BAB 3& 4

37
BAB 3 STRUKTUR GARIS 3.1. Tujuan a. Mampu menggambarkan geometri struktur garis ke dalam proyeksi dua dimensi (secara grafis). b. Mampu menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang. c. Mampu menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan dua bidang. 3.2. Alat dan Bahan. 1. Penggaris, busur derajat 2. Jangka dan alat tulis lengkap 3.3. Definisi Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis, antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur garis dapat dibedakan menjadi stuktur garis riil, struktur garis semu. Pengertian : Struktur garis riil : struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati dan diukur langsung dilapangan, contoh: gores garis yang terdapat pada bidang sesar. Struktur garis semu :semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk

description

j

Transcript of BAB 3& 4

Page 1: BAB 3& 4

BAB 3

STRUKTUR GARIS

3.1. Tujuan

a. Mampu menggambarkan geometri struktur garis ke dalam

proyeksi dua dimensi (secara grafis).

b. Mampu menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada

suatu bidang.

c. Mampu menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan

perpotongan dua bidang.

3.2. Alat dan Bahan.

1. Penggaris, busur derajat

2. Jangka dan alat tulis lengkap

3.3. Definisi

Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis,

antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang.

Struktur garis dapat dibedakan menjadi stuktur garis riil, struktur garis

semu.

Pengertian :

Struktur garis riil : struktur garis yang arah dan

kedudukannya dapat diamati dan

diukur langsung dilapangan, contoh:

gores garis yang terdapat pada

bidang sesar.

Struktur garis semu :semua struktur garis yang arah atau

kedudukannya ditafsirkan dari

orientasi unsur-unsur struktur yang

membentuk kelurusan atau liniasi.

contoh: liniasi fragmen breksi sesar,

liniasi mineral-mineral dalam batuan

beku, arah liniasi struktur sedimen

(cross bedding, flute cast) dan

sebagainya.

Page 2: BAB 3& 4

Berdasarkan saat pembentukannya, struktur garis dapat dibedakan

menjadi struktur garis primer yang meliputi: liniasi atau penjajaran

mineral-mineral pada batuan beku tertentu, dan arah liniasi struktur

sediment. Struktur garis sekunder yang meliputi: gores garis, liniasi

memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan kelurusan-

kelurusan dari topografi, sungai dan sebagainya.

Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah-istilah : arah

penunjaman (trend), penunjaman (plunge, baca : planj), arah

kelurusan (bearing, baca : biring) dan rake atau pitch.

3.3.1. Definisi Istilah - istilah dalam Struktur Garis.

Arah penunjaman (trend) : Azimuth yang menunjukkan arah

penunjaman garis tersebut, dan hanya

menunjukkan satu arah tertentu (Gambar

3.1).

Arah kelurusan (bearing) : Azimuth yang menunjukkan arah kelurusan

garis tersebut. Kelurusan ini memiliki dua

pembacaan dimana salah satu arahnya

merupakan sudut pelurusnya (Gambar 3.1).

Plunge : Dip penunjaman (Gambar 3.1).

Rake/pitch : Besar sudut antara struktur garis dengan

garis horisontal yang diukur pada bidang

dimana garis tersebut terdapat dan

membentuk sudut terkecil (sudut lancip)

(Gambar 3.1).

Page 3: BAB 3& 4

Gambar 3.1

Struktur garis dalam blok tiga dimensi

Keterangan :

A – L : Struktur garis pada bidang ABCD

A – K : Arah penunjaman (trend)

A – L / K – A : Arah kelurusan (bearing) = azimuth NAK

Β : Penunjaman (plunge)

γ : Rake (pitch)

3.2. CARA PENGUKURAN STRUKTUR GARIS DENGAN KOMPAS

GEOLOGI

Page 4: BAB 3& 4

A.Cara pengukuran struktur garis yang mempunyai arah penunjaman

(trend)

B.Cara pengukuran struktur garis yang tidak mempunyai arah

penunjaman (trend)

A.CARA PENGUKURAN STRUKTUR GARIS YANG MEMPUNYAI

ARAH PENUNJAMAN (TREND)

Cara pengukuran arah penunjaman (trend ) : (Gambar 3.2)

1. Menempelkan alat bantu (buku lapangan atau “clipboard”)

pada posisi tegak dan sejajar dengan arah yakni struktur garis

yang diukur.

2. Menempelkan sisi “W” atau “E” kompas pada posisi kanan atau

kiri alat bantu dengan visir kompas (sigthing arm) mengarah

pada penunjaman struktur garis tersebut.

3. Menghorizontalkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan

horizontal/gelembung berada di tengah nivo), maka harga

yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah

penunjamannya (trend).

Cara pengukuran sudut penunjaman (plunge) : (Gambar 3.2.a)

1. Menempelkan sisi “W” kompas pada sisi atas alat bantu yang

masih dalam keaadan vertikal.

2. Memutar “clinometer” hingga gelembung pada nivo tabung

berada di tengah nivo dan besar sudut penunjaman (plunge)

merupakan besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh

penunjuk pada skala “clinometer”

Cara pengukuran Rake/Pitch : (Gambar 3.2.b)

1. Membuat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis

tesebut terdapat ( dimana, garis horizontal sama dengan jurus

dari bidang tersebut) yang memotong struktur garis.

2. Mengukur besar dari sudut lancip yang dibentuk oleh garis

horizontal (dengan menggunakan busur derajat).

Cara pengukuran arah kelurusan (bearing) : (Gambar 3.2.a)

Page 5: BAB 3& 4

1. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur

garis yang akan diukur, misalnya sumbu terpanjang pada

fragmen breksi sesar.

2. Menghorizontalkan kompas (gelembung nivo mata sapi berada

di tengah nivo), dengan catatan, posisi kompas masih seperti

no.1 tersebut di atas, maka harga yang ditunjuk oleh jarum

utara kompas adalah harga arah bearing-nya.

B. CARA PENGUKURAN STRUKTUR GARIS YANG TIDAK

MEMPUNYAI ARAH PENUNJAMAN (TREND) / HORIZONTAL

(PENGUKURAN KELURUSAN/ LINEMENT)

Adapun yang termasuk struktur garis yang tidak mempunyai arah

penunjaman (trend) umumnya berupa arah-arah kelurusan, misalnya :

arah liniasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, dan arah

kelurusan gawir sesar.

Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja (Gambar

3.2.c dan 3.2.d).

Page 6: BAB 3& 4

(a) (b)

(c)

(d)

Gambar 3.2

3.4. Aplikasi Struktur Garis

Aplikasi yang akan dibahas meliputi pemecahan dua masalah utama

struktur garis:

A. Menentukan plunge dan rake sebuah garis pada sebuah bidang.

B. Menentukan kedudukan garis hasil perpotongan dua buah bidang.

Page 7: BAB 3& 4

A. Menentukan plunge dan rake sebuah garis pada sebuah

bidang

Pada bidang ABCD dengan kedudukan N 000° E/45°, terletak garis AQ

dengan arah penunjaman N 135° E. Berapa besarnya plunge dan rake

garis AQ ?

Penyelesaian secara grafis: (Gambar 3.3)

1. Membuat proyeksi horisontal bidang ABCD dengan kedalaman 'd'.

2. Dari titik 'A' membuat garis dengan arah N 135°E, sehingga

memotong jurus pada kedalaman 'd' di titik 'P'.

3. Melalui 'P' membuat garis PQ ( panjang = d ) tegak lurus AP, maka

sudut PAQ adalah besarnya "plunge" = 35°.

4. Memutar bidang ABCD sampai posisinya horisontal dengan "folding

line" garis AB, yakni dengan memanjangkan garis AD, ke 'Dr'

dengan pusat putar titik A.

5. Dari 'Dr' membuat garis sejajar lurus (AB), maka garis ini

merupakan jurus pada kedalaman 'd' setelah bidang ABCD diputar

ke posisi horisontal.

6. Membuat melalui 'P' garis tegak lurus pada garis butir (5), serta

memotongnya dititik 'Qr'.

7. Menghubungkan 'Qr' dengan 'A', maka sudut 'BAQt' adalah

besarnya rake 54°.

Page 8: BAB 3& 4

Gambar 3.3

Penentuan plunge dan rake: (a) penggambaran dalam blok diagram

(b) analisis secara grafis

B. Menentukan Kedudukan Garis Perpotongan dari Dua buah

bidang

Dua buah bidang yang masing-masing kedudukannya diketahui, yaitu

bidang ABEK dan CDFK saling berpotongan tegak lurus. Perpotongan

antara keduanya merupakan suatu garis lurus dan dapat ditentukan

kedudukannya yaitu dinyatakan dengan : plunge, rake, bearing

(Gambar 3.4 dan Gambar 3.5)

Keterangan :

Page 9: BAB 3& 4

KL adalah trace (garis potong), sudut OKL adalah plunge ( β ), sudut δ1

adalah rake

KL pada bidang ABEK, sudut δ2 adalah rake KL pada bidang CDFK, arah

KO adalah bearing, diukur terhadap arah utara.

Contoh soal . :

Batugamping dengan kedudukan N 048°E / 300 NW terpotong intrusi

Dike dengan kedudukan N 021 °W / 50° NE, sehingga pada jalur

perpotongannya terdapat mineralisasi. Tentukan kedudukan jalur

perpotongannya !

Penyelesaian secara grafis: (Gambar 3.4)

1. Menggambar strike batugamping dan intrusi dike yang

berpotongan di O.

2. Menggambarkan proyeksi horisontal batugamping dan dike pada

kedalaman ‘d ' dengan menggunakan FLI dan FL2, sehingga

tergambar jurus dengan kedalaman 'd' dari batugamping dan

intrusi dike serta berpotongan di C.

3. Garis OC adalah proyeksi horisontal jalur perpotongan, yang

merupakan bearing-nya, yaitu dengan mengukur sudut antara

garis OC terhadap arah utara, terhitung 0°, jadi bearing-nya

adalah N 000° E.

4. Melalui C membuat garis CD (panjang = d) tegak lurus OC.

Sudut COD adalah plunge terhitung = 24°.

5. Memutar bidang batugamping dan dike sampai posisi horisontal,

maka tergambar rebahan masing-masing jurus pada kedalaman

'd'

6. Membuat garis CDrg dan CDrd yang masing-masing tegak lurus

pada garis jurus.

7. Garis ODrg adalah rebahan OD pada batugamping dan ODrd

adalah rebahan OD pada dike.

8. Sudut BODrg adalah rake pada batugamping = 53°

9. Sudut AODrd adalah rake pada dike = 32°

10.Jadi kedudukan garis potongnya adalah = 24°, N 000° E

Page 10: BAB 3& 4

Batugamping

Intrusi Dike

Gambar 3.4Penentuan unsur-unsur strukur garis perpotongan dari dua buah bidang

dengan menggunakan proyeksi grafis

Page 11: BAB 3& 4

Gambar 3.5Kedudukan struktur garis perpotongan dari dua buah bidang dalam

kenampakan tiga dimensiKeteranganK – L : Struktur garis dari perpotongan bidang

ABEK dan bidang CDEKK – O : Arah penunjaman (trend)K – O / O – K : Arah kelurusan (bearing) = azimuth NKOΒ : Penunjaman (plunge)α1 : Rake (pitch) terhadap bidang ABEKα2 : Rake (pitch) terhadap bidang CDFK

BAB 4

PROYEKSI STEREOGRAFIS DAN PROYEKSI KUTUB

4.1. Tujuan

a. Mampu memecahkan masalah geometri bidang dan geometri

garis secara stereografis.

b. Mampu menggunakan proyeksi stereografis sebagai alat bantu

dalam tahap awal analisis data yang diperoleh di lapangan untuk

berbagai macam data struktur.

4.2. Alat – alat praktikum

Page 12: BAB 3& 4

1. Alat tulis lengkap, stereonet dan paku pines

2. Kalkir ukuran 20 x 20 cm ( 4 lembar )

4.3. Proyeksi Stereografis

4.3.1. Definisi

Merupakan proyeksi yang didasarkan pada perpotongan bidang / garis

dengan suatu permukaan bola. Unsur struktur geologi akan lebih

nyata, lebih mudah dan cepat penyelesaiannya bila digambarkan

dalam bentuk proyeksi permukaan bola. Permukaan bola tersebut

meliputi suatu bidang dengan pusat bola yang terlihat pada bidang

tersebut maka bidang tersebut memotong permukaan bola sepanjang

suatu lingkaran, yaitu lingkaran besar. Gambar 4.1 menunjukkan

perbandingan antara proyeksi orthografi dengan proyeksi permukaan

bola.

Yang dipakai sebagai gambaran posisi struktur di bawah permukaan

adalah belahan bola bagian bawah. Selanjutnya proyeksi permukaan

bola digambarkan pada permukaan bidang horisontal dalam bentuk

proyeksi stereografis. Hal tersebut didapat dari perpotongan antara

bidang horisontal yang melalui pusat bola dengan garis yang

menghubungkan titik-titik pada lingkaran besar terhadap titik

zenithnya. Gambaran proyeksi yang didapat disebut dengan

stereogram dan hubungan sudut di dalam proyeksi stereografi seperti

nampak pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut tampak bahwa

pengukuran besar sudut selalu dimulai dari 0 di tepi lingkaran

(lingkaran primitif) dan 90° di pusat lingkaran.

Hubungan antara proyeksi permukaan bola dengan pembuatan

lingkaran besar dan lingkaran kecil seperti pada Gambar 4.3.

Page 13: BAB 3& 4

Gambar 4.1

Page 14: BAB 3& 4

Gambar 4.2

Gambar 4.3

Macam-macam proyeksi sterografi :

1. Equal angle projection net atau Wulf net.

2. Equal area projection net atau Schmidt net.

3. Orthographic net.

Dalam proyeksi ini, penggunaan ketiga jaring tersebut pada prinsipnya

sama, yaitu 0° dimulai dari lingkaran primitif dan 90° di pusat

lingkaran.

Wulf Net

Misalkan pada bidang kedudukan N 000° E/ 45° terletak garis dengan

arah N 045° E. Maka hubungan antara proyeksi gambaran orthografi,

stereografis, dan stereogramnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.a,

4.4.b, dan 4.4.c.

Page 15: BAB 3& 4

(a) (b)

(c)

Gambar 4.4

Keterangan gambar :Struktur bidang : strike = NOE

dip = EC' atau sudut COC'

Page 16: BAB 3& 4

Struktur garis OB' : bearing = busur NF rake/pitch = busur NB' atau sudut.BON plunge = B'F Itau sudut BOB'

Stereogram struktur bidang adalah busur NB'C'SStereogram struktur garis adalah garis OB' .

4.3.2. Struktur Bidang

Stereogram struktur bidang selalu diwakili oleh lingkaran besar,

sehingga besar sudut kemiringan selalu diukur pada arah E - W jaring,

yaitu 0° pada lingkaran primitif dan 90° di pusat lingkaran.

Contoh:

Penggambaran stereogram bidang N 045° E/300 sebagai berikut :

Letakkan kertas kalkir di atas stereonet dan gambarkan lingkaran

primitifnya. Beri tanda N, E, S, dan W serta titik pusat lingkaran.

Gambar garis strike melalui pusat lingkaran sesuai dengan

harganya (Gambar 4.5.a).

Putar kalkir sampai garis strike berimpit dengan garis N - S jaring.

Lalu gambar garis busur lingkaran besar sesuai dengan besarnya

dip (ingat prinsip aturan tangan kanan) (Gambar 4.5.b).

Putar kalkir sehingga N kalkir berimpit dengan jaring, maka nampak

stereogram dari bidang N O45° E / 30° (Gambar 4.5.c).

Page 17: BAB 3& 4

(a) (b)

(c)

Gambar 4.5

Penggambaran stereogram bidang N 045° E/300

4.3.3. Struktur Garis

Page 18: BAB 3& 4

45 0N

F

F

E

D

F

O

O

D

3O

S

N45 0

F

EO

S

D

Plunge

Stereogram struktur garis berupa suatu garis lurus dari pusat

lingkaran. Besarnya plunge dihitung 0° pada lingkaran primitif dan 90°

di pusat lingkaran dan diukur pada kedudukan bearing berimpit

dengan N-S atau E-W jaring.

Contoh:

Penggambaran stereogram garis kedudukan 30° ,N 045° E sebagai

berikut :

Tentukan titik pada lingkaran primitif sesuai harga bearing, dan

hubungkan dengan pusat lingkaran, sehingga merupakan garis

lurus (Gambar 4.6.a).

Putar kalkir sehingga garis tersebut berimpit dengan N-S atau E-W

jaring, kemudian ukur besarnya plunge (Gambar 4.6.b).

Putar kalkir sehingga N-kalkir berimpit dengan N-jaring maka OD

merupakan stereogram garis kedudukan 30°, N 045° E (Gambar

4.6.c).

Page 19: BAB 3& 4

(a) (b)

(c)Gambar 4.6

Penggambaran stereogram garis kedudukan 30° ,N 045° E

4.4 Aplikasi Metode Stereografis Dalam Berbagai Jenis Kasus

Aplikasi metode Stereografis yang akan diterapkan pada praktikum ini

meliputi :

A. Menentukan Apparent Dip, Plunge dan Rake Suatu Garis

B. Menentukan Kedudukan Bidang Dari Dua Kemiringan Semu

C. Menentukan Kedudukan Garis Potong Dari Dua Bidang Yang

Berpotongan

Di bawah ini diberikan contoh-contoh cara penyelesaian kasus A – C.

A. Menentukan Apparent Dip, Plunge dan Rake Suatu Garis

Suatu bidang kedudukan N 050° E/50°. Tentukan apparent dip pada

arah N 080° E!

Penyelesaian :

Gambar stereogram bidang N 050° E / 50° dan garis arah apparent

dip N 080° E (Gambar 4.7.a).

Putar kalkir sampai garis arah N 080° E tersebut berimpit dengan E-

W jaring dan baca besarnya apparent dip pada garis tersebut

dimana 0° pada lingkaran primitif (Gambar 4.7.b).

Jika pada bidang N 050° E / 50° ini terletak garis yang arahnya N 080°

E, dengan cara seperti di atas didapat besarnya plunge garis tersebut

adalah 31° (Gambar 4.8.a dan 4.8.b). Sedangkan besarnya

rake/pitch didapat sebagai berikut:

Page 20: BAB 3& 4

a. Putar kalkir sehingga garis strike bidang N 050° E/ 50° berimpit

dengan N-S jaring. Dan besarnya rake dihitung pada busur

lingkaran besar bidang tersebut dengan menggunakan lingkaran

kecil serta dipilih yang lebih kecil dari 90°, yaitu dimulai dari N-

jaring sampai ke perpotongan garis dengan busur lingkaran besar

bidang tesebut, besarnya didapat 12° (Gambat 4.8.c).

Gambar 4.7Penggambaran stereogram bidang N 050° E / 50° dan garis arah apparent dip

N 080° E

Page 21: BAB 3& 4

Gambar 4.8Penentuan plunge dan rake/pitch dari garis N 080° E pada bidang N 050° E /

50°

B. Menentukan Kedudukan Bidang Dari Dua Kemiringan Semu

Dua kemiringan semu suatu lapisan batupasir diketahui sebagai

berikut :

A. 25° pada arah N 010° E

B. 34° pada arah N 110° E

Tentukan arah kedudukan batupasir tersebut!

Penyelesaian :

Gambar masing-masing arah kemiringan semunya, yaitu N 010° E

dan N ll0° E (Gambar 4.9.a).

Putar kalkir sehingga arah kemiringan semu N 010° E berimpit

dengan E-W jarring, plot besar kemiringan semu 25° dihitung dari

lingkaran primitif, yaitu titik A (Gambar 4.9.b).

Begitu juga untuk kemiringan semu 34° pada arah N llO° E, yaitu

titik B (Gambar 4.9.c).

Kalkir diputar-putar sehingga titik A dan B terletak dalam satu

lingkaran besar. Dan gambar lingkaran besar tersebut beserta garis

strike-nya, serta hitung besarnya dip, yaitu didapat 42° (Gambar

4.9.d).

Putar kalkir sehingga N kalkir berimpit dengan N jaring maka

kedudukan batupasir dapat dibaca, yaitu N 340° E / 42° (Gambar

4.9.e).

Page 22: BAB 3& 4

a b

(a) (b)

c d

(c) (d)

e

(e)

Page 23: BAB 3& 4

EW

N

S

EW

N

S

EW

N

S

10o

Gambar 4.9Menentukan Kedudukan Bidang Dari Dua Kemiringan Semu

C. Menentukan Kedudukan Garis Perpotongan Dari Dua Bidang

Suatu bidang A kedudukan N 010° E / 30° berpotongan dengan bidang

B kedudukan N 130° E/ 50°. Tentukan kedudukan garis potonganya!

Penyelesaian :

Gambarkan stereogram kedua bidang tersebut (Gambar 4.10.a).

OB adalah stereogram garis potongnya, sedangkan busur NEF

adalah bearing OB yang diukur pada saat N kalkir berhimpit N

jaring.

Busur BF adalah plunge, diukur pada posisi OF berhimpit dengan E-

W / N-S jaring (Gambar 4.10.b).

Busur CB adalah rake OB pada bidang N 010° E / 30°, diukur pada

posisi strike bidang tersebut berimpit dengan N-S jaring. Begitu

juga busur DB adalah rake OB pada bidang S 050° E / 50° SW

(Gambar 4.10.c).

Page 24: BAB 3& 4

(a) (b)

c

Page 25: BAB 3& 4

(c)

Gambar 4.10 Menentukan Kedudukan Garis Perpotongan Dari Dua Bidang

4.5. Proyeksi Kutub

4.5.1. Definisi

Proyeksi kutub suatu bidang berupa suatu titik hasil proyeksi

permukaan bola (Gambar 4.11), sedangkan proyeksi kutub suatu

garis merupakan suatu titik tembus suatu garis terhadap permukaan

bola pada bidang horizontal (Gambar 4.12).

Catatan :

Pengeplotan proyeksi kutub struktur bidang 0° dimulai dari pusat

lingkaran sedangkan 90° dimulai atau terletak pada lingkaran

primitif.

Pengeplotan proyeksi kutub struktur garis 0° dimulai dari lingkaran

primitif, sedangkan 90° terletak pada pusat lingkaran.

4.5.2. Schmidt Net

Dibuat berdasarkan luas daerah yang sama dari titik-titik proyeksi

pada kedudukan tertentu yang tercakup di dalamnya. Hal ini bertujuan

untuk menghindari distribusi yang tidak merata apabila diadakan

pengukuran dalam jumlah yang besar dalam analisa secara statistik.

Suatu bidang dengan jurus N-S dan dip ke arah E, proyeksi kutubnya

digambarkan sebagai titik pada garis E-W ke arah barat dimana harga

Page 26: BAB 3& 4

dip-nya dihitung 0° dari pusat lingkaran sedangkan 90° pada lingkaran

primitif (Gambar 4.13). Sedangkan suatu garis dengan plunge tepat

ke arah selatan, proyeksi kutubnya berupa titik pada garis N-S jaring

sebelah selatan dengan harga plunge 20° dimulai dari lingkaran

primitif dan 90° pada pusat lingkaran, dihitung dari S-jaring (Gambar

4.14).

Perbedaan Utama :

Wulf Net yaitu lingkaran besar dan lingkaran kecil didapat dari

proyeksi permukaan bola ke arah titik zenit.

Schmidt Net yaitu lingkaran besar dan kecil dibuat berdasarkan luas

yang mendekati kesamaan dari jaring yang dihasilkan oleh

perpotongannya sehingga interval tiap lingkaran akan merata pada

setiap kedudukan.

Gambar 4.11 Gambar 4.12 Proyeksi kutub struktur bidang Proyeksi kutub struktur garis

Page 27: BAB 3& 4

Gambar 4.13 Gambar 4.14Proyeksi kutub (P) bidang dengan Proyeksi kutub (P) garis

dengan arah ke jurus N-S dan dip ke arah E selatan dan plunge 20o

4.5.1.1. Penggambaran Proyeksi Kutub Pada Schmidt Net

1. Penggambaran struktur bidang:

Contoh:

Struktur Bidang N 135° E / 60° (Gambar 4.15)

Memutar kalkir berlawanan dengan arah jarum jam sehingga N

kalkir berimpit dengan harga strike.

Kemudian menentukan proyeksi kutubnya berdasarkan besar

dip (90° dari dip) , dimana 0° dimulai dari pusat lingkaran.

Memutar kalkir hingga N kalkir berimpit dengan jaring maka

kedudukan titik pada jaring (titik P) merupakan proyeksi kutub

dari bidang dengan kedudukan N 135° E/ 60°.

2. Penggambaran struktur garis:

Contoh:

Struktur garis 30°, N 225° E (Gambar 4.16)

Page 28: BAB 3& 4

Memutar kalkir berlawanan dengan arah jarum jam sehingga N

kalkir berimpit dengan harga bearing-nya.

Kemudian menentukan proyeksi kutubnya berdasarkan besar

plunge (90° dari plunge), dimana 0° dimulai dari lingkaran

primitif.

Memutar kalkir hingga N kalkir berimpit dengan N jaring maka

kedudukan yang diperoleh kedudukan titik P merupakan

proyeksi kutub dari garis 30°, N 225° E.

(a) (b)

Gambar 4.15Penggambaran proyeksi kutub pada Schmidt Net untuk bidang dengan

kedudukan N 135° E / 60°

Page 29: BAB 3& 4

(a) (b)

Gambar 4.16Penggambaran proyeksi kutub pada Schmidt Net untuk struktur garis 30°, N

225° E

4.5.1.2. Penggambaran Proyeksi Kutub Pada Polar Equal Area

Net

Dalam pengeplotan penggambarannya, kertas kalkir posisinya tetap

(tidak diputar-putar). Prinsip dan hasilnya sama dengan bila

menggunakan Schmidt Net, tetapi di sini lebih praktis.

1. Struktur bidang dengan sistem azimuth (Gambar 4.17)

Untuk mempermudah penggambarannya maka pembagian derajat

pada jaring dimulai dari titik W (jurus 0°) searah dengan jarum jam.

Sedangkan besar kemiringan 0° dihitung dari pusat lingkaran dan

90° pada tepi lingkaran. Proyeksi kutubnya berupa titik.

2. Struktur garis dengan sistem azimuth dan kwadran (Gambar 4.18)

Page 30: BAB 3& 4

Untuk mempermudah penggambarannya maka pembagian derajat

pada jaring dimulai dari titik N (bearing 0°) searah dengan jarum

jam. Sedangkan besar penunjaman 0° dihitung dari lingkaran luar

(Lingkaian primitif) dan 90° pada tengah lingkaran. Proyeksi

kutubnya berupa titik.

Gambar 4.17 Cara penggambaran proyeksi kutub suatu bidang dengan

kedudukan N040°E / 60°

Page 31: BAB 3& 4

Gambar 4.18Cara penggambaran proyeksi kutub suatu garis dengan

kedudukan 40°, N 60°E

Ringkasan cara penggunaan STEREONET

1. Proyeksi stereografis

a. Wulf Net

* Struktur Bidang.

- Strike : 0° dimulai dari arah utara / North (N) pada Wulf

Net.

- Dip : 0° dimulai dari lingkaran primitiv (tepi) dan 90°

berada di

pusat Wulf Net.

* Struktur Garis.

- Bearing : 0° dimulai dari arah utara North (N) pada Wulf

Net.

- Plunge : 0° dimulai dari lingkaran primitiv (tepi) dan 90°

berada pada pusat Wulf Net.

b. Smicdth Net.

* Struktur Bidang.

Page 32: BAB 3& 4

- Strike : 0° dimulai dari arah utara / North (N) pada

Smicdth Net.

- Dip : 0° dimulai dari lingkaran primitiv (tepi) dan.90°

berada di pusat Smicdth Net.

* Struktur Garis.

- Bearing : 0° dimulai dari arah utara / North (N) pada

Smicdth Net.

- Plunge : 0° dimulai dari lingkaran primitiv (tepi) dan 90°

berada pada pusat Smith Net.

2. Proyeksi Kutub (menggunakan Polar Equal Area Net)

* Struktur Bidang.

- Strike : 0° dimulai dari sisi West (W) pada Polar equal area

net.

- Dip : 0° dimulai dari pusat dan 90° berada di lingkaran

primitiv (tepi)

* Struktur Garis.

- Bearing : 0° dimulai dari North (N).

- Plunge : 0° dari ligkaran primitiv (tepi) dan 90° berada di pusat