Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

21
Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu Pemerintahan NIM E42010048 ABSTRAK BAB XXVIII Syarif Ibrahim Alqadrie dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat, pada BAB XXVIII (Cinta, Politik, dan Kepentingan) mengungkapkan bahwa cinta dan politik adalah dua unsur yang tidak dapat dipersatukan. Apabila cinta dikaitkan dengan politik, itu bukanlah cinta yang sejati, karena di dalam politik yang ada hanyalah kepentingan, tidak ada cinta yang abadi. Politik erat kaitannya dengan keinginan seseorang atau sekelompok orang untuk memiliki suatu jabatan dan material, sehingga menggunakan berbagai upaya untuk mencapainya termasuk dengan motif cinta. Upaya yang demikian kadang mengandung unsur ketidaktulusan, hal ini bertentangan dengan pengertian cinta yang didasarkan pada prinsip ketulusan tanpa dipengaruhi kepentingan. Persahabatan yang begitu lama terjalin bisa pula tercerai-berai oleh kepentingan politik. Seseorang atau sekelompok orang bisa dibutakan karena diiming-imingi dengan jabatan dan material, yang membuatnya tidak peduli dengan persahabatan dan kepentingan orang banyak, karena itu pula mata dan hati tertutup terhadap seseorang yang dikenal dan memiliki kelebihan sebagai pemimpin, tetapi justru yang dipilih adalah orang lain yang kita tahu persis kualifikasi, integritas, dan komitmennya diragukan. Dengan demikian tersingkirlah orang-orang baik yang memiliki kualitas dan kemampuan untuk memimpin, pada konteks ini politik harus dapat disandingkan dengan cinta untuk mengontrol kepentingan pribadi dan kelompok. Kata kunci : Cinta, Politik, Kepentingan Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXX dari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Transcript of Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 1: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

ABSTRAK

BAB XXVIII

Syarif Ibrahim Alqadrie dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat, pada BAB XXVIII (Cinta, Politik, dan Kepentingan) mengungkapkan bahwa cinta dan politik adalah dua unsur yang tidak dapat dipersatukan. Apabila cinta dikaitkan dengan politik, itu bukanlah cinta yang sejati, karena di dalam politik yang ada hanyalah kepentingan, tidak ada cinta yang abadi. Politik erat kaitannya dengan keinginan seseorang atau sekelompok orang untuk memiliki suatu jabatan dan material, sehingga menggunakan berbagai upaya untuk mencapainya termasuk dengan motif cinta. Upaya yang demikian kadang mengandung unsur ketidaktulusan, hal ini bertentangan dengan pengertian cinta yang didasarkan pada prinsip ketulusan tanpa dipengaruhi kepentingan.

Persahabatan yang begitu lama terjalin bisa pula tercerai-berai oleh kepentingan politik. Seseorang atau sekelompok orang bisa dibutakan karena diiming-imingi dengan jabatan dan material, yang membuatnya tidak peduli dengan persahabatan dan kepentingan orang banyak, karena itu pula mata dan hati tertutup terhadap seseorang yang dikenal dan memiliki kelebihan sebagai pemimpin, tetapi justru yang dipilih adalah orang lain yang kita tahu persis kualifikasi, integritas, dan komitmennya diragukan. Dengan demikian tersingkirlah orang-orang baik yang memiliki kualitas dan kemampuan untuk memimpin, pada konteks ini politik harus dapat disandingkan dengan cinta untuk mengontrol kepentingan pribadi dan kelompok.

Kata kunci : Cinta, Politik, Kepentingan

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 2: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

RESUME

BAB XXVIII

Syarif Ibrahim Alqadrie pada BAB XXVIII (Cinta, Politik, dan Kepentingan) bagian 1

(satu) dan 2 (dua) dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat, berpendapat

bahwa antara cinta dan politik tidak bisa dipersatukan. Kalaupun memang ada cinta di dalam

politik, itu bukan cinta sejati bukan pula cinta yang dalam, karena di dalamnya selalu ada unsur

kepentingan yang mendasar dan mendominasi, terutama material dan jabatan baik secara pribadi

maupun kelompok.

Sebaliknya apabila ada politik untuk mencintai, ini lebih tepat disebut cara atau strategi

untuk berupaya mendapatkan cinta. Upaya tersebut pun kadangkala dimotivasi oleh kepentingan

sesaat dan oleh keinginan memiliki, yang kadang mengandung unsur ketidaktulusan. Padalah

pengertian cinta menurut beberapa orang bijak, bukan untuk dimiliki, tetapi untuk dirasakan dan

dijalankan, tidak saja oleh mereka yang terlibat langsung, tetapi juga oleh keluarga besar mereka

dan masyarakat, dan harus dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Karenanya cinta yang

diperoleh dengan motif ingin merealisasikan kepentingan pribadi dari suatu kelompok, serta

memburu dan melindungi cinta secara sangat berlebihan membuat kebebasan orang yang

dicintai terbelenggu, pada ujungnya hanya akan menimbulkan kebencian dan kekecewaan besar.

Upaya dalam memperoleh dan menjalankan cinta seperti itu mengalami kegagalan.

Alasan mengapa cinta dan politik tidak bisa dipersatukan, ini bersinergi dengan pribahasa

Ilmu Politik: tidak ada kawan dan musuh abadi, tetapi yang abadi hanyalah kepentingan pribadi

maupun kelompok. Ini berarti bahwa kita jangan berharap akan mendapatkan atau tidak

mendapatkan dukungan secara benar-benar ikhlas dan abadi, dari anggota badan perwakilan

dalam hal ini legislatif misalnya DPR/MPR, senat fakultas dan universitas atau para anggota

kelompok masyarakat pemilih dari sebuah daerah/kawasan pemilihan. Walaupun para pemilih

tersebut telah bersahabat dan sangat akrab dengan kita, karena politik pula hubungan

persahabatan dapat tercerai-berai dan menjadi tidak abadi. Dengan pribahasa politik tersebut

membuat kita maklum bahwa cinta dan politik tidak dapat dipersatukan.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 3: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

Pribahasa politik tersebut masih menjadi realitas saat ini karena manusia sering

kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri. Kepentingan tersebut sebagai komoditas yang dapat

menghasilkan uang, materi, jabatan atau lainnya, apabila menjatuhkan pilihan pada seseorang.

Sedangkan persahabatan tidak dapat diperjualbelikan. Karena itulah manusia sering kehilangan

kontrol terhadap dirinya secara manusiawi ini, sebagaimana dikritik oleh Marx dan Lukacs,

menjadi penganut fetithisme dan reifikasi yaitu mendewa-dewakan komoditas kepentingan

dirinya sendiri atau kelompok, mereka berprinsip uang dapat membeli segala-galanya termasuk

harga diri.

Dengan prinsip semacam ini kita telah kehilangan momentum tidak saja sebagai manusia

yang memiliki harga diri dan hati nurani, juga sebagai warga bangsa yang telah menyia-nyiakan

pilihan dengan menutup mata dan hati kita terhadap seseorang yang dikenal dan memiliki

kelebihan sebagai pemimpin, tetapi justru yang dipilih adalah orang lain yang kita tahu persis

kualifikasi, integritas, dan komitmennya diragukan. Itulah yang terjadi di negara ini dan

menyebabkan terpuruknya bangsa karena masih berlaku realitas: sikap adalah fungsi

kepentingan. Dan kepemimpinan adalah fungsi dari situasi sosial, siapa pemimpin yang tampil

dan bagaimana kepemimpinan, wawasan, dan kualifikasinya merupakan perwujudan dari kondisi

yang dipimpinnya.

Seseorang yang memiliki integritas dan prinsip tidak tergoyahkan, kualifikasi tinggi,

kerja keras, profesionalisme dan komitmen, sering mengalami banyak kesulitan dalam

menapakkan karirnya ke jenjang lebih tinggi ke posisi pengambil keputusan. Pada kondisi ini ia

memerlukan sahabat yang ikhlas, pada konteks ini politik harus dapat disandingkan dengan cinta,

untuk mengontrol dan menomor sekiankan kepentingan pribadi dan kelompok. Kesemuanya

adalah buat kemajuan ke depan, kepentingan orang banyak dan meningkatkan kualitas dan daya

saing nasional, regional, dan global.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 4: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

TANGGAPAN

BAB XXVIII

Artikel yang membahas tentang keterkaitan cinta dengan politik serta kepentingan yang

ada di dalamnya, ini merupakan suatu topik yang menarik untuk dibahas. Banyak realita yang

dapat kita lihat bahwa politik yang sarat dengan kepentingan-kepentingan tersebut tidak bisa

dihindari dari praktik dan taktik para pemeran politik dalam menggunakan berbagai cara untuk

meraih kekuasaan. Bahkan motif cinta pun digunakan, para pemain politik mendekatkan diri

kepada orang-orang atau kelompok yang nantinya dapat mendongkrak suaranya dengan iming-

iming berupa jabatan, material dan kepentingan lainnya. Hal semacam ini perlu disikapi secara

selektif oleh semua orang, jangan sampai suara kita dimanfaatkan hanya untuk kepentingan

pribadi dan kelompok, tanpa memperhatikan kepentingan orang banyak nantinya. Dalam

menentukan dukungan, tidak baik pula meletakkan dukungan kepada sembarang orang yang kita

tahu bahwa orang tersebut kualitasnya meragukan dan tidak memiliki kemampuan. Karena perlu

kita tahu pilihan sekarang menentukan baik dan buruknya hasil yang akan terjadi ke depan.

Berkaitan dengan daya dukung terhadap orang-orang yang memiliki integritas dan prinsip

tidak tergoyahkan, kualifikasi tinggi, kerja keras, profesionalisme dan komitmen, saat ini sering

mengalami banyak kesulitan dalam menapakkan karirnya ke jenjang lebih tinggi ke posisi

pengambil keputusan. Begitulah yang terjadi, orang-orang yang baik disingkirkan, karena oknum

merasa takut kedudukannya tersingkirkan. Pada konteks seperti ini saya setuju dengan Prof.

Syarif Ibrahim Alqadrie bahwa politik memang harus disandingkan dengan cinta yang tulus

tanpa mengharapkan imbalan dan iming-iming berupa jabatan dan material, dengan seperti itu

maka kepentingan pribadi dan kelompok dapat dinomorsekiankan, buat kemajuan, kepentingan

orang banyak, dan meningkatkan daya saing dalam segala aspek. Karena negara dan bangsa ini

butuh orang-orang yang baik.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 5: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

ABSTRAK

BAB XXIX

Syarif Ibrahim Alqadrie dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat, pada BAB XXIX (Pilkada Kalbar dan Nanan Sukarna) mendiskusikan isu tentang Pemilihan Rektor Universitas Tanjungpura (Pilrek Untan) dan Pemilihan Gubernur Kalimantan Barat (Pilgub Kalbar). Berbicara teknis Pemilihan Gubernur adalah secara langsung dipilih rakyat dan tidak lagi melalui DPRD, ini berbeda dengan Pemilihan Rektor karena Senat Universitas pada tahap kedua masih memiliki kesempatan untuk memilih Balon yang terpilih oleh para dosen pada tahap pertama. Sehingga Pilgub Kalbar yang lebih demokratis ini menjadi isu yang menarik. Apalagi muncul nama Brigjen Drs. Nanan Sukarna yang sedang menjabat Kapolda Kalbar sebagai Balon yang dijagokan. Sosok Nanan Sukarna telah dikenal baik dan dekat dengan masyarakat Kalimantan Barat, ia juga memiliki sepak terjang yang cukup sukses dalam penegakan hukum, disiplin, pemberantasan kriminalitas dan pelanggaran lainnya selama masa tugasnya.

Terlepas dari pernyataan Nanan Sukarna sendiri yang pada akhirnya menegaskan bahwa ia menolak untuk menjadi Balon Gubernur. Terdapat pro dan kontra ketika namanya mencuat menjadi bahan diskusi. Berbagai alasan pun dilontarkan dari kelompok-kelompok yang setuju dan tidak setuju untuk mendukung. Munculnya Konsep Putra Daerah yang akan dijelaskan pada BAB ini adalah bagian dari alasan ketidaksetujuan terhadap dijagokannya Nanan Sukarna.

Kata kunci : Pemilihan, Gubernur, Nanan, Kapolda, Kalbar

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 6: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

RESUME

BAB XXIX

Syarif Ibrahim Alqadrie pada BAB XXIX (Pilkada Kalbar dan Nanan Sukarna) bagian 1

(satu) dan bagian 2 (dua) dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat,

mendiskusikan tentang isu Pemilihan Rektor Universitas Tanjungpura dan Pemilihan Kepala

Daerah/Gubernur Kalimantan Barat tahun 2007. Pemilihan Gubernur yang secara langsung

dipilih rakyat dan tidak lagi melalui DPRD, ini berbeda dengan Pemilihan Rektor karena Senat

Universitas pada tahap kedua masih memiliki kesempatan untuk memilih Balon yang terpilih

oleh para dosen pada tahap pertama. Namun demikian PILREK UNTAN tidak dapat dikatakan

“tidak demokratis” karena Dirjen Dikti atas nama Mendiknas menghendaki hal itu masih harus

dilakukan karena Undang-Undang dan Peraturan baru, yang mengatur pemilihan langsung oleh

para dosen tanpa campur tangan Senat Universitas belum ada.

Karena itu isu PILKADA/PILGUB Kalimantan Barat tampaknya lebih demokratis dan

menarik, dan lebih menarik lagi karena muncul nama Brigjen Drs. Nanan Sukarna (Kapolda

Kalbar, 2007) pernah disebut-sebut sebagai yang dijagokan. Namun pada akhirnya beliau

sendirilah yang menegaskan bahwa ia menolak diusung menjadi Balon Gubernur Kalbar. Tapi

isu penjagoan namanya pernah mencuat, menjadi diskusi, debat publik dan dialog yang menarik

dan informatif. Adalah karena adanya kelompok tertentu yang mencuatkan namanya, yang

mengatakan beliau sebagai orang yang pantas menjadi Gubernur Kalbar, karena memiliki

kemampuan dan integritas pribadinya, mengingat kerja keras dan upaya beliau semasa

jabatannya sebagai Kapolda tiada henti menangani keamanan pada umumnya, khususnya dalam

pemberantasan Penebangan hutan secara liar, kriminalitas, dan kasus Narkoba. Namun tentu ada

pula yang kontra terhadap wacana pencalonan tersebut dengan mengatakan sesuatu tidak tepat,

salah sasaran, dan pernyataan yang terlalu berlebihan.

Berbicara tentang sepak terjang yang beliau lakukan semasa jabatannya telah menarik

simpati banyak orang terutama dalam penegakan hukum, disiplin, dan pemberantasan kriminal

serta pelanggaran lainnya. Sosok figur pemimpin seperti yang ditunjukkan oleh Brigjen Drs.

Nanan Sukarna dirindukan oleh masyarakat Kalbar, yang memiliki integritas tinggi, tegas dan

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 7: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

berani, kreatif, konsisten, tidak pandang bulu, dan mau mengakui kekhilafan dan kekeliruannya

beserta kesalahan anak-anak buahnya, merupakan ciri orang besar yang tidak dimiliki banyak

orang. Inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa ia dijagokan sebagai BALON Gubernur

Kalbar.

Dibalik kekaguman dan keinginan untuk menjagokan Brigjen Drs. Nanan Sukarna, ada

pula sebagian kecil masyarakat yang belum sepenuhnya menerima wacana tersebut. Paling tidak

ada dua alasan ketidaksetujuan tersebut, yang pertama kelompok Si Sang Jago akan tampil

sebagai Balon Gubernur, tetapi nantinya ia bakal bingung sendiri memikirkan perahu mana yang

akan digunakan, dan setelah memperoleh perahu bisa jadi ia akan kehilangan momentum

integritas dan konsistensi. Yang kedua munculnya wacana Konsep Putra Daerah di dalam aturan

bermain Pilkada Kalbar, dan masalah Brigjen Nanang bukannya pada ia putra Kalbar atau bukan,

melainkan hal teknis yang menyangkut waktu dan lamanya bermukim, konsep Putra Daerah

Kalbar ini dikemukan oleh Alqadrie (1999;2000;2005).

Namun juga hal yang mungkin apabila Kalbar dipimpin oleh Brigjen Drs. Nanan

Sukarna, karena masyarakat Kalbar tidak bersifat kesukuan dan provinsialisme, dalam artian

mau menerima siapa saja dan darimana saja untuk menjadi pemimpin, asalkan figur tersebut

bersedia bahu-membahu bersama masyarakat membangun Kalbar, apalagi Brigjen Nanan

memiliki sepakterjang yang baik di Kalbar yang membuat ia diterima oleh masyarakat Kalbar.

Dengan harapan masyarakat menyadari akan pentingnya kualifikasi dan integritas pemimpin.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 8: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

TANGGAPAN

BAB XXIX

Berkaitan dengan isu tentang Pemilihan Rektor Universitas Tanjungpura (Pilrek Untan)

dan Pilkada/Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Barat pada tahun 2007, memang menjadi

topik hangat yang banyak diperbincangkan. Bagaimana tidak, model Pemilihan Rektor yang

masih ada campur tangan dari Senat Universitas Tanjungpura tentu menjadi dipertanyakan

kedemokratisan dalam pemilihan tersebut. Sehingga hal ini sebenarnya menjadi perlu

diperhatikan oleh Mendiknas melalui Dirjen Dikti untuk membuat Undang-Undang atau

Peraturan yang mengatur mengenai Pemilihan Rektor tanpa campur tangan Senat Universitas,

agar prinsip demokratis memang benar-benar diterapkan. Lain hal dengan Pilkada Gubernur

yang memang dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi melalui DPRD, tentu Pilgub bisa

dikatakan lebih demokratis, dan menjadi menarik untuk dibahas apalagi muncul nama Brigjen

Drs. Nanan Sukarna (Kapolda Kalbar;2007) sebagai yang dijagokan.

Brigjen Drs. Nanan Sukarna merupakan tokoh yang berhasil semasa ia menjabat tugas

sebagai Kapolda Kalbar, banyak prestasi dan catatan-catatan positif yang dibuatnya, seperti

memberantas kriminalitas dan Narkoba. Ia memiliki integritas tinggi, tegas dan berani, kreatif,

konsisten, tidak pandang bulu, dan mau mengakui kekhilafan dan kekeliruannya beserta

kesalahan anak-anak buahnya, merupakan ciri orang besar yang tidak dimiliki banyak orang dan

dirindukan oleh masyarakat Kalbar Inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa ia dijagokan

sebagai BALON Gubernur Kalbar. Masalah juga muncul ada kelompok yang tidak setuju apabila

dikaitkan Konsep Putra Daerah, menurut saya boleh-boleh saja Konsep Putra Daerah ini

diberlakukan, tapi jangan melupakan apabila memang ada seseorang dengan integritas pribadi,

berkualitas dan memiliki kemampuan, yang walaupun bukan kelahiran dari daerah dan ia mau

bahu-membahu bersama masyarakat untuk membangun daerah agar lebih maju, itu seharusnya

perlu didukung.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 9: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

ABSTRAK

RESUME BAB XXX

Syarif Ibrahim Alqadrie dalam bukunya yang berjudul Matahari akan Terbit di Barat, pada BAB XXX (Kenangan, Harapan Buat Kapolda Lama dan Baru, dan Obsesi Bagi Kepala Daerah Kalbar) mendiskusikan tentang kepindahan Brigjen Drs. Nanan Sukarna ke Jakarta, kepindahan Nanan berkaitan dengan tugasnya yang kini naik memiliki jabatan di pusat. Banyak kenangan yang ditinggalkan, ada yang merasa sedih bahkan ada pula yang merasa senang. Kelompok yang sedih karena tidak banyak orang besar yang memiliki kualitas dan berintegritas tinggi seperti ia, sedangkan kelompok yang senang karena mereka yang merasa dirugikan ketika ada Nanan kini serasa menjadi pemenang.

Dengan digantikannya Brigjen Drs. Nanan Sukarna oleh Brigjen Zainal Abidin sebagai Kapolda Kalbar yang baru, terbesit harapan agar dapat mempertahankan, meneruskan kebijakan dan kiprah Brigjen Nanan. Bagi penulis buku ini, terhadap Brigjen Nanan punya kesan tersendiri, mereka pernah berdiskusi dengan suasana yang begitu bersahabat, mengenai permasalahan daerah Kalimantan Barat terutama tentang Pemilihan Gubernur sehingga dari hasil diskusi tersebut menghasilkan obsesi bersama yang dihimpun dari keinginan masyarakat, berupa persyaratan atau indikator yang seharusnya dipenuhi oleh Bakal Calon Gubernur Kalbar.

Kata kunci : Nanan, Kapolda, Pemilihan, Gubernur, Obsesi

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 10: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

RESUME

BAB XXX

Syarif Ibrahim Alqadrie pada BAB XXX (Kenangan, Harapan Buat Kapolda Lama dan

Baru, dan Obsesi Bagi Kepala Daerah Kalbar) bagian 1 (satu) dan 2 (dua) dalam bukunya yang

berjudul Matahari akan Terbit di Barat, mendiskusikan tentang Brigjen Drs. Nanan Sukarna yang

pada Oktober 2006 pindah tugas ke Jakarta. Kepindahannya mengandung kenangan berupa

kesedihan dan kebahagiaan. Brigjen Nanan adalah sosok yang begitu dekat dengan masyarakat

dan memiliki kepedulian terhadap masa depan daerah. Terlepas dari itu ada pula pihak yang

merasa senang dengan kepindahannya, yang pertama sebuah prestasi karir ia semakin menanjak

menjadi pejabat pusat yang pada ujungnya bermanfaat bagi negara, bangsa, dan daerah. Yang

kedua ada sekelompok kecil yang merasa “dirugikan” dengan sepak terjang brigjen Nanan

sehingga mereka merasa bahagia dan serasa menjadi pemenang dengan mutasi sang mantan

Kapolda ini.

Adalah Brigjen Zainal Abidin yang merupakan pengganti Brigjen Nanan sebagai

Kapolda Kalbar yang baru. Dengan adanya Kapolda yang baru ini tentu terbesit harapan agar

dapat mempertahankan, meneruskan kebijakan dan kiprah Brigjen Nanan. Karena selama masa

tugas Brigjen Nanan sebagai Kapolda Kalbar cukup banyak prestasi yang telah dicapai, ia

berhasil mengurangi tingkat kejahatan dan kriminal di sektor kehutanan serta NARKOBA. Sosok

Kapolda lama ini tegar dengan segala macam ancaman dan tidak mempan dengan segala macam

“bujukan halus” agar tidak konsisten dan konsekuen dengan kebijakannya, sehingga ia dianggap

telah berhasil dalam menjalankan tugasnya.

Terlepas dari itu semua, penulis bahkan memiliki kesan tersendiri terhadap Brigjen

Nanan sebelum ia dimutasikan, yang diceritakan bahwa Brigjen Nanan atas kemauannya sendiri

datang ke rumah penulis, untuk berdiskusi. Diskusi yang berlangsung antara penulis dan Brigjen

Drs. Nanan Sukarna berisi sebagian besar obsesi keduanya tentang kepemimpinan di daerah

karena pada saat itu berkaitan dengan Pilkada Kalbar tahun 2007. Dari saran dan ide-ide

cemerlang oleh Brigjen Nanan, menurut hemat penulis, sosok orang yang konsisten ini

tampaknya merupakan figur pemimpin masa depan, yang memiliki kepedulian sangat besar

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 11: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

terhadap daerah ini. Yang menjadi obsesi penulis beserta Brigjen Nanan adalah apa yang

menjadi keinginan masyarakat, berkaitan dengan persyaratan atau indikator para Calon Gubernur

yang terpilih nanti.

Dipahami paling tidak ada lima persyaratan yang menjadi obsesi masyarakat KALBAR

terhadap pemimpin mereka yang seharusnya dipenuhi oleh BALON Gubernur Kalbar 2007-

2012: (1) Bersih dari segala indikasi Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi (KKN); (2) hendaknya

para BALON mengadakan introspeksi tidak saja untuk masa mendatang, tetapi juga apa yang

terjadi pada masa lalu ketika mereka memimpin; (3) Bagi para BALON GUB jadikan momen

Idul Fitri untuk kembali fitrah (kebersihan diri dan kesucian diri dari noda dan dosa), dan

keadaan fitrah ini tetap terus berlanjut setelah Idul Fitri; (4) Keberpihakan yang jelas secara

konsisten dan konsekuen kepada daerah dan masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang

diwujudkan dalam bentuk pembukaan lapangan kerja menyeluruh, mendukung perluasan

kabupaten, tetapi memberikan penjelasan ketidakefektifan pembentukan provinsi baru yang tidak

menyentuh masyarakat secara langsung; (5) Motivasi menjadi Kepala Daerah harus jelas, apakah

untuk popularitas atau untuk menyejahterakan rakyat, dan tentu motivasi kedua yang diperlukan.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 12: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

TANGGAPAN

BAB XXX

Berita mengenai kepindahan Brigjen Drs. Nanan Sukarna ke Jakarta karena mendapatkan

tugas untuk naik ke jabatan pusat, ini memiliki secercah kenangan bagi masyarakat Kalimantan

Barat. Sosok seperti Brigjen Nanan sangat dirindukan, yang begitu dekat dengan masyarakat dan

memiliki kepedulian terhadap masa depan daerah, ia sosok yang tegar dengan segala macam

ancaman dan tidak mempan dengan segala “bujukan halus” agar tidak konsisten dan konsekuen

dengan kebijakannya, sehingga ia dianggap telah berhasil dalam menjalankan tugasnya.

Dengan kepindahannya, posisi Kapolda yang baru digantikan oleh Brigjen Zainal Abidin,

dan masyarakat menaruh harapan kepada Kapolda yang baru agar dapat mempertahankan,

meneruskan kebijakan dan kiprah Brigjen Nanan. Tentu ini menjadi tantangan yang tidak ringan

buat Kapolda yang baru untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

kepolisian. Dan semoga Brigjen Zainal Abidin sebagai Kapolda baru mampu melaksanakan

tugasnya dengan baik.

Selanjutnya penulis buku ini sendiri pernah berdiskusi dengan Brigjen Nanan, di mana

diskusi yang sebagian besar membicarakan tentang Pilkada ini menghasilkan suatu obsesi

bersama yang dihimpun dari keinginan masyarakat mengenai kepimpinan untuk daerah

Kalimantan Barat, menurut saya obsesi tersebut merupakan sesuatu yang luar biasa berdampak

positif bagi daerah apabila ada pemimpin yang memang sesuai dengan obsesi tersebut. Semoga

Kalimantan Barat dapat lebih baik ke depannya dengan memiliki pemimpin yang benar-benar

peduli terhadap kemajuan daerah.

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie

Page 13: Bab 28,29,30 Syarif Ibrahim Alqadrie

Oleh Muhamad Sadikin Program Studi Ilmu PemerintahanNIM E42010048

TUGAS MERESUME, MEMBUAT ABSTRAK, DAN MEMBERIKAN TANGGAPAN

NAMA : MUHAMAD SADIKIN

NIM : E4 2010 048

MATA KULIAH : Teori Pembangunan

Dosen : Prof. Syarif Ibrahim Alqadrie, M.Sc

PRODI : Ilmu Pemerintahan

KELAS / SEMESTER : A / IV

JUDUL BUKU : “Teori Pembangunan”, pengarang Björn

Hettne

TUGAS : Meresume, Membuat Abstrak, dan

Memberikan Tanggapan pada halaman

81 - 133

TANGGAL MULAI : 6 Juni 2012

TANGGAL DIKUMPULKAN : 13 Juni 2012

Meresume Bab XXVIII, XXIX, & XXXdari buku “Matahari akan Terbit di Barat” pengarang Syarif Ibrahim Alqadrie