BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

36
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ginjal Ginjal adalah organ utama ekskresi dalam tubuh yang berperan penting untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan dalam tubuh. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin (Benez Erza, 2008; Venofer, 2000).

Transcript of BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Page 1: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ginjal

Ginjal adalah organ utama ekskresi dalam tubuh yang berperan penting untuk

mempertahankan keseimbangan lingkungan dalam tubuh. Sebagai bagian dari sistem urin,

ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama

dengan air dalam bentuk urin (Benez Erza, 2008; Venofer, 2000).

Gambar 1 Letak Ginjal (Wikipedia, 2010).

Page 2: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal

ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)

ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal bersifat retroperitoneal,

yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal

terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal

kiri untuk memberi tempat untuk hati. Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke

sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan

lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan. Pada orang dewasa, setiap ginjal

memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram

(Wikipedia, 2010).

Gambar 2 Struktur Ginjal (Vencofer, 2007)

Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di

tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal,

dan ureter. Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut

medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula

Page 3: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh

lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula (Wikipedia, 2010).

Gambar 3 Struktur Ginjal (Vencofer, 2007)

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta

buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat

terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian

mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya

akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran

lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. Sebuah

nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi)

yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang

berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen.

Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat

disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman

Page 4: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan

masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri

eferen (Wikipedia, 2010).

Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula Bowman

terdapat tiga lapisan:

1. Kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus

2. Lapisan kaya protein sebagai membran dasar

3. Selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati

ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk

filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein

yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah

manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit,

menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan

untuk tes diagnosa fungsi ginjal (Wikipedia, 2010).

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan

filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya

adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle menjaga

gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi

tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya

transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral.

Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus

kolektivus melalui osmosis (Wikipedia, 2010).

Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:

tubulus penghubung

Page 5: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

tubulus kolektivus kortikal

tubulus kloektivus medularis

Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus

juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular

adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. (Wikipedia, 2010). Setiap harinya ginjal

akan memproses sekitar 200 liter darah untuk menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter

‘sampah’ dan ekstra (kelebihan) air. Sampah dan esktra air ini akan menjadi urin, yang mengalir

ke kandung kemih melalui saluran yang dikenal sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam

kandung kemih ini sebelum dikeluarkan pada saat berkemih.

Secara umum, fungsi ginjal adalah :

1. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh

2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan

3. Reabsorbsi elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus ginjal

4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh

5. Menghasilkan hormon yaitu

Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang membuat sel-sel darah

merah (eritrosit). Jika tingkat oksigen darah turun, tingkat-tingkat erythropoietin naik

dan tubuh mulai memproduksi lebih banyak sel-sel darah merah.

Renin, membantu mengatur tekanan darah

Bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), yang membantu penyerapan kalsium dan menjaga

keseimbangan kimia dalam tubuh .

6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam

darah

(Harnawatiaj, 2008. Sahabat ginjal, 2010).

Penyakit ginjal yang dapat terjadi, diantaranya :

Bawaan

Page 6: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Asidosis tubulus renalis

Kongenital hydronephrosis

Kongenital obstruksi traktus urinarius

Ureter ganda

Ginjal sepatu kuda

Penyakit ginjal polikistik : merupakan kelainan genetik yang ditandai oleh pertumbuhan

kista di ginjal. Kista dapat menggantikan massa ginjal, terjadi penurunan fungsi ginjal

dan menyebabkan gagal ginjal.

Renal dysplasia

Unilateral small kidney

Didapat

Diabetic nephropathy

Glomerulonephritis : adalah cedera pada glomeruli yang menyebabkan protein dan sel-

sel darah bocor ke dalam urin, sehingga mengganggu fungsi ginjal.

Hydronephrosis adalah pembesaran satu atau kedua ginjal yang disebabkan oleh

terhalangnya aliran urin.

Interstitial nephritis

Batu ginjal ketidaknormalan yang umum dan biasanya menyakitkan.

Tumor ginjal

o Wilms tumor

o Renal cell carcinoma

Lupus nephritis

Minimal change disease

Dalam sindrom nephrotic, glomerulus telah rusak sehingga banyak protein dalam darah

masuk ke urin.

Page 7: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Pyelonephritis adalah infeksi ginjal dan seringkali disebabkan oleh komplikasi infeksi

urinary tract.

Gagal ginjal

o Gagal ginjal akut : gangguan fungsi ginjal yang tiba-tiba (akut) dan dapat reversible.

Dapat terjadi karena :

operasi pembedahan yang rumit atau cedera hebat

sumbatan pada pembuluh darah yang menuju ginjal

sumbatan pada saluran kemih akibat batu, tumor, bekuan darah

penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis akut

o Gagal ginjal kronis

(Harnawatiaj, 2008; Venofer, 2000; Wikipedia, 2009).

2.2 Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease)

Gagal Ginjal Kronik merupakan sindroma klinis karena penurunan fungsi ginjal secara

menetap akibat kerusakan nefron. Proses penurunan fungsi ginjal ini berjalan secara kronis dan

progresif dimana ginjal tidak mampu lagi untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen

lain dalam darah). Penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) berakibat ginjal tidak dapat

memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsinya lagi (Soewanto dkk, 2008)

Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality

Initiative (K/DOQI) telah menyusun pedoman mengenai penyakit ginjal kronik. Definisi PGK

menurut NKF-K/DOQI adalah:

a. kerusakan ginjal > 3 bulan, dan dijumpai kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau

tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus dengan salah satu manifestasi:

- kelainan patalogik

Page 8: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

- petanda kerusakan ginjal termasuk kelainan komposisi darah atau urin, atau

kelainan radiologi

b. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal

(Soewanto dkk, 2008)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju

filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang

lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium yaitu :

Stadium Deskripsi GFR (ml/men/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan GFR

normal atau meningkat

>90

2 Kerusakan ginjal dengan

penurunan GFR ringan

60-89

3 Penurunan GFR sedang 30-59

4 Penurunan GFR berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

Pedoman K/DOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan nama Cockroft-Goult untuk

orang dewasa yaitu:

Klirens kreatinin (ml/men) =(140−umur)x berat badan

72 xkreatininureum

(Soewanto dkk, 2008)

2.3 Faktor Resiko

Faktor resiko gangguan ginjal :

- Menderita tekanan darah tinggi

- Menderita penyakit kencing manis

- Menderita penyakit jantung dan pembuluh darah

Page 9: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

- Secara keturunan potensial menderita tiga penyakit atau gangguan di atas

- Salah satu anggota keluarga terkena penyakit ginjal

- Berusia lebih dari 60 tahun

- obesitas dan kelebihan lingkar pinggang (laki-laki = 90 cm, wanita = 80 cm)

- Resiko akan bertambah jika Anda memiliki batu ginjal, infeksi saluran kemih (lebih sering

diderita oleh wanita) yang berlangsung lama, dan sering menggunakan obat anti radang

dan anti nyeri, sakit lupus, otoimun, berat badan lahir rendah, trauma atau kecelakaan.

- Jumlah air yang diminum per harinya tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan tubuh

- Diet yang tidak seimbang (mengkonsumsi protein dalam kadar tinggi secara terus

menerus)

- Diet tinggi purin (kadar asam urat yang tinggi akan mengganggu ginjal)

(Annonymous, 2009).

2.4 Epidemiologi

Seorang individu dengan 2 ginjal sehat memiliki 100% fungsi ginjal. Penurunan fungsi

ginjal sampai 20% dari normal atau lebih rendah, akibat penyakit, cedera, keracunan, atau

trauma, dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius dan bahkan kematian. National

Kidney Foundation memperkirakan bahwa 1 di 9 Amerika memiliki penyakit ginjal kronis. Dari

20 juta orang Amerika hidup dengan penyakit ginjal, sekitar 470.000 hidup dengan penyakit

ginjal tahap akhir dan pada tahun 2030 diperkirakan, lebih dari 2 juta orang cenderung

menerima pengobatan untuk gagal ginjal (Thomas Cherly, 2007).

Penelitian di Canada pada tahun 2001 menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit

gagal ginjal kronik ini adalah pria (Banez Erza, 2008). Sejak April 2001, ada 48.639 orang di

Amerika Serikat menunggu transplantasi ginjal. Pada tahun 2003, menurut Amerika Network for

Organ Sharing 56.598 orang dengan stadium akhir penyakit ginjal sedang menunggu untuk

transplantasi ginjal di Amerika Serikat (Anonymous, 2010). Tanpa pengendalian yang tepat dan

Page 10: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

cepat, pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta

penduduk dunia (Dhaniati Lis, 2009).

Dari data wilayah Jabar dan Banten dua tahun terakhir ini, pada tahun 2007 tercatat

2148 pasien dan meningkat menjadi 2260 pada tahun 2008. Dari jumlah itu, sekitar 30 persen

pasien berusia produktif, yakni kurang dari 40 tahun (Dhaniati Lis, 2009).

2.5. Etiologi

Penyebab penyakit ginjal kronis diberbagai negara hampir sama, akan tetapi berbeda

dalam perbandingan persentasenya. Berdasarkan penyebabnya, NKF K/DOQI membagi PGK

menjadi 3 kelompok besar.

Penyakit Contoh jenis-jenis terbanyak

Penyakit ginjal diabetic Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetic Penyakit glomerulus (penyakit outoimin, infeksi

sistemik, obat-obatan, keganasan)

Penyakit-penyakit pembuluh darah (penyakit pembuluh

darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit-penyakit tubulointersisiel (ISK, batu, obstruksi,

keracunan obat)

Penyakit-penyakit kista (penyakit ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik

Toksisitas obat (siklosporin atau takrolimus)

Penyakit rekuren (penyakit glomerulus)

Glomerulopati transplan

(Soewanto dkk, 2008)

2.6 Patofisiologi

Patofisiologi PGK melibatkan mekanisme awal yang spesifik, yang terkait dengan

penyebab yang mendasari, selanjutnya proses berjalan secara kronis progresif yang dalam

jangka panjang akan menyebabkan penurunan massa ginjal. Sejalan dengan menurunnya

Page 11: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

massa ginjal, sebagai mekanisme kompensasi maka nefron yang masih baik akan mengalami

hiperfiltrasi oleh karena peningkatan tekanan dan aliran kapiler glomerulus dan selanjutnya

terjadi hipertropi. Hipertrofi struktural dan fungsional dari sisa nefron yang masih baik tersebut

terjadi akibat pengaruh molekul-molekul vasoaktif, sitokin serta Growth factor, hingga pada

akhirnya akan terjadi proses sklerosis. Aktivitas aksis Renin-Angiotensin internal juga ikut

berperan dalam terjadinya hiperfiltrasi-hipertrofi dan sklerosis (Soewanto dkk, 2008).

Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang

normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala

akan semakin berat.

Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi

darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate

(GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal

ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,

nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja,

mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum

Nitrogen (BUN) biasanya  juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat

dikonsentrasikan atau diencerkan  secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan

elektrolit. Natrium dan cairan yang tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.

Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan

kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini

menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance

cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis  metabolik akibat ginjal

mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin

Page 12: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya

kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas.

Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat

serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan

sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan

gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin,

dan adanya hipertensi.

2.7 Gejala Klinis

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium

a. Stadium I

Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling

ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan

gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas

normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam

batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat

diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang

lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.

b. Stadium II

Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat

melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada

stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan

garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat

menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat

mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %

jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.

Page 13: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam

diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.

Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama

menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari.

Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal

ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah

akan naik, dan aktifitas penderita mulai terganggu.

c. Stadium III

Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala sudah jelas dan

penderita masuk dalam keadaan dimana penderita tidak dapat melakukan tugas sehari-hari

sebagaimana mestinya. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah

hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-

10 ml / menit atau kurang.

Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat

mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan

gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis

caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan

meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis

(Harnawatiaj, 2008).

Keluhan dan gejala klinis yang timbul pada penyakit ginjal kronis hampir mengenai

seluruh sistem, yaitu:

Gangguan pada sistem gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metaboslime protein

dalam usus.

Mulut bau amonia disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur.

Cegukan (hiccup)

Page 14: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik

Kulit

Kulit berwarna pucat akibat anemia. Gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik.

Ekimosis akibat gangguan hematologis

Urea frost akibat kristalisasi urea

Bekas-bekas garukan karena gatal

Sistem Hematologi

Anemia

Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia

Gangguan fungsi leukosit

Sistem Saraf dan Otot

Restles leg syndrome : Pasien merasa pegal pada kakinya, sehingga selalu digerakkan.

Burning feet syndrome : Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.

Ensefalopati metabolic : Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis,

mioklonus, kejang. Miopati Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas

proksimal.

Sistem kardiovaskuler

Hipertensi

Akibat penimbunan cairan dan garam.

Nyeri dada dan sesak nafas

Gangguan irama jantung

Edema akibat penimbunan cairan

Perikarditis uremik

Tamponode

Sistem endokrin

Gangguan seksual: penurunan libido, infertilitas, amenorhoe, ginekomasti dan impotensi.

Page 15: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin.

Gangguan metabolisme lemak (hiperlipidemi).

Gangguan metabolisme vitamin D.

Penurunan kadar estrogen dan testosteron

Gangguan sistem lain

Tulang : osteodistrofi renal, kalsifikasi d jaringan lunak, gout, pseudogout, kalsifikasi sendi.

Asidosis metabolik.

Farmasi : penurunan sekresi lewat ginjal.

(Setiyana Danang, 2008; Soewanto dkk, 2008)

)

Gambar 4 Gejala dan Tanda Penyakit Ginjal Kronis

Page 16: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

2.8 Pemeriksaan

Sebagian besar individu dengan stadium dini penyakit ginjal kronik terutama di negara

berkembang tidak terdiagnosis. Deteksi dini kerusakan ginjal sangat penting untuk dapat

memberikan pengobatan segera, sebelum terjadi kerusakan dan komplikasi lebih lanjut.

Pemeriksaan skrinning pada individu asimtomatik yang menyandang faktor risiko dapat

membantu deteksi dini penyakit ginjal kronik (Soewanto dkk, 2008).

Perjalanan klinik penyakit penyakit ginjal kronik biasanya perlahan dan tidak dirasakan

oleh pasien. Oleh karena itu, pada semua pasien penyakit ginjal kronik, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan laboratorium

Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, derajat penyakit ginjal kronis, gangguan

sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Diantaranya pemeriksaan :

Kadar kreatinin serum untuk menghitung laju filtrasi glomerulus

Rasio protein atau albumin terhadap kreatinin dalam contoh urin pertama pada pagi

hari atau sewaktu

Pemeriksaan sedimen urun atau dipstick untuk melihat adanya sel darah merah dan

sel darah putih

Kadar elektrolit serum (natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat)

b. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,

gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia). Kemungkinan  abnormal menunjukkan

ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

c. Ultrasonografi (USG)

Dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya

hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Untuk mencari adanya faktor

Page 17: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, dan untuk menilai

apakah proses sudah lanjut.

d. Foto Polos Abdomen

Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Sebaiknya

tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.

e. Pieolografi Intra-Vena (PIV)

Menilai sistem pelviokalises dan ureter. Dapat dilakukan dengan cara intravenous

infusion pyelography.

f. Pemeriksaan Pielografi Retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.

g. Pemeriksaan Foto Dada

Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi

pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.

h. Pemeriksaan Radiologi Tulang

Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

(Setiyana Danang, 2008)

2.9 Penatalaksanaan

Pengobatan dapat dibagi 2 golongan:

a. Pengobatan konservatif

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan,

bila klirens kreatinin lebih dari 5 ml/menit , tetapi bila sudah turun sampai kurang dari 5

ml/menit, harus ditetapkan apakah penderita tersebut mungkin diberi pengobatan

pengganti. Tujuan pengobatan konservatif adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih

bisa, mencegah faktor-faktor pemberat dan di mana mungkin mencoba memperlambat

progresi gagal ginjal.

Page 18: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

1. Pengobatan penyakit dasar

Pengobatan terhadap penyakit dasar yang masih dapat dikoreksi mutlak harus

dilakukan. Termasuk pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM,

koreksi jika ada obstruksi saluran kencing serta pengobatan infeksi saluran kemih (ISK).

2. Pengendalian keseimbangan air dan garam

Garam bersifat menahan air. Jika mengurangi asupan garam, cairan dalam tubuh juga

tidak terlalu banyak menumpuk, pembengkakan tangan dan kaki yang sering terjadi

manakala cairan tubuh berlebihan juga akan berkurang, dan kerja jantung serta paru-

paru juga menjadi lebih ringan sehingga mengurangi keluhan sesak dan sulit bernapas.

Selain itu, jika mengurangi garam, rasa haus juga akan berkurang sehingga otomatis

tidak terlalu banyak minum air. Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urine.

Yaitu produksi urine 24jam ditambah 500ml. asupan garam tergantung evaluasi

elektrolit, umumnya dibatasi 40-120 mEq (920-2760mg). diet normal mengandung rata-

rata 150 mEq (Sahabat Ginjal, 2010).

Furosemid dosis tinggi masih dapat digunakan pada awal PGK, akan tetapi pada fase

lanjut tidak lagi bermanfaat dan pada obstruksi merupakan kontraindikasi. Penimbangan

berat badan, pemantauan produksi urine serta pencatatan keseimbangan cairan akan

membantu keseimbangn cairan dan garam.

3. Diet rendah protein tinggi kalori

Rata-rata kebutuhan sehari pada penderita GGK adalah 20-40gr. Kebutuhan kalori

minimal 35 kcal/kgBB/hari.

Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit Ginjal KronisGFR (mL/menit) Asupan protein (g/kg BB/hari)

>60 Pembatasan protein tidak dianjurkan

25-600.6 - 0.8 g/kg BB/hr, termasuk > 0.35 g/kg BB/hr protein dengan nilai biologis tinggi.

Page 19: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

5-25

0.6 - 0.8 g/kg BB/hr, termasuk > 0.35 g/kg BB/hari protein dengan nilai biologis tinggi atau tambahan 0.3 g asam amino esensial atau asam keton.

<60 (Sindrom Nefrotik)

0.8 g/kg BB/hr (ditambah dengan 1g protein/g proteinuria atau 0.3 g/kg BB tambahan asam amino esensial atau asam keton)

(Sahabat Ginjal, 2010).

Diet rendah protein tinggi kalori akan memperbaiki keluhan mual, menurunkan BUN dan

akan memperbaiki gejala. Selain tiu diet rendah protein akan menghambat progresivitas

penurunan fungsi ginjal.

4. Pengendalian tekanan darah

Berbeda dengan pengendalian hipertensi pada umumnya, pada PGK pembatasan

cairan mutlak dilakukan. Target tekanan darah 125/75 diperlukan untuk menghambat

laju progresivitas penrunan faal paru. ACE-inhibitor dan ARB diharapkan dapat

menghambat progresivitas PGK. Pemantauan faal ginjal secara serial perlu dlakukan

pada awal pengobatan hipertensi jika digunakan ACE-inhibitor dan ARB. Apabila

dicurigai adanya stenosis erteria renal, ACE-inhibitor merupakan kontra indikasi.

5. Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa

Gangguan keseimbangan elektrolit utama pada PGK adalah hiperkalemi dan asidosis.

Hiperkalemi akan tetap asimtomatis walaupun telah mengancam jiwa. Perubahan

gambaran EKG baru terlihat setelah hiperkalemi membahayakan jiwa. Pencegahan

meliputi diet rendah kalium.

6. Pencegahan dan pengobatan osteodistrifi renal

a. Pengendalian Hiperphosphatemia

Kadar P serum harus dipertahankan <6mg/dl. Dengan cara diet rendah phosphor

saja kadang tidak cukup, sehingga perlu diberikan obat pengikat phosphat.

Aluminium hidroksida 300-1800 mg diberikan bersama makan. Cara ini sekarang

Page 20: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

ditinggalkan karena efek samping terjadinya intoksikasi aluminium dan konstipasi.

Sebagai pilihan lain dapat diberikan kalsium karbonat 500-3000 mg bersama makan

dengan keuntungan menambah asupan kalsium dan juga untuk koreksi hipokalsemi.

Makanan yang mengandung tinggi phosphor harus dihindari misalnya susu, keju,

yogurt, es krim, ikan dan kacang-kacangan. Pengendalian hiperphosphotemia juga

dapat menghambat progresivitas penurunan faal ginjal.

b. Suplemen vitamen D3 aktif

1.25 Dihidroksi vitamin D3 (kalsitriol) hanya diberikan jika kadar P normal. Batasan

pemberian jika Ca x P <65. Dosis yang diberikan adalah 0,25 mikrogram/hari.

c. Paratiroidektomi

Dilakukan jika ODR terus berlanjut.

7. Pengobatan gejala uremik spesifik

Termasuk disini adalah pengobatan, simtomatis dari pruritus, keluhan gastrointestinal

dan penanganan anemia. Diet rendah protein, pengendalian P serta pemberian

dypenhidramine dapat memperbaiki keluhan pruritus. Diet rendah protein juga

memperbaiki keluhan anoreksia dan mual-mual. Anemia yang terjadi pada penyakit

ginjal kronis terutama disebabkan oleh defisiensi hormone eritropoitin. Selain itu juga

bisa disebabkan oleh defisiensi Fe, asam folat atau vitamin B12. Pemberian eritropoetin

rekombinan pada penderita penyakit ginjal kronis yang mengalami HD akan

memperbaiki kualitas hidup, dapat pula diberikan pada penderita penyakit ginjal kronis

pra-HD. Sebelum pemberian eritropoetin dan suplemen Fe diperlukan evaluasi kadar SI,

TIBC dan Feritin I.

8. Deteksi dini dan pengobatan infeksi

Page 21: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Penderita penyakit ginjal kronis merupakan penderita dengan respon imun yang rendah,

sehingga kemungkinan infeksi harus selaluu dipertimbangkan. Gejala febris terkadang

tidak muncul karena keadaan respon imun yang rendah.

b. Pengobatan pengganti (Replacement treatment)

Penderita PGK dan keluarga sudah harus diberitahu sejak awal bahwa pada suatu saat

penderita akan memerlukan HD atau transplantasi ginjal. Dialisis adalah metode terapi

yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal, yaitu membuang zat-zat sisa dan

kelebihan cairan dari tubuh. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal

ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.

Dialisis dapat berupa:

1. Hemodialisis

2. Dialisis peritoneal

3. Dialisis intestinal

4. Dialisis pleural

5. Dialisis perikardial

(Soewanto dkk, 2008)

2.10 Hemodialisa

Hemodialisis (HD) adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi

sebagai "ginjal buatan". Pada HD, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk ke dalam mesin

dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan

ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali ke dalam

tubuh. Proses HD dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan

waktu sekitar 2-4 jam (Sahabat Ginjal, 2010).

Page 22: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Gambar 4 Hemodialisa (Venofer, 2007)

Agar prosedur hemodialisis dapat berlangsung, sebelumnya perlu dibuatkan akses

untuk keluar dan masuknya darah dari tubuh. Akses untuk hemodialisis dapat bersifat temporer

(sementara) atau permanen. Pembuatan akses vaskuler sebaiknya sudah dikerjakan sebelum

klirens kreatinin dibawah 15 ml/menit. Dianjurkan pembuatan akses vaskuler jika klirens kreatini

telah dibawah 20 ml/menit. Akses temporer yaitu berupa kateter yang dipasang pada pembuluh

darah balik (vena) di daerah leher (Sahabat Ginjal, 2010).

Akses temporer yaitu berupa kateter yang dipasang pada pembuluh darah balik (vena) di

daerah leher (Sahabat Ginjal, 2010).

Page 23: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Gambar 5 Akses Vaskuler

Akses permanen biasanya dibuat dengan menghubungkan salah satu pembuluh darah balik

(vena) dengan pembuluh nadi (arteri) pada lengan bawah. Akses model Fistula ini populer

dengan nama Cimino (Sahabat Ginjal, 2010). 

Gambar 6 Akses Permanen

2.11 Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara "memanfaatkan" sebuah

ginjal sehat (yang diperoleh melalui proses pendonoran) melalui prosedur pembedahan. Ginjal

sehat dapat berasal dari individu yang masih hidup (donor hidup) atau yang baru saja

meninggal (donor kadaver). Ginjal ‘cangkokan’ ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi

kedua ginjal yang sudah rusak. Kedua ginjal lama, walaupun sudah tidak banyak berperan tetap

berada pada posisinya semula, tidak dibuang, kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan

komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi (Sahabat Ginjal, 2010).

Prosedur bedah transplantasi ginjal biasanya membutuhkan waktu antara 3 sampai 6

jam. Ginjal baru ditempatkan pada rongga perut bagian bawah (dekat daerah panggul) agar

terlindung oleh tulang panggul. Pembuluh nadi (arteri) dan pembuluh darah balik (vena) dari

ginjal ‘baru’ ini dihubungkan ke arteri dan vena tubuh. Dengan demikian, darah dapat dialirkan

ke ginjal sehat ini untuk disaring. Ureter (saluran kemih) dari ginjal baru dihubungkan ke

kandung kemih agar urin dapat dialirkan keluar (Sahabat Ginjal, 2010).

Page 24: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

Gambar 7 Transplantasi Ginjal (Sahabat Ginjal, 2010)

Transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit ginjal kronik. 

Individu dengan kondisi, seperti kanker, infeksi serius, atau penyakit kardiovaskular (pembuluh

darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal karena kemungkinan

terjadinya kegagalan yang cukup tinggi (Sahabat Ginjal, 2010).

Transplantasi Ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal tersebut dapat bekerja sebagai

‘penyaring darah’ sebagaimana layaknya ginjal sehat sehingga tidak lagi memerlukan tindakan

Dialisis (cuci darah). Karena ginjal ‘baru’ ini bukan merupakan ginjal yang berasal dari tubuh

pasien sendiri, maka ada kemungkinan terjadi reaksi tubuh untuk menolak ‘benda asing’

tersebut. Untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan ini, pasien perlu mengonsumsi obat-obat

anti-rejeksi atau imunosupresan segera sesudah menjalani transplantasi ginjal (Sahabat Ginjal,

2010).

Obat-obat imunosupresan bekerja dengan jalan menekan sistem imun tubuh sehingga

mengurangi risiko terjadinya reaksi penolakan tubuh terhadap ginjal cangkokan. Obat

imunosupresan dapat membuat sistem imun (daya tahan tubuh terhadap penyakit) menjadi

lemah sehingga mudah terkena infeksi. Efek samping lainnya dari imunosupresan: wajah

Page 25: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

menjadi bulat, berjerawat, atau tumbuh bulu-bulu halus pada wajah, juga dapat menyebabkan

peningkatan berat badan. Beritahu dokter jika Anda mengalami efek-efek samping seperti ini

untuk segera ditangani secara tepat (Sahabat Ginjal, 2010).

Rejeksi pada transplantasi tadinya diduga sesuatu proses arah dari sistema kekebalan

tubuh resipien untuk menolak ginjal donor. Akan tetapi kemudian disadari bahwa ada juga

proses yang mengurangi kemungkinan rejeksi atau inhibitor rejeksi. Imbangan kedua faktor

inilah yang menentukan terjadinya atau tidak terjadinya rejeksi.

Yang mendorong rejeksi adalah : Yang menghalangi rejeksi adalah:

1) Limfosit sitotoksik

2) Antibodi

3) Makrofag

4) Granulosik

5) Sel K dan sel N K

6) "Helper limfosit"

1) Antibodi enhancing

2) Limfosit Supresor T

3) Antibodi anti idiotype

4) Imun kompleks dalam sirkulasi

5) Limfokinesis

6) Efek inhibisi makrofag

7) Prostaglandin

8) Interferon

(RSUD Soetomo, 2008).

2.12 Modifikasi Gaya Hidup

Selain terapi konservatif dan terapi pengganti, perlu juga modifikasi gaya hidup pada

penderita penyakit ginjal kronis agar tidak mempercepat progesivitas dari penyakit dan

penderita mampu hidup dengan lebih baik. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Diet

Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat

gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbeda-beda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik

yang dialami.

2. Berolahraga, baik untuk kesehatan tubuh secara umum. Terlebih lagi, saat ginjal

mengalami gangguan, mempertahankan kesehatan organ-organ tubuh lainnya menjadi

lebih penting lagi. Olahraga teratur akan menjaga kesehatan paru-paru dan jantung,

Page 26: BAB 2 Tinjauan Pustaka CKD

memperbaiki aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga memberi energi dan menjaga kinerja

seluruh organ tubuh. Olahraga juga memperbaiki kelenturan otot, yang akan membantu

memperkuat tulang-tulang Anda. Hal ini penting, karena penyakit ginjal kronik seringkali

memperlemah tulang. Olahraga aerobik (misalnya lari, berenang) juga membantu

mengurangi tekanan darah tinggi.

3. Menjaga berat badan dalam batas normal

Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan tekanan darah dan kadar

kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman, indeks massa tubuh (body mass index) normal

yang dianjurkan: 18.5 sampai dengan 24.9 kg/m2.

4. Berhenti merokok

Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga

kolesterol mudah tersangkut dan membentuk timbunan plak pada dinding pembuluh darah.

Endapan kolesterol menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan mengeras

sehingga rongga pembuluh darah mengalami penyempitan. Keadaan ini menyebabkan

berkurangnya aliran darah yang menuju ginjal dan meningkatnya tekanan darah. Oleh

karena itu, individu dengan PGK yang memiliki kebiasaan merokok sangat dianjurkan untuk

sedapat mungkin berhenti merokok (Sahabat Ginjal, 2010)