BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Landasan ...
Bab 2 Tinjauan Pustaka Print
-
Upload
steinrivaldy -
Category
Documents
-
view
26 -
download
7
description
Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka Print
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Botani
2.1.1 Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius)
Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius) atau lebih dikenal
sebagai pohon insulin belum popular di Indonesia. Tumbuhan yang berasal
dari Pegunungan Andes, Peru ini dipercaya dapat mengatasi penyakit
diabetes. Smallanthus sonchifolius (Yakon) untuk pertama kalinya
dibukukan pada tahun 1615 oleh kolumnis Guaman Poma dari Ayala,
ketika ia mendaftarkan Yakon sebagai satu dari 55 tanaman asli dari
Andes. Tumbuhan ini dapat ditemukan pula di hutan hujan tropis Amerika
Selatan, Ekuador, Bolivia dan Kolombia. Saat ini, yakon telah
dibudidayakan dibanyak negara seperti Amerika, Brazil, Jepang, Korea,
Taiwan, Selandia Baru, Australia dan Republik Czech.
Smallanthus sonchifolius (Yakon) baru dikenal di Indonesia sekitar
tahun 2006, tepatnya di Bandung dan Yogyakarta merupakan pusat
budidaya Smallanthus sonchifolius (Yakon) di Indonesia saat ini. Tanaman
ini sangat mudah ditanam, hanya dengan cara distek seperti menanam
singkong (menancapkan batang yakon ke tanah) maka tanaman akan
tumbuh subur dengan sendirinya. Perawatannya pun mudah, cukup
disiram pagi dan sore hari. Taksonomi Smallanthus sonchifolius (Yakon)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Suku : Asteraceae
Genus : Smallanthus
Spesies : Smallanthus sonchifolius
(Poepp.) H.Rob.
4
5
2.1.2 Morfologi Tumbuhan Yakon (Smallanthus sonchifolius)
Smallanthus sonchifolius (Yakon) merupakan tanaman dari
keluarga bunga matahari, berdaun hijau tua seperti seledri, bunganya
berwarna kuning berbentuk seperti bunga aster, mempunyai umbi yang
dapat dimakan dengan daging berwarna putih kekuningan dan manis,
tanaman ini dapat tumbuh hingga 1,5-3 m. Grau dan Rea (1997)
menggambarkan yakon sebagai ramuan abadi dari 1,5 sampai 3 m. Sistem
akar terdiri dari 4-20 akar berbonggol yang dapat mencapai panjang 25 cm
dengan diameter 10 cm, dan sistem akar ekstensif berserat tipis.. Warna
daging umbi bervariasi, yaitu: putih, krem, putih dengan striations ungu,
ungu, pink dan kuning. Kulit umbi berwarna coklat, merah muda, ungu,
krem atau putih gading dan sangat tipis (1-2 mm). Batang berbentuk
silinder atau sub-angular, bercabang dan berwarna hijau. Daun berebntuk
bulat telur; daun atas adalah ovate-lanset, tanpa lobus dan basis hastate.
Sistem perbungaan adalah terminal, terdiri dari satu hingga lima sumbu,
masing-masing dengan tiga capitula. Warna bunga bervariasi antara
kuning ke oranye terang, flower ray bergigi dua atau tiga.
2.1.3 Kandungan Kimia
Smallanthus sonchifolius (Yakon) kaya dengan insulin dimana
unit-unitnya mengandung gula-gula fruktosa yang tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan tetapi dapat difermentasi oleh usus besar. Selain itu
Smallanthus sonchifolius (Yakon) sendiri kandungan fruktosanya 35%
bebas dan 25% terikat sehingga karbohidrat tetap didapat meskipun
konsentrasi gula darah rendah. Keadaan inilah yang mencegah penderita
diabetes dari hiperglikemia (over-aktivitas) dan karenanya dengan
konsumsi Yakon tak mungkin meningkatkan kadar gula dalam darah.
(www.kesehatan.kompasiana.com)
Efek hipoglikemik Smallanthus sonchifolius (Yakon) pernah diuji
oleh Manuel J Aybar dari Departamento de Biologia del Desarrollo,
Universidad Nacional de Tucuma, Argentina. Sebanyak 20 gram daun
Smallanthus sonchifolius (Yakon) kering dilarutkan pada 200 ml air yang
dididihkan selama 20 menit.
6
Peneliti Smallanthus sonchifolius (Yakon) itu juga menemukan
jika daun Yakon digunakan sebagai teh, akan memiliki efek untuk
mengurangi puncak kadar gula ketika kita menyantap makanan manis atau
yang mengandung karbohidrat. Kadar gula yang tinggi merupakan
masalah terbesar dari seorang penderita diabetes karena tubuh tidak bisa
memproduksi atau menggunakan insulin, hormon yang biasanya
digunakan untuk memproses makanan.
Tabel 1.Senyawa yang terkandung dalam tanaman yakon:
Senyawa
kimia
Umbi Daun Batang
Kalsium 23 1805 967
Potasium 228,2
Besi 0,3 10,82 7,29
Tembaga 0,96 < 0,5 < 0,5
Mangan 0,54 3,067 < 0,5
Seng 0,67 6,20 2,93
Fosfor 21 543 415
Retinol 10
Karoten 0,08
Asam asorbat 13
Tiamin 0,01
Riboflavin 0,11
Niasin 0,33
2.1.4 Khasiat
Daun yakon mempunyai banyak khasiat, seperti :
1. Sebagai obat diabetes
2. Sebagai penguat hati dan obat masalah hati
3. Sebagai antimikrobial untuk ginjal dan infeksi kandung kemih
4. Sebagai antioksidan (terutama pada hati)
Daun yakon dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Serta
dapat meningkatkan efek insulin dan obat diabetes sehingga bagi pemakai
7
daun yakon perlu dilakukan pengecekan kadar gula darahnya sebelum dan
selama pemakaian daun yakon. Daun yakon dapat dikonsumsi dengan cara
di minum seperti halnya meminum jamu atau teh dengan cara dikeringkan
dahulu atau daun segar direbus kemudian airnya diminum 2 sampai 3 kali
sehari satu cangkir. Di Indonesia sudah ada yang menjual teh yakon, yaitu
daun yakon yang sudah dikeringkan sehingga memudahkan konsumen
untuk meminumnya, salah satu contonya adalah teh yakon.
Teh yakon adalah bubuk daun yakon yang telah dikeringkan. Teh
yakon ini dibuat untuk mempermudah pemakaian daun yakon, karena teh
yakon akan tahan lebih lama bila disimpan. Teh yakon komersial, yang
beredar dipasaran ada yang berbentuk bubuk atau teh celup. Teh yakon
mempunyai khasiat yang sama dengan daun yakon segar.
Saat ini selain daun ,umbi yakon juga mempunyai manfaat
tersendiri mempunyai rasa yang manis, dapat dimakan mentah, dikukus
atau digoreng. Umbi yakon juga dapat dibuat jus dan dibuat konsentrat
menjadi sirup dan pemanis. Untuk meningkatkan rasa manis pada umbi,
sebelum dikonsumsi sebaiknya umbi dijemur di bawah sinar matahari
sampai kulitnya berkerut, kemudian kupas kulitnya, maka daging umbi
dapat dimakan langsung. Umbi yakon ini sangat baik dikonsumsi oleh
penderita diabetes dan orang-orang yang diet karena umbi yakon
mengandung insulin, yaitu sejenis gula yang tidak dapat dicerna, sehingga
walaupun rasanya manis tetapi kandungan kalorinya rendah. Selain itu,
umbi yakon juga mengandung FOS (fructo-oligosaccharide), yaitu sejenis
fruktosa yang tidak dapat diserap tubuh.
Umbi yakon mengandung 86-90% air dan hanya mengandung
sedikit protein dan lipid. Kandungan fruktosa di dalam umbi yakon terdiri
atas 35% fruktosa bebas dan 25% fruktosa terikat. Fruktosa dalam yakon
70% lebih manis dari gula tebu. Sehingga karbohidrat tetap dapat disuplai
walaupun pada saat kadar gula darah rendah.Sehingga dapat menjaga
hiperglikemia pada penderita diabetes.Yakon mengandung kadar gula
alami yang rendah. Sebotol sirup yakon mempunyai kalori separuh dari
sebotol madu. Sirup yang terbuat dari umbi yakon juga bermanfaat sebagai
8
prebiotik, yaitu memberi makanan kepada bakteri baik di dalam usus besar
sehinga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu sistem
pencernaan. Umbi yakon terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida
dalam darah. Umbi yakon tidak terbukti dapat menurunkan kadar gula
dalam darah tetapi tidak mengakibatkan peningkatan gula darah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,dengan merebus 5 lembar
daun yakon segar dengan air 2 gelas sampai air yang tersisa hanya 1 gelas.
Kemudian airnya diminum 2 kali sehari satu gelas.
Turunnya kadar gula darah tergantung dari penderita diabetes itu
sendiri, oleh karena itu perlunya pemantauan kadar gula darah selama
meminum yakon, bila kadar gula darah sudah normal maka konsumsi daun
yakon harus dihentikan. Cara lain mengkonsumsi daun yakon (di
Kolombia) yaitu dengan menjemur lima daun yakon secara terbalik.
Setelah kering, digerus hingga menghasilkan 15 gram. Serbuk daun
dilarutkan dalam 600 ml air mendidih. Air berwarna hijau pekat itu
diminum 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam).
2.2 Uraian Kandungan Metabolit Sekunder Tumbuhan
2.2.1 Alkaloida
Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang
terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung
satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik.
Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak
yang diantaranya digunakan secara luas dalam bidang pengobatan
(Harborne, 1987).
Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia
untuk mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi
Mayer, pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth,
1966).
Kegunaan alkaloida pada tanaman (Anonim4, 2011):
A. Sebagai racun untuk melindungi tanaman dari serangga dan
binatang pemakan serangga
9
B. Sebagai hasil akhir dari reaksi detoksifikasi yang merupakan
hasil metabolit akhir dari komponen-komponen yang
membahayakan bagi tanaman
C. Sebagai faktor pertumbuhan tanaman
D. Sebagai zat cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan
nitrogen atau unsur lain yang dibutuhkan tanaman.
Sifat – sifat alkaloid :
1. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah
menguap, tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.
Beberapa alkaloid berwujud cair dan larut dalam air. Ada
juga alkaloid yang berwarna, misalnya berberin (kuning).
2. Bersifat basa (pahit, racun).
3. Mempunyai efek fisiologis serta aktif optis.
4. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam
fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, dan
kalium merkuriiodida.
2.2.2 Flavonoida
Golongan flavonoida dapat digambarkan sebagai deretan senyawa
C6-C3-C6, artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin
benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon
(Robinson, 1995). Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang banyak
terdapat pada tumbuhan mulai dari jamur sampai angiospermae. Pada
tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun
dalam bunga. Fungsi flavonoida pada tumbuhan adalah dapat menarik
burung dan serangga yang membantu proses penyerbukan, pengatur
tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus (Robinson,
1995).
Sedangkan fungsi flavonoid pada manusia dalam dosis kecil adalah
flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hisperidin mempengaruhi
pembuluh darah kapiler, flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan
sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).
10
2.2.3 Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas
diantara tumbuhan tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit,
menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput
lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang
menimbulkan busa jika dikocok. Dalam larutan yang sangat encer saponin
sangat beracun untuk hewan berdarah dingin, dan tumbuhan yang
mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-
ratus tahun (Robinson, 1995; Gunawan, et al., 2004).
2.2.4 Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam
golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, mempunyai rasa sepat
dan memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam
tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam
jaringan kayu (Harborne, 1987).
Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak
herbivora karena rasanya yang pahit (Harborne, 1987).
A. Sifat-sifat tanin (Anonim3, 2011):
1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi
asam dan sepat
2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid
3. Tidak dapat mengkristal
4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen
5. Mengendapkan protein dari larutannya dan
bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak
dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
2.2.5 Glikosida
Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan
terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin).
Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim.
11
Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim
tidak memerlukan panas (Sirait, 2007).
Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat
dibedakan menjadi (Sirait, 2007):
A. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan
aglikon melalui jembatan O
B. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan
aglikon melalui jembatan S. Contoh: sinigrin
C. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan
aglikon melalui jembatan N. Contoh: nikleosidin,
krotonosidin
D. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan
aglikon melalui jembatan C. Contoh: aloin, viteksin.
2.2.6 Glikosida Antrakuinon
Golongan kuinon alam terbesar adalah antrakuinon. Beberapa
antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Khasiat
dari antrakuinon sebagai pencahar pada prinsipnya antrakuinon harus
memiliki paling sedikit 2 gugusan hidroksil fenolis pada atom C no.1 dan
no.8 atau C no.3.
2.2.7 Steroid/triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon
C30 asiklik, yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik
yang relatif kompleks, kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau
asam karboksilat. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk
kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, dapat dibagi atas 4
kelompok senyawa yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin dan
glikosida jantung. Uji kualitatif yang banyak digunakan ialah reaksi
Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat) yang
kebanyakan triterpena dan steroida memberikan warna hijau biru
(Harborne, 1987). Steroida adalah triterpena yang kerangka dasarnya
sistem cincin siklopentana perhidrofenanten (Harborne, 1987).
12
2.3 EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut
cair. Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari untuk ekstraksi
adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau
etanol-air (Ditjen POM, 1989; Ditjen POM, 1995; Ditjen POM, 2000).
2.3.1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:
A Cara dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri
dari:
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan. Maserasi kinetik dilakukan dengan
pengadukan yang berkesinambungan (terus
menerus). Remaserasi dilakukan dengan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan
di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar.
13
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,
etanol, methanol, etanol-air atau pelarut lainnya.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru sampai penyarian sempurna yang
umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak) yang terus-
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Tahap
pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan
dengan maserasi serbuk menggunakan cairan
penyari sekurang – kurangnya 3 jam, hal ini penting
terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang
mudah mengembang. Cara perkolasi lebih baik
dibandingkan dengan cara maserasi karena :
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
Ruangan di antara butir – butir serbuk simplisia
membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.
Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan
konsentrasi.
14
B. Cara panas
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri
dari :
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada
temperatur titik didih pelarut tersebut, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik
(kondensor). Umumnya dilakukan antara 3 – 5 kali
pengulangan proses ekstraksi sempurna.
2. Soxhlet
Metode soxhlet adalah ekstraksi menggunakan
pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan
dengan adanya pendingin balik (kondensor).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan
pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih
tinggi dari temperatur kamar, umunya dilakukan
pada suhu 40 - 50oC.
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infus tercelup
dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96-98oC) selama 15 hingga 20 menit.
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama
yaitu 30 menit dan temperatur sampai titik didih air
(Ditjen POM, 2000).
15
2.4 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melebihi 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 5-13 tahun dan untuk usia di atas 50 tahun dapat
mencapai 160/95 mmHg. Untuk memastikan keadaan hipertensi sebaiknya harus
dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali (WHO, 2003).
Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah
abnormal yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap
stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Ruhyanudin, 2006).
Hipertensi berkaitan dengan tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik berhubungan dengan tingginya tekanan pada arteri ketika jantung
berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri
pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung. Hasil pengukuran sistolik
mempunyai nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik (Crowin, 2000).
Fakor utama yang menentukan tekanan darah (TD), yaitu curah jantung dan
resistensi vaskular perifer (pheripheral vascular resistance). Resistensi perifer
ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah
dan viskositas darah (Nafrialdi dkk, 2007).
2.4.1 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi
esensial (primer) dan hipertensi sekunder.
1. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi esensial atau sering juga disebut hipertensi primer atau
idiopatik, adalah hipertensi dengan mekanisme patofisiologi yang tidak
diketahui penyebabnya. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan
lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriksi, resistensi insulin dan lain-lain. Sementara itu yang termasuk
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,
obesitas dan lain-lain (Nafrialdi dkk, 2007).
16
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder dapat terjadi akibat penyakit ginjal (hipertensi
renal, hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.
Prevalensi dari hipertensi sekunder adalah sebesar 5-10% dari seluruh
penderita hipertensi (Nafrialdi dkk, 2007).
Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara
lain sindrom Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer,
kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat
yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah estrogen, AINS (Anti
Inflamasi Non Steroid), kortikosteroid, amfetamin, siklosporin, sibutramin,
takrolimus, eritripoiten, dan venlafaksin (Sukandar et al., 2008).
The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
(JNC VII) mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa dibagi
menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi drajat 1 dan drajat 2
yang apat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII, 2003
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Kematian < 50 < 35
Hipotensi Ringan 50-80 35-60
Normal 90-120 70-80
Hipertensi
Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Tingkat 1 140-159 90-99
Tingkat 2 >160 > 100
17
Tingkat 1 140-160 90-100
Tingkat 2 160-180 100-110
Tingkat 3 180-210 110-130
Tingkat 4 210-230 130-140
2.4.2 Gejala Hipertensi
Hipertensi tidak mempunyai gejala khusus namun setelah beberapa
tahun, pasien akan menderita nyeri kepala pada pagi hari sebelum bangun
tidur, nyeri ini akan hilang setelah bangun. Hipertensi hanya akan dikenali
dengan pengukuran tekanan darah melalui pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan ginjal dan pembuluh (Tjay dan Rahardja, 2007).
Menurut Crowin (2000), sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan
darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat
hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler.
2.4.3 Penyebab Hipertensi
Terdapat beberapa keadaan patofisiologi yang dapat menimbulkan
hipertensi secara eksperimental dan klinis, sehingga sukar sekali untuk
menentukan penyebab dari hipertensi itu sendiri. Beberapa faktor yang
dapat memicu terjadinya hipertensi yang dikemukakan oleh Smith (1992)
diantaranya:
1. Faktor genetik dan keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial atau primer
didapatkan dari riwayat hipertensi dalam keluarga. Bila
orangtuanya menderita hipertensi, maka kemungkinan besar
keturunannya akan menderita hipertensi seumur hidup.
2. Faktor jenis kelamin
18
Wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
dengan pria.
3. Faktor usia
Penderita hipertensi pada umumnya adalah orang-orang
yang berusia di atas 40 tahun, namun berbagai penelitian
epidemiologik yang dilakukan di atas 20 tahun adalah penderita
hipertensi (Soeparman, 1990). Hal ini terjadi karena terdapat
perubahan pola makan dan perubahan pola kehidupan (tidak
mengutamakan asupan gizi dan jarang olahraga).
4. Gangguan ginjal
Ginjal mengendalikan volume garam dan air di dalam
tubuh dan di dalam darah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
tekanan darah. Semakin banyak garam yang tertinggal di dalam
tubuh dan semakin banyak air yang tertahan bersamanya, maka
semakin meningkat pula volume cairan tubuh dan tekanan dalam
peredaran darah.
5. Obesitas atau kegemukan
Berat badan berlebih menyebabkan bertambahnya volume
darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan,
tekanan darah dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg setiap kg
penurunan berat badan.
6. Konsumsi banyak garam
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume
darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh darah
meningkat. Konsumsi natrium yang berberlebihan dapat
mengakibatkan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik yang
menginhibisi trasport natrium intraseluler, menghasilkan
peningkatan reaktivitas vaskular dan tekanan darah (Sukandar et
al., 2008).
7. Stress
19
Stres (ketegangan emosional) dapat meningkatkan tekanan
darah untuk sementara akibat pelepasan adrenalin dan noradrenalin
(hormon stres) yang bersifat vasokonstriktif. Begitu juga dengan
olahraga (ketegangan fisik) dapat meningkatkan tekanan darah.
Apabila stres hilang, maka tekanan darah yang tinggi dapat turun
kembali.
8. Konsumsi alkohol
Meminum lebih dari 40 gram alkohol sehari untuk jangka
waktu panjang dapat meningkatkan tensi diastolik sampai 0,5 mm
per 10 gram alkohol (Tjay dan Rahardja, 2007).
9. Kebiasaan merokok
Nikotin dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi
sehingga berpotensi meningkatkan tekanan darah.
2.4.4 Penatalaksanaan Hipertensi
Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis seperti penjelasan di bawah ini.
1. Penanganan Non Farmakologik
Penanganan non farmakologi dapat dilakukan dengan
berbagai upaya sebagai berikut:
a. Menurunkan berat badan bila mengalami obesitas
Peningkatan berat badan pada usia dewasa sangat
berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,
manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan
mengontrol hipertensi (Smith, 1992).
b. Meningkatkan aktivitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah beresiko terkena
hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,
aktivitas fisik antar 30-45 menit sebanyak >3 kali/hari
penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium
Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka
perlu pemberian obat antihipertensi oleh dokter.
20
d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol
Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat,
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya. Oleh karena itu, konsumsi kafein dan alkohol
harus dibatasi untuk menurunkan resiko terjadinya
hipertensi.
2. Pengobatan Farmakologik
Tujuan pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas akibat hipertensi. Beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan pada penggunaan obat anti hipertensi, yaitu saat
mulai pengobatan digunakan dosis yang kecil, bila efek tidak
memuaskan ditambahkan obat untuk kombinasi, dan
mempergunakan obat long acting dengan dosis tunggal yang dapat
mencakup efek selama 24 jam (WHO, 2003).
Pada terapi farmakologis digunakan obat-obat
antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretik,
terutama jenis tiazid atau aldosteron antagonis, beta bloker
(contohnya atenolol), calcium chanel blocker atau calcium
antagonist (contohnya nifedipin), Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACEI) (misalnya kaptropril), Angiotensin II Receptor
Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) (misalnya
losartan).
1. Diuretik
Diuretik dapat meningkatkan pengeluaran garam, air dan
klorida oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah
menurun. Diuretik diperkirakan berpengaruh langsung terhadap
dinding pembuluh, yakni penurunan kadar natrium di ruang
interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang
selanjutnya menghambat influks kalsium sehingga membuat
dinding lebih kebal terhadap nor-adrenalin, hingga daya tahannya
berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak meningkat
dengan memperbesar dosis. Penelitian-penelitian besar
21
membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretik belum
terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik dianjurkan untuk
sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang (Nafrialdi dkk,
2007; Tjay dan Rahardja, 2007). Berikut adalah penggolongan
obat-obat diuretik pada kasus hipertensi:
a. Golongan Tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan
tiazid, antara lain: hidroklorotiazid, bendroflumetiazid,
klorotiazid, klortalidon, mefrusida, indapamida dan
klopamida. Obat golongan ini bekerja dengam menghambat
transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal,
sehingga eksrresi Na+ dan Cl- meningkat. Efeknya lebih
lama dan lambat, tetapi bertahan lebih lama (6-48 jam).
Tiazid digunakan terutama untuk pemeliharaan hipertensi
dan kelemahan jantung (decompensatia cordis) (Nafrialdi
dkk, 2007; Sukandar et al., 2008; Tjay dan Rahardja, 2007).
b. Diuretik Hemat Kalium
Obat yang termasuk diuretik hemat kalium adalah
antagonis aldosteron (spironolakton, kanrenoat); amilorida
dan triamteren. Diuretik hemat kalium merupakan
antihipertensi yang lemah jika digunakan tunggal. Efek
hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan
dengan diuretik hemat kalium tiazid atau jerat Henle.
Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium
dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+ dan ekskresi K+;
proses ini dihambat secara kompetitif oleh obat-obat ini
(Sukandar et al., 2008; Tjay dan Rahardja, 2007).
c. Diuretik Kuat (Loop diuretics, Ceiling diuretics)
Obat-obat yang termasuk diuretik kuat antara lain
furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat.
Diuretik kuat bekerja di lengkung Henle asenden bagian
22
epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+
dan Cl- serta menghambat resorpsi air dan elektrolit.
Kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat
daripada golongan tiazid. Oleh karena itu, obat ini jarang
digunakan sebagai antihipertensi kecuali pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5
mg/dL) atau gagal ginjal (Nafrialdi dkk, 2007).
2.4.5 Metode Pengujian Aktivitas Antihipertensi
Terdapat dua metode untuk menentukan aktivitas antihipertensi
pada hewan percobaan, yaitu metode langsung dan tidak langsung.
a. Metode langsung
Metode pengukuran tekanan darah secara langsung dapat
dilakukan untuk tikus, anjing dan kelinci yang dianastesi terlebih
dahulu. Pada tikus metode langsung dapat dilakukan dengan
menyisipkan tube polietilen ke dalam lumen aorta abdominal tanpa
gangguan yang berarti pada aliran darah dan membawanya lewat
bawah kulit dan keluar lewat belakan leher. Pada metode ini,
penggunaan manomer air raksa lebih menguntungkan daripada
tranduser tekanan atau record fisiologi elektronik (Martaningsih,
1993).
b. Metode Tak Langsung
Metode tak langsung dilakukan tanpa melalui pembedahan
dan perlakuan anastesi terhadap hewan uji. Metode ini dapat
dilakukan pada anjing, kelinci dan tikus. Pada tikus, pengukuran
tekanan darah dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis
yang dapat mengukur tekanan darah tikus melalui ekor. Metode ini
disebut juga metode non-invasif. Nilai tekanan darah dapat diukur
melalui cuff yang mempunyai sensor cahaya. Sensor akan
membaca aliran tekanan darah yang melewati pangkal ekor secara
dinamis akibat penekanan terhadap pembuluh darah oleh pompa
yang tersedia pada alat (Bachtiar, 2010).