Bab 4__10-95

download Bab 4__10-95

of 43

Transcript of Bab 4__10-95

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    1/43

    28

    BAB IV

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    4.1. Profil Industr i Telekomunikasi Indonesia

    4.1.1. Sejarah Awal

    Sejarah industri telekomunikasi di Indonesia bermula ketika pada

    tahun 1906 pemerintah kolonial Belanda mendirikan Post, Telegraph, en

    Telephone Dienst (PTT). Seiring dengan kemerdekaan Indonesia, PTT

    kemudian diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Badan

    Usaha Milik Negara (BUMN) dan mengalami beberapa kali pergantian bentuk

    dan nama perusahaan, sampai akhirnya ini dikenal dengan PT Telekomunikasi

    Indonesia (Telkom). Sampai dengan tahun 2005, Telkom menguasai 65%

    pangsa pasar telekomunikasi di Indonesia. Sementara itu, PT Indosat Tbk.,

    BUMN telekomunikasi lainnya yang menjadi rival utama Telkom, menguasai

    30% pangsa pasar. Sisanya dikuasai oleh beberapa pemain lain, termasuk

    yang bergerak dalam layanan telekomunikasi bergerak (mobile).

    Pada awal perkembangannya antara tahun 1970-an sampai awal

    tahun 1990-an, industri telekomunikasi Indonesia masih bersifat monopoli.

    Kebijakan yang bersifat monopoli ini oleh pemerintah kemudian dirasakan

    tidak lagi relevan dengan perkembangan industri dan teknologi yang

    berkembang sangat pesat. Monopoli secara langsung maupun tidak langsung

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    2/43

    29

    telah menghambat investasi, inovasi, dan wirausaha dalam bisnis

    telekomunikasi.

    4.1.2. Perubahan Peraturan Perundangan

    Industri telekomunikasi di Indonesia pada awalnya diatur dalam

    Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, dimana sektor

    telekomunikasi Indonesia dikuasai oleh pemerintah. Kebutuhan akan adanya

    persaingan yang lebih sehat dalam industri telekomunikasi semakin kuat pada

    masa pascakrisis ekonomi Indonesia. Langkah deregulasi terhadap industri ini

    kemudian diambil pemerintah melalui UU nomor 36 Tahun 1999. Undang-

    undang tersebut bertujuan untuk mengintroduksi lingkungan usaha yang

    kompetitif dalam industri telekomunikasi Indonesia. Pemerintah Indonesia

    melakukan transisi dari monopoli menuju kompetisi secara gradual. Langkah

    Pemerintah Indonesia untuk dapat menghadirkan persaingan yang lebih sehat

    dalam industri telekomunikasi tidak hanya berhenti pada kebijakan duopoli

    Telkom dan Indosat. Industri telekomunikasi yang kompetitif diyakini akan

    membawa banyak keuntungan, tidak hanya kepada konsumen, namun juga

    kepada perusahaan dan para pemangku kepentigannya.

    Dalam industri telekomunikasi terdapat lima model kompetisi,

    yaitu (1) kompetisi penuh dan terbuka, dimana lisensi akan diberikan kepada

    semua pemain yang memenuhi syarat; (2) lisensi berbasis wilayah geografis,

    di mana satu pemain untuk satu wilayah geografi; (3) lisensi sesuai

    segmentasi layanan, di mana satu pemain untuk segmen layanan tertentu; (4)

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    3/43

    30

    duopoli, dan (5) kompetisi terbatas (oligopoli). Sedangkan Indonesia terhitung

    sejak September tahun 2000 telah mengadopsi model kompetisi duopoli.

    Campur tangan pemerintah dalam mengawali transisi menuju kompetisi

    penuh dan terbuka masih diperlukan. Peran terbatas pemerintah yang perlu

    dipertahankan adalah meregulasi harga dan tarif untuk menghindari

    pengambilan keuntungan secara sepihak dan menekan budaya antikompetisi,

    diantaranya menjamin akses yang adil bagi seluruh pemain atas fasilitas dan

    jaringan (interkoneksi).

    Selama tahun 2005, pemerintah telah mengeluarkan 8 regulasi

    telekomunikasi baru terkait dengan masalah radio frequency spectrum fee,

    regulasi tentang telekomunikasi dengan menggunakan satelit, perubahan tarif

    interkoneksi dari revenue based menjadi cost based, registrasi pelanggan

    prabayar, dan peraturan mengenai 3G.

    4.1.3. Regulator

    4.1.3.1. Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi

    Regulator di sektor telekomunikasi Indonesia adalah

    Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi yang bertanggung jawab

    kepada Menteri Komunikasi dan Informatika. Namun setelah adanya

    gerakan untuk melakukan liberalisasi di sektor telekomunikasi pada tahun

    1999 yang ditandai dengan dikeluarkannya UU Nomor 36 Tahun 1999,

    maka kekuasaan Dirjen Postel tersebut secara perlahan dan bertahap akan

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    4/43

    31

    ditransfer ke badan regulator baru yang independen yaitu, Badan Regulasi

    Telekomunikasi Indonesia.

    4.1.3.2. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia

    Iklim persaingan di industri telekomunikasi yang kian

    kompetitif, sejak disahkannya UU Nomor 26 Tahun 1999 pada tanggal 8

    September 1999, mendorong berbagai pihak meminta dibentuknya badan

    regulasi independen. Sebuah badan regulasi mandiri diharapkan dapat

    melindungi kepentingan publik dan mendukung serta melindungi

    kompetisi dalam bisnis telekomunikasi menjadi lebih sehat, efisien, dan

    menarik bagi investor. Pada tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah

    mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 2003

    tentang Penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

    Tujuan dibentuknya badan regulasi independen yang mulaiefektif

    beroperasi sejak tanggal 5 Januari 2004 tersebut antara lain adalah untuk

    mengurangi peran pemerintah dalam industri telekomunikasi yang selama

    ini merupakan pihak yang mendanai (financier), regulator, dan pemberi

    lisensi (licenser). Sebagai lembaga yang independen, BRTI bertugas

    mengatur dan mengontrol industri telekomunikasi di Indonesia serta

    memiliki wewenang untuk mengeluarkan lisensi bagi operator layanan

    telekomunikasi seluler baru di masa mendatang. Selain itu, badan ini juga

    dapat menyediakan input bagi pemerintah dalam membuat kebijakan-

    kebijakan terkait masalah telekomunikasi.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    5/43

    32

    4.1.4. Struktur Pasar

    Hingga akhir tahun 2007, terdapat 5 perusahaan yang

    mendapatkan izin sebagai operator telepon seluler GSM di Indonesia, yaitu

    Telkomsel, Indosat, XL, NTS dan HCPT dan sebagian besar operator seluler

    GSM tersebut dimiliki oleh investor asing. Mulai dari Telkomsel yang

    merupakan operator seluler terbesar di Asia Tenggara dengan 35% sahamnya

    milik Singapore Telecom (SingTel), Indosat yang 42% sahamnya dimiliki

    oleh Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd. (STT), Excelcomindo

    Pratama yang 27,3% sahamnya dibeli Telekom Malaysia dengan harga US$

    314 juta, NTS sebagai pemegang lisensi 3G yang 51% sahamnya dibeli oleh

    Maxis Communication Bhd, Malaysia, dan HCPT yang 60% sahamnya

    dimiliki oleh Hutchinson Telecommunications International Limited dari

    Hongkong. Hal diatas menunjukan bagaimana iklim persaingan yang dihadapi

    oleh operator telepon seluler di Indonesia kini sudah mendekati pada situasi

    yang bersifat oligopoli. Ada tiga karakteristik kunci yang melekat pada

    situasi pasar oligopoli, yaitu: (1) pergerakan industri didominasi oleh kiprah

    beberapa operator dengan skala besar; (2) masing-masing operator menjual

    atau menawarkan produk yang identik atau memiliki pembedaan yang relatif

    terbatas; dan (3) industri memiliki hambatan untuk masuk yang signifikan

    besarannya sehingga tidak mudah bagi pendatang baru untuk masuk ke dalam

    industri yang dimaksud. Dari perspektif operator telepon seluler, penerapan

    strategi pemasaran pada situasi pasar yang bersifat oligopoli tentu

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    6/43

    33

    memerlukan upaya ekstra terutama dalam memaknai elastisitas harga terhadap

    besaran permintaan pulsa oleh pelanggan.

    4.2. Kondisi Persaingan Pasar Seluler Tahun 2004-2007

    Walaupun industri telekomunikasi seluler GSM ini semakin marak

    bertambahnya perusahaan operator seluler di Indonesia, data tahun 2007 masih

    menunjukan operator seluler yang sudah lama beroperasi di Indonesia seperti

    Telkomsel, Indosat, dan XL, yang masih merupakan tiga besar penguasa pasar seluler

    di Indonesia, dimana Telkomsel menguasai 55% pangsa pasar, Indosat 28% pangsa

    pasar, XL 15%, dan sisanya operator-operator seluler lain. Persaingan yang terjadi

    antara operator seluler di Indonesia ini umumnya dalam bentuk persaingan:

    1. Harga layanan

    2. Kualitas

    3. Jangkauan jaringan

    4. Jenis layanan

    5. Fitur yang ditawarkan

    6. Pelayanan pelanggan

    7. Teknologi baru dan berbagai jasa telekomunikasi yang terkonvergensi

    Persaingan dalam tahun 2004-2007 tersebut terlihat dari pergerakan dan

    perubahan dalam peningkatan jumlah BTS (coverage driven), jumlah pelanggan

    dengan meluncurkan paket produk prabayar dan pascabayar untuk menarik pelanggan

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    7/43

    34

    baru atau merebut pelanggan lama dari operator lainnya. Secara bertahap persaingan

    ini bergerak dengan memberikan beberapa cara untuk lebih agresif seperti

    pemotongan harga, menyediakan tarif flat untuk panggilan nasional bahkan dengan

    membebaskan biaya abonemen pelanggan pascabayar (price driven). Setelah melalui

    tahap price driven maka industri seluler akan menghadapi service quality driven,

    masyarakat Indonesia saat ini yang sebagai pemakai layanan jasa telekomunikasi

    seluler sangat memperhatikan kualitas dari perangkat telekomunikasi telepon seluler

    yang diberikan oleh operator. Persaingan harga yang terjadi membuat masyarakat

    dapat dengan mudah beralih ke operator lainnya jika pelayanan servis dan kualitas

    operator tersebut dianggap buruk oleh masyarakat seperti; sms yang datang terlambat,

    sinyal yang tidak stabil, suara yang terputus-putus ketika sedang menelpon membuat

    citra yang tidak baik bagi operator seluler tersebut dimata pelanggan.

    Pada pertengahan tahun 2007 mulai kembali bergerak menuju persaingan tarif

    atau kembali menuju penggunaan business model price driven, dimana penurunan

    tarif yang agresif dalam bentuk permainan iklan dipelopori oleh XL dan operator lain

    mulai mengikuti termasuk operator-operator baru (attackers). Kembalinya kepada

    persaingan tarif membuat operator lupa akan pentingnya coverage sebagai pendukung

    kualitas dari layanan seluler.

    Setelah melewati persaingan coverage driven, price driven dan service quality

    driven industri telekomunikasi seluler mulai memasuki persaingan value-adedd

    services driven. Dalam industri telekomunikasi seluler global telah melewati

    beberapa fase perubahan teknologi dan upaya untuk adaptasi dengan teknologi

    tersebut. Perkembangan industri telekomunikasi seluler Indonesia dalam teknologi

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    8/43

    35

    seluler itu berawal dari SMS, MMS, EDGE hingga ke teknologi 3G yang pertama

    kali diluncurkan oleh Telkomsel dan inovasi-inovasi Value-Added Service (VAS)

    yang terus dilakukan pula oleh operator-operator lain di tahun 2007. VAS ini juga

    merupakan cara untuk menghindari persaingan dalam harga, karena pelanggan dalam

    memilih produk telekomunikasi seluler GSM akan mempertimbangkan harga serta

    fitur-fitur baru yang ditawarkan, hal ini juga termasuk strategi diferensiasi untuk

    menghindari persaingan harga, karena diferensiasi menciptakan sesuatu yang

    baruyang dirasakan oleh keseluruhan industri sebagai hal yang unik dan diferensiasi

    memberikan penyekat terhadapt persaingan karena adanya loyalitas merek dari

    pelanggan yang mengakibatkan berkurangnya kepekaan terhadap harga.

    4.3. Pemain dalam Industr i Telekomunikasi GSM

    4.3.1. PT. Telkomsel

    Telkomsel didirikan pada tanggal 26 Mei 1995, dimana Telkomsel

    merupakan usaha patungan antara PT Telkom dan PT Indosat (yang kala itu

    belum menjadi perusahaan publik), dengan komposisi saham 51% milik PT

    Telkom dan 49% milik Indosat. Meski sudah memiliki izin sebagai operator

    GSM nasional bersama Satelindo, Telkomsel ternyata tidak diizinkan untuk

    beroperasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena

    pemerintah telah menunjuk Satelindo sebagai operator GSM pertama di

    wilayah Jakarta dan kawasan ibukota lainnya.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    9/43

    36

    Sejak mulai beroperasinya hingga tahun 2008, Telkomsel telah mengalami

    perubahan dalam komposisi kepemilikan saham. Hingga tahun 2000,

    komposisi kepemilikan saham di Telkomsel adalah: 42,72% Telkom; 35%

    Indosat; 17,28 KPN Mobile, dan 5% Sedco. Namun hingga akhir tahun 2007,

    SingTel menguasai 35% saham Telkomsel, sementara 65% sisanya dikuasai

    oleh Telkom (Gambar 4.1).

    Sumber:www.telkomsel.com.

    Gambar 4.1Komposisi Pemegang Saham PT. Telkomsel

    Telkomsel memiliki 2 jenis kartu, yaitu prabayar (Simpati dan Kartu As) dan

    pascabayar (HALO). Telkomsel merupakan operator seluler pertama yang

    memperkenalkan jenis kartu prabayar GSM melalui produknya, Kartu

    Simpati.

    Jumlah Pelanggan

    Pada akhir tahun 2007, Telkomsel tercatat sebagai pemain utama yang

    menguasai pangsa pasar penyedia jaringan seluler GSM di Indonesia dengan

    jumlah pelanggan 47,8 juta orang (Grafik 4.1), melebihi dua pemain besar

    lainnnya, yaitu PT Indosat Tbk. Dan PT Excelcomindo Pratama Tbk.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    10/43

    37

    Pertumbuhan jumlah pelanggan Telkomsel dari tahun 2004 2005 sebesar

    49% dan dari tahun 2005 2006 sebesar 47%, serta penurunan pertumbuhan

    jumlah pelanggan terlihat antara tahun 2006 2007 dimana pada masa itu

    pertumbuhannya sebesar 35%, penurunan pertumbuhan ini akibat dari

    persaingan yang ketat dalam industri telekomunikasi seluler GSM.

    16291

    24269

    35597

    47890

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    30000

    35000

    40000

    45000

    50000

    JumlahPelanggan(dalamr

    ibuan)

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Jumlah Pelanggan Telkomsel, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan Telkomsel.

    Grafik 4.1Jumlah Pelanggan Seluler Telkomsel

    Pendapatan

    Meskipun Telkomsel melakukan penurunan tarif, pendapatan operasional

    telkomsel tumbuh dengan kuat tahun 2007. Pendapatan operasional

    Telkomsel tumbuh 26% menjadi Rp. 36,67 triliun di tahun 2007. Produk

    prabayar Telkomsel yang dicatat dari 96% dari total pelanggan 2007

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    11/43

    38

    merupakan kontributor utama pendapatan. Hal ini memberikan kontribusi

    81% untuk pendapatan usaha pada tahun 2007.

    Sumber:www.telkomsel.com.

    Grafik 4.2Kinerja Telkomsel

    Jangkauan Area

    Pada awalnya Telkomsel dilarang beroperasi di Jakarta akhirnya harus

    memulai layanannya di Batam, Bintan, Pekanbaru, dan Medan terlebih dahulu

    sebelum masuk ke Pulau Jawa. Hal ini telah menciptakan keunggulan

    kompetitif yang sulit ditandingi oleh 2 kompetitor utamanya (Indosat dan

    XL), di mana pada tahun 1997 Telkomsel merupakan perusahaan operator

    seluler pertama di Indonesia yang berhasil menjangkau seluruh 27 propinsi

    Indonesia. Hal ini terlihat pada Gambar 4.3 dengan meningkatnya jumlah

    BTS Telkomsel setiap tahunnya dan mencapai 20.858 BTS pada akhir tahun

    2007 di seluruh Indonesia.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    12/43

    39

    6205

    9895

    16057

    20858

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    JumlahBTS

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Jumlah BTS Telkomsel, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan Telkomsel.

    Grafik 4.3Jumlah BTS Telkomsel

    4.3.2. PT. Indosat, Tbk.

    Indosat merupakan operator seluler dengan jumlah pelanggan

    terbesar kedua setelah Telkomsel. Sejak didirikan pada tahun 1967, Indosat

    merupakan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) di bidang

    penyelenggaraan jasa telekomunikasi internasional di Indonesia. Pada tahun

    1980, pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh saham Indosat, sehingga

    sejak saat itu Indosat beroperasi sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Pada tahun 1993, Indosat mulai mengembangkan bisnis di sektor jasa telepon

    seluler GSM melalui kepemilikan di PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo).

    Dengan pendirian Satelindo sebagai anak perusahaan Indosat, maka Indosat

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    13/43

    40

    menjadi operator GSM pertama di Indonesia yang mengeluarkan kartu

    prabayar Mentari dan pascabayar Matrix.

    Jumlah Pelanggan

    Indosat merupakan operator seluler Indonesia yang menduduki posisi kedua

    dari segi jumlah pelanggan. Jumlah pelanggan seluler Indosat selalu

    mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2004, jumlah pelanggan

    Indosat mencapai 9,7 juta pelanggan terus meningkat menjadi 24,5 juta

    sampai dengan akhir tahun 2007 (Grafik 4.4). Sedangkan pertumbuhan

    jumlah pelanggan antara tahun 2004 2005 sebesar 49%, pertumbuhan

    menurun pada masa tahun 2005 2006 dengan pertumbuhan pelanggan hanya

    15% dan kembali meningkat sebesar 47% pada masa tahun 2006 2007.

    9755

    14512

    16703

    24544

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    JumlahPelanggan(dalamr

    ibuan)

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Jumlah Pelanggan Indosat, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan Indosat.

    Grafik 4.4Jumlah Pelanggan Seluler Indosat

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    14/43

    41

    Pendapatan

    Bisnis telekomunikasi seluler merupakan sumber pendapatan terbesar bagi PT

    Indosat, sumber pendapatan yang memberikan kontribusi terbesar dalam

    bisnis telekomunikasi Indosat adalah pendapatan pemakaian (usage charge).

    Pada tahun 2005, proporsi pendapatan dari usage charge terhadap total

    pendapatan adalah 55%, menurun sedikit dari tahun sebelumnya. Sebaliknya,

    proporsi pendapatan dari Value Added Features terhadap total pendapatan

    justru naik cukup tinggi. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan penggunaan

    fitur nilai tambah, khususnya SMS, dan SMS nilai tambah yang

    memungkinkan akses terhadap berbagai informasi, seperti: ramalan bintang

    serta berita olahraga dan bisnis. Belum lagi perusahaan juga mengembangkan

    fitur nilai tambah lainnya bagi pelanggan, seperti voice mail, GPRS, dan

    MMS.

    Sumber:Laporan Tahunan Indosat.

    Grafik 4.5Operating Revenues Indosat

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    15/43

    42

    Grafik 4.5 menunjukan pendapatan usaha Indosat meningkat dari tahun 2003

    sampai dengan 2007, tetapi pertumbuhan pendapatan terbesar terjadi antara

    tahun 2006 ke 2007 dimana meningkat sejumlah Rp. 4,3 triliun.

    Jangkauan Area

    Selama tahun 2005, Indosat telah berhasil memperluas pelayanan jasa

    telekomunikasi seluler sehingga mampu menjangkau seluruh di Indonesia dan

    mencakup 410 kabupaten. Selain itu, Indosat juga melakukan langkah

    akselerasi dengan membangun jaringan secara berkelanjutan sehingga berhasil

    meningkatkan jumlah BTS menjadi 5.702 atau meningkat 25 % dibandingkan

    tahun 2004. Dan jumlah BTS Indosat pada akhir tahun 2007 mencapai 10.760

    unit atas suksesnya Indosat dalam pembangunan 3.539 BTS dari tahun 2006

    (Grafik 4.6). Jangkauan area Indosat terbagi atas 5 wilayah, yaitu Sumatera,

    Jakarta dan Banten, Jawa Tengah dan Barat, Jawa Timur dan Kalimantan,

    serta Bali Nusra dan Sumalpapua.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    16/43

    43

    4565

    5702

    7221

    10760

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    JumlahBTS

    2004 2005 2006 2007Tahun

    Juml ah BTS Indosat

    Sumber:Laporan Tahunan Indosat.

    Grafik 4.6Jumlah BTS Indosat

    4.3.3. PT. Excelcomindo Pratama, Tbk.

    PT Excelcomindo Pratama (XL) didirikan pada tanggal 6 Oktober

    1989 dengan anam PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang

    perdagangan dan jasa umum. Pada tahun 1995, seiring dengan kerjasama

    antara Rajawali Group pemegang saham, PT Grahametropolitan Lestari

    dengan beberapa investor asing (Nynex, AIF dan Mitsui), PT

    Grahametropolitan Lestari mengubah nama menjadi PT Excelcomindo

    Pratama dengan kegiatan usaha sebagai penyelenggara jasa teleponi dasar.

    Sebagai perusahaan ketiga yang mendapat lisensi untuk mengoperasikan

    sistem seluler GSM di Indonesia, XL mulai beroperasi secara komersial pada

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    17/43

    44

    tanggal 8 Oktober 1996 dengan menyediakan layanan teleponi dasar dengan

    menggunakan teknologi GSM 900. Dalam perkembangannya, XL memiliki

    Izin Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler untuk sistem GSM 900 dan

    GSM 1800 serta izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup. XL juga

    memiliki Izin Penyelenggaraan Jasa Internet (ISP) dan Izin Penyelenggaraan

    Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik (VoIP).

    Jumlah Pelanggan

    Setiap tahunnya, XL juga mengalami pertumbuhan jumlah pelanggan, tetapi

    tahun 2007 merupakan tahun pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan

    tahun-tahun sebelumnya, dimana jumlah pelanggan XL meningkat sebesar

    62% menjadi 15,5 juta pelanggan di tahun 2007 dari 9,6 juta pelanggan di

    tahun 2006 (Grafik 4.7). Tahun 2004 2005 merupakan pertumbuhan

    pelanggan tersbesar bagi XL dengan 84%, tetapi menurun pertumbuhannya

    menjadi 37% pada tahun 2005 2006 dan kembali mengalami peningkatan

    pada masa tahun 2006 2007 dengan jumlah pertumbuhan 61%. Peningkatan

    pertumbuhan ini adalah hasil dari pelanggan baru yang menggunakan produk

    XL.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    18/43

    45

    3791

    6978

    9582

    15469

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    16000

    JumlahPelanggan(dalamr

    ibuan)

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Juml ah Pelan ggan XL, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan XL.

    Grafik 4.7Jumlah Pelanggan Seluler XLPendapatan

    Kontribusi pendapatan dari layanan yang diberikan kepada pelanggannya,

    sebagian besar diterima dari layanan voice. Tetapi selama tahun 2004, tingkat

    pertumbuhan pendapatan yang paling tinggi berasal dari jenis layanan SMS

    dan setiap tahunnya pendapatan usaha XL terus meningkat hingga tahun 2007

    yang pada saat itu pendapatan meningkat sebesar 29% dengan nilai 8,3 triliun

    Rupiah (Grafik 4.8) dan voice traffic meningkat karena perubahan strategi

    tarif untuk mendapat pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    19/43

    46

    3323

    4302

    6466

    8365

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    6000

    7000

    8000

    9000

    Jumlah(dalamm

    iliarRupiah)

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Pendapatan Usaha XL

    Sumber:Laporan Tahunan XL.

    Grafik 4.8Pendapatan Usaha XL

    Jangkauan Area

    Pada awalnya, XL memfokuskan perhatian pada pembangunan infrastruktur

    dan cakupan jaringan di are Pulau Jawa, Bali, dan Lombok. Sejak tahun 2002,

    XL mulai memperluas jaringannya ke Pulau Kalimantan, Sumatera, Sulawesi,

    dan Batam. Jangkauan area XL semakin luas dapat dilihat dari peningkatan

    jumlah BTS di Indonesia dari 2.357 unit pada tahun 2004 sampai dengan

    tahun 2007 meningkat menjadi 11.157 unit (Grafik 4.9).

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    20/43

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    21/43

    48

    Jumlah Pelanggan

    Operasi HCPT di Indonesia diluncurkan pada semester pertama tahun 2007

    dibawah merek dagang 3, sehingga jumlah pelanggan pada kuartal I dan

    kuartal II tahun 2007 belum dapat dilihat perkembangan jumlahnya, sejak

    kuartal III tahun 2007 terdapat 1,6 juta pelanggan yang terus meningkat

    menjadi 2 juta pelanggan di akhir kuartal IV tahun 2007 (Grafik 4.10).

    0 0

    1627

    2039

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    JumlahPelanggan(dalamr

    ibuan)

    Q1 2007 Q2 2007 Q3 2007 Q4 2007

    Tahun

    Jumlah Pelanggan 3, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan Hutchison Telecom.

    Grafik 4.10Jumlah Pelanggan Seluler 3

    Jangkauan Area

    Selama tahun 2007, jangkauan jaringan terus diperluas dengan cakupan Jawa,

    Bali, Lombok dan Batam serta pada bula Oktober wilayah Sumatera

    diluncurkan, memperluas jangkauan ke seluruh kota-kota besar. Pada

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    22/43

    49

    Desember 2007, dalam rangka untuk mempercepat perluasan jaringan,

    diumumkan bahwa HCPT Indonesia menyewa menara BTS dari PT.

    Excelcomindo Pratama Tbk. dengan sistem tower sharing. HCPT Indonesia

    juga menandatangani kontrak dengan Nokia Siemens Network untuk 2.800

    unit BTS dan kontrak turnkey dengan ZTE untuk membangun jaringan di

    kepulauan Kalimantan dan Sulawesi. Melalui langkah ini HCPT Indonesia

    menargetkan untuk memiliki 6.000 unit BTS pada akhir 2008.

    Sumber:www.three.co.id.

    Gambar 4.2Coverage Jaringan 3 di Indonesia

    4.3.5. PT. Natrindo Telepon Seluler

    PT Natrindo Telepon Seluler (NTS) merupakan pemegang merek

    kartu AXIS sebagai penyedia layanan seluler GSM di Indonesia yang

    menawarkan layanan komunikasi yang inovatif dan ekonomis. NTS dulu

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    23/43

    50

    bernama Lippo Telecom yang fokus awal operasi pada tahun 2001 di wilayah

    Jawa Timur. NTS di dukung oleh dua operator terkemuka di Asia yaitu Saudi

    Telecom Company (STC), penyedia layanan telekomunikasi nasional

    terdepan di Kerajaan Arab Saudi. Dan Maxis Communication Berhad (Maxis)

    penyedia layanan telekomunikasi terbesar di Malaysia. Kedua investor utama

    tersebut bertekad memberikan kontribusi penuh bagi pengembangan industri

    telekomunikasi di Indonesia.

    Jumlah Pelanggan

    0 0

    1271512150

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    JumlahPelanggan

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Juml ah Pelanggan NTS, 2007

    Sumber:Laporan Tahunan NTS.

    Grafik 4.11Jumlah Pelanggan Seluler NTS

    Berdasarkan Grafik 4.11 diatas terlihat operasional NTS dimulai tahun 2006

    dengan jumlah pelanggan seluler sebesar 12.715 tetapi karena NTS

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    24/43

    51

    kekurangan dana untuk investasi sehingga minimnya pembangunan dan

    perluasan jangkauan membuat NTS mengalami penurunan jumlah pelanggan

    menjadi 12.150 di akhir tahun 2007.

    4.4. Analisis

    4.4.1. Analisis Lingkungan Makro

    1. Faktor Politik (Political Factors)

    Pada tahun 2004 dimulainya Orde Reformasi dimana Indonesia

    mulai menerapkan pemilihan presiden periode 2004-2009

    secara langsung oleh rakyat, yang menghasilkan terpilihnya

    Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI. Secara

    politis, kondisi Indonesia memasuki Orde Reformasi semakin

    baik, seluruh rakyat Indonesia mendapatkan haknya untuk

    memilih dan dipilih dengan bebas tanpa tekanan dari siapapun

    serta dijamin keamanannya di masa reformasi ini. Partai politik

    tumbuh subur, tercatat sebanyak 42 partai politik peserta

    pemilu tahun 2004, yang kemudian bertambah lagi dari tahun

    ke tahun. Setiap warga negara bebas berbicara dan

    menyampaikan pendapatnya baik melalui media massa

    maupun aksi aksi demonstrasi dengan dibingkai aturan

    hukum yang berlaku. Semua itu tidak didapat di rezim Orde

    Baru. Proses otonomi daerah (desentralisasi kekuasaan) sejak

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    25/43

    52

    diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

    tentang Pemerintahan Daerah, sudah dilaksanakan dengan

    proses pemilihan kepala daerah melalui PILKADA, praktek

    nepotisme sedikit demi sedikit berkurang sehingga aktor

    ekonominya berusaha secara kompetitif. Jadi periode Orde

    Reformasi lebih kuat transaksi informasi alokasi sumber daya

    diserahkan pada pasar, aktor ekonominya kompetitif (berusaha

    menghapuskan nepotisme), desentralisasi, internasionalis,

    melalui insentif ekonomi. Dalam penerapan demokrasi yang

    sesungguhnya ini ternyata memakan biaya yang sangat mahal

    sehingga dana pembangunan banyak teralokasikan untuk

    pembiayaan pesta demokrasi tersebut sehingga mempengaruhi

    ekonomi Indonesia.

    2. Faktor Ekonomi (Economic Factors)

    Pada tahun 2004 penerapan sistem pemerintahan yang lebih

    demokratis membuat perekonomian Indonesia sedikit goyang

    dikarenakan dana pembangunan banyak teralokasikan untuk

    pembiayaan pesta demokrasi tersebut, mulai dari PILPRES

    secara langsung, hingga ke berbagai Pemilihan Kepala Daerah

    (PILKADA) di wilayah Indonesia. Tetapi setelah dua tahun

    kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik, hal ini terlihat dari

    pertumbuhan PDB di Indonesia meningkat setiap tahunnya dari

    tahun 2003 sampai dengan 2005, sedangkan pada tahun 2006

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    26/43

    53

    pertumbuhan PDB Indonesia menurun dari 5,7% menjadi 5,5%

    dan meningkat lagi menjadi 6,3% di tahun 2007 (Tabel 4.1),

    hal ini menunjukan peningkatan kinerja perekonomian

    Indonesia selama tahun 2007 sehingga mempengaruhi

    peningkatan akan daya beli masyarakat indonesia.

    Tabel 4.1 Beberapa Indikator Makroekonomi

    Sumber:BPS dan Bank Indonesia.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    27/43

    54

    Stabilitas makroekonomi yang terjaga menopang

    tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007. Akselerasi

    pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didukung oleh

    tingginya pertumbuhan permintaan domestik, baik konsumsi

    masyarakat maupun investasi. Pertumbuhan ekonomi yang

    pesat telah mendorong permintaan yang tinggi akan layanan

    telekomunikasi. Industri telekomunikasi akan terus tumbuh

    sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

    diharapkan akan meningkatkan permintaan layanan

    telekomunikasi.

    3. Faktor Sosial (Sociocultural Factors)

    Masyarakat semakin menuntut mobilitas dan fleksibilitas dari

    alat komunikasinya, telepon rumah tidak lagi dapat memenuhi

    kebutuhan tersebut dan telepon seluler yang sebelumnya

    merupakan barang mewah, sehingga hanya kelompok tertentu

    yang bisa memilikinya, sekarang dengan mudah dan relatif

    lebih murah untuk mendapatkannya. Dengan adanya

    perubahan terhadap gaya hidup migrasi ke arah seluler dan

    pilihan produk mobile lainnya. Permintaan akan layanan

    seluler terus meningkat seiring dengan jumlah populasi

    Indonesia yang terus meningkat dari tahun 2003 sampai

    dengan tahun 2007 (Tabel 4.2). Semua lapisan masyarakat

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    28/43

    55

    Indonesia mulai dari lapisan menengah keatas hingga sebagian

    lapisan menengah ke bawah memiliki akses untuk dapat

    menggunakan sarana telekomunikasi khususnya seluler

    sehingga peluang bisnis industri telekomunikasi seluler masih

    besar sejalan dengan perkembangannya.

    Tabel 4.2 Jumlah Populasi Indonesia

    Tahun Populasi

    2003 220,355,000

    2004 223,225,000

    2005 226,063,000

    2006 228,864,000

    2007 231,627,000

    Sumber:Euromonitor International from UN. (diolah)

    4. Faktor Teknologi (Technological Factors)

    Teknologi merupakan faktor penting dan key success factor

    dalam industri telekomunikasi seluler GSM. Peramalan

    teknologi yang terencana memnungkinkan perusahaan untuk

    memimpin persaingan dan mendapatkan pangsa pasar yang

    besar. Pada periode tahun 2004-2007 Indonesia termasuk

    lambat dalam mengembangkan teknologi yang ada, khususnya

    di bidang telekomunikasi dan infrastruktur. Hal ini dapat

    dilihat dari peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    29/43

    56

    Index (GCI) di dunia masih menduduki peringkat diatas 49

    (Tabel 4.3).

    Tabel 4.3 Peringkat Indonesia dalam GCI

    Sumber:WEF (2005, 2006, 2007)

    Teknologi dan Infrastruktur adalah faktor sangat

    mempengaruhi pertumbuhan bisnis (Grafik 4.12), apabila

    perkembangan dari teknologi dan infrastruktur di Indonesia

    lamban maka daya saing global (Global Competitiveness)

    Indonesia rendah.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    30/43

    57

    Sumber:WEF (2005, 2006, 2007)

    Grafik 4.12Faktor-Faktor yang menghambat Pertumbuhan

    Bisnis di Indonesia dalam Laporan Global Competitiveness

    Tahun2006-2007

    Hal diatas diperkuat lagi dengan tidak memadainya

    ketersediaan atau terbatasnya energi dan pasokan listrik di

    seluruh Indonesia sampai pada saat ini untuk mendukung

    teknologi telekomunikasi seluler yang akan terus

    dikembangkan.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    31/43

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    32/43

    59

    Undang-undang No. 36/1999 mengenai telekomunikasi dan

    regulasi pemerintah tahun 2002 yang mengijinkan operator

    seluler luar negeri memasuki pasar Indonesia, sejak saat itulah

    industri telekomunikasi Indonesia masuk pada babak

    liberalisasi telekomunikasi, dimana dulu industri

    telekomunikasi seluler GSM hanya di monopoli oleh Indosat

    berubah menjadi duopoli anatar Indosat dan Telkomsel yang

    pada akhirnya sampai dengan tahun 2007 sudah terdapat 5

    pemain dalam industri ini karena adanya investor dari luar

    negeri. Dengan semakin berkembangnya telekomunikasi

    seluler di sepanjang tahun 2004-2007 maka semakin

    meningkat pula permohonan dari operator lama maupun

    operator baru untuk menambah menara telekomunikasi, tetapi

    di sisi lain, pemerintah sendiri menginginkan pembangunan

    sesuai dengan estetika tata kota. Peraturan dibuat pemerintah

    agar tidak terjadi hutan tower, khususnya di DKI Jakarta

    dikeluarkan Peraturan Gubernur No. 89/2006 dimana

    menetapkan peraturan menara telekomunikasi bersama, yaitu

    menara telekomunikasi yang dapat digunakan oleh lebih dari

    satu operator dan dalam penempatan lokasi pembangunan

    menara telekomunikasi harus sesuai dengan zona-zona

    persebaran dari rencana tata ruang kota yang tersedia. Regulasi

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    33/43

    60

    dan peraturan ini menghambat perkembangan infrastruktur dari

    industri telekomunikasi seluler di Indonesia.

    4.4.2. Analisis Strategi Generik

    1. Diferensiasi

    Strategi diferensiasi ini telah dilakukan Telkomsel sejak awal

    berdiri hingga sekarang, sehingga pada masa persaingan

    industri telekomunikasi tahun 2004 2007 Telkomsel dapat

    bersaing dengan kompetitor lain karena mereka memiliki

    diferensiasi melalui luasnya coverage yang mereka tawarkan

    kepada pelanggan yang diikuti oleh kualitas yang lebih baik

    dari kompetitor sehingga mengurangi kepekaan akan harga

    karena Telkomsel berada di kelas premium. Diferensiasi

    kapasitas atau coverage Telkomsel ini dapat terus dilakukan

    karena memiliki dana investasi yang kuat dan terlihat dari

    operating expenses mereka dari tahun 2003 sampai dengan

    2007 mengeluarkan dana tambahan sebesar 2 triliun Rupiah

    per tahunnya bahkan lebih pada tahun 2006 dan 2007 (Grafik

    4.13). Hal ini menunjukan bagaimana Telkomsel berani untuk

    mengalokasikan dana untuk investasi guna meningkatkan

    jangkauan coverage yang dapat menjangkau pelosok-pelosok

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    34/43

    61

    daerah di seluruh Indonesia sehingga banyak pelanggan

    menggunakan produk Telkomsel.

    4800

    6744

    8772

    12836

    16971

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    16000

    18000

    Jum

    lah(dalamm

    iliarRupiah)

    2003 2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Operating Expenses Telkomsel

    Sumber:Laporan Tahunan Telkomsel.

    Grafik 4.13Operating Expenses Telkomsel

    Selain dari keunggulan coverage, Telkomsel juga merupakan

    operator yang inovatif dengan banyak melakukan inovasi

    dalam fitur VAS (Value Added Service) seperti Telkomsel

    Football, Telkomsel Pelindung Dataku, Telkomsel Youve

    Got Mail di tahun 2007, VAS ini juga yang membuat

    pelanggan lain beralih ke produk Telkomsel dan menjaga

    loyalitas dari pelanggan Telkomsel sebelumnya akan fitur-fitur

    baru yang ditawarkan.

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    35/43

    62

    2. Keunggulan Biaya Menyeluruh

    Strategi Keunggulan biaya menyeluruh (Cost Leadership)

    dalam industri telekomunikasi seluler di Indonesia dilakukan

    oleh Bakrie Telecom dengan produknya Esia dengan teknologi

    CDMA yang sangat gencar dengan iklan menelpon hanya

    membayar Rp. 1000/jam sesama Esia. Hal ini yang

    menyebabkan operator dari industri telekomunikasi seluler

    GSM harus mengganti strategi mereka agar dapat bersaing dan

    tidak kehilangan pelanggan. Sehingga pada tahun 2007, XL

    merupakan pelopor operator seluler GSM yang berani untuk

    melakukan price innovation dengan penurunan harga dan

    penerapan iklan tarif Rp. 1/detik kepada pelanggan, tetapi XL

    tetap mendapatkan pendapatan usaha sebesar Rp. 10/detik

    selama 2 menit pertama (Grafik 4.14).

    Sumber:Data Internal XL.

    Grafik 4.14Price InnovationXL

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    36/43

    63

    Dengan diberlakukannyaprice innovation tersebut diatas untuk

    produk XL menyebabkan adanya peningkatan jumlah

    pelanggan dari tahun 2006 ke 2007 yang menyebabkan

    EBITDA XL meningkat dari 2,5 triliun Rupiah menjadi 3,5

    triliun Rupiah (Grafik 4.15) dengan Marjin EBITDA 39%

    menjadi 42%.

    1626 1735

    2554

    3509

    0

    500

    1000

    1500

    2000

    2500

    3000

    3500

    4000

    Jum

    lah(

    dalam

    m

    iliarRupiah)

    2004 2005 2006 2007

    Tahun

    EBITDA XL

    Sumber:Laporan Tahunan XL.

    Grafik 4.15EBITDA XL

    3. Fokus

    Dalam strategi fokus ini dibangun untuk memenuhi target

    tertentu secara baik, dimana dilakukan oleh PT. Indosat Tbk

    menerapkan untuk produk IM3 mereka dengan memusatkan

    dan mentargetkan kepada segmen anak muda (usia 14 25

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    37/43

    64

    tahun) dengan harga murah sejak dari awal IM3 diluncurkan

    pada tahun 2001 dengan trend, fitur GPRS, dan VAS. Tetapi

    dengan strategi fokus dari Indosat ini yang hanya

    mengandalkan segmen anak muda mengalami keterbatasan

    dalam pencapaian bagian pasar secara keseluruhan. Karena hal

    tersebut tahun 2005 Indosat terus melakukan pembangunan

    infrastruktur telekomunikasi untuk meningkatkan coverage

    agar strategi fokus kepada anak muda mereka didukung dengan

    jangkauan kualitas layanan seluler sehingga dapat bertahan

    dalam persaingan industri telekomunikasi seluler GSM tetapi

    berada dalam posisi terjepit di tengah-tengah, sehingga

    seakan-akan perkembangan Indosat seperti jalan di tempat.

    Berdasarkan analisa dan pembahasan diatas dapat tarik

    kesimpulan strategi generik 3 besar operator dalam

    menghadapi persaingan di industri telekomunikasi seluler

    GSM terlihat dalam Gambar 4.3 berikut:

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    38/43

    65

    (KEUNGGULAN STRATEGIS)

    Kekhasan yang Posisi Biaya Rendah

    Dirasakan pelanggan

    Seluruh industri

    (TINGKAT

    STRATEGIS)

    Hanya

    Segmen tertentu

    Gambar 4.3Strategi Generik Operator

    4.4.3. Analisis Business Model

    Sejak awal perkembangan industri telekomunikasi seluler GSM di

    Indonesia setiap operator memiliki business model masing-masing untuk

    dapat menghadapi persaingan yang ketat dan mendapatkan pangsa pasar yang

    besar. Di Indonesia untuk industri telekomunikasi seluler memiliki 4 jenis

    business model, yaitu :

    1. Coverage Driven

    2. Price Driven

    3. Service Quality Driven

    4. Value Added Services Driven

    DIFERENSIASI KEUNGGULAN

    BIAYA

    MENYELURUH

    FOKUS

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    39/43

    66

    Sumber:Data Internal XL.

    Gambar 4.4Stages of Cellular Market Development

    Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktur Utama XL, Bapak

    Hasnul Suhaimi, dapat dianalisa Telkomsel yang sejak didirikan tahun 1995

    hingga sekarang, mereka selalu menerapkan business model coverage driven,

    dimana strategi awal yang terpenting dalam industri ini adalah luasnya

    jangkauan akan layanan seluler mereka sehingga kualitas mereka terjaga.

    Telkomsel tidak seperti mencari pelanggan karena mereka terus membangun

    infrastruktur BTS pada daerah yang memiliki penduduk bahkan daerah yang

    belum memiliki penduduk Telkomsel tetap melakukan pembangunan untuk

    meningkatkan jangkauan. Pertumbuhan infrastruktur BTS Telkomsel setiap

    tahunnya sangat signifikan, setiap tahunnya penambahan BTS rata-rata antara

    2.000 4.000 unit di seluruh Indonesia (Grafik 4.16). Hal ini menunjukan

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    40/43

    67

    bagaimana Telkomsel berdiferensiasi dalam hal coverage untuk menambah

    kapasitas yang lebih besar hingga ke daerah daerah sehingga pelanggan baru

    akan menggunakan produk Telkomsel dan mempertahankan pelanggan lama.

    Jumlah BTS Telkomsel

    1411 19953483

    48206205

    9895

    16057

    20858

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Jumlah

    Sumber:Laporan Tahunan Telkomsel.

    Grafik 4.16Jumlah BTS Telkomsel Tahun 2000-2007

    Indosat yang sejak tahun 1994 dengan Satelindo menawarkan

    harga murah dibawah harga Telkomsel dengan penerapan business model

    price driven, dimana harga adalah yang paling penting untuk mendapatkan

    pelanggan. Dan IM3 yang hadir pada tahun 2001 juga menawarkan produknya

    dengan harga murah, dimana pada tahun 2004 Satelindo dan IM3 bergabung

    menjadi Indosat hadir dengan 2 produk, yaitu Mentari untuk target pasar

    keluarga dan IM3 untuk target pasar anak muda yang keduanya menawarkan

    dengan harga murah, tetapi tahun 2004-2005, sesuai dengan pernyataan Bapak

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    41/43

    68

    Hasnul Suhaimi yang pada itu menjadi Direktur Utama Indosat menyatakan

    Indosat lambat dalam pembangunan jangkauan/coverage sehingga

    pertumbuhan pendapatan mereka menurun dari tahun 2004 s/d 2006, dimana

    sesuai dengan Grafik 4.17 terlihat pertumbuhan pendapatan terbesar terjadi

    hanya antara tahun 2006 dan 2007, karena Indosat sudah sadar akan

    pentingnya coverage dalam industri ini.

    8299

    1043011589

    12239

    16488

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    14000

    16000

    18000

    Jumlah

    2003 2004 2005 2006 2007

    Tahun

    Pendapa tan Usaha Indosat

    Sumber:Laporan Tahunan Indosat.

    Grafik 4.17Pendapatan Usaha Indosat

    Sedangkan XL yang sejak muncul sebagai operator ke-3 pada

    tahun 1996 menerapkan business model service quality driven, dimana

    kualitas dari layanan seluler harus baik, baik dari segi sinyal, suara, fitur,

    maupun pelayanan dalam hal ini customer service XL. Tetapi XL sendiri

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    42/43

    69

    kurang tanggap dalam hal penerapan service quality driven karena dari tahun

    1996 2004 XL hanya memiliki jumlah BTS sebanyak 240 unit, dengan

    jumlah BTS yang sedikit itu sulit untuk mendapatkan kualitas yang baik.

    Kemudian tahun 2005 setelah mendapatkan suntikan dana dari Telekom

    Malaysia, XL mulai menyadari bahwa coverage itu meupakan strategi penting

    untuk mendapatkan kualitas yang baik sehingga sejak tahun 2005 XL selalu

    menambah jumlah BTS mereka lebih dari 2500 unit BTS per tahunnya hingga

    tahun 2007. Keterlambatan Indosat dan XL dalam mengembangkan coverage

    di Indonesia dibandingkan dengan Telkomsel yang telah melaksanakan

    pembangunan coverage dan kapasitas secara total sejak mulai beroperasi

    membuat Telkomsel menguasai pangsa pasar operator seluler GSM di

    Indonesia hingga tahun 2007 (Gambar 4.4).

    Pangsa Pasar Operator Selul er GSM Indonesia, 2007

    55%28%

    15% 2%

    Telkomsel

    Indosat

    XL

    Lainnya

    Sumber:Laporan Tahunan Operator.

    Gambar 4.5Pangsa Pasar Operator Seluler GSM Indonesia Tahun 2007

  • 8/14/2019 Bab 4__10-95

    43/43

    70

    Bedasarkan analisa penulis dan teori business model yang

    menggabungkan enam elemen (Fleisher dan Bensoussan, 2007), Telkomsel

    memiliki value preposition dalam penyesuaian kebutuhan pelanggan yaitu

    dengan memberikan layanan jangkauan yang luas kepada pelanggan dengan

    coverage hampir mencakup seluruh Indonesia (value network) sehingga

    menghasilakn kualitas servis yang bagus serta Telkomsel memberikan inovasi

    value added servicesatau fitur-fitur baru kepada pelanggan pada tahun 2007.

    Telkomsel sendiri memiliki market segment khusus yaitu bagi masyarakat

    kelas premium untuk mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan

    potensial (revenue models) dengan produk Simpati karena jangkauan mereka

    yang luas untuk memperkuat kualitas servis mereka kepada pelanggan. Serta

    produk Kartu As Telkomsel ingin menjangkau market segment masyarakat

    menengah kebawah dengan harga murah dan bonus-bonus yang diberikan.

    Sedangkan Indosat yang sejak awal selalu muncul dengan harga murah

    dengan market segment untuk anak muda dan keluarga dengan value

    preposition dalam fitur-fitur baru dan nilai tambah servis yang sesuai untuk

    segmen anak muda. Dan XL yang melakukan price innovation pada tahun

    2007 dengan penerapan value chain and cost models sehingga mampu

    menghasilkan keuntungan bagi perusahaan yang potensial (revenue models)

    dan sejak tahun 2005 XL terus melakukan pengembangan jaringan dan

    kapasitas dengan penambahan jumlah BTS (value network).