BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS...

14
19 BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Penelitian ini berusaha mengkaji sejauhmana kemampuan usaha tape ketan sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Adapun teori-teori yang terkait dengan konteks studi ini adalah pengembangan ekonomi lokal dan usaha kecil. Namun, sebelumnya akan dipaparkan pula mengenai teori Community Economic Development terkait dengan kondisi usaha tape ketan yang merupakan kegiatan ekonomi yang tumbuh dari komunitas di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur. 2.1 Community Economic Development (CED) merupakan pendekatan yang tidak semata- mata hanya menekankan kepada tujuan-tujuan ekonomi, tetapi berusaha memadukan semua aspek yang mendukung kehidupan manusia, untuk mencapai tujuan hidup yang lebih seimbang terutama dikaitkan dengan kebahagiaan berkenaan dengan penghargaan yang diterima sebagai manusia seutuhnya (Sen, 1999). Community Economic Development CED merupakan proses dimana masyarakat dapat memprakarsai dan menghasilkan solusi mereka sendiri pada persoalan-persoalan mereka bersama dan dengan cara demikian membangun kapasitas masyarakat jangka panjang dan membangun perkembangan dan keterpaduan sasaran-sasaran ekonomi, sosial, dan lingkungan (Roseland, 1998). Definisi lain menyebutkan bahwa CED merupakan tindakan yang diambil oleh komunitas lokal untuk menyediakan kesempatan ekonomi dan meningkatkan kondisi sosial secara berkelanjutan (wikipedia.org). CED adalah proses sosial yang berpusat terhadap komunitas yang menggabungkan antara pengembangan sosial dan ekonomi untuk membantu perkembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya suatu komunitas. CED merupakan alternatif untuk pengembangan ekonomi konvensional, yang memiliki prinsip: “…masalah yang dihadapi komunitas adalah pengangguran,

Transcript of BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS...

Page 1: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

19

BAB 2

USAHA KECIL DALAM KONTEKS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

Penelitian ini berusaha mengkaji sejauhmana kemampuan usaha tape ketan

sebagai motor penggerak pengembangan ekonomi lokal di Kecamatan Cibeureum,

Cibingbin, dan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Adapun teori-teori yang terkait dengan

konteks studi ini adalah pengembangan ekonomi lokal dan usaha kecil. Namun,

sebelumnya akan dipaparkan pula mengenai teori Community Economic Development

terkait dengan kondisi usaha tape ketan yang merupakan kegiatan ekonomi yang tumbuh

dari komunitas di Kecamatan Cibeureum, Cibingbin, dan Cigugur.

2.1

Community Economic Development (CED) merupakan pendekatan yang tidak semata-

mata hanya menekankan kepada tujuan-tujuan ekonomi, tetapi berusaha memadukan

semua aspek yang mendukung kehidupan manusia, untuk mencapai tujuan hidup yang

lebih seimbang terutama dikaitkan dengan kebahagiaan berkenaan dengan penghargaan

yang diterima sebagai manusia seutuhnya (Sen, 1999).

Community Economic Development

CED merupakan proses dimana masyarakat dapat memprakarsai dan

menghasilkan solusi mereka sendiri pada persoalan-persoalan mereka bersama dan

dengan cara demikian membangun kapasitas masyarakat jangka panjang dan

membangun perkembangan dan keterpaduan sasaran-sasaran ekonomi, sosial, dan

lingkungan (Roseland, 1998).

Definisi lain menyebutkan bahwa CED merupakan tindakan yang diambil oleh

komunitas lokal untuk menyediakan kesempatan ekonomi dan meningkatkan kondisi

sosial secara berkelanjutan (wikipedia.org). CED adalah proses sosial yang berpusat

terhadap komunitas yang menggabungkan antara pengembangan sosial dan ekonomi

untuk membantu perkembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya suatu

komunitas. CED merupakan alternatif untuk pengembangan ekonomi konvensional,

yang memiliki prinsip: “…masalah yang dihadapi komunitas adalah pengangguran,

Page 2: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

20

kemiskinan, kesempatan kerja yang rendah, degradasi lingkungan dan rendahnya kontrol

komunitas, sehingga perlu ditangani melalui jalan partisipatif dan menyeluruh”. Jadi

dapat dikatakan bahwa CED adalah proses dimana orang yang tinggal di dalam suatu

komunitas bekerja bersama untuk menciptakan keragaman dan keberlanjutan ekonomi

lokal.

2.1.1 Pendekatan Community Economic Development

Terdapat 3 pendekatan yang berbeda dalam CED (Boothroyd P. and Davis H.C,

1999), yaitu:

1. Pendekatan Peningkatan Pertumbuhan (CED)

Dalam pendekatan ini, CED dipandang sebagai sinonim dengan peningkatan

pertumbuhan dalam pekerjaan, pendapatan, atau kegiatan berbasis bisnis.

Community secara sederhana dipandang sebagai tempat dimana bisnis

bersama-sama meningkatkan kepentingan mereka melalui perluasan

ekonomi. Pendekatan ini mirip dengan konsep Local Economic Development,

karena memberikan arti community sebagai tempat melakukan kegiatan

ekonomi bersama yang meningkatkan kepentingan bersama melalui

perluasan ekonomi.

2. Pendekatan Perubahan Struktural (CED)

Fokus pendekatan ini adalah pada kualitas perekonomian, dalam arti

memperhatikan stabilitas dan keberlanjutan perekonomian. Dalam

pendekatan ini beberapa perubahan struktur digunakan untuk meningkatkan

kendali lokal pada kepentingan-kepentingan stabilitas dan keberlanjutan

perekonomian.

3. Pendekatan Kebersamaan (CED)

Pendekatan ini mempertimbangkan bagaimana kekayaan (dalam arti luas)

digunakan dan didistribusikan. Penekanan pada pengembangan ekonomi

dalam suatu cara yang memperkuat masyarakat. Community dalam

pendekatan ini adalah suatu kualitas sosial/emosional dimana penduduk

Page 3: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

21

merasa terkait satu dengan yang lain. Arah dari pendekatan ini adalah untuk

menciptakan fungsi produksi dan distribusi yang adil. Pendekatan ini

memiliki kemiripan dengan konsep Community Development, karena

memberikan arti community sebagai suatu kualitas emosional yang membuat

penduduk merasa terkait satu sama lain.

2.2

Konsep PEL adalah konsep yang timbul setelah melihat akibat dari penerapan konsep

development from above dimana industri asing dapat cepat masuk tetapi dapat juga cepat

pergi apabila keadaan sudah tidak menguntungkan lagi bagi mereka, dan

mempertimbangkan perekonomian yang lebih terbuka sehingga konsep development

from below menjadi sulit diterapkan (Nurzaman, 2002).

Pengembangan Ekonomi Lokal

2.2.1 Pengertian Pengembangan Ekonomi Lokal

Terdapat berbagai definisi dan pengertian mengenai pengembangan ekonomi

lokal (PEL). Salah satunya, PEL didefinisikan sebagai suatu konsep dimana wilayah

memanfaatkan sumber daya alam, tenaga kerja, investasi, kewirausahaan, transportasi,

komunikasi, teknologi, pasar, kondisi ekonomi, dan kapasitas pemerintah lokal dalam

mengembangkan wilayahnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa fokus utama dari PEL

adalah pengembangan potensi sumber daya fisik dan masyarakat lokal ditekankan untuk

menciptakan kesempatan kerja dan merangsang aktivitas-aktivitas perekonomian baru

(Blakely, 1994). Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya

pada kebijakan “endogenous development” menggunakan potensi sumber daya manusia,

institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses

pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan

kegiatan ekonomi.

Sementara itu, The World Bank (2001) mendefinisikan PEL sebagai proses

dimana publik, sektor usaha dan non-pemerintah bekerja sama untuk menciptakan

kondisi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih baik.

Page 4: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

22

Pelaksanaan PEL berarti bekerja secara langsung untuk membangun kekuatan ekonomi

di seluruh wilayah lokal untuk meningkatkan masa depan perekonomian dan kualitas

hidup penduduknya. Mengutamakan ekonomi lokal sangat penting karena komunitas

saat ini bergantung kepada kemampuan mereka untuk mengadopsi perubahan yang cepat

dan lingkungan pasar kompetitif yang berkembang.

Walaupun sama-sama untuk kepentingan lokal, PEL berbeda dari development

from below dalam sikapnya terhadap dengan hubungan luar. Dalam development from

below, hubungan dengan luar dibatasi. Dalam PEL, adanya hubungan dengan pihak luar

diangap sebagai kenyataan yang ada dan dimanfaatkan untuk kepentingan lokal

(Nurzaman, 2002).

2.2.2 Tujuan Pengembangan Ekonomi Lokal

Konsep PEL bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan, menciptakan

kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan, PEL juga bisa menjadi bagian integral

dari upaya pembangunan daerah melalui peningkatan daya saing kolektif, penciptaan

peluang-peluang baru, dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Sementara

menurut Blakely (1989), tujuan dari PEL adalah meningkatkan jumlah dan ragam

kesempatan kerja yang ada bagi penduduk. PEL berorientasi proses yang melibatkan

pembentukan lembaga-lembaga baru, pengembangan industri-industri alternatif,

peningkatan kapasitas pekerja yang ada, mengidentifikasikan pasar-pasar baru, transfer

pengetahuan dan pemupukan perusahaan-perusahaan baru.

Menurut The World Bank (2001), tujuan dari PEL adalah untuk membangun

kapasitas ekonomi dalam suatu wilayah dalam rangka meningkatkan masa depan

perekonomian dan kualitas hidup seluruh masyarakatnya. Hal ini merupakan proses

dimana publik, sektor swasta dan non-pemerintahan bekerja bersama-sama untuk

menciptakan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.

Namun, tujuan dari PEL ini tidak semata-mata hanya menekankan kepada

pencapaian perekonomian yang tinggi dengan memberdayakan potensi lokal seperti

sumber daya alam dan manusia, institusional, serta fisik setempat, tetapi juga terbinanya

Page 5: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

23

kemitraan dan kerjasama yang baik berbagai pihak, yaitu pemerintah, organisasi-

organisasi lokal serta pihak swasta.

Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai satu tujuan, yaitu

meningkatkan jumlah dan variasi peluang kerja tersedia untuk penduduk setempat.

Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan kelompok masyarakat dituntut untuk

mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja.

2.2.3 Pendekatan Pengembangan Ekonomi Lokal

Terdapat lima pendekatan dasar PEL yaitu:

• Pendekatan klaster

• Pendekatan kemitraan publik swasta

• Pendekatan usaha kecil

• Pendekatan regional, dan

• Pendekatan rantai nilai

Pendekatan-pendekatan PEL ini sangat bergantung terhadap potensi, peluang,

serta kendala yang dimiliki setiap daerah. Dari kelima pendekatan PEL yang ada, usaha

kecil disebut sebagai salah satu inisiator dalam PEL.

Pilar utama pendekatan usaha kecil adalah penciptaan iklim bisnis yang kondusif

termasuk kemudahan-kemudahan dalam perijinan, pemberian insentif yang produktif

dan peningkatan akses pengusaha kecil kepada modal dan teknologi tepat guna. Dengan

demikian, inovasi dapat dilakukan, investasi swasta dapat ditingkatkan dan lapangan

kerja dapat tercipta.

2.3

Keberadaan usaha kecil merupakan konsekuensi dari perubahan sistem perekonomian

yang mengandalkan sektor pertanian menuju basis ekonomi non-pertanian. Di Indonesia

khususnya, begitu banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya terhadap usaha

kecil (Sjaifudian dkk, 1995).

Usaha Kecil

Page 6: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

24

Sementara itu, belajar dari negara seperti USA, statistik menunjukkan bahwa

ternyata bisnis kecil, dan bukan perusahaan raksasa, yang merupakan tulang punggung

perekonomian lokal. Dua-per-tiga dari seluruh pekerjaan baru diciptakan oleh

perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 20 orang (Morris, 1993).

2.3.1 Pengertian Usaha Kecil

Mengenai pengertian usaha kecil ternyata sangat bervariasi, di satu negara

berlainan dengan negara lainnya. Misalnya usaha kecil di United Kingdom adalah suatu

usaha apabila jumlah karyawannya antara 1-200 orang; di Jepang antara 1-300; di USA

antara 1-500 orang.

Menurut Biro Pusat Statistik RI, usaha kecil didefinisikan sebagai kegiatan

manufaktur dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang, dengan modal kurang dari Rp 20

juta, dan modal maksimum untuk satu siklus produksi Rp 25 juta (Bank Indonesia).

Pada tahun 1991 Dinas Perindustrian dan Perdagangan menyusun rumusan

pengelompokkan usaha yaitu untuk usaha kecil dan kerajinan didefinisikan sebagai

kelompok usaha dengan teknologi madya (tradisional), merupakan organisasi padat

karya, dengan kekayaan keseluruhan tidak lebih dari Rp 600 juta, investasi per pekerja

tidak lebih dari Rp 625 ribu, dan investasi peralatan (tidak termasuk tanah, gedung, dan

pembangkit tenaga listrik) tidak lebih dari Rp 300 juta. Sedangkan Bank Indonesia

menentukan batas tertinggi dari investasi, di luar tanah dan bangunan, sebesar Rp 600

juta bagi pengertian usaha kecil.

Dinas Koperasi dan PKK (1995) mengeluarkan buku yang didalamnya

disebutkan bahwa golongan usaha kecil dalam kenyataannya adalah sangat heterogen

karena meliputi berbagai kegiatan sektor ekonomi, seperti: pertanian, peternakan,

perikanan usaha pengolahan, konstruksi angkutan, perdagangan dan jasa.

Anderson (1987) mengemukakan definisi pengelompokan kegiatan usaha

ditinjau dari jumlah pekerja seperti tergambar pada tabel 2.1

Page 7: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

25

Tabel 2.1 Pengelompokkan Kegiatan Usaha Ditinjau dari Jumlah Pekerja

Usaha - Kecil I – kecil

- Kecil II – kecil 1-9 pekerja

10-19 pekerja Usaha Menengah Besar – kecil

Kecil – menengah Menengah – menengah Besar – menengah

100-199 pekerja 201-499 pekerja 500-999 pekerja

1000-1999 pekerja Usaha Besar ………………………………. > 2000 pekerja

Sumber: Anderson, Tommy D. (1987), Profit in Small Firms, School of Economics University of Gothenberg, Sweden dalam Tiktik dan Rachman, 2004.

Namun, terlepas definisi masing-masing sektor, sebagai payung institusi yang

ada yakni UU. No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, didefinisikan bahwa usaha kecil

adalah:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar

c. Milik warga Negara Indonesia

d. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang

dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan

Usaha Menengah atau Usaha Besar.

e. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum,

atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

2.3.2 Kriteria Umum Usaha Kecil

Kendati terdapat beberapa definisi mengenai usaha kecil, namun agaknya usaha

kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam, yaitu:

1. Banyak berlokasi di pedesaan, sub-urban dan kota-kota kecil. Kegiatan usaha

kecil lebih berorientasi ke sektor pertanian (Tambunan, 1993).

2. Dilihat menurut golongan usaha tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari

seluruh usaha kecil bergerak pada kelompok usaha makanan, minuman dan

tembakau.

Page 8: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

26

3. Pelaku adalah rakyat dengan status sosial ekonomi rendah, khususnya dalam

bidang pendidikan.

4. Sumber tenaga kerja dari lingkungan keluarga atau lingkungan sosial budaya

setempat.

5. Tidak adanya pembagian tugas kerja yang jelas antara bidang administrasi

dan operasi. Kebanyakan usaha kecil dikelola oleh perorangan yang

merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta

memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabar dekatnya.

6. Rendahnya akses usaha-usaha kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal

sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari

modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang

perantara, bahkan rentenir.

7. Memiliki kemampuan terbatas dalam menerapkan teknologi, atau teknologi

sederhana atau tradisional.

8. Interaksi usaha atau bisnis sangat terbatas antara sektor hulu dan hilir.

9. Usaha kecil umumnya memiliki prinsip asal dapat berjualan dengan “aman”

saja sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar,

dan modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja

(Kuncoro, 2003). Dengan tingkat keuntungan yang sangat rendah, usaha

kecil lebih merupakan upaya bertahan hidup.

2.3.3 Peranan Usaha Kecil

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, usaha kecil dianggap memiliki

peranan penting. Hal ini dikarenakan kondisi sebagian besar penduduk Indonesia yang

masih berpendidikan rendah dan menggantungkan hidupnya kepada kegiatan usaha

kecil, baik yang bersifat tradisional maupun modern. Usaha kecil menengah (UKM)

dapat dikatakan tulang punggung perekonomian nasional, dapat dilihat dari besarnya

kontribusi kegiatan UKM terhadap perekonomian, dimana tahun 2003 mencapai 57%

dari total produk domestik bruto (PDB).

Page 9: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

27

Dalam konstelasi inilah, perhatian untuk menumbuhkembangkan usaha kecil

dilandasi oleh alasan:

1. Usaha kecil menyerap banyak tenaga kerja. Kecenderungan menyerap banyak

tenaga kerja umumnya membuat banyak usaha kecil juga intensif dalam

menggunakan sumber daya alam lokal. Dari sisi kebijakan, usaha kecil jelas

perlu mendapat perhatian karena tidak hanya memberikan penghasilan bagi

sebagian besar angkatan kerja di Indonesia, namun juga merupakan ujung

tombak dalam upaya pengentasan kemiskinan. Bisa dikatakan, usaha kecil

berfungsi sebagai strategi mempertahankan hidup di tengah krisis moneter.

2. Usaha kecil memegang peranan penting dalam ekspor non-migas, yang pada

tahun 1990 mencapai USS 1.031 juta atau menempati ranking kedua setelah

ekspor dari kelompok aneka industri.

Sementara dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

secara tegas menyatakan tujuan pemberdayaan usaha kecil adalah:

1. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang

tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.

2. Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional,

perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan

dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung

serta memperkokoh struktur perekonomian nasional.

2.3.4 Fungsi Usaha Kecil

Usaha kecil memiliki beberapa fungsi penting dalam perekonomian Indonesia,

yaitu:

1. Usaha kecil tidak hanya menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen

yang berdaya beli rendah, tetapi juga bagi konsumen perkotaan lain yang

berdaya beli tinggi. Selain itu, usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau

jasa bagi usaha menengah dan besar, termasuk pemerintah lokal.

2. Usaha kecil mampu menyediakan kesempatan kerja dan sumber pendapatan.

Page 10: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

28

3. Usaha kecil dapat memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan usaha.

4. Usaha kecil memiliki peran yang cukup penting dalam penghasilan devisa negara

melalui usaha pakaian jadi (garmen), barang-barang kerajinan termasuk mebel

dan pelayanan bagi turis.

5. Usaha kecil mempunyai peran strategis yang mengantarai kebijakan pemerintah

untuk mengembangkan sektor usaha berdasrkan teknologi canggih dan kebijakan

pengentasan kemiskinan.

2.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Usaha Kecil

Dalam kegiatan suatu usaha, diperlukan penggunaan faktor produksi untuk

menghasikan output. Selanjutnya, diperlukan proses pemasaran untuk mendistribusikan

output yang dihasilkan tersebut.

1. Faktor Produksi, yang meliputi tenaga kerja, bahan baku, modal, alat produksi

dan teknologi, jiwa wirausaha dan kemampuan manajerial pengusaha.

a. Tenaga Kerja

Faktor tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

menentukan terhadap kinerja usaha kecil dan kelangsungannya di masa depan.

Hal ini dapat tercermin dari kualitas dan kuantitas tenaga kerja dalam suatu

usaha kecil. (Tambunan, 2002). Jumlah tenaga kerja yang proporsional penting

untuk menentukan tingkat produktivitas dan efisiensi produksi. Sedangkan jika

dilihat dari sisi kualitas, proses produksi dalam usaha kecil umumnya masih

sederhana sehingga tidak memiliki prasyarat tenaga kerja berketerampilan tinggi.

Tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan apapun bahkan masih dapat

dengan mudah masuk ke usaha kecil.

b. Bahan Baku

Pengadaan bahan baku sering menjadi persolaan yang dihadapi usaha kecil dan

menghambat proses produksi. Persoalan bahan baku sendiri dapat dilihat dari

ketersediaannya (kualitas dan kuantitas) serta harganya. Selain itu, sumber bahan

Page 11: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

29

baku juga menjadi faktor yang penting dalam kegiatan produksi usaha kecil.

Dalam rangka pengembangan ekonomi lokal, bahan baku yang digunakan

ditekankan berasal dari lokal (local oriented). Hal ini dimaksudkan agar

multiplier effect pengembangan usaha akan jatuh ke wilayahnya sendiri yang

selanjutnya akan diikuti oleh terciptanya pendapatan dan pekerjaan dari sektor

lain dan pada akhirnya mampu meningkatkan perekonomian secara makro dan

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut (Supratikno

H, 1994 dalam Perkasa, 2005).

c. Modal

Modal adalah salah satu faktor penting dalam suatu usaha dan sering menjadi

faktor penghambat dalam perkembangan usaha karena akan mempengaruhi

kegiatan produksi dan pemasaran. Usaha kecil umumnya memulai proses

produksi dengan menggunakan modal sendiri (tabungan keluarga atau menjual

harta bendanya) dan jumlahnya pun masih relatif kecil. Sumber keuangan lain

yang biasa digunakan usaha kecil adalah sumber-sumber keuangan informal

seperti pinjaman keluarga/saudara, pembeli atau bandar, serta pemasok bahan

baku dan rentenir. Dengan ketersediaan modal ini diharapkan seluruh aspek yang

terkait dengan proses produksi dapat diperoleh dengan lancar. Kelangkaan umum

yang dialami usaha kecil mempengaruhi kemampuan dalam memperoleh bahan

baku, membayar upah dan pengadaan teknologi.

d. Alat Produksi dan Teknologi

Pada kebanyakan usaha kecil, alat produksi yang digunakan masih sederhana dan

tradisional, bahkan masih mengandalkan teknik manual dari tenaga kerja. Selain

karena faktor keterbatasan modal, penggunaan alat yang sederhana ini juga

berkaitan dengan kondisi suplai tenaga kerja yang murah dan berlimpah sehingga

mendorong pengusaha untuk lebih memilih menggunakan sistem padat karya.

Selain itu, kondisi ini juga sesuai dengan keberadaan usaha kecil yang umumnya

berada di pedesaan dan sangat kental diwarnai oleh sistem kekeluargaan dan

Page 12: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

30

kekerabatan. Di sisi lain, penggunaan alat produksi dan teknologi diharapkan

mampu meningkatkan produkstivitas dan efisiensi kerja serta daya saing produk.

e. Jiwa Kewirausahaan dan Kemampuan Manajerial

Jiwa kewirausahaan pengusaha salah satunya dapat dicirikan oleh kemampuan

melakukan inovasi dan kreasi. Inovasi dan perubahan menjadi kunci bagi

penciptaan daya saing. Kemampuan inovasi diperlukan untuk menghasilkan

produk baru, desain baru, proses produksi, pendekatan pemasaran, dan

pengelolaan sumber daya.

Sedangkan kemampuan manajerial dapat dicirikan oleh sistem pengaturan

keuangan (administrasi pembukuan) dan pembagian tugas kerja (manajemen

terhadap tenaga kerja). Pengelolaan keuangan pada usaha kecil umumnya masih

berbaur antara keuangan keluarga dengan perusahaan. Pemilik biasanya

merangkap sebagai pengelola dalam usaha kecil.

Sistem pengelolaan ini kemudian berpengaruh terhadap sulitnya akses pengusaha

terhadap sumber modal formal seperti bank karena statusnya kurang diakui dan

kurang dipercaya (Saleh, 1986).

2. Pemasaran

Pemasaran merupakan aspek yang memegang peranan penting dalam menunjang

keberlangsungan usaha kecil dimana output yang dihasilkan didistribusikan kepada

konsumen. Usaha kecil umumnya mengisi segmen pasar menengah ke bawah, seperti

makanan dan minuman tradisional, pakaian dan alat-alat rumah tangga dari kayu,

bambu, dan rotan yang lebih banyak dijual ke pasar domestik atau lokal (Tambunan,

1993).

Hasil penjualan produk yang dihasilkan dari pemasaran akan digunakan untuk

proses produksi selanjutnya. Karena itu, dibutuhkan cara, wilayah, dan teknik pemasaran

yang baik dalam menunjang penjualan produk yang tinggi.

Page 13: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

31

2.3.6 Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

Karakteristik yang melekat pada usaha kecil bisa merupakan kekuatan yang

potensial. Di sisi lain, pada kekuatan tersebut secara implisit terkandung kelemahan

yang justru menghambat perkembangan usaha kecil. Beberapa kekuatan dan kelemahan

yang dihadapi usaha kecil dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2

Kekuatan dan Kelemahan Usaha Kecil

No. Faktor Kekuatan Kelemahan 1. Sumber daya Manusia Motivasi yang kuat paling tidak

untuk mempertahankan usahanya Kemampuan melihat peluang pengembangan usaha terbatas

Suplai tenaga kerja berlimpah Ekonomi Mengandalkan sumber-sumber

keuangan informal yang mudah diperoleh

Nilai tambah yang diperoleh relatif rendah

Mengisi segmen pasar bawah yang tinggi permintaannya

Pengelolaan uang untuk konsumsi dan produksi belum terpisah Tergantung kepada modal kerja

Informasi Interaksi yang terjadi antar dan inter kelompok-kelompok usaha merupakan ajang pertukaran informasi efektif

Proses belajar dari pengalaman (keberhasilan dan kegagalan) orang lain sangat minim Distribusi informasi kepada usaha kecil sangat terbatas Budaya membaca masih minim

Lembaga Pendukung

Budaya atau kekerabatan dapat menggalang solidaritas untuk memberdayakan pengusaha kecil

Kemampuan koordinasi berdasarkan pembagian kerja masih terbatas

Lembaga kekerabatan bisa pula berfungsi sebagai sarana konsultasi sekaligus kontrol terhadap implementasi program dan intervensi

2. Program dan Intervensi Permodalan Membantu kelancaran

pengembangan usaha Kebutuhan modal berbeda-beda pada usaha yang tingkat perkembangannya juga berbeda UK menghadapi kendala administratif

Pelatihan Bermanfaat ‘sesaat’ meningkatkan produktivitas

Ketidakberlanjutan program Lamanya pelatihan perlu pula memperhatikan faktor kesiapan kelompok binaan untuk dilepas secara mandiri

Pemasaran Pola keterkaitan membuka peluang pasar

Posisi tawar yang rendah cenderung menyudutkan pengusaha kecil

Pengelompokan (aglomerasi) dalam Meningkatkan persaingan melalui tiru-

Page 14: BAB 2 USAHA KECIL DALAM KONTEKS …digilib.itb.ac.id/files/disk1/674/jbptitbpp-gdl-mayangangg-33673-3... · BAB 2 USAHA KECIL DALAM ... membangun perkembangan dan keterpad-sasaran

32

No. Faktor Kekuatan Kelemahan batas-batas tertentu memberikan keuntungan melalui penekanan ongkos produksi, meningkatkan akses ke SD

meniru akumulasi menjadi terbatas

Fungsi Kelembagaan

Budaya kekerabatan bisa menjadi institusi yang representatif bagi pengusaha kecil

Pelayanan sangat terfragmentasi dan belum memberikan peluang untuk memilih sesuai kebutuhan masing-masing jenis usaha

Meningkatkan akses kepada SD Pemasaran masih tetap menjadi kendala besar

3. Kinerja Padat Karya Jaring pengaman masalah

kelangkaan kesempatan kerja Kurang memperhatikan kualitas kesempatan kerja Sering mengandalkan tenaga kerja tak dibayar Cenderung eksploitatif terhadap tenaga kerja untuk mengejar tingkat penghasilan

Nilai Tambah Rendah

Efisien menggunakan bahan baku Proses akumulasi sulit terjadi

Lentur dan Luwes

Daya tahan hidupnya tinggi terutama dalam situasi ekonomi yang kurang memuaskan

Spesialisasi dan akumulasi terbatas

Strategi usaha jangka pendek

Proses pengembalian modal dapat cepat tercapai

Usaha bersifat sementara Kurang antisipatif terhadap dinamika ekonomi makro

Sumber: “Strategi dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil” oleh Hetifah Sjaifudian, Dedi Haryadi, dan Maspiyati 2.4

Pengembangan ekonomi lokal adalah konsep yang menekankan adanya pemanfaatan

segenap potensi lokal dalam rangka menciptakan lapangan kerja dan merangsang

pertumbuhan kegiatan ekonomi. Sejalan dengan hal ini, salah satu pendekatan yang bisa

dilakukan adalah melalui upaya pengembangan usaha kecil. Hal ini terkait dengan

kemampuan usaha kecil dalam menyerap lapangan kerja yang besar terutama penduduk

dengan latar belakang pendidikan rendah dan umumnya tidak memiliki keterampilan

tinggi. Sehingga kegiatan lokal seperti usaha kecil diharapkan mampu memberikan

dampak yang signifikan terhadap pengembangan ekonomi lokal.

Kajian Teoritis: Usaha Kecil dalam Konteks Pengembangan Ekonomi

Lokal