Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Botani 2.1.1 Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius) Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius) atau lebih dikenal sebagai pohon insulin belum popular di Indonesia. Tumbuhan yang berasal dari Pegunungan Andes, Peru ini dipercaya dapat mengatasi penyakit diabetes. Smallanthus sonchifolius (Yakon) untuk pertama kalinya dibukukan pada tahun 1615 oleh kolumnis Guaman Poma dari Ayala, ketika ia mendaftarkan Yakon sebagai satu dari 55 tanaman asli dari Andes. Tumbuhan ini dapat ditemukan pula di hutan hujan tropis Amerika Selatan, Ekuador, Bolivia dan Kolombia. Saat ini, yakon telah dibudidayakan dibanyak negara seperti Amerika, Brazil, Jepang, Korea, Taiwan, Selandia Baru, Australia dan Republik Czech. Smallanthus sonchifolius (Yakon) baru dikenal di Indonesia sekitar tahun 2006, tepatnya di Bandung dan Yogyakarta merupakan pusat budidaya Smallanthus sonchifolius (Yakon) di Indonesia saat ini. Tanaman ini sangat mudah ditanam, hanya dengan cara distek seperti menanam singkong (menancapkan batang yakon ke tanah) maka tanaman akan tumbuh subur dengan 4

description

tinjauan pustaka

Transcript of Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

Page 1: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani

2.1.1 Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius)

Tumbuhan yakon (Smallanthus sonchifolius) atau lebih dikenal

sebagai pohon insulin belum popular di Indonesia. Tumbuhan yang berasal

dari Pegunungan Andes, Peru ini dipercaya dapat mengatasi penyakit

diabetes. Smallanthus sonchifolius (Yakon) untuk pertama kalinya

dibukukan pada tahun 1615 oleh kolumnis Guaman Poma dari Ayala,

ketika ia mendaftarkan Yakon sebagai satu dari 55 tanaman asli dari

Andes. Tumbuhan ini dapat ditemukan pula di hutan hujan tropis Amerika

Selatan, Ekuador, Bolivia dan Kolombia. Saat ini, yakon telah

dibudidayakan dibanyak negara seperti Amerika, Brazil, Jepang, Korea,

Taiwan, Selandia Baru, Australia dan Republik Czech.

Smallanthus sonchifolius (Yakon) baru dikenal di Indonesia sekitar

tahun 2006, tepatnya di Bandung dan Yogyakarta merupakan pusat

budidaya Smallanthus sonchifolius (Yakon) di Indonesia saat ini. Tanaman

ini sangat mudah ditanam, hanya dengan cara distek seperti menanam

singkong (menancapkan batang yakon ke tanah) maka tanaman akan

tumbuh subur dengan sendirinya. Perawatannya pun mudah, cukup

disiram pagi dan sore hari. Taksonomi Smallanthus sonchifolius (Yakon)

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Asterales

Suku : Asteraceae

Genus : Smallanthus

Spesies : Smallanthus sonchifolius

(Poepp.) H.Rob.

4

Page 2: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

5

2.1.2 Morfologi Tumbuhan Yakon (Smallanthus sonchifolius)

Smallanthus sonchifolius (Yakon) merupakan tanaman dari

keluarga bunga matahari, berdaun hijau tua seperti seledri, bunganya

berwarna kuning berbentuk seperti bunga aster, mempunyai umbi yang

dapat dimakan dengan daging berwarna putih kekuningan dan manis,

tanaman ini dapat tumbuh hingga 1,5-3 m. Grau dan Rea (1997)

menggambarkan yakon sebagai ramuan abadi dari 1,5 sampai 3 m. Sistem

akar terdiri dari 4-20 akar berbonggol yang dapat mencapai panjang 25 cm

dengan diameter 10 cm, dan sistem akar ekstensif berserat tipis.. Warna

daging umbi bervariasi, yaitu: putih, krem, putih dengan striations ungu,

ungu, pink dan kuning. Kulit umbi berwarna coklat, merah muda, ungu,

krem atau putih gading dan sangat tipis (1-2 mm). Batang berbentuk

silinder atau sub-angular, bercabang dan berwarna hijau. Daun berebntuk

bulat telur; daun atas adalah ovate-lanset, tanpa lobus dan basis hastate.

Sistem perbungaan adalah terminal, terdiri dari satu hingga lima sumbu,

masing-masing dengan tiga capitula. Warna bunga bervariasi antara

kuning ke oranye terang, flower ray bergigi dua atau tiga.

2.1.3 Kandungan Kimia

Smallanthus sonchifolius (Yakon) kaya dengan insulin dimana

unit-unitnya mengandung gula-gula fruktosa yang tidak dapat dicerna oleh

enzim pencernaan tetapi dapat difermentasi oleh usus besar. Selain itu

Smallanthus sonchifolius (Yakon) sendiri kandungan fruktosanya 35%

bebas dan 25% terikat sehingga karbohidrat tetap didapat meskipun

konsentrasi gula darah rendah. Keadaan inilah yang mencegah penderita

diabetes dari hiperglikemia (over-aktivitas) dan karenanya dengan

konsumsi Yakon tak mungkin meningkatkan kadar gula dalam darah.

(www.kesehatan.kompasiana.com)

Efek hipoglikemik Smallanthus sonchifolius (Yakon) pernah diuji

oleh Manuel J Aybar dari Departamento de Biologia del Desarrollo,

Universidad Nacional de Tucuma, Argentina. Sebanyak 20 gram daun

Smallanthus sonchifolius (Yakon) kering dilarutkan pada 200 ml air yang

dididihkan selama 20 menit.

Page 3: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

6

Peneliti Smallanthus sonchifolius (Yakon) itu juga menemukan

jika daun Yakon digunakan sebagai teh, akan memiliki efek untuk

mengurangi puncak kadar gula ketika kita menyantap makanan manis atau

yang mengandung karbohidrat. Kadar gula yang tinggi merupakan

masalah terbesar dari seorang penderita diabetes karena tubuh tidak bisa

memproduksi atau menggunakan insulin, hormon yang biasanya

digunakan untuk memproses makanan.

Tabel 1.Senyawa yang terkandung dalam tanaman yakon:

Senyawa

kimia

Umbi Daun Batang

Kalsium 23 1805 967

Potasium 228,2

Besi 0,3 10,82 7,29

Tembaga 0,96 < 0,5 < 0,5

Mangan 0,54 3,067 < 0,5

Seng 0,67 6,20 2,93

Fosfor 21 543 415

Retinol 10

Karoten 0,08

Asam asorbat 13

Tiamin 0,01

Riboflavin 0,11

Niasin 0,33

2.1.4 Khasiat

Daun yakon mempunyai banyak khasiat, seperti :

1. Sebagai obat diabetes

2. Sebagai penguat hati dan obat masalah hati

3. Sebagai antimikrobial untuk ginjal dan infeksi kandung kemih

4. Sebagai antioksidan (terutama pada hati)

Daun yakon dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Serta

dapat meningkatkan efek insulin dan obat diabetes sehingga bagi pemakai

Page 4: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

7

daun yakon perlu dilakukan pengecekan kadar gula darahnya sebelum dan

selama pemakaian daun yakon. Daun yakon dapat dikonsumsi dengan cara

di minum seperti halnya meminum jamu atau teh dengan cara dikeringkan

dahulu atau daun segar direbus kemudian airnya diminum 2 sampai 3 kali

sehari satu cangkir. Di Indonesia sudah ada yang menjual teh yakon, yaitu

daun yakon yang sudah dikeringkan sehingga memudahkan konsumen

untuk meminumnya, salah satu contonya adalah teh yakon.

Teh yakon adalah bubuk daun yakon yang telah dikeringkan. Teh

yakon ini dibuat untuk mempermudah pemakaian daun yakon, karena teh

yakon akan tahan lebih lama bila disimpan. Teh yakon komersial, yang

beredar dipasaran ada yang berbentuk bubuk atau teh celup. Teh yakon

mempunyai khasiat yang sama dengan daun yakon segar.

Saat ini selain daun ,umbi yakon juga mempunyai manfaat

tersendiri mempunyai rasa yang manis, dapat dimakan mentah, dikukus

atau digoreng. Umbi yakon juga dapat dibuat jus dan dibuat konsentrat

menjadi sirup dan pemanis. Untuk meningkatkan rasa manis pada umbi,

sebelum dikonsumsi sebaiknya umbi dijemur di bawah sinar matahari

sampai kulitnya berkerut, kemudian kupas kulitnya, maka daging umbi

dapat dimakan langsung. Umbi yakon ini sangat baik dikonsumsi oleh

penderita diabetes dan orang-orang yang diet karena umbi yakon

mengandung insulin, yaitu sejenis gula yang tidak dapat dicerna, sehingga

walaupun rasanya manis tetapi kandungan kalorinya rendah. Selain itu,

umbi yakon juga mengandung FOS (fructo-oligosaccharide), yaitu sejenis

fruktosa yang tidak dapat diserap tubuh.

Umbi yakon mengandung 86-90% air dan hanya mengandung

sedikit protein dan lipid. Kandungan fruktosa di dalam umbi yakon terdiri

atas 35% fruktosa bebas dan 25% fruktosa terikat. Fruktosa dalam yakon

70% lebih manis dari gula tebu. Sehingga karbohidrat tetap dapat disuplai

walaupun pada saat kadar gula darah rendah.Sehingga dapat menjaga

hiperglikemia pada penderita diabetes.Yakon mengandung kadar gula

alami yang rendah. Sebotol sirup yakon mempunyai kalori separuh dari

sebotol madu. Sirup yang terbuat dari umbi yakon juga bermanfaat sebagai

Page 5: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

8

prebiotik, yaitu memberi makanan kepada bakteri baik di dalam usus besar

sehinga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu sistem

pencernaan. Umbi yakon terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida

dalam darah. Umbi yakon tidak terbukti dapat menurunkan kadar gula

dalam darah tetapi tidak mengakibatkan peningkatan gula darah.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,dengan merebus 5 lembar

daun yakon segar dengan air 2 gelas sampai air yang tersisa hanya 1 gelas.

Kemudian airnya diminum 2 kali sehari satu gelas.

Turunnya kadar gula darah tergantung dari penderita diabetes itu

sendiri, oleh karena itu perlunya pemantauan kadar gula darah selama

meminum yakon, bila kadar gula darah sudah normal maka konsumsi daun

yakon harus dihentikan. Cara lain mengkonsumsi daun yakon (di

Kolombia) yaitu dengan menjemur lima daun yakon secara terbalik.

Setelah kering, digerus hingga menghasilkan 15 gram. Serbuk daun

dilarutkan dalam 600 ml air mendidih. Air berwarna hijau pekat itu

diminum 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam).

2.2 Uraian Kandungan Metabolit Sekunder Tumbuhan

2.2.1 Alkaloida

Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang

terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung

satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai bagian dari sistem siklik.

Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak

yang diantaranya digunakan secara luas dalam bidang pengobatan

(Harborne, 1987).

Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia

untuk mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi

Mayer, pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth,

1966).

Kegunaan alkaloida pada tanaman (Anonim4, 2011):

A. Sebagai racun untuk melindungi tanaman dari serangga dan

binatang pemakan serangga

Page 6: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

9

B. Sebagai hasil akhir dari reaksi detoksifikasi yang merupakan

hasil metabolit akhir dari komponen-komponen yang

membahayakan bagi tanaman

C. Sebagai faktor pertumbuhan tanaman

D. Sebagai zat cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan

nitrogen atau unsur lain yang dibutuhkan tanaman.

Sifat – sifat alkaloid :

1. Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah

menguap, tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik.

Beberapa alkaloid berwujud cair dan larut dalam air. Ada

juga alkaloid yang berwarna, misalnya berberin (kuning).

2. Bersifat basa (pahit, racun).

3. Mempunyai efek fisiologis serta aktif optis.

4. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam

fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, dan

kalium merkuriiodida. 

2.2.2 Flavonoida

Golongan flavonoida dapat digambarkan sebagai deretan senyawa

C6-C3-C6, artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin

benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon

(Robinson, 1995). Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang banyak

terdapat pada tumbuhan mulai dari jamur sampai angiospermae. Pada

tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun

dalam bunga. Fungsi flavonoida pada tumbuhan adalah dapat menarik

burung dan serangga yang membantu proses penyerbukan, pengatur

tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus (Robinson,

1995).

Sedangkan fungsi flavonoid pada manusia dalam dosis kecil adalah

flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, hisperidin mempengaruhi

pembuluh darah kapiler, flavon terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan

sebagai antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

Page 7: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

10

2.2.3 Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang

menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas

diantara tumbuhan tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit,

menusuk, menyebabkan bersin dan mengakibatkan iritasi terhadap selaput

lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang

menimbulkan busa jika dikocok. Dalam larutan yang sangat encer saponin

sangat beracun untuk hewan berdarah dingin, dan tumbuhan yang

mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-

ratus tahun (Robinson, 1995; Gunawan, et al., 2004).

2.2.4 Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam

golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, mempunyai rasa sepat

dan memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam

tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam

jaringan kayu (Harborne, 1987).

Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak

herbivora karena rasanya yang pahit (Harborne, 1987).

A. Sifat-sifat tanin (Anonim3, 2011):

1. Dalam air membentuk larutan koloidal yang bereaksi

asam dan sepat

2. Mengendapkan larutan gelatin dan larutan alkaloid

3. Tidak dapat mengkristal

4. Larutan alkali mampu mengoksidasi oksigen

5. Mengendapkan protein dari larutannya dan

bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak

dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

2.2.5 Glikosida

Glikosida adalah suatu golongan senyawa bila dihidrolisis akan

terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin).

Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim.

Page 8: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

11

Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim

tidak memerlukan panas (Sirait, 2007).

Berdasarkan ikatan antara glikon dan aglikon, glikosida dapat

dibedakan menjadi (Sirait, 2007):

A. Tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan

aglikon melalui jembatan O

B. Tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan

aglikon melalui jembatan S. Contoh: sinigrin

C. Tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari glikon dengan

aglikon melalui jembatan N. Contoh: nikleosidin,

krotonosidin

D. Tipe C-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan

aglikon melalui jembatan C. Contoh: aloin, viteksin.

2.2.6 Glikosida Antrakuinon

Golongan kuinon alam terbesar adalah antrakuinon. Beberapa

antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Khasiat

dari antrakuinon sebagai pencahar pada prinsipnya antrakuinon harus

memiliki paling sedikit 2 gugusan hidroksil fenolis pada atom C no.1 dan

no.8 atau C no.3.

2.2.7 Steroid/triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon

C30 asiklik, yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik

yang relatif kompleks, kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau

asam karboksilat. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk

kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, dapat dibagi atas 4

kelompok senyawa yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin dan

glikosida jantung. Uji kualitatif yang banyak digunakan ialah reaksi

Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat) yang

kebanyakan triterpena dan steroida memberikan warna hijau biru

(Harborne, 1987). Steroida adalah triterpena yang kerangka dasarnya

sistem cincin siklopentana perhidrofenanten (Harborne, 1987).

Page 9: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

12

2.3 EKSTRAKSI

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

cair. Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Farmakope Indonesia menetapkan bahwa cairan penyari untuk ekstraksi

adalah air, etanol, dan etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat

tradisional masih terbatas pada penggunaan penyari air, etanol, atau

etanol-air (Ditjen POM, 1989; Ditjen POM, 1995; Ditjen POM, 2000).

2.3.1. Metode Ekstraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari 2 cara, yaitu:

A Cara dingin

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri

dari:

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia

dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur

ruangan. Maserasi kinetik dilakukan dengan

pengadukan yang berkesinambungan (terus

menerus). Remaserasi dilakukan dengan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan

masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan

di luar sel maka larutan terpekat didesak keluar.

Page 10: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

13

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air,

etanol, methanol, etanol-air atau pelarut lainnya.

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah

pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang

selalu baru sampai penyarian sempurna yang

umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) yang terus-

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Tahap

pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan

dengan maserasi serbuk menggunakan cairan

penyari sekurang – kurangnya 3 jam, hal ini penting

terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang

mudah mengembang. Cara perkolasi lebih baik

dibandingkan dengan cara maserasi karena :

Aliran cairan penyari menyebabkan adanya

pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang

konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan

derajat perbedaan konsentrasi.

Ruangan di antara butir – butir serbuk simplisia

membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.

Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka

kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan

batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan

konsentrasi.

Page 11: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

14

B. Cara panas

Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara panas terdiri

dari :

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada

temperatur titik didih pelarut tersebut, selama waktu

tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendingin balik

(kondensor). Umumnya dilakukan antara 3 – 5 kali

pengulangan proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Metode soxhlet adalah ekstraksi menggunakan

pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan

dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan

dengan adanya pendingin balik (kondensor).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan

pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih

tinggi dari temperatur kamar, umunya dilakukan

pada suhu 40 - 50oC.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

temperatur penangas air (bejana infus tercelup

dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC) selama 15 hingga 20 menit.

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama

yaitu 30 menit dan temperatur sampai titik didih air

(Ditjen POM, 2000).

Page 12: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

15

2.4 Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melebihi 140/90

mmHg atau lebih untuk usia 5-13 tahun dan untuk usia di atas 50 tahun dapat

mencapai 160/95 mmHg. Untuk memastikan keadaan hipertensi sebaiknya harus

dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali (WHO, 2003).

Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah

abnormal yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap

stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Ruhyanudin, 2006).

Hipertensi berkaitan dengan tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan

sistolik berhubungan dengan tingginya tekanan pada arteri ketika jantung

berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri

pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung. Hasil pengukuran sistolik

mempunyai nilai yang lebih besar dari tekanan diastolik (Crowin, 2000).

Fakor utama yang menentukan tekanan darah (TD), yaitu curah jantung dan

resistensi vaskular perifer (pheripheral vascular resistance). Resistensi perifer

ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas dinding pembuluh darah

dan viskositas darah (Nafrialdi dkk, 2007).

2.4.1 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi

esensial (primer) dan hipertensi sekunder.

1. Hipertensi Esensial (Primer)

Hipertensi esensial atau sering juga disebut hipertensi primer atau

idiopatik, adalah hipertensi dengan mekanisme patofisiologi yang tidak

diketahui penyebabnya. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi

esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan

lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,

kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap

vasokontriksi, resistensi insulin dan lain-lain. Sementara itu yang termasuk

faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi,

obesitas dan lain-lain (Nafrialdi dkk, 2007).

Page 13: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

16

2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder dapat terjadi akibat penyakit ginjal (hipertensi

renal, hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain.

Prevalensi dari hipertensi sekunder adalah sebesar 5-10% dari seluruh

penderita hipertensi (Nafrialdi dkk, 2007).

Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara

lain sindrom Cushing, hipertiroid, hiperparatiroid, aldosteron primer,

kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat

yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah estrogen, AINS (Anti

Inflamasi Non Steroid), kortikosteroid, amfetamin, siklosporin, sibutramin,

takrolimus, eritripoiten, dan venlafaksin (Sukandar et al., 2008).

The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure

(JNC VII) mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa dibagi

menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi drajat 1 dan drajat 2

yang apat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII, 2003

Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Kematian < 50 < 35

Hipotensi Ringan 50-80 35-60

Normal 90-120 70-80

Hipertensi

Klasifikasi Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi

Tingkat 1 140-159 90-99

Tingkat 2 >160 > 100

Page 14: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

17

Tingkat 1 140-160 90-100

Tingkat 2 160-180 100-110

Tingkat 3 180-210 110-130

Tingkat 4 210-230 130-140

2.4.2 Gejala Hipertensi

Hipertensi tidak mempunyai gejala khusus namun setelah beberapa

tahun, pasien akan menderita nyeri kepala pada pagi hari sebelum bangun

tidur, nyeri ini akan hilang setelah bangun. Hipertensi hanya akan dikenali

dengan pengukuran tekanan darah melalui pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan ginjal dan pembuluh (Tjay dan Rahardja, 2007).

Menurut Crowin (2000), sebagian besar gejala klinis timbul setelah

mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan

darah intrakranial, penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat

hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan

saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan

tekanan kapiler.

2.4.3 Penyebab Hipertensi

Terdapat beberapa keadaan patofisiologi yang dapat menimbulkan

hipertensi secara eksperimental dan klinis, sehingga sukar sekali untuk

menentukan penyebab dari hipertensi itu sendiri. Beberapa faktor yang

dapat memicu terjadinya hipertensi yang dikemukakan oleh Smith (1992)

diantaranya:

1. Faktor genetik dan keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial atau primer

didapatkan dari riwayat hipertensi dalam keluarga. Bila

orangtuanya menderita hipertensi, maka kemungkinan besar

keturunannya akan menderita hipertensi seumur hidup.

2. Faktor jenis kelamin

Page 15: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

18

Wanita lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan

dengan pria.

3. Faktor usia

Penderita hipertensi pada umumnya adalah orang-orang

yang berusia di atas 40 tahun, namun berbagai penelitian

epidemiologik yang dilakukan di atas 20 tahun adalah penderita

hipertensi (Soeparman, 1990). Hal ini terjadi karena terdapat

perubahan pola makan dan perubahan pola kehidupan (tidak

mengutamakan asupan gizi dan jarang olahraga).

4. Gangguan ginjal

Ginjal mengendalikan volume garam dan air di dalam

tubuh dan di dalam darah. Hal ini berkaitan dengan perubahan

tekanan darah. Semakin banyak garam yang tertinggal di dalam

tubuh dan semakin banyak air yang tertahan bersamanya, maka

semakin meningkat pula volume cairan tubuh dan tekanan dalam

peredaran darah.

5. Obesitas atau kegemukan

Berat badan berlebih menyebabkan bertambahnya volume

darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan,

tekanan darah dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg setiap kg

penurunan berat badan.

6. Konsumsi banyak garam

Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume

darah bertambah dan menyebabkan daya tahan pembuluh darah

meningkat. Konsumsi natrium yang berberlebihan dapat

mengakibatkan peningkatan sirkulasi hormon natriuretik yang

menginhibisi trasport natrium intraseluler, menghasilkan

peningkatan reaktivitas vaskular dan tekanan darah (Sukandar et

al., 2008).

7. Stress

Page 16: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

19

Stres (ketegangan emosional) dapat meningkatkan tekanan

darah untuk sementara akibat pelepasan adrenalin dan noradrenalin

(hormon stres) yang bersifat vasokonstriktif. Begitu juga dengan

olahraga (ketegangan fisik) dapat meningkatkan tekanan darah.

Apabila stres hilang, maka tekanan darah yang tinggi dapat turun

kembali.

8. Konsumsi alkohol

Meminum lebih dari 40 gram alkohol sehari untuk jangka

waktu panjang dapat meningkatkan tensi diastolik sampai 0,5 mm

per 10 gram alkohol (Tjay dan Rahardja, 2007).

9. Kebiasaan merokok

Nikotin dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi

sehingga berpotensi meningkatkan tekanan darah.

2.4.4 Penatalaksanaan Hipertensi

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan

farmakologis seperti penjelasan di bawah ini.

1. Penanganan Non Farmakologik

Penanganan non farmakologi dapat dilakukan dengan

berbagai upaya sebagai berikut:

a. Menurunkan berat badan bila mengalami obesitas

Peningkatan berat badan pada usia dewasa sangat

berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,

manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan

mengontrol hipertensi (Smith, 1992).

b. Meningkatkan aktivitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah beresiko terkena

hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,

aktivitas fisik antar 30-45 menit sebanyak >3 kali/hari

penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka

perlu pemberian obat antihipertensi oleh dokter.

Page 17: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

20

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat,

sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya. Oleh karena itu, konsumsi kafein dan alkohol

harus dibatasi untuk menurunkan resiko terjadinya

hipertensi.

2. Pengobatan Farmakologik

Tujuan pengobatan adalah menurunkan morbiditas dan

mortalitas akibat hipertensi. Beberapa hal yang perlu

dipertimbangkan pada penggunaan obat anti hipertensi, yaitu saat

mulai pengobatan digunakan dosis yang kecil, bila efek tidak

memuaskan ditambahkan obat untuk kombinasi, dan

mempergunakan obat long acting dengan dosis tunggal yang dapat

mencakup efek selama 24 jam (WHO, 2003).

Pada terapi farmakologis digunakan obat-obat

antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu diuretik,

terutama jenis tiazid atau aldosteron antagonis, beta bloker

(contohnya atenolol), calcium chanel blocker atau calcium

antagonist (contohnya nifedipin), Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor (ACEI) (misalnya kaptropril), Angiotensin II Receptor

Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB) (misalnya

losartan).

1. Diuretik

Diuretik dapat meningkatkan pengeluaran garam, air dan

klorida oleh ginjal hingga volume darah dan tekanan darah

menurun. Diuretik diperkirakan berpengaruh langsung terhadap

dinding pembuluh, yakni penurunan kadar natrium di ruang

interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang

selanjutnya menghambat influks kalsium sehingga membuat

dinding lebih kebal terhadap nor-adrenalin, hingga daya tahannya

berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan dan tidak meningkat

dengan memperbesar dosis. Penelitian-penelitian besar

Page 18: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

21

membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretik belum

terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik dianjurkan untuk

sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang (Nafrialdi dkk,

2007; Tjay dan Rahardja, 2007). Berikut adalah penggolongan

obat-obat diuretik pada kasus hipertensi:

a. Golongan Tiazid

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan

tiazid, antara lain: hidroklorotiazid, bendroflumetiazid,

klorotiazid, klortalidon, mefrusida, indapamida dan

klopamida. Obat golongan ini bekerja dengam menghambat

transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal,

sehingga eksrresi Na+ dan Cl- meningkat. Efeknya lebih

lama dan lambat, tetapi bertahan lebih lama (6-48 jam).

Tiazid digunakan terutama untuk pemeliharaan hipertensi

dan kelemahan jantung (decompensatia cordis) (Nafrialdi

dkk, 2007; Sukandar et al., 2008; Tjay dan Rahardja, 2007).

b. Diuretik Hemat Kalium

Obat yang termasuk diuretik hemat kalium adalah

antagonis aldosteron (spironolakton, kanrenoat); amilorida

dan triamteren. Diuretik hemat kalium merupakan

antihipertensi yang lemah jika digunakan tunggal. Efek

hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan

dengan diuretik hemat kalium tiazid atau jerat Henle.

Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium

dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.

Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na+ dan ekskresi K+;

proses ini dihambat secara kompetitif oleh obat-obat ini

(Sukandar et al., 2008; Tjay dan Rahardja, 2007).

c. Diuretik Kuat (Loop diuretics, Ceiling diuretics)

Obat-obat yang termasuk diuretik kuat antara lain

furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat.

Diuretik kuat bekerja di lengkung Henle asenden bagian

Page 19: Bab 2 Tinjauan Pustaka Print

22

epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+

dan Cl- serta menghambat resorpsi air dan elektrolit.

Kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat

daripada golongan tiazid. Oleh karena itu, obat ini jarang

digunakan sebagai antihipertensi kecuali pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >2,5

mg/dL) atau gagal ginjal (Nafrialdi dkk, 2007).

2.4.5 Metode Pengujian Aktivitas Antihipertensi

Terdapat dua metode untuk menentukan aktivitas antihipertensi

pada hewan percobaan, yaitu metode langsung dan tidak langsung.

a. Metode langsung

Metode pengukuran tekanan darah secara langsung dapat

dilakukan untuk tikus, anjing dan kelinci yang dianastesi terlebih

dahulu. Pada tikus metode langsung dapat dilakukan dengan

menyisipkan tube polietilen ke dalam lumen aorta abdominal tanpa

gangguan yang berarti pada aliran darah dan membawanya lewat

bawah kulit dan keluar lewat belakan leher. Pada metode ini,

penggunaan manomer air raksa lebih menguntungkan daripada

tranduser tekanan atau record fisiologi elektronik (Martaningsih,

1993).

b. Metode Tak Langsung

Metode tak langsung dilakukan tanpa melalui pembedahan

dan perlakuan anastesi terhadap hewan uji. Metode ini dapat

dilakukan pada anjing, kelinci dan tikus. Pada tikus, pengukuran

tekanan darah dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis

yang dapat mengukur tekanan darah tikus melalui ekor. Metode ini

disebut juga metode non-invasif. Nilai tekanan darah dapat diukur

melalui cuff yang mempunyai sensor cahaya. Sensor akan

membaca aliran tekanan darah yang melewati pangkal ekor secara

dinamis akibat penekanan terhadap pembuluh darah oleh pompa

yang tersedia pada alat (Bachtiar, 2010).