Bab 3 2008ans
-
Upload
andika-saputra -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of Bab 3 2008ans
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada
Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa
penyelenggaraan otonomi daerah seyogyanya harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan
dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan
otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan
daerah lainnya. Artinya, harus mampu membangun kerjasama antar daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah.
Dalam rangka menyikapi pelaksanaan otonomi daerah dan pencapaian salah
satu tujuan pembangunan wilayah yakni terwujudnya keberimbangan dan
keterkaitan pembangunan antar wilayah maka Pemerintah Kabupaten Agam
melalui arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2004-2014
melakukan berbagai rumusan dan strategi pemanfaatan ruang, sistem wilayah
pengembangan, rencana alokasi penggunaan ruang, rencana sistem transportasi,
serta rencana penyediaan sarana dan prasarana wilayah. Adapun aspek yang dikaji
dalam menyusun arahan tersebut meliputi: a. kebijakan nasional dan regional,
b. potensi dan permasalahan internal wilayah, c. peluang dan tantangan (eksternal
wilayah), d. analisis kondisi eksisting wilayah. Kajian tersebut, telah
memasukkan aspek spasial seperti permasalahan fisik lahan, kondisi guna tanah,
sarana dan prasarana, serta sistem transportasi. Namun demikian, kajian tentang
aspek-aspek spasial yang berkaitan dengan permasalahan kesenjangan
pembangunan antar wilayah belum dilakukan, padahal aspek spasial dan
permasalahan kesenjangan juga merupakan salah satu permasalahan yang cukup
penting berkenaan dengan penyusunan arahan pembangunan. Disamping itu,
tujuan akhir pembangunan Kabupaten Agam masih menitik beratkan pada
pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hal diatas, perlu dilakukan kajian/penelitian dengan
mempergunakan pendekatan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah,
38
keterkaitan antar wilayah, dan faktor-faktor penyebab kesenjangan. Selanjutnya
diharapkan dapat disusun strategi pembangunan wilayah yang berimbang.
Gambar 2 Diagram Aliran Kerangka Pemikiran.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat meliputi
15 kecamatan dengan 73 nagari, dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.
Strategi Pembangunan Wilayah
Kebijakan Pembangunan Kab.Agam Keberimbangan
Pertumbuhan
Kesenjangan
Implikasi: 1. Kebijakan 2. Aspek kehidupan masyarakat dan sumberdaya 3. Berdampak pada lapangan pekerjaan 4. Konflik
Karakteristik wilayah
Keterkaitan antar wilayah
Faktor penyebab kesenjangan
Peningkatan pembangunan yang lebih berimbang
Otonomi Daerah
Perlu pemecahannya & menarik untuk diteliti
Permasalahan Kendala
39
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan
perangkat lunak Arc View 3.3, Statistika 6, Minitab, Microsoft Word, Microsoft
Excel, peta administrasi, peta topografi dan alat tulis lainnya.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan (Lampiran 1) bersumber dari
dinas/instasi yang terkait seperti BAPPEDA Kabupaten Agam, BPS Kabupaten
Agam, dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Data yang digunakan adalah data
sekunder, yang terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data
Podes, Kabupaten Agam dalam angka (ADA), aliran barang/orang (Tatrawil),
serta kecamatan dalam angka (KCDA). Selain itu juga digunakan peta-peta
seperti Peta Administrasi Kabupaten, Peta Tanah, Peta Kemampuan Lahan, Peta
Penggunaan Lahan, Peta Topografi, Peta Jaringan Jalan, Peta Status Kawasan
Hutan, Peta Kelerengan, dan Peta RTRW.
Analisa Data
Untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dan mengurangi dampak
negatifnya, maka dilakukan penelitian dengan mempergunakan berbagai alat
analisis seperti: 1) Analisis Tipologi Wilayah, terdiri dari: Principal Components
Analysis (PCA), Analisis Gerombol (Cluster Analysis), dan Analisis Diskriminan
(Discriminant Function Analysis); 2) Analisis Hirarki Wilayah (Skalogram),
3) Analisis Interaksi Spasial (Model Gravitasi) , 4) Analisis Tingkat Kesenjangan,
yakni: Indeks Williamson dan Analisis faktor-faktor penyebab kesenjangan
(Regresi berganda), 5) Analisis Keberagaman Aktivitas (Model Enthropi),
6) Analisis Deskriptif, dan 7) Analisis Spasial.
Adapun rincian mengenai analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Principal Components Analysis
Principal Components Analysis (PCA) digunakan untuk menghindari kasus
multikoliniearitas. PCA juga digunakan untuk mendapatkan variabel baru dalam
jumlah yang lebih kecil.
40
Adapun maksud dari analisis ini adalah untuk mengelompokkan variabel-
variabel yang sebelumnya memiliki jumlah yang sangat besar tersebut direduksi
menjadi beberapa variabel dengan jumlah lebih kecil yang didasarkan pada nilai
eigenvaluenya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah:
1. Ortogonalisasi variabel, mentransformasikan suatu struktur data dengan
variabel-variabel yang saling berkolerasi menjadi struktur data baru dengan
variabel baru (yang disebut dengan principal components atau faktor) yang
tidak saling berkolerasi;
2. Penyederhanaan variabel, banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih
sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total
ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2004; Iriawan & Astuti, 2006).
Data yang digunakan adalah data yang berasal dari Podes 2006, Kabupaten
Agam dalam Angka 2006, dan Database Kabupaten Agam 2005. Data yang
sebelumnya berjumlah 123 (seratus dua puluh tiga) variabel kemudian diseleksi
menjadi 53 (lima puluh tiga) variabel (Lampiran 2). Variabel yang dipergunakan
dalam analisis ini didasarkan atas karakterisasi dan pengelompokan nagari-nagari
di wilayah studi dengan variabel-variabel untuk berbagai sumber daya yang
dimilikinya. Sumber-sumber daya tersebut dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
kategori, yaitu: (1) sumber daya alam (SDA); (2) sumberdaya buatan (SDB);
(3) sumber daya manusia (SDM); (4) sumber daya sosial-kelembangaan (SDS).
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya alam (SDA) yang dimiliki oleh
suatu wilayah ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya daya dukung alamiah
wilayah tersebut. Sesuai dengan data yang tersedia dalam studi ini, indikator
kualitas SDA didekati dengan variabel-variabel operasional sebagai berikut:
1. Kepadatan penduduk (jumlah penduduk per luas nagari)
2. Intensitas dan variasi daya dukung lahan (luas lahan sawah per luas nagari)
3. Posisi desa dalam tata ruang wilayah (jarak pusat desa yang bersangkutan ke
pusat kecamatan yang membawahi, jarak fasilitas-fasilitas pendidikan dan
kesehatan dari pusat nagari).
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya buatan (SDB) yang dimiliki oleh
suatu wilayah ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya ketersediaan
infrastruktur fisik di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, sesuai dengan data
41
tersedia, indikator SDB didekati dengan variabel-variabel operasional sebagai
berikut:
1. Fasilitas perekonomian (jumlah supermarket/pasar swalayan/minimarket/ per
jumlah penduduk)
2. Fasilitas pendidikan (jumlah SD, SMP, SMA per jumlah usia sekolah)
3. Fasilitas kesehatan (jumlah rumah sakit /BKIA/poliklinik/
puskesmas/puskesmas pembantu/balai pengobatan/apotik/posyandu/ per
jumlah penduduk)
4. Fasilitas peribadatan (jumlah masjid/surau/langgar /gereja /kapel /vihara per
jumlah penduduk)
5. Fasilitas pariwisata (jumlah hotel/penginapan/objek wisata per jumlah
penduduk)
6. Fasilitas komunikasi dan informasi (jumlah wartel/kiospon/warparpostel)
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu wilayah
ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kapabilitas moral, intelektualitas, kekuatan,
dan kesehatan fisik, daya beli, mobilitas, aksesibilitas informasi, dan
kewirausahaan individu-individu manusia yang ada di wilayah tersebut. Dalam
studi ini, sesuai dengan data tersedia, indikator kualitas SDM didekati dengan
variabel-variabel operasional sebagai berikut:
1. Kuantitas penduduk (jumlah keluarga yang menggunakan listrik PLN/non
PLN per jumlah penduduk, jumlah keluarga yang tinggal ditepi sungai per
jumlah penduduk)
2. Kesehatan (indeks ketersediaan dokter di nagari)
3. Daya beli (jumlah keluarga prasejahtera per jumlah rumah tangga)
4. Aksesibilitas informasi (jumlah rumah tangga yang memiliki
telepon/TV/antena parabola/ PLN per jumlah rumah tangga).
Tinggi rendahnya kualitas sumber daya sosial (SDS) yang dimiliki oleh
suatu wilayah ditunjukkan oleh kegiatan sosial dan kelompok-kelompok sosial
di wilayah tersebut. Data SDS yang digunakan adalah kerapatan kelembagaan.
Variabel tersebut dipilih karena merupakan indikator-indikator pembangunan
yang ada relevansinya dengan analisis dan kajian.
42
Selanjutnya PCA dilakukan beberapa kali hingga diperoleh nilai PC Score
terbaik, yaitu PC Score dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70 persen;
jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel factor loading dibawah dua
puluh; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada
factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.
2. Analisis Gerombol (Cluster Analysis)
Secara umum terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis
gerombol ini yaitu: a. metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan
b. metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method).
Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan
sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah secara umum diketahui
berjumlah 5 (lima), yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah,
atau 3 (tiga) yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan
dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang
dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan
karakteristiknya masing-masing.
Sedangkan untuk metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol
belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit
berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan
kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak
gerombol yang akan digunakan.
Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak
antara dua data atau jarak antara dua gerombol data dengan ciri yang serupa.
Untuk dapat dilakukan penggerombolan diperlukan suatu skala pengukuran yang
sama. Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu
bentuk skor tertentu yang disebut dengan jarak baku. Dalam analisis gerombol
dikenal terdapat beberapa ukuran jarak antara lain: jarak mahalanobis, jarak
eucledian, jarak chebicef, power distance, dan percent disagreement. Ukuran
jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian (eucledian distance).
43
Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik atau dua gerombol
adalah:
( ) DYjXip
i
=���
���
−�=
2/1
1
2
dimana :
Xi = pusat data dari gerombol X
Yj = pusat data dari gerombol Y
Nilai D merupakan jarak antara titik data/gerombol X dan Y. Makin kecil
nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Dalam analisis gerombol ini tidak
dilakukan ortogonalisasi variabel akan tetapi dilakukan standarisasi data mentah
yang ada sebelum dilakukan penggerombolan. Hal ini pengaruh multikolinearitas
sangat kecil sehingga dapat diabaikan apabila data sudah distandarisasikan
(Iriawan & Astuti, 2006). Metode ini digunakan untuk mengelompokkan wilayah
analisis berdasarkan variabel-variabel yang sangat berpengaruh nyata terhadap
perkembangan suatu wilayah. Tujuannya adalah mendeskripsikan wilayah
kedalam kelompok yang lebih kecil dengan ciri-ciri yang spesifik dari nilai
variabel tersebut. Variabel-variabel yang dipergunakan dalam analisis ini adalah
faktor score hasil olahan PCA. Variabel-variabel tersebut meliputi: 1) sumber
daya alam (SDA) meliputi: kepadatan penduduk dan luas lahan bukan sawah,
2) sumber daya buatan (SDB) yakni: rasio swalayan, rasio kios saprodi pertanian
milik KUD dan non KUD, pangsa industri besar, pangsa KUD, pangsa tempat
praktek dokter/bidan, rasio tempat usaha jasa, rasio hotel/penginapan, dan rasio
objek wisata, serta 3) sumber daya manusia (SDM) adalah rasio jumlah keluarga
yang tinggal ditepi sungai.
3. Analisis Diskriminan (Discriminant Function Analysis)
Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk
menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok
yang telah ada secara alami. Dengan kata lain analisis diskriminan digunakan
untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik dari
pembagian kelompok-kelompok yang ada.
Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan
dengan metode analisis gerombol. Jika analisis gerombol (khususnya gerombol
44
unit) menentukan gerombol dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis
diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk
secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata
membedakan kelompok-kelompok tersebut?
Ide dasar dari analisis ini adalah menentukan apakah nilai tengah variabel-
variabel penciri untuk setiap kelompok berbeda dan selanjutnya menggunakan
variabel yang nilai tengahnya berbeda secara nyata antar kelompok tersebut
sebagai predictor.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ini antara lain:
a. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal. Walaupun
demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi, perbedaan hasil
pengujian tidak ”fatal”. Artinya hasil pengujian masih layak untuk dipercaya;
b. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar
kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa diterima.
Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan hasil pengujian
terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam variabel dalam setiap
kelompoknya;
c. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok dengan
nilai ragam atau standar deviasinya;
d. Variabel yang digunakan tidak bersifat ”redundant”. Jika kondisi ini tidak
terpenuhi maka matrik tersebut disebut ”ill-condition”. Matriks yang ill-
conditioned tidak dapat diinversikan;
e. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Didalam analisis diskriminan
akan dilakukan pengujian terhadap keadaan redundant yang diharapkan tidak
terjadi. Pengujian ini disebut dengan pengujian nilai toleransi. Nilai toleransi
ini dihitung dengan persaman 1-R2. Jika kondisi redundant terjadi, maka nilai
toleransi akan mendekati nol.
Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal
ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Sedangkan variabel tak
bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga.
Skor = a +b1X1 + b2X2+ bnXn
45
Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang
mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada.
Hasil pengolahan statistik ini akan menghasilkan tipologi wilayah yang kemudian
dibuat peta tipologinya kemudian dilakukan analisis spasial.
4. Analisis Skalogram
Analisis skalogram digunakan untuk membuktikan ada tidaknya hirarki di
wilayah Kabupaten Agam, khususnya dalam hal sarana infrastruktur. Adapun
data yang dipergunakan adalah data yang berasal dari Potensi Desa tahun 2006
dan data dari Agam dalam Angka (ADA) Tahun 2006. Paramater yang diukur
meliputi bidang sarana perekonomian, sarana pariwisata, sarana komunikasi dan
informasi, sarana dan tenaga kesehatan, sarana pendidikan, kependudukan, sarana
lingkungan, transportasi, serta aksesibilitas. Untuk lebih rinci mengenai
parameter dimaksud dapat dilihat pada Lampiran 3.
Menurut Saefulhakim (2004), tahapan kegiatan pada analisis data dengan
metode skalogram antara lain:
a. Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2006 dan KCDA 2006
sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;
b. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang
relevan saja yang digunakan;
c. Melakukan rasionalisasi data;
d. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 32
variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan
nagari di Kabupaten Agam;
e. Melakukan standardisasi data terhadap 32 variabel tersebut dengan
menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi:
DevStimumYjYij
Zij.
min−−
dimana:
Zij = nilai baku untuk nagari ke-i dan jenis sarana ke-j
Yij = jumlah sarana untuk nagari ke-i dan jenis sarana ke-j
minimum Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j
St.Dev = nilai standar deviasi
46
f. Menentukan indeks perkembangan nagari (IPN) dan kelas hirarkinya.
Pada prinsipnya, ada dua jenis data yang diukur yaitu data yang bisa
langsung dibuat indeksnya (data jenis dan jumlah sarana) dan data yang harus
dinvers terlebih dahulu (data aksesibilitas atau jarak dari ibukota kecamatan dan
ibukota kabupaten yang membawahi dan jarak dari ibukota kabupaten lain yang
terdekat). Penelitian ini hanya menggunakan data jenis dan jumlah fasilitas
pelayanan.
Setelah proses pembakuan selesai kemudian dilakukan penjumlahan nilai
baku tersebut untuk setiap nagari. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan
sortasi data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan
dibarisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom kiri.
Pada penelitian ini, IPN dikelompokkan ke dalam lima kelas hirarki, yaitu
hirarki I (sangat tinggi), hirarki II (tinggi), dan hirarki III (sedang), IV (rendah),
dan V (sangat rendah). Penentuannya didasarkan pada nilai kelas interval
(Iriawan & Astuti, 2006), yaitu:
HirarkiJumlahMinimumNilaiMaksimumNilai
ervalKelas−=int
Tabel 3 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Jumlah Jenis Fasilitas
No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I > 23 Sangat Tinggi 2 II 19 - 23 Tinggi 3 III 14 - 18 Sedang 4 IV 9 - 13 Rendah 5 V 8 - 12 Sangat Rendah
Tabel 4 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Jumlah Fasilitas
No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I > 648 Sangat Tinggi 2 II 493 - 647 Tinggi 3 III 338 - 492 Sedang 4 IV 182 -337 Rendah 5 V 26-181 Sangat Rendah
47
Tabel 5 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Indeks Perkembangan Nagari (IPN)
No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I 65.12 - 80.93 Sangat Tinggi 2 II 49.30 - 65.11 Tinggi 3 III 33.48 - 49.29 Sedang 4 IV 17.66 - 33.47 Rendah 5 V 1.84 -17.60 Sangat Rendah
5. Analisis Interaksi Spasial
Analisis interaksi spasial ini menggunakan Model Gravitasi. Analisis ini
digunakan untuk melihat gambaran pola interaksi spasial sistem transportasi antar
wilayah di Provinsi Sumatera Barat.
Model umum Gravitasi Newton berdasarkan Tamin (2000) adalah sebagai
berikut:
cij
bj
ai
ij d
MMGT = ...................................................................................................(5.1)
Untuk mencari solusi secara statistik, selanjutnya model umum tersebut
dimodifikaksi menjadi model fungsi regresi berikut:
ln Tij = ln G + � ln M i + � ln M j – � ln dij...............................................(5.2)
Dimana :
Tij = Ukuran intensitas interaksi antara pusat zona ke i dengan pusat zona ke j
yang dinyatakan dengan volume lalulintas orang dan barang
M i = Ukuran massa atau daya dorong zona asal i (push factor) yang
dinyatakan dengan jumlah penduduk yang ada di pusat i
M j = Ukuran massa atau daya tarik zona tujuan j (pull factor) yang dinyatakan
dengan jumlah penduduk yang ada di pusat j
dij = Kendala ruang antara pusat i dengan pusat j yang dinyatakan dengan
jarak tempuh antara pusat i dengan pusat j
G = Konstanta gravitasi interaksi spasial (paramater diduga dari data)
� = elastisitas daya dorong pusat i (parameter diduga dari data)
� = elastisitas daya tarik pusat j (parameter diduga dari data)
� = elastisitas kendala interaksi (parameter diduga dari data)
Pusat-pusat wilayah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kota Padang,
Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi,
48
Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pasaman, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten
Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sawahlunto
Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan,
dan Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk mempermudah analisis maka sebelumnya
dibuat matriks asal tujuan seperti tercantum dalam Lampiran 5-8.
Telaah tentang pola interaksi spasial yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat
secara umum dengan menggunakan pendekatan pergerakan orang dan barang
dengan kendala-kendala antara lain jarak tempuh dan kapasitas tarikan dan
kapasitas dorongan.
Menurut Tamin (2000), dengan menggunakan pendekatan model umum
gravitasi newton, pola interaksi spasial pergerakan barang dan orang dapat dilihat
pada model interaksi spasial yang terjadi antar zona di bawah ini. Variabel-
variabel yang digunakan untuk mengestimasi pergerakan orang dan barang terdiri
dari variabel daya dorong daerah asal (i), variabel daya tarik daerah tujuan (j),
variabel jumlah penduduk daerah asal (Pi), variabel jumlah penduduk daerah
tujuan (Pj), dan variabel kendala spasial yang digunakan antara lain variabel jarak
tempuh dari daerah asal (i) ke daerah tujuan (j) adalah (d1ij).
1). Model pergerakan orang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (Tij) dengan
kendala jarak tempuh (d1ij)
� λ
βα
ij
jiij d
MPGT
11 = � ln T1ij = lnG1 + � ln Pi + � ln Pj –� ln d1ij
� λβα −= ijjiij dPPGT 1...1 1
2). Model pergerakan barang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (T2ij) dengan
kendala jarak tempuh (d1ij)
� λ
βα
ij
jiij d
MPGT
12 = � ln T2ij = lnG1 + � ln Pi + � ln Pj –� ln d1ij
� λβα −= ijjiij dPPGT 1...2 1
Keterangan:
i = Zona asal
j = Zona tujuan
Pi = Jumlah penduduk zona asal (jiwa)
49
Pj = Jumlah penduduk zona tujuan (jiwa)
T1ij = Pergerakan orang dari zona asal (i) ke zona tujuan (j) (orang)
T2ij = Pergerakan barang dari zona asal (i) ke zona tujuan (j) (ton)
d1ij= Jarak tempuh pergerakan orang/barang dari zona asal (i) ke zona tujuan
(j) (km). 6. Analisis Kesenjangan
a. Analisis Tingkat Kesenjangan
Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering
digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson
mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai
berikut:
−
−
����
��� −
=Y
PYY i
i
i
wV
dimana:
V w= Indeks kesenjangan Williamson
Y i = PAD per kapita wilayah ke –i
Y−
= Rata-rata PAD per kapita nagari/kecamatan/kawasan
p i = fi/n, dimana fi jumlah penduduk nagari/kecamatan/kawasan ke i dan n
adalah total penduduk kecamatan/kawasan/kabupaten.
Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih
besar atau sama dengan nol. Jika Y i=Y
−
maka akan dihasilkan indeks = 0,
yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih
besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah.
Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan
antar kecamatan di suatu kabupaten.
Kriteria nilai Vw = 0 sampai dengan 1 apabila nilai:
V w = 0: kesenjangan sangat rendah (merata sempurna);
V w � 0.3 : Kesenjangan rendah.
50
V w = 0.3 – 0,5 : Kesenjangan sedang;
V w = 0.5 -1 : Kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna);
(Syafrizal. 1997).
Data yang dipergunakan untuk analisis kesenjangan berupa data PAD
perkapita seperti yang tercantum dalam Tabel 6.
Tabel 6 Variabel dan Parameter yang Digunakan dalam Analisis Tingkat Kesenjangan
No. Variabel Parameter 1. Penduduk Jumlah penduduk 2. Pendapatan perkapita PAD per jumlah penduduk
b. Analisis faktor-faktor penyebab kesenjangan
Analisis ini merupakan analisis regresi dimana beberapa variabel tujuan
(dependent) (Y1, Y2,.......Yp) diukur dan diregresikan terhadap variabel bebas
(independent) (X1, X2.....Xk). Model umum untuk analisis regresi berganda ini
adalah (Iriawan & Astuti, 2006):
Y = �1x1 + �2x2 +.............+ �kxk + �
dimana Y adalah respon atau variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k
variabel bebas x1,.....,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui
dan nilai �1,...........�k belum diketahui yang dinamakan paramater regresi. Untuk
menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka
beberapa asumsi yang harus dipenuhi:
a. E (e) = 0
b. E (e2)= �2
c. Tidak ada korelasi antar variabel. Jika antar variabel bebas berkolerasi,
maka taksiran parameter model tidak tepat. Kejadian adanya korelasi kuat
antar variabel bebas disebut multikolinear. Cara mendeteksi multikolinear
sebagai berikut:
1) Membuat korelasi antar variabel bebas. Apabila ada kolerasi yang
kuat, yang ditandai nilai korelasi makin mendekati 1, maka ada
multikolinear dalam kasus;
2) Parameter model adalah 0 (�1= �2=.....= �k = 0);
51
3) Tanda parameter model berlawanan dengan tanda nilai korelasi antar
variabel bebas dengan variabel tujuan.
Dalam penelitian ini, analisis regresi berganda dilakukan untuk
menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan, maka
diuji regresi antara indeks Williamson dengan faktor-faktor utama hasil PCA.
V w= f (X1, X2, X3.....) atau:
Model regresi berganda dapat diturunkan sebagai berikut:
Y = b0 + b1X1+b2X2+b3X3+....biXi+ Ui
dimana:
Y = V w= Indeks Williamson
Xi = Variabel bebas/prediktor yang berasal dari faktor score hasil PCA
b0 = Koefisien fungsi regresi
Ui = intercept
Rincian berkenaan dengan variabel bebas yang dipergunakan untuk
pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Variabel dan Parameter yang Digunakan untuk Analisis Faktor- faktor Penyebab Kesenjangan
No. Variabel Parameter Satuan 1. Y Nilai Indeks Williamson (Vw) Indeks
2. X1 Kepadatan penduduk Rasio
3. X2 Luas lahan bukan sawah Pangsa
4. X3 Jumlah swalayan Rasio
5. X4 Jumlah kios saprodi milik KUD dan non KUD Rasio
6. X5 Industri besar Pangsa
7. X6 Jumlah KUD Pangsa
8. X7 Jumlah tempat kegiatan usaha jasa Pangsa
9. X8 Jumlah hotel/penginapan Rasio
10. X9 Jumlah objek wisata Rasio
11. X10 Jumlah tempat praktek dokter/bidan Rasio
12. X11 Jumlah keluarga yang tinggal ditepi sungai Rasio
16. Ui Intercept
Sumber: Data hasil olahan PCA
c. Analisis Model Enthropi
Analisis Model Enthropy merupakan salah satu konsep analisis yang
dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas.
Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami
52
perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan
kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan
seperti pabrik gula; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem
produksi pertanian dan lain-lain.
Menurut Rustiadi et al. (2006), prinsip analisis ini adalah semakin
beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi
entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan
umum entropi ini adalah sebagai
��= =
−=n
i
n
j
PijLnPijS1 1
dimana :
S = Tingkat perkembangan
n = Jumlah jenis kegiatan usaha masyarakat, kepadatan penduduk, dan
kemampuan personil
ij = kecamatan i sampai dengan j
P = peluang atau proporsi terjadinya keragaman (diversifikasi)
Jika S meningkat maka tingkat perkembangannya tinggi. Nilai S
akan selalu meningkat (S � 0). Pada penelitian ini dibuat 5 (lima) tingkatan
perkembangan wilayah (Tabel 8). Variabel dan parameter yang dipergunakan
untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8 Tingkatan Perkembangan Wilayah Berdasarkan Analisis Keberagaman Aktivitas
No. Nilai Selang Tingkat Perkembangan Wilayah Keterangan 1. 0.10 – 0.24 Sangat rendah 2. 0.25 – 0.39 Rendah 3. 0.40 – 0.54 Sedang 4. 0.55 – 0.69 Tinggi 5. > 0.70 Sangat tinggi
Tabel 9 Variabel dan Parameter yang Digunakan Untuk Analisis Tingkat Keberagaman Aktifitas
No. Parameter Satuan 1. Luas lahan sawah Indeks 2. Jumlah kegiatan perdagangan dan jasa Indeks 3. Jumlah kegiatan industri dan kerajinan Indeks 4. Jumlah dan jenis fasilitas pendidikan Indeks 5. Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan Indeks
Sumber: Podes 2006
53
d. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui secara jelas peran
kelembagaaan dalam perkembangan terkait dalam proses pemanfaatan ruang
beserta proses pengendalian pemanfaatan ruang di daerah penelitian.
Secara khusus, analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh perkembangan kelembagaan nagari yang merupakan
local spesific institusional terhadap perkembangan wilayah di Sumatera Barat
umumnya dan Kabupaten Agam khususnya. Hasil analisis ini diharapkan
dapat memberi gambaran tentang hasil-hasil pembangunan wilayah yang
dicirikan oleh spesifikasi wilayah dimana nagari merupakan unit kesatuan adat
dan wilayah terkecil yang jelas berbeda dengan desa untuk daerah lainnya
di Indonesia.
7. Analisis Spasial
Analisis spasial merupakan metode penelitian yang menjadikan peta
sebagai model yang mempresentasikan dunia nyata yang mewakilinya, sebagai
suatu media analisis guna mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut
keruangan. Analisis spasial berguna untuk memperoleh data dan informasi yang
akurat mengenai wilayah. Selain itu juga dapat memetakan permasalahan-
permasalahan yang ada untuk dianalisa secara spasial sehingga keterkaitan antar
wilayah dapat dianalisa dengan lebih mudah dan akurat. Sebagai dasar pemetaan,
maka peta dasar yang dipergunakan adalah peta administrasi (skala 1:25 000),
yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Agam dan digunakan sebagai
peta master.
Tujuan analisis spasial menurut (Haining 1995, diacu dalam Rustiadi et al.
2006) adalah:
a. Mendiskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis (termasuk
deskripsi pola) secara cermat dan akurat;
b. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau
objek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang
menentukan distribusi kejadian yang terobservasi;
c. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi dan pengendalian kejadian-
kejadian di dalam ruang geografis.
54
Sedangkan berdasarkan atas aplikasinya, menurut (Fischer et al. 1996,
diacu dalam Rustiadi et al. 2006), analisis spasial digunakan untuk tiga tujuan,
yakni: (1) peramalan dan penyusunan skenario; (2) analisis dampak terhadap
kebijakan; dan penyusunan kebijakan dan desain.
Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini lebih ditekankan
pada analisa melalui sistem informasi geografis (SIG) berdasarkan data-data peta
yang ada seperti peta jaringan jalan, peta sungai, peta status kawasan hutan, peta
kelerengan dan peta RTRW.
55
Gambar 3 Bagan Alir Pendekatan Penelitian
Kebijakan Pembangunan Wilayah
Analisis Spasial
Peta Tipologi Wilayah Peta Hirarki Wilayah
Peta Kesenjangan & Keberagaman Wilayah
Analisis Skalogram
Data (paremeter/variabel Peta
Admininitrasi Peta
Admininitrasi
Data asal: Bid. Ekonomi,
Sarana & prasarana, Fisik, serta Sosial
Data infrastruktur: Pendidikan,
perekonomian, Pariwisata, Kominfo,
Kesehatan, Kependudukan, Lingkungan & Aksesibilitas
Data aliran barang/orang
Data PAD/kapita
Data Keragaman
aktifitas, Kepadatan
Penduduk, & Kemampuan
aparat
Data penyebab kesenjangan
Hirarki wilayah
Data reduksi/dipilih:
Data Komponen Utama
Data reduksi/ dipilih:
Homogenitas
Analisis Cluster
Jumlah Kelom-pok/Cluster
Analisis Discriminant
Kelompok kecil
Tipologi Wilayah
Analisis Interaksi Spasial
Keterkaitan antar
wilayah
Analisis tingkat kesen-jangan
Tkt. Kesen-jangan
Analisis tingkat kebera- gaman
Tkt.Ke-beraga-
man
Analisis kesenjan
gan
Faktor penyebab
& hub