usaha
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 70
Berkenaan dengan jumlah jenis pajak yang dibayarkan, sekitar 59% UMKM
menyatakan cukup. Disamping itu terdapat sekitar 16% UMKM yang menyatakan tidak tahu.
Persepsi tentang jenis pajak yang harus dibayar baik menurut skala usaha maupun sektor
ekonomi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.39. Pendapat UMKM Tentang Jumlah Jenis Pajak Yang Dibayar
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
6.2.1.6 Jenis pajak yang dibayarkan
Jenis pajak lainnya seperti pajak daerah menjadi jenis pajak yang paling banyak
dibayarkan oleh UMKM seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.40. Sekitar 40.31% responden
UMKM membayar pajak lainnya, disusul oleh PBB yang dibayarkan oleh 15.29% responden
UMKM. Pajak Kendaraan Operasional dibayarkan oleh 14.46, disusul Pajak Penghasilan/PPh
(12,80%). Sekitar 8.89% responden juga sudah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
8.25% sudah membayar pajak reklame.
Gambar 6.40. Jenis Pajak Yang Dibayarkan
PPN8.89%
PPh12.80%
PBB15.29%
Pajak Reklame8.25%
Pajak Kendaraan operasional
14.46%
Lainnya40.31%
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 71
Lebih rinci dapat dilihat, rata-rata tarif yang dikenakan untuk pajak pertambahan nilai
adalah sebesar 11,4 persen dengan nilai rata-rata pengenaan tarif adalah Rp. 193.587,15,-.
Untuk pajak pembangunan rata-rata pengenaan tarif adalah Rp.384.642,86, untuk pajak
reklame rata-rata pengenaan tarif adalah Rp. 109.421,43,-, untuk pajak kendaraan
operasional rata-rata pengenaan tarif adalah Rp. 1.653.295,56,-, dan pajak bumi bangunan
rata-rata pengenaan tarif adalah sebesar Rp.79.472,45,. Sebagian besar responden
berpendapat bahwa tarif pajak yang dikenakan pada masing-masing jenis pajak termasuk
dalam kategori wajar. Secara detil persepsi UMKM tentang tarif pajak dapat dilihat pada
Gambar 6.41. Pengenaan tarif pajak dilakukan berdasarkan aturan tertentu yang dapat
dikenakan secara progresif ataupun secara proporsional. Terkait dengan pajak yang dikenakan
secara progresif responden memberikan penilaian yang beragam (Gambar 6.42). Sebagian
responden tidak tahu apakah pajak yang dibayarkan dikenakan secara progresif atau tidak.
Terdapat sekitar 33% responden yang menyatakan pajak dibebankan secara progresif.
Gambar 6.41. Persepsi responden terhadap tarif pajak
terkait usaha
Gambar 6.42. Persepsi Responden Tentang Pajak Bersifat
Progressif
Mahal13% Murah
7%
Wajar80%
Ya33%
Tidak31%
Tidak Tahu36%
Baik menurut skala usaha maupun sektor ekonomi, dominan responden tidak
mengetahui apakah pajak bersifat progressif atau tidak. Meskipun demikian, Usaha Kecil dan
Usaha Menengah yang menyatakan mengetahui tentang pajak bersifat progressif ternyata
lebih banyak dibandingkan yang tidak mengetahui. Hal yang sama diungkapkan oleh UMKM
di sektor pertanian yang menyatakan mengetahui pajak bersifat progressif dibandingkan
UMKM di sektor industri dan perdagangan. Penjelasan lebih rinci tentang pajak progrsif yang
dibayarkan menurut skala usaha dan sektor usaha sebagaimana gambar berikut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 72
Gambar 6.43. Pendapat UMKM Tentang Pajak Berisifat Progressif
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
Guna memberikan perbaikan terhadap pelayanan pajak berkaitan dengan cara
pembayaran pajak, secara umum, 54,46% responden mengusulkan agar petugas pajak secara
proaktif datang ke tempat usaha, 25,80% menyatakan pembayaran sebaiknya dilakukan
langsung ke loket pajak, sementara 15,76% lainnya mengusulkan pembayaran pajak melalui
bank, dan hanya 3,35% yang mengusulkan pembayaran melalui perantara. Gambar 6.44
berikut memberikan gambaran secara rinci tentang usulan cara pembayaran pajak yang
diinginkan responden.
Gambar 6.44. Pendapat responden tentang usulan cara pembayaran pajak
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 73
6.2.2 Pengetahuan Dan Kepatuhan Membayar Retribusi
6.2.2.1 Pengetahuan dan sumber informasi tentang retribusi
Informasi retribusi adalah informasi yang terkait dengan jenis-jenis retribusi, tarif
retribusi dan tatacara pembayaran retribusi. Berdasarkan hasil kajian sebagian besar UMKM
mengetahui tentang keberadaan dan jenis-jenis retribusi. Sedangkan sebagian besar UMKM
tidak mengetahui tentang tarif dan tata cara retribusi. Dengan kata lain, besarnya tarif retribusi
yang dikenakan oleh instansi yang terkait tidak diketahui dengan jelas dasar pengenaannya.
Sehingga dalam prakteknya, pengusaha membayar retribusi karena kewajiban. Adapun
mengenai alasan untuk harus membayar retribusi, besaran tarif yang sesuai aturan yang harus
dibayar, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur oleh peraturan daerah tidak diketahui
dengan jelas oleh sebagian besar pengusaha UMKM. Secara detil, pengetahuan UMKM
tentang retribusi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.45. Pengetahuan Tentang Retribusi
Sumber informasi tentang retribusi dapat berasal dari petugas pemerintah, biro jasa,
media, asosiasi atau sejenisnya dan sumber lainnya seperti keluarga dan teman. Tidak
berbeda dengan sumber informasi tentang pajak, sebagian besar UMKM mengatakan bahwa
sumber utama tentang retribusi diperoleh dari petugas pemerintah. Sumber lainnya yang
dominan adalah media, utamanya media cetak. Sedangkan peranan aosiasi usaha masih
rendah. Secara detail, sumber informasi tentang retribusi dapat dilihat pada gambar berikut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 74
Gambar 6.46. Sumber Informasi Tentang Retribusi
6.2.2.2 Kepatuhan membayar retribusi
Meskipun UMKM tidak mengetahui dengan jelas dasar pengenaan retribusi dan hanya
membayar karena kewajiban, UMKM memiliki kepatuhan yang cukup tinggi dalam membayar
retribusi. Hasil kajian menunjukkan sekitar 60% UMKM telah melaksanakan pembayaran
retibusi.
Berdasarkan skala usaha, Usaha Kecil dan Usaha Menengah dominan telah melakukan
pembayaran retribusi. Sebaliknya, Usaha Mikro masih dominan yang belum membayar
retribusi. Sedangkan berdasarkan sektor usaha, UMKM di sektor industri dan di sektor
perdagangan lebih dominan dalam melakukan pembayaran retribusi. Sedangkan UMKM di
sektor pertanian lebih dominan yang tidak membayar retribusi. Secara lebih rinci, gambaran
tentang pernah tidaknya pengusaha UMKM mebayar retribusi dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 6.47. Kepatuhan UMKM Membayar Retribusi
Berdasarkan Skala Usaha dan Sektor Ekonomi
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 75
6.2.2.3 Pemungutan retribusi
Instansi yang berwenang memungut retribusi kepada pengusaha UMKM selama ini
adalah dinas teknis pemerintah daerah yang terkait langsung dengan pelaksanaan retribusi
tersebut. Meskipun demikian, terdapat sekitar 20% - 24% UMKM yang pernah didatangi
oleh pihak-pihak selain dinas teknis pemerintah daerah untuk mengumpulkan retribusi atau
pungutan.
Jika dirinci menurut skala usaha, dibandingkan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Usaha
Menengah lebih sering didatangi oleh pihak-pihak selain dinas teknis PEMDA untuk
mengumpulkan retribusi atau pungutan. Kondisi yang sama juga dialami oleh UMKM yang
bergerak di sektor perdagangan. Secara lebih rinci, gambaran tentang pengalaman UMKM
dalam pengumpulan retribusi atau pungutan yang dilakukan oleh pihak-pihak selain dinas
teknis PEMDA dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.48. Keberadaan Lembaga Lain dalam Memungut Retribusi Selain Dinas Teknis PEMDA
Beberapa responden menyebutkan pada waktu tertentu ada permintaan yang
dikalangan pengusaha disebut sebagai “sumbangan”. Umumnya permintaan sumbangan
kepada pengusaha yang bersangkutan dilakukan menjelang hari peringatan ulang tahun
kemerdekaan RI setiap tahun. Tidak ditentukan jumlah tertentu untuk sumbangan yang harus
dikeluarkan. Namun untuk hal yang demikian itu, pengusaha tidak merasa keberatan dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak menimbulkan high cost economy. Pihak yang
rutin meminta sumbangan yang disebutkan di atas adalah kelurahan, kecamatan, kepolisian,
dan TNI.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 76
6.2.2.4 Pendapat mengenai pengenaan retribusi
Untuk beberapa aspek yang berkaitan dengan pengenaan retribusi seperti: kepatutan
obyek, kepatutan jenis, keterjangkauan, manfaat retribusi, kualitas pelayanan, dan pilihan
penyediaan layanan, sebagian besar UMKM (55%) memiliki persepsi yang baik dan selebihnya
(45%) reponden memiliki persepsi tidak baik. Meskipun demikian, dari 6 aspek yang
disebutkan diatas, untuk aspek pilihan penyediaan layanan sebagian besar UMKM menyatakan
tidak baik/layak. Secara lebih detail gambaran penilaian terhadap aspek pengenaan retribusi
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 6.49. Persepsi UMKM Terhadap Pengenaan Retribusi
6.2.3 Pengetahuan dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Ketenagakerjaan
Pengetahuan UMKM terhadap peraturan ketenagakerjaan secara umum tidak terlalu
baik. Hanya 21.91% UMKM yang mengetahui peraturan dan ketentuan ketenagakerjaan yang
terkait dengan usahanya. Tingkat pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih
tinggi pada Usaha Menengah dan Usaha Kecil dibanding pada Usaha Mikro. Sekitar 26.7%
Usaha Kecil dan Menengah mengetahui peraturan ketenagakerjaan sementara di Usaha Mikro
hanya sebesar 15.24%. Hal ini bisa dipahami mengingat peraturan dan ketentuan tentang
ketenagakerjaan lebih terkait langsung dengan skala usaha yang semakin besar seperti
kewajiban bagi pengusaha terhadap pekerja yang hanya dikenakan pada skala usaha tertentu.
Ketentuan tentang ketenagakerjaan yang dibuat melalui peraturan daerah juga lebih banyak
ditujukan pada Usaha Menengah dan besar. Sementara Usaha Kecil apalagi mikro umumnya
dikecualikan dari aturan tersebut.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 77
Gambar 6.50 Tingkat pengetahuan tentang peraturan terkait ketenagakerjaan
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Ya Tidak
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Ya Tidak
Diantara sektor usaha, sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran juga
lebih lebih mengetahui peraturan tentang ketenagakerjaan dibanding UMKM di sektor
pertanian. Lebih dari 20% UMKM di kedua sektor tersebut mengetahui peraturan
ketenagakerjaan. Sementara hanya 8,53% UMKM di sektor pertanian yang mengetahui
peraturan ketenagakerjaan. Hal ini juga disebabkan karena peraturan ketenagakerjaan yang
ada dari pusat maupun dari [eraturan daerah lebih banyak terkait dengan kegiatan dibidang
industri dan perdagangan.
Peraturan yang paling banyak diketahui oleh UMKM adalah peraturan terkait dengan
upah seperti upah minimun regional/propinsi, diikuti peraturan tentang jaminan kesejahteraan
bagi pekerja seperti peraturan tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Sekitar
61.10% UMKM mengetahui adanya peraturan tentang UMR yang terkait dengan kegiatan
usaha dan 44.12% UMKM mengetahui peraturan tentang kewajiban Jamsostek bagi pelaku
usaha. Tingkat pengetahuan tentang adanya ketentuan kesepakatan kerja bersama (KKB)
antara pengusaha dengan pekerjaannya. Hanya 28.23% UMKM yang mengetahui adanya
ketentuan tentang KKB.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 78
Gambar 6.51 Pengetahuan tentang jenis peraturan terkait ketenagakerjaan
0% 20% 40% 60% 80% 100%
UMR
Jamsostek
Kesepakatan KerjaBersama (KKB)
Penyediaan fasilitaspekerja
Tahu Tidak Tahu
Meskipun tingkat pengetahuan UMKM berbeda untuk tiap jenis peraturan terkait
ketenagakerjaan, namun UMKM memiliki penilaian yang sama terhadap peraturan
ketenagakerjaan. Peraturan tentang UMR menjadi peraturan yang dianggap paling
memberatkan oleh UMKM diikuti dengan ketentuan tentang Jamsostek. Sekitar 37.94%
UMKM menyatakan keberatan terhadap ketentuan UMR dan 35.95% menyatakan keberatan
terhadap ketentuan tentang Jamsostek. Adanya kewajiban yang berimplikasi biaya bagi
UMKM menjadi dasar keberatan atas ketentuan tersebut. Sekitar 31,9% UMKM juga menilai
peraturan tentang kesepakatan kerja bersama memberatkan bagi pelaku usaha.
Penilaian terhadap peraturan ketenagakerjaan juga sejalan dengan kepatuhan UMKM
terjadap pemenuhan peraturan tersebut bagi UMKM yang telah wajib memenuhi ketentuan
dalam peraturan tersebut. Penilaian terhadap peraturan Jamsostek yang dinilai meberatkan
oleh 35.95% UKM diikuti dengan hanya 19% UMIKM yang memenuhi peraturan tersebut.
Sementara untuk peraturan tentang KKB yang dinilai memberatkan oleh lebih sedikit UMKM,
dipenuhi ketentuannya oleh lebih banyak UMKM dibandingkan dengan ketentuan tentang
Jamsostek. Sekitar 32.24% UMKM telah memenuhi ketentuan tentang Jamsostek.
Meskipun mengetahui ketentuan tentang ketenagakerjaan seperti Jamsostek dan KKB,
namun tidak semua UMKM mengetahui manfat yang dirasakan dari ketentuan tersebut. Dari
UMKM yang mengetahui peraturan dan ketentuan tentang Jamsostek, 39.16% menyatakan
ketentuan tersebut bermanfaat bagi pelaku usaha. Hanya 1.81% UMKM yang menyatakan
ketentuan tersebut tidak bermanfaat dan sisanya tidak mengetahui manfaat dari dipenuhinya
peraturan tentang Jamsostek. Sementara untuk peraturan KKB, dari UMKM yang
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 79
mengetahuinya, 34.21% menilai ketentuan tentang KKB bermanfaat bagi pelaku usaha dan
hanya 5.98% yang menyatakan ketentuan tersebut tidak bermanfaat.
Gambar 6.52 Kepatuhan dan penilaian UMKM terhadap peraturan ketenagakerjaan
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Sudahmemenuhiketentuan
Jamsostek
Sudahmemenuhi
ketentuan KKB
Ya Tidak
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pendapapattentang
ketentuanJamsostek
Pendapapattentang
ketentuan KKB
Bermanfaat Tidak Bermanfaat Titak Tahu
Dari penilaian terhadap peraturan ketenagakerjaan secara implisit terlihat bahwa
penilaian terhadap manfaat peraturan dan ketentuan tentang ketenagakerjaan identik dengan
pemenuhan terhadap ketentuan tersebut. Jumlah absolut UMKM yang sudah memenuhi
ketentuan ketenagakerjaan mendekati jumlah UMKM yang memberikan penilaian positif
tentang peraturan tersebut. Dengan kata lain, UMKM yang sudah memenuhi peraturan
ketenagakerjaan umumnya menilai ketentuan tersebut memberikan manfaat bagi UMKM. Dari
sisi kebijakan dan program bagi UMKM, pemerintah harus lebih banyak menjelaskan tentang
manfaat yang didapat dari pemenuhan ketentuan ketenagakerjaan kepada UMKM. Sebaliknya
pemerintah juga perlu mengurangi ketentuan ketenagakerjan yang tidak memberikan manfat
bagi UMKM dan justru memberikan beban tambahan bagi UMKM.
6.2.4 Aksesibilitas Terhadap Kredit
Ketersediaan modal masih merupakan kendala utama UMKM dalam melakukan
pengembangan usaha. Oleh karenanya untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan
ketersediaan modal, UMKM masih sangat membutuhkan pinjaman. Berdasarkan hasil survey
baik menurut skala usaha maupun sektor ekonomi, sebagian besar (> 50%) UMKM
menyatakan membutuhkan pinjaman. Menurut skala usaha, Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah yang menyatakan membutuhkan pinjaman, masing-masing sebanyak
66.32%, 71.13%, dan 68.25% (Gambar 6.53). Menurut sektor ekonomi, UMKM sektor
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 80
pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan yang menyatakan membutuhkan pinjaman,
masing-masing 80.66%, 71.24%, dan 64.08% (Gambar 6.54).
Walaupun membutuhkan pinjaman, tidak seluruh UMKM tersebut pernah mengajukan
pinjaman. Dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah yang menyatakan
membutuhkan kredit hanya sebagian yang pernah mengajukan kredit, masing-masing
56.35%, 71.55% dan 90.70%. Begitu juga apabila dilihat berdasarkan sektor ekonomi, dari
UMKM sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan yang menyatakan
membutuhkan kredit, hanya sebagian yang pernah mengajukan kredit, masing-masing
56.14%, 71.24%, dan 81.32%.
Gambar 6.53 Kebutuhan Terhadap Pinjaman dan Pengajuan
Kredit Menurut Skala
Gambar 6.54 Kebutuhan Terhadap Pinjaman dan Pengajuan
Kredit Menurut Sektor
66.32%
56.35%
71.13%
71.55%
68.25%
90.70%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Membutuhkan Pinjaman Pernah Mengajukan Kredit
80.66%
56.14%
71.24%
67.89%
64.08%
81.32%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Membutuhkan Pinjaman Pernah Mengajukan Kredit
Frekuensi pengajuan kredit yang lebih tinggi oleh Usaha Kecil dan Usaha Menengah
juga diikuti dengan frekuensi pengajuan kredit yang lebih tinggi daripada Usaha Mikro. Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah yang pernah mengajukan kredit lebih dari 2 kali,
masing-masing 31.03%, 40.00% dan 41.18%. Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
Menengah yang pernah mengajukan kredit 2 kali, masing-masing 27.59%, 22.86% dan
26.05%. Sementara itu yang pernah mengajukan kredit 1 kali, masing-masing 41.38%,
37.14%, dan 32.77%. Kenyatakan ini mengindikasikan bahwa semakin besar skala usaha
maka semakin baik akses terhadap kredit (Gambar 6.55).
Begitu juga dengan frekuensi pengajuan kredit yang lebih tinggi oleh UMKM sektor
perdagangan dan sektor industri yang lebih tinggi juga diikuti dengan frekuensi pengajuan
kredit yang lebih tinggi daripada UMKM sektor pertanian. UMKM sektor pertanian, sektor
industri, dan sektor perdagangan yang pernah mengajukan kredit lebih dari 2 kali, masing-
masing 35.05%, 35.85% dan 41.55%. UMKM sektor pertanian, sektor industri, dan sektor
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 81
perdagangan yang pernah mengajukan kredit 2 kali, masing-masing 25.77%, 25.16% dan
25.35%. Sementara itu yang pernah mengajukan kredit 1 kali, masing-masing 39.18%,
38.99%, dan 33.10%. Kenyatakan ini mengindikasikan bahwa akses kredit UMKM sektor
perdagangan lebih baik dari UMKM sektor industri, dan akses kredit UMKM sektor industri
lebih baik dari UMKM sektor pertanian (Gambar 6.56).
Gambar 6.55 Pengalaman Mengajukan Kredit
Menurut Skala
Gambar 6.56 Pengalaman Mengajukan Kredit
Menurut Sektor
41.38% 27.59% 31.03%
37.14% 22.86% 40.00%
32.77% 26.05% 41.18%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
1 kali 2 kali > 2 kali
39.18% 25.77% 35.05%
38.99% 25.16% 35.85%
33.10% 25.35% 41.55%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
1 kali 2 kali > 2 kali
Frekuensi pengajuan kredit Usaha Mikro yang relatif lebih rendah dari Usaha Kecil dan
Usaha Menengah bukan disebabkan oleh dokumen persyaratan kredit yang sulit dipenuhi.
Hasil survei menunjukkan bahwa dokumen persyaratan yang diminta untuk mengajuan kredit
adalah KTP, SIUP, TDP dan NPWP. Sebagian besar pengusaha baik menurut skala usaha
maupun menurut sektor ekonomi menyatakan bahwa seluruh dokumen persyaratan tersebut
dapat dipenuhi, hanya sebagian kecil yang menyatakan sulit dipenuhi (Gambar 6.57 dan 6.58).
Gambar 6.57 Persyaratan dan Penilaian Terhadap Persyaratan
Kredit Menurut Skala
Gambar 6.58 Persyaratan dan Penilaian Terhadap Persyarata
Kredit Menurut Sektor
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Mik
roK
ecil
Men
enga
h
KTP/Keterangan Domisili NPWP SIUP TDI Sertifikat tanah Lainnya
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Dapat Dipenuhi
Sulit Dipenuhi
Per
tani
anIn
dust
riP
erda
gang
an
KTP/Keterangan Domisili NPWP SIUP TDI Sertifikat tanah Lainnya
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 82
Frekuensi pengajuan kredit Usaha Mikro yang relatif lebih rendah dari Usaha Kecil dan
Usaha Menengah juga bukan disebabkan oleh jumlah dokumen persyaratan kredit yang
memberatkan. Sebagian besar pengusaha (> 70%) baik menurut skala usaha maupun
menurut sektor ekonomi menyatakan bahwa jumlah dokumen persyaratan kredit tidak
memberatkan dan sesuai, hanya sebagian kecil (< 30%) yang menyatakan jumlah dokumen
persyaratan tersebut memberatkan (Gambar 6.59 dan 6.60).
Gambar 6.59 Pendapat Tentang Jumlah Dokumen
Persyaratan Menurut Skala
Gambar 6.60 Pendapat Tentang Jumlah Dokumen
Persyaratan Menurut Sektor
28.44% 31.19% 40.37%
26.74% 29.95% 43.32%
27.34% 28.13% 44.53%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Memberatkan Tidak Memberatkan Sesuai
22.12% 24.04% 53.85%
25.49% 29.41% 45.10%
28.08% 28.08% 43.84%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Memberatkan Tidak Memberatkan Sesuai
Beberapa kebijakan yang dibuat perbankan terhadap pengajuan kredit oleh UMKM
baik menurut skala usaha (Gambar 6.61) maupun menurut sektor ekonomi (Gambar 6.62)
memang cenderung kurang kondusif bagi UMKM meskipun bank/lembaga keuangan cukup
informatif kepada UMKM. Bank juga kurang memberi kebijakan untuk kelonggaran
pemenuhan dokumen persyaratan kredit dan penggunaan purchasing order (PO) untuk
agunan kredit. Namun bank cukup informatif dengan memberikan informasi atas pengajuan
kredit yang dilakukan oleh UMKM. Sebaliknya informasi yang berasal dari pemerintah seperti
keberadaan program penjaminan kredit masih sangat kurang diterima oleh UMKM.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 83
Gambar 6.61 Kebijakan Bank Terhadap Pengajuan Kredit
Menurut Skala
Gambar 6.62 Kebijakan Bank Terhadap Pengajuan Kredit
Menurut Sektor
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Mik
roK
ecil
Men
enga
h
Mengetahui program/kebijakan lembaga penjamin kredit daerah
Menerima jawaban atas penolakan pengajuan kredit
Pernah mendapatkan kredit
Pernah mengggunakan purchasing order (PO) sebagai agunan
Bank selalu mensyaratkan asset tidak bergerak sebagai jaminan
Ada kebijakan bank untuk kelonggaran pemenuhan dokumen
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Per
tani
anIn
dust
riP
erda
gang
an
Mengetahui program/kebijakan lembaga penjamin kredit daerah
Menerima jawaban atas penolakan pengajuan kredit
Pernah mendapatkan kredit
Pernah mengggunakan purchasing order (PO) sebagai agunan
Bank selalu mensyaratkan asset tidak bergerak sebagai jaminan
Ada kebijakan bank untuk kelonggaran pemenuhan dokumen
Jangka waktu menerima jawaban atas permohonan kredit baik berupa penolakan
maupun persetujuan, sebagian besar (> 60%) pengusaha baik menurut skala usaha maupun
menurut sektor menyatakan bahwa jangka menerima jawaban relatif cepat, yakni kurang dari
1 bulan (Gambar 6.63 dan 6.64). Namun demikian, yang menyatakan bahwa jangka waktu
menerima jawaban lebih dari satu bulan juga cukup banyak, yakni berkisar antara 23%-32%
menurut skala usaha dan 20%-28% menurut sektor ekonomi.
Gambar 6.63 Jangka Waktu Menerima Jawaban Atas
Permohonan Kredit Menurut Skala
Gambar 6.64 Jangka Waktu Menerima Jawaban Atas
Permohonan Kredit Menurut Sektor
67.33% 31.68% 0.99%
65.19% 31.01% 3.80%
71.79% 23.93% 4.27%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
< 1 bulan 1-2 bulan > 3 bulan
72.73% 25.97% 1.30%
66.91% 28.06% 5.04%
76.58% 19.82% 3.60%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
< 1 bulan 1-2 bulan > 3 bulan
Pihak perbankan/lembaga keuangan tidak banyak memberikan insentif bagi UMKM
dalam proses kredit yang diterima UMKM. Insentif yang relatif lebih banyak diterima UMKM
adalah dalam bentuk bantuan penyusunan proposal dan unit khusus pelayanan UMKM
(Gambar 6.65 dan 6.66). Insentif dalam bentuk bantuan penyusunan proposal kredit hanya
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 84
diterima oleh 15.83% Usaha Mikro, 8.49% Usaha Kecil, dan 9.20% Usaha Menengah.
Sementara itu insentif dalam bentuk bantuan penyusunan proposal kredit menurut sektor
ekonomi diterima oleh 16.45% UMKM sektor pertanian, 18.47% UMKM sektor industri dan
20.59% UMKM sektor perdagangan.
Gambar 6.65 Bentuk Kemudahan yang Diberikan Perbankan
Menurut Skala
Gambar 6.66 Bentuk Kemudahan yang Diberikan Perbankan
Menurut Sektor
22.50% 35.00% 10.00% 15.83%16.67%
24.65% 35.92% 22.54% 8.45%8.45%
32.18% 28.74% 21.84% 9.20% 8.05%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Unit khusus pelayanan UMKM Bantuan penyusunan proposal kredit
Bantuan pengurusan sertfikat agunan Insentif pelunasan tepat waktu (IPTW)
Lainnya
18.99% 32.91% 13.92% 16.46% 17.72%
23.57% 26.75% 21.66% 18.47% 9.55%
24.51% 29.41% 11.76% 20.59% 13.73%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Unit khusus pelayanan UMKM Bantuan penyusunan proposal kredit
Bantuan pengurusan sertfikat agunan Insentif pelunasan tepat waktu (IPTW)
Lainnya
Sehubungan dengan masalah yang dialami terkait dengan kredit, sebagian besar
UMKM baik menurut skala maupun menurut sektor ekonomi, sebagian besar menyatakan
tidak pernah mengalami masalah terkait kredit (Gambar 6.67 dan 6.68). Menurut skala usaha,
Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang menyatakan tidak mengalami masalah
terkait kredit, masing-masing sebanyak 81.61%, 70.17% dan 80.53%. Sementara itu
menurut sektor ekonomi, UMKM sektor pertanian, sektor industri, dan sektor perdagangan
yang menyatakan tidak mengalami masalah terkait kredit, masing-masing sebanyak 82.93%,
79.08% dan 74.71%.
Gambar 6.67 Pernah Mengalami Masalah Terkait Kredit
Menurut Skala
Gambar 6.68 Pernah Mengalami Masalah Terkait Kredit
Menurut Sektor
18.39% 81.61%
29.83% 70.17%
19.47% 80.53%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Ya Tidak
17.07% 82.93%
20.97% 79.03%
25.29% 74.71%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Ya Tidak
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 85
Terhadap masalah yang muncul, UMKM dapat menyampaikan keluhan kepada bank
umum, BPR, lembaga keuangan bukan bank, koperasi, saudara/keluarga/teman,
pembeli/supplier, dan pelepas uang/rentenir. Dari berbagai tempat keluhan tersebut, UMKM
lebih banyak menyampaikan masalah tersebut ke bank umum atau tidak menyampaikan
masalah ke mana-mana (Gambar 6.69). Begitu juga dengan UMKM pada seluruh sektor
ekonomi, lebih banyak menyampaikan masalah tersebut ke bank umum atau tidak
menyampaikan masalah ke mana-mana (Gambar 6.70).
Gambar 6.69 Tempat Menyampaikan Keluhan Jika Ada
Masalah Kredit yang Diajukan Menurut Skala
Gambar 6.70 Tempat Menyampaikan Keluhan Jika Ada
Masalah Kredit yang Diajukan Menurut Sektor
35.29% 3.92%9.80%3.92% 21.57% 1.96% 23.53%
28.57% 2.86%12.86% 2.86%8.57%
2.86% 41.43%
56.25% 9.38% 6.25% 15.63% 12.50%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Bank Umum BPR Lembaga Keuangan Bukan Bank
Koperasi Saudara/keluarga/teman Pembeli/supplier
Pelepas uang/rentenir Tidak ke mana-mana
46.43% 3.57%7.14%
14.29% 25.00%
34.55% 3.64%14.55%
3.64% 41.82%
44.68% 2.13%2.13%
19.15% 2.13% 25.53%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Bank Umum BPR Lembaga Keuangan Bukan Bank
Koperasi Saudara/keluarga/teman Pembeli/supplier
Pelepas uang/rentenir Tidak ke mana-mana
Sebagai alternatif sumber tambahan modal, lembaga keuangan seperti bank umum
dan BPR serta keluarga/saudara/teman masih menjadi tempat utama bagi UMKM untuk
sumber permodalan. Pada saat membutuhkan permodalan tambahan, UMKM cenderung
mendatangi pihak bank umum atau BPR atau keluarga/saudara/teman dibanding pihak lain.
Dari berbagai sumber alternatif sumber permodalan tersebut, Usaha Mikro lebih banyak
memilih alternatif sumber tambahan modal berasal dari saudara/keluarga/teman, sedangkan
Usaha Kecil dan Menengah lebih banyak yang memiliki bank umum. Selanjutnya UMKM
sektor pertanian lebih banyak memilih alternatif sumber tambahan modal berasal dari
saudara/keluarga/teman, sedangkan UMKM sektor industri dan sektor perdagangan lebih
banyak yang memiliki bank umum.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 86
Gambar 6.71 Alternatif Sumber Tambahan Modal
Menurut Skala
Gambar 6.72 Alternatif Sumber Tambahan Modal
Menurut Sektor
27.17% 6.52%3.26%
6.52% 52.17% 2.17%1.09%
1.09%
47.20% 14.40%2.40%
4.80% 22.40% 2.40%5.60%
0.80%
40.48% 21.43%
7.14%
28.57% 2.38%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Mikro
Kecil
Menengah
Bank Umum BPR Lembaga Keuangan Bukan Bank
Koperasi Saudara/keluarga/teman Pembeli/supplier
Pelepas uang/rentenir Lainnya
38.10% 9.52% 40.48% 2.38%4.76%
0.00%
42.11% 9.21%3.95%
6.58% 34.21% 3.95%
37.07% 18.10%2.59%
3.45% 32.76% 0.86%5.17%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Pertanian
Industri
Perdagangan
Bank Umum BPR Lembaga Keuangan Bukan Bank
Koperasi Saudara/keluarga/teman Pembeli/supplier
Pelepas uang/rentenir Lainnya
6.2.5 Persepsi Terhadap Kuantitas dan Kualitas Infrastruktur
Penilaian terhadap pelayanan infrastruktur dilakukan dengan mengukur persepsi
masyarakat terhadap kuantitas dan kualitas penyediaan infrastruktur terhadap usaha yang
dilakukan UMKM. Penilaian dilakukan terhadap empat jenis infrastruktur yang dibutuhkan
oleh pelaku usaha. Keempat infrastruktur tersebut adalah infrastruktur listrik, air bersih,
telepon dan jalan raya. Penilaian meliputi ketersediaan, transparansi tarif, layanan pembayaran,
gangguan yang dialami dan mekanisme pengaduan terhadap gangguan.
Infrastruktur Listrik
Transparasi tarif menjadi isu yang paling dipermasalahkan oleh UMKM dalam
pelayanan infrastruktur listrik dibanding aspek lainnya. Rata-rata hanya sekitar 16% UMKM
yang mengetahui penghitungan tarif listik maupun penjelasan tentang penghitungan taruif
listrik. Skala usaha tidak membedakan aksesibilitas terhadap transparansi tarif listrik. Pada
usaha skala mikro, kecil maupun menengah, kurang dari 17% yang mengetahui cara
penghitungan tarif listrik maupun mendapatkan sosialisasi tentag tarif listrik.
Meskipun demikian, ketersediaan supply listrik dianggap sudah cukup baik oleh
UMKM. Ketersediaan supply listrik ini terutama dirasakan oleh usaha skala mikro dimana
79.3% menyatakan listrik cukup tersedia. Namun ketersediaan ini dirasakan masih kurang oleh
Usaha Menengah. Hanya 63.9% Usaha Menengah yang menyatakan supply listrik cukup
tersedia. Sebaliknya gangguan terhadap supply listrik juga paling dirasakan oleh Usaha
Menengah, diikuti oleh Usaha Kecil dan mikro. Sekitar 57.7% Usaha Menengah merasakan
adanya gangguan supply listrik. Gangguan listrik juga menjadi masalah krusial bagi UMKM
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 87
karena hampir 50% UMKM pernah merasakan gangguan listrik yang mengganggu usaha.
Usaha menegah bersama Usaha Kecil juga yang paling sering mengadukan masalah gangguan
supply listrik yang terjadi.
Pelayanan pembayaran listrik adalah pelayanan infrastruktur listrik yang dinilai sudah
berada pada kondisi paling baik dibanding layanan listrik lainnya. Lebih dari 75% UMKM
menyatakan layanan pembayaran listrik sudah baik. Namun sekitar 27.8% Usaha Kecil masih
menyatakan layanan pembayaran listrik masih belum baik.
Gambar 6.73 Penilaian UMKM terhadap layanan infrastruktur listrik
18.4%21.6% 16.4%
10.6%15.1% 13.3%
82.2% 72.2% 77.9%
79.3% 70.9% 63.9%
46.0% 47.4% 57.7%
25.3% 47.2% 47.5%
26.8%33.0% 32.7%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif listrik
Pernah mendapat sosialisasi cara penghitungantarif listrik
pelayanan pembayaran listrik cukup baik
Supply listrik baik
Ada gangguan listrik yang merugikan usaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Mikro Kecil Menengah
15.2 %19.4%14.6%
11.4 %14.2%12.5%
76 .1% 78.5% 72.4%
70 .3 % 72.0% 71.2%
4 5.2 % 53.1% 44.0%
3 5.3 % 35.5% 41.3%
3 5.1% 30.6% 29.9%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif listrik
Pernah mendapat sosialisasi cara penghitungantarif listrik
pelayanan pembayaran listrik cukup baik
Supply listrik baik
Ada gangguan listrik yang merugikan usaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Pertanian Industri Perdagangan
Diantara sektor usaha di UMKM, hampir tidak ada perbedaan penilaian terhadap
kondisi layanan infrastruktur listrik antara sektor pertanian, industri dan perdagangan, hotel
dan restoran. Sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) yang lebih
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 88
membutuhkan listrik, memberikan penilaian yang cukup baik terhadap ketersedian supply
listrik dan pelayanan pembayalan listrik Ketiga sektor tersebut juga kurang mendapat
transparansi tentang penghitungan tarif listrik. Namun UMKM di sektor industri lebih banyak
menyampaikan masalah tentang adanya gangguan supply listrik yang mengganggu usaha.
Sekitar 53.1% UMKM sektor industri mengalami gangguan listrik yang mengganggu usaha.
Pada sektor pertanian dan perdagangan, UMKM yang mengalami gangguan tersebut
mencapaui 46.2% dan 44%.
Infrastruktur Air Bersih
Persoalan transparansi penghitungan tarif dan sosialisasi tentang tarif juga menjadi
masalah utama dalam pelayanan air bersih. Kurang dari 20% UMKM yang mengetahui
penghitungan tarif air bersih dan mendapat sosialisasi penghitungan tarif air bersih. Semakin
kecil skala usaha, semakin kecil akses terhadap transparansi penghitungan tarif air bersih. Dari
sisi ketersediaan, supply air bersih relatif cukup baik dirasakan oleh UMKM pada semua skala
usaha meskipun pada Usaha Mikro, tingkat ketersediaan dirasakan oleh lebioh sedikit UMKM
dibanding pada skala kecil dan besar. Pelayanan pembayaran air bersih juga dinilai sudah
cukup memadai oleh pelaku usaha dimana hanya pada Usaha Mikro yang hampir 40%
menyatakan pembayaran air bersih belum cukup baik.
Masalah ketersediaan air bersih lebih banyak dialami oleh usaha skala menengah dan
skala kecil dibanding Usaha Mikro. Kondisi ini sangat tidak mendukung untuk pengembangan
usaha mengingat Usaha Kecil dan Menengah menghasilkan lebih banyak output dan
menyerap lebih banyak tenaga kerja. Gangguan pada supply air bersih yang dibutuhkan bagi
kegiatan usaha akan menyulitkan perkembangan usaha, termasuk bagi Usaha Mikro untuk
meningkat menjadi kecil dan menengah. Usaha Kecil dan Usaha Menengah juga lebih aktif
dalam menyampaikan komplain terkait gangguan supply air bersih yang dihadapi.
Secara sektoral, persoalan ketersediaan air bersih lebih dirasakan oleh usaha di sektor
pertanian. Meskipun sebagain besar UMKM menyatakan ketersediaan air bersih sudah baik,
namun 42.2% UMKM sektor pertanian menyatakan ketsediaan air bersih masih kurang.
Namun demikian, usaha di sektor industri dan perdagangan yang justru lebih merasakan
adanya gangguan dalam supply air bersih yang merugikan usaha. Hampir 40% usaha sektor
perdagangan menyatakan masih gangguan dalam supply air bersih. Tampaknya usaha di
sektor industri dan perdagangan lebih kritis terhadap pelayanan air bersih dibandingkan usaha
di sektor pertanian. Hanya 13.3% usaha sektor pertanian yang pernah mengadukan masalah
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 89
gangguan ketersediaan air bersih meskipun mereka menjadi pihak yang paling merasakan
supply air bersih kurang memadai.
Gambar 6.74 Penilaian UMKM terhadap layanan infrastruktur air bersih
12.1%19.6%21.7%
8.9%15.4%14.9%
61.2% 83.3% 81.7%
57.8% 77.2% 77.4%
17.9%28.7% 39.1%
13.3%37.8% 33.0%
17.2% 49.7% 41.7%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif air bersih
Pernah mendapat sosialisasi cara penghitungantarif air bersih
pelayanan pembayaran listrik cukup baik
Supply air bersih
Ada gangguan supply air yang merugikan usaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Mikro Kecil Menengah
15.0%12.9%13.3%
12.5%12.0%12.5%
72.0% 70.5% 75.8%
63.5% 66.8% 74.3%
18.5%27.0% 51.1%
20.3%24.0% 32.1%
28.6% 21.6% 32.9%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif air bersih
Pernah mendapat sosialisasi carapenghitungan tarif air bersih
pelayanan pembayaran listrik cukup baik
Supply air bersih
Ada gangguan supply air yang merugikanusaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Pertanian Industri Perdagangan
Infrastruktur Telepon
Diantara infrastruktur penunjang usaha lainnya, infrastruktur telekomunikasi paling
dirasakan tidak mengalami banyak gangguan yang mengganngu usaha dan pelayanan
pembayaran paling baik. Lebih dari 90% UMKM merasakan layanan pembayaran telepon
cukup baik khususnya bagi usaha skala kecil dan menengah. Namun ketersediaan jaringan
telepon dirasakan masih kurang oleh usaha skala mikro dimana 33.3% menyatakan
ketersediaan jaringan telepon masih belum cukup baik. Akses sambungan telepon lebih baik
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 90
pada usaha skala kecil dan menengah. Namun masalah gangguan dalam pelayanan
telekomunikasi juga lebih banyak dialami usaha skala kecil dan menengah.
Masalah transparansi penghitungan tarif telepon dan sosialisasi cara penghitungan tarif
masih menjadi masalah yang dialami oleh UMKM sebagaimana infrastruktur lainnya. Bahkan
lebih sedikiit UMKM yang mengetahui cara penghitungan tarif infrastruktur ini maupun
mendapatkan sosialisasi cara penghitungannya dibanding infrastruktur lain. Ketersediaan
supply jaringan telepon lebih dirasakan oleh usaha di sektor industri dan perdagangan
dibanding disektor pertanian. Namun gangguan terhadap jaringan telepon yang mengganggu
usaha juga lebih banyak dirasakan usaha di sektor industri dan perdagangan. Sektor pertanian
tampaknya masih tertinggal dalam pelayanan infrastruktur telpon yang terlihat dari
ketersediaan jaringan yang masih kurang, cukup signifikannya gangguan yang dialami dan
pelayanan atas pengaduan yang dinilai belum baik oleh banyak usaha di sektor pertanian.
Gambar 6.75 Penilaian UMKM terhadap layanan infrastruktur telepon
18.7%27.3%16.0%
8.5%18.8%12.1%
76.7% 93.7% 91.8%
38.1% 41.8% 40.0%
21.6% 39.9% 41.9%
26.5% 46.2% 46.1%
66.7% 85.6% 84.7%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif telepon
Pernah mendapat sosialisasi cara penghitungantarif telepon
pelayanan pembayaran telepon cukup baik
Ada gangguan jaringan telepon yang merugikanusaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Ketersediaan supply SST cukup baik
Mikro Kecil Menengah
17.2%22.0%16.4%
8.2%15.4%12.9%
77.1% 87.3% 90.0%
33.8% 48.0% 36.0%
23.0%34.0% 34.3%
35.0% 49.4% 47.4%
65.0% 76.5% 79.8%
0% 50% 100% 150% 200% 250%
Mengetahui penghitungan tarif telepon
Pernah mendapat sosialisasi cara penghitungantarif telepon
pelayanan pembayaran telepon cukup baik
Ada gangguan jaringan telepon yang merugikanusaha
Pernah mengadukan gangguan tersebut
Layanan pengaduan cukup baik
Ketersediaan supply SST cukup baik
Pertanian Industri Perdagangan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 91
Infrastruktur Jalan
Ketersedian infrastruktur jalan yang bisa diakses kendaraan roda empat ke tempat
usaha dirasakan sudah sangat memadai oleh sebagian besar UMKM. Lebih dari 90% UMKM
menyatakan tersedia jalan yang mendukung bagi kegiatan usaha di sekitar tempat usaha.
Pelayanan infrastruktur jalan yang cukup baik juga ditunjukkan oleh sedikitnya UMKM (sekitar
13%) yang menyatakan dikenakan pungutan untuk penyediaan/ pemeliharaan prasarana
jalan. Namun kualitas jalan yang cukup baik masih belum dirasakan oleh UMKM secara merata
khususnya usaha skala mikro dan menengah. Sekitar 33% usaha skala mikro dan menengah
menyatakan kualitas jalan yang ada belum cukup baik. Ketersedian sarana jalan juga belum
diikuti oleh pemeliharaan jalan yang maksimal. Sekitar 35% UMKM secara merata (pada
semua skala usaha) menyatakan pemeliharaan jalan belum memuaskan.
Gambar 6.76 Penilaian UMKM terhadap layanan infrastruktur jalan
91.2% 90.6% 95.2%
67.4% 75.8% 66.7%
13.9%13.3%13.1%
62.9% 64.6% 64.4%
0% 50% 100% 150% 200% 250% 300%
Tersedia jalan yang bisadilalui kendaraan roda 4 di
tempat usaha
Kualitas jalan yangtersedia cukup baik
Dikenakan biaya untukpenyediaan/pemeliharaanlayanan prasarana jalan
Pemeliharaan sarana jalanmemuaskan
Mikro Kecil Menengah
88.0% 91.4% 92.4%
59.9% 67.3% 74.4%
14.9%13.6%11.9%
57.9% 58.1% 70.0%
0% 50% 100% 150% 200% 250% 300%
Tersedia jalan yang bisadilalui kendaraan roda 4 di
tempat usaha
Kualitas jalan yangtersedia cukup baik
Dikenakan biaya untukpenyediaan/pemeliharaanlayanan prasarana jalan
Pemeliharaan sarana jalanmemuaskan
Pertanian Industri Perdagangan
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 92
Kualitas jalan yang belum memadai terutama dirasakan oleh UMKM di sektor
pertanian yang relatif berada pada lokasi yang jauh dari pusat kota. Hampir 40% UMKM
sektor pertanian menyatakan kualitas jalan belum memadai. Pada sektor industri dan
perdagangan yang menyatakan kualitas kurang memadai kurang dari 35%. Sektor
perdagangan merupakan sektor yang paling merasakan manfaat dari kondisi infrastruktur
jalan yang ada. Disamping tersedia bagi akses ke tempat usahanya dan kualitas jalan yang
cukup memadai, 70% UMKM di sektor perdagangan menyatakan pemeliharaan jalan sudah
cukup memuaskan. Pemerintah (pusat dan daerah) harus memberikan perhatian yang lebih
banyak pada penyediaan dan perbaikan infrastruktur jalan di sektor pertanian untuk
mendorong pengembangan UMKM di sektor tersebut.