Bab 5 Rencana Pola Ruang_revisi
-
Upload
reni-carica -
Category
Documents
-
view
85 -
download
6
description
Transcript of Bab 5 Rencana Pola Ruang_revisi
V - 3
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Rencana pola merupakan rencana distribusi subzona peruntukan yang antara
lain meliputi hutan lindung, zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di
bawahnya, zona perlindungan setempat, perumahan, perdagangan dan jasa, perkantoran,
industri, dan RTNH, ke dalam blok-blok. Rencana pola ruang dimuat dalam peta yang
juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan zonasi.
Rencana pola ruang berfungsi sebagai :
1. alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial, ekonomi, serta kegiatan pelestarian
fungsi lingkungan dalam BWP;
2. dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;
3. dasar penyusunan RTBL; dan
4. dasar penyusunan rencana jaringan prasarana.
Rencana pola ruang dirumuskan berdasarkan :
1. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dalam BWP; dan
2. perkiraan kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan
pelestarian fungsi lingkungan.
Rencana pola ruang dirumuskan dengan kriteria :
1. mengacu pada rencana pola ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW;
2. memperhatikan rencana pola ruang bagian wilayah yang berbatasan;
3. memperhatikan mitigasi dan adaptasi bencana pada BWP, termasuk dampak
perubahan iklim; dan
4. menyediakan RTH dan RTNH untuk menampung kegiatan sosial, budaya, dan
ekonomi masyarakat.
V - 3
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Rencana pola ruang RTR terdiri atas :
1. Zona lindung yang ditetapkan di wilayah perencanaan, meliputi :
a. zona hutan lindung;
b. zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai dan sempadan
sungai.
c. zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman kota dan
pemakaman;
d. zona suaka alam dan cagar budaya;
e. zona rawan bencana alam meliputi : zona rawan gelombang pasang dan zona
rawan abrasi pantai;
f. zona lindung lainnya.
2. Zona budidaya yang ditetapkan di wilayah perencanaan, meliputi :
a. zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan kepadatan
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (bila diperlukan dapat
dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel, rumah deret, rumah
tunggal, rumah taman, dan sebagainya); zona perumahan juga dapat dirinci
berdasarkan kekhususan jenis perumahan, seperti perumahan tradisional, rumah
sederhana/sangat sederhana, rumah sosial, dan rumah singgah;
b. zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret dan
perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam
lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan, dan
sebagainya);
c. zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran
swasta;
d. zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana pelayanan umum
pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan umum
kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, sarana pelayanan umum sosial
budaya, dan sarana pelayanan umum peribadatan;
e. zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan logam
dasar, industri kecil, dan aneka industri;
V - 3
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
f. zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk ke dalam
zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5 yang antara
lain meliputi zona untuk keperluan pertahanan dan keamanan, zona Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), zona Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), dan
zona khusus lainnya;
g. zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang antara lain
meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona pariwisata; dan
h. zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi
dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa, perumahan,
perdagangan/jasa dan perkantoran.
5.1. Zona Lindung
Kriteria pengklasifikasian zona dan sub zona kawasan lindung di wilayah
perencanaan disajikan pada tabel berikut.
5.3.1. Zona Hutan Lindung
Zona hutan lindung merupakan peruntukan ruang yang merupakan bagian dari
kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
Fungsi penetapan zona hutan lindung adalah :
1. Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi hutan lindung dan mencegah
timbulnya kerusakan hutan.
2. Meningkatkan fungsi hutan lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa.
Zona hutan lindung di wilayah perencanaan terdapat di Taman Nasional Bali
Barat yang terdapat di Lingkungan Asih, Lingkungan Asri, Lingkungan Arum,
Lingkungan Samiana dan Lingkungan Penginuman dengan luas 5.200 Ha.
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Tabel 5.1
Kriteria Pengklasifikasian Zona dan Sub Zona
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
1. Hutan Lindung
HL Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah
Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi hutan lindung dan mencegah timbulnya kerusakan hutan
Meningkatkan fungsi hutan lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan, dan satwa
Terjaga dan terwujudnya kelestarian fungsi hutan lindung dan tidak adanya kerusakan hutan
Meningkatnya fungsi hutan lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan, dan satwa
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih
Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % (empat puluh persen) atau lebih dan/atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau lebih di atas permukaan laut
Mengacu pada Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
Kawasan bercurah hujan yang tinggi, berstruktur tanah yang mudah meresapkan air dan mempunyai geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran
2. Perlindungan terhadap Kawasan Bawahannya
PB Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kawasan di bawahannya meliputi kawasan gambut dan kawasan resapan air
Meresapkan air hujan sehingga dapat menjadi tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air
Terserapnya air hujan sehingga menjadi tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air
Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sebagai pengontrol tata air permukaan
Mengacu pada Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota
3. Perlindungan Setempat
PS Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap
Terjaganya kelestarian fungsi pantai, waduk, dan sungai
Terjaganya kawasan dari aktifitas
Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
Mengacu pada Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota.
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, dan kawasan sekitar mata air
manusia fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Sempadan waduk daratan sepanjang tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50 (lima puluh)- 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat
Sempadan sungai i. garis sempadan
sungai bertanggul ditetapkan dengan batas
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
lebar paling sedikit 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul
ii. garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat yang berwenang
iii. garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh pejabat yang berwenang
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
4. Ruang Terbuka Hijau
RTH Area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat
Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih
Terjaganya ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
Terciptanya aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat
Meningkatnya keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih
Dialokasikan pada pada pusat-pusat pelayanan sesuai dengan hierarki taman yang akan direncanakan
Memiliki jalan akses minimum berupa jalan lingkungan (untuk taman lingkungan, jalan kolektor untuk taman kecamatan dan taman kota)
Memperhatikan ketentuan ketentuan yang terkait dengan perencanaan RTH perkotaan
Mengacu pada Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota dan Permen PU No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
5. Suaka Alam SC Peruntukan ruang yang Meningkatkan Meningkatnya Kawasan yang Mengacu pada
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
dan Cagar Budaya
merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya beserta nilai budaya dan sejarah bangsa
fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai budaya dan sejarah bangsa
Mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam
fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai budaya dan sejarah bangsa
Terjaganya keanekaragaman hayati, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam
ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta tipe ekosistemnya; dan/atau mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya
Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia dan/atau mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas
mempunyai ciri khas dan dapat
Permen PU No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kota
V - 11
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Zona Kode Definisi Fungsi Penetapan Kriteria Performa Kriteria Perencanaan Keterangan
merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan observasi
6. Rawan Bencana Alam
RB Peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering mengalami tanah longsor, gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan gunung berapi dan gempa bumi
Menetapkan zona yang tidak boleh dijadikan sebagai lokasi pembangunan apabila resiko bencana cukup tinggi
Pencegahan dan penanganan secara serius dalam bencana alam
Meminimalkan korban jiwa akibat bencana alam
Tidak adanya pembangunan apabila resiko bencana cukup tinggi
Terlaksananya upaya pencegahan dan penanganan dalam bencana alam
Terminimalisasinya jumlah korban jiwa akibat bencana alam
Lokasi yang berdekatan dengan sumber-sumber bencana (tebing tinggi, laut, bantaran sungai, gunung berapi
Sumber : Lampiran 1 Permen No 20 PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR Kota/Kabupaten
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.2. Zona Perlindungan Setempat
Zona perlindungan setempat merupakan bagian dari kawasan lindung yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan pantai, sempadan
sungai, kawasan sekitar danau atau waduk dan kawasan sekitar mata air. Di wilayah
perencanaan ditetapkan zona perlindungan setempat meliputi : zona sempadan sungai
dan zona sempadan pantai.
A. Zona Sempadan Sungai
Zona sempadan sungai adalah zona sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai
buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Tujuan
Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak
kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran
sungai.
Lokasi
Sungai yang melintasi wilayah perencanaan berada di dalam kawasan hutan lindung
Taman Nasional Bali Barat Lingkungan Penginuman.
B. Zona Sempadan Pantai
Zona sempadan pantai adalah kawasan prioritas sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai dengan tujuan
untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi
pantai.
Penetapan sempadan pantai dilakukan untuk mempertahankan fungsi kelestarian
fungsi pantai. Secara lebih rinci hal ini dimaksudkan :
1. untuk menekankan bahwa fungsi pantai dapat dinikmati oleh umum dan tidak
dapat dikuasai oleh perorangan atau swasta;
2. pelestarian fungsi pantai terhadap kerusakan alamiah (abrasi pantai) dapat
dicegah dan dikendalikan oleh pemerintah.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Maka berdasarkan kondisi serta kecendrungan perkembangan di wilayah
perencanaan maka harus dilakukan pengendalian dan pembatasan kegiatan
budidaya disekitar sempadan pantai guna melestarikan fungsi pantai. Jarak
sempadan pantai ditetapkan antara 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi
(berdasarkan RTRW Kabupaten Jembrana).
Kriteria Penetapan
Zona sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria :
- Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat untuk pantai di
luar kawasan efektif pariwisata; dan
- Pengecualian lebar sempadan pantai pada segmen-segmen kawasan
sempadan pantai diluar ketentuan untuk segmen-segmen pantai yang telah
mendapat kajian teknis dari instansi dan atau pakar terkait dan mendapatkan
rekomendasi gubernur.
Lokasi
Zona sempadan pantai di wilayah perencanaan tersebar di wilayah pesisir pantai
bagian utara dan barat mulai dari Lingkungan Jineng Agung sampai dengan
Lingkungan Penginuman.
Pengaturan
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka ketentuan pengaturan zona sempadan
pantai adalah :
- Pemanfaatan kawasan budidaya sepanjang tidak berdampak negatif
terhadap fungsi lindungnya meliputi :
i. obyek wisata antara lain rekreasi pantai dan olahraga pantai;
ii. kegiatan pertanian lahan basah, budidaya perikanan; dan
iii. kegiatan ritual keagamaan.
- Zona sempadan pantai yang memiliki batas berupa jalan atau
pedestrian di sepanjang pantai, pengelolaannya dapat didasarkan atas jarak
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
sempadan pantai atau jarak sempadan bangunan dengan jarak minimal sama
dengan jarak sempadan pantai yang ditetapkan sebelumnya dan disesuaikan
dengan keserasian tata bangunan dan lingkungan setempat;
- Pengembangan program pengamanan dan penataan pantai pada
seluruh zona pantai rawan abrasi;
- Zona pantai yang rawan tsunami wajib menyediakan tempat-tempat
dan jalur-jalur evakuasi;
- Perlindungan dan penanaman terumbu karang pada pantai pada
ekosistem yang sesuai; dan
- Integrasi sinergi antara pada kawasan dengan penggunaan campuran
antara kegiatan ritual, penambatan perahu nelayan tradisional serta kawasan
rekreasi pantai.
C. Kawasan Suci
Kawasan-kawasan suci yang dipandang memiliki nilai kesucian oleh umat Hindu di
Bali seperti kawasan gunung/perbukitan, danau, campuhan, pantai, loloan, laut dan
mata air.
Kawasan suci yang terdapat di wilayah perencanaan antara lain adalah :
- Kawasan Suci Campuhan
Yang dimaksud kawasan suci campuhan adalah kawasan pertemuan aliran dua
buah sungai. Kawasan suci campuhan sebarannya di wilayah perencanaan adalah
meliputi seluruh pertemuan aliran sungai dengan anak-anak sungainya yang
terdapat di dalam kawasan hutan lindung (TNBB).
- Kawasan Suci Pantai
Pantai merupakan pertemuan antara daratan dan laut. Areal ini sangat terkait
dengan kegiatan ritual keagamaan dan lokasi tempat-tempat suci. Kegiatan ritual
keagamaan yang dilakukan di pantai antara lain : melasti, nganyut abu jenazah,
ngulapin, nganyut abu puspa lingga, ngelukat, pebersihan diri pada hari banyu
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
pinaruh, dan upacara-upacara penyucian/pemarisuda yang bersifat insidentil
yang umumnya berkaitan dengan bencana.
Kawasan suci pantai di wilayah perencanaan terdapat di pesisir Pantai
Gilimanuk.
- Kawasan Suci Laut
Laut disucikan atau disakralkan karena secara material sangat berperan sebagai
sumber kehidupan dan penghidupan penduduk, dan secara spiritual merupakan
kekuatan dan sumberdaya alam yang sangat luar biasa. Keluarbiasaan laut secara
spiritual berkaitan dengan perannya sebagai pelebur segala keletehan dan sebagai
sumber penyucian. Laut adalah sumber air dan sumber tenaga yang maha besar.
Kawasan suci laut sebarannya meliputi kawasan perairan laut yang difungsikan
untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di wilayah
perencanaan. Pengelolaan kawasan suci laut disetarakan dengan pengelolaan
kawasan sempadan pantai dan kawasan perlindungan pesisir sehingga berlokasi
sama di pesisir Pantai Gilimanuk.
- Kawasan Tempat Suci
Kawasan tempat suci adalah suatu tempat yang berwujud bangunan suci atau
kompleks bangunan suci umat Hindu yang umumnya disebut pura atau
khayangan termasuk kawasan pendukungnya yang antara lain terdiri atas :
Khayangan Tiga, Dang Khayangan, Sad Khayangan, dan Pura Khayangan Jagat
lainnya.
Bhisama Parisadha Hindu Dharma Indonesia tentang Kesucian Pura Nomor
11/Kep/I/PHDI/1994 tertanggal 25 Januari 1994, menyatakan bahwa tempat-
tempat suci tersebut memiliki radius kesucian yang disebut daerah kekeran,
dengan ukuran Apeneleng, Apenimpug dan Apenyengker. Bhisama Kesucian
Pura adalah norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat,
sebagai pedoman pengamalan ajaran Agama Hindu tentang kawasan pura yang
belum dijelaskan secara lengkap dalam kitab suci.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Rincian Bhisama Kesucian Pura adalah :
a. Untuk Pura Sad Kahyangan diterapkan ukuran Apeneleng Agung (minimal 5
km dari pura).
b. Untuk Pura Dang Kahyangan diterapakan ukuran Apeneleng Alit (minimal 2
km dari pura).
c. Untuk Pura Kahyangan Tiga dan lain-lain diterapkan ukuran Apenimpug
atau Apenyengker.
Selanjutnya Bhisama Kesucian Pura juga mengatur pemanfaatan ruang di sekitar
pura yang berbunyi sebagai berikut :
“Berkenaan dengan terjadinya perkembangan pembangunan yangsangat pesat,
maka pembangunan harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Di daerah radius kesucian pura (daerah kekeran) hanya boleh ada
bangunan yang terkait dengan kehidupan keagamaan Hindu, misalnya didirikan
Darmasala, Pasraman, dan lain-lain, bagi kemudahan umat Hindu melakukan
kegiatan keagamaan (misalnya Tirtayatra, Dharmagitha, Dharmasadana dan
lain-lain)”.
Arahan pemanfaatan ruang menurut Bhisama Kesucian Pura tersebut bila
diterjemahkan dalam fungsi ruang mempunyai pengertian bahwa dalam radius
kesucian pura hanya diperbolehkan untuk : pembangunan fasilitas keagamaan,
dan ruang terbuka yang dapat berupa ruang terbuka hijau maupun budidaya
pertanian dan budidaya perkebunan.
Mengingat bahwa hitungan luas radius kesucian pura di Bali bila dituangkan
dalam peta meliputi luas di atas 35% dari luas wilayah Pulau Bali (berdasarkan
luas radius 10 Pura Sad Kahyangan dan 252 Pura Dang Kahyangan) dan
mengingat bahwa untuk mengakomodasi perkembangan pembangunan akan
dibutuhkan lahan-lahan untuk pengembangan kawasan budidaya, maka
dilakukan penerapan pengaturan tiga strata zonasi (utama/inti,
madya/penyangga, nista/pemanfaatan terbatas) dengan tetap memegang prinsip-
prinsip Bhisama Kesucian Pura, dan memberi keluwesan pemanfaatan ruang
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
selama tidak mengganggu nilai kesucian terutama pada zona nista/pemanfaatan
terbatas yang diuraikan lebih lengkap pada arahan peraturan zonasi.
Ketentuan bhisama radius Kawasan Tempat Suci di Provinsi Bali termasuk di
wilayah perencanaan tidak diterapkan dengan tegas, karena beberapa diantaranya
berada pada tengah-tengah kawasan permukiman, sehingga dibutuhkan
kesepakatan penetapan radius kesucian dengan stakeholder terkait. Selanjutnya,
kesepakatan radius kesucian pura di tiap-tiap pura perlu ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Kawasan tempat suci Umat Hindu di Bali ditetapkan berdasarkan esensi
Keputusan PHDI Pusat tentang Bhisama Kesucian Pura sebagai landasan idiil
dalam penataan kawasan di sekitar pura sesuai jenjangnya yaitu Sad Kahyangan,
Dang Kahyangan serta Kahyangan Jagat Lainnya, Pura Kahyangan Tiga Desa
dan pura lainnya.
Kriteria penetapan radius kawasan tempat suci di wilayah perencanaan
didasarkan pada ketentuan Bhisama, terdiri dari :
a. kawasan tempat suci di sekitar Pura Sad Kahyangan dengan radius
sekurang-kurangnya apeneleng agung setara 5.000 (lima ribu) meter dari
sisi luar tembok penyengker pura, yang akan dijabarkan dalam peraturan
zonasi dengan tiga strata zonasi yaitu zona inti, zona penyangga dan zona
pemanfaatan;
b. kawasan tempat suci di sekitar Pura Dang Kahyangan dengan radius
sekurang-kurangnya apeneleng alit setara dengan 2.000 (dua ribu) meter
dari sisi luar tembok penyengker pura, yang akan dijabarkan dalam
peraturan zonasi dengan tiga strata zonasi yaitu zona inti, zona penyangga
dan zona pemanfaatan; dan
c. kawasan tempat suci di sekitar Pura Kahyangan Jagat, dengan radius
sekurang-kurangnya apenimpug atau apenyengker, yang akan disesuaikan
dengan kondisi dan situasi setempat.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
d. kawasan tempat suci di sekitar Pura Kahyangan Tiga dan pura lainnya,
dengan radius sekurang-kurangnya apenimpug atau apenyengker, yang akan
disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat.
Penetapan status Pura-pura Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan dilakukan oleh
Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari PHDI Bali dan MUDP. Sebaran
kawasan tempat suci di Kelurahan Gilimanuk meliputi :
a. Pura Alas Angker, Pura Puseh, dan Pura Segara Gilimanuk di SBWP 1;
b. Pura Dalem di SBWP 2;
c. Pura Tirta Empul Hulu Segara, Pura Segara Rupek dan Pura Bakungan di
SBWP 3.
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis menunjukkan bahwa
keberadaan pura-pura di wilayah perencanaan berada pada tiga kelompok
kategori yaitu :
a. Berada pada kawasan yang belum terbangun sehingga dapat menerapkan
aturan radius kesucian secara utuh.
b. Berada pada kawasan yang telah terbangun sebagian dan tidak padat, dan
tidak menutup kemungkinan terdapat kegiatan-kegiatan yang berpotensi
menganggu nilai-nilai kesucian.
c. Berada pada kawasan yang telah terbangun dan berada ditengah-tengah
kawasan permukiman atau kawasan terbangun lainnya, dan tidak menutup
kemungkinan terdapat kegiatan-kegiatan yang berpotensi menganggu nilai-
nilai kesucian.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Pengelolaan Radius Kawasan Tempat Suci
Pengelolaan radius kawasan tempat suci di wilayah perencanaan harus tetap
sesuai dengan ketentuan Bhisama, dengan memodifikasi setiap radius kawasan
suci menjadi beberapa zona sebagai berikut :
a. Zona Inti atau Zona Utama
Yaitu zona Inti atau zona karang kekeran dari tiap kawasan tempat suci
yang dapat berupa karang kekeran yang telah ditetapkan maupun
ditetapkan baru untuk menjaga kelestarian dan kasucian lingkungan
pura.
Bentuk karang kekeran tergantung situasi dan kondisi pura, yang batas-
batasnya dapat berupa batas alam dan tidak harus dalam bentuk radius
atau lingkaran.
Pemanfaatan ruang pada karang kekeran ini secara bertahap dibebaskan
dari segala bangunan non ritual yang tidak ada hubungan dukungannya
dengan keberadaan kawasan suci, yang dapat berupa hutan, ruang
terbuka hijau maupun lahan pertanian.
b. Zona Penyangga atau Zona Madya
Merupakan zona transisi antara karang kekeran dengan kawasan
pemanfaatan.
Zona transisi perlu ditetapkan bentuknya tergantung situasi dan kondisi
pura, yang batas-batasnya dapat berupa batas alam dan tidak harus
dalam bentuk radius atau lingkaran.
Pemanfaatan ruang pada zona penyangga ini dapat berupa infrastruktur
penunjang keberadaan kawasan suci seperti bangunan penunjang
kegiatan keagamaan, tempat parkir umum, bangunan bagi pelayanan
terbatas untuk umum, serta ruang terbuka hijau atau lahan pertanian.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
c. Zona Pemanfaatan atau Zona Nista
Merupakan zona yang dapat dimanfaatkan untuk zona budidaya dan
kegiatan-kegiatan penunjangnya dengan tetap melarang kegiatan yang
berpotensi menganggu atau mengurangi nilai-nilai kesucian kawasan.
Zona pemanfaatan perlu ditetapkan bentuknya tergantung situasi dan
kondisi pura, yang batas-batasnya dapat berupa batas alam dan tidak
harus dalam bentuk radius atau lingkaran.
D. Zona RTH Kota
Sebaran zona RTH Kota di wilayah perencanaan meliputi :
- SBWP 1
RTH di SBWP 1 meliputi : lapangan olahraga, lapangan upacara, parkir terbuka,
jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), sempadan pantai, dan
pedestrian.
- SBWP 2
RTHK dan RTH di SBWP 2 meliputi : Lapangan Umum Gilimanuk, lapangan
upacara, sempadan pantai, dan pedestrian
- SBWP 3
RTHK dan RTH di SBWP 3 meliputi : kuburan/makam umum, lapangan, parkir
terbuka, sempadan pantai, dan pedestrian.
- SBWP 4
RTHK dan RTH di SBWP 4 meliputi : sempadan pantai dan pedestrian.
- SBWP 5
RTHK dan RTH di SBWP 5 meliputi : parkir terbuka, sempadan pantai, dan
pedestrian.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
E. Zona Suaka Alam dan Cagar Budaya
Zona suaka alam dan cagar budaya yang terdapat di wilayah perencanaan
mencakup :
- Zona Pantai Berhutan Bakau
Kawasan suaka alam pantai berhutan bakau adalah kawasan pantai dimana
memiliki vegetasi mangrove atau bakau yang keberadaannya menjadi ekosistem
bagi fauna di sekitarnya. Pada kawasan perencanaan, keberadaan hutan bakau
atau mangrove termasuk ke dalam salah satu kawasan lindung hutan mangrove
di Kabupaten Jembrana. Letak kawasan hutan bakau atau mangrove di
Kelurahan Gilimanuk terletak di pantai Gilimanuk yang berada di SBWP I
tepatnya lingkungan Jineng Agung dan Asri.
- Zona Taman Nasional
Sebaran lokasi zona taman nasional bagian dari Taman Nasional Bali Barat
(TNBB) yang berada di kawasan perencanaan Gilimanuk terletak di Lingkungan
Penginuman.
- Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil ditetapkan dengan kriteria :
a. wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai daya tarik
sumberdaya alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan kesadaran
konservasi sumberdaya alam hayati, wisata bahari dan rekreasi;
b. mempunyai luas wilayah pesisir yang cukup untuk menjamin kelestarian
potensi dan daya tarik serta pengelolaan pesisir yang berkelanjutan;
c. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan wisata
bahari dan rekreasi;
d. mempunyai aturan lokal/kesepakatan adat masyarakat yang diberlakukan
untuk menjaga kelestarian lingkungan;
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
e. tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-historis
khusus; dan
f. tempat ritual keagamaan atau adat.
Zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, sebarannya mencakup :
(1) zona konservasi dan perlindungan ekosistem pesisir meliputi kawasan
pesisir pantai Gilimanuk;
(2) zona konservasi maritim berupa kawasan pulau pulau kecil di sekitar
Teluk Gilimanuk;
(3) zona konservasi pada kawasan pesisir yang dimanfaatkan untuk kegiatan
sosial budaya dan agama di seluruh pantai tempat melasti dan kawasan
laut sekitarnya.
Ketentuan pengelolaan zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi :
(1) perlindungan terhadap tempat ritual keagamaan atau adat;
(2) pelarangan penangkapan ikan destruktif, pengendalian sumber-sumber
pencemaran oleh kegiatan rekreasi pantai dan pariwisata bahari; dan
(3) pelarangan pengambilan pasir laut.
- Zona Cagar Budaya
Zona cagar budaya ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia
yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Zona cagar budaya, meliputi :
(1) Situs Gilimanuk yang letaknya berada di SBWP I (Lingkungan Asri).
(2) Pura Gilimanuk yang letaknya berada di SBWP I (Lingkungan Jineng
Agung).
(3) Pura Bakungan yang letaknya berada di SBWP V Lingkungan
Penginuman.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Arahan pengelolaan kawasan cagar budaya, meliputi :
(1) pemanfaatan untuk kegiatan keagamaan dan sosial budaya;
(2) pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan dan pariwisata; dan
(3) perlindungan bangunan cagar budaya dalam bentuk pemeliharaan,
perawatan, perbaikan, konservasi dan restorasi.
F. Zona Rawan Bencana
Zona rawan bencana alam, meliputi : zona rawan gelombang pasang dan abrasi
pantai di pesisir pantai Gilimanuk.
5.2. Zona Budidaya
Zona budidaya merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang kondisi fisik
dan potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi
kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kebutuhan permukiman.
Oleh karena itu, dalam, penetapan kawasan ini dititikberatkan pada usaha untuk
memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi
sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya.
Kriteria untuk mendelinasikan kawasan/ sub kawasan budidaya secara umum
lebih didasarkan pada faktor kesesuaian lahan. Dilihat dari kriterianya, pada dasarnya
terdapat wilayah yang dapat saja memenuhi kriteria untuk pengembangan beberapa jenis
kegiatan budidaya (misalnya pertanian sawah, ladang, perkebunan dan holtikultura). Hal
ini berarti penggarisannya di atas peta akan menjadi tumpang tindih. Dengan demikian,
pengalokasian ruangnya disamping didasarkan pada kesesuaian lahan juga
mempertimbangkan aspek ekonomis serta kebijaksanaan secara nasional atau daerah
bagi prioritasnya.
Didasarkan pada kepentingan pemanfaatan ruang secara optimal untuk kegiatan
yang bersifat budidaya, maka perlu dilakukan prioritas di dalam memberikan arahan
pengembangannya yang secara umum dibedakan menurut perkembangan wilayah.
Prioritas dalam mengarahkan jenis kegiatan budidaya yang akan dikembangkan adalah
menurut intensitas pemanfaatan ruang-ruang.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Dalam kaitannya dengan kondisi eksisting, kemungkinan terjadi permasalahan
tumpang tindih antara kawasan budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain
yang ada. Secara umum masalah tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan
yang telah berlangsung lama, proyek sektoral atau status penguasaan lahan. Untuk
mengarahkan perkembangan, apakah kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut
dapat terus berlangsung atau tidak pada masa yang akan datang, maka perlu suatu
arahan pengendalian. Pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan arahan untuk 20
tahun kedepan, pada dasarnya perlu ditunjang oleh pengembangan prasarana dan sarana
pendukungnya agar sesuai dengan kawasan tersebut dapat berfungsi sebagaimana
mestinya serta memberikan manfaat optimal.
Zona budidaya merupakan zona diluar zona lindung yang kondisi fisik dan
potensi sumber daya alamnya dianggap dapat dan perlu dimanfaatkan baik bagi
kepentingan produksi (kegiatan usaha) maupun pemenuhan kebutuhan permukiman.
Oleh karena itu, dalam, penetapan zona ini dititikberatkan pada usaha untuk
memberikan arahan pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan potensi
sumberdaya yang ada dengan memperhatikan optimasi pemanfaatannya.
Kriteria untuk mendelinasikan zona/sub zona budidaya secara umum lebih
didasarkan pada faktor kesesuaian lahan. Dilihat dari kriterianya, pada dasarnya terdapat
wilayah yang dapat saja memenuhi kriteria untuk pengembangan beberapa jenis
kegiatan budidaya (misalnya pertanian sawah, ladang, perkebunan dan holtikultura). Hal
ini berarti penggarisannya di atas peta akan menjadi tumpang tindih. Dengan demikian,
pengalokasian ruangnya disamping didasarkan pada kesesuaian lahan juga
mempertimbangkan aspek ekonomis serta kebijaksanaan secara nasional atau daerah
bagi prioritasnya.
Didasarkan pada kepentingan pemanfaatan ruang secara optimal untuk kegiatan
yang bersifat budidaya, maka perlu dilakukan prioritas di dalam memberikan arahan
pengembangannya yang secara umum dibedakan menurut perkembangan wilayah.
Prioritas dalam mengarahkan jenis kegiatan budidaya yang akan dikembangkan adalah
menurut intensitas pemanfaatan ruang-ruang.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Dalam kaitannya dengan kondisi eksisting, kemungkinan terjadi permasalahan
tumpang tindih antara zona budidaya yang ditetapkan dengan kegiatan budidaya lain
yang ada. Secara umum masalah tumpang tindih ini berkaitan dengan penggunaan lahan
yang telah berlangsung lama, proyek sektoral atau status penguasaan lahan. Untuk
mengarahkan perkembangan, apakah kegiatan-kegiatan yang tumpang tindih tersebut
dapat terus berlangsung atau tidak pada masa yang akan datang, maka perlu suatu
arahan pengendalian. Pengembangan zona budidaya sesuai dengan arahan untuk 20
tahun kedepan, pada dasarnya perlu ditunjang oleh pengembangan prasarana dan sarana
pendukungnya agar sesuai dengan zona tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya
serta memberikan manfaat optimal.
5.3.1. Ketentuan Pengelolaan
Ketentuan pengelolaan zona budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna sumberdaya serta untuk pemenuhan kebutuhan akan ruang budidaya,
menghindari konflik pemanfaatan ruang, dan kelestarian lingkungan hidup.
Sedangkan sasaran yang diinginkan dari pengelolaan zona budidaya adalah :
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam untuk kesejahteraan
masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
2. Pemenuhan kebutuhan akan ruang budidaya yang sesuai kriteria/ standar ruang
masing-masing sektoral.
3. Terhindarinya konflik pemanfaatan sumberdaya dengan pengertian pemanfaatan
ruang yang berdasarkan pada prioritas pemanfaatan bagi kegiatan yang memberikan
keuntungan terbesar pada masyarakat.
Pengelolaan zona budidaya dilakukan secara seksama dan berdaya guna bagi
masyarakat melalui kegiatan-kegiatan budidaya dengan mempertimbangkan aspek
teknis serta aspek-aspek keruangan. Untuk itu, dalam penetapan kegiatan-kegiatan
budidaya dibutuhkan pertimbangan teknis sektoral dan keruangan dengan menggunakan
kriteria teknis sektoral dan kriteria keruangan, yaitu ukuran yang digunakan untuk
penentuan suatu zona yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya. Kriteria teknis sektoral
adalah ukuran untuk menentukan bahwa pemanfaatan ruang untuk suatu kegiatan dalam
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
zona memenuhi ketentuan-ketentuan teknis, daya dukung, kesesuaian lahan, dan bebas
bencana alam.
Penentuan suatu zona budidaya dilakukan bertahap mulai dari pemeriksaan
kesesuaian dengan kriteria teknis sektoral untuk melihat kesesuaian secara teknis
sektoral. Pemeriksaan ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan alternatif kegiatan
dalam ruang/ zona. Lebih lanjut setiap alternatif pemanfaatan yang sesuai secara teknis
sektoral dinilai dengan kriteria ruang untuk melihat sinergi kegiatan-kegiatan yang ada
dalam ruang terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengembangan wilayah sekitamya.
Dalam penentuan pemanfaatan suatu satuan ruang atau zona untuk kegiatan pada suatu
saat tertentu dapat terjadi beberapa kemungkinan, yaitu :
Kegiatan yang ada tetap dipertahankan;
Kegiatan yang ada tetap tetapi ditingkatkan intensitasnya; dan
Kegiatan yang ada diubah.
5.3.2. Zona Perumahan
Zona perumahan adalah zona yang diperuntukkan bagi perumahan atau dengan
kata lain untuk menampung penduduk yang ada di Kelurahan Gilimanuk sebagai tempat
hunian dengan fasilitas sosialnya. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas zona sekaligus memberikan zona hunian untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kriteria zona perumahan antara lain adalah :
1. Sebagai lingkungan tempat tinggal dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan masyarakat sekaligus menciptakan interaksi sosial.
2. Sebagai kumpulan tempat hunian dan tempat berteduh keluarga serta sarana bagi
pembinaan keluarga.
3. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada.
4. Ketersediaan air terjamin.
5. Tidak terletak di zona tanaman pangan lahan basah dan aliran irigasi baik.
6. Dominasi penggunaan lahan yang ada meliputi pemukiman pedesaan dan perkotaan.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
7. Pada wilayah yang akan dikembangkan untuk zona pemukiman, sudah terdapat
beberapa tempat hunian/pemukiman dengan sarana fasilitasnya, sehingga dalam
pengembangannya tinggal mengembangkan fungsi tersebut.
8. Memperhatikan distribusi pusat kota dan jangkauan pelayanannya.
9. Memperhatikan arah pengembangan yang terjadi.
10. Merupakan zona yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan.
Pada rencana perkembangan zona ini, pengaturan yang perlu diperhatikan
antara lain :
1. Pengembangan wilayahnya ditata sesuai dengan fungsi pemukiman tetapi tidak
terlepas dari kegiatan yang sudah ada dan didukung dengan sarana fasilitas
pemukiman yang memadai.
2. Untuk merencanakan luas zona pemukiman ini dengan memperhitungkan perkiraan
penduduk yang akan ditampung pada suatu wilayah.
3. Dalam perencanaan fasilitas sosialnya, diperlukan adanya perhitungan jumlah
penduduk yang ditampung yaitu dengan menggunakan standar.
Zona permukiman perkotaan adalah bagian dari zona perkotaan yang
diperuntukan sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung bagi peri kehidupan dan penghidupan, beserta penyediaan pusat-pusat
pelayanan sesuai fungsi zona perkotaan.
Zona perumahan di bangun berdasarkan unit lingkungan dengan pengarahan
pengembangan zona perumahan kepadatan rendah sampai sedang. Pengarahan
pengembangan zona perumahan dengan kepadatan bangunan tinggi dengan penggunaan
intensifikasi lahan secara optimal dan pembangunan hunian vertikal. Kawasan dirancang
dengan pengalokasian lahan untuk ruang terbuka hijau sebagai sarana kenyamanan
lingkungan dan pengembangan sarana prasarana sosial.
Zona permukiman di Kelurahan Gilimanuk termasuk ke dalam PPK (Pusat
Pelayanan Kegiatan) Kawasan Perkotaan Gilimanuk, dimana zona permukiman
Gilimanuk termasuk ke dalam zona permukiman perkotaan.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
A. Rencana Pengembangan Zona Perumahan
Zona permukiman kota mencakup wilayah pengembangan kota. Kebijaksanaan
pemanfaatan ruangnya didasarkan pada tujuan mengembangkan pengembangan
sarana prasarana penunjangnya yang meliputi: penataan ruang kota yang
mencakup penyusunan dan peninjauan kembali (evaluasi, revisi) rencana tata
ruang kota. Ketentuan pengembangan permukiman di wilayah perencanaan harus
disesuaikan dengan ketentuan perencanaan zona sebagai zona strategis kabupaten.
Jumlah proyeksi penduduk di wilayah perencanaan pada akhir Tahun 2032 adalah
18.408 sehingga menurut perhitungan standar SNI terkait dengan hunian, 1 hunian
diasumsikan dihuni 4 orang sehingga kekurangan jumlah rumah untuk kawasan
perencanaan sebesar 1.816 rumah. Luas rata-rata untuk 1 unit hunian adalah 200
m2, sehingga luas lahan yang diperlukan adalah 36 Ha. Dimana untuk penambahan
jumlah rumah akan diarahkan di SBWP I, SBWP II, SBWP III dan SBWP IV.
Rencana zona perumahan diarahkan sebagai berikut :
1. Kegiatan fungsional perumahan diarahkan disekitar lokasi permukiman yang
sudah ada (pola pengembangan setempat) dan pada lahan terbuka baik berupa
tegalan ataupun kebun (sesuai dengan analisis kesesuaian dan kelayakan lahan
yang telah dilakukan sebelumnya) baik yang dibangun secara perorangan
maupun oleh pengembang (developer). Untuk arahan pengembangan
perumahan yang dilakukan oleh pengembang lebih diarahkan ke seluruh
SBWP kecuali SBWP V.
2. Cadangan lokasi pengembangan permukiman adalah pada lahan
kering/perkebunan di lingkungan permukiman di tiap-tiap SBWP yang
diarahkan sebagai rencana pengembangan zona perumahan yang berada di
kawasan perencanaan.
3. Untuk pengembangan perumahan pada kawasan perencanaan untuk perumahan
dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang bervariasi, tergantung
dikarenakan kepadatan bangunan perumahan di kawasan perencanaan masih
termasuk dalam klasifikasi kepadatan rendah.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
4. Berdasarkan hasil analisis distribusi penduduk, daya dukung dan daya tampung
lahan, tingkat kepadatan perumahan di kawasan perencanaan diarahkan
sebagai berikut :
a. Rencana Pengembangan Zona Perumahan SBWP I
Rencana pengembangan zona perumahan baru SBWP I akan
dikembangkan di Blok SBWP I-B dan Blok SBWP I-C. Rencana
pengembangan perumahan di SBWP I akan diarahkan pada perumahan
dengan kepadatan sedang. Lahan yang direncanakan akan digunakan
sebagai lahan perumahan seluas 2,4 Ha. Jenis rumah yang direncanakan
adalah rumah tunggal.
b. Rencana Pengembangan Zona Perumahan SBWP II
Rencana pengembangan zona perumahan baru SBWP II akan
dikembangkan di Blok SBWP II-A dan Blok SBWP II-C. Rencana
pengembangan perumahan di SBWP II akan diarahkan pada perumahan
dengan kepadatan tinggi pada Blok SBWP II-A dan kepadatan sedang pada
Blok SBWP II-C. Zona permukiman yang telah digunakan sebagai areal
perumahan seluas 13,53 Ha, sedangkan zona perumahan eksisting seluas
17,99 Ha. Lahan yang direncanakan akan digunakan sebagai lahan
perumahan seluas 4,5 Ha. Jenis rumah yang direncanakan adalah rumah
tunggal.
c. Rencana Pengembangan Zona Perumahan SBWP III
Rencana pengembangan zona perumahan baru SBWP III akan
dikembangkan di Blok III-A dan Blok Blok III-C. Rencana pengembangan
perumahan di SBWP III akan diarahkan pada perumahan dengan kepadatan
tinggi. Lahan yang direncanakan akan digunakan sebagai lahan perumahan
baru di Blok Blok III-A seluas 1,3 Ha dan lahan yang direncanakan untuk
perumahan baru di Blok Blok III-C seluas 2,8 Ha. Sehingga terdapat luas
lahan untuk rencana pengembangan baru seluas 4 Ha. Jenis rumah yang
direncanakan adalah rumah tunggal.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
d. Rencana Pengembangan Zona Perumahan SBWP IV
Rencana pengembangan zona perumahan baru SBWP IV akan
dikembangkan di Blok SBWP IV-B. Rencana pengembangan perumahan
di SBWP IV akan diarahkan pada perumahan dengan kepadatan tinggi dan
sedang. Lahan yang direncanakan akan digunakan sebagai lahan
perumahan kepadatan sedang seluas 0,8 Ha dan 1,8 Ha untuk kepadatan
tinggi. Jenis rumah yang direncanakan adalah rumah tunggal.Lahan yang
direncanakan akan digunakan sebagai lahan perumahan seluas 2,6 Ha.
Tetapi ketentuan pengembangan rumah baru di SBWP IV hanya mengikuti
perkembangan alami, karena tidak dilakukan pengarahan pengembangan
zona perumahan di SBWP IV.
e. Rencana Pengembangan Zona Perumahan SBWP V
Rencana pengembangan zona perumahan baru SBWP V tidak akan
dikembangkan mengingat fungsi kegiatan pada SBWP V ini adalah sebagai
zona transportasi.
B. Intensitas Pemanfaatan Ruang
Dalam rencana pengembangan zona perumahan ini terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan untuk intensitas pemanfaatan ruangnya, yaitu :
1. Intensitas Bangunan
Pengendalian intensitas bangunan dilakukan dengan memperhatikan :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Penentuan KDB maksimum dilakukan berdasarkan aspek kenyamanan,
kepadatan bangunan yang diharapkan dan aspek kelestarian lingkungan.
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Penentuan KLB maksimum dilakukan berdasarkan aspek ketinggian
bangunan yang diharapkan, kenyamanan dan aspek lingkungan.
Penentuan KLB diuraikan sebagai berikut :
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Bangunan di sepanjang pantai, memperhatikan aspek keamanan
seperti tingkat abrasi pantai, sehingga diarahkan ketinggian bangunan
masih dalam batas aman bangunan di pinggir pantai.
Bangunan di sepanjang jalan utama kawasan memperhatikan aspek
kenyamanan dan keindahan, sehingga diharapkan bangunan yang lebih
dari satu lantai masih dapat mempertahankan kenyamanan pengguna
jalan dengan membangun lantai dua sebesar 75% dari KDB-nya.
c. Koefisien Dasar Hijau (KDH)
Penentuan KDH minimum dilakukan berdasarkan aspek kenyamanan,
potensi kemampuan tanah untuk menyerap air dan aspek kelestarian
lingkungan.
2. Tata Massa Bangunan
a. Tata Bangunan
Ketinggian bangunan yang dimaksudkan adalah tinggi suatu bangunan
yang dihitung dari badan jalan. Pengendalian ketinggian dan jumlah lantai
bangunan merupakan salah satu syarat dalam pengendalian tertib
lingkungan dan intensitas kegiatan. Pertimbangan-pertimbangan syarat
pengendalian ini, di samping syarat-syarat pengendalian lainnya seperti
KDB, KLB dan lain sebagainya, secara umum didasarkan pada masalah-
masalah intensitas kegiatan dan luas lahan yang tersedia serta pola jaringan
jalan yang tersedia.
Pemakaian skala ketinggian antar bangunan di dalam suatu lingkungan
hendaknya memiliki perbandingan yang tidak beda jauh, hal ini disebabkan
ketinggian bangunan mempengaruhi penampilan suatu lingkungan, kesan
keberadaan ruang dan perasaan manusia akan terasa nyaman, tertekan atau
sempit. Dengan mengendalikan ketinggian maksimum bangunan/jumlah
lantai untuk kawasan tertentu maka harmonisasi dari massa bangunan
dapat tercapai.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Nilai KDB maksimum di Kawasan Gilimanuk adalah sebesar 73%.
Berdasarkan Perda No 3 tahun 2004 tentang Bangunan KLB yang diijinkan
di Kabupaten Jembrana maksimum adalah 4 kali KDB sehingga KLB pada
Kawasan Gilimanuk masih dapat dikembangkan hingga batas maksimum
KLB yang diperbolehkan dengan ketinggian bangunan maksimum 15
meter dari permukaan tanah kecuali tower, menara, cerobong dan sarana
ibadah. Selain mempertimbangkan KDB dan KLB, dalam menentukan
bentuk dasar atau tata bangunan di kawasan perencanaan, maka juga perlu
dipertimbangkan aspek kenyamanan, keamanan, kesehatan serta efisiensi
bangunan. Arsitektur bangunan dan lingkungan di wilayah perencanaan
khususnya di kawasan musium purbakala harus lebih diupayakan untuk
menggali dan melestarikan nilai-nilai arsitektur tradisional Bali.
b. Sempadan Bangunan
Perumusan konsep GSB dan jarak bangunan dipertimbangkan terhadap
kondisi faktual. Arahan konsep penerapan garis sempadan bangunan dan
jarak bangunan adalah sebagai berikut :
Untuk kegiatan perumahan disarankan memiliki GSB berkisar 4-6
meter dengan jarak bangunan minimum 4 meter.
Untuk fasilitas-fasilitas yang meliputi pemerintahan, pendidikan, dan
perdagangan disarankan agar miliki GSB berkisar 4-6 meter dengan
jarak bangunan minimum 3 – 4 meter.
Sedangkan waktu penerapan peraturan garis sempadan bangunan ini
dilakukan pada saat sebagai berikut :
Untuk daerah terbangun yang sudah teratur dan berkondisi permanen,
namun tidak memenuhi syarat garis sempadan bangunannya, maka
penerapan garis sempadan tersebut dilakukan pada saat bangunan-
bangunan yang ada di kawasan tersebut melakukan perombakan,
peremajaan, rehabilitasi atau renovasi, atau pada saat keadaan khusus
(misalnya pada saat dilakukan proyek pelebaran jalan).
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Untuk daerah terbangun yang kurang atau tidak teratur dan berkondisi
bangunan sedang atau buruk, maka penerapannya dilakukan pada saat
diselenggarakan program peremajaan atau rehabilitasi lingkungan.
Untuk daerah yang masih kosong, penerapannya diterapkan sedini
mungkin dengan cara mencantumkan persyaratan garis sempadan pada saat
mengajukan IMB. Berdasarkan aturan intensitas bangunan tersebut maka
dalam pengembangan zona permukiman terdapat beberapa batasan sebagai
aturan pengendalian yang harus diperhatikan yaitu :
Membatasi pengembangan perumahan di sekitar/di sepanjang kawasan
pantai.
Pengembangan perumahan harus memperhatikan kawasan
perlindungan setempat (sempadan sungai dan sempadan pantai).
Persyaratan arsitektur bangunan mengacu pada Peraturan Daerah
Provinsi Bali No. 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur
Bangunan Gedung.
Bangunan rumah tinggal dan fasilitas pendukungnya harus
menyediakan taman telajakan minimum 1 meter dari tepi got terluar
sampai dengan tembok pekarangan.
Pada jalan utama lingkungan terutama pada kawasan padat perumahan
harus menempatkan hidrant-hidrant umum.
5.3.3. Rencana Pengembangan Zona Perdagangan dan Jasa
Zona perdagangan merupakan aktifitas utama yang ada dalam lingkungan
perkotaan, zona perdagangan yang berkembang berupa pasar, pertokoan besar dan kecil,
warung, kios atau toko yang memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier untuk
wilayah lokal dan regional.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Pengembangan sarana perdagangan dan jasa di Kelurahan Gilimanuk pada
rencana pola didasarkan pada kebutuhan penduduk yang harus disediakan, sebagai
berikut :
1. Pusat Perbelanjaan/Pasar
Pusat perbelanjaan di Kelurahan Gilimanuk akan terbagi menjadi pusat pelayanan
skala lokal dan regional mengingat pengembangan kawasan perencanaan ke
depannya yang berfungsi tidak hanya sebagai PPL tetapi juga akan dikembangkan
sebagai KEP skala kabupaten. Pusat perbelanjaan skala kabupaten diarahkan berada
di wilayah SBWP II yang dilintasi jalan nasional Gilimanuk – Denpasar dengan
pembatasan pembangunan maksimal 3 lantai. Pasar sebagai pusat perbelanjaan
utama diindikasikan mampu melayani 30.000 jiwa dengan kebutuhan lahan untuk 1
unit sebesar 13.500 meter2.
2. Pertokoan, Warung, dan Kios
Kios, toko dan warung diarahkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk skala lokal
dengan pertimbangan pertumbuhan penduduk. Zona perdagangan yang sudah
terbangun di pusat kota, terutama di sepanjang Jalan Gilimanuk – Denpasar.
Sementara pembangunan direncanakan di setiap zona lingkungan secara merata.
Ketentuan pengembangan pusat aktivitas perdagangan adalah dengan pengaturan
tata peruntukan penggunaan lahan zona perdagangan jasa campuran di sepanjang
jalan utama perkotaan, sehingga mampu mempermudah pengawasan dan
pengendalian pembangunan untuk tingkat pelayanan skala lokal dan regional.
Pemenuhan kebutuhan akan pertokoan di Kelurahan Gilimanuk dengan perkiraan 1
unit pertokoan dapat melayani 6.000 jiwa dengan luas lahan minimum 3.000 m2.
Sampai dengan akhir tahun perencanaan jumlah pertokoan direncanakan akan
ditambah sejumlah 2 unit pertokoan dengan luas total 6.000 m2. Penambahan ini
akan dilakukan di wilayah SBWP II di Lingkungan Asih.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
3. Jasa
Pusat pelayanan jasa skala regional diarahkan pada pusat zona perencanaan,
sepanjang jalan arteri Gilimanuk – Denpasar. Penggunaan peruntukan lahan
campuran dengan kegiatan perdagangan dan fungsi perkotaan lain.
Kegiatan fungsional perdagangan dan jasa diarahkan sebagai berikut :
a. Kegiatan perdagangan dan jasa adalah suatu kawasan yang memenuhi syarat dan
mempunyai potensi untuk dikembangkan untuk kegiatan perdagangan dan jasa.
Pada kawasan ini kegiatan perumahan masih dibolehkan sehingga menjadi
kawasan campuran antara kegiatan perumahan, perdagangan dan jasa
perkantoran atau jasa lainnya seperti bengkel, perbankan, sekolah, praktek
dokter, salon, kursus dan lainnya.
b. Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa diarahkan pada jalan-jalan utama
kawasan perencanaan terutama pada sepanjang jalan Gilimanuk – Denpasar dan
pada kawasan yang telah berkembang dan menjadi pusat kegiatan seperti pada
SBWP I.
c. Kawasan perdagangan dan jasa dapat berupa pasar, pertokoan, rumah toko
(ruko), rumah kantor (rukan), perumahan biasa maupun fungsi bangunan
lainnya yang serasi dan sesuai dengan lingkungan di sekitarnya, dan
dikembangkan setelah melalui proses perijinan sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Fasilitas perdagangan tradisional berupa pasar yang ada tetap dipertahankan.
Konsep pengembangan pasar tradisional Gilimanuk adalah revitalisasi Pasar
Gilimanuk, agar dapat befungsi secara optimal dan citra bangunan dengan ciri
khas bangunan Bali tampak pada fasade bangunannya.
e. Pengembangan pertokoan, swalayan, dapat tersebar dikelola swasta pada lokasi
arahan perdagangan dan jasa, dan mendapat persetujuan masyarakat agar tidak
mematikan pasar dan warung-warung kecil.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
f. Pengembangan kegiatan perdagangan modern seperti pusat pertokoan, swalayan,
departement store, grosir adalah :
Swalayan kecil dengan skala lingkungan/banjar dapat tersebar di tiap banjar
tanpa mematikan pedagangan tradisional setempat yang telah ada, dengan
menjual perlengkapan dan bahan kebutuhan sehari-hari.
Pusat pertokoan atau swalayan yang lebih besar dapat diarahkan pada pusat
atau simpul pergerakan atau pada pusat kawasan yang telah berkembang
dengan menyediakan alat kebutuhan sehari-hari dan sandang secara terbatas,
seperti pada SBWP I atau SBWP II.
g. Penataan pedagang-pedagang kaki lima pada spot-spot lokasi tertentu di tiap
lingkungan agar tidak mengganggu arus lalu lintas menerus.
5.3.4. Rencana Pengembangan Zona Perkantoran
Kebijakan pengelolaan kegiatan pemerintahan dan perkantoran adalah :
1. Fasilitas perkantoran pemerintah yang telah ada seperti Kantor Kelurahan beserta
instansi terkait di Kelurahan, Kantor Polisi, Kantor Kodim, Balai Lingkungan, tetap
dipertahankan dan secara bertahap ditingkatkan kualitas pelayanannya sesuai
skalanya seperti kualitas bangunan, kualitas sistem pelayanan dan lainnya.
2. Fasilitas perkantoran pemerintahan untuk Kelurahan Gilimanuk adalah pada jalan
utama jalan raya Gilimanuk – Denpasar.
3. Pengembangan fasilitas perkantoran swasta dapat dikembangkan pada kawasan
perdagangan dan jasa.
Zona perkantoran dan pemerintahan berkembang di wilayah pusat kawasan
perencanaan yaitu di SBWP II di Lingkungan Asih dengan jangkauan pelayanan
tingkat kelurahan.
Pengembangan zona pemerintahan terbagi menjadi pembangunan fisik dan non fisik.
Pembangunan non fisik lebih diarahkan pada pemantapan kinerja kelembangaan
untuk memperbaiki tingkat pelayanan terhadap masyarakat.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.5. Rencana Pengembangan Zona Sarana Pelayanan Umum
Zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana pelayanan
umum pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan umum
kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, sarana pelayanan umum sosial budaya, dan
sarana pelayanan umum peribadatan.
1. Sarana Pelayanan Umum Pendidikan
Sarana pendidikan di kelurahan Gilimanuk hanya terdiri dari sarana pendidikan
dengan tingkat pelayanan skala lokal. Sarana pendidikan skala lokal terdiri dari TK,
SD, SMP, dan SMA sementara sarana pendidikan skala regional seperti akademi
atau universitas tidak terdapat di Kelurahan Gilimanuk.
Kebijakan pengelolaan sarana pendidikan adalah :
a. Fasilitas pendidikan diarahkan pada pengembangan fasilitas dengan skala
pelayanan kabupaten atau lebih, kecamatan dan desa;
b. Fasilitas pendidikan yang telah ada tetap dipertahankan dan ditingkatkan kualitas
pelayanannya seperti kualitas bangunan, peralatan serta tenaga pengajar;
Fasilitas pendidikan yang ada pada Tahun 2011 adalah 5 SD, 2 SMP dan 1 SMA,
dan berdasarkan analisis proyeksi pada Tahun 2032 akan dibutuhkan tambahan 6
SD, 2 SMP dan 3 SMA di wilayah Kelurahan Gilimanuk.
Arahan pengembangan zona pendidikan skala lokal merata di seluruh wilayah
Kelurahan Gilimanuk, dengan tujuan menjangkau pelayanan penduduk secara
merata. Kebutuhan sarana pendidikan dalam perencanaan Tahun 2032, berdasarkan
tingkat sarana pendidikan, sebagai berikut :
a. SD/MI
Pemenuhan kebutuhan terhadap SD dan MI di Kelurahan Gilimanuk dengan
pertimbangan 1 SD mampu menampung kebutuhan penduduk 1600 jiwa, dengan
luas lahan minimal adalah 2.000m2. direncanakan pembangunan di Kelurahan
Gilimanuk tahun 2032 sebanyak 6 unit dengan luas total 12.000 meter2, tersebar
di seluruh wilayah di Kelurahan Gilimanuk sebagai sarana pelayanan skala lokal.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
b. SMP
Perencanaan pembangunan sarana pendidikan tingkat SMP di Kelurahan
Gilimanuk sebagai pelayanan skala lokal dan regional dengan pertimbangan 1
SMP mampu melayani 4.800 jiwa, dengan luas lahan minimal adalah 9.000 m2.
Kebutuhan penambahan pembangunan SMP di Kelurahan Gilimanuk Tahun
2032 sebanyak 2 unit dengan luas total 18.000 m2. Pembangunan sarana
pelayanan skala lokal tersebar di seluruh wilayah.
c. SMA
Pengembangan sarana pendidikan tingkat SMA Tahun 2032 dilihat dari
kebutuhan penduduk, dengan pertimbangan 1 unit sarana mampu melayani 4800
jiwa, dengan luas pembangunan minimal lahan adalah 12.500 m2. Penambahan
pembangunan yang direncanakan sebanyak 3 unit dengan luas lahan yang
diperlukan 37.500 meter2.
2. Sarana Pelayanan Umum Transportasi
Zona transportasi dikembangkan sebagai penunjang tujuan Kelurahan Gilimanuk
sebagai wilayah transit dengan mendukung hubungan transportasi antar wilayah baik
dalam skala lokal maupun regional. Pengembangan zona transportasi diarahkan di
SBWP I di Lingkungan Jineng Agung yang memiliki terminal bus dengan upaya
pembangunan atau perluasan terminal penumpang untuk menunjang kegiatan
transportasi Kelurahan Gilimanuk, Kelurahan Gilimanuk dengan daerah disekitarnya
dan sistem transportasi antar kota – provinsi.
Rencana pembangunan dengan meningkatkan fungsi kegiatan Terminal Tipe B yang
berada di Kelurahan Gilimanuk. Pembangunan dilakukan untuk menangkap
pergerakan angkutan utama, terutama jalur transportasi skala nasional. Alasan
peningkatan karena kondisi yang sudah ada kurang secara fungsional kurang optimal
menangkap penggerakan perjalanan.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Terminal dibangun dengan pembangunan konsep Gilimanuk Transit Center, yang
berfungsi sebagai berikut :
a. Sebagai titik pertemuan moda transportasi umum baik di dalam transportasi
intern Kelurahan Gilimanuk, dari dalam dan luar Kelurahan Gilimanuk.
b. Sebagai lokasi penjualan tiket perjalanan on-line dan off-line serta pusat calling
service jalur perjalanan Kelurahan Gilimanuk.
c. Wadah promosi dan informasi mengenai kondisi jalan, jasa transportasi dan
tingkat arus perjalanan yang melewati Kelurahan Gilimanuk.
d. Pemberian informasi pariwisata Kelurahan Gilimanuk atau berkembang sebagai
tourist center pariwisata di Kelurahan Gilimanuk
Untuk mendukung fungsi Kelurahan Gilimanuk sebagai pintu gerbang masuk
Provinsi Bali dari sisi barat dan keberadaan pelabuhan penyeberangan maka
dikembangkan zona terminal barang di SBWP V di Lingkungan Penginuman
sebagai pintu masuk distribusi barang industri maupun barang distribusi dari dan ke
Provinsi Bali. Peletakan terminal barang di rencanakan masih menjangkau
pelabuhan penyeberangan, sehingga diharapkan adanya pengoptimalan fungsi transit
dan distribusi barang.
Pengembangan zona jaringan transportasi yang akan dikembangkan adalah
peningkatan fungsi jalan lingkungan yang berada di Gang I Lingkungan Jineng
Agung pada SBWP I, Gang I Lingkungan Asih - Asri pada SBWP II, Gang I
Lingkungan Arum pada SBWP III, Gang I pada Lingkungan Samiana pada SBWP
IV dan Gang I pada Lingkungan Penginuman SBWP V, yaitu dari jalan lingkungan
menjadi jalan kolektor empat (K4). Hal ini dilakukan untuk menghindari kemacetan
yang terjadi di wilayah perencanaan terutama pada saat peak season seperti pada
musim liburan dan musim lebaran, sehingga hal ini dapat dijadikan alternatif utama
pemecah kemacetan lalu lintas yang terjadi.
3. Sarana Pelayanan Umum Kesehatan
Sarana kesehatan di Kelurahan Gilimanuk terdiri dari sarana pelayanan dengan
tingkat pelayanan lokal. Dari kondisi eksisting ketersediaan sarana kesehatan dari
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
segi kuantitas masih mencukupi, arahan pengembangan lebih pada peningkatan
kualitas pelayanan, perawatan dan penambahan tenaga medis, serta pemeliharaan
dan perbaikan sarana yang telah ada.
Kebijakan pengelolaan zona kesehatan antara lain adalah sebagai berikut :
a. Fasilitas kesehatan diarahkan pada pengembangan fasilitas dengan skala
pelayanan regional dan lokal mengingat fungsinya sebagai PKLp;
b. Fasilitas kesehatan yang telah ada seperti Puskesmas dan Pustu tetap
dipertahankan dan ditingkatkan kualitasnya secara bertahap dari sisi kualitas
bangunan, kelengkapan peralatan medis non medis sesuai skala pelayanannya,
tenaga kerja yang mendukung dan lainnya. Berdasarkan hasil analisis perlu
ditambah 2 Rumah Sakit Bersalin.
c. Pengembangan klinik, apotik dan tempat praktek dokter atau tempat praktek
bersama dokter spesialis dapat berada pada kawasan perdagangan dan jasa,
berada pada kawasan yang gampang dijangkau dan aktivitasnya tidak
mengganggu arus lalu lintas sehingga penyediaan fasilitas parkir off street
menjadi keharusan.
Dari tingkat pelayanan lokal akan direncanakan penyebaran yang merata di setiap
BWK dengan tujuan pemerataan pelayanan bagi seluruh masyarakat, dapat berupa
rumah bersalin dan posyandu, puskesmas dan balai pengobatan, serta apotek, untuk
memberikan pelayanan yang ringan dan urgensi.
a. Rumah Bersalin dan Posyandu
Ketentuan pengembangan sarana kesehatan yang difokuskan untuk kesehatan ibu
dan anak skala lokal berupa rumah bersalin dan posyandu dengan pertimbangan
bahwa 1 unit sarana mampu melayani jumlah penduduk 30.000 jiwa dengan
luasan lahan minimal yang harus disediakan 3.000 meter2. Direncanakan
dilakukan penambahan sarana sampai dengan Tahun 2032 sebanyak 2 unit
dengan luas penggunaan lahan 6.000 meter2. Penambahan sarana ini dilakukan
karena pada kondisi eksisting wilayah perencanaan tidak terdapat rumah sakit
bersalin.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
b. Puskesmas dan Balai Pengobatan
Pengembangan sarana kesehatan masyarakat berupa puskesmas dan balai
pengobatan yang diarahkan pada setiap zona lingkungan kelurahan dengan
pertimbangan 1 unit mampu melayani 120.000 jiwa, dengan luas per unit 1.000
meter2. Rencana pengembangan sarana kesehatan sampai dengan tahun
perencanaan tidak dilakukan penambahan.
c. Puskesmas Pembantu dan Balai Pengobatan Lingkungan
Pengembangan sarana kesehatan masyarakat berupa puskesmas pembantu dan
balai pengobatan lingkungan yang diarahkan pada setiap zona lingkungan
kelurahan dengan pertimbangan 1 unit mampu melayani 30.000 jiwa, dengan
luas per unit 300 meter2. Rencana pengembangan sarana kesehatan sampai
dengan tahun perencanaan tidak dilakukan penambahan.
d. Apotek
Apotek sebagai sarana kesehatan sekunder diarahkan pengembangannya untuk
memberikan pelayanan skala lokal yang terbangun dengan pertimbangnan 1 unit
sarana mampu melayani 30.000 jiwa dengan luas rata-rata 250 meter2.
Kebutuhan sampai dengan tahun rencana sebanyak 1 unit dengan luas
peruntukan lahan sebesar 250 meter2. Pembangunan diarahkan di Lingkungan
Asih SBWP II dimana dengan pertimbangan dekat dengan zona permukiman dan
terdapat kompleks perdagangan dan jasa.
4. Sarana Pelayanan Umum Olahraga dan RTH
Fasilitas pendukung yang terdapat di lingkungan permukiman adalah fasilitas olah
raga. Beberapa sarana olah raga yang terdapat di kawasan perencanaan adalah
fasilitas sepakbola, volley ball, tenis meja dan bulutangkis. Sampai dengan akhir
tahun perencanaan jumlah sarana olah raga tidak perlu dilakukan penambahan.
Sedangkan untuk sarana bermain tingkat RT/RW untuk melayani 250 jiwa dengan
luas minimum 250 m2 diperlukan penambahan sebanyak 74 unit sehingga
memerlukan luas lahan 18.500 m2 dan untuk sarana bermain tingkat lingkungan
diperlukan penambahan sebanyak 7 unit dimana 1 unit dapat melayani 2500 jiwa
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
dengan luas minimum seluas 1.250 m2 sehingga diperlukan lahan seluas 8.750 m2
untuk dapat memenuhi standar kebutuhan. Penambahan unit dilakukan pada tiap-tiap
SBWP di wilayah perencanaan.
Ruang terbuka hijau merupakan zona dengan fungsi utama sebagai penyeimbang
pembangunan dengan kelestarian ekosistem, dan penjamin keberlangsungan suatu
kota serta sebagai perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia. Fungsi
tambahan yaitu berfungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. RTH sebagai
pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut,
sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.
Ketentuan pengembangan ruang terbuka hijau kota direncanakan sebagai berikut :
a. Pengaturan pembangunan hunian diwajibkan menyediakan 30% dari luas tanah
untuk ruang terbuka. Dari arahan luas zona perumahan dan permukiman yang
disediakan akan diperoleh lahan untuk RTH skala hunian seluas 93 Ha, berupa
pekarangan atau halaman dari tiap unit rumah.
b. RTH Publik dikembangkan adanya pembangunan taman-taman kota yang akan
dibangun di beberapa bagian zona perencanaan. Pembangunan RTH dilakukan di
SBWP I di Lingkungan Jineng Agung tepatnya berada di lahan kosong di
belakang tempat pemeriksaan KTP di Pelabuhan Gilimanuk, RTH yang berupa
lapangan di SBWP II yang terletak di Lingkungan Asri, RTH yang berupa
makam di SBWP III di Lingkungan Asih dan penataan RTH berupa taman kota
di Gelung Kori di SBWP V Lingkungan Penginuman. Penambahan RTH publik
dengan membuat suatu jalur hijau dan hutan kota di sepanjang Jalan Arteri
Gilimanuk – Denpasar.
5. Sarana Pelayanan Umum Sosial Budaya
Sarana pelayanan umum sosial budaya yang terdapat di Kelurahan Gilimanuk antara
lain adalah Balai Pertemuan, Balai Lingkungan dan Balai Serbaguna dimana luasan
lantai dan layanan pelayanannya sudah memenuhi standar perencanaan lingkungan
perumahan, sehingga rencana penyediaan sarana pelayanan umum sosial budaya
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
tidak memerlukan penambahan maupun perluasan. Rencana pengembangannya
adalah pemeliharaan dan peningkatan fungsi pelayanannya.
6. Sarana Pelayanan Umum Peribadatan
Sarana peribadatan yang terbangun di Kelurahan Gilimanuk adalah Masjid,
Mushola, Langgar, Gereja, Pura dan Vihara. Ketersediaan dan persebaran sarana
peribadatan sudah mencukupi pelayanan skala lingkungan di kelurahan. Melihat
kondisi eksisting sarana peribadatan pengembangan lebih terfokus pada
pemeliharaan dan perbaikan.
Pembangunan sarana peribadatan diarahkan pada lingkungan permukiman dengan
kepadatan yang relatif paling tinggi di seluruh wilayah perencanaan. Pembangunan
sarana pelayanan skala lokal dengan dari tiap sarana yang direncanakan sebagai
berikut :
a. Masjid
Masjid sebagai sarana peribadatan umat muslim untuk skala pelayanan local
dianggap sudah memenuhi standart pelayanan yang ada, sehingga
pengembangan lebih diarahkan pada pemeliharaan dan perawatan sarana yang
ada.
b. Gereja
Gereja sebagai sarana peribadatan umat Kristen dan Katholik dengan
pertimbangan pembangunan 1 unit mampu memberikan pelayanan untuk 30.000
jiwa, dianggap sudah memenuhi standart pelayanan yang ada, sehingga
pengembangan lebih diarahkan pada pemeliharaan dan perawatan sarana yang
ada.
c. Klenteng dan Pura
Sarana peribadatan berupa Klenteng dan Pura dilihat dari segi kuantitas telah
mampu memenuhi kebutuhan penduduk Kelurahan Gilimanuk. Pengembangan
diarahkan hanya pada pemeliharaan dan perawatan sarana yang sudah terbangun.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.6. Zona Peruntukan Industri
Zona industri adalah lokasi yang terdapat kegiatan industri tetapi tidak terpusat.
Zona industri merupakan zona yang diperuntukkan bagi industry kecil dan rumah
tangga. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan produktivitas zona sekaligus
meningkatkan laju perekonomian wilayah.
Kriteria yang memenuhi persyaratan lokasi industri, adalah :
1. Terletak pada jalur arteri;
2. Memenuhi syarat secara geografis;
3. Tersedia sumber air baku yang cukup;
4. Adanya sistem pembuangan limbah;
5. Tidak terletak di zona tanaman pangan lahan basah yang beririgasi dan yang
berpotensi untuk perkembangan irigasi.
Pengembangan industri menengah dan besar dikhusukan di zona industri,
sedangkan untuk industri kecil dengan membuat sentra-sentra industri. Pengembangan
zona industri meliputi industri kecil dan industri besar, dengan pertimbangan-
pertimbangan, potensi alam yang mendukung dan aksesibilitas yang mudah untuk
dikembangkan. Ketentuan pengelolaannya adalah :
1. Pemanfaatan lahan yang sesuai untuk kawasan terbangun, untuk kegiatan industri
kecil kerajian rakyat;
2. Pembangunan fasilitas industri serta penunjangnya, seperti pembangunan dan
penataan Zona Industri sesuai dengan standar dan ketentuan yang telah ditetapkan;
3. Pengawasan kegiatan industri kerajinan agar tidak merugikan lingkungan serta
potensi sumber daya alam yang ada;
4. Pengadaan penyuluhan dan bimbingan teknis bagi para penerajin dan pengusaha
serta pengadaan bantuan permodalan dengan bunga rendah;
5. Peningkatan produktivitas hasil kerajinan sebagai komoditi eksport dan daya tarik
utama tujuan wisata di Kelurahan Gilimanuk dan peningkatan lapangan kerja.
Kawasan perencanaan tidak memiliki industri besar maupun tingkat menengah,
sehingga hanya memiliki industri dengan skala kecil atau skala rumah tangga. Oleh
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
karena itu untuk pengembangan industri kecil dan rumah tangga persebarannya dapat
dilakukan di seluruh bagian wilayah perencanaan, dimana sentra-sentra kegiatan industri
berada di setiap bagian SBWP.
5.3.7. Zona Khusus
A. Zona Pertahanan dan Keamanan
Kawasan Hankam adalah kawasan yang dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan
pertahanan dan keamanan (militer) dan atau untuk mengantisipasi serta menangkal
gangguan keamanan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Usaha
ini dilakukan untuk menunjang kegiatan yang diperuntukan bagi bidang pertahanan
dan keamanan, dimana memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap upaya pengembangan tata ruang
wilayah sekitarnya.
b. Mempunyai dampak penting, baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun
terhadap kegiatan lainnya.
c. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan.
Zona tertentu yang ada di Kelurahan Gilimanuk yang merupakan zona militer
adalah Kompleks Brimob Angkatan Laut yang terletak di Lingkungan Samiana
yang berada di SBWP IV dan memiliki luasan sebesar 1,76 Ha.
Pengembangan Zona Hankam terbatas pada pengembangan kawasan yang berskala
kecil, yang sifat pelayanannya hanya bersifat lokal bagi Kelurahan Gilimanuk
sendiri. Pengelolaan kawasan Hankam meliputi :
a. Penyediaan lahan khusus, terutama yang terkait dengan aktivitas intern, seperti
pelatihan, kawasan permukiman, perkantoran dan sebagainya;
b. Pengalokasian kawasan yang strategis demi pertahanan dan keamanan wilayah
Kelurahan Gilimanuk.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
B. Zona PLTG
Zona PLTG Gilimanuk merupakan zona khusus yang berada di kelurahan
Gilimanuk. Pada zona khusus ini diperlukan pengaturan terkait dengan lingkungan
dan zona disekitarnya, sehingga harus diupayakan adanya penataan zona PLTG.
Luas zona PLTG adalah 1,2 Ha. Untuk penataan dan pengendalian PLTG harus
diupayakan agar terkendali tanpa harus menurunkan fungsinya. Pengendalian yang
dilakukan harus melalui proses pengkajian dan sinkronisasi yang harmonis.
5.3.8. Zona Lainnya
A. Zona Peternakan
Zona peternakan adalah zona untuk usaha pengembangan peternakan. Secara umum
dapat digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu ternak besar (sapi, kerbau dan kuda);
ternak kecil (kambing, domba dan kelinci) dan aneka unggas (ayam, itik, dan jenis
unggas lainnya). Untuk peternakan hewan besar dan kecil paling tidak harus
tersedia atau dekat dengan areal tumbuhnya makanan ternak yang cukup, sedang
untuk peternakan unggas biasa menyebar di seluruh zona budidaya asal makanan
tercukupi.
Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan
pengupayaan ternak sekaligus dapat mendukung sektor industri yang lain sehingga
dapat meningkatkan perekonomian wilayah. Kriteria zona peternakan antara lain
adalah :
(1) untuk peternakan hewan besar jenis sapi, kerbau dan kuda serta ternak kecil
jenis kambing dan domba sebaiknya dekat dengan lahan yang sesuai untuk
tanaman rumput ternak atau dekat lahan yang mempunyai intensitas untuk
tanaman pangan (pertanian), sehingga limbah tanaman pangan dapat
dimanfaatkan untuk makanan ternak. Peternakan ini tidak dipengaruhi oleh
ketinggian tempat dan seyogyanya di lahan yang mempunyai kelerengan <8%
atau lahan datar.
(2) untuk peternakan unggas merupakan hewan peliharaan penduduk yang
terdapat di semua SBWP.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
(3) lokasi peternakan baik peternakan hewan besar maupun hewan kecil, tersebar
di seluruh kecamatan.
(4) pemanfaatan area pertanian untuk menghasilkan produk usaha peternakan
yang bernilai ekonomi tinggi;
(5) pengembangan pada area pertanian lahan kering atau kritis yang
produktivitasnya rendah;
(6) keterpaduan kegiatan peternakan dengan zona pertanian tanaman
tahunan/perkebunan;
(7) kemampuan mendayagunakan bahan pakan rerumputan, semak dan
pepohonan serta hasil pertanian dan limbah pertanian secara optimal untuk
pakan ternak;
(8) kemampuan mengoptimalkan sumber daya lahan dan lingkungan secara
optimal; dan
(9) kemampuan mempertahankan pelestarian plasma nutfah dan konservasi lahan
secara berkelanjutan.
Sedangkan untuk pengaturannya antara lain adalah :
(1) untuk memasok kebutuhan makanan bagi peternakan hewan besar perlu
pengembangan jenis-jenis tanaman makanan ternak (diversifikasi tanaman
makanan ternak dan pengolahan limbah tanaman pangan) agar kelangsungan
usaha pengembangan peternakan tersebut tetap terjaga.
(2) lokasi untuk pengembangan peternakan hewan besar dan kecil tersebut tidak
menggunakan areal lahan produktif pertanian serta tidak jauh dari lokasi
padang rumput atau tanaman makanan ternak.
(3) untuk peternakan unggas jarak dengan usaha 30 km dari kota besar. Hal
tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pemasaran ataupun untuk
memperoleh jenis makanan ternak produksi pabrik.
Peternakan yang berkembang di Kelurahan Gilimanuk merupakan peternakan
rakyat dengan skala usaha yang relatif kecil. Ternak yang diusahakan tersebut
dapat dibedakan menjadi ternak besar, ternak kecil dan unggas. Pada kelompok
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
ternak besar, jenis yang diusahakan adalah sapi, kuda dan kambing, pada
kelompok ternak kecil hanya babi, sedangkan untuk kelompok unggas jenis
yang dibudidayakan meliputi ayam kampung dan itik
B. Zona Pariwisata
Zona lain yang berada di kawasan perencaanaan adalah zona pariwisata. Zona
pariwisata adalah zona yang diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata. Kebijakan
pemanfaatan ruang pada zona pariwisata pada dasarnya tidak seluruhnya digunakan
untuk fasilitas akomodasi pariwisata, melainkan juga diperuntukkan bagi
penggunaan-penggunaan lain. Penetapan zona pariwisata dimaksudkan untuk
mengkonsentrasikan beberapa akomodasi pariwisata dan fasilitas pendukungnya
dalam suatu zona agar lebih efektif dan efesien dalam memanfaatkan ruang. Pada
wilayah perencanaan, wilayah Gilimanuk termasuk ke dalam zona strategis
pariwisata. Zona strategis pariwisata adalah zona yang memiliki fungsi utama
pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai
pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial
dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup,
serta pertahanan dan keamanan
Pengelolaan kawasan pariwisata diarahkan dengan dengan penekanan pada :
(1) Penataan ruang kawasan khusus daya tarik pariwisata;
(2) Pengembangan prasarana dan sarana transportasi untuk mempermudah akses
keseluruhan kawasan pariwisata serta obyek dan daya tarik wisata;
(3) Pengembangan obyek dan daya tarik wisata serta fasilitas penunjang
kepariwisataan.
Penataan ruang kawasan pariwisata dimaksudkan agar dapat memberikan arahan
pemanfaatan ruang untuk seluruh kawasan pariwisata yang telah ditetapkan.
Dengan adanya penataan ruang kawasan pariwisata ini diharapkan akan dapat
mengurangi dampak negatif dari kegiatan pariwisata, baik tehadap kegiatan-
kegiatan lain maupun terhadap kelestarian lingkungan. Pengaturan zona pariwisata
adalah sebagai berikut :
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
(1) Pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan
daya tampung lingkungan;
(2) Perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
(3) Pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata,
(4) Membentuk link wisata nasional;
(5) Mengembangkan promosi wisata, kalender wisata dengan berbagai peristiwa
atau pertunjukan budaya, kerjasama wisata, dan peningkatan sarana-prasarana
wisata sehingga kawasan perencanaan menjadi salah satu tujuan wisata;
(6) Obyek wisata alam dikembangkan dengan tetap menjaga dan melestarikan
alam sekitar untuk menjaga keindahan obyek wisata;
(7) Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang
pohon;
(8) Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah, seperti museum manusia
purba di Gilimanuk;
(9) Meningkatkan pencarian/ penelusuran terhadap benda bersejarah untuk
menambah koleksi budaya;
(10) Pada obyek wisata yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan
pembangunan dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana
transportasi ke obyek-obyek wisata alam, budaya dan minat khusus;
(11) Merencanakan zona wisata sebagai bagian dari urban/ regional desain untuk
keserasian lingkungan; serta
(12) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga kelestarian obyek
wisata, dan daya jual/ saing.
Ketentuan pengelolaan kawasan pariwisata meliputi :
(1) Pengembangan kawasan pariwisata perlu didukung dengan pengembangan
obyek dan daya tarik wisata, dimana pada kawasan pariwisata dapat dibangun
akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata, sedangkan pada obyek dan daya
tarik wisata yang khusus berada di luar kawasan pariwisata dapat juga
disediakan berbagai jenis fasilitas sesuai dengan fungsi utama obyek dan dapat
dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum serta akomodasi setinggi-
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
tinggi hotel kelas melati sebagai fasilitas penunjang obyek dengan jumlah
kamar hotel dibatasi seminimal mungkin untuk melindungi kelestarian fungsi
utama obyek.
(2) Kawasan pariwisata tidak semata-mata hanya diartikan sebagai kawasan yang
boleh dibangun fasilitas akomodasi dan fasilitas penunjang di seluruh bagian
kawasan, melainkan kawasan pariwisata sesungguhnya mencakup kawasan
lindung dan kawasan budidaya (baik kawasan budidaya pariwisata,
permukiman, pertanian, dan budidaya lainnya) yang harus ditata secara terpadu
antara satu kawasan dengan kawasan lainnya dan dituangkan kedalam rencana
tata ruang yang lebih rinci.
(3) Secara umum pengadaan akomodasi pariwisata dan pengembangan obyek-
obyek dan daya tarik wisata di arahkan untuk kawasan-kawasan pariwisata
yang sedang dan belum berkembang. Pengembangan kawasan pariwisata pada
tiap kawasan, khususnya untuk pengadaan akomodasi hunian, menggunakan
standar 30 – 50 kamar tiap hektar. Kepadatan fasilitas akomodasi ini
disesuaikan dengan kondisi kawasan pariwisata tersebut dan dibatasi secara
ketat, terutama untuk kawasan-kawasan yang berbatasan dengan kawasan
lindung.
(4) Pembentukan kerjasama pemerintah daerah dan swasta dalam menggali
potensi-potensi wisata untuk lebih meningkatkan pengembangan pariwisata di
Kelurahan Gilimanuk.
(5) Peningkatan promosi dan sistem informasi yang berkaitan dengan potensi
obyek dan daya tarik wisata dengan berbagai potensi pendukungnya seperti
ketersedian lahan, tenaga kerja dan berbagai kemudahan perijinan untuk lebih
menggiatkan investasi sektor pariwisata.
Pengembangan kegiatan pariwisata pada perwujudannya diarahkan pada tiga hal
yaitu arahan pengembangan obyek dan daya tarik wisata, arahan rencana lokasi
pengembangan akomodasi wisata dan rencana pengembangan fasilitas penunjang
pariwisata.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
(1) Rencana Pengembangan Daya Tarik Wisata Khusus
KDTWK tidak semata-mata hanya diartikan sebagai kawasan yang boleh
dibangun fasilitas akomodasi dan fasilitas penunjang di seluruh bagian
kawasan, melainkan sesungguhnya kata Khusus yang disandangnya
mengandung pengertian tetap terjaganya kawasan lindung dan kawasan
budidaya di luar kawasan peruntukan pariwisata yang harus ditata secara
terpadu antara satu kawasan dengan kawasan lainnya yang selanjutnya
dituangkan ke dalam Rencana Rinci Tata Ruang (RTR Kawasan Strategis
Pariwisata). Luas KDTWK di Kelurahan Gilimanuk adalah 5.601 Ha, dimana
pusat kegiatan pariwisata berada di SBWP I, yang terdiri dari :
Obyek Wisata Teluk Gilimanuk seluas 3,5 Ha;
Museum Kepurbakalaan Gilimanuk seluas 5 Ha;
Pasar Seni Gilimanuk seluas 0,4 Ha.
(2) Rencana Pengembangan Akomodasi Wisata
Rencana pengembangan akomodasi wisata di kawasan perencanaan diarahkan
berkelompok (clustered) di zona zona yang berdekatan dengan pusat kegiatan
pariwisata. Pada lokasi mengelompok diarahkan di wilayah sekitar Teluk
Gilimanuk yang menjadi objek wisata terpadu dengan keberadaan museum
purbakala menjadi KEP Gilimanuk.
Pada lokasi tersebut dapat dikembangkan akomodasi dan penunjang
pariwisata dengan catatan sebagai berikut :
Tidak melanggar sempadan pantai, sungai, jurang dan radius kesucian
pura;
Besaran luas dalam skala kecil dan dapat bercampur dengan permukiman,
pertanian dan kegiatan budidaya lainnya;
Pengembangan akomodasi yang dikembangkan adalah dalam maksimal
Hotel Melati dan Pondok Wisata;
Pengembangan akomodasi wisata diarahkan di kawasan sekitar Teluk
Gilimanuk;
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Pengembangan pondok wisata juga dapat direkomendasi bercampur
dengan permukiman penduduk pedesaan dengan konsep wisata desa;
Mendapat persetujuan dari instansi teknis yang terkait dengan perijinan
pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Zonasi Kawasan;
Pengembangan akomodasi wisata maksimal 25 kamar/Ha dengan KDB
maksimal 10% dan KWT (Koefisien Wilayah Terbangun) maksimal 2%
dari seluruh luas wilayah KDTWK.
Dapat bersinergi, mendapat persetujuan masyarakat setempat dan tidak
saling merugikan dengan kegiatan-kegiatan yang ada di sekitarnya.
(3) Pengembangan Fasilitas Penunjang Pariwisata
Pengembangan fasilitas penunjang pariwisata (tanpa akomodasi) selain pada
lokasi pengembangan akomodasi wisata di atas juga dapat dilakukan
bercampur dengan kegiatan lain dalam bentuk kegiatan perdagangan dan jasa.
Adapun pengembangan fasilitas ini dilakukan dengan cara :
Menetapkan dan mengarahkan pembangunan fasilitas penunjang
pariwisata disesuaikan dengan tingkat kebutuhan.
Mengembangkan fasilitas penunjang pariwisata pada sekitar lokasi
akomodasi wisata, pada lokasi yang telah diarahkan sebagai fasilitas
penunjang pariwisata dan arahan permukiman campuran, seperti :
restaurant dan cafe, jasa pelayanan pos dan telekomunikasi (Wartel dan
Tourism Information), persewaan perlengkapan wisata tirta, jasa
perbankan (money changer), jasa angkutan (travel), toko cinderamata,
mini swalayan, toko buku, bike rental, motor rental, dan lainnya.
Mengembangkan stage/arena pertunjukan kesenian tradisional.
Membatasi pengembangan akomodasi dan fasilitas penunjang pariwisata
pada kawasan pantai tempat melasti.
Untuk lebih jelasnya mengenai rencana pola ruang di wilayah perencanaan,
dapat dilihat pada Gambar 5.1a dan Gambar 5.1b.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.1a Rencana Pola Ruang 1
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.1b Rencana Pola Ruang 2
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3. Rencana Pola Ruang per SBWP
Rencana pola ruang dalam pengembangan Kelurahan Gilimanuk didasarkan
pada fungsi ruang dan kegiatan dengan batasan pembagian blok yang terdapat pada
masing-masing SBWP. Pola pemanfaatan ruang per SBWP secara rinci diuraikan pada
masing-masing SBWP dan blok dibawah sebagai berikut :
5.3.1. Rencana Pola Ruang SBWP I
SBWP I merupakan pusat kegiatan utama dengan skala pelayanan tingkat
regional. Hal ini dikarenakan fungsi kegiatan atau zona zona yang terdapat di dalam
SBWP I merupakan zona dengan fungsi skala pelayanan tingkat regional. Fungsi utama
dari SBWP I adalah sebagai pusat kegiatan transportasi dan kegiatan pariwisata.
1. Zona Lindung
Zona lindung yang terdapat di SBWP I adalah sempadan pantai dengan lebar 100
meter yang terletak di Blok SBWP I-A, Blok SBWP I-B1, dan Blok SBWP I-D.
2. Zona Budidaya
Blok SBWP I-A
Blok SBWP I-A merupakan blok yang dikhususkan sebagai zona transportasi
dimana terdiri dari Pelabuhan Gilimanuk dan Terminal Gilimanuk yang
memiliki skala pelayanan tingkat regional. Pada blok ini arahan
pengembangannya adalah sebagai zona transportasi terpadu dimana akan
terencana suatu pola transportasi yang terintegrasi dengan sistem pergerakan
regional. Sebagai zona transportasi kawasan perencanaan SBWP I terdapat
Pelabuhan Gilimanuk seluas 7,2 Ha, Terminal Gilimanuk seluas 1,55 Ha dan
ditunjang oleh Pura sebagai sarana peribadatan seluas 0,56 Ha. Selain itu
terdapat RTH dengan luasan 1,7 Ha yang dapat digunakan sebagai cadangan
perluasan Pelabuhan Gilimanuk.
Blok SBWP I-B
Pada Blok SBWP I-B, terdiri dari Blok SBWP I-B.1 dan Blok SBWP I-B.2
dimana pola pemanfaatan ruangnya berupa zona perumahan dengan luasan
mayoritas. Pada Blok SBWP I-B.1 digunakan sebagai areal pengembangan
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
perumahan baru dan cadangan lahan pengembangan Pelabuhan Gilimanuk.
Blok SBWP I-B.1 akan diarahkan perumahan dengan kepadatan tinggi dan Blok
SBWP I-B.2 dengan kepadatan sedang.
Blok SBWP I-C
Pada Blok SBWP I-C merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi
campuran (mixed zone). Kawasan perdagangan dan jasa skala dengan skala
pelayanan lokal menjadi dominasi kegiatan di blok ini. Keberadaan zona
perumahan memiliki luasan yang tidak begitu signifikan. Selain itu, pada Blok
ini juga terdapat zona sosial dan sarana umum seperti sarana peribadatan dan
wisata yang berupa pasar seni. Pada Blok SBWP I-C.3 terdapat zona pendidikan
yang dengan luasan yang signifikan.
Blok SBWP I-D
Blok SBWP I-D merupakan blok yang memiliki luasan terbangun eksisting
yang paling kecil dibandingkan dengan blok peruntukkan lainnya di SBWP I.
Pada blok ini, rencana pengembangan yang akan dilakukan adalah revitalisasi
Kawasan Teluk Gilimanuk menjadi suatu objek wisata terpadu yang terintegrasi
dengan Zona Cagar Budaya Museum Kepurbakalaan Gilimanuk serta wisata
spiritual (Pura Kalong Segara Rupek dan Pura Prapat Agung). Pada blok ini
juga terdapat suatu zona campuran kegiatan perumahan dan pariwisata yang
akan dikembangkan sebagai zona akomodasi pariwisata.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Tabel 5.2Rencana Pola Ruang di SBWP 1
(Lingkungan Penginuman dan Sebagian Lingkungan Asri)Tahun 2032
No
Pola Ruang
Blok SBWP
I-A (Ha)
Blok SBWP I-B.1 (Ha)
Blok SBWP I- B.2(Ha)
Blok SBWP I-C.1 (Ha)
Blok SBWP I-C.2 (Ha)
Blok SBWP I-C.3(Ha)
Blok SBWP
I-D (Ha)
1. Zona Perumahan 0 6,6 4,28 0,27 2,59 0,42 0
2. Zona Perdagangan dan jasa 0 0 0,26 1,28 0,67 0.46 0
3.Zona Pemerintahan/perkantoran
0 0 0 1,02 0,096 0 0
4. Zona Pendidikan 0 0 0 0 0 2,24 0
5. Zona Transportasi 9,21 0 0 0 0 0 0
6. Zona Kesehatan 0 0 0 0 0 0 0
7. Zona Olahraga 0 0 0 0 0 0 0
8. Zona Sosial 0 0 0 0 0 0 0
9. Zona Peribadatan 0,56 0 0 0 0 1,64 0
10.
Zona Pariwisata 0 0 0 0 0 0,87 4,05
11.
Zona RTH 1,7 0 0 0 0 3,91 1,74
12.
Zona Pertahanan dan Keamanan
0 0 0 0 0 0 0
13.
Zona Khusus TPA 0 0 0 0 0 0 0
14.
Zona Khusus IPAL 0 0 0 0 0 0 0
15.
Zona Khusus PLTG 0 0 0 0 0 0 0
16.
Zona Campuran 0 0 0 0 0 0,84 0.8
Jumlah Luasan Zona 10,91 5,8 4,54 2,57 2,1 10,38 10,79
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2012
Untuk lebih jelasnya mengenai Rencana Pola Ruang di SBWP I, dapat dilihat
pada Gambar 5.2.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.2. Rencana Pola Ruang di SBWP I
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.2. Rencana Pola Ruang di SBWP II
A. Zona Lindung
Zona lindung yang terdapat pada SBWP II adalah zona RTH yang sebagian besar
luasannya terletak di Lingkungan Asih. Luas total RTH yang terdapat pada SBWP
ini adalah 4,5 Ha.
B. Zona Budidaya
Blok SBWP II-A
Blok SBWP II-A merupakan blok yang merupakan zona peruntukan
perumahan untuk SBWP II. Pada Blok SBWP II-A, dominasi zona perumahan
sangat dominan. Zona ini juga menjadi arahan rencana zona perumahan
dengan kepadatan tinggi.
Blok SBWP II-B
Pada Blok SBWP II-B pola pemanfaatan ruangnya berupa zona perdagangan
dan jasa dengan skalapelayanan tingkat regional dan zona pemerintahan
dengan pelayanan tingkat local. Pada Blok SBWP II-B digunakan sebagai areal
pengembangan zona perdagangan dan jasa baru yang akan berkembang akibat
adanya multiplier effect.
Blok SBWP II-C
Pada Blok SBWP II-C merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi
utama sebagai zona perumahan. Pada zona perumahan, diarahkan sebagai
rencana pengembangan perumahan baru untuk seluruh wilayah perencanaan.
Pada Blok SBWP II-C, perumahan yang dikembangkan adalah perumahan
dengan tingkat kepadatan sedang dan tinggi.
Blok SBWP II-D
Blok SBWP II-D merupakan blok yang memiliki blok dengan dominasi
kegiatan berupa RTH dengan luasan 4,4 Ha dan zona kegiatan pendidikan
seluas 1,7 Ha. Pada blok ini, rencana pengembangan yang akan dilakukan
adalah peningkatan fungsi lapangan sebagai RTH dengan melakukan penataan
di zona tersebut.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Tabel 5.3Rencana Pola Ruang di SBWP II
(Lingkungan Asih dan Sebagian Lingkungan Asri)Tahun 2032
No Pola RuangBlok
SBWP II-A (Ha)
Blok SBWP II-B
(Ha)
Blok SBWP II-
C (Ha)
Blok SBWP II-D
(Ha)
1. Zona Perumahan 11,7 4,69 7,89 0,08
2.Zona Perdagangan dan Jasa
0 2,87 0,27 0
3.Zona Pemerintahan/Perkantoran
0 0,96 0,05 0
4. Zona Pendidikan 0 0 0,39 1,74
5. Zona Transportasi 0 0 0 0
6. Zona Kesehatan 0 0 0 0
7. Zona Olahraga 0 0 0 0
8. Zona Sosial 0 0 0 0
9. Zona Peribadatan 0 0 0 0
10. Zona Pariwisata 0 0 0 0
11. Zona RTH 0,38 0 0 4,43
12.Zona Pertahanan dan Keamanan
0 0 0 0
13. Zona Khusus IPAL 0 0 0 0
14. Zona Khusus PLTG 0 0 0 0
Jumlah Luasan Zona 12,08 8,52 9,46 6,25
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2012
Untuk lebih jelasnya mengenai rencana pola ruang di SBWP II, dapat dilihat
pada Gambar 5.3.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.3. Rencana Pola Ruang di SBWP II
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.3. Rencana Pola Ruang di SBWP III
A. Zona Lindung
Zona lindung yang terdapat pada SBWP III adalah zona RTH berupa makam
dimana terletak pada Lingkungan Arum. Luas total RTH yang terdapat pada SBWP
ini adalah 3,12 Ha.
B. Zona Budidaya
Blok SBWP III-A
Blok A merupakan blok yang merupakan zona peruntukkan perumahan untuk
SBWP III. Pada Blok SBWP III-A, dominasi zona perumahan sangat dominan.
Zona ini juga menjadi arahan rencana zona perumahan dengan kepadatan
tinggi. Pada Blok SBWP III-A juga terdapat zona pendidikan dengan luas 0,36
Ha.
Blok SBWP III-B
Pada Blok SBWP III-B, yang terdiri dari Blok SBWP III-B.1 dan Blok SBWP
III-B.2, dimana pola pemanfaatan ruangnya berupa mix use zone. Pada blok
ini terdapat zona perdagangan dan jasa, zona peribadatan, zona kesehatan dan
zona perumahan. Blok SBWP III-B merupakan zona dengan pelayanan skala
lokal. Pada perencanaan Blok SBWP III-B akan dikembangkan untuk
mendukung kegiatan-kegiatan yang memiliki skala regional.
Blok SBWP III-C
Pada Blok C merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi utama sebagai
zona perumahan. Pada zona perumahan, diarahkan sebagai rencana
pengembangan perumahan baru untuk seluruh wilayah perencanaan. Pada Blok
C, perumahan yang dikembangkan adalah perumahan dengan tingkat
kepadatan sedang dan tinggi. Selain zona perumahan, terdapat zona
perdagangan dan jasa dengan pelayanan tingkat local, dimana rencana bentuk
kegiatannya berupa tipe deret.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Blok SBWP III-D
Blok SBWP III-D merupakan blok yang memiliki blok dengan dominasi
kegiatan berupa zona khusus yang terdiri dari zona PLTG dan Gardu Induk
PLN dimana zona PLTG memiliki luasan sebesar 1,2 Ha dan zona PLN seluas
4,75 Ha. Pada blok ini, rencana pengembangan yang akan dilakukan adalah
pengamanan zona PLTG dan PLN dimana arahan pengembangannya tidak
boleh ada perumahan di wilayah sekitar zona setidaknya 50 m.
Tabel 5.4Rencana Pola Ruang di SBWP III
(Lingkungan Arum) Tahun 2032
No
Pola RuangBlok
SBWP III-A (Ha)
Blok SBWP III-B.1 (Ha)
Blok SBWP III-B.2 (Ha)
Blok SBWP III-C
(Ha)
Blok SBWP III-D
(Ha)
1. Zona Perumahan 7,82 0,66 0,71 20,44 0
2.Zona Perdagangan dan Jasa
0 0,67 0,9 1,46 0
3.Zona Pemerintahan/Perkantoran
0 0 0 0 0
4. Zona Pendidikan 0,36 0,45 0 0,4 0
5. Zona Transportasi 0 0 0 0 0
6. Zona Kesehatan 0 0 0,31 0 0
7. Zona Olahraga 0 0 0 0 0
8. Zona Sosial 0 0 0 0 0
9. Zona Peribadatan 0 0 0,38 0 0
10.
Zona Pariwisata 0 0 0 0 0
11.
Zona RTH 3,12 0 0 0 0
12.
Zona Pertahanan dan Keamanan
0 0 0 0 0
13.
Zona Khusus Gardu Induk PLN
0 0 0 0 4,75
14.
Zona Khusus PLTG 0 0 0 0 1,2
Jumlah Luasan Zona 11,65 1,78 2,3 22,3 5,95
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2012
Untuk lebih jelasnya mengenai Rencana Pola Ruang di SBWP III, dapat dilihat
pada Gambar 5.4.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.4. Rencana Pola Ruang di SBWP III
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.4. Rencana Pola Ruang di SBWP IV
A. Zona Lindung
Tidak terdapat zona lindung di SBWP IV.
B. Zona Budidaya
Blok SBWP IV-A
Blok A merupakan blok yang merupakan zona peruntukkan dengan kegiatan
campuran (mixed use zone), dimana terdapat zona perdagangan dan jasa, zona
perkantoran, zona pendidikan, zona peribadatan dan zona perumahan. Pada
Blok SBWP IV-A, dominasi zona perumahan tidak terjadi dominasi kegiatan
dari zona manapun. Ketentuan pengembangan dari zona ini adalah sebagai
mixed use zone.
Blok SBWP IV-B
Blok B merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi utama sebagai zona
perumahan. Pada zona perumahan, diarahkan sebagai rencana pengembangan
perumahan baru. Pada Blok SBWP IV-B, perumahan yang dikembangkan
adalah perumahan dengan tingkat kepadatan sedang.
Blok SBWP IV-C
Pada Blok SBWP IV-C merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi
utama sebagai zona khusus militer karena terdapat Kompleks Brimob. Selain
itu, pada blok ini juga terdapat zona perkantoran berupa Balai Karantina. Pada
blok ini, diarahkan sebagai rencana zona pertahanan dan keamanan.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Tabel 5.5Rencana Pola Ruang di SBWP IV
(Lingkungan Samiana dan sebagian Lingk. Penginuman) Tahun 2032
No
Pola RuangBlok
SBWP IV-A (Ha)
Blok SBWP IV-B
(Ha)
Blok SBWP IV-C
(Ha)1. Zona Perumahan 3,13 23,54 0
2.Zona Perdagangan dan Jasa
1,33 0,19 0
3.Zona Pemerintahan/Perkantoran
0,39 0 0,45
4. Zona Pendidikan 0,43 0 0
5. Zona Transportasi 0 0 0
6. Zona Kesehatan 0 0 0
7. Zona Olahraga 0 0 0
8. Zona Sosial 0 0,52 0
9. Zona Peribadatan 0,35 0 010.
Zona Pariwisata 0 0 0
11.
Zona RTH 0,29 1,85 0
12.
Zona Pertahanan dan Keamanan
0 0 1,87
13.
Zona Khusus IPAL 0 0 0
14.
Zona Khusus PLTG 0 0 0
Jumlah Luasan Zona 5,92 26,10 2,32 Ha Sumber : Hasil Rencana Tahun 2012
Untuk lebih jelasnya mengenai Rencana Pola Ruang di SBWP IV, dapat dilihat
pada Gambar 5.5.
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
Gambar 5.5. Rencana Pola Ruang di SBWP IV
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
5.3.5. Rencana Pola Ruang di SBWP V
A. Zona Lindung
Zona lindung yang terdapat pada SBWP V adalah zona hutan lindung TNBB seluas
5.073,7 Ha yang tersebar di lingkungan Penginuman.
B. Zona Budidaya
Blok SBWP V-A
Pada Blok SBWP V-A merupakan pola pemanfaatan lahan dengan fungsi
utama sebagai zona transportasi. Pada blok ini, diarahkan sebagai rencana
pengembangan terminal barang yang juga berfungsi sebagai parkir manuevur
dan stop over. Pada Blok SBWP V-A, zona transportasi akan dikembangkan
dengan skala pelayanan regional, sehingga akan membawa multiplier effect
terhadap zona di sekitarnya. Luas zona transportasi adalah 9,5 Ha.
Blok SBWP V-B
Blok SBWP V-B terdiri dari zona perkantoran yang berupa kantor TNBB
seluas 4,37 Ha.
Tabel 5.6Rencana Pola Ruang di SBWP V
(Sebagian Lingkungan Penginuman) Tahun 2032
No Pola RuangBlok
SBWP V-A (Ha)
Blok SBWP
V-B (Ha)
No Pola RuangBlok
SBWP V-A (Ha)
Blok SBWP
V-B (Ha)
1. Zona Perumahan 0 0 8. Zona Sosial 0 0
2. Zona Perdagangan dan jasa 0,65 0 9. Zona Peribadatan 0 0
3.Zona Pemerintahan/perkantoran
0 4,37 10. Zona Pariwisata 0 0
4. Zona Pendidikan 0 0 11. Zona RTH 0 1,54
5. Zona Transportasi 8,85 0 12.Zona Pertahanan dan Keamanan
0 0
6. Zona Kesehatan 0 0 13. Zona Khusus IPAL 0 0
V - 68
CV. TRI MATRA DISAIN
Konsultan Perencana Dan Pengawas
7. Zona Olahraga 0 0 14.Zona Khusus PLTG
0 0
Jumlah Luasan Zona 9,50 5,91
Sumber : Hasil Rencana Tahun 2012
Gambar 5.6. Rencana Pola Ruang di SBWP V