BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
-
Upload
truongdung -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -...
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kecerdasan Buatan
Kecerdasan buatan adalah suatu bidang ilmu dalam sains dan teknik yang
mempelajari bagaimana cara membuat mesin yang dapat berpikir dan bertindak
secara manusiawi dan rasional sehingga dapat membuat keputusan, memecahkan
masalah, belajar, dan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya sehingga dapat
melakukan pekerjaan seperti dan sebaik manusia bahkan bisa lebih baik lagi
daripada manusia.
Pada dasarnya pengertian kecerdasan buatan dibagi ke dalam dua dimensi
dan empat kategori.
Thinking Humanly
“The exciting new effort to make computers think … machines with minds, in the full and literal sense.” (Haugeland, 1985)
“[The automation of] activities that we associate with human thinking, activities such as decision-making, problem solving, learning...” (Hellman, 1978)
Thinking Rationally
“The study of mental faculties through the use of computional models.”
(Charniak and McDermott, 1985)
“The study of the computations that make it possible to perceive reason, and act.”
(Winston, 1992)
Acting Humanly
“The art of creating machines that performs functions that require intelligence when performed by people.” (Kurzweil, 1990)
“The study of how to make computers do things at which, at the moment, people are better.” (Rich and Knight, 1991)
Acting Rationally
“Computational Intelligence is the study of the design of intelligent agents.” (Poole et all, 1998)
“AI… is concerned with intelligent behavior in artifacts.” (Nilsson, 1998)
Gambar 2.1 Dua dimensi dan Empat Kategori dalam Kecerdasan Buatan (Russell & Norvig, 2010)
8
Pada gambar 2.1, bagian atas menunjukkan definisi berpusat pada pemikiran
dan penalaran, sedangkan yang bagian bawah menunjukan bahwa kecerdasan buatan
adalah sistem dengan perilaku seperti manusia. Pada bagian kiri menjelaskan bahwa
kecerdasan buatan sebagai tolak ukur kinerja manusia, sedangkan pada bagian kanan
menjelaskan performa ideal yang disebut rasional (Russell & Norvig, 2010:1-2).
2.1.1.1 Sejarah kecerdasan buatan
Kecerdasan buatan pertama kali dibuat setelah perang dunia ke dua. Pada
tahun 1950, Alan Turing ingin membuktikan apakah sebuah mesin dapat berpikir
seperti manusia. Kemudian Alan melakukan suatu penelitian dengan melibatkan
mesin dan manusia. Di dalam penelitian ini, seorang peserta akan menjadi penentu
apakah penelitian ini berhasil atau tidak. Penentu menjalani tes di ruangan yang
terpisah dari mesin dan manusia. Penentu akan melakukan perbincangan dengan
agen (manusia dan mesin). Perbincangan hanya terbatas oleh teks melalu keyboard
dan monitor. Penentu akan mengajukan pertanyaan dan agen diminta untuk
memberikan tanggapan dari pertanyaan yang diajukan oleh penentu. Jika penentu
tidak bisa membedakan apakah tanggapan yang diberikan berasal dari mesin atau
manusia, maka mesin akan lulus tes. Tes ini bukan bermaksud untuk mengecek
apakah jawaban dari mesin salah atau benar, namun seberapa mirip jawaban mesin
dengan manusia. Tes ini dikenal dengan nama “Tes Turing“.
Program kecerdasan buatan (Artificial Intelegence) yang pertama kali bekerja
ditulis pada tahun 1951. Program ini dibuat oleh ilmuan bernama Christopher
Strachey. Christopher membuat program berupa permainan naskah. Selain
Christopher ada juga Dietrich Prinz yang membuat program berupa permainan catur.
Pada tahun 1959, Hebert A. Simon, J.C. Shaw, dan Allen Newell
menciptakan program komputer untuk pemecahan masalah. Program ini dikenal
dengan nama General Problem Solver. Program ini dirancang dari awal untuk
meniru cara manusia untuk memecahkan suatu masalah. Dengan ruang lingkup dan
masalah yang dibatasi, ternyata urutan pemecahan masalah dan tindakan yang
mungkin diambil oleh komputer mirip dengan manusia dengan masalah yang sama.
Jadi GPS (General Problem Solver) mungkin adalah program pertama yang
mencakup pendekatan pemikiran manusia.
9
Pada tahun 1970-an, Feigenbaum, Buchanan, dan Dr Edward
Shortliffe tertarik untuk mempelajari perkembangan dari kecerdasan buatan,
salah satunya sistem pakar. Feigenbaum, Buchanan, dan Dr Edward
menyelidiki sejauh mana metodologi baru dari sistem pakar dapat diterapkan
di manusia, terutama di bidang medis. Feigenbaum, Buchanan, dan Dr
Edward Shortliffe mengembangkan MYCIN untuk mendiagnosa infeksi pada
darah. Dengan menggunakan empat ratus lima puluh aturan atau rule,
MYCIN dapat bekerja sama seperti para ahli, bahkan lebih baik daripada
dokter yang masih junior. Mereka menggunakan metode wawancara untuk
mendapatkan data dari pakar ahli di bidangnya.
Tahun 1980-an, Jaringan syaraf dibuat dengan menggunakan
algoritma back propagation yang ditemukan oleh Paul john Werbos. Tahun
1990-an sudah mulai banyak aplikasi berbasis kecerdasan buatan. Sebagai
contoh adalah Deep Blue, sebuah komputer permainan catur yang pernah
mengalahkan grandmaster pecatur utama dunia Garry Kasparov dalam
sebuah pertandingan pada tahun 1997. Darpa juga menggunakan kecerdasan
buatan untuk menghitung biaya yang dikeluarkan pada perang teluk pertama.
Kecerdasan di zaman ini sudah bisa memenuhi harapan / tujuan di
zaman lalu. kecerdasan buatan mulai banyak dipakai di seluruh industri
teknologi. Keberhasilan ini dicapai karena adanya peningkatan daya
komputer dan terpusat pada masalah tertentu untuk mencapai hasil yang
maksimal. Diharapkan kecerdasan buatan dapat mencapai tujuan yang
diimpikan oleh para ilmuan yang hidup di zaman 1960-an (Russell & Norvig,
2010:16-28).
2.1.2 Sistem Pakar
Sistem pakar adalah sebuah sistem komputer yang mempunyai
kemampuan seperti seorang pakar untuk mengambil sebuah keputusan.
Sistem pakar sendiri merupakan cabang dari AI yang menggunakan
pengetahuan khusus untuk menyelesaikan masalah seperti seorang pakar
dimana pengetahuan tersebut hanya dimiliki oleh seseorang yang memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang tidak dimiliki oleh banyak orang. Seorang
pakar dapat menyelesaikan sebuah masalah lebih efektif dari pada orang
10
biasa. Sistem pakar sering juga disebut knowledge-based system, atau
knowledge-based expert system (Giarratano & Riley, 2005:5-6).
Sistem pakar sudah dirancang supaya dapat bertindak seperti asisten pintar
dari seorang pakar, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang spesifik pada satu
lingkup masalah seperti pada kedokteran, keuangan, sains, engineering, dan
sebagainya. Pengetahuan seorang pakar terhadap cara menyelesaikan suatu masalah
yang spesifik disebut dengan knowledge domain yang berisi dengan semua
pengetahuan yang berhubungan dengan suatu masalah tersebut. Di dalam
knownledge domain yang paham tentang masalah tersebut, sistem pakar mengambil
keputusan dan kesimpulan dengan cara yang sama seperti seorang pakar (Giarratano
& Riley, 2005:7).
2.1.2.1 Konsep Desain Dari Sistem Pakar
Gambar 2.2 Konsep Dasar dari Fungsi Sistem Pakar (Giarratano & Riley, 2005:6)
11
Gambar 2.3 Piramida Pengetahuan Sistem Pakar (Hemmer, 2008:11)
Menurut Hemmer (2008:10), sistem pakar mempunyai desain standar
berbentuk piramida pengetahuan yang mendeskripsikan hubungan kuantitatif
dan logika dari data, informasi, pengetahuan, dan tindakan.
a. Data
Merupakan dasar dari piramida pengetahuan dan merupakan hasil dari
pengukuran, pengamatan, dan perhitungan. Data menjadi berguna dan
bermanfaat jika data tersebut sesuai dengan konteksnya, sehingga
diperlukan penjelasan tambahan untuk menjelaskan teknik pengukuran,
parameter, kondisi, dan atributnya. Data tambahan yang menjelaskan
konteksnya biasanya disebut sebagai metadata.
b. Informasi (Information)
Informasi merupakan kumpulan dari data yang sudah diolah dengan cara
representasi, analisis dan menafsirkan data - data tersebut. Misalnya dari
sebuah kumpulan data, dapat dibuat menjadi spektrum grafik yang lebih
efisien untuk dipahami daripada hanya sebuah data mentah.
c. Ilmu pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan sesuatu hasil dari informasi. Misalnya dari
penafsiran pada spektrum grafik dapat mengarah pada kemungkinan
bahwa puncak dari grafik tersebut berhubungan pada entitas tertentu.
Dengan memvalidasi dari hasil penafsiran tersebut dengan metode
percobaan, akan dapat diperoleh sebuah pengetahuan.
d. Tindakan (Action)
Langkah terakhir dari konsep piramida pengetahuan adalah menggunakan
pengetahuan untuk membuat keputusan dan akhirnya mengambil
tindakan yang pasti. Dengan mengaplikasikan pengetahuan tersebut,
keseluruhan pendekatan pengambilan keputusan adalah murni teoritis.
2.1.2.2 Struktur dan Komponen Sistem Pakar
Menurut Hemmer (2008:35-37), sistem pakar (expert system) atau knowledge-based
system memiliki beberapa komponen utama yaitu knowledge base, working memory,
inference engine dan user interface.
12
1. Knowledge Base
Menurut Hemmer (2008:35), Knowledge Base atau Rule Base merupakan
teknik pengembangan sistem pakar yang paling banyak digunakan. Rule ini
merepresentasikan pengetahuan dalam bentuk rules atau aturan aturan untuk
pengambilan keputusan. Sebuah Rule terdiri dari bagian if dan bagian then.
Sistem Rule Base terdiri dari sekumpulan aturan if-then, kumpulan dari fakta,
dan sebuah penerjemah yang mengatur penerapan aturan aturan yang ada dari
fakta yang diberikan. Aturan aturan disimpan dalam deklarasi kalimat dan bisa
ditambahkan, diubah, dan diganti. Aturan tersebut dapat berasal dari seorang
pakar dengan proses pengolahan pengetahuan atau dimasukkan oleh sang pakar
sendiri. Proses penerjemahan antar fakta dengan aturan disebut dengan pattern
matching.
2. Working memory
Merupakan kumpulan dari data berupa fakta yang digunakan oleh aturan-
aturannya, dimana data tersebut sifatnya spesifik terhadap masalah yang akan
diselesaikan. Working memory ini berisi fakta yang dimasukkan oleh pengguna
melalui pertanyaan yang diajukan sebuah sistem pakar dan fakta yang berasal
dari sistem. Working memory juga dapat memperoleh informasi dari database,
spreadsheets, atau sensor dan dapat digunakan oleh sistem pakar untuk
Gambar 2.4 Hubungan Antar Elemen Sistem Pakar
(Hemmer, 2008:36)
13
memberikan informasi tambahan dari masalah yang ada dengan menggunakan
pengetahuan dari knowledge base.
3. Inference engine
Dalam inference engine, pencocokan pola dan penentuan antara rules (aturan)
dengan fakta (knowledge base) terjadi secara otomatis. Terdapat tiga langkah
proses yaitu: (1) membandingkan rule dengan pola atau fakta yang diberikan;
(2) memilih rule yang paling sesuai; dan (3) menerapkan tindakan yang sesuai.
Inference engine berlaku seperti otak pada sistem pakar, mengelola fakta dan
aturan-aturan, mencocokkan antara aturan dengan faktanya, dan menerapkan
tindakan sesuai dengan ketentuan.
Pendekatan yang paling sering digunakan dalam shell sistem pakar adalah
algoritma Rete. Algoritma Rete terdiri dari logika untuk mencocokkan fakta
dengan aturannya. Aturan-aturan tersebut terdiri dari satu atau lebih kondisi
dan sekumpulan tindakan yang akan diambil jika sekumpulan fakta tersebut
cocok dengan kondisinya. Alogirtma Rete ini tidak hanya mencocokkan secara
keseluruhan namun bisa secara parsial, yang dapat menghindari evaluasi
keseluruhan fakta ketika rule based-nya berubah.
Secara umum ada dua tipe sistem rule-based yaitu: sistem forward-chaining
dan backward-chaining. Dalam sistem forward-chaining yang menggunakan
acuan data, prosesnya dimulai dari fakta awal kemudian menggunakan aturan
aturan untuk pengambilan kesimpulan atau mengambil tindakan tertentu.
Sedangkan pada sistem backward-chaining yang menggunakan acuan target,
prosesnya dimulai dari pengambilan hipotesis, atau target, yang akan
dibuktikan dan dicari aturan sesuai dengan hipotesis yang telah ada.
4. User Interface
Fungsi dari bagian ini untuk menampilkan pertanyaan dan informasi kepada
penggunanya dan untuk memberikan input dari pengguna ke inference engine.
Nilai yang diisi oleh pengguna harus diterima dan diterjemahkan melalui user
interface. Sebagian dari input yang ada dihilangkan untuk sekumpulan
jawaban yang memungkinkan, sebagian lagi tidak. User Interface memastikan
semua tipe data input-nya sesuai dengan ketentuannya. Komunikasi antara user
interface dengan inference engine dilakukan dengan menggunakan bagian
kontrol dari user interface.
14
Ketika sebuah kesimpulan telah diambil, sang pakar dan sistem pakar harus
menjelaskan mengapa kesimpulan tersebut diambil sehingga pengguna dapat
menilai ketepatan pengambilan keputusan. Sistem pakar juga sering
memiliki kemampuan untuk menjelaskan mengapa pertanyaan tersebut
diajukan. Komunikasi dengan sistem pakar harus dibuat senyaman mungkin
seperti sedang berbicara dengan seorang pakar yang sesungguhnya.
Penjelasan yang informatif membuat pengguna merasa nyaman.
2.1.3 Logika Fuzzy
Logika fuzzy awalnya dikembangkan karena penyelesaian masalah dengan
menggunakan teknologi berdasarkan data eksperimen dianggap kurang tepat
walaupun untuk seorang ilmuwan yang berpengalaman dapat mengatur ketepatan
dari data yang digunakan sebagai knowledge base dari sebuah sistem pakar. Namun
jika data yang diukur kurang tepat karena kesalahan relatif atau kesalahan sistem,
atau banyaknya data pengganggu, akan mengakibatkan pengambilan kesimpulan
yang tidak bisa digunakan dalam sistem pakar. Oleh karena itu diperlukannya
sebuah metode untuk menangani ketidaktepatan terhadap data dengan logika fuzzy.
Menurut Hemmer (2008:25-26), pendekatan logika fuzzy menggunakan struktur
matematis untuk menyajikan dan menghitung ketidaktepatan suatu data dalam
metode kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Logika fuzzy merupakan
himpunan bagian dari logika Boolean konvensional yang telah dikembangkan untuk
menangani nilai yang letaknya sepenuhnya benar dan sepenuhnya salah.
Menurut Jang (1997:13), himpunan klasik merupakan himpunan dengan
batas yang pasti (crisp boundary). Misalnya himpunan klasik A dari bilangan asli
yang lebih dari 6 dapat ditulis dalam notasi berikut:
dari notasi tersebut sangat jelas bahwa batas himpunan adalah 6, jika x lebih besar
daripada 6, maka x merupakan himpunan bagian dari himpunan A; selain itu bukan
merupakan himpunan bagian dari himpunan A. Jika kita misalkan A = “orang yang
memiliki badan tinggi” dan x = “tinggi”, tentu pemisalan tersebut kurang pantas
untuk mengkategorikan tinggi badan seseorang. Himpunan klasik akan
mengkategorikan orang yang memiliki tinggi badan 6.001 kaki sebagai orang yang
tinggi, namun tidak untuk orang dengan tinggi badan 5.999 kaki. Hal tersebut tentu
saja tidak masuk akal, oleh sebab itu diperlukannya logika fuzzy.
15
Istilah logika fuzzy mengarah pada hubungan antara logika yang fuzzy
itu sendiri. Himpunan fuzzy dan logika digunakan untuk merepresentasikan
ketidakpastian, dimana hal tersebut sangat penting untuk menangani sistem
secara alami. Sistem pakar fuzzy merupakan sistem pakar yang menggunakan
sekumpulan fungsi fuzzy dan aturan aturan untuk memberikan penalaran
terhadap suatu data; Tidak seperti sistem pakar yang biasa, yang
menggunakan simbol dalam penalarannya.
2.1.3.1 Himpunan Fuzzy
Misalkan X adalah himpunan semesta, dan x adalah elemen dari X.
Dalam himpunan klasik A, A himpunan bagian dari X, didefinisikan sebagai
himpunan dari elemen atau objek yang terdiri dari x X, sehingga setiap
elemen x dapat merupakan anggota A dan bukan anggota A. Dengan fungsi
keanggotaan untuk setiap elemen x dalam X, kita dapat membuat himpunan
klasik A dengan himpunan pasangan yang berurutan (x, 0) or (x, 1) yang
menunjukkan x A atau x A seperti pada notasi berikut:
dimana, XA(x) melambangkan keanggotaan x dalam himpunan A, simbol
dan melambangkan apakah merupakan anggota A atau bukan. Dalam
himpunan klasik, jika XA(x) adalah 1, maka x merupakan anggota dari
himpunan A dan jika XA(x) adalah 0, maka x bukan merupakan anggota dari
himpunan A (Jang, 1997:14).
Menurut Yuan (1995:11), dari nilai yang diberikan dengan fungsi
pada himpunan fuzzy dapat mempunyai rentang yang menunjukkan derajat
keanggotaan dari suatu elemen dalam suatu himpunan. Nilai yang lebih besar
menunjukkan derajat keanggotaan yang lebih tinggi, dan sebaliknya. Fungsi
tersebut disebut sebagai fungsi keanggotaan, dan himpunannya disebut
sebagai himpunan fuzzy. Fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy A
dilambangkan dengan µA; yaitu, µA : X → [0,1]
16
2.1.3.2 Fungsi Keanggotaan
Membuat fungsi keanggotaan adalah langkah awal dalam logika fuzzy karena
keseluruhan nilai himpunan fuzzy ditentukan oleh fungsi keanggotaannya. Fungsi
keanggotaan digambarkan sebagai grafik dengan fungsi kontinyu.
Gambar 2.5 Fungsi Keanggotaan Untuk Himpunan Fuzzy
Core atau inti dari fungsi keanggotaan untuk sebuah himpunan fuzzy
didefinisikan dengan derajat keanggotaan secara penuh dalam sebuah himpunan
misalnya himpunan , sehingga derajat keanggotaan elemen x yang berada dalam
rentang inti adalah µ (x) = 1.
Support atau pendukung dari fungsi keanggotaan untuk sebuah himpunan
fuzzy didefinisikikan dengan nilai derajat keanggotaan yang bukan nol dalam
himpunan misalnya himpunan , dimana derajat keanggotaan dari elemen x adalah
yang berada dalam rentang support adalah µ (x) > 0.
Boundaries atau rentang dari fungsi keanggotaan untuk sebuah himpunan
fuzzy didefinisikan sebagai daerah yang terdiri dari elemen elemen yang memiliki
derajat keanggotaan yang bukan nol, namun tidak memiliki derajat keanggotaan
penuh. Misalnya dalam himpunan , derajat keanggotaan elemen x yang berada
dalam rentang boundaries adalah 0 < µ (x) < 1. Dapat disimpulkan bahwa semua
elemen yang berada pada rentang ini, hanya memiliki derajat keanggotaan secara
parsial dalam himpunan fuzzy . (Ross, 2010:90-91).
Jang (1997:24), menambahkan bahwa himpunan fuzzy ditentukan oleh
fungsi keanggotaannya, karena kebanyakan dari humpunan fuzzy yang
17
digunakan merupakan himpunan dari semesta X yang terdiri dari himpunan
bilangan asli R, maka akan menjadi tidak praktis jika harus menuliskan
semua pasangan himpunan yang menunjukkan fungsi keanggotaan. Oleh
karena itu, dibuatlah cara yang lebih tepat untuk membuat fungsi
keanggotaan dengan formula matematika. Fungsi keanggotaan tersebut
biasanya terdiri dari satu atau dua dimensi yang berpengaruh pada input dan
parameternya. Hal ini sangat penting dalam pengaturan sistem inferensi fuzzy
dalam rangka mendapatkan pemetaan input / output yang diinginkan.
Fungsi keanggotaan satu dimensi, terdiri hanya dari satu input. Fungsi
keanggotaan triangular ditentukan dengan 3 parameter {a,b,c} seperti pada
notasi berikut:
Parameter {a, b, c, d} (dengan a < b ≤ c < d) menentukan koordinat x dari 4
titik sudut dari fungsi keanggotaan trapezoid. Fungsi keanggotaan triangular
dan trapezoidal paling sering digunakan karena formula yang sederhana dan
perhitungan yang efisien.
Gambar 2.6 (a) Fungsi Keanggotaan Triangular; (b) Fungsi
Keanggotaan Trapezoid (Jang, 1997)
18
Pada gambar 2.6(a) merupakan fungsi keanggotaan triangular yang
didefinisikan dengan segitiga (x; 20, 60, 80). Pada gambar 2.6(b) merupakan fungsi
keanggotaan trapezoid yang dibentuk dari trapesium (x; 10, 20, 60, 95). Sebagai
catatan, jika parameter b sama dengan c pada fungsi keanggotaan trapesium dengan
parameter {a, b, c, d}, maka akan berubah menjadi fungsi keanggotaan triangular
(Jang, 1997:24-26).
2.1.3.3 Fuzzification
Fuzzification merupakan sebuah proses pengubahan nilai asli (crisp value)
menjadi nilai fuzzy. Menurut Ross (2010), nilai yang kita anggap nilai asli dan dapat
diukur sebenarnya tidak seluruhnya dapat diukur. Beliau beranggapan bahwa semua
nilai tersebut membawa ketidakpastian. Nilai variabel yang tidak pasti tersebut
muncul karena pengukuran tidak tepat dan bersifat ambigu. Oleh karena itu, variabel
tersebut dianggap variabel fuzzy dan dapat direpresentasikan dengan fungsi
keanggotaan.
Representasi dari data yang tidak tepat menjadi sebuah himpunan fuzzy
sangat berguna, namun bukan merupakan keharusan ketika data tersebut digunakan
dalam suatu sistem fuzzy. Di dalam sebuah sistem kontrol yang menggunakan fuzzy,
sebuah input yang berupa hasil pengukuran maupun data yang tidak pasti akan
diubah nilainya melalui proses fuzzification untuk digunakan dalam sebuah sistem
inferensi fuzzy. Hal tersebut akan dilakukan oleh pengontrol fuzzy untuk menjalankan
sistem rule-based. Oleh karena itu di dalam sistem fuzzy, nilai yang memiliki besaran
harus mengalami proses fuzzification terlebih dahulu melalui pemetaan pada fungsi
keanggotaannya, setelah itu dapat digunakan sebagai input dalam sistem fuzzy (Ross,
2010:94-95)
19
2.1.3.4 Defuzzification
Merupakan proses penterjemahan dari nilai fuzzy menjadi nilai atau
angka yang pasti menggunakan fungsi keanggotaan yang sesuai dengan
proses fuzzification. Melalui proses ini, kesimpulan dari sebuah sistem pakar
fuzzy dapat diterjemahkan menjadi sebuah nilai atau angka yang pasti. Hal ini
dilakukan dengan cara pemetaan faktor keyakinan yang merupakan hasil dari
fuzzy terhadap fungsi keanggotaannya. Nilai yang di-defuzzification dapat
dihitung dengan cara atau metode yang berbeda, seperti titik tengah dari
gravitasi, nilai terkecil atau terbesar atau rata - rata maksimum dari sebuah
fungsi. (Hemmer, 2008:26)
Ross (2010:98) menambahkan bahwa defuzzification merupakan
langkah yang harus dilalui dimana sebuah proses fuzzy memerlukan output
tunggal skalar yang merupakan kebalikan dari himpunan fuzzy.
Defuzzification merupakan pengubahan dari nilai fuzzy menjadi nilai yang
tepat. Output dari proses fuzzy dapat berupa union atau gabungan dari dua atau
lebih fungsi keanggotaan fuzzy yang didefinisikan pada himpunan semesta
pembicaraan untuk variable output.
Gambar 2.7 Contoh Output Proses Fuzzy: (a) Bagian pertama output
fuzzy; (b) Bagian kedua output fuzzy; (c) Gabungan keduanya.
20
Misalnya ada output fuzzy yang terdiri dari dua bagian: (1) , berbentuk trapesium
(Gambar 2.7a) dan (2) , fungsi keanggotaan berbentuk segitiga (Gambar 2.7b).
Gabungan dari keduanya yaitu = ∪ , menggunakan operator max, sehingga
menghasilkan bentuk seperti pada Gambar 2.7c. Sehingga secara umum, kita
mendapat himpunan semesta pembicaran:
= =
Contoh metode yang dapat digunakan untuk melakukan defuzification pada
output fuzzy adalah metode centroid versi kontinyu dan versi diskrit yang akan
dibahas dibawah ini sebagai berikut:
1. Centroid method: Metode ini juga disebut center of area atau center of
gravity adalah yang paling umum digunakan dan paling bagus bentuknya dari semua
metode defuzzification (Sugeno, 1985; Lee, 1990); metode ini dijabarkan dalam
ekspresi aljabra dan tanda melambangkan integrasi aljabar.
Gambar 2.8 Metode Centroid Defuzzification.
2. Weighted average method: adalah metode yang paling sering digunakan pada
aplikasi fuzzy karena merupakan salah satu metode yang perhitungannya efisien.
Menurut Buckley & Siler (2005:122) metode ini merupakan bentuk diskrit dari
metode centroid dimana terdapat himpunan nilai diskrit yang diberikan ke dalam
fungsi keanggotaanya. Sayangnya, metode tersebut terbatas pada output fungsi
21
keanggotaan yang harus simetris. Metode ini dijabarkan dalam bentuk ekspresi
aljabar:
dimana ∑ melambangkan penjumlahan aljabar dan z adalah titik tengah
dari fungsi keanggotaanya. Sebagai contoh akan dijelaskan pada gambar
dibawah ini:
Gambar 2.9 Contoh Penerapan Metode Defuzzification Weighted
Average.
Metode ini bekerja dengan cara mengambil nilai maksimum dari setiap
output fungsi keanggotaannya. Sehingga akan menghasilkan nilai output
defuzzification:
Karena metode ini terbatas hanya pada fungsi keanggotaan yang simetris,
maka nilai a dan b merupakan rata - rata (titik tengah) dari bentuk output
tersebut.
2.1.3.5 Sistem Fuzzy (Rule-Based)
22
Menurut Ross (2010:145-147), Dalam bidang kecerdasan buatan ada cara
yang bermacam - macam untuk merepresentasikan pengetahuan. Cara representasi
yang paling umum adalah dengan mengubahnya ke dalam bentuk bahasa natural
seperti:
IF premise (antecedent), THEN conclusion (consequent)
Pola diatas umumnya sering disebut sebagai bentuk IF-THEN yang merupakan
bentuk deduktif. Pola tersebut merupakan sebuah inferensi, jika kita mengetahui
fakta atau penyebab (premise, hyphthesis, antecedent), kemudian kita dapat
mengambil penalaran yang disebut kesimpulan (consequent). Bentuk pengetahuan
ini dikenali sebagai bentuk yang mudah dimengerti karena dari segi bahasanya yang
mengungkapkan pengetahuan manusia dalam bahasa yang dimengerti manusia.
Bentuk dari rule diatas dapat memiliki penyebab atau antecedent lebih dari satu,
yaitu:
1. Multiple conjunctive antecedents
IF x is 1 and 2 … and L THEN y is s.
Sehingga himpunan bagian fuzzy s yang baru menjadi
s = 1 n 2 n… L
Diungkapkan dengan fungsi keanggotaan menjadi:
µ s(x) = min [µ 1(x), µ 2(x)… µ L(x)]
2. Multiple disjunctive antecedents
IF x is 1 OR x is 2 … OR x is L THEN y is s
Sehingga himpunan bagian fuzzy s menjadi:
s = 1 U 2 U … U L
Diungkapkan ke dalam fungsi keanggotaanya menjadi:
µ s(x) = max [µ 1(x), µ 2(x)… µ L(x)]
2.1.3.5.1 Agregasi dari Aturan Fuzzy
23
Kebanyakan dari sistem rule-based mempunyai lebih dari satu aturan. Proses
pengambilan keseluruhan keputusan dari setiap aturan dalam rule-base disebut
dengan agregasi. Ada dua macam tipe agregasi yaitu:
1. Conjunctive system of rules: pada sistem yang mengadopsi tipe ini, setiap rule
yang ada dihubungkan dengan operator “and”. Hasil output yang di agregasi
diperoleh dengan metode irisan (intersection) dari setiap aturan yang berhubungan
menjadi:
2. Disjunctive system of rules: pada sistem yang mengadopsi tipe ini , setiap
rule dihubungkan dengan operator “or”. Dalam hal ini, output yang diagregasi
diperoleh dengan metode penggabungan (union) dari setiap rule yang ada
menjadi:
2.1.3.5.2 Teknik Inferensi Mamdani
y = y1 and y2 and … and yr
dimana i = 1,2, … r
atau
y = y1 y2 … yr,
yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan menjadi:
y = y1 or y2 or … or yr
atau
y = y1 y2 … yr,
yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan menjadi :
24
Teknik inferensi ini diciptakan oleh Mamdani dan Assilian (1975). Teknik ini
merupakan yang paling umum digunakan dalam praktek dan dalam literatur.
Misalkan didalam sebuah sistem fuzzy dengan dua input x1 dan x2 (antecedent) dan
output tunggal y (consequent) dijelaskan dengan kumpulan sebanyak r yang
merupakan bentuk linguistic IF-THEN; dalam bentuk Mamdani menjadi:
dimana 1k dan 2
k merupakan himpunan fuzzy yang merepresentasikan pasangan
antecedent yang ke-k dan k merupakan himpunan fuzzy yang merepresentasikan
consequent yang ke-k.
Sebagai contoh, input x1 dan x2 merupakan nilai asli (crisp values). maka
keanggotaan untuk input x1 dan x2 akan dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.10 Metode Inferensi Mamdani (max-min) dengan Input Nilai Asli
(Crisp Input)
Berdasarkan metode implikasi Mamdani untuk proses inferensi dan untuk
himpunan dari disjunctive rules, ouput yang sudah diagregasi untuk sebanyak
r rules akan disimpulkan menjadi:
25
Gambar 2.10 merupakan analisis dalam bentuk grafik dari dua rules,
dimana simbol A11 dan simbol A12 merupakan antecedent yang pertama dan
kedua pada rule yang pertama. Simbol B1 merupakan kesimpulan dari rule
yang pertama. Sedangkan simbol A21 dan A22 merupakan antecedent yang
pertama dan kedua pada rule yang kedua. Dari gambar 2.10, fungsi minimum
digunakan karena struktur rule dihubungkan dengan operator “and” sehingga
menghasilkan nilai keanggotaan minimum. Setelah inferensi dilakukan setiap
rule, maka fungsi keanggotaan di setiap rule diagregasi dengan fungsi
conjuction prinsipnya sama seperti pada disjunctive rules yang menggunakan
operator “max”. Hasil agregasinya menjadi fungsi keanggotaan yang menyatu
dari setiap rule-nya (Ross, 2010:148-149).
2.1.4 C Sharp (C#)
C# adalah salah satu bahasa pemrograman baru berorientasi objek
yang dikembangkan oleh Microsoft. Bahasa pemrograman ini mirip dengan C
dan C++, namun banyak pengembang mengatakan bahwa bahasa
pemrograman ini lebih mirip dengan bahasa pemrograman Java. Ada
beberapa persamaan dengan bahasa pemrograman lain yaitu bahasa
pemrograman ini mempunyai GUI (Graphical User Interface) yang lebih
cepat dan bagus dari Visual Basic versi sebelumnya, mirip dengan bahasa
pemrograman C, dan mempunyai object-oriented class libraries yang mirip
dengan bahasa pemrograman Java. C# dirancang oleh Microsoft sebagai
bagian dari kerangka .NET Framework. Sejumlah classes dimasukan sebagai
bagian dari .NET. C# dapat digunakan untuk mengembangkan segala jenis
komponen software seperti mobile applications, web dinamis, akses
komponen database, aplikasi desktop Windows, web services, dan aplikasi
berbasis console. C# memungkinkan pengembang untuk membuat
programnya memiliki fitur-fitur umum yang hanya bisa ditemukan di Java,
Common Gateway Interface (CGI), dan PERL. (Doyle , 2013:21).
2.1.4.1 Keuntungan C#
26
Keuntungan menggunakan C# menurut Doyle (2013:17-24) antara lain :
1. Sederhana
C# sederhana karena bahasa pemrograman ini mirip bahasa pemrograman Visual
Basic yang sudah ada sebelumnya. Aspek-aspek seperti untuk looping dan
selection diadopsi langsung dari C, C++, dan Java, serta adanya perbaikan dan
penambahan fitur.
2. Object Oriented Language
C# dapat dikatakan sebagai bahasa pemrograman bersifat object oriented karena
adanya abstraction, encapsulation dan information hiding, dan inheritance dan
polymorphism.
3. Powerfull dan Fleksibel
C# dapat dengan mudah mengembangkan berbagai aplikasi kompleks seperti
aplikasi console, web, spreadsheets, atau membuat compiler untuk sebuah bahasa
pemrograman karena hanya berfokus pada objek yang akan kita manipulasi.
4. Efisien
Dengan prinsip class dapat dibuat banyak objek dengan karakteristik yang sama
tanpa harus mendefinisikan ulang class-nya, sehingga mengurangi kerumitan.
2.1.5 .NET Framework
.NET Framework merupakan kumpulan class yang dibuat dengan bahasa C#
untuk bekerja dengan .NET .NET sendiri merupakan platform yang dibuat dengan
tujuan untuk membantu pengembangan berbagai jenis aplikasi serta untuk
menjalankan berbagai macam aplikasi. .NET juga disebut sebagai layer penghubung
antara software dengan operating system yang diperlukan untuk banyak aplikasi
yang berjalan pada Windows dan menyediakan fungsionalitas umum untuk
menjalankan aplikasi. (Doyle, 2013:21-23).
2.1.5.1 Sejarah .NET Framework
Teknologi .NET dikembangkan oleh Microsoft selama tiga tahun.
Pada tahun 2000 Microsoft meresmikan .NET. Microsoft mendistribusikan
versi beta sebelum pengumuman resmi. Versi beta belum sepenuhnya diuji
sehingga masih banyak bugs atau errors. Pada tanggal 13 Febuari 2002
Microsoft merilis versi pertama dari Visual Studio untuk mengembangakan
aplikasi C#, Visual Basic, Visual C++, dan Visual C#. Pada tanggal 6
November 2006 .NET Framework disertakan di Windows Server 2008 dan
Windows Vista (versi 3.0). Versi 3.5 disertakan di Windows 7 dan juga bisa
27
diinstal di Windows XP maupun Windows Server 2003. Pada tanggal 12
April 2010 .NET Framework versi 4.0 dirilis bersamaan dengan aplikasi
Visual Studio 2010. (Doyle, 2013:21-22).
2.1.6 Ikan Diskus
Diskus adalah ikan dari jenis Symphysodon yang dimiliki oleh famili
Cichlids. Ikan ini berasal dari perairan Brazil, tepatnya dari sungai Amazon.
Diskus merupakan ikan yang mempunyai sifat paling dekat dengan famili
Cichlids. Ikan ini hidup secara berkelompok (social fish) . Karena sifatnya
yang tidak agresif, maka ikan ini tidak harus dipelihara di akuarium. Ikan
diskus tidak mengigit karena mereka bukan termasuk predator, maka tidak
akan menjadi masalah apabila ikan ini dipelihara bersama-sama dengan ikan
kecil lainnya di satu akuarium. Seperti famili Cichlids dari jenis
Pterophyllum, semua spesies dari Symphysodon mempunyai bentuk tubuh
yang pipih. Tidak seperti spesies dari Pterophyllum yang mempunyai bentuk
tubuh yang cenderung memanjang, spesies dari Symphysodon mempunyai
bentuk yang lebih bulat. Karena bentuk tubuh inilah ikan ini dinamakan ikan
diskus. Panjang dari tubuh ikan diskus yang sudah dewasa bisa mendapai 8–
10 inci (20-25 cm) (Giovanetti, 1991:5).
2.1.6.1 Sejarah Ikan Diskus
Menurut Giovanetti (1991:5), diskus ditemukan oleh ichthyologist
(seseorang yang mempelajari ilmu perikanan) dari Austria, Dr. Johann Jacob
Heckel pada tahun 1840. Salah satu masalah pada masa itu adalah adalah
proses pengembangbiakan ikan diskus diperlukan waktu yang sangat lama.
Pada tahun - tahun berikutnya para ilmuan sangat tertarik untuk mempelajari
ikan ini namun belum ada yang memperoleh kemajuan yang berarti. Para
ilmuan mencoba untuk menternakannya akan tetapi selalu gagal. Salah satu
penyebabnya adalah mereka tidak tahu pentingnya lendir dari tubuh induk
untuk anak ikan. Situasi ini terus berlangsung sampai Harald Schulz membuat
laporan tentang diskus. Mulai saat itu ikan diskus dibawa ke German dan
berhasil diternakaan di sana. Spesies paling awal dikirim ke German. Total 55
galon (208 liter) drum dibawa dengan menggunakan pesawat. Pada tahun
28
1930 sampai 1940 dealer akuarium mulai mengekspor ikan diskus mulai dari
Eropa sampai Amerika dengan nama umum “ ikan pompodaur”.
2.1.6.2 Anatomi Ikan Diskus
Menurut Giovanetti (1991:6), anatomi ikan diskus dibagi seperti
gambar di bawah ini
Gambar 2.11 Anatomi Ikan Diskus (Giovanetti, 1991)
Keterangan :
1. Mulut
2. Lubang hidung
3. Interorbital space
4. Mata
5. Dahi
6. Kepala
7. Badan
8. Spinous dorsal fins
9. Dorsal ridge
10. Soft dorsal fin
11. Caudal peduncle
12. Caudal spines
13. Ekor
29
14. Anal fin
15. Pelvic fin
16. Total panjang ikan
17. Standar panjang ikan
18. Pectocal fin
19. Tenggorokan
20. Operculum
21. Pipi
2.1.6.3 Ikan Diskus Di Indonesia
Menurut data statistik Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan
Keamanan Hasil Perikanan pada tahun 2011 tercatat bahwa Indonesia
mengekspor ikan diskus sebanyak 578.371 ekor. Sementara itu Indonesia
mengimpor ikan diskus hanya sebanyak 1.390 ekor atau hanya 8 kilogram.
2.1.6.4 Spesies Ikan Diskus
Menurut Giovanetti (1991:5-7), spesies ikan diskus dibagi menjadi
dua namun mempunyai empat tipe yang salah satu spesiesnya termasuk dari
tiga subspesies, terdiri dari:
1. Symphysodon discus, atau biasa disebut diskus Heckel (Heckel discus)
2. Symphysodon aequifasciata
• Symphysodon discus
Diskus Heckel biasa dipanggil red Heckel atau Blue Heckel. Tipe ini
ditemukan di area Manaus (Rio Negro) di Brazil tengah. Dari sembilan garis
vertikal yang dimiliki, garis pertama, garis kelima, dan garis ke sembilan
menjadi ciri dari ikan ini. Garis pertama melewati mata, garis kelima
melewati bagian tengah dari tubuh, dan garis ke sembilan melewati pangkal
ekor. Garis di bagian tengah tubuh dari diskus Heckel selalu lebih tebal
daripada garis lainnya. Ini menjadi ciri dari diskus Heckel. Ikan ini memiliki
warna latar belakang mahoni, dengan garis-garis biru yang samar horizontal
dan dengan sirip tipis berwarna merah.
30
Gambar 2.12 Symphysodon discus
Diskus Heckel termasuk spesies ikan yang paling sedikit dicari, karena
penggemar ikan diskus sekarang lebih suka dengan corak ikan yang berwarna
kebiruan. Selain itu spesies ini paling susah untuk dikembangbiakan. Terkadang
diskus Heckel jantan lebih mudah berkembang biak daripada yang betina, maka dari
itu biasanya diskus Heckel dikembangbiakkan dengan ikan betina spesies lain untuk
mendapatkan corak warna dan pola yang diinginkan, khususnya di Asia.
• Symphysodon aequifasciata aequifasciata
Diskus hijau berasal dari sungai Putumayo, bagian utara dari Peru. Diskus
hijau dikirim ke Iquitos dan ditangkap di Rio Nanay, di mana arah dari sungai
menuju ke Amazon dari Iquitos. Diskus hijau mempunyai pola dan warna yang
bervariasi. Diskus hijau mempunyai warna latar belakang yang bervariasi dari
warna coklat sampai warna hijau, dengan garis-garis horizontal metalik di daerah
punggung dan perut. Diskus hijau biasanya mempunyai garis yang lebih banyak dari
pada diskus coklat. Diskus hijau mempunyai garis-garis hijau di seluruh tubuh yang
biasa disebut royal green discus. Warna ini yang biasa dicari oleh para penggemar.
Gambar 2.13 Symphysodon aequifasciata aequifasciata
31
• Symphysodon aequifasciata axelrodi
Diskus cokelat adalah diskus yang paling sering dipeliahara di
akuarium rumah sebagai ikan hias, namun akhir - akhir ini penggemar
memelihara diskus cokelat dengan warna yang lebih bervariasi. Diskus
cokelat mempunyai warna yang terang sampai ke cokelat gelap dan
mempunyai garis vertikal yang sama tebalnya, tidak seperti diskus Heckel
yang garis kelima lebih tebal daripada garis lainnya. Goresan pada diskus
cokelat muncul di dahi dan dorsium anterior, dan melewati sirip punggung
ke dubur. Terkadang diskus cokelat berwarna kemerahan.
Gambar 2.14 Symphysodon aequifasciata axelrodi
• Symphysodon aequifasciata haraldi
Diskus biru ditemukan di Munaus. Diskus biru hampir mirip dengan
saudaranya, diskus cokelat. Karena alasan tersebut, beberapa orang merasa
diskus biru tidak lebih dari diskus cokelat yang mempunyai lebih banyak
warna. Berbeda dengan diskus cokelat, diskus biru mempunyai warna yang
lebih gelap, warnanya hampir seperti ungu kecokelatan terutama di bagian
wajah. Diskus biru mempunyai garis horizontal berwarna biru, melewati
kepala dan daerah punggung. Diskus biru yang mempunyai garis horizontal
yang cerah biasanya disebut royal blue discus dan berharga sangat mahal.
Namun banyak diskus biru yang dijual seharga dengan royal blue discus.
32
Gambar 2.15 Symphysodon aequifasciata haraldi
2.1.6.5 Penyakit penting pada ikan diskus
Menurut Giovanetti (1991:71-74), terdapat beberapa penyakit yang sering
ditemukan di ikan diskus :
1. Penyakit Insang (Gill Flukes)
Penyakit ini merupakan salah satu masalah bagi para peternak karena
penyakit ini tidak menunjukan gejala apapun. Namun apabila
diperhatikan dengan lebih teliti, ikan seperti susah bernafas. Ikan yang
sehat dapat membuka dan menutup insangnya dengan ritme yang
sama, Namun bagi ikan yang terserang penyakit ini akan terlihat kalau
ikan bernafas terengah-engah.
Gambar 2.16 Penyakit Insang
2. Pembusukan Sirip dan Ekor (Fins and Tail Rot)
Sirip membusuk menunjukan adanya infeksi terhadap ikan. Penyakit
ini sangat menular dari sirip menuju ke ekor. Biasanya penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Pseudomonas, Aeromona dan Vibrio. Bakteri
33
ini berbentuk seperti tabung atau batang. Bakteri ini menginfeksi
jaringan yang rusak dari ikan. Bakteri ini timbul karena kondisi air
yang buruk, adanya cedera di ikan, dan muncul dari parasit yang ada
di ikan (jika ikan terjangkit parasit). Sirip yang terinfeksi akan
berubah warna menjadi gelap lalu memutih. Sirip ikan akan
berjumbai. Kemudian sirip akan berubah warna menjadi kemerahan.
Jika ikan tidak kuat tentunya akan berujung kepada kematian.
Pembusukan sirip biasa terjadi karena penanganan yang kurang baik,
pH air yang terlalu tinggi sehingga membakar sirip dan menyebabkan
kerusakan. Ada suatu kasus dimana jamur juga ikut menyerang sirip
dan merumitkan masalah. Dalam kasus ini diperlukan pengobatan
antibiotik.
Gambar 2.17 Pembusukan Sirip dan Ekor
3. Luka Terbuka (Skin Flukes)
Luka yang terinfeksi biasa ditemukan di ikan. Penyakit ini
biasanya disebabkan oleh bakteri Vibrio. Luka muncul pertama kali
seperti belang putih pada kulit dan sisiknya menonjol, namun dengan
cepat akan berubah kemerahan dan infeksi. Luka akan berubah
menjadi lubang yang mengeluarkan darah. Luka ini akan terinfeksi
oleh organism - organism yang ada di air. Penyakit ini dapat dicegah
dengan perawatan akuarium yang baik, kecuali dalam kasus luka
traumatis.
34
Gambar 2.18 Luka Terbuka
4. Masalah Jamur (Fungal Problems)
Jamur Saproglenia berbentuk seperti benang. Jamur ini
tumbuh di jaringan yang sudah mati, sisa makanan ikan yang tidak
termakan, dan telur ikan yang sudah mati. Spora jamur yang berada di
air akuarium akan berkembang biak pada sisa makanan yang tidak
termakan dan pengumpulan remah-remah yang ada di air. Maka dari
itu ada baiknya kalau akuarium sering dibersihkan sehingga spora
jamur tidak bisa berkembang biak.
Gambar 2.19 Masalah Jamur
5. Hexamita
Hexamita merupakan salah satu penyakit yang sering ditemui
pada saat perkembangbiakan ikan diskus. Hexamita berasal dari
protozoa flagelata dengan skala serangan yang kecil. Hexamita biasa
35
disebut sindrom “Head and Lateral Line Erosion“ (HLLE) yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan. Ketika terserang penyakit
Hexamita, ikan akan sering bersembunyi di sudut bawah aquarium,
menjadi kurus, warna menjadi gelap, berenang mundur, dan
mengeluarkan kotoran berwarna putih. Kotoran berwarna putih
menjadi gejala yang paling mudah dilihat dari penyakit Hexamita,
bahkan saat ikan masih makan dan berperilaku normal.
Gambar 2.20 Hexamita
6. Costiosis (Body Flukes)
Penyakit ini sering kali menyerang ikan diskus. Parasit ini
berkembang biak dengan pesat, dimana di dalam tubuhnya
mempunyai embrio tiga keturunan, di dalam embrio yang sudah
dewasa mengandung embrio yang di dalamnya mengandung embrio
lain. Parasit ini dapat menghasilkan satu juta keturunan dalam satu
bulan. Parasit ini memakan kulit dan darah ikan, memang tidak
menyebabkan luka yang berarti, namun dengan populasi nya yang
sangat banyak tentu akan menyengsarakan ikan. Infeksi parasit ini
menyebabkan luka terbuka yang berpotensi terinfeksi oleh bakteri,
selanjutnya kumpulan parasit tersebut akan melepaskan diri dari ikan
dan bisa hidup selama sepuluh hari. Pada kasus infeksi yang parah,
terdapat bintik – bintik putih di sepanjang tubuh dan sirip.
36
Gambar 2.21 Costiosis
2.2 Hasil penelitian dan produk sebelumnya
Para peneliti sebelumnya telah membuat penelitian sejenis mengenai sistem
pakar untuk mendeteksi penyakit pada hewan. Oleh karena itu akan diulas penelitian
yang sudah ada sebelumnya untuk mengetahui kekurangan dan kelebihannya
sehingga dapat berguna untuk penelitian yang dibuat.
2.2.1 Fresh Water Fish Disease Diagnosis System Development
Fresh Water Fish Disease Diagnosis System Development merupakan
penelitian yang menggunakan sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada
ikan air tawar. Sistem pakar ini berguna untuk peternakan ikan di malaysia
untuk membantu para peternak menangani penyakit - penyakit yang
mengancam peternakan ikan di Malaysia. Sistem pakar ini dibangun berbasis
aplikasi web bernama SDIK yang dapat berfungsi untuk identifikasi penyakit
dan memberikan saran pencegahannya dari solusi yang diberikan. Aplikasi ini
dikembangkan oleh Nureize Arbaiy, Chuah Chai Wen, dan Zurinah Suradi.
Sistem ini diperkenalkan pada International Conference on IT Research and
Applications pada tahun 2007.
Menurut data yang diperoleh, industri perikanan memegang peranan
penting dalam kelangsungan ekonomi di Malaysia yang juga menyediakan
untuk pangan. Pada tahun 2003 konsumsi ikan mencapai 103 juta. (Arbaiy,
Wen, Suradi, 2007). Penyakit pada ikan cukup menjadi suatu masalah yang
besar bagi industri perikanan, dapat mengakibatkan kehilangan nilai investasi,
biaya pengobatan dan berkurangnya produktivitas peternakan. Oleh karena
itu dibutuhkan manajemen yang baik dibidang perikanan dengan membuat
aplikasi yang dapat memberikan pengetahuan dari sang pakar kepada para
peternak.
37
Aplikasi SDIK ini mendiagnosa penyakit ikan yang diakibatkan
karena infeksi parasit. Aplikasi ini dibuat dengan metode Knowledge
Engineering, basis pengetahuan didapat dari pakar Pusat Penyelidikan
Kesihatan Ikan Kebangsaan Penang melalui interview. Aplikasi ini dapat
digunakan dengan internet untuk memudahkan akses dimana saja,
mendapatkan update informasi terbaru, serta konsultasi secara interaktif.
Pengembangan aplikasi SDIK didasarkan dengan teknik sistem pakar,
komponennya terdiri dari inference engine, working memory, knowledge
base, explanation facility dan user interface. Representasi pengetahuan
digunakan untuk menggambarkan informasi yang dianalisis menggunakan
Inference Network, Cognitive Map dan Flow Chart. Sistem pakarnya
dibangun dengan Rule Base dengan bentuk IF-THEN rules. Sistem pakar ini
menggunakan forward chaining dan backward chaining dalam proses
inferensinya.
Cara kerja aplikasi ini dengan memberikan pertanyaan diagnosis
untuk mengetahui apakah ikan berperilaku abnormal atau normal melalui
user input seperti radio buttons, menu, checkbox maupun text fields.
Kemudian sistem pakar yang berlaku seperti konsultan memberikan hasil
diagnosanya melalui interaksi dengan user.
Gambar 2.22 Tampilan Awal Aplikasi SIDK
38
Gambar 2.23 Tampilan Menu Konsultasi Aplikasi SIDK
Gambar 2.24 Tampilan Hasil Diagnosis Aplikasi SDIK
Kelebihan dari aplikasi ini adalah adanya alasan dan penjelasan
mengapa diagnosa itu diberikan. Aplikasi ini memiliki explanation subsystem
dimana memberikan penjelasan dan pengertian kepada pengguna bagaimana
dan dari mana asalnya suatu keputusan diagnosa diambil. Dengan adanya
39
kelebihan ini, pengguna dapat merasa lebih yakin terhadap diagnosa yang
diberikan. Selain itu aplikasi ini berbasis web sehingga dapat diakses dimana
saja dengan internet dan database penyakitnya dapat di-update. Namun,
kekurangannya ialah tidak ada cara penanganan dan pencegahannya, padahal
hal tersebut merupakan fitur yang sangat penting dalam mendiagnosa suatu
penyakit. Selain itu tidak ada pengkategorian untuk jenis ikan, karena setiap
jenis ikan dapat memiliki ciri - ciri yang berbeda walaupun penyakitnya
sama.
2.2.2 Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Pada Ikan Konsumsi Air
Tawar Berbasis Website
Sistem Pakar Mendiagnosa Penyakit Pada Ikan Konsumsi Air Tawar
Berbasis Website merupakan sistem pakar berbasis Web. Aplikasi sistem
pakar ini dibuat karena adanya kendala yang ditemukan oleh para peternak
ikan, seperti penyakit ikan yang mengakibatkan kematian pada ikan sehingga
menimbulkan kerugian pada peternak dan kurangnya jumlah pakar ikan
sebagai tempat untuk konsultasi. Dengan sistem pakar ini para petani dapat
mengetahui penyakit yang menyerang ikan ternaknya lebih mudah. Aplikasi
ini dikembangkan oleh Elfani dan Pujiyanta kemudian diperkenalkan dalam
Jurnal Sarjana Teknik Informatika pada tahun 2013.
Konsumsi ikan sangat tinggi dikalangan masyarakat dibandingkan
dengan lauk lain. Sehingga menjadikan prospek yang baik untuk para
pebisnis dalam bidang peternakan ikan. Namun para peternak ikan sering
mengalami kerugian yang berarti karena penyakit pada ikan. Dalam survey
terdapat kematian sekitar 1500 ekor pada peternakan ikan di Desa Baturetno
Kec. Banguntapan, Yogyakarta. (Elfani dan Pujiyanta, 2013) Selain itu
karena kurangnya pengetahuan mengenai cara mengatur kolam untuk ikan
dan minimnya pakar ikan untuk berkonsultasi. Oleh karena itu aplikasi ini
dibuat untuk mendiagnosa, memberi definisi penyakit, dan memberi solusi
penanganan penyakit.
Aplikasi sistem pakar berbasis Web ini menggunakan beberapa
theorema untuk melakukan diagnosanya antara lain : Theorema Certainty
Bayes. Metode ini digunakan untuk mencari nilai kepastian dari diagnosa
yang dihasilkan. Pengembangannya menggunakan pengembangan sistem
40
modified waterfall menggunakan bahasa pemrograman PHP dengan
Framework Codeigniter. Pengumpulan data pengetahuan untuk sistem pakar
dilakukan dengan mewawancarai seorang pakar.
Cara kerja aplikasi ini yaitu dengan input data penyakit, gejala,
penyebab, solusi, aturan gejala, aturan penyebab dan aturan solusi dari
penyakit. Setelah itu akan diproses untuk pelacakan penyakit dan akan
ditampilkan serta didokumentasikan data diagnosisnya.
Gambar 2.25 Tampilan Utama Aplikasi Sistem Pakar Mendiagnosa
Penyakit Pada Ikan Air Tawar
41
Gambar 2.26 Menu Konsultasi Aplikasi Sistem Pakar Mendiagnosa
Penyakit Pada Ikan Air Tawar
Gambar 2.27 Hasil Diagnosa Aplikasi Sistem Pakar Mendiagnosa
Penyakit Pada Ikan Air Tawar
42
Kelebihan dari aplikasi ini adalah informasi mengenai diagnosa
diberikan secara lengkap dan spesifik dengan definisi penyakitnya,
pengendalian, penyebab, keterangan lengkap dan probabilitasnya. Selain itu
aplikasi memiliki user interface yang baik. Namun kekurangannya aplikasi
ini tidak memberikan kategori secara spesifik terhadap gejala penyakit yang
muncul pada ikan. Hasilnya aplikasi ini memperoleh akurasi 100% pada
pengujian Black Box test. Namun kurang akurat jika diuji dengan
menggunakan alpha test, hanya diperoleh akurasi sistem sebesar 34.3%.
2.2.3 Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah Dengan
Metode Theorema Bayes
Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah Dengan
Metode Theorema Bayes dibuat karena adanya kendala dalam beternak udang
yaitu penyakit udang galah yang menyebabkan kematian dan penurunan
produksi. Perangkat lunak sistem pakar ini dikembangkan oleh Muhammad
Johan Wahyudi dan Abdul Fadlili, diperkenalkan melalui Jurnal Sarjana
Teknik Informatika pada tahun 2013.
Di Indonesia, budidaya udang galah yang hidup di perairan tawar
memiliki prospek yang sangat menguntukan, memiliki nilai ekonomis yang
tinggi baik untuk konsumsi domestik maupun mancanegara. (Wayudi dan
Fadlili, 2013) Selain itu juga pembudidayaan udang galah ini cukup mudah
dibanding jenis udang lainnya. Walaupun pembudidayaan mudah,
pembudidayaan udang galah sering mengalami banyak kendala yang
membuat produksi udang berfluktuasi seperti kualitas tambak, pakan, dan
penyakit. Penyakit salah satu hal membuat kerugian besar, salah satu penyakit
yang paling banyak menjangkit udang galah adalah “Black Spot” karena
bakteri dan jamur. Karena kurangnya pengetahuan pembudidaya tentang
penyakit, mereka banyak mengalami kerugian dan tidak tahu cara menangani
penyakit tersebut dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu dibuatlah aplikasi
sistem pakar berbasis desktop yang dapat diguanakan untuk sarana konsultasi
dari para pembudidaya udang dalam mengidentifikasi penyakit.
Aplikasi ini menggunakan metode Theorema Bayes untuk
perhitungan ketidakpastiannya. Dalam sistem pakar ini menggunakan metode
inferensi forward chaining. Dikembangkan dengan menggunakan bahasa
43
pemrograman Visual Basic. Pengetahuan dan data dikumpulkan melalui studi
literatur dari internet dan buku, dokumentasi, dan wawancara dengan sang
pakar.
Cara kerja aplikasi ini dengan cara pengguna harus memasukkan input
dengan cara memilih gejala apa saja yang tampak pada udang galah,
kemudian akan diproses untuk di diagnosa. Hasil diagnosa akan ditampilkan
dalam bentuk laporan yang berisi nama pengguna, nama penyakit, definisi
penyakit, nilai bayes, gejala, penyebab dan solusinya.
Gambar 2.28 Tampilan Awal Aplikasi Sistem Pakar Untuk
Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah
44
Gambar 2.29 Tampilan Menu Konsultasi dan Hasil Diagnosa Aplikasi
Sistem Pakar Untuk Mengidentifikasi Penyakit Udang Galah
Kelebihan dari aplikasi ini adalah tampilan user interface yang cukup
menarik serta adanya laporan terpisah yang dapat memudahkan untuk
dicetak. Namun kekurangannya cukup banyak yaitu menu dan tombol yang
membingungkan bagi pembudidaya, kurangnya keterangan yang jelas pada
cara penggunaan aplikasi, nama gejala kurang spesifik. Akurasi diagnosa dari
aplikasi ini cukup memuaskan, dengan pengujian Black Box test akurasi
mencapai 100%, namun hasil dari pengujian alpha test mendapatkan nilai
65.7 %.
2.2.4 Diagnosis of Fish Diseases Using Artificial Neural Networks
Diagnosis of Fish Diseases Using Artificial Neural Networks
merupakan penelitan yang bertujuan untuk mengevaluasi dua artificial neural
networks untuk mendiagnosa penyakit pada ikan yang disebabkan oleh
protozoa dan bakteri. ANN merupakan metode yang penting untuk
pengambilan keputusan dalam diagnosa penyakit. Training ANN
45
menggunakan pendekatan back-propagation feed-forward dengan dua layer,
fungsi aktivasi sigmoid dan linear, dan algoritma Levenberg - Marquardat.
Sistem ini dikembangkan oleh J.N.S. Lopes, A.N.A. Goncalves,
R.Y.Fujimoto, dan J.C.C. Carvalho dan diperkenalkan pada IJCSI
International Journal of Computer Science.
Sistem ini dibuat untuk membantu diagnosa penyakit pada ikan,
karena kompleksitas penyakit pada ikan cukup tinggi dan dapat menyebabkan
ikan mati dengan cepat jika tidak ditangani oleh pakar yang handal.
Kebanyakan penyakit yang menyerang ikan disebabkan oleh bakteri dan
protozoa. Penyakit tersebut sulit untuk didiagnosa karena tanda - tanda klinis
yang tampak kelihatan sama, perbedaannya hanya muncul ketika penyakit
tersebut menjadi lebih akut. Oleh sebab itu, dibutuhkan sebuah sistem yang
lebih efektif untuk mendiagnosa penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan
protozoa.
Metode yang digunakan adalah dengan membuat dua back-
propagation feed-forward neural network, satu untuk bakteri dan yang satu
lagi untuk penyakit karena protozoa. Neural network dibuat berdasarkan
kumpulan data berisi gejala gejala dari ikan yang terinfeksi dan diagnosanya.
Kumpulan data tersebut yang diperoleh dari Ichthyoparasitology dan
Laboratorium Perikanan di Universitas Federal Brazil.
Data untuk neural network dibagi ke dalam dua bagian yaitu input dan
ouput. Data input berupa gejala klinis diberi nilai 1 jika gejalanya tampak dan
diberi nilai 0 jika tidak tampak. Output-nya berupa hasil diagnosa
penyakitnya. Neural network untuk mendiagnosa penyakit karena bakteri
terdiri dari 43 input, 20 neuron pada hidden layer dan 12 neuron pada output
layer, sedangkan untuk penyakit karena protozoa, terdiri atas 28 input, 22
neuron pada hidden layer dan 8 neuron pada output layer. Struktur network
ada pada gambar 2.30 dan 2.31
46
Gambar 2.30 Neural Network untuk Mendiagnosa Penyakit yang
Disebabkan Bakteri.
Gambar 2.31 Neural Network untuk Mendiagnosa Penyakit yang
Disebabkan Protozoa.
Kelebihan dari sistem ini adalah kecepatan training neural network
karena menggunakan algoritma training Levenberg - Manquardt. Selain itu
kelebihan lainnya adalah tingkat akurasi yang baik dengan persentase sebesar
97% pada pengujian penyakit yang disebabkan protozoa dan bakteri. Neural
network sukses mendeteksi 8 tipe penyakit yang disebabkan protozoa, dan 12
penyakit yang disebabkan bakteri. Namun kekurangannya ketika
menggunakan validation vector untuk menghentikan training network pada
titik tertentu, performa GRADIENT menurun, performa adaptive variable
(MU) juga menurun, dan validation performance (VAL FAIL) meningkat. Hal
tersebut mengakibatkan ketepatan training neural network berkurang.
47
Tabel 2.1 Tabel Analisis Jurnal dan Metode yang Diterapkan
Nama Jurnal Metode yang digunakan
Hasil
Fresh Water Fish Disease
Diagnosis System
Development
Metode sistem pakar
yang digunakan adalah
IF-THEN rules
mencakup forward dan
backward chaining
Sistem dapat memberi
informasi dan
pembelajaran kepada
peternak mengenai
penyakit pada ikan air
tawar dan cara
penanggulangannya
Sistem Pakar
Mendiagnosa Penyakit
Pada Ikan Konsumsi Air
Tawar Berbasis Website
Sistem pakar
menggunakan Theorema
Certainty Bayes
menentukan kepastian
dari diagnosanya.
Akurasi dari:
- Blackbox test: 100 %
- Alpha test: 34.3 %
Sistem Pakar Untuk
Mengidentifikasi Penyakit
Udang Galah Dengan
Metode Theorema Bayes
Metode inferensi yang
digunakan adalah
forward chaining.
Akurasi dari:
- Blackbox test: 100%
- Alpha Test: 65.7 %
Diagnosis of Fish Disease
Using Artificial Neural
Networks
Metode sistem pakar
yang digunakan adalah
Artificial Neural
Network dengan
pendekatan Feed
Forward Backward
Propagation
• Neural Network dapat
mendeteksi dengan
sukses 8 tipe penyakit
yang disebabkan oleh
protozoa, dan 12 oleh
bakteri.
• Persentase akurasinya
mencapai 97%