BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

download BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

of 57

Transcript of BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    1/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-1

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Pemahaman Terhadap Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan

    Perumahan Dan Permukiman

    2.1.1. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

    Pedoman Keserasian Kawasan Perumahan Dan Permukiman.

    Dalam mengembangkan perumahan dan kawasan permukiman, agar tercipta

    keserasian antara perumahan dan kawasan permukiman yang dapat menunjang peningkatan

    kualitas ekologis, sosial budaya, dan pertumbuhan ekonomi maka terdapat ketentuan yang

    harus diperhatikan meliputi :

    a. Klasifikasi lingkungan perumahan dan kawasan permukiman terbagi atas :

    Intensitas/kepadatan hunian yang terdiri dari rumah bersusun dan tidak bersusun.

    Bangunan yang dibangun vertical memiliki KLB >1, antara lain meliputi rumah

    susun, apartemen, dan kondonium. Sedangkan rumah tidak bersusun memiliki

    KLB

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    2/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-2

    e. hunian dan tempat memproduksi barang dan kerajinan.

    f. Bangunan campuran merupakan unit yang berorientasi pada kegiatankegiatan

    g. komersial campuran.

    Kawasan khusus.

    1. Untuk mencapai nilai tambah perumahan dan kawasan permukiman yang

    2. dikehendaki sesuai daya dukung dan karakteristik lokasi geografis di wilayah

    3. perencanakan maka dilakukan pengaturan distribusi kepadatan.

    4. Untuk mengetahui intensitas pemanfaatan lahan melalui pengaturan kepadatan

    5. paling padat unit rumah per hektar dikaitkan dengan distribusi luas lantai

    paling

    6. luas bangunan terhadap persil maupun wilayah perencanaannya. Klasifikasi

    7. intensitas pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut :

    KLB lebih besar dari 1.0 untuk rumah susun berlaku di zona perkotaan,

    pusat kota, dan pusat metro. Apabila di pedesaan dan pinggiran kota dapat

    diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.

    KLB lebih kecil dari 1.0 untuk rumah tidak susun berlaku di zona

    pedesaan dan pinggiran kota. Sedangkan di zona perkotaan, pusat kota,

    dan pusat metro dapat diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.

    KDB per persil lebih kecil dari 30% untuk rumah taman berlaku di zona

    pedesaan dan pinggiran kota. Sedangkan di zona perkotaan dan pusat kota

    diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.

    KDB per persil 30% sampai dengan 50% untuk rumah renggang berlaku

    di zona pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan. Apabila dikembangkan

    di zona pusat kota diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.

    KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah deret berlaku di

    zona perkotaan, pusat kota, dan pusat metro. Apabila dikembangkan di

    zona pinggiran Kota diizinkan namun terdapat persyaratan khusus.

    KDB per persil lebih kecil dari 50% untuk rumah susun taman hanya

    berlaku di zona pinggiran kota.

    KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah susun berlaku di

    zona pusat kota dan pusat metro, sedangkan di zona perkotaan diizinkan

    namun terdapat persyaratan khusus.

    Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keserasian perumahan dan

    kawasan permukiman, perlu diatur komposisi lahan efektif dan non efektif dengan

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    3/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-3

    pengaturan luas efektif, luas prasarana dan utilitas serta sarana. Lahan efektif merupakan luas

    total lahan perpetakan yang digunakan untuk kavling perumahan dan kawasan permukiman

    maupun fasilitas lingkungan yang bersifat komersial dan dapat dijual kepada pihak swasta

    maupun perorangan, sedangkan lahan non efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang

    digunakan untuk prasarana, sarana, dan utilitas lingkungan perumahan, termasuk fasilitas

    umum dan fasilitas sosial yang bersifat non komersial, dapat diserahkan ke pemerintah.

    Ketentuan luas lahan efektif meliputi :

    Luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas lahan efektif

    paling besar 70%;

    Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas lahan efektif paling

    besar 60%;

    Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas lahan efektif paling besar

    55%.

    Ketentuan luas prasarana dan utilitas meliputi :

    Untuk luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas

    prasarana dan utilitas paling besar 25%;

    Untuk luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas prasarana dan

    utilitas paling besar 30%;

    Untuk luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas prasarana dan utilitas

    paling besar 30%.

    Ketentuan luas sarana meliputi:

    1. Luas wilayah perencanaan paling kecil atau sama dengan 25 ha, maka luas sarana

    paling kecil 5%;

    2. Luas wilayah perencanaan 25 sampai dengan 100 ha, maka luas sarana paling kecil

    10%;

    3.

    Luas wilayah perencanaan lebih besar dari 100 ha, maka luas sarana paling kecil

    15%.

    Dalam rangkan pengadaan perumahan pemerintah menyediakan sistem subsidi silang,

    dimana kelompok rumah mewah dan menengah memberikan subsidi kepada kelompok

    masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) guna mendapatkan tempat tinggal yang layak

    huni. Sistem ini juga berlaku di kawasan perumahan susun agar terbentuk lingkungan hunian

    berimbang di perumahan dan kawasan permukiman dari segala kelompok. Selain penyediaan

    sistem, pemerintah juga melakukan pengaturan peruntukan meliputi :

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    4/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-4

    Pada zona lindung tidak diizinkan untuk rumah mewah, rumah menengah, dan rumah

    sederhana.

    Pada zona perdesaan, zona pinggiran kota, zona perkotaan, zona pusat kota, dan zona

    pusat metro diizinkan untuk rumah mewah, rumah menengah, dan rumah sederhana.

    Pada zona perdesaan diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah

    sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, dan rumah susun taman, tetapi tidak

    diizinkan membangun rumah deret dan rumah susun dengan KDB tinggi.

    Pada zona pinggiran kota diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan

    rumah sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, dan rumah susun taman, serta

    tidak diizinkan membangun rumah susun dengan KDB tinggi, namun untuk rumah deret

    diizinkan dengan persyaratan khusus.

    Pada zona perkotaan diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah

    sederhana meliputi rumah taman, rumah renggang, rumah deret, rumah susun taman, dan

    rumah susun dengan KDB tinggi.

    Pada zona pusat kota diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah

    sederhana meliputi rumah renggang, rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun

    dengan KDB tinggi.

    Pada zona pusat metro diizinkan untuk tipe rumah mewah, rumah menengah, dan rumah

    sederhana meliputi rumah deret, rumah susun taman, dan rumah susun dengan KDB

    tinggi.

    Pada zona preservasi dengan ketentuan khusus.

    2.1.2. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 34 Tahun 2006 Tentang

    Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana Dan Utilitas

    (PSU) Kawasan Perumahan.

    Pola Penanganan Keterpaduan PSU merupakan acuan di dalam penyelenggaraan

    Keterpaduan PSU melalui :

    Pembangunan perumahan dan kawasan permukiman skala besar yang terencana secara

    menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang dapat dilaksanakan secara bertahap.

    Pembangunan kawasan khusus, yaitu pada bagian wilayah dalam propinsi dan/ atau

    Kabupaten/ Kota untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti

    industri, perbatasan, nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar

    budaya, dan rawan bencana.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    5/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-5

    Peningkatan kualitas permukiman berupa kegiatan pemugaran, perbaikan dan

    peremajaan dan mitigasi bencana..

    Komponen PSU dalam Kawasan perumahan dan lingkungan permukiman adalah

    sebagai berikut :

    Dalam menangani keterpaduan PSU, pemerintah memiliki upaya untuk membantu

    memecahkan permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan perumahan yang

    sudah terbangun yang disebut sebagai upaya preventif, sehingga akan terwujud lingkungan

    kawasan perumahan yang sehat, dan berwawasan lingkungan. Ketentuan Penanganan

    preventif sebagai berikut:

    Penanganan PSU di kawasan perumahan yang baru.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    6/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-6

    Upaya keterpaduan preventif dilaksanakan seluruh pemangku kepentingan yang akan

    maupun kawasan khusus, dengan fasilitasi pemerintah kabupaten/kota untuk

    menghindari permasalahan ketidakterpaduan PSU pada saat penghunian dan

    perkembangannya di masa yang akan datang..

    Keterpaduan secara preventif ini dilakukan secara berkelanjutan mulai sejak saat

    penentuan lokasi, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, pengelolaan, dan

    pengendalian.

    Penanganan keterpaduan PSU kawasan ini juga dilaksanakan dengan memperhatikan

    kawasan disekitarnya.

    Selain preventif, pemerintah juga menagdakan upaya penanganan kuratif yaitu upaya

    untuk membantu memecahkan permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan

    perumahan yang sudah terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan

    yang sehat, dan berwawasan lingkungan. Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:

    Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan PSU.

    Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk bersama memecahkan

    permasalahan adalah instansi Pemerintah Kabupaten/ Kota, pihak swasta (pengembang),

    pihak masyarakat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

    Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu diselesaikan ditingkat

    pemerintah kabupaten/ kota, maka dapat diselesaikan ditingkat propinsi atau tingkat pusat.

    Bantuan pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di kawasan perumahan, oleh pemerintah

    propinsi maupun pemerintah pusat dapat berupa fasilitasi ataupun pemberian bantuan

    stimulan PSU. Langkah-langkah dalam penanganan kuratif adalah sebagai berikut :

    Selain preventif, pemerintah juga menagdakan upaya penanganan kuratif yaitu upaya

    untuk membantu memecahkan permasalahan prasarana sarana dan utilitas, pada kawasan

    perumahan yang sudah terbangun, sehingga akan terwujud lingkungan kawasan perumahan

    yang sehat, dan berwawasan lingkungan. Keterpaduan PSU secara kuratif dilaksanakan oleh:

    Pemerintah Kabupaten/Kota, yang mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan PSU.

    Pihak lain yang terlibat dalam keterpaduan PSU untuk bersama memecahkan

    permasalahan adalah instansi Pemerintah Kabupaten/ Kota, pihak swasta (pengembang),

    pihak masyarakat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.

    Jika permasalahan ketidakterpaduan PSU, tidak mampu diselesaikan ditingkat

    pemerintah kabupaten/ kota, maka dapat diselesaikan ditingkat propinsi atau tingkat pusat.

    Bantuan pemecahan permasalahan PSU yang terjadi di kawasan perumahan, oleh pemerintah

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    7/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-7

    propinsi maupun pemerintah pusat dapat berupa fasilitasi ataupun pemberian bantuan

    stimulan PSU. Langkah-langkah dalam penanganan kuratif adalah sebagai berikut :

    1. Identifikasi permasalahan atau peta masalah, dilakukan melalui diskusi keterpaduan PSU

    dengan pemangku kepentingan di pemerintah kabupaten/ kota. Diskusi bisa difasilitasi

    oleh pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi.

    2. Dari peta masalah, selanjutnya disusun rencana tindak (action plan), berisi :

    permasalahan, peta pelaku dan pembagian tanggung jawab, skenario penataan kawasan

    dan jadwal kegiatan, skema pembiayaan, perencanaan teknis, penganggaran, dan

    peningkatan kapasitas kelembagaan, rencana pelaksanaan dan pengelolaan yang diproses

    dan disepakati oleh pelaku.

    2.1.3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman

    Penyerahan Prasarana, Sarana Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di

    Daerah.

    Tujuan Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan kawasan

    permukiman dari pengembang kepada pemerintah daerah adalah menjamin keberlanjutan

    pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas di lingkungan perumahan dan

    kawasan permukiman. Prinsip dari penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas perumahan dan

    kawasan permukiman berdasarkan azas keterbukaan, akuntabilitas, kepastian hukum,

    keterpihakan, dan keberlanjutan.

    Pada dasarnya, perumahan terbagi atas perumahan tidak bersusun dan rumah

    bersusun. Perumahan tidak bersusun berupa kelompok rumah berlantai satu atau dua yang

    berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian. Sedangkan rumah susun berupa

    bangunan gedung bertingkat dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

    distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

    satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama

    untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-

    bersama.

    Keberadaan prasarana harus terdapat di lingkungan perumahan dan kawasan

    permukiman yang berupa jaringan jalan, saluran pembuangan air limbah, saluran

    pembuangan air hujan, dan persampahan. Begitu juga dengan keberadaan sarana yang berupa

    sarana perniagaan, sarana pelayanan umum dan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana

    kesehatan, sarana peribadatan, sarana rekreasi dan olah raga, sarana pemakaman, sarana

    pertamanan dan ruang terbuka hijau, dan sarana parkir. Hal ini juga berlaku untuk keberadaan

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    8/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-8

    utilitas yang meliputi jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi,

    pemadam kebakaran, dan sarana penerangan jasa umum. Untuk kawasan developer

    penyediaan parasarana, sarana, dan utilitas diserahkan kepada pengembang/ developer

    dengan ketentuan meliputi paling lambat 1 (satu) tahun setelah masa pemeliharaan dan sesuai

    dengan rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah daerah secara tapak dilakukan

    sesuai proses tahapan pembangunan. Sedangkan penyerahan prasarana dan sarana oleh

    pemerintah kepada pengembang untuk rumah tidak bersusun berupa tanah siap bangun yang

    berada dalam satu lokasi dan di luar hak milik atas satuan rumah susun. Selain itu,

    penyerahan juga berupa bangunan.

    Persyaratan pemerintah daerah melakukan penyerahan apabila pengembang

    memenuhi syarat yang meliputi:

    a. Syarat umum,

    Lokasi prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan rencana tapak yang sudah

    disetujui oleh pemerintah daerah;

    Sesuai dengan dokumen perijinan dan spesifikasi teknis bangunan.

    b. Syarat teknis sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

    c. Syarat administrasi,

    Dokumen rencana tapak yang telah disetujui oleh pemerintah daerah;

    Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) bagi bangunan yang dipersyaratkan;

    Ijin Penggunaan Bangunan (IPB) bagi bangunan yang dipersyaratkan; dan

    Surat pelepasan hak atas tanah dari pengembang kepada pemerintah daerah.

    2.1.4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan

    Permukiman

    Penataan perumahan dan pemukiman menurut Undang-Undang perumahan dan

    kawasan permukiman berdasarkan pada asas kesejahteraan, keadilan dan pemerataan,

    kenasionalan, koefisienan dan kemanfaatan, keterjangkauan dan kemudahan, kemitraan,

    keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, kesehatan, kelestarian dan keberlanjutan, serta

    keselamatan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan. Penataan perumahan dan kawasan

    permukiman memiliki tujuan sebagai berikut:

    a. Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggraan perumahan dan kawasan

    permukiman guna memenuhi kebutuhan rumah;

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    9/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-9

    b. Mendukung penataan dan penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan

    lingkungan hunian;

    c. Meningkatkan hasil sumber daya guna alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap

    memperhatikan kelestarian lingkungan;

    d. Memberdayakan pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan

    permukiman;

    e. Menunjang pembangunan bidang ekonomi, sosial, dan budaya;

    f. Menjamin terwujudnya rumah layak huni dan terjangkau dengan lingkungan yang sehat,

    aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan keberlanjutan.

    Menurut peraturan perundang-undangan, perumahan merupakan kumpulan rumah

    sebagai bagian dari permukiman dengan dilengkapi prasarana, sarana, dan utilitas umum.

    Untuk kawasan permukiman merupakan bagian dari lingkungan di luar kawasan lindung

    sebagai lingkungan hunian.

    Dalam penyelenggaran perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah wajib

    melakukan pembinaan yang meliputi menetapkan kebijakan tentang pemanfaatan hasil

    teknologi bidang perumahan dan kawasan permukiman, pengelolaan Kasiba dan Lisba,

    memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat,

    menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi, mendorong penelitian

    pengembangan penyelenggraan perumahan dan kawasan permukiman, melakukan sertifikasi

    dan administrasi lainnya terhadap badan penyelenggaran perumahan, dan menyelenggarakan

    pelatihan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

    Penyelenggaran perumahan meliputi:

    a. Perencanaan perumahan, yang terdiri dari :

    Perencanaan dan perancangan rumah, baik rumah komersial, umum, swadaya,

    khusus, dan rumah negara guna menciptakan rumah yang layak huni, mendukung

    uoaya pemebuhan kebutuhan rumah oleh masyarakat dan pememrintah, dan

    meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur.

    Perencanaan prasarana, sarana, sarana, utilitas umum yang meliputi rencana

    penyediaan kaveling tanah untuk perumahan sebagai bagian dari permukiman dan

    rencana kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan. Penyediaan

    kavling tanah untuk meningkatkan hasil guna tanah bagi kavling siap bangun.

    b. Pembangunan perumahan. Pembanguan perumahan skala besar terdiri dari hunian

    berimbang seperti rumah sederhana, menengah, dan mewah. Tanggung jawab

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    10/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-10

    pemerintah diberikan kepada pembangunan rumah umum, khusus, dan Negara melalui

    lembaga yang ditugaskan. Pembangunan perumahan meliputi :

    Pembangunan rumah dan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

    Peningkatan kualitas perumahan. Pengembangan teknologi dan rancang bangunan yang ramah lingkungan.

    c. Pemanfaatan perumahan yang meliputi pemanfaatan rumah, pemanfaatan dan pelestarian

    prasarana dan sarana perumahan, dan pelestarian perumahan.

    d. Pengendalian perumahan

    Untuk penyelenggara kawasan permukiman berfungsi untuk memenuhi hak orang

    atas tinggal dan mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian sesuai

    rencana tata ruang. Penyelenggara kawasan permukiman di perkotaan maupun pedesaan

    dapat melalui:

    1. Pengembangan yang telah ada dengan meningkatkan potensi lingkungan hunian melalui

    fungsi kota, meningkatkan pelayanan lingkungan hunian, keberadaan prasarana, sarana,

    dan utilitas umum, tanpa menambah tumbuhnya lingkungan hunian yang tidak terencana

    atau permukiman kumuh.

    2. Pembangunan lingkungan hunian baru melalui penyediaan lokasi permukiman, prasarana,

    sarana, dan utilitas umum. Pembangunan kembali berfungsi untuk memulihkan fungsi

    lingkungan hunian perkotaan dan pedesaan sesuai rencana tata ruang dengan persyaratan

    sebagai berikut :

    Kesesuaian dnegan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah

    provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota.

    Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan

    dan tidak membahayakan penghuni.

    Tingkat kepadatan bangunan.

    Kualitas bangunan.

    Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

    3. Pembangunan kembali dapat dilakukan dengan rehabilitasi, rekonstruksi, dan peremajaan.

    Untuk melakukan penanganan terhadap perumahan dan kawasan permukiman kumuh

    dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas dan pencegahan. Pencegahan yang dilakukan

    berfungsi untuk mengendalikan kepadatan bangunan, penurunan kualitas perumahan,

    permukiman, sarana, dan prasarana serta pembangunan rumah yang tidak sesuai dengan

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    11/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-11

    rencana tata ruang. Pencegahan dapat dilakukan melalui pengawasan dan pemberdayaan

    masyarakat.

    Untuk peningkatan kualitas terhadap perumahan dan kawasan permukiman kumuh

    dapat dilakukan melalui:

    Pemugaran menjadi permukiman yang layak huni,

    Peremajaan untuk mewujudkan kondisi perumahan dan kualitas permukiman yang lebih

    baik atau meningkatkan kualitas rumah dengan terlebih dahulu menyediakan tempat

    tinggal bagi masyarakat yang terdampak.

    Permukiman kembali yang dilakukan untuk memindahkan masyarakat yang terdampak

    dari lokasi yang tidak mungkin dibangun kembali karena tidak sesuai dengan rencana

    tata ruang dengan lokasi yang telah ditetapkan pemerintah.

    2.1.5. Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Tentang

    Pedoman Identifikasi Kawasan Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan.

    Sebelum melakukan penanganan perumahan dan kawasan permukiman, terlebih

    dahulu dilakukan pembobotan dari masing-masing kluster. Kriteria pembobotan berdasarkan

    keadaan prasarana dan utilitas yang ada di wilayah perencanaan. Keadaan prasarana dilihat

    dari keadaan jaringan jalan, jaringan saluran pembuangan limbah, jaringan saluran

    pembuangan drainase dan tempat pembuangan sampah sedangkan keadaan utilitas dilihat dari

    keadaan jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, transportasi dan PJU yang ada.

    Setelah itu dilakukan scoring setiap keadaan prasarana dan utilitas dari masing-masing

    kluster sehingga nantinya didapatkan nilai tertinggi. Dari nilai tertinggi tersebut didapatkan

    prioritas penanganan. Pembobotan Kriteria Keadaan Prasarana

    Pembobotan kriteria keadaan prasarana pembangunan dan pengembangan perumahan

    dan kawasan permukiman antara lain

    1.

    Jaringan Jalan

    Sasaran pembobotan jaringan jalan adalah kondisi jalan dan lebar jalan lokal sekunder

    dan jalan lingkungan perumahan dan kawasan permukiman.

    Nilai 50 untuk kondisi jalan buruk yaitu jalan dalam keadaan rusak maupun

    berlubang serta lebar jalan yang sempit.

    Nilai 30 untuk kondisi jalan sedang yaitu jalan hanya dalam keadaan rusak

    maupun berlubang atau lebar jalan yang sempit.

    Nilai 20 untuk kondisi jalan dengan kondisi baik

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    12/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-12

    2. Jaringan Saluran Pembuangan Limbah

    Sasaran pembobotan jaringan saluran pembuangan limbah adalah kondisi pembuangan

    limbah di perumahan dan kawasan permukiman.

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman dimana masyarakat menggunakan aktifitas

    MCK dari sungai atau menggunakan cubluk.

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman yang menggunakan septic tank namun

    pengelolaan air limbahnya tidak terpisah dengan saluran drainase.

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman yang pengelolaan air limbahnya terpisah

    dengan drainase.

    3. Jaringan Saluran Pembuangan Drainase.

    Sasaran pembobotan jaringan saluran pembuangan drainase adalah kondisi jaringan

    drainase di perumahan dan kawasan permukiman.

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman dimana terjadi pernah terjadi banjir akibat

    sampah yang menyumbat di saluran drainase.

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman dimana hanya terjadi genangan dan tidak

    sampai menimbulkan banjir.

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman dimana saluran drainase tidak tersumbat

    sampah atau tidak menimbulkan genangan dan banjir.

    4. Tempat Pembuangan Sampah

    Sasaran pembobotan tempat pembuangan sampah adalah sudah terlayani pasukan kuning

    dan terdapat TPS di perumahan dan kawasan permukiman.

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman yang tidak dilayani pasukan kuning

    sehingga cara pembuangannya dengan dibakar.

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman yang belum melakukan pemilahan sampah.

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman yang telah melakukan pemilahan sampah.

    Berdasarkan ketentuan pembobotan di atas, secara digramatis pembobotannya bisa

    dilihat pada gambar di bawah ini.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    13/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-13

    Gambar 2.1

    Pembobotan Kriteria Keadaan Prasarana

    A. Pembobotan Kriteria Keadaan Utilitas

    Pembobotan kriteria keadaan utilitas pembangunan dan pengembangan perumahan dan

    kawasan permukiman antara lain:

    1. Jaringan Air Bersih

    Pembobotan jaringan air bersih dilakukan berdasarkan kondisi jumlah rumah

    penduduk di perumahan dan kawasan permukiman yang sudah memperoleh aliran

    air dari sistem penyediaan air bersih.

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman dimana terjadi kontinuitas pengaliran

    PDAM yang bermasalah dan jarak antara sumur dengan WC tidak sesuai

    standar atau terdapat masyarakat yang menggunakan aktifitas MCK dari sungai.

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman dimana hanya terjadi kontinuitas

    pengaliran PDAM yang bermasalah atau jarak antara sumur dengan WC tidak

    sesuai standar.

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman dimana tidak terjadi masalah dengan air

    bersih.

    2. Jaringan Listrik

    Pembobotan jaringan listrik dilakukan berdasarkan kondisi jumlah rumah penduduk

    di perumahan dan kawasan permukiman yang sudah memperoleh aliran listrik.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    14/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-14

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman yang belum terlayani jaringan listrik

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman yang telah terlayani jaringan listrik

    namun persebarannya belum merata atau tidak maksimal

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman yang telah terlayani jaringan listrik

    3. Jaringan Telepon

    Pembobotan jaringan telepon dilakukan berdasarkan kondisi jumlah rumah

    penduduk di perumahan dan kawasan permukiman yang sudah terpasang telepon.

    Nilai 50 (lima puluh) dengan tingkat pelayanan jaringan telepon kurang dari

    25%.

    Nilai 30 (tiga puluh) dengan tingkat pelayanan jaringan telepon antara 25%

    sampai 50%.

    Nilai 20 (dua puluh) dengan tingkat pelayanan jaringan telepon lebih besar dari

    50%.

    4. Transportasi

    Pembobotan transportasi dilakukan berdasarkan perumahan dan kawasan

    permukiman yang sudah terlayani angkutan umum.

    Nilai 50 (lima puluh) yaitu tidak dilayani angkutan umum.

    Nilai 30 (tiga puluh) yaitu sudah terlayani angkutan umum tetapi

    penggunaannya

    belum maksimal

    Nilai 20 (dua puluh) yaitu sudah terlayani angkutan umum dengan baik.

    5. PJU

    Pembobotan PJU dilakukan berdasarkan perumahan dan kawasan permukiman yang

    sudah terlayani PJU.

    Nilai 50 untuk lingkungan permukiman yang belum terlayani penerangan jasa

    umum (PJU).

    Nilai 30 untuk lingkungan permukiman yang telah terlayani PJU namun

    persebarannya belum merata atau tidak maksimal, umumnya terjadi di jalan

    lokal sekunder.

    Nilai 20 untuk lingkungan permukiman yang telah terlayani penerangan jasa

    umum (PJU)

    Berdasarkan ketentuan pembobotan di atas, secara digramatis pembobotannya bisa

    dilihat pada gambar di bawah ini.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    15/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-15

    Gambar 2.2

    Pembobotan Kriteria Keadaan Utilitas

    Berdasarkan uraian-uraian di atas maka diketahui bahwa variabel-variabel pada kriteria

    prasarana dan utilitas masing-masing memiliki bobot 1 (satu) satuan. Dengan satuanyang sama maka setiap variabel kriteria memiliki bobot yang sama atau setara.

    Sedangkan variabel pada kriteria prioritas penanganan memiliki bobot secara berurutan

    masing-masing 3 (tiga), 3 (tiga), 2 (dua), dan 2 (dua) satuan. Bobot yang berbeda akan

    menghasilkan lokasi-lokasi kluster yang diprioritaskan untuk ditangani.

    B. Penilaian Kriteria Penanganan

    Dasar penilaian beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan penilaian

    kriteria antara lain Analytical Hierarchical Process (AHP) dan Social Process Spread

    Sheet (SPSS) yang berbasis komputer menggunakan program spread sheet excell atau

    dengan metode pembobotan dan penilaian secara manual.

    Dalam pedoman ini digunakan modifikasi antara program spread sheet excell dengan

    sistem pembobotan yang dapat memberikan kemudahan dalam melaksanakan penilaian

    terhadap kriteria-kriteria penentuan kluster.

    Kegiatan penilaian dengan sistem pembobotan pada masing-masing kriteria pada

    umumnya dimaksudkan bahwa setiap kriteria memiliki bobot pengaruh yang

    berbedabeda. Selanjutnya dalam penentuan bobot kriteria bersifat relatif dan bergantung

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    16/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-16

    pada preferensi individu atau kelompok masyarakat dalam melihat pengaruh masing-

    masing kriteria.

    Penilaian akhir identifikasi kluster dilakukan sebagai akumulasi dari hasil perhitungan

    terhadap kriteria sebagaimana dikemukakan di atas. Dari penjumlahan berbagai peubah

    akan diperoleh diperoleh total nilai maksimum dan minimum setiap variabel kriteria.

    Proses penilaian menggunakan batas ambang yang dikategorikan ke dalam :

    Penilaian dinilai Kategori Tinggi.

    Penilaian dinilai Kategori Sedang.

    Penilaian dinilai Kategori Rendah.

    Untuk mengklasifikasikan hasil kegiatan penilaian berdasarkan kategori tersebut di atas

    maka dilakukan penghitungan terhadap akumulasi bobot yang telah dilakukan dengan

    formula sederhana sturgess yaitu:

    Dihitung koefisien ambang interval (rentang) dengan cara mengurangkan nilai

    tertinggi (hasil penilaian tertinggi) dari hasil pembobotan dengan nilai terendah

    (hasil penilaian terendah) dari jumlah penilaian dibagi 3 (tiga).

    Koefisien ambang rentang sebagai pengurang dari nilai tertinggi akan menghasilkan

    batas nilai paling bawah dari tertinggi.

    Untuk kategori selanjutnya dilakukan pengurangan 1 angka terhadap batas terendah

    dari akan menghasilkan batas tertinggi untuk kategori sedang dan seterusnya.

    Berikut ini diperlihatkan contoh penggunaan formula pada penentuan kategori sebagai

    tersebut diatas, sebagai berikut :

    Kategori :

    Kategori Tinggi berada pada nilai = 250 - 200

    Kategori Sedang berada pada nilai = 199 - 149

    Kategori Rendah berada pada nilai = 148100

    2.2. Pemahaman Terhadap Kajian Permukiman Dan Infrastruktur

    2.2.1. Pengertian Perumahan

    Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang akan terus ada dan

    berkembang sesuaidengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Selain sebagai pelindung

    terhadap gangguan alam maupun cuaca serta mahluk lainnya, rumah juga memiliki fungsisosial sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, nilai kehidupan manusia

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    17/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-17

    Ada beberapa pandangan mengenai batasan pengertian perumahan dari para ahli

    maupun beberapa peraturan, antara lain:

    1)

    Menurut Undang-Udang RI nomor 4 tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman

    - Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan sarana

    pembinaan keluarga

    - Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai

    lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan

    prasarana lingkungan. Perumahan juga merupakan tempat untuk menyelengarakan

    kegiatan bermasyarakat dalam lingkup terbatas. Penataan ruang dan kelengkapan

    prasarana dan sarana lingkungan dan sebagainya, dimaksudkan agar lingkungan

    tersebut akan merupakan lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur serta dapat

    berfungsi sebagaimana diharapkan.

    - Sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung

    (kota/desa) yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat

    kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan

    2)Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1987

    Tentang penyediaan dan pemberian hak atas tanah untuk keperluan perusahaan

    pembangunan perumahan.Menjelaskan pengertian perumahan adalah sekelompok rumah

    atau tempat kediaman yang layak dihuni dilengkapi dengan prasarana lingkungan,

    utilitas umum dan fasilitas sosial.

    3)

    Pengertian dari kawasan perumahan dan pemukiman menurut Kepmen Perumahan

    Rakyat nomor : 04/KPTS/BKP4N/1995

    Wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal atau lingkungan

    hunian.Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan perumahan dan pemukiman adalah

    kawasan perumahan dan pemukiman yang mempunyai batas-batas dan ukuran yang jelas

    dengan penataan tanah dan ruang, prasarana serta sarana lingkungan yang terstruktur.

    4)Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota tahun 1983

    Perumahan adalah sebagai salah satu sarana hunian yang sangat erat kaitannya dengan tata

    cara kehidupan masyarakat. Lingkungan perumahan merupakan suatu daerah hunian yang

    perlu dilindungi dari gangguan-gangguan, misalnya gangguan udara, kotoran udara, bau

    dan lain-lain.Sehingga daerah perumahan harus bebas dari gangguan tersebut dan harus

    aman serta mudah mencapai pusat-pusat pelayanan serta tempat kerjanya.Dengan

    demikian dalam daerah perumahan harus disediakan sarana-sarana lain yaitu sarana-sarana

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    18/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-18

    pendidikan, kesehatan, peribadatan, perbelanjaan, rekreasi dan lain-lain, yang tidak dapat

    dipisahkan dari kehidupan penduduk.

    2.2.2. Dasar-dasar Perencanaan Perumahan Permukiman

    Menurut Undang-Undang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU, No.1, Tahun

    2011), pengertian makro perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem

    yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan

    permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap

    perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem

    pembiayaan, serta peran masyarakat. Ini berarti seluruh sistem ketersediaan perumahan

    menjadi beban bersama seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, swasta dan

    masyarakat itu sendiri.Sedangkan pengertian perumahan adalah kumpulan rumah sebagai

    bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan

    prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak

    huni.Hal ini mengamanahkan dukungan infrastruktur mutlak harus tersedia sehingga bisa

    dicapai kehidupan yang layak. Oleh sebab itu perlu adanya dasar-dasar perencanaan

    perumahan yang layak dijadikan sebagai lokasi perumahan, yang meliputi diantaranya:

    a) Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)

    b)

    Tersedia air bersih

    c) Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunan

    d) Mempunyai aksebilitas yang baik

    e) Mudah dan aman mencapai tempat kerja

    f) Tidak berada dibawah permukaan air setempat

    g) Mempunyai kemiringan rata-rata

    2.2.3.

    Standar Teknis Penyelenggaraan Keterpaduan PSU KawasanPerumahan

    Dalam penyelenggaraan keterpaduan PSU kawasan perumahan standar teknis yang

    digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pedoman teknis meliputi:

    1. Prasarana Jalan

    a. Standar teknis bidang Jalan antara lain: sesuai SNI 03-2853-1995, SNI 03-2446-

    1991, SNI 03.6967-2003

    b. Salah satu prasarana penting yang harus disediakan secara baik dan terpadu adalah

    prasarana jalan, khususnya jalan di kawasan perumahan juga merupakan bagian

    penting dari suatu kota dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    19/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-19

    c. Jaringan jalan di kawasan perumahan menurut fungsinya adalah jalan lokal dan

    jalan lingkungan dalam sistem jaringan jalan sekunder.

    d. Jaringan jalan pada kawasan perumahan dibagi ke dalam 5 bagian meliputi: jalan

    lokal sekunder I, jalan sekunder II, jalan sekunder III, jalan lingkungan I, dan jalan

    lingkungan II.

    e. Wewenang penyelenggaraan jalan pada kawasan perumahan adalah Pemerintah

    Kabupaten/ Kota yang dilaksanakan oleh Bupati/ Walikota, karena sistem jaringan

    jalan tersebut merupakan bagian dalam sistem jaringan jalan tersebut merupakan

    bagian dalam sistem jaringan jalan sekunder. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten/

    Kota belum mampu membiayai pembangunan jalan yang menjadi tanggung

    jawabnya secara keseluruhan, maka Pemerintah Kabupaten/ Kota dapat minta

    bantuan Kantor Menpera, berupa stimulant melalui program pengembangan

    kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun serta kawasan khusus.

    f. Dalam standar teknis penanganan jalan kawasan perumahan dijelaskan bagaimana

    cara membangun jalan-jalan tersebut, prototipe konstruksi jalan, parameter

    perencanaan, perencanaan dimensi minimal ideal jalan kawasan, termasuk saluran

    drainase yang berfungsi untuk mengeringkan jalan.

    2. Prasarana Drainase

    a.

    Standar teknis bidang ini antara lain: sesuai SNI 06-2409-2002 dan SNI 03-2453-

    2002

    b. Dalam pembangunan kawasan perumahan aspek yang sangat penting adalah

    tersedianya prasarana drainase kawasan yang mampu menjamin kawasan tersebut

    tidak tergenang air pada waktu musim penghujan.

    c. Saluran drainase kawasan perumahan harus terintegrasi dengan sistem drainase di

    luar kawasan atau sistem drainase perkotaan perdesaan. Maksudnya adalah bahwa

    saluran drainase kawasan perumahan dialirkan ke luar kawasan pada saluran induk

    yang akan mengalirkan air ke laut/ sungai/ danau.

    d. Disamping itu untuk kepentingan kawasan perumahan yang lebih luas dalam upaya

    mengurangi genangan air, khususnya di daerah bekas rawa-rawa perlu disediakan

    kolam retensi yang berfungsi menyimpan dan meresapkan air ke dalam tanah.

    Pembuatan kolam retensi dan sumur resapan dapat dilihat pada standar teknis yang

    ada.

    e.

    Dalam standar teknis penyediaan prasarana drainase, dijelaskan persyaratan umum

    dan teknis, secara rinci dijelaskan cara pengumpulan data, analisis kerusakan dan

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    20/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-20

    kerugian akibat banjir, analisis konservasi, pengembangan sistem drainase dan

    pengembangan kelembagaan.

    3. Prasarana Air Minum

    a. Standar teknis bidang ini disesuaikan AB-K/ RE-RT/ TC/ 026/98 dan AB-

    K/OP/ST/004/98.

    b. Setiap kawasan perumahan harus dilengkapi dengan prasarana air minum yang

    memenuhi kebutuhan minimal bagi penghuni sesuai dengan kebijakan yang

    diterapkan oleh Pemerintah Daerah.

    c. Layanan air minum dalam kawasan dapat diberikan oleh PDAM atau Badan

    Pengelola Air Minum Kawasan/ Swasta, atau dapat pula menyediakan sendiri/

    komunal melalui sumur gali, pantek sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.

    d. Penanganan air minum di kawasan perumahan meliputi:

    Pengendalian kualitas air melalui proses pemeriksaan periodik sesuai letentuan

    teknis yang berlaku.

    Pembuatan sumur dalam, untuk keperluan persil (cluster). Diperlukan

    pengelolaan, pembagian tugas dan kewajiban oleh unit pengelola. Lokasi dapat

    diletakan di dekat kompleks perumahan atau di luar kompleks perumahan.

    Pengembangan dari sistem ini terjadi dengan cara pengelola kawasan

    menyediakan instalasi pengolahan air minum skala perkotaan yang ada

    e. Perhitungan volume air minum minimal untuk kebutuhan rumah tangga adalah 60

    liter/ orang/ hari.

    4. Prasarana Pengelolaan Air Limbah

    Pada standar teknis penyediaan sistem penanganan air limbah untuk kawasan berisi

    antara lain:

    a. Standar teknis bidang ini antara lain: sesuai SNI 03-2398-2002, PTT-19-2000-C dan

    PTS-09-2000-C

    b. Penjelasan umum, meliputi: pengertian penanganan air limbah, hal-hal yang perlu

    diperhatikan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah, dan bagaimana

    penanganan air limbah dengan menggunakan sistem jaringan (perpipaan).

    c. Persyaratan teknis meliputi langkah pengembangan, sistem setempat, sistem

    terpusat, dan pembagian tugas dan wewenang dan keterkaitannya dengan sistem

    perkotaan.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    21/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-21

    d. Pemilihan sistem penanganan air limbah, perencanaan sistem air limbah setempat,

    dan perencanaan sistem pengolahan air limbah terpusat.

    e. Keterpaduan dalam pengembangan dan pengelolaan

    5. Prasarana Pengelolaan Persampahan

    a. Kawasan perumahan yang sehat dan bersih adalah kawasan perumahan yang

    dilengkapi dengan sistem pengelolaan sampah yang memadai, yaitu sistem

    pengelolaan yang aman, nyaman dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    b. Standar teknis pengelolaan persampahan berisi tentang:

    Ketentuan umum yang terdiri dari persyaratan umum, persyaratan teknis dan

    pembagian tugas dan wewenang pembangunan dan pengelolaan sistem

    persampahan.

    Pengelolaan sampah pada kawasan perumahan, meliputi: penentuan timbulan

    dan densitas dan komposisi sampah, prediksi beban timbulan sampah,

    pengelolaan sampah tingkat kawasan, dan teknik operasional pengelolaan

    sampah pada kawasan perumahan. Standar teknis bidang persampahan sesuai

    dengan SNI 19-3964-1994, SNI 03-3242-1994 dan SNI 19-3983-1995.

    Pengelolaan persampahan mandiri termasuk pembuatan komposter komunal

    untuk kebutuhan kawasan perumahan.

    Pembuangan sisa pengolahan sampah pada tempat pemrosesan akhir (TPA).

    Standar teknis bidang sampah disesuaikan dengan PTS 06-2000-C dan PTS 07-

    2000-C.

    6. Prasarana Jaringan Listrik

    a. Sebelum membuka lahan baru untuk perumahan, pihak Pemerintah Kabupaten/

    Kota atau Badan Pengelola Kawasan Perumahan perlu berkoordinasi dengan pihak

    PLN cabang yang menangani PLN di kawasan yang bersangkutan.

    b.

    Berbagai permasalahan yang sering timbul dalam pengalokasian daya ini karena

    terlambatnya informasi yang disampaikan oleh Pemerintah Daerah atau Badan

    Pengelola ke Pihak PLN.

    c. Selanjutnya koordinasi yang perlu dilakukan adalah pembangunan gardu induk.

    Apabila sudah diprogramkan oleh PLN, pihak Pemda atau badan pengelola dapat

    menyambung ke para konsumen.

    d. Untuk kawasan perumahan dan permukiman yang kekurangan pasokan daya listrik

    dari PLN atau belum ada jaringan listrik dari PLN perlu diupayakan alternatif lain.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    22/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-22

    e. Standar teknis bidang kelistrikan disesuaikan dengan SNI 04-0225-2000.

    7. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

    a. Kawasan Perumahan perlu menyediakan ruang terbuka hijau yang bermanfaat

    untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di sekitar kawasan.

    b. Ruang terbuka hijau, bermanfaat tidak langsung seperti: perlindungan tata air, dan

    konservasi hayati atau keanekaragaman hayati, dan bermanfaat langsung seperti:

    kenyamanan fisik (teduh dan segar) dan mendapatkan bahan untuk dijual (kayu,

    daun dan bunga), tempat wisata (bermain) serta bangunan umum yang bersifat

    terbatas (WC umum, pos polisi, lampu taman, gardu listrik dan lain-lain).

    c. Persyaratan ruang terbuka hijau didasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah

    penduduk.

    d. Untuk persyaratan luas wilayah, ditentukan bahwa ruang terbuka hijau publik

    (milik pemerintah dan terbuka untuk umum) dan privat (perorangan) paling sedikit

    10 (sepuluh) persen dari seluruh luas wilayah kawasan perumahan atau mengacu

    pada peraturan perundang-undangan yang berlaku

    e. Untuk persyaratan jumlah penduduk, ditentukan luas per kapita dalam m2,

    misalnya jumlah penduduk 250 jiwa sampai dengan 480.000 jiwa, diperlukan RTH

    sebesar 1 m2sampai dengan 0,3 m2per kapita.

    f.

    Bentuk tipologi ruang terbuka hijau berupa ruang terbuka hijau taman lingkungan

    dan taman kota, jalur hijau, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan rel

    kereta api, jalur hijau tegangan tinggi, RTH pemakaman dan RTH pekarangan.

    g. Kriteria penyediaan ruang terbuka hijau adalah pemilihan vegetasi, ketentuan

    penanaman dan pemeliharaan ruang terbuka hijau.

    h. Ruang terbuka hijau perlu dilakukan pengelolaan secara rutin oleh Pemerintah

    Daerah, dalam pengelolaan RTH ini diperlukan peran serta masyarakat, swasta dan

    organisasi non pemerintah.

    i. Standar teknis bidang RTH sesuai dengan 009/T/BT/1995.

    2.2.4. Sistem Pembangunan Perumahan

    Menurut John FC Turner disebutkan bahwa terdapat dua sistem pembangunan

    perumahan, meliputi :

    1) Sistem Pembangunan Nonformal

    Sistem pembangunan nonformal yaitu suatu sistem pembangunan perumahan yang

    perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pembangunannya dilakukan terutama oleh

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    23/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-23

    penghuni sendiri (lembaga nonformal). Biasanya dibangun tanpa mengikuti standar baku

    dan sesuai dengan tingkat kebutuhannya atau biasa disebut dengan perumahan swadaya.

    2)

    Sistem Pembangunan Formal

    Sistem pembangunan formal yaitu suatu sistem pembangunan perumahan yang

    perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan pembangunannya dilakukan oleh pihak lain

    atau lembaga formal, seperti pemerintah atau swasta yang biasanya perumahan tersebut

    dibangun dalam bentuk jadi, dan menggunakan standar-standar yang ideal.

    Sistem ini di Indonesia dilaksanakan oleh pemerintah melalui Perum Perumnas dengan

    membangun perumahan baru berupa rumah sederhana, rumah inti, dan rumah

    susun.Sedangkan oleh swasta melalui developeratau pengusaha real estate.Baik Perum

    Perumnas maupun developer menggunakan sistem kredit pemilikan rumah dengan

    membangun satu atau beberapa tipe rumah yang dibuat standar yang ideal serta

    membangun dalam jumlah yang cukup banyak atau memproduksi secara massal.

    2.2.5. Kebijaksanaan Penilaian Aspek Lingkungan

    Didalam suatupemilihan tempat tinggal (rumah) harus memperhatikan faktor-faktor

    yang dapat memudahkan di dalam perkembangan kehidupan keluarga, agar di dalam

    menjalankan kehidupan dapat tercapai secara lancar tanpa hambatan, yaitu :

    A.

    Aksesibilitas

    Setiap kegiatan pembangunan, baik pembangunan lingkungan perumahan, industri, dan

    lain-lain, masalah lokasi harus dipertimbangkan secara cermat dan dipilih secara tepat

    agar kegiatan tersebut dapat berlangsung secara produktif dan efisien.

    Dalam teori Johan Von Thunen mengembangkan hubungan antara perbedaan lokasi pada

    tata ruang (spatial location) dengan penggunaan tanah.Inti pembahasan Von Thunen

    adalah mengenai lokasi dan pemilihan lokasi perumahan.Dimana dalam teorinya untuk

    penggunaan tanah dipengaruhi oleh tingkat sewa tanah dan didasarkan pula pada

    aksesibiltas.

    Dalam hal ini aksesibilitas merupakan dasar yang utama untuk berkembang dan tidaknya

    suatu perumahan. Apabila aksesibilitas didukung dengan baik, maka suatu perumahan

    akan berkembang lebih cepat. Hal ini dapat digambarkan dengan adanya dukungan, baik

    jalan ke lokasi perumahan maupun jalan lingkungan yang telah ditetapkan.

    Dengan adanya jalan akan lebih menghidupkan aktivitas suatu pemukiman apalagi bila

    didukung dengan adanya sarana yang memadai dalam hal dengan adanya angkutan yang

    dapat memudahkan aktivitas di dalam kehidupan sehari-harinya. Dengan demikian peran

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    24/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-24

    pemerintah dan developer untuk mau memikirkan ketersediaan sarana dan prasarana

    transportasi yang memadai guna tercapai perkembangan suatu perumahan.

    B.

    Fasilitas Sosial

    Selain rumah sebagai tempat tinggal, manusia juga memerlukan fasilitas sosial.

    Dibangunnya fasilitas sosial di lingkungan perumahan adalah untuk memenuhi

    kebutuhan sehari-hari penghuni perumahan, karena selain rumah sebagai tempat untuk

    hidup, penduduk juga membutuhkan tempat kerja untuk mencari nafkah dan tempat-

    tempat dimana dapat dipenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti kebutuhan fasilitas

    pendidikan, peribadatan, kesehatan, perbelanjaan, air minum, pembuangan sampah,

    tempat pertemuan dan tempat penguburan.

    Pembangunan lingkungan perumahan berskala besar akan membebani sarana dan

    prasarana kota. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan, karena beban yang ditanggung

    oleh sarana dan prasarana di dalam kota terkadang melebihi kapasitas yang ada. Dengan

    dibangunnya fasilitas sosial di lingkungan perumahan baru, beban kota diharapkan akan

    berkurang.

    C. Utilitas

    Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah akan selalu berpengaruh terhadap

    pertumbuhan dan perkembangan penggunaan lahan yang tentunya juga akan

    berpengaruh terhadap pemanfaatan ruang, penggunaan lahan terbangun pada wilayah

    akan banyak didominasi oleh perumahan disamping fasilitas-fasilitas pendukung lainnya,

    serta utilitas yang juga sangat penting perananya dalam mendukung proses

    perkembangan wilayah di lain sisi wilayah tanpa dilengkapi utilitas yang memadai juga

    akan mengalami hambatan dalam proses perkembangannya, keterkaitan antarsektor yang

    saling mempengaruhi tersebut sangat sulit untuk dipisahkan karena keduanya saling

    mengisi.

    2.2.6. Isu Strategis Perumahan dan Permukiman

    Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya

    tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi

    kebijakan pemerintah sebagai berikut:

    1. Isu kesenjangan pelayanan

    Isu ini terjadi karena terbatasnya peluang memperoleh pelayanan dan kesempatan

    berperan, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapat rendah,

    serta adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relative masih

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    25/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-25

    belum sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan keberpihakan kepada

    kepentingan masyarakat.

    2. Isu Lingkungan

    Isu lingkungan dipicu oleh tingkat urbanisasi dan industrialisasi yang tinggi, serta

    dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi yang kurang terkendali.

    Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, ketidakmampuan memelihara dan

    memperbaiki lingkungan permukiman yang ada dan masih rendahnya kualitas

    permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman baik secara

    fungsional, lingkungan maupun visual wujud lingkungan, merupakan isu utama bagi

    upaya menciptakan lingkungan yang sehat , aman, harmonis dan berkelanjutan. Isu

    utama tersebut menjadi lebih berkembang dikaitkan dengan belum diterapkannya

    secara optimal pencapaian standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman

    yang berbasis indeks pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah.

    3. Isu Manajemen Pembangunan

    Isu manajemen pembangunan umumnya dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata

    pemerintahan di seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya

    implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan

    lahan untuk perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap

    lingkungan.

    2.2.7. Pengertian Perumahan Dan Permukiman

    Pemukiman diartikan sebagai perumahan atau kumpulan tempat tinggal dengan segala

    unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Perumahan harus

    diartikan sebagaiwadah fisiknya, sedangkan pemukiman harus dibayangkan sebagai paduan

    antara wadah dengan isinya, yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya.

    Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pemerintah wajib

    memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak

    huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial. Pengembangan permukiman ini meliputi

    pengembangan prasarana dan sarana dasar perkotaan, pengembangan permukiman yang

    terjangkau, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, proses penyelenggaraan

    lahan, pengembangan ekonomi kota, serta penciptaan sosial budaya di perkotaan.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    26/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-26

    Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian besar

    disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun sewa kepada

    pihak lain.

    1. Rumah layak dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan berkelanjutan diartikan sebagai

    suatu kondisi perumahan dan permukiman yang memenuhi standart minimal dari segi

    kesehatan, sosial, ekonomi dan kualitas teknis, yang dikelola secara benar terus menerus,

    memperhatikan sumberdaya alam yang ada, memperhatikan pola tata air dan usaha

    konservasi sumberdaya alam, pengelolaan dan pemanfaatan. Secara tersurat terdapat 3

    (tiga) kategori layak, yaitu :

    Layak huni yang berkaitan dengan pencapaian persyaratan fisik, kesehatan dan

    kesusilaan, sebagai kelompok manusia berbudaya.

    Layak usaha yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang kondusif

    bagi berlangsungnya kehidupan sosial ekonomi.

    Layak berkembang yang berkaitan dengan terpenuhinya kondisi lingkungan yang

    mendukung terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat (prospektif dan

    produktifitas).

    2. Lahan tidur adalah sebidang tanah yang luasnya lebih dari 5.000 m2 yang tidak atau

    belum digunakan sesuai peruntukan, keadaan, sifat dan tujuan haknya, atau tidak

    terpelihara dengan baik. Dalam kaitan dengan lahan tidur ini, perlu diperhatikan

    beberapa hal :

    Yang dicakup dalam lahan tidur adalah lahan untuk pertanian/agribisnis, kawasan

    perkebunan, kawasan hutan tanaman industri, kawasan wisata dan kawasan

    perumahan dan permukiman.

    Pemilik/pengusaha lahan tidur dapat perorangan, yayasan, badan hukum atau instansi

    pemerintah, yang mempunyai atau mendapat hak secara hukum untuk memanfaatkan

    areal tersebut sesuai dengan ijin yang dimilikinya.

    Pemakai lahan tidur adalah tenaga kerja yang terkena PHK, penganggur atau setengah

    penganggur yang berdomisili satu kecamatan atau pada kecamatan yang berbatasan

    dengan lokasi lahan tidur.

    3. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah adalah kelompok masyarakat yang

    dari penghasilan tidak dapat mencukupi kebutuhannya paling primer. Termasuk dalam

    kelompok ini adalah kelompok masyarakat miskin, yang terbagi atas dua kategori.

    Golongan fakir, yang tidak mempunyai penghasilan tetap dan tidak mampu

    memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    27/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-27

    Golongan miskin produktif yang mempunyai penghasilan tetap tetapi belum mampu

    memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.

    4. Jaringan primer prasarana lingkungan, yaitu jaringan dasar yang memenuhi

    kebutuhan dasar suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang mencakup 3

    kepentingan:

    Menghubungkan antarkawasan permukiman atau antara kawasan permukiman dengan

    kawasan fungsional lainnya.

    Melayani lingkungan tertentu (permukiman saja, pusat kota saja, pusat olahraga,

    perdagangan, dll)

    Mendukung keperluan seluruh lingkungan di kawasan permukiman yang mencakup

    prasarana transportasi, penyehatan lingkungan, komunikasi dan listrik.

    5. Kawasan adalah suatu wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya, ruang yang

    merupakan satu kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya, yang

    batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai ciri

    tertentu, mencakup :

    Kawasan perdesaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian

    termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

    tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan

    kegiatan ekonomi.

    Kawasan perkotaan, adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan

    pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

    pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan

    ekonomi.

    Kawasan permukiman, yaitu sebidang tanah yang diperuntukkan bagi

    pengembangan permukiman, didominasi tempat hunian, dilengkapi dengan prasarana

    dan sarana, daerah dan tempat kerja yang memberikan layanan dan kesempatan kerja

    yang mendukung penghidupan, perikehidupan sehingga fungsi kawasan dapat

    berdaya dan berhasil guna.

    2.2.8. Masalah Perumahan Dan Permukiman

    Urusan perumahan dan permukiman sering tumbuh sebagai sumber permasalahan

    yang seakan tidak berujung (the endless problems) bagi banyak Pemerintah Daerah, yang

    ditunjukkan oleh :

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    28/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-28

    1) Berkembangnya penguasaan lahan skala besar oleh banyak pihak tidak disertai dengan

    kemampuan untuk membangun atau merealisasikan pada waktunya.

    2) Pemberian perijinan penguasaan lahan untuk kawasan perumahan dan permukiman yang

    umumnya belum dilandaskan pada kerangka penataan wilayah yang lebih menyeluruh.

    3) Belum terorganisasikannya perencanaan dan pemrograman pembangunan perumahan dan

    permukiman yang dapat saling mengisi antara ketersediaan sumberdaya pembangunan

    dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

    4) Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman nampaknya belum menjadi

    prioritas bagi banyak pemerintah daerah karena berbagai sebab dan keterbatasan,

    diantaranya kelembagaan yang mengurusi perumahan dan permukiman masih terbatas

    jumlah dan ruang gerak/aktifitasnya.

    5) Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah,

    termasuk hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

    6) Penyediaan tanah, prasarana dan sarana, teknologi bahan bangunan, konstruksi,

    pembiayaan dan kelembagaan yang masih memerlukan pengaturan yang dapat

    mengakomodasikan muatan dan kapasitas lokal.

    7) Belum terselesaikannya masalah ketidakseimbangan pembangunan desa-kota yang telah

    menumbuhkan berbagai kesenjangan sosio-ekonomi. Akibatnya desa menjadi kurang

    menarik dan dianggap tidak cukup prospektif untuk dihuni, sedang kota semakin padat

    dan tidak nyaman untuk dihuni.

    8) Marak dan berkembangnya masalah sosial kemasyarakatan di daerah perkotaan

    (kesenjangan pendapatan, menajamnya strata antar kelompok dalam masyarakat,

    ketidaknyamanan bertempat tinggal, urban crime, dll).

    9) Kekurangsiapan dalam mengantisipasi kecepatan dan dinamika pertumbuhan fisik dan

    fungsional kawasan perkotaan, sehingga kawasan kumuh tumbuh sejalan dengan

    berkembangnya pusat-pusat kegiatan ekonomi.

    Guna mengantisipasi dan menanggulangi permasalahan tersebut diperlukan strategi

    pemberdayaan masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah yaitu:

    Penciptaan iklim yang kondusif yang dapat mendorong pengembangan potensi

    masyarakat dan investasi yang luas.

    Membangun, mengembangkan, dan memobilisasi potensi lokal yang ada di masyarakat

    sebagai landasan pemberdayaan.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    29/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-29

    Memberikan perhatian, dukungan, perlindungan, layanan dan kepastian hukum yang jelas

    keberpihakannya pada kelompok berpenghasilan rendah, terutama yang membangun

    rumahnya secara swadaya.

    2.2.9. Kawasan Permukiman Perkotaan

    Kawasan permukiman perkotaan dapat terdiri atas bangunan rumah tempat tinggal,

    berskala besar, sedang, kecil, bangunan rumah campuran tempat tinggal/usaha dan tempat

    usaha.

    Pengembangan permukiman pada tempat-tempat yang menjadi pusat pelayanan

    penduduk sekitarnyaserta daerah sekitar yang secara fungsional menunjang, seperti Ibukota

    Kecamatan, Ibukota Kabupaten agar dialokasikan di sekeliling kota yang bersangkutan atau

    merupakan perluasan areal permukiman yang telah ada. Untuk pengembangan permukiman

    perkotaan ini hendaknya diperhatikan beberapa hal berikut ini :

    a. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi teknis.

    b. Sejauh mungkin tidak menggunakan tanah sawah beririgasi setengah teknis, tetapi

    intensitas penggunaannya lebih dari satu kali dalam setahun.

    c. Pengembangan permukiman pada sawah non irigasi teknis atau kawasan lahan

    pertanian kering diperkenankan sejauh mematuhi ketentuan yang berlaku mengenai

    peralihan fungsi peruntukan kawasan.

    2.2.10. Kawasan Permukiman Kumuh

    Kawasan permukiman kumuh merupakan permukiman yang diidentifikasi sebagai

    kawasan yang sebagian bangunannya berada di kawasan yang tidak diperuntukan untuk

    kawasan permukiman. Sasaran identifikasi lokasi kawasan permukiman kumuh diutamakan

    pada kawasan-kawasan hinterland kota metropolitan yang ada di daerah penyangga.

    Meskipun demikian, melaluii identifikasi ini sangat dimungkinkan untuk ditemukan

    kawasan-kawasan permukiman kumuh di daerah penyangga yang bukan kawasan hinterland.

    Hal ini mengingat metodologi identifikasi ini tidak membedakan sebaran kawasan

    permukiman kumuh yang akan ditemukan. Tetapi bisa saja lokasi yang ditemukan terletak di

    pusat kota daerah bersangkutan atau kawasan perdesaan nelayan atau kawasan hinterland

    kota metropolitan.

    Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan atau peremajaan terhadap permukiman

    kumuh.Peremajaan itu sendiridiartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas melalui

    kegiatan perombakan dengan perubahan yang mendasar dan penataan yang menyeluruh

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    30/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-30

    terhadap kawasan hunian yang tidak layak huni tersebut.Upaya yang dilakukan dalam rangka

    peremajaan:

    Secara bertahap dan sering kali mengakibatkan perubahan yang mendasar,

    Bersifat menyeluruh dalam suatu kawasan permukiman yang sangat tidak layak huni,yangsecara fisik sering tidak sesuai lagi dengan fungsi kawasan semula.

    Difokuskan pada upaya penataan menyeluruh terhadap seluruh kawasan hunian

    kumuh, rehabilitasi dan atau penyediaan prasarana dan sarana dasar, serta fasilitas

    pelayanansosial ekonomi yang menunjang fungsi kawasan ini sebagai daerah hunian

    yang layak.

    Memerlukan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh rangkaian kegiatannya.

    Dengan demikian, peremajaan merupakan salah satu bentuk bantuan program yang

    diberikan oleh Pemerintah untuk, meningkatkan kualitas permukiman.

    2.2.11. Tingkatan Kekumuhan Lingkungan Permukiman.

    Pada dasarnya tingkat kekumuhan di lingkungan permukiman baik itu pada kawasan

    perkotaan danperdesaansulit dipertahankan baik sebagai hunian maupun kawasan fungsional

    lain. Jenis kekumuhan yang perlu dihapuskan atau dikurangi dengan prinsip didaya gunakan

    (direvitalisasi atau di-refungsionalkan) adalah sebagai berikut:

    1. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Legal.

    Yang dimaksud dengan kawasan kumuh legal adalah permukiman kumuh (dengan segala

    ciri sebagaimana disampaikan dalam kriteria) yang berlokasi diatas lahan yang dalam

    RUTR memang diperuntukkan sebagai zona perumahan. Untuk model penanganannya

    dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

    a. Model Land Sharing,

    Yaitu penataan ulang diatas tanah/lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup

    tinggi. Dalam penataan kembali tersebut, masyarakat akan mendapatkan kembalilahannya

    dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini dimiliki/dihunisecara sah, dengan

    memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan, saluran dll). Beberapa prasyarat

    untuk penanganan secara ini antara lain:

    Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti pemilikan/penguasaan

    atas lahan yang ditempatinya) cukup tinggi dengan luasan yang terbatas,

    Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan kesediaan lahan yang memadai untuk

    menempatkan prasarana dan sarana dasar,

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    31/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-31

    Tata letak permukiman tidak terpola

    b. Model Land Consolidation

    Model ini juga menerapkan penataan ulang diatas tanah yang selama ini telah dihuni.

    Beberapa prasyarat untuk penanganan dengan model ini antara lain:

    Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah (tidak memiliki bukti primerpemilikan/

    penghunian) oleh masyarakat cukup tinggi,

    Tata letak permukiman tidak/kurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam

    (tidak terbatas pada hunian)

    Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis

    dari sekedar hunian.

    Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya penggunaan campuran (mix used) hunian

    dengan penggunaan fungsional lain

    2. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Tidak Legal.

    Yang dimaksudkan dengan tanah tidak legal ini adalah kawasan permukiman kumuh

    yang dalam RUTR berada pada peruntukan yang bukan perumahan.Disamping itu

    penghuniannya dilakukan secara tidak sah pada bidang tanah; baik milik negara, milik

    perorangan atau Badan Hukum. Contoh nyata dari kondisi ini antara lain; permukiman

    yang tumbuh disekitar TPA (tempat pembuangan akhir persampahan), kantung-kantung

    kumuh sepanjang bantaran banjir, kantung kumuh yang berasa dibelakang bangunan

    umum dalam suatu kawasan fungsional, dll. Penanganan kawasan permukiman kumuh

    ini antara lain melalui:

    a) Resettlement/pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan,

    yang biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk

    kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini

    apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu

    direvitalisasikan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi Pemerintah

    Kota/Kabupaten.

    b) Konsolidasi lahan apabila dalam kawasan tersebut akan dilakukan re-fungsionalisasi

    kawasan, dengan catatan sebagian lahan disediakan bagi lahan hunian, guna

    menampung penduduk yang kehidupannya sangat bergantung pada kawasan sekitar

    ini, bagi penduduk yang masih ingin tinggal di kawasan ini dalam rumah sewa.

    c) Program ini diprioritaskan bagi permukiman kumuh yang menempati tanah-tanah

    negara, dengan melakukan perubahan atau review terhadap RUTR.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    32/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-32

    2.2.12. Kriteria Kawasan Permukiman Kumuh

    Penentuan kriteria kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan

    mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian peruntukan lokasi dengan

    rencana tata ruang, status (kepemilikan) tanah, letak/kedudukan lokasi, tingkat kepadatan

    penduduk, tingkat kepadatan bangunan, kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

    lokal. Selain itu digunakan kriteria sebagai kawasan penyangga kota metropolitan seperti

    kawasan permukiman kumuh teridentifikasi yang berdekatan atau berbatasan langsung

    dengan kawasan yang menjadi bagian dari kota metropolitan.

    Berdasarkan uraian diatas maka untuk menetapkan lokasi kawasan permukiman

    kumuh digunakan kriteria-kriteria yang dikelompok kedalam kriteria:

    Vitalitas Non Ekonomi

    Vitalitas Ekonomi Kawasan

    Status Kepemilikan Tanah

    Keadaan Prasarana dan Sarana

    Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

    Prioritas Penanganan

    Kegiatan penilaian kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan sistem

    pembobotan pada masing-masing kriteria diatas.Umumnya dimaksudkan bahwa setiap

    kriteria memiliki bobot pengaruh yang berbeda-beda.Selanjutnya dalam penentuan bobot

    kriteria bersifat relatif dan bergantung pada preferensi individu atau kelompok masyarakat

    dalam melihat pengaruh masing-masing kriteria.

    1. Kriteria Vitalitas Non Ekonomi

    Kriteria Vitalitas Non Ekonomidipertimbangkan sebagai penentuan penilaian kawasan

    kumuh dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan kawasan kumuh yang dapat

    memberikan tingkat kelayakan kawasan permukiman tersebut apakah masih layak

    sebagai kawasan permukiman atau sudah tidak sesuai lagi.

    Kriteria ini terdiri atas variabel sebagai berikut:

    a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

    atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

    b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi

    terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu

    hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    33/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-33

    c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai,

    mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan

    kerapatan dan kepadatan penduduk.

    2. Kriteria Vitalitas Ekonomi

    Kriteria Vitalitas Ekonomidinilai mempunyai kepentingan atas dasar sasaran program

    penanganan kawasan permukiman kumuh terutama pada kawasan kumuh sesuai gerakan

    city without slum sebagaimana menjadi komitmen dalam Hari Habitat Internasional.

    Oleh karenanya kriteria ini akan mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan

    permukiman kumuh dalam kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga

    peubah penilai untuk kriteria ini meliputi:

    a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah

    kawasan itu strategis atau kurang strategis.

    b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor

    ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan

    kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat

    aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau

    fungsi lainnya.

    c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan

    permukiman kumuh.

    3. Kriteria Status Tanah

    Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 1990 tentang

    Peremajan Permukiman Kumuh adalah merupakan hal penting untuk kelancaran dan

    kemudahan pengelolaanya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah dapat

    menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan.

    Perubah penilai dari kriteria ini meliputi:

    a)

    Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

    b) Status sertifikat tanah yang ada.

    4. Kriteria Kondisi Prasarana dan Sarana

    Kriteria kondisi prasarana dan saranayang mempengaruhi suatu kawasan permukiman

    menjadi kumuh, paling tidak terdiri atas:

    a. Kondisi Jalan

    b. Drainase

    c.

    Air bersih

    d. Air limbah

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    34/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-34

    5. Kriteria Komitmen Pemerintah Setempat

    Komitmen pemerintah daerah (kabupaten/kota/propinsi) dinilai mempunyai andil sangat

    besar untuk terselenggaranya penanganan kawasan permukiman kumuh. Hal ini

    mempunyai indikasi bahwa pemerintah daerah menginginkan adanya keteraturan

    pembangunan khususnya kawasan yang ada di daerahnya. Perubah penilai dari kriteria ini

    akan meliputi:

    a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan

    indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

    b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan

    (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

    6. Kriteria Prioritas Penanganan

    Untuk menentukan lokasi prioritas penanganan, selanjutnya digunakan kriteria lokasi

    kawasan permukiman kumuh yang diindikasikan memiliki pengaruh terhadap (bagian)

    kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai kawasan permukiman penyangga.

    Kriteria ini akan menghasilkan lokasi kawasan permukiman yang prioritas ditangani

    karena letaknya yang berdekatan dengan kawasan perkotaan. Penentuan kriteria ini

    menggunakan variabel sebagai berikut:

    a. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan pusat kota metropolitan.

    b.Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan pusat pertumbuhan

    bagian kota metropolitan.

    c. Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan kawasan lain (perbatasan)

    bagian kota metropolitan.

    d. Kedekatan lokasi kawasan kumuh dengan letak ibukota daerah yang bersangkutan.

    2.2.13. Pengertian Infrastruktur

    Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,

    drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan untuk

    memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988 dalam

    Robert J. Kodoatie, PhD, 2003).Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-

    fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.Sistem

    infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilits atau struktur-struktur dasar

    peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk

    berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    35/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-35

    Sebagai salah satu konsep pola pikir di bawah ini diilustrasikan diagram sederhana

    bagaimana peran infrastruktur. Diagram ini menunjukkan bahwa secara ideal lingkungan

    alam merupakan pendukung dari sistem infrastruktur, dan sistem ekonomi didukung oleh

    sistem infrastruktur.Sistem sosial sebagai obyek dan sasaran didukung oleh sistem ekonomi.

    Dari gambar di bawah ini dapat dikatakan bahwa lingkungan alam merupakan

    pendukung dasar dari semua sistem yang ada.Peran infrastruktur sebagai mediator antara

    sistem ekonomi dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dengan lingkungan alam

    menjadi sangat penting. Infrastruktur yang kurang (bahkan tidak) berfungsi akan memberikan

    dampak yang besar bagi umat manusia. Sebaliknya, infrastruktur yang terlalu berlebihan

    untuk kepentingan umat manusia tanpa memperhitungkan kapasitas daya dukung lingkungan

    akan merusak alam yang pada hakekatnya akan merugikan manusia termauk makluk hidup

    lainnya. Berfungsi sebagai suatu sistem pendukung sistemsosial dan sistem ekonomi, maka

    infrastruktur perlu dipahami dan dimengerti secara jelas terutama bagi penentu kebijakan.

    SOCIAL SYSTEM

    EKONOMIC SYSTEM

    PHYSICAL INFRASTRUCTURE

    NATURAL ENVIRONMENT

    Sumber: Grigg, 1988 dalam Robert J. Kodoatie

    Gambar 2.3

    Hubungan Antara Sistem Sosial, Ekonomi, Infrastruktur

    Dan Lingkungan Alam Yang Harmoni

    2.2.14.

    Air Bersih

    a) Sistem Air Bersih

    Pengelolaan dan proses infrastruktur untuk water supply sistemadalah:

    1. Eksporasi sumberdaya air

    - Sumberdaya air permukaan (sungai, danau, waduk, dll)

    - Sumberdaya air tanah (sumur, pemompaan, mata air, dll)

    2. Pengelolaan (treatment)

    -Penjernihan dari partikel lain (sedimentation, flocculation, filtration, dll)

    - Pengontrolan bakteri air (disinfection, ultra violet ray, ozone treatment, dll)

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    36/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-36

    - Komposis kimia air (aeration, iron and manganese removal, carbon active, dll)

    3. Penampungan (storage)

    - Penampungan bahan baku air (waduk, sungai/long storage)

    - Penampungan bahan baku air olahan (tangki tertutup, kolam terbuka, dll)

    4. Transmisi

    - Truk tangki dan moda lainnya

    - Jaringan pipa transmisi dari primer ke sekunder

    - Ban pelepas tekan

    - pipa

    5. Jaringan distribusi ke pelanggan

    - Sistem jaringan pipa

    - Sistem penampungan

    - Fittings

    - Control

    - Valve

    - Pompa

    Sumber air ada 2 (dua) macam, yaitu:

    1. Air permukaan

    2.Air tanah

    b) Kebutuhan Air

    Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk menunjang

    segala kegiaan manusia, meliputi air bersih, domestik dan non domestik, air irigasi baik

    pertanian maupun perikanan dan air untuk penggelontoran kota.

    1. Kebutuhan air domestik

    Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan konsumsi

    perkapita.Kecenderungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai dasar

    perhitungan kebutuhan air domestik terutama dalam penentuan kecenderungan laju

    pertumbuhan.

    2. Kebutuhan air non domestik

    Kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air komersial, kebutuhan institusi dan

    industri.Kebutuhan air komersial untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan

    dengan peningkatan penduduk dan perubahan tata guna lahan.Kebutuhan ini bisa

    mencapai 20 25% dari total suplai (produksi) air. Kebutuhan institusi anta lain

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    37/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-37

    meliputi kebutuhan air untuk sekolah, RS, gedung pemerintahan, tempat ibadah dan

    lainnya.

    3. Kebocoran air (unaccounted for water/UFW)

    UFW merupakan kompoen mayor dari kebutuhan air.Dalam penentuan kebutuhan air,

    analisa kebocoran air perlu dilakukan.Kebocoran dapat didefinisikansebagai

    perbedaan antara jumlah air yang doproduksi oleh produsen air dan jumlah air yang

    terjual keada konsumen, sesuai dengan yang tercatat di meteran air pelanggan. Ada 2

    (dua) jenis kehilanganair pada sistem suplesi air bersih, yaitu:

    - Kebocoran fisik, disebabkan oleh kebocoran pipa, reservoir yang melimpas keluar,

    penguapan, pemadaman kebakaran, pencuci jalan, pembilas pipa/saluran dan

    pelayanan air tanpa meter air yang kadangala terjadi penyambungan yang tidak

    tercatat.

    - Kebocoran administrasi, disebabkan oleh meter aitr tanpa registrasi, juga termasuk

    kesalahan di dalam sistem pembacaan, pengumpulan dan pembuatan rekening serta

    kasus-kasus yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap

    kehilangan air.

    c) Pengelolaan Air Bersih

    Konservasi air dapat dilakukan dengan cara:

    -Meningkatkan pemanfaatan air permukaan dan air tanah.

    - Meningkatkan efisiensi air irigasi

    - Menjaga kualitas air sesuai dengan peruntukannya.

    d) Sumber Air

    Sumber Air Permukaan

    Pengelolaan sumber air permukaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

    - Pengendalian aliran permukaan yang dilakukan dengan cara memperpanjang waktu

    air tertahan di permukaan tanah dan meningkatkan jumlah air yang masuk ke

    dalam tanah

    - Pemanenan air hujan dengan cara pengumpulan air hujan yang mengucur dari atap

    rumah. Untuk pemanenan skala besar dapat dilakukan di daerah tangkapan air

    dilakukan dengan suatu bak penampungan. Air yang tertampung dapat digunakan

    untuk pertanian maupn keperluan rumah tangga.

    - Meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah dengan memperbaiki struktur tanah dengan

    menutup tanah yang cukup baik dengan tumbuhan atau mulsa atau dengan

    memberikan bahan organik.

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    38/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-38

    Sumber Air Tanah

    Dalam rangka menjaga kelestarian air tanah, maka perlu dijaga antara pengisian dan

    pengambilannya. Pengisian air tanah secara buatan dapat dipakai untuk:

    - Menyimpan kelebihan aliran permukaan menjadi air tanah

    - Memperbaiki kualitas air tanah dengan mencampur air tanah lokal dengan air

    pengisian

    - Pemurnian dan reklamasi saluran pembuangan

    - Membentuk tabir tekanan untyk mencegah intrusi air asin

    - Meningkatkan produksi pertanian dengan terjaminnya air irigasi

    - Menurunkan biaya pemompaan air tanah kerena kedalaman air tanah kecil

    - Mencegah terjadinya penurunan muka tanah.

    2.2.15. Persampahan

    Sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat / cair yang

    merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan

    maupun tumbuhan. Sumber sampah perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan

    pertokoan dan perdagangan, kawasan perkantoran dan sarana umum, kawasan industri,

    peternakan hewan dan fasilitas umum lainnya.

    Jenis sampah perkotaan terdiri atas 2 (dua) yaitu sampah organik dan

    anorganik.Sampah organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia mudah terurai

    oleh bakteri (biodegradable), sedangkan sampah anorganikadalah sampah yang mempunyai

    komposisi kimia sulit untuk diuraikan atau membutuhkan waktu yang lama

    (nonbiodegradable).

    Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dilihat sebagai komponen-

    komponen subsistem yang saling mendukung satu dengan lainnya, saling berinteraksi untuk

    mencapai tujuan, yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur. Komponen itu adalah:

    1. Sub sistem kelembagaan

    2. Sub sistem teknik operasional

    3. Sub sistem pembiayaan

    4. Sub sitem hukum dan kelembagaan

    5. Sub sistem peran serta masyarakat

    Strategi pengelolaan sampah dapat dilakukan secara lintas kabupaten/kota. Pada aspek

    kelembagaan pengelolaan bersama lintas kabupaten/kota perlu dibentuk 3 badan yaitu badan

    pengatur yang merupakan lembaga teknis antar daerah yang merupakan perangkat masing-

  • 7/26/2019 BAB 2 Tinjauan Pustaka Sarana Prasarana Perumahan

    39/57

    PENYUSUNAN DATABASE PERUMAHAAN BARITO TIMUR

    Laporan PendahuluanIIII II-39

    masing daerah, badan pengelola myang merupakan lembaga teknis operasional pengelolaan

    kebersihan antar daerah tetapi bukan perangkat murni daerah dan badan pengawas yaitu

    lembaga yang dibentuk oleh masyarakat, bersifat mandiri dan independen yang bertugas

    pelaksanaan pengelolaan.

    2.2.16. Air Limbah

    Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk tujuan

    semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi

    dan cuci dimana kuantitasnya antara 50-70% dari rata-rata pemakaian air bersih (120-140

    l/orang/hari).Air limbah domestik mengandung lebih dari 90% cairan.Zat-zat yang terdapat

    dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut dan

    juga undsur-unsur anorganik serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak

    kualitas air buangan dalam sifat fisik kimiawi maupun biologi.

    Dampak pembuangan air limbah domestik mempunyai pengaruh yang berbeda-beda

    terhadap kesehatan individu manusia. Faktor yang terkait dengan seberapa jauh pengaruh

    limbah terhadap kesehatan antara lain:

    a. Daya tahan tubuh

    b. Jenis limbah dan jumlah dosis yang diterima tubuh

    c.

    Akumulasi dosis limbah dalam tubuh

    d. Sifat-sifat racun (toxin) dari limbah terhadap tubuh

    e. Mudah tidaknya limbah dicerna dan dikeluarkan dari tubuh

    f. Waktu kontak (lama tidaknya) berada dalam lingkungan limbah

    g. Alergi (sensifitas tubuh) terhadapo limbah dalam bentuk tertentu.

    Sistem pengelolaan limbah domestik terbagi menjadi 2 macam, yaitu sistem

    pengelolaan limbah setempat (on site sistem) dan pembuangan terpusat (off site

    sistem).Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas pembuangan air limbah yang berada di

    dalam daerah persil pelayanan (batas tanah yang dimiliki).Sistem pembuangan terpusat

    adalah sistem pembuangan yang berada di luar persil. Keuntungan dan kerugian on site

    sistemdan off site sistemadalah:

    1. On site sistem