Bab 3 2008ans

19
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah seyogyanya harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan daerah lainnya. Artinya, harus mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Dalam rangka menyikapi pelaksanaan otonomi daerah dan pencapaian salah satu tujuan pembangunan wilayah yakni terwujudnya keberimbangan dan keterkaitan pembangunan antar wilayah maka Pemerintah Kabupaten Agam melalui arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2004-2014 melakukan berbagai rumusan dan strategi pemanfaatan ruang, sistem wilayah pengembangan, rencana alokasi penggunaan ruang, rencana sistem transportasi, serta rencana penyediaan sarana dan prasarana wilayah. Adapun aspek yang dikaji dalam menyusun arahan tersebut meliputi: a. kebijakan nasional dan regional, b. potensi dan permasalahan internal wilayah, c. peluang dan tantangan (eksternal wilayah), d. analisis kondisi eksisting wilayah. Kajian tersebut, telah memasukkan aspek spasial seperti permasalahan fisik lahan, kondisi guna tanah, sarana dan prasarana, serta sistem transportasi. Namun demikian, kajian tentang aspek-aspek spasial yang berkaitan dengan permasalahan kesenjangan pembangunan antar wilayah belum dilakukan, padahal aspek spasial dan permasalahan kesenjangan juga merupakan salah satu permasalahan yang cukup penting berkenaan dengan penyusunan arahan pembangunan. Disamping itu, tujuan akhir pembangunan Kabupaten Agam masih menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hal diatas, perlu dilakukan kajian/penelitian dengan mempergunakan pendekatan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah,

Transcript of Bab 3 2008ans

Page 1: Bab 3 2008ans

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran seperti terlihat pada

Gambar 2, dimana konsep umum otonomi daerah mengarahkan bahwa

penyelenggaraan otonomi daerah seyogyanya harus selalu berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan

dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan

otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan

daerah lainnya. Artinya, harus mampu membangun kerjasama antar daerah untuk

meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah.

Dalam rangka menyikapi pelaksanaan otonomi daerah dan pencapaian salah

satu tujuan pembangunan wilayah yakni terwujudnya keberimbangan dan

keterkaitan pembangunan antar wilayah maka Pemerintah Kabupaten Agam

melalui arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2004-2014

melakukan berbagai rumusan dan strategi pemanfaatan ruang, sistem wilayah

pengembangan, rencana alokasi penggunaan ruang, rencana sistem transportasi,

serta rencana penyediaan sarana dan prasarana wilayah. Adapun aspek yang dikaji

dalam menyusun arahan tersebut meliputi: a. kebijakan nasional dan regional,

b. potensi dan permasalahan internal wilayah, c. peluang dan tantangan (eksternal

wilayah), d. analisis kondisi eksisting wilayah. Kajian tersebut, telah

memasukkan aspek spasial seperti permasalahan fisik lahan, kondisi guna tanah,

sarana dan prasarana, serta sistem transportasi. Namun demikian, kajian tentang

aspek-aspek spasial yang berkaitan dengan permasalahan kesenjangan

pembangunan antar wilayah belum dilakukan, padahal aspek spasial dan

permasalahan kesenjangan juga merupakan salah satu permasalahan yang cukup

penting berkenaan dengan penyusunan arahan pembangunan. Disamping itu,

tujuan akhir pembangunan Kabupaten Agam masih menitik beratkan pada

pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hal diatas, perlu dilakukan kajian/penelitian dengan

mempergunakan pendekatan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah,

Page 2: Bab 3 2008ans

38

keterkaitan antar wilayah, dan faktor-faktor penyebab kesenjangan. Selanjutnya

diharapkan dapat disusun strategi pembangunan wilayah yang berimbang.

Gambar 2 Diagram Aliran Kerangka Pemikiran.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Agam, Sumatera Barat meliputi

15 kecamatan dengan 73 nagari, dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.

Strategi Pembangunan Wilayah

Kebijakan Pembangunan Kab.Agam Keberimbangan

Pertumbuhan

Kesenjangan

Implikasi: 1. Kebijakan 2. Aspek kehidupan masyarakat dan sumberdaya 3. Berdampak pada lapangan pekerjaan 4. Konflik

Karakteristik wilayah

Keterkaitan antar wilayah

Faktor penyebab kesenjangan

Peningkatan pembangunan yang lebih berimbang

Otonomi Daerah

Perlu pemecahannya & menarik untuk diteliti

Permasalahan Kendala

Page 3: Bab 3 2008ans

39

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan berupa seperangkat komputer dengan

perangkat lunak Arc View 3.3, Statistika 6, Minitab, Microsoft Word, Microsoft

Excel, peta administrasi, peta topografi dan alat tulis lainnya.

Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan (Lampiran 1) bersumber dari

dinas/instasi yang terkait seperti BAPPEDA Kabupaten Agam, BPS Kabupaten

Agam, dan pihak-pihak yang terkait lainnya. Data yang digunakan adalah data

sekunder, yang terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif yang berasal dari data

Podes, Kabupaten Agam dalam angka (ADA), aliran barang/orang (Tatrawil),

serta kecamatan dalam angka (KCDA). Selain itu juga digunakan peta-peta

seperti Peta Administrasi Kabupaten, Peta Tanah, Peta Kemampuan Lahan, Peta

Penggunaan Lahan, Peta Topografi, Peta Jaringan Jalan, Peta Status Kawasan

Hutan, Peta Kelerengan, dan Peta RTRW.

Analisa Data

Untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dan mengurangi dampak

negatifnya, maka dilakukan penelitian dengan mempergunakan berbagai alat

analisis seperti: 1) Analisis Tipologi Wilayah, terdiri dari: Principal Components

Analysis (PCA), Analisis Gerombol (Cluster Analysis), dan Analisis Diskriminan

(Discriminant Function Analysis); 2) Analisis Hirarki Wilayah (Skalogram),

3) Analisis Interaksi Spasial (Model Gravitasi) , 4) Analisis Tingkat Kesenjangan,

yakni: Indeks Williamson dan Analisis faktor-faktor penyebab kesenjangan

(Regresi berganda), 5) Analisis Keberagaman Aktivitas (Model Enthropi),

6) Analisis Deskriptif, dan 7) Analisis Spasial.

Adapun rincian mengenai analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Principal Components Analysis

Principal Components Analysis (PCA) digunakan untuk menghindari kasus

multikoliniearitas. PCA juga digunakan untuk mendapatkan variabel baru dalam

jumlah yang lebih kecil.

Page 4: Bab 3 2008ans

40

Adapun maksud dari analisis ini adalah untuk mengelompokkan variabel-

variabel yang sebelumnya memiliki jumlah yang sangat besar tersebut direduksi

menjadi beberapa variabel dengan jumlah lebih kecil yang didasarkan pada nilai

eigenvaluenya. Sedangkan tujuan dasarnya adalah:

1. Ortogonalisasi variabel, mentransformasikan suatu struktur data dengan

variabel-variabel yang saling berkolerasi menjadi struktur data baru dengan

variabel baru (yang disebut dengan principal components atau faktor) yang

tidak saling berkolerasi;

2. Penyederhanaan variabel, banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih

sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total

ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2004; Iriawan & Astuti, 2006).

Data yang digunakan adalah data yang berasal dari Podes 2006, Kabupaten

Agam dalam Angka 2006, dan Database Kabupaten Agam 2005. Data yang

sebelumnya berjumlah 123 (seratus dua puluh tiga) variabel kemudian diseleksi

menjadi 53 (lima puluh tiga) variabel (Lampiran 2). Variabel yang dipergunakan

dalam analisis ini didasarkan atas karakterisasi dan pengelompokan nagari-nagari

di wilayah studi dengan variabel-variabel untuk berbagai sumber daya yang

dimilikinya. Sumber-sumber daya tersebut dikelompokkan ke dalam 4 (empat)

kategori, yaitu: (1) sumber daya alam (SDA); (2) sumberdaya buatan (SDB);

(3) sumber daya manusia (SDM); (4) sumber daya sosial-kelembangaan (SDS).

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya alam (SDA) yang dimiliki oleh

suatu wilayah ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya daya dukung alamiah

wilayah tersebut. Sesuai dengan data yang tersedia dalam studi ini, indikator

kualitas SDA didekati dengan variabel-variabel operasional sebagai berikut:

1. Kepadatan penduduk (jumlah penduduk per luas nagari)

2. Intensitas dan variasi daya dukung lahan (luas lahan sawah per luas nagari)

3. Posisi desa dalam tata ruang wilayah (jarak pusat desa yang bersangkutan ke

pusat kecamatan yang membawahi, jarak fasilitas-fasilitas pendidikan dan

kesehatan dari pusat nagari).

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya buatan (SDB) yang dimiliki oleh

suatu wilayah ditunjukkan oleh variasi dan besar kecilnya ketersediaan

infrastruktur fisik di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, sesuai dengan data

Page 5: Bab 3 2008ans

41

tersedia, indikator SDB didekati dengan variabel-variabel operasional sebagai

berikut:

1. Fasilitas perekonomian (jumlah supermarket/pasar swalayan/minimarket/ per

jumlah penduduk)

2. Fasilitas pendidikan (jumlah SD, SMP, SMA per jumlah usia sekolah)

3. Fasilitas kesehatan (jumlah rumah sakit /BKIA/poliklinik/

puskesmas/puskesmas pembantu/balai pengobatan/apotik/posyandu/ per

jumlah penduduk)

4. Fasilitas peribadatan (jumlah masjid/surau/langgar /gereja /kapel /vihara per

jumlah penduduk)

5. Fasilitas pariwisata (jumlah hotel/penginapan/objek wisata per jumlah

penduduk)

6. Fasilitas komunikasi dan informasi (jumlah wartel/kiospon/warparpostel)

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu wilayah

ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kapabilitas moral, intelektualitas, kekuatan,

dan kesehatan fisik, daya beli, mobilitas, aksesibilitas informasi, dan

kewirausahaan individu-individu manusia yang ada di wilayah tersebut. Dalam

studi ini, sesuai dengan data tersedia, indikator kualitas SDM didekati dengan

variabel-variabel operasional sebagai berikut:

1. Kuantitas penduduk (jumlah keluarga yang menggunakan listrik PLN/non

PLN per jumlah penduduk, jumlah keluarga yang tinggal ditepi sungai per

jumlah penduduk)

2. Kesehatan (indeks ketersediaan dokter di nagari)

3. Daya beli (jumlah keluarga prasejahtera per jumlah rumah tangga)

4. Aksesibilitas informasi (jumlah rumah tangga yang memiliki

telepon/TV/antena parabola/ PLN per jumlah rumah tangga).

Tinggi rendahnya kualitas sumber daya sosial (SDS) yang dimiliki oleh

suatu wilayah ditunjukkan oleh kegiatan sosial dan kelompok-kelompok sosial

di wilayah tersebut. Data SDS yang digunakan adalah kerapatan kelembagaan.

Variabel tersebut dipilih karena merupakan indikator-indikator pembangunan

yang ada relevansinya dengan analisis dan kajian.

Page 6: Bab 3 2008ans

42

Selanjutnya PCA dilakukan beberapa kali hingga diperoleh nilai PC Score

terbaik, yaitu PC Score dengan nilai akar ciri (eigenvalues) diatas 70 persen;

jumlah faktor-faktor baru yang diperoleh pada tabel factor loading dibawah dua

puluh; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada

factor loading dapat diinterpretasikan secara logis.

2. Analisis Gerombol (Cluster Analysis)

Secara umum terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis

gerombol ini yaitu: a. metode berhirarki (hierarchical clustering method) dan

b. metode tak berhirarki (non hierarchical clustering method).

Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan

sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah secara umum diketahui

berjumlah 5 (lima), yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah,

atau 3 (tiga) yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan

dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang

dikelompokkan akan bergerombol sesuai dengan kedekatan/kemiripan

karakteristiknya masing-masing.

Sedangkan untuk metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol

belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit

berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati. Selanjutnya berdasarkan

kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak

gerombol yang akan digunakan.

Sebelum melakukan penggabungan data perlu dihitung terlebih dahulu jarak

antara dua data atau jarak antara dua gerombol data dengan ciri yang serupa.

Untuk dapat dilakukan penggerombolan diperlukan suatu skala pengukuran yang

sama. Jika skala data tidak sama maka data perlu ditransformasikan dalam suatu

bentuk skor tertentu yang disebut dengan jarak baku. Dalam analisis gerombol

dikenal terdapat beberapa ukuran jarak antara lain: jarak mahalanobis, jarak

eucledian, jarak chebicef, power distance, dan percent disagreement. Ukuran

jarak yang sering digunakan adalah jarak eucledian (eucledian distance).

Page 7: Bab 3 2008ans

43

Persamaan penghitungan jarak eucledian antara dua titik atau dua gerombol

adalah:

( ) DYjXip

i

=���

���

−�=

2/1

1

2

dimana :

Xi = pusat data dari gerombol X

Yj = pusat data dari gerombol Y

Nilai D merupakan jarak antara titik data/gerombol X dan Y. Makin kecil

nilai D makin besar kemiripan data X dan Y. Dalam analisis gerombol ini tidak

dilakukan ortogonalisasi variabel akan tetapi dilakukan standarisasi data mentah

yang ada sebelum dilakukan penggerombolan. Hal ini pengaruh multikolinearitas

sangat kecil sehingga dapat diabaikan apabila data sudah distandarisasikan

(Iriawan & Astuti, 2006). Metode ini digunakan untuk mengelompokkan wilayah

analisis berdasarkan variabel-variabel yang sangat berpengaruh nyata terhadap

perkembangan suatu wilayah. Tujuannya adalah mendeskripsikan wilayah

kedalam kelompok yang lebih kecil dengan ciri-ciri yang spesifik dari nilai

variabel tersebut. Variabel-variabel yang dipergunakan dalam analisis ini adalah

faktor score hasil olahan PCA. Variabel-variabel tersebut meliputi: 1) sumber

daya alam (SDA) meliputi: kepadatan penduduk dan luas lahan bukan sawah,

2) sumber daya buatan (SDB) yakni: rasio swalayan, rasio kios saprodi pertanian

milik KUD dan non KUD, pangsa industri besar, pangsa KUD, pangsa tempat

praktek dokter/bidan, rasio tempat usaha jasa, rasio hotel/penginapan, dan rasio

objek wisata, serta 3) sumber daya manusia (SDM) adalah rasio jumlah keluarga

yang tinggal ditepi sungai.

3. Analisis Diskriminan (Discriminant Function Analysis)

Analisis diskriminan merupakan salah satu analisis multivariabel untuk

menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata kelompok-kelompok

yang telah ada secara alami. Dengan kata lain analisis diskriminan digunakan

untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik dari

pembagian kelompok-kelompok yang ada.

Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan

dengan metode analisis gerombol. Jika analisis gerombol (khususnya gerombol

Page 8: Bab 3 2008ans

44

unit) menentukan gerombol dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis

diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk

secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata

membedakan kelompok-kelompok tersebut?

Ide dasar dari analisis ini adalah menentukan apakah nilai tengah variabel-

variabel penciri untuk setiap kelompok berbeda dan selanjutnya menggunakan

variabel yang nilai tengahnya berbeda secara nyata antar kelompok tersebut

sebagai predictor.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis ini antara lain:

a. Data contoh merupakan data multivariabel yang menyebar normal. Walaupun

demikian, jika syarat penyebaran normal ini tidak dipenuhi, perbedaan hasil

pengujian tidak ”fatal”. Artinya hasil pengujian masih layak untuk dipercaya;

b. Matriks ragam (variances) atau peragam (covariances) variabel antar

kelompok bersifat homogen. Jika terdapat deviasi kecil masih bisa diterima.

Oleh karena itu, akan lebih baik jika sebelum menggunakan hasil pengujian

terlebih dahulu dilihat lagi nilai korelasi dan ragam variabel dalam setiap

kelompoknya;

c. Tidak terdapat korelasi antara nilai tengah variabel antar kelompok dengan

nilai ragam atau standar deviasinya;

d. Variabel yang digunakan tidak bersifat ”redundant”. Jika kondisi ini tidak

terpenuhi maka matrik tersebut disebut ”ill-condition”. Matriks yang ill-

conditioned tidak dapat diinversikan;

e. Nilai toleransi seharusnya tidak mendekati 0. Didalam analisis diskriminan

akan dilakukan pengujian terhadap keadaan redundant yang diharapkan tidak

terjadi. Pengujian ini disebut dengan pengujian nilai toleransi. Nilai toleransi

ini dihitung dengan persaman 1-R2. Jika kondisi redundant terjadi, maka nilai

toleransi akan mendekati nol.

Fungsi yang terbentuk sebenarnya mirip dengan fungsi regresi. Dalam hal

ini variabel bebas (Y) adalah resultan skor klasifikasi. Sedangkan variabel tak

bebasnya (X) adalah variabel-variabel yang digunakan sebagai penduga.

Skor = a +b1X1 + b2X2+ bnXn

Page 9: Bab 3 2008ans

45

Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang

mempunyai peranan terbesar dalam membedakan kelompok-kelompok yang ada.

Hasil pengolahan statistik ini akan menghasilkan tipologi wilayah yang kemudian

dibuat peta tipologinya kemudian dilakukan analisis spasial.

4. Analisis Skalogram

Analisis skalogram digunakan untuk membuktikan ada tidaknya hirarki di

wilayah Kabupaten Agam, khususnya dalam hal sarana infrastruktur. Adapun

data yang dipergunakan adalah data yang berasal dari Potensi Desa tahun 2006

dan data dari Agam dalam Angka (ADA) Tahun 2006. Paramater yang diukur

meliputi bidang sarana perekonomian, sarana pariwisata, sarana komunikasi dan

informasi, sarana dan tenaga kesehatan, sarana pendidikan, kependudukan, sarana

lingkungan, transportasi, serta aksesibilitas. Untuk lebih rinci mengenai

parameter dimaksud dapat dilihat pada Lampiran 3.

Menurut Saefulhakim (2004), tahapan kegiatan pada analisis data dengan

metode skalogram antara lain:

a. Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2006 dan KCDA 2006

sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;

b. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang

relevan saja yang digunakan;

c. Melakukan rasionalisasi data;

d. Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 32

variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan

nagari di Kabupaten Agam;

e. Melakukan standardisasi data terhadap 32 variabel tersebut dengan

menggunakan rumus (Statsoft 2004) yang dimodifikasi:

DevStimumYjYij

Zij.

min−−

dimana:

Zij = nilai baku untuk nagari ke-i dan jenis sarana ke-j

Yij = jumlah sarana untuk nagari ke-i dan jenis sarana ke-j

minimum Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j

St.Dev = nilai standar deviasi

Page 10: Bab 3 2008ans

46

f. Menentukan indeks perkembangan nagari (IPN) dan kelas hirarkinya.

Pada prinsipnya, ada dua jenis data yang diukur yaitu data yang bisa

langsung dibuat indeksnya (data jenis dan jumlah sarana) dan data yang harus

dinvers terlebih dahulu (data aksesibilitas atau jarak dari ibukota kecamatan dan

ibukota kabupaten yang membawahi dan jarak dari ibukota kabupaten lain yang

terdekat). Penelitian ini hanya menggunakan data jenis dan jumlah fasilitas

pelayanan.

Setelah proses pembakuan selesai kemudian dilakukan penjumlahan nilai

baku tersebut untuk setiap nagari. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan

sortasi data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan

dibarisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom kiri.

Pada penelitian ini, IPN dikelompokkan ke dalam lima kelas hirarki, yaitu

hirarki I (sangat tinggi), hirarki II (tinggi), dan hirarki III (sedang), IV (rendah),

dan V (sangat rendah). Penentuannya didasarkan pada nilai kelas interval

(Iriawan & Astuti, 2006), yaitu:

HirarkiJumlahMinimumNilaiMaksimumNilai

ervalKelas−=int

Tabel 3 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Jumlah Jenis Fasilitas

No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I > 23 Sangat Tinggi 2 II 19 - 23 Tinggi 3 III 14 - 18 Sedang 4 IV 9 - 13 Rendah 5 V 8 - 12 Sangat Rendah

Tabel 4 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Jumlah Fasilitas

No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I > 648 Sangat Tinggi 2 II 493 - 647 Tinggi 3 III 338 - 492 Sedang 4 IV 182 -337 Rendah 5 V 26-181 Sangat Rendah

Page 11: Bab 3 2008ans

47

Tabel 5 Nilai Selang Hirarki Berdasarkan Indeks Perkembangan Nagari (IPN)

No. Hirarki Nilai Selang (X) Tingkat Hirarki 1 I 65.12 - 80.93 Sangat Tinggi 2 II 49.30 - 65.11 Tinggi 3 III 33.48 - 49.29 Sedang 4 IV 17.66 - 33.47 Rendah 5 V 1.84 -17.60 Sangat Rendah

5. Analisis Interaksi Spasial

Analisis interaksi spasial ini menggunakan Model Gravitasi. Analisis ini

digunakan untuk melihat gambaran pola interaksi spasial sistem transportasi antar

wilayah di Provinsi Sumatera Barat.

Model umum Gravitasi Newton berdasarkan Tamin (2000) adalah sebagai

berikut:

cij

bj

ai

ij d

MMGT = ...................................................................................................(5.1)

Untuk mencari solusi secara statistik, selanjutnya model umum tersebut

dimodifikaksi menjadi model fungsi regresi berikut:

ln Tij = ln G + � ln M i + � ln M j – � ln dij...............................................(5.2)

Dimana :

Tij = Ukuran intensitas interaksi antara pusat zona ke i dengan pusat zona ke j

yang dinyatakan dengan volume lalulintas orang dan barang

M i = Ukuran massa atau daya dorong zona asal i (push factor) yang

dinyatakan dengan jumlah penduduk yang ada di pusat i

M j = Ukuran massa atau daya tarik zona tujuan j (pull factor) yang dinyatakan

dengan jumlah penduduk yang ada di pusat j

dij = Kendala ruang antara pusat i dengan pusat j yang dinyatakan dengan

jarak tempuh antara pusat i dengan pusat j

G = Konstanta gravitasi interaksi spasial (paramater diduga dari data)

� = elastisitas daya dorong pusat i (parameter diduga dari data)

� = elastisitas daya tarik pusat j (parameter diduga dari data)

� = elastisitas kendala interaksi (parameter diduga dari data)

Pusat-pusat wilayah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kota Padang,

Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi,

Page 12: Bab 3 2008ans

48

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pasaman, Kabupaten 50 Kota, Kabupaten

Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kabupaten Sawahlunto

Sijunjung, Kabupaten Solok, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan,

dan Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk mempermudah analisis maka sebelumnya

dibuat matriks asal tujuan seperti tercantum dalam Lampiran 5-8.

Telaah tentang pola interaksi spasial yang terjadi di Provinsi Sumatera Barat

secara umum dengan menggunakan pendekatan pergerakan orang dan barang

dengan kendala-kendala antara lain jarak tempuh dan kapasitas tarikan dan

kapasitas dorongan.

Menurut Tamin (2000), dengan menggunakan pendekatan model umum

gravitasi newton, pola interaksi spasial pergerakan barang dan orang dapat dilihat

pada model interaksi spasial yang terjadi antar zona di bawah ini. Variabel-

variabel yang digunakan untuk mengestimasi pergerakan orang dan barang terdiri

dari variabel daya dorong daerah asal (i), variabel daya tarik daerah tujuan (j),

variabel jumlah penduduk daerah asal (Pi), variabel jumlah penduduk daerah

tujuan (Pj), dan variabel kendala spasial yang digunakan antara lain variabel jarak

tempuh dari daerah asal (i) ke daerah tujuan (j) adalah (d1ij).

1). Model pergerakan orang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (Tij) dengan

kendala jarak tempuh (d1ij)

� λ

βα

ij

jiij d

MPGT

11 = � ln T1ij = lnG1 + � ln Pi + � ln Pj –� ln d1ij

� λβα −= ijjiij dPPGT 1...1 1

2). Model pergerakan barang dari wilayah asal ke wilayah tujuan (T2ij) dengan

kendala jarak tempuh (d1ij)

� λ

βα

ij

jiij d

MPGT

12 = � ln T2ij = lnG1 + � ln Pi + � ln Pj –� ln d1ij

� λβα −= ijjiij dPPGT 1...2 1

Keterangan:

i = Zona asal

j = Zona tujuan

Pi = Jumlah penduduk zona asal (jiwa)

Page 13: Bab 3 2008ans

49

Pj = Jumlah penduduk zona tujuan (jiwa)

T1ij = Pergerakan orang dari zona asal (i) ke zona tujuan (j) (orang)

T2ij = Pergerakan barang dari zona asal (i) ke zona tujuan (j) (ton)

d1ij= Jarak tempuh pergerakan orang/barang dari zona asal (i) ke zona tujuan

(j) (km). 6. Analisis Kesenjangan

a. Analisis Tingkat Kesenjangan

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering

digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson

mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai

berikut:

����

��� −

=Y

PYY i

i

i

wV

dimana:

V w= Indeks kesenjangan Williamson

Y i = PAD per kapita wilayah ke –i

Y−

= Rata-rata PAD per kapita nagari/kecamatan/kawasan

p i = fi/n, dimana fi jumlah penduduk nagari/kecamatan/kawasan ke i dan n

adalah total penduduk kecamatan/kawasan/kabupaten.

Indeks kesenjangan Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih

besar atau sama dengan nol. Jika Y i=Y

maka akan dihasilkan indeks = 0,

yang berarti tidak adanya kesenjangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih

besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah.

Semakin besar indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan

antar kecamatan di suatu kabupaten.

Kriteria nilai Vw = 0 sampai dengan 1 apabila nilai:

V w = 0: kesenjangan sangat rendah (merata sempurna);

V w � 0.3 : Kesenjangan rendah.

Page 14: Bab 3 2008ans

50

V w = 0.3 – 0,5 : Kesenjangan sedang;

V w = 0.5 -1 : Kesenjangan sangat tinggi (tidak merata sempurna);

(Syafrizal. 1997).

Data yang dipergunakan untuk analisis kesenjangan berupa data PAD

perkapita seperti yang tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6 Variabel dan Parameter yang Digunakan dalam Analisis Tingkat Kesenjangan

No. Variabel Parameter 1. Penduduk Jumlah penduduk 2. Pendapatan perkapita PAD per jumlah penduduk

b. Analisis faktor-faktor penyebab kesenjangan

Analisis ini merupakan analisis regresi dimana beberapa variabel tujuan

(dependent) (Y1, Y2,.......Yp) diukur dan diregresikan terhadap variabel bebas

(independent) (X1, X2.....Xk). Model umum untuk analisis regresi berganda ini

adalah (Iriawan & Astuti, 2006):

Y = �1x1 + �2x2 +.............+ �kxk + �

dimana Y adalah respon atau variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k

variabel bebas x1,.....,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui

dan nilai �1,...........�k belum diketahui yang dinamakan paramater regresi. Untuk

menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai penduga yang baik maka

beberapa asumsi yang harus dipenuhi:

a. E (e) = 0

b. E (e2)= �2

c. Tidak ada korelasi antar variabel. Jika antar variabel bebas berkolerasi,

maka taksiran parameter model tidak tepat. Kejadian adanya korelasi kuat

antar variabel bebas disebut multikolinear. Cara mendeteksi multikolinear

sebagai berikut:

1) Membuat korelasi antar variabel bebas. Apabila ada kolerasi yang

kuat, yang ditandai nilai korelasi makin mendekati 1, maka ada

multikolinear dalam kasus;

2) Parameter model adalah 0 (�1= �2=.....= �k = 0);

Page 15: Bab 3 2008ans

51

3) Tanda parameter model berlawanan dengan tanda nilai korelasi antar

variabel bebas dengan variabel tujuan.

Dalam penelitian ini, analisis regresi berganda dilakukan untuk

menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan, maka

diuji regresi antara indeks Williamson dengan faktor-faktor utama hasil PCA.

V w= f (X1, X2, X3.....) atau:

Model regresi berganda dapat diturunkan sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1+b2X2+b3X3+....biXi+ Ui

dimana:

Y = V w= Indeks Williamson

Xi = Variabel bebas/prediktor yang berasal dari faktor score hasil PCA

b0 = Koefisien fungsi regresi

Ui = intercept

Rincian berkenaan dengan variabel bebas yang dipergunakan untuk

pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Variabel dan Parameter yang Digunakan untuk Analisis Faktor- faktor Penyebab Kesenjangan

No. Variabel Parameter Satuan 1. Y Nilai Indeks Williamson (Vw) Indeks

2. X1 Kepadatan penduduk Rasio

3. X2 Luas lahan bukan sawah Pangsa

4. X3 Jumlah swalayan Rasio

5. X4 Jumlah kios saprodi milik KUD dan non KUD Rasio

6. X5 Industri besar Pangsa

7. X6 Jumlah KUD Pangsa

8. X7 Jumlah tempat kegiatan usaha jasa Pangsa

9. X8 Jumlah hotel/penginapan Rasio

10. X9 Jumlah objek wisata Rasio

11. X10 Jumlah tempat praktek dokter/bidan Rasio

12. X11 Jumlah keluarga yang tinggal ditepi sungai Rasio

16. Ui Intercept

Sumber: Data hasil olahan PCA

c. Analisis Model Enthropi

Analisis Model Enthropy merupakan salah satu konsep analisis yang

dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas.

Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami

Page 16: Bab 3 2008ans

52

perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan

kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan

seperti pabrik gula; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem

produksi pertanian dan lain-lain.

Menurut Rustiadi et al. (2006), prinsip analisis ini adalah semakin

beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi

entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan

umum entropi ini adalah sebagai

��= =

−=n

i

n

j

PijLnPijS1 1

dimana :

S = Tingkat perkembangan

n = Jumlah jenis kegiatan usaha masyarakat, kepadatan penduduk, dan

kemampuan personil

ij = kecamatan i sampai dengan j

P = peluang atau proporsi terjadinya keragaman (diversifikasi)

Jika S meningkat maka tingkat perkembangannya tinggi. Nilai S

akan selalu meningkat (S � 0). Pada penelitian ini dibuat 5 (lima) tingkatan

perkembangan wilayah (Tabel 8). Variabel dan parameter yang dipergunakan

untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8 Tingkatan Perkembangan Wilayah Berdasarkan Analisis Keberagaman Aktivitas

No. Nilai Selang Tingkat Perkembangan Wilayah Keterangan 1. 0.10 – 0.24 Sangat rendah 2. 0.25 – 0.39 Rendah 3. 0.40 – 0.54 Sedang 4. 0.55 – 0.69 Tinggi 5. > 0.70 Sangat tinggi

Tabel 9 Variabel dan Parameter yang Digunakan Untuk Analisis Tingkat Keberagaman Aktifitas

No. Parameter Satuan 1. Luas lahan sawah Indeks 2. Jumlah kegiatan perdagangan dan jasa Indeks 3. Jumlah kegiatan industri dan kerajinan Indeks 4. Jumlah dan jenis fasilitas pendidikan Indeks 5. Jumlah dan jenis fasilitas kesehatan Indeks

Sumber: Podes 2006

Page 17: Bab 3 2008ans

53

d. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui secara jelas peran

kelembagaaan dalam perkembangan terkait dalam proses pemanfaatan ruang

beserta proses pengendalian pemanfaatan ruang di daerah penelitian.

Secara khusus, analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh perkembangan kelembagaan nagari yang merupakan

local spesific institusional terhadap perkembangan wilayah di Sumatera Barat

umumnya dan Kabupaten Agam khususnya. Hasil analisis ini diharapkan

dapat memberi gambaran tentang hasil-hasil pembangunan wilayah yang

dicirikan oleh spesifikasi wilayah dimana nagari merupakan unit kesatuan adat

dan wilayah terkecil yang jelas berbeda dengan desa untuk daerah lainnya

di Indonesia.

7. Analisis Spasial

Analisis spasial merupakan metode penelitian yang menjadikan peta

sebagai model yang mempresentasikan dunia nyata yang mewakilinya, sebagai

suatu media analisis guna mendapatkan hasil-hasil analisis yang memiliki atribut

keruangan. Analisis spasial berguna untuk memperoleh data dan informasi yang

akurat mengenai wilayah. Selain itu juga dapat memetakan permasalahan-

permasalahan yang ada untuk dianalisa secara spasial sehingga keterkaitan antar

wilayah dapat dianalisa dengan lebih mudah dan akurat. Sebagai dasar pemetaan,

maka peta dasar yang dipergunakan adalah peta administrasi (skala 1:25 000),

yang diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Agam dan digunakan sebagai

peta master.

Tujuan analisis spasial menurut (Haining 1995, diacu dalam Rustiadi et al.

2006) adalah:

a. Mendiskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruang geografis (termasuk

deskripsi pola) secara cermat dan akurat;

b. Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau

objek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang

menentukan distribusi kejadian yang terobservasi;

c. Meningkatkan kemampuan melakukan prediksi dan pengendalian kejadian-

kejadian di dalam ruang geografis.

Page 18: Bab 3 2008ans

54

Sedangkan berdasarkan atas aplikasinya, menurut (Fischer et al. 1996,

diacu dalam Rustiadi et al. 2006), analisis spasial digunakan untuk tiga tujuan,

yakni: (1) peramalan dan penyusunan skenario; (2) analisis dampak terhadap

kebijakan; dan penyusunan kebijakan dan desain.

Analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini lebih ditekankan

pada analisa melalui sistem informasi geografis (SIG) berdasarkan data-data peta

yang ada seperti peta jaringan jalan, peta sungai, peta status kawasan hutan, peta

kelerengan dan peta RTRW.

Page 19: Bab 3 2008ans

55

Gambar 3 Bagan Alir Pendekatan Penelitian

Kebijakan Pembangunan Wilayah

Analisis Spasial

Peta Tipologi Wilayah Peta Hirarki Wilayah

Peta Kesenjangan & Keberagaman Wilayah

Analisis Skalogram

Data (paremeter/variabel Peta

Admininitrasi Peta

Admininitrasi

Data asal: Bid. Ekonomi,

Sarana & prasarana, Fisik, serta Sosial

Data infrastruktur: Pendidikan,

perekonomian, Pariwisata, Kominfo,

Kesehatan, Kependudukan, Lingkungan & Aksesibilitas

Data aliran barang/orang

Data PAD/kapita

Data Keragaman

aktifitas, Kepadatan

Penduduk, & Kemampuan

aparat

Data penyebab kesenjangan

Hirarki wilayah

Data reduksi/dipilih:

Data Komponen Utama

Data reduksi/ dipilih:

Homogenitas

Analisis Cluster

Jumlah Kelom-pok/Cluster

Analisis Discriminant

Kelompok kecil

Tipologi Wilayah

Analisis Interaksi Spasial

Keterkaitan antar

wilayah

Analisis tingkat kesen-jangan

Tkt. Kesen-jangan

Analisis tingkat kebera- gaman

Tkt.Ke-beraga-

man

Analisis kesenjan

gan

Faktor penyebab

& hub