BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

44
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Ruang Intersitial Paru Kapiler darah dipisahkan dengan gas alveolar oleh beberapa lapisan anatomi, diantaranya adalah endotel kapiler, endotel membrane basement, ruang interstitial, epitel membrane basement, dan epitel alveolus (tipe 1 pneumosit). Membrane basement epitel dan endotel dipisahkan oleh ruang yang mengandung jaringan ikat fibrosa, ikat elastic, fibroblast, dan makrofag. Tidak ada sistem limfatik di ruang interstitial pada septum alveoli, kapiler limfatik pertama muncul di ruang interstitial mengelilingi bronkiolus terminal, arteri, dan vena kecil (Chruchill Livingstone, 2010).

description

gdzfsnbvcxcvbngfcvbnjvbkgcxcvbnhgfdcvbnmkjhgcvbnmkhgfvbnkhgfvbnjhgfcvbjjvnbvcbjhgcvbnnjbvRFUTDYRTSRAEERETYRUTFDGDFZSDdRTRYcjhgcvbnbvbnncTRYFXBCGHR

Transcript of BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Page 1: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ruang Intersitial Paru

Kapiler darah dipisahkan dengan gas alveolar oleh beberapa lapisan

anatomi, diantaranya adalah endotel kapiler, endotel membrane basement, ruang

interstitial, epitel membrane basement, dan epitel alveolus (tipe 1 pneumosit).

Membrane basement epitel dan endotel dipisahkan oleh ruang yang mengandung

jaringan ikat fibrosa, ikat elastic, fibroblast, dan makrofag. Tidak ada sistem

limfatik di ruang interstitial pada septum alveoli, kapiler limfatik pertama muncul

di ruang interstitial mengelilingi bronkiolus terminal, arteri, dan vena kecil

(Chruchill Livingstone, 2010).

Gambar. Alran Cairan Interstitial

Diantara sel endotel dan epitel, terdapat lubang atau penghubung yang

memungkinkan aliran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial, dan

akhirnya dari ruang interstitial menuju ruang alveolar. Penghubung antara sel

endotel biasanya lebih besar dan disebut loose, sedangkan penghubung antara sel

Page 2: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

epitel relative lebih kecil yang disebut tight. Untuk mengetahui bagaimana cairan

interstitial paru diproduksi, disimpan, dan dibersihkan, maka kita harus

mengetahui konsepnya. Konsep pertama adalah ruang interstitial paru merupakan

terusan dari ruangan di antara jaringan ikat perianteriolar dan peribronchial yang

berlanjut menjadi ruang interstitial di antara membrane basement endotel dan

epitel di alveolus; kedua, tekanan negatifnya progresif dari distal ke proksimal

(Chruchill Livingstone, 2010).

Tidak ada sistem limfatik di ruang interstitial di septum alveolus. Kapiler

limfatik mulai ada di ruang interstitial yang mengelilingi terminal bronkiolus dan

arteri kecil. Cairan interstitial normalnya dibuang dari ruang interstitial alveolar ke

saluran limfa oleh mekanisme gradient tekanan, yang disebabkan karena tekanan

ruang interstitial yang lebih negative di daerah arteri besar dan brokus. Aliran

cairan interstitial yang menuju hilum dibantu oleh perbedaan tekanan negative,

katub limfatik, dan pulsasi arteri pulmonalis. Cairan tersebut akhirnya diteruskan

dari limfonodi ke sirkulasi vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral

menurunkan aliran limfa di paru-paru, yang dapat menjadi faktor edema

interstitial (Chruchill Livingstone, 2010).

3.2 Definisi

Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan

ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru

disebabkan karena akumulasi cairan di paru-paru yang dapat disebabkan oleh

tekanan intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan

permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan

terjadinya ekstravasasi cairan. (Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006).

3.2 Epidemiologi

Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta

penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru

yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat

diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk.

Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar

jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian edema

Page 3: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan karena gagal

jantung mencapai 30% (Nendrastuti, 2010).

3.3 Patofisiologi

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi

ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan

sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu

banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran

darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak

mengandung sel-sel darah).

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.

Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-

kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana

oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida

dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli

normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran

udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini

kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan

cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti

udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan

karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang

buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika

menggambarkan kondisi ini pada pasien.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada

Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

(stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan

fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena

peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada

hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.

Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat

pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif

oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume

akhir ekspirasi (asma).

Page 4: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF
Page 5: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

3.4 Klasifikasi

Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia

dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary

edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk

sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak).

Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak

Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak

Riwayat Penyakit :

Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung

Pemeriksaan Klinik :

Akral dingin

S3 gallop/Kardiomegali

Distensi vena jugularis

Ronki basah

Akral hangat

Pulsasi nadi meningkat

Tidak terdengar gallop

Tidak ada distensi vena jugularis

Ronki kering

Tes Laboratorium :

EKG : Iskhemia/infark

Ro : distribusi edema perihiler

Enzim jantung mungkin meningkat

Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg

Intrapulmonary shunting : meningkat

ringan

Cairan edema/protein serum < 0,5

EKG : biasanya normal

Ro : distribusi edema perifer

Enzim jantung biasanya normal

Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg

Intrapulmonary shunting : sangat

meningkat

Cairan edema/serum protein > 0,7

Klasifikasi Edema Paru

Disertai perubahan tekanan kapiler

Kardiak

Gagal ventrikel kiri

Penyakit katup mitral

Page 6: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Penyakit pada vena pulmonal

Penyakit oklusi vena primer

Mediastinitis sklerotik kronik

Aliran vena pulmonal yang abnormal

Stenosis atau atresi vena congenital

Neurogenik

Trauma kepala

Tekanan intrakranial meningkat

Tekanan kapiler normal

Ketoasidosis diabetik

Feokromositoma

Pankreatitis

Obstruksi saluran nafas

Penurunan tekanan onkotik kapiler

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi

menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi

beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah

hipertensi dan stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi

beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral,

insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular

septal defect); Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard

akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada kardiomiopati

kongestif terdapat gangguan kontraksi otot jantung secara umum.

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :

Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan

kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom

vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan

tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi.

Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus

1. Ketidak-seimbangan Starling Forces:

Page 7: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Peningkatan tekanan kapiler paru:

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal

meningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang

biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal

dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang

merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.

Etiologi dari keadaan ini antara lain:

a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri (stenosis mitral).

b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan

fungsi ventrikel kiri.

c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena

peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion

pulmonary edema).

Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-

losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi

hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan

juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang

sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan edema paru.

Peningkatan tekanan negatif intersisial:

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara

pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:

a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura

(unilateral).

b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi

saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-

expiratory volume (asma).

Peningkatan tekanan onkotik intersisial.

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory

Distress Syndrome)

Page 8: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara

kapiler dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis maupun surgical

tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan

pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan Starling Force.

Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).

Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,

alpha-naphthyl thiourea).

Aspirasi asam lambung.

Pneumonitis radiasi akut.

Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

Disseminated Intravascular Coagulation.

Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,

leukoagglutinin.

Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

Pankreatitis Perdarahan Akut.

3. Insufisiensi Limfatik:

Post Lung Transplant.

Lymphangitic Carcinomatosis.

Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

4. Tak diketahui/tak jelas

High Altitude Pulmonary Edema.

Neurogenic Pulmonary Edema.

Narcotic overdose.

Pulmonary embolism

Eclampsia

Post cardioversion

Post Anesthesia

Post Cardiopulmonary Bypass

(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

3.5 Manifestasi Klinik Edema Paru Kardiogenik

Page 9: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan

radiografi (foto toraks).Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun

kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini.Secara patofisiologi edema

paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan kandungan protein

yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium kiri dan

sebagian kapiler paru.Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada

permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang

terjadi adalah penurunan kemampuan difusi, hipoksemia dan sesak

nafas.Seringkali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang berbeda-beda.

Stadium 1.  Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen

akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan

kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya

berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak

jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada

saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada

saat inspirasi.

Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh

darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur

dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya

penumpukan cairan di jaringan kendor intersisial, akan lebih

memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh

karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks

bronkhokonstriksi.Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini

merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea

juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan

cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya

terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat

terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak

sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan

volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left

intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,

Page 10: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute

respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan

dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard

Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan

pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema

paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah

dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa

dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase

akan mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan

permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan

penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark

Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya

normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan

edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah turun

atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan

permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi

sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.

(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)

3.6 Diagnosis Edema Paru Kardiogenik dan Non kardiogenik

Tampilan klinis edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik mempunyai

beberapa kemiripan.

1. Anamnesis

Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya

adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal

jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi

hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman

yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang

yang akan tenggelam (Harun dan Sally, 2009; Maria, 2010).

2. Pemeriksaan fisik

Terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi

atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar

dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau

Page 11: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal

dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang

besar dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna

kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru

akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat

wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan  gallop, bunyi jantung 3 dan 4.

Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan sianosis (Harun dan Sally, 2009;

Maria, 2010).

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji

etiologi edema paru. Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi /

darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa, analisa gas darah,

enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain Natriuretic Peptide(BNP). BNP

dan prekursornya Pro BNP dapat digunakan sebagai rapid test untuk menilai

edema paru kardiogenik pada kondisi gawat darurat. Kadar BNP plasma

berhubungan dengan pulmonary artery occlusion pressure, left ventricular end-

diastolic pressure dan left ventricular ejection fraction. Khususnya pada pasien

gagal jantung, kadar pro BNP sebesar 100pg/ml akurat sebagai prediktor gagal

jantung pada pasien dengan efusi pleura dengan sensitifitas 91% dan spesifisitas

93% (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010). Richard dkk melaporkan bahwa nilai

BNP dan Pro BNP berkorelasi dengan LV filling Pressure (Pasquate et al, 2004).

Pemeriksaan BNP ini menjadi salah satu test diagnosis rutin untuk menegakkan

gagal jantung kronis berdasarkan pedoman diagnosis dan terapi gagal jantung

kronik Eropa dan Amerika. Bukti penelitian menunjukkan bahwa Pro BNP/BNP

memiliki nilai prediksi negatif dalam menyingkirkan gagal jantung dari penyakit

lainnya (AHA, 2009).

4. Ekokardiografi

Pemeriksaan ini merupakan gold standard untuk mendeteksi disfungsi

ventrikel kiri. Ekokardiografi dapat mengevalusi fungsi miokard dan fungsi katup

sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru (Maria, 2010).

Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda

iskemia atau infark miokard akut dengan edema paru. Pasien dengan krisis

Page 12: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

hipertensi gambaran ekg biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel

kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non iskemik biasanya

menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar dengan QT memanjang

yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan

menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari non iskemik ini belum diketahui

tetapi beberapa keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain:

iskemia sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada

dinding, peningkatan akut dari tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal

akibat perubahan metabolik atau ketokolamin (Harun dan Sally, 2009).

Kateterisasi pulmonal

Pengukuran tekanan baji pulmonal (Pulmonary artery occlusion

pressure / PAOP) dianggap sebagai pemeriksaan gold standard untuk

menentukan penyebab edema paru akut. Lorraine dkk mengusulkan suatu

algoritma pendekatan klinis untuk membedakan kedua jenis edema tersebut

(Gambar 2.7). Disamping itu, ada sekitar 10% pasien dengan edema paru akut

dengan penyebab multipel. Sebagai contoh, pasien syok sepsis dengan ALI, dapat

mengalami kelebihan cairan karena resusitasi yang berlebihan. Begitu juga

sebaliknya, pasien dengan gagal jantung kongesti dapat mengalami ALI karena

pneumonia (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010).

5. Radiologis

Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar,

pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya

garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar (Cremers et al,

2010; Harun dan Sally, 2009). Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto

thorax Postero-Anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel

vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena

azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter >

10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax terlentang

dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena

Page 13: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan

menggambarkan adanya overload cairan (Koga dan Fujimoto, 2009).

Garis kerley A merupakan garis linear panjang yang membentang dari

perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara

limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek

dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang

menggambarkan adanya edema septum interlobular. Garis kerley C berupa garis

pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya

karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah (Koga dan Fujimoto, 2009).

Gambaran foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru

kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan

yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah

air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi

sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator,

posisi pasien dan posisi film (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010).

Gambaran Radiologis

Terdapat gambaran radiologis yang penting dalam edema paru. Gambaran

tersebut adalah penebalan septa interlobar yang biasa disebut septal lines atau

kerley lines, peribronchial cuffing, cairan di fisura, dan efusi pleura. Septa

interlobar biasanya tidak terlihat pada rontgen dada. Septa ini akan terlihat jika

terdapat akumulasi cairan di daerah tersebut.

Page 14: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Anatomi Interstitium Paru

Terdapat beberapa Kerley lines, kerley lines A, garis ini akan muncul ketika

jaringan ikat di sekitar bronchoarterial sheath di paru berisi cairan. Panjannya

sekitar 6 cm dari hilus dan tidak sampai ke perifer paru. Kerley lines B, garis ini

biasanya disebut sebagai septal lines, garis ini akan muncul biasanya di basis paru

atau di sekitar sudut costofrenikus. Panjang garis horizontal ini 1-2 cm dengan

tebal hanya 1 mm. Kerley lines C merupakan Kerley lines B en face, merupakan

opasitas reticular pada basis paru. Kerley lines D, merupakan garis yang sama

dengan Kerley lines B, dan akan terlihat hanya pada lateral chest radiograph.

Peribronchial cuffing adalah penebalan dinding bronkus dan terlihat seperti

ringlike density. Peribronchial cuffing terjadi ketika terdapatnnya akumulasi

cairan di jaringan ikat sekitar dinding bronkus. Peribronchial cuffing bentuknya

ringerlike, kecil, multiple, seperti donat.

Page 15: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Kerley lines A (panah putih), Kerley lines B (kepala panah putih),

Kerley lines C (kepala panah hitam), Peribronchial cuffing, pleural effusion.

Edema paru dapat diklasifikasikan menjadi edema peningkatan tekanan

hidrostatik, edema permeabilitas dengan kerusakan alveolus difus, edema

permeabilitas tanpa kerusakan alveolus difus, edema campuran. Edema paru

memiliki beberapa manifestasi radiologis yang bermacam-macam. Edema paru

post-obstruktif memiliki gambaran khas pada radiologi berupa septal line (Kerley

B lines), peribronchial cuffing, dan pada kasus yang lebih berat terdapat central

alveolar edema (perivascular hazzines). Edema paru dengan emboli kronis paru

bermanifestasi sebagai area dengan garis demarkasi yang tajam atau sharply

demarcated area dengan peningkatan ground-glass attenuation. Edema paru

dengan penyakit oklusi vena bermanifestasi dengan arteri paru yang besar, edema

interstitial difus dengan kerley lines, peribronchial cuffing, dan dilatasi ventrikel.

Pada stadium 1 edema paru pada pasien yang hampir tenggelam bermanifestasi

dengan kerley lines, peribronchial cuffing, dan patchy, konsolidari perihilar

alveolus; sedangkan pada stadium 2 dan 3 manifestasi radiologisnya tidak

spesifik. Edema paru pada ketinggian bermanifestasi sebagai edema interstitial

sentral yang berhubungan dengan peribronchial cuffing, dan konsolidasi patchy

rongga udara. Pada edema paru neurogenik manifestasinya bilateral dengan

konsolidasi homogen ruang udara yang hampir ditemukan pada 50% kasus.

Reperfusi edema paru digambarkan dengan konsolidasi heterogen ruang udara

yang predominan pada bagian distal menuju kanal pembuluh darah. Post reduksi

edema paru digambarkan dengan konsolidasi ipsilateral paru, sedangkan edema

Page 16: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

paru dikarenakan emboli udara digambarkan dengan terstitial edema diikuti

bilateral opasitas pada alveolus yang predominan di basis paru.

Edema karena Peningkatan Tekanan Hidrostatik

Terdapat dua stadium patofisiologi dan radiologi pada perkembangan

tekanan edema, yaitu stadium edema interstiial dan edema alveolar. Kedua

stadium ini identik pada gagal jantung kiri dan kelebihan cairan intravaskuler.

Keduanya sering dijumpai pada pasien dengan edema tekanan di ICU maupun

IGD. Intensitas dan durasi dari kedua stadium ini tergantung dari peningkatan

tekanan yang terjadi, yaitu tergantung dari rasio tekanan hidrostatik dan onkotik.

Gambar. Gambaran foto thorax edema peningkatan tekanan hidrostatik karena

kelebihan cairan karena gagal ginjal dan gagal jantung. Panah hitam pada gambar

b menunjukkan adanya pelebaran progresif pembuluh darah lobus (peribronchial

cuffing), panah putih gambar c menunjukkan adanya bilateral kerley lines, dan

juga terdapat area noduler dengan peningkatan opasitas. Kelebihan cairan dapat

dikonfirmasi dari pertambahan ukuran dari vena zygos.

Page 17: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar 11. Gambaran CT-scan dengan edema peningkatan tekanan hidrostatik.

Didapatkan adanya peribronchial cuffing (panah hitam) pada bagian anterior paru

kiri. Kedua paru terlihat adanya ground-glass area.

Edema interstitial terjadi saat tekanan arteri transmural diantara 15-25

mmHg, yang nantinya akan terlihat pada gambaran radiologis dengan

mengaburkan gambaran pembuluh darah subsegmental dan segmental,

pembesaran dari ruang peribronkovaskular, munculnya kerley lines, dan dapat

muncul efusi subpleura. Jika cairan ekstravaskuler terus menerus bertambah,

maka edema akan bermigrasi ke cenral dan akan mengaburkan secara prograsif

pembuluh darah di lobus dan berlanjut pada pembuluh darah di hilus. Pada poin

ini, radiolusens pada paru akan berkurang, sehingga indentifikasi pembuluh darah

kecil akan sulit dilakukan. Pada area perihilar, peribronchial cuffing dapat

muncul. Jika tekanan melebihi 25 mmHg, cairan akan mengalir dari kompartmen

ekstravaskuler yang kapasitasnya sudah maksimal menuju ke stadium kedua, yaitu

edema alveolus. Gambaran radiologis pada stadium kedua ini adalah tiny nodular

atau acinar area dengan peningkatan opasitas yang dapat bergabung dan

membentuk suatu konsolidasi frank atau frank consolidation.

Page 18: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Hubungan antara Tekanan Kapiler Paru dengan Temuan Radiologi.

Bat Wing Edema

Bat wing edema mengarah pada distribusi edema alveolar di bagian sentral

dan dengan distribusi non-gravitasional. Gambaran radiologis ini biasanya

terdapat pada 10% kasus edema paru, dan secara keseluruhan terjadi pada kasus

perkembangan cepat gagal jantung berat seperti pada insufisiensi katub mitral

akut (yang berhubungan dengan rupturnya otot papilar, infark miokard masif, dan

destruksi katub seperti pada endokarditis septik) atau pada kasus gagal ginjal.

Pada kasus bat wing edema, korteks paru bersih dari cairan alveolar ataupun

interstitial. Kondisi patologis ini berkembang secara cepat yang ditandai secara

radiologis dengan infiltrat alveolus, dan gambaran tipikal edem pulmo jarang

ditemukan.

Page 19: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Bat wing edema dengan kelebihan cairan dan gagal jantung. Pada

gambaran foto thorax dada (3.a) dan gambaran CT-scan (3.b) menunjukkan

adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dan sparing dari konteks

paru.

Beberapa teori diungkapkan dalam patofisiologis bat wing edema. Salah

satu teorinya menyebutkan peningkatan konduktifitas hidraulik. Hal ini

menyebabkan mukopolisakarida mengisi ruang sitokeleton perivaskular dan

menghambat aliran cairan. Namun, dengan meningkatnya hidrasi cairan, matrix

ekstraseluler ini memberikan jalan agar cairan dapat mengalir ke central.

Penemuan lainnya mengungkapkan efek pumping dari siklus pernafasan, yang

lebih besar berada di kortex paru, yang menyebabkan banyak cairan dialirkan ke

hilus. Penemuan lainnya mengungkapakn kontraktilitas septum alveolus menjadi

faktor pendukung untuk mengalirkan cairan interstitial ke hilus.

Page 20: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Bat wing edema dengan overload cairan dari gangguan ginjal.

Gambaran radiologis menunjukkan adanya unusual recumbent bat wing

pulmonary edema yang berhubungan dengan efusi pleura sebelah kanan.

4.3. Distribusi Asimetris dari Edema Peningkatan Tekanan

Penyebab tersering terjadinya distribusi asimetris dari edema tekanan

adalah perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru

obstruksi kronis. Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau

gambaran destruksi dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering

ditemukan pada kasus end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan

terlihat pada kasus edema paru yang predominan pada bagian yang kurang

berpengaruh pada proses penyakit ini.

Faktor hemodinamik mungkin juga berpengaruh pada distribusi asimeteris

edema paru ini. Edema paru yang berhubungan dengan regurgitasi mitral

menunjukkan bagian lobus atas kanan yang predominan dikarenakan gangguan

aliran yang disebabkan oleh refluks langsung pada vena paru bagian atas kanan.

Distribusi asimetris ini terjadi pada 9% dewasa dan 22% pada anak-anak dengan

regurgitasi mitral derajat 3 dan 4.

Page 21: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar 15. Edema paru asimetris pada dengan chronic obstructive pulmonary

disease. Pada gambar 5.a yang merupakan parenkim paru dan gambar 5.b yang

merupakan gambaran mediastinum menunjukkan edema dengan gambaran diffuse

ground-glass attentuation dengan gradien anteroposterior. Cairan yang memenuhi

bula subpleura paling jelas terlihat pada gambar 5.b di bagian kiri bawah.

Gambar 16. Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan end-

stage fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal jantung.

Pada gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru predominan pada basis

paru karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini dari bula lobus bagian atas.

Fibrosis interstitial yang disebabkan karena asbestosis dapat menjadi tempat

masuknya edema ke ruang alveolus.

Page 22: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar 17. Edema paru dengan serangan asma akut pada anak-anak berumur 3

tahun. Gambaran radiografi ditemukan adanya edema paru yang berhubungan

dengan peribronchial cuffing, ill-defined vessels, pembesaran hilus, dan

peningkatan opasitas area alveolar.

Akhirnya, posisi pasien juga menentukan distribusi cairan intra dan

extravaskuler ini. Pada pasien dengan posisi supine, CT scan axial selalu

menunjukkan gradien anteroposterior dengan distribusi asimetris dari edema yang

disebabkan karena operasi prolong atau imobilisasi. Distribusi ini juga dapat

didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kongestive dan pasien dengan

overghidrasi.

4.4. Edema Paru dengan Asma Akut

Kondisi edema paru pada asma akut sangat jarang terjadi, kondisi ini

berhubungan dengan gas yang terperangkap menyebabkan tekanan intraalveolar

menjadi positif, hal ini menyebabkan menurunnya gradien tekanan hidrostatik.

Pada saat inspirasi tidal, anak-anak dengan episode serangan asma akut

menunjukkan hasil tingginya tekanan negatif puncak inspirasi (sekitar 29 cm air),

dibandingkan dengan pada anak yang sehat (sekitar 7 cm air). Selanjutnya,

didapatkan pula tekanan pleura yang menurun saat respirasi tidal, mencapai -25.5

cm air, dibandingkan dengan anak yang sehat dengan penurunan tekanan sekitar -

5 cm air. Tekanan negatif pleura saat serangan asma akut ini membantu untuk

pelebaran saluran pernafasan. Obstruksi saluran nafas pada kasus asma

Page 23: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

menyebabkan akumulasi cairan ekstravaskular. Dari salah satu pusat penelitian,

didapatkan bahwa kasus ini sangat jarang, dan hanya ada satu kasus selama lima

tahun. Gambaran radiologi pada kasus ini adalah adanya Kerley lines,

peribronchial cuffing, dan peningkatan opasitas area alveolus.

4.5. Edema Paru Postobstruksi

Edema paru postobstruksi terjadi setelah obstruksi saluran pernafasan atas

dan membentuk edema hidrostatik. Edema paru ini sering terjadi karena

masuknya benda asing, laringospasme, epiglotitis, atau strangulation. Jika

obstruksi terjadi obstruksi saat inspirasi, hal ini mengakibatkan tekanan negatif

intratorax meningkat dan membuat venous return meningkat pula. Edema terjadi

karena penurunan tekanan negatif pleura secara tiba-tiba, yang menyebabkan

gradien tekanan hidrostatik antara intravaskular dan ekstravaskular meningkat.

Jika obstruksi terjadi saat inspirasi dan ekspirasi, maka tekanan positiv intratorax

akan meningkat dan dapat membuat terjadinya edem.

Gambar. Edema paru postobstruksi pada laringospasme postekstubasi. Gambaran

CT scan didapatkan adanya edema paru dengan peribronchial cuffing yang

predominan di parenkim paru sentral. Kortex paru tidak didapatkan adanya edema

alveolar ataupun Kerley lines.

Pada gambaran radiografi dada dan CT, edema paru postobstruksi ditandai

dengan garis septal atau septal lines, peribronchial cuffing, dan pada kasus yang

berat akan didapatkan central alveolar edema. Gambaran ini hampir sama dengan

gambaran pada edema karena tekanan hidrostatik. Ukuran jantung biasanya

normal, yang mengindikasikan tekanan edema tidak berhubungan dengan

Page 24: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

overhidrasi. Resolusi biasanya didapatkan pada hari ke 2 sampai ke 3 setelah

terapi yang cepat dan sesuai.

4.6. Edema Paru pada Penyakit Oklusi Vena

Penyakit oklusi vena paru merupakan kondisi letal yang berhubungan

dengan menyempit atau oklusi nya vena atau venula kecil paru yang dikarenakan

trombus. Penyakit ini tersebar menyebar pada vena kecil paru, dan tidak

melibatkan vena besar. Oklusi vena menyebabkan resistensi pembuluh darah

perifer meningkat sehingga menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik

vaskuler. Gambaran radiografi dan CT menunnjukkan hasil pembesaran arteri

paru, difus edema interstitial dengan Kerley lines, peribronchial cuffing, dan

dilatasi ventrikel kanan.

Gambar. Gambaran foto thorax edema paru yang berhubungan dengan penyakit

oklusi vena pada pasien wanita 28 tahun dengan dispneu akut.

Gambar. Gambaran angiogram didapatkan arteri paru perifer paten, kecil, dan

elongasi. Tekanan kapiler paru normal, namun tekanan arteri paru meningkat 54

mmHg.

Page 25: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. High resolusi CT scan, didapatkan penebalan septum inter dan

intralobular, peribronchial cuffing, efusi pleura minimal, dan residual diffuse

ground-glass attenuatin. Oklusi vena paru didiagnosis dengan biopsi paru.

4.8. Near Drowning Pulmonary Edema

Near drowning didefinisikan sebagai asfiksiasi yang diakibatkan karena

inhalasi air dan masih bertahan hidup sampai minimal 24 jam setelahnya.

Terdapat tiga stadium pada kasus ini. Stadium pertama adalah laringospasme akut

yang diakibatkan karena inhalasi air yang sedikit (dry drowning). Hal ini akan

bermanifestasi hampir sama dengan edema paru postobstruktif. Gambaran

radiologis yang dapat terlihat adalah kerley lines, peribronchial cuffing, patchy,

konsolidasi alveolar perihilar. Gambaran tersebut akan hilang setelah 24 sampai

48 jam dilakukan terapi. Pada stadium kedua, masih terdapat laringospasme pada

korban, dan sebagian air akan ditelan ke perut. Pada stadium ketiga, 10-15%

pasien masih menampakkan gejala dry drowning dikarenakan laringospasme yang

persisten, sedangkan sisanya sekitar 90% pasien, laringospasme yang terjadi akan

mulai berelaksasi karena hipoksia dan aspirasi air dalam jumlah yang cukup

banyak. Pada kasus seperti ini, lesi di paru tidak lagi berhubungan dengan edema

tekanan, namun lebih karena hipoksia yang dapat menyebabkan pengeluaran

sitokin, dan akhirnya terjadi edema permeabilitas. Gambaran radiologis pada

stadium dua dan tiga biasanya tidak spesifik. Bisa didapatkan gambaran ill-

defiined lessions dan konsolidasi ruang udara lobus. Besarnya lesi tergantung dari

volume air yang dihirup dan durasi dari hipoksia, maupun jenis air yang terhirup

(air garam atau air segar).

Page 26: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Gambaran edema paru pada kondisi tenggelam. Terdapat pembesaran

jantung, diffuse confluent alveolar patterns of pulmonary edema, dan

peribronchial cuffing. Gambaran cortikal paru bersih dari edema interstitial, hal

ini mengindikasikan edema berasal dari kerusakan alveolar langsung dari inhalasi

air atau edema karena laringospasme dibandingkan dengan edema karena

hipoksia.

4.9. Edema Permeabilitas dengan DAD (diffuse alveolar damage)

Acute respiratory distress syndrome atau ARDS merupakan istilah yang

digunakan untuk akut atau subakut, lesi difus paru yang dapat menyebabkan

hipoksemia berat. Lesi ini berhubungan dengan beberapa faktor persipitasi dan

tidak berhubungan dengan insufisiensi jantung. Lebih lanjut, ARDS terjadi tanpa

peningkatan tekanan kapiler paru. Kerusakan difus alveolus merupakan hasil dari

beberapa faktor persipitasi, atau terjadi karena kondisi sekunder sistemik.

Kerusakan langsung sel biasanya terjadi karena agen kimia, agen infeksi, cairan

lambung, dan gas toksin yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada sel.

Sedangkan kerusakan tidak langsung atau secondary damage terjadi karena

kaskade biokimia sistemik yang dapat menimbulkan agen oksidatif, mediator

inflamasi, dan enzim yang dapat merupakan endotel, contoh penyebabnya adalah

sepsis, pankreatitis, trauma berat, dan transfusi darah.

Terdapat tiga stadium pada ARDS. Stadium pertama mempunyai

karakteristik edema interstitial dengan konten protein yang tinggi diikuti dengan

Page 27: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

edema alveolar dan pembentukan membran hialin. Edema cepat pada ruang

alveolar menyebabkan Kerley lines tidak terlihat pada ARDS. Stadium kedua

adalah stadium proliferasi yang berhubungan dengan eksudat fibrosa. Stadium

ketiga adalah stadium fibrotik, yang mempunyai karakteristik dengan jaringan

parut dan formasi dari subpleural dan intrapulmonary cysts. Pada stadium

pertama gambaran radiologis yang dapat terlihat adalah adanya edema interstitial

diikuti dengan opasitas pada daerah perihilar. Selanjutnya dapat terlihat gambaran

konsolidasi dengan air bronkogram jika edema sudah berlanjut ke edema alveolar.

Tidak didapatkan adanya kardiomegali, apical vascular redistribution, dan Kerley

lines. Pada stadium proliferasi akan terlihat gambaran ground glass yang

opasitasnya meningkat. Pada stadium fibrotik, akan didapatkan adanya lesi

subpleural dan intrapulmonary cystic, hal ini dapat menjadi pneumotoraks.

Page 28: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. ARDS yang berhubungan dengan DAD dengan bronkoaspirasi saat

dilakukan intubasi trakea. Gambar a, b, c menunjukkan adanya konsolidasi pada

anteroposterior gradien. Hiperlusensi pada area perifer bilateral menunjukkan

adanya udara yang terperangkap. Tidak terdapat Kerley lines pada gambaran di

atas. Gambar d, e menunjukkan hasil CT scan 1 hari setelah pasien diposisikan

secara prone position selama 12 jam menunjukkan hasil konsolidasi yang

berkurang pada bagian posterior, dan juga efusi pleura yang mulai berkurang.

Gambar. Gambaran atipikal ARDS yang disebabkan karena shyok septik.

Gambaran CT scan pasien tersebut menunjukkan bilateral konoslidasi yang

predominan pada bagian anterior.

Page 29: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Edema paru yang diakibatkan karena heroin. Gambaran thorax a

menunjukkan adanya edema paru difus masif. Sedangkan pada gambar thorax b

menunjukkan gambaran 27 jam setelah dirawat menunjukkan resolusi edema

paru. Perubahan edema ini mungkin dapat disebabkan karena intubasi dan

ventilasi tekanan positif pada pasien.

4.10. Edema Permeabilitas tanpa DAD

Edema permeabilitas tanpa DAD berarti tidak adanya kerusakan sel pada

kondisi patologis. Beberapa kondisi edema permeabilitas tanpa DAD adalah

edema paru dikarenakan heroin, edema paru yang mengikuti sitokin, dan high-

altitude pulmonary edema.

4.10.1. Edema Paru dikarenakan Heroin

Edema paru yang terjadi secara langsung berhubungan dengan kondisi

overdosis dari opiat, heroin, atau cocain. Edema paru terjadi pada 15% kasus

overdosis heroin dengan mortalitas 10%. Overdosis heroin dipercaya akan

menyebabkan depresi dari pusat pernafasan yang akan menimbulkan hipoksia dan

asidosis, yang keduanya dapat menyebabkan edema permeabilitas tanpa DAD.

Kondisi absen-nya DAD dapat diduga karena resolusi yang terjadi secara cepat.

Gambaran radiologi dari edema paru dikarenakan heroin tidak dapat dibedakan

dengan gambaran radiologi dari edema permeabilitas tanpa DAD lainnya.

Manifestasinya berupa patchy, bilateral konsolidasi, ill-defined vessels, dan

peribrochial cuffing. Sering terjadi komplikasi berupa insufisiensi ginjal dan

aspirasi cairan lambung pada kondisi ini.

Page 30: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Edema paru yang diakibatkan karena heroin. Gambar a merupakan foto

thorax dengan edema paru kanan dengan posisi right lateral decubitus. Gambar b

merupakan gambar thorax setelah 28 jam, yang menunjukkan resolusi cepat

infiltrat pada paru.

4.10.2. Edema Paru yang Mengikuti Sitokin

Interleukin atau IL-2 merupakan glukoprotein memiliki aktivitas

tumoricidal yang berguna pada pasien dengan metastase melanoma dan metastase

adenocarcinoma ginjal. Sitokin lain yang mungkin berpengaruh adalah TNF

(tumor necrosis factor). Baik IL-2 maupun TNF dapat menimbulkan gangguan

permeabilitas tanpa DAD yang akhirnya dapat menimbulkan edema paru. Sitokin

ini lebih sering menyerang pada sel endotel kapiler. Gambaran radiologis pada

keadaan ini adalah bilateral simetris interstitial edema dengan penebalan septal

lines, dan tidak didapatkannya adanya edema alveolar. Selain itu peribronchial

cuffing juga didapatkan pada 75% kasus.

Page 31: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

Gambar. Edema paru yang mengikuti sitokin dengan melanoma maligna.

Gambaran radiologis didapatkan bilateral difus edema paru dengan peribronchial

cuffing (tanda panah hitam), pelebaran hilus, ill-defined vessels, dan efusi pleura.

Tidak ada daerah alveolus yang opasitasnya meningkat.

Page 32: BAB 3RGETHJGHXFDZFSDFGDHF

3.7 Penatalaksanaan Edema Paru