15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

27
PERENCANAAN & AUDIT SDM Faktor Penentu Keberhasilan Audit disusun oleh : LUVITA AGNESYA SHERLY YANA PUTRI TEGUH PRIHANTORO JURUSAN MANAJEMEN

description

15 faktor penentu keberhasilan audit

Transcript of 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Page 1: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

PERENCANAAN & AUDIT SDM

Faktor Penentu Keberhasilan Audit

disusun oleh :

LUVITA AGNESYA

SHERLY YANA PUTRI

TEGUH PRIHANTORO

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS RIAU

TAHUN 2014/2015

Page 2: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Faktor Penentu Keberhasilan Auditor

A. Audit Sumber Daya Manusia

Audit SDM merupakan penilaian dan analisis yang komprehensif terhadap

program-program SDM. Audit SDM menekankan penilaian (evaluasi) terhadap

berbagai aktivisas SDM yang terjadi pada perusahaan dalam rangka memastikan

apakah aktivitas tersebut telah berjalan secara ekonomis, efisien, dan efektif dalam

mencapai tujuannya dan memberikan rekomendasi perbaikan atas berbagai

kekurngan yang masih terjadi pada aktivitas SDM yang diaudit untuk

meningkatkan kinerja dan program/aktivitas tersebut.

Tujuan Audit SDM :

1. Menilai efektifitas dan fungsi SDM

2. Menilai apakah program/aktivitas SDM telah berjalan secara

ekonomis,efektif, dan efisien.

3. Memastikan ketaatan berbagai program/aktivitas SDM terhadap ketentuan

hukum, peraturan, dan kebijakan yang berlaku di perusahaan.

4. Mengidentifikasi berbagai hal yang masih dapat ditingkatkan terhadap

aktivitas SDM dalam menunjang kontribusinya terhadap perusahaan.

5. Merumuskan beberapa langkah perbaikan yang tepat untuk meningkatkan

ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas berbagai program/aktivitas SDM.

Manfaat Audit SDM :

1. Mengidentifikasi kontribusi dari Departemen SDM terhadap organisasi

2. Meningkatkan citra profesional Departemen SDM

3. Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab Departemen SDM

4. Menemukan masalah-masalah kritis dalam bidang SDM

Page 3: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

1.1 Kompetensi Auditor

Auditor adalah seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan

audit atas laporan keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi

Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang auditor :

1. Independensi

2. Integritas

3. Kompetensi

Dua “kriteria” yang pertama lebih bersifat kualitatif, sehingga sulit untuk

mengukurnya. Sebaliknya, kompetensi lebih nyata dan dapat kita telaah sejauh mana

seseorang dapat dikategorikan kompeten.

Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk

melaksanakan audit dengan benar. Untuk memperoleh kompetensi tersebut, dibutuhkan

pendidikan dan pelatiha bagi auditor yang dikenal dengan nama pendidikan professional

berkelanjutan (continuing professional education). Ada beberapa komponen dari

“kompetensi auditor”, yakni mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus.

Selain itu juga memerlukan keterampilan dalam menggunakan berbagai tekhnik pengumpulan

informasi, melakukan analisa data dan akhirnya kemampuan dalam mengambil keputusan.

1.2. Mutu Personal

Dalam menjalankan tugasnya, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik,

seperti:

1. Berpikiran terbuka (open-minded);

2. Berpikiran luas (broad-minded);

3. Mampu menangani ketidakpastian;

4. Mampu bekerjasama dalam tim;

5. Rasa ingin tahu (inquisitive);

6. Mampu menerima bahwa tidak ada solusi yang mudah;

7. Menyadari bahwa beberapa temuan dapat bersifat subjektif.

Di samping itu, auditor juga harus memiliki kemampuan komunikasi yang

baik, karena selama masa pemeriksaan banyak dilakukan wawancara dan permintaan

keterangan dari auditan untuk memperoleh data.

Buttery, Hurford, dan Simpson menyebutkan beberapa mutu personal lainnya

yang harus dimiliki oleh seorang auditor, seperti kepandaian (intelegensi), perilaku

Page 4: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

yang baik, komitmen yang tinggi, serta kemampuan imajinasi yang baik untuk

menciptakan sikap kreatif dan penuh inovasi.

Agar auditor memiliki mutu personal, pengetahuan umum, pengalaman dan keahlian

khusus yang juga harus memadai.

1. Pengetahuan Umum

Seorang auditor harus memiliki pengetahuan umum untuk memahami entitas yang diaudit dan

membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan dasar ini meliputi kemampuan untuk melakukan

reviu analitis (analytical review), pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu

organisasi, pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor public. Yang tak boleh

dilupakan, adalah pengetahuan akuntansi untuk membantu dalam memahami siklus entitas

dan laporan keuangan serta mengolah data dan angka yang diperiksa.

2. Keahlian Khusus

Keahlian khusus yang harus dimiliki seorang auditor antara lain keahlian untuk melakukan

wawancara, kemampuan membaca cepat, statistic, keterampilan mengoperasikan computer,

serta kemampuan menulis dan mempresentasikan laporan dengan baik.

3. Pengalaman

Menurut Loeher (2002) dalam Elfarini (2007), pengalaman merupakan akumulasi

gabungan dari semua yang diperoleh melalui berhadapan dan berinteraksi secara

berulang-ulang dengan sesama benda alam, keadaan, gagasan, dan penginderaan.

Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan bertambahnya

pengalaman kerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan meningkatnya

kompleksitas kerja (Herliansyah dan Meifida, 2006).

1.3. Spesifikasi auditor dalam suatu perusahaan

1. Berada dibawah Dewan Komisaris.

Dalam hal ini star internal auditing bertanggung jawab pada Dewan Komisaris. lni

disebabkan karena bentuk perusahaan membutuhkan pertanggung jawaban yang lebih

besar, termasuk direktur utama dapat diteliti oleh internal auditor. Dalam cara ini,

bagain pemeriksa intern sebenarnya merupakan alat pengendali terhadap performance

manajemen yang dimonitor oleh komisiaris 5 perusahaan. Dengan demikian bagian

pemeriksa intern mempunyai kedudukan yang kuat dalam organisasi.

2. Berada dibawah Direktur Utama.

Page 5: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Menurut sistem ini star internal auditor bertanggung jawab pada direktur utama.

Sistem ini biasanya jarang dipakai mengingat direktur utama terlalu sibuk dengan

tugas-tugas yang berat. Jadi kemungkinan tidak sempat untuk mempelajari laporan

yang dibuat internal auditor.

3. Berada dibawah Kepala Bagian Keuangan.

Menurut sistem ini kedudukan internal auditor dalam struktur organisasi perusahaan

berada dibawah koordinasi kepala bagian keuangan. Bagian Internal auditor

bertanggung jawab sepenuhnya kepada kepala keuangan atau ada yang menyebutnya

sebagai Controller. Tapi perlu juga diketahui bahwa biasanya kepala bagian keuangan

tersebut bertanggung jawab juga pada persoalan keuangan dan akuntansi.

1.4 Pendapat Beberapa Para Ahli menegenai Kompetensi Auditor

a. Lee dan Stone (1995), mendefinisikan kompetensi sebagai suatu keahlian yang

cukup secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara obyektif.

Pendapat lain adalah dari Dreyfus dan Dreyfus (dalam saifudin 2004), mendefinisikan

kompetensi sebagai keahlian seorang yang berperan secara berkelanjutan yang mana

pergerakannya melalui proses pembelajaran, dari “pengetahuan sesuatu” ke

“mengetahui bagaimana”, seperti misalnya : dari sekedar pengetahuan yang

tergantung pada aturan tertentu kepada suatu pertanyaan yang bersifat intuitif.

b. Dreyfus dan Dreyfus (1986) membedakan proses pemerolehan keahlian menjadi 5 tahap :

1.       Novice, yaitu tahapan pengenalan terhadap kenyataan dan membuat pendapat

hanya berdasarkan aturan-aturan yang tersedia. Keahlian pada tahap pertama ini

biasanya dimiliki oleh staf audit pemula yang baru lulus dari perguruan tinggi.

2.      Advanced beginner. Pada tahap ini auditor sangat bergantung pada aturan dan

tidak mempunyai cukup kemampuan untuk merasionalkan segala tindakan audit,

namun demikian, auditor pada tahap ini mulai dapat membedakan aturan yang sesuai

dengan suatu tindakan.

3.       Competence. Pada tahap ini auditor harus mempunyai cukup pengalaman untuk

menghadapi situasi yang kompleks. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan

tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan, penerapan,

dan prosedur aturan audit.

4.      Profiency. Pada tahap ini segala sesuatu menjadi rutin, sehingga dalam bekerja

auditor cenderung tergantung pada pengalaman yang lalu. Disini instuisi mulai

Page 6: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

digunakan dan pada akhirnya pemikiran audit akan terus berjalan sehingga diperoleh

analisis yang substansial.

5.      Expertise. Pada tahap ini auditor mengetahui sesuatu karena kematangannya

dan pemahamannya terhadap praktek yang ada. Auditor sudah dapat membuat

keputusan atau menyelesaikan suatu permasalahan.

Dengan demikian segala tindakan auditor pada tahap ini sangat rasional dan mereka

bergantung pada instuisinya bukan pada peraturanperaturan yang ada. Konsep dari keahlian harus

dioperasikan dengan melihat beberpa variabel atau ukuran, seperti lamanya pengalaman seseorang di

bidang tertentu.

2.1 Kerjasama Auditor

Hubungan Kerjasama Antara Manajemen Auditor Dengan Auditee

Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan

auditee-nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara

satu bagian dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang

diinginkan dalam suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan

berkembang secara wajar. Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut

pandang tapi pada hakekatnya tujuannya adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya

diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :

• Teknis operasional.

• Teknis operasional auditing.

• Hubungan antar manusia yang efektif.

Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang

dimilikinya itu.Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat

dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang

bermakna

2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.

3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Page 7: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang

menjadi ikut berperan. Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa

kegiatan audit seringkali disalah artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan.

Hal tersebut harus selalu dicoba untuk disingkirkan dan diganti dengan pengertian

yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat kerjasama yang efektif antara

kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang merugikan. Dengan

demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus didasarkan pada

sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi.

Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak

mempertentangkan posisi dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam

pelaksanaannya memang sulit, karena pemahaman dari para pihak baik auditor

maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan

menyediakan informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan

penilaian hasil harus didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya

dan hal ini tentunya telah diatur dalam pedoman kerja para auditor intern. Singkatnya

hubungan antara Auditor dengan Auditee-nya harus dikembangkan dalam bentuk

hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi pada pemecahan masalah

dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi

peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan hal-hal

tersebut dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah.

Perlu kematangan kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam

bentuk yang lebih konkrit.

2.2 Peranan Internal Auditor

1. Peran sebagai Problem Solver

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu

menggunakan metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses

berfikir analisis yang standar perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat

membantunya untuk cepat dalam mengambil kesimpulan/keputusan. Informasi yang

dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan fakta. Pengembangan

Page 8: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat diterapkan

sesuai dengan kondisinya.

Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar permasalahan, serta

mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi valid. Disini

auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut.

Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan

kejadian sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut

dilaksanakannya dengan baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin

dihindarkan akan dapat diselesaikan secara rasional dan memuaskan bagi semua

pihak.

2. Peran sebagai Conflict Resolution

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik

seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu

sendiri adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang

memiliki, sasaran-sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of

International Conflict, Macmillan. London,1981, Bab 1).Dalam kaitan ini maka

masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara auditor dan auditee dalam mencapai

visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak pada visi keinginan semua

pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang wajar adalah yang

paling pokok.

Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :

• Menghindari

• Membekukan

• Dikonfrontasikan

Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi

emosional dengan mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta

pindah atau keluar dari pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula

bila si Auditor kurang punya kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun

strategi menghindari bisa mengatasi persoalan, namun sifatnya sementara saja.

Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat timbul dan si auditor tetap tidak

dapat mengatasinya.

Page 9: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan.

Strategi ini bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara,

sehingga usaha untuk konfrontasi tetap tidak mungkin.

Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung

dikonfrontasikan dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan

yaitu dengan memakai kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama

maka auditee harus melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi

auditee dapat merasa kalah. Bila merasa kalah maka bisa timbul kebencian,

kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian. Dengan memakai strategi negosiasi,

Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing langkah akan mengundang

masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar dalam kerangka

pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan berdasar motif

yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain,

komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

3. Peran interviewer

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk

wawancara. Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal

auditor harus faham mengenai : Konteks dari wawancara yang dilakukan

: Isi dari bahan yang ingin dicarinya

: Pola interogasi harus dihindarkan.

Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan wawancara kurang dikuasai dan

pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi auditee.

Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru

kemudian diikuti dengan penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam

wawancara (positioning) dan dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.

4. Peran Negosiator dan Komunikator

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran

komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran

negosiator, seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”,

Page 10: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

program sang auditor ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan materi yang harus

disampaikan haruslah masuk akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain,

karena keberhasilan seorang negosiator adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi

dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.

Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian

besar konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya

fihak-fihak yang berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi

mendapatkan yang efektif bukanlah hal yang mudah.

2.3 Hubungan antara Manajemen dengan Audit Internal

Didalam bukunya Modern Internal Audit, Moeller & Brink menjelaskan

hubungan antara manajemen dengan internal audit serta beberapa masukan bagaimana

agar auditor internal mampu memboina hubungan yang bauk dengan

Manajemen.Dijelaskan bahwa peran utama dari audit internal adalah memnuhi

kebutuhan manajemen, dimulai dari memahami permasalahan manajemen dan

kebutuhan manajemen. Kemudian berlanjut dengan melibatkan kerjasama antara

manajemen dengan audit internal pada berbagai macam tingkat operasional.

Kerjasama kemudian berlanjut dengan membantu manajemen untuk mencapai tujuan

dan keinginan manajemen pada level yang paling memungkinkan.

Kerjasama yang efektif dapat dicapai dengan berbagai hal. Berikut ini

beberapa hal hal yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan:

Audit internal harus menyediakan kebutuhan dasar atas jasa audit protektif. Teteapi

disisi yang lain juga harus membantu manajemen mencapai perkembangan yang

diinginkan. Lebih dari itu kontribusi pencegahan, seringkali memberikan dasar dasar

yang penting pada proses terbentuknya kontribusi yang positif.

Audit internal harus secara terus berhati hati dalam menjaga independensinya,

dari tanggung jawab operasional yang sesungguhnya. Untuk mengidentifikasi,

evaluasi, dan mendukung isu yang menjadi perhatian utama manajemen. Kemampuan

untuk melakukan interaksi secara persuasif kepada berbagai level manajer harus

selalu dilatih dalam setiap kesempatan. Hal ini membutuhkan kombinasi antara

pemahaman operasional yang kuat dan hubungan serta prilaku yang sesuai.

Page 11: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

Auditor dan manajemen beserta auditor lainnya harus menhindari keinginan

menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki. Seperti tindakan yang membuat

resistensi auditee menjadi semakin tinggi yang dikemudian hari akan mengganggu

hubungan antara auditor dengan auditee.

Audit internal fokus pada pengendalian internal, harus digunakan sebagai

suatu bentuk kepercayaan untuk melakukan analisis dan review terhadap bebagai area

operasional. Karena auditee biasanya lebih memiliki kemampuan teknis, maka fokus

auditor terhadap penggunaan pengendalian internal sebagai bantuan dalam proses

audit lebih bisa diterima dari pada bantuan audit yang ditawarkan auditee.

Harus ada penghormatan atas setiap tanggung jawab yang dimiliki manajer,

terhadap setiap hasil yang mereka peroleh. Rekomendasi auditor harus

berada pada posisi mereka sendiri (tanpa ada kepentingan), sebagaimana

penilaian yang diberikan oleh para karyawan operasional didepartemen

lainnya.

Harus ada penggabungan antara tujuan audit dalam berbagai tingkatan

operasional, dengan kebutuhan pengungkapan untuk perbaikan kinerja

organisasi. Fokus ini akan membantu dalam menetralisir konflik audit pada

tingkatan level operasional yang lebih rendah yang dikarenakan pemaparan

yang disampaikan manajemen atas hasil audit internal.

Memberikan pelayanan kepada organisasi (perusahaan) dengan bantuan

dari berbagai level manajemen, merupakan tujuan utama auditor internal.

Hal ini membenarkan upaya auditor internal untuk melihat pekerjaan

mereka dari sudut pandang manajemen dan untuk memberikan segala

bantuan yang dimungkinkan agar manajemen memperoleh hasil yang

maksimal. Permasalahan yang dihadai manajemen komplek dan terus

berubah dari waktu ke waktu baik yang dipengaruhi faktor internal maupun

eksternal. Hal ini semakin menunjukkan bahwa manajemen semakinh

membutuhkan bantuan audit internal dan dalam banyak kasus ketika

kredibilitas dan kemampuan audit internal sudah terbangun manajemen

akan memberikan respon positif terhadap bantuan yang diberikan. Ini akan

menjadi tantangan tersendiri bagi auditor internal untuk memberikan

Page 12: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

bantuan kepada manajemen melalui rekomendasi audit yang efektif dan

signifikan.

3.1 Dukungan Direksi

Tanpa komitmen dan dukungan direksi, baik secara moriil maupun sumber daya

materiil yang memadai, audit SDM akan mendapat banyak hambatan. Untuk itu, kebijakan

tentang audit SDM harus secara jelas dibuat dan secara tegas meminta semua pemimpin

fungsional memberikan dukungan positif dalam proses audit.

Komitmen mengandung pengertian bahwa direksi perlu bersikap konsisten dan

konsekuen . Konsisten berarti memberikan dukungan secara terus menerus dan konsekuen

berarti bersedia memainkan peran yang diharapkan.

Dalam tahap implementasi peranan direksi adalah memberikan perhatian dengan

memberikan disposisi atau komentar pada laporan audit yang diterimanya sehingga proses

tindak lanjut hasil audit bias berjalan lancar dan efektif mencapai tujuan audit SDM yang

diharapkan.

Bila ketiga pihak yang terlibat dalam proses audit ini dapat memainkan perannya

masing-masing secara baik, maka audit SDM akan menghasilkan dampak positif signifikan

baik bagi kemajuan organisasi, kemajuan auditte maupun kemajuan auditor sebagai kader-

kader pemimpin organisasi dimasa depan.

3.2 Tiga Kemungkinan Hasil Dalam Upaya Pemimpin Mempengaruhi Bawahan

1) komitmen (commitment)

Komitmen adalah setujunya para bawahan terhadap keputusan atau permintaan

seorang pemimpin untuk kemudian memberikan dukungan dan melaksanakannya

secara efektif. Dalam hal ini, para bawahan memberikan persetujuan secara

internal, dalam artian bahwa persetujuan dan dukungan itu diberikan dari hati

mereka. Menurut Michael Kelman, komitmen ini menjadikan para bawahannya

melakukan internalisasi yakni tekad untuk mendukung dan melaksanakan perintah

pemimpin karena ia memang merasa bahwa perintah itu sesuai dengan kata

hatinya atau mengandung kebenaran yang memang sepantasnya didukung. Ia

tidak melakukannya dengan pertimbangan keuntungan atau kerugian yang terjadi

dari dukungannya itu.

Page 13: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

2)kepatuhan(obedience)

Seperti halnya komitmen, kepatuhan memang merupakan persetujuan yang

diberikan oleh para bawahan terhadap keputusan atau permintaan seorang

pemimpin untuk kemudian memberikan dukungan dan melaksanakannya. Tetapi,

kepatuhan terbentuk karena rasa takut, tidak adanya pilihan untuk bersikap lain,

atau memang struktur organisasi menempatkan mereka sebagai pihak yang harus

melaksanakannya. Dikatakan pula oleh Michael Kelman bahwa kepatuhan bersifat

instrumental. Seseorang bawahan bersedia melaksanakan perintahnya karena

mengharapkan imbalan tertentu atau tidak menginginkan menerima hukuman

darinya.

3) perlawanan (resistance)

Mungkin, terhadap permintaan pemimpin para bawahan berani menentangnya

atau berusaha untuk tidak melaksanakannya. Perlawanan yang mereka tunjukkan

mungkin berupa penolakan untuk menjalankan permintaan, mencari alasan untuk

tidak melaksanakannya, meminta pemimpin untuk membatalkan perintahnya, atau

menunda-nunda waktu untuk melaksanakannya.

3.3 Beberapa Cara Mempengaruhi Bawahan

1) persuasi rasional

Sesuai dengan namanya, persuasi rasional merupakan cara yang dilakukan oleh

seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya dengan berusaha

memberikan alasan rasional mengapa suatu tugas harus dijalankan atau mengapa

ia memutuskan suatu tindakan.

Agar persuasi rasional mencapai keberhasilannya, keselarasan tujuan (goal

congruence) antara para bawahan dan pemimpin perlu diwujudkan. Bagaimana

dampak bagusnya bagi eksistensi organisasi harus dapat diterangkan. Selain itu,

seorang pemimpin harus dapat dipercayai oleh para bawahannya.

2) memberikan penilaian

Seperti halnya persuasi rasional, seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya

dengan berusaha memberikan alasan yang masuk akal mengenai urgensi

keputusan yang diambilnya atau pentingnya pelaksanaan tugas tertentu. Ia juga

Page 14: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

perlu mengemukakan fakta-fakta yang mendukung argumennya itu. Tetapi,

melalui cara ini ia harus dapat meyakinkan kepada para bawahannya mengenai

manfaat keputusan bagi mereka selaku pribadi. Mengingat argumentasi yang

dikemukakan terkait dengan manfaat secara personal, seorang pemimpin juga

harus dapat dipercayai oleh para bawahannya.

3) memberikan inspirasi

Ada kalanya, seorang bawahan harus disadarkan mengenai arti penting pekerjaan

yang dibebankan padanya atau tugas yang harus ia lakukan bagi terwujudnya

nilai-nilai ideal yang ingin ia capai. Berbeda dengan persuasi rasional atau

memberikan penilaian di atas, cara ini memang menjadikan para bawahannya

mungkin tidak dapat meraih sesuatu hal yang menurut perhitungan rasional adalah

hal yang menguntungkan secara materi maupun posisi. Tetapi, para bawahan yang

berhasil melaksanakannya akan memperoleh kebanggaan diri atau merealisasikan

idealisme mereka. Mereka juga mungkin dikenang sebagai pribadi yang berjasa

bagi banyak pihak.

Kita dapat mencontohkan seorang bawahan yang diminta untuk memimpin suatu

kelompok yang melaksanakan misi sosial bagi warga masyarakat yang terkena bencana

alam oleh perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Bawahan dan

kelompoknya hanya dibekali uang saku yang jumlahnya tidak seberapa. Padahal misi

sosial tersebut membutuhkan pengorbanan tenaga yang besar sedangkan keberhasilan

melaksanakan misi tidak berdampak pada meningkatnya jenjang karier. Ia bersedia

melakukannya karena sudah sejak lama ia ingin melakukan suatu upaya yang berarti bagi

kemanusiaan dan tugas itu merupakan pendukung tercapainya keinginan tersebut.

4) melakukan konsultasi

Pada saat suatu pekerjaan harus dilaksanakan, seorang pemimpin harus berupaya

agar para bawahan bersedia mendukung pelaksanaannya. Untuk itu, pemimpin

perlu melibatkan mereka dalam proses perencanaan berbagai tindakan guna

menyelesaikan pekerjaan itu. Para bawahan dilibatkan agar mereka merasa

terhargai dan keinginan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu lebih kuat.

Perasaan terhargai dan memiliki kontribusi bagi keberhasilan penyelesaian

pekerjaan dapat mempertinggi motivasi kerja mereka.

Page 15: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

5) melakukan pertukaran

Pada kondisi tertentu, seorang pemimpin memang dituntut untuk melakukan

pertukaran dengan para bawahannya. Cara tersebut perlu ditempuh karena mereka

merasa enggan melaksanakan pekerjaan tertentu padahal pekerjaan itu harus

diselesaikan. Para bawahan enggan melaksanakannya karena mereka merasa

bahwa pekerjaan itu menyulitkan dan tidak memberikan manfaat berarti bagi

mereka.

Karena kondisi seperti itulah, seorang pemimpin dapat menawarkan imbalan

berupa sesuatu yang mereka inginkan agar mereka bersedia melakukan pekerjaan

tersebut. Imbalan yang ditawarkannya bisa berupa bonus uang, kenaikan gaji,

jenjang karier lebih tinggi, atau kondisi lingkungan kerja yang lebih baik.

6) melakukan kolaborasi

Secara harafiah, kolaborasi adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih. Cara ini

dilakukan ketika para bawahan dan pemimpin tengah melaksanakan suatu

pekerjaan. Sementara, pekerjaan yang ditangani mengharuskan setiap pihak

menjalin hubungan antara satu dengan lainnya guna menyelesaikannya. Dalam

masalah ini, karena tanggung jawab penyelesaian tugas berada pada pemimpin,

pemimpin itu harus mampu menjadikan para bawahannya melaksanakan

pekerjaan secara lebih mudah. Pada saat mereka melaksanakan pekerjaan, ia harus

bersedia memberikan bantuan kepada mereka agar para bawahannya merasakan

bahwa beban mereka lebih ringan.

7) menciptakan daya tarik personal

Rasa suka terhadap pribadi seorang pemimpin menjadikan para bawahan bersedia

melakukan perintah yang diberikan olehnya. Perasaan suka tersebut juga membuat

para bawahan memandang bahwa kesediaan melakukan perintah mampu

mempererat hubungan baik yang selama ini telah terjalin. Bahkan, mereka

bersedia melaksanakan perintah seorang pemimpin yang tidak terkait dengan

tugas regular-formal selaku bawahan.

Page 16: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

8) mengambil hati

Sebagaimana halnya penciptaan daya tarik personal, upaya mengambil hati

memang juga melibatkan perasaan suka pada para bawahan kepada pribadi

seorang pemimpin. Memberikan pujian, melakukan perbuatan yang dinilai baik

tanpa diminta oleh para bawahan, memberikan penghormatan, serta menampilkan

perilaku yang baik merupakan contoh upaya mengambil hati mereka. Agar cara

ini membuahkan hasil, pemimpin harus dapat menciptakan kesan bahwa

perbuatan yang dilakukannya didasari rasa tulus. Beberapa contoh perbuatan itu

harus dilakukan jauh-jauh hari sebelum perintah diberikan.

Apabila beberapa perbuatan itu dilakukan tidak lama sebelum perintah diberikan, para

bawahan sudah pasti akan menganggap bahwa pemimpin itu tengah mempunyai maksud-

maksud tertentu. Dengan demikian, upayanya untuk mengambil hati para bawahan akan

mengalami kegagalan.

9) membangun legitimasi

Pengaruh seorang pemimpin dan kesediaan para bawahan untuk melaksanakan

perintahnya dapat dibangun dari legitimasi yang mereka akui. Seorang pemimpin

dinilai mempunyai hak untuk memberikan perintah apabila ia memang

mempunyai wewenang dan perintah yang diberikannya itu dipandang memiliki

dasar. Sedangkan apabila perintah yang diberikan berada di luar jangkauan

wewenangnya, para bawahan akan mempertanyakan atau bahkan menolak untuk

melaksanakan perintah itu. Upaya membangun legitimasi akan membuahkan

keberhasilan jika seorang pemimpin dapat memberikan contoh yang baik,

menunjukkan konsistensi ketaatan terhadap peraturan organisasi, dan memberikan

perintah yang benar kepada pihak yang tepat.

10) memberikan tekanan

Terhadap para bawahan yang malas dan menampilkan kinerja buruk, tekanan

berupa ancaman, peringatan keras, dan tindakan yang bersifat menghukum bisa

diberlakukan guna menjadikan mereka bersedia melaksanakan perintah pemimpin.

Karena tekanan merupakan bentuk stimulus negatif, hendaknya ia diterapkan

secara selektif dan tidak dijadikan sebagai kebiasaan. Tekanan yang diberikan

kepada para bawahan tidak dapat menciptakan komitmen karena ia menjadikan

Page 17: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

para bawahan merasa takut. Bahkan, apabila tekanan yang diberikan kepada para

bawahan terlalu intensif, mereka akan membenci pemimpin.

Dalam suatu organisasi, hendaknya tekanan dilakukan apabila para bawahan

melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang dipandang membahayakan

keselamatan pekerjaan atau lembaga.

Page 18: 15. Faktor Penentu Keberhasilan Audit.

DAFTAR PUSTAKA

Susilo, Willy. 2002. Audit SDM. Gemma Amini

Rai, I Gusti Agung. 2010. Audit Kinerja pada Sektor Publik. Jakarta.

Moeller & Brink.2009. Modern Internal Audit.

Christ Mitchell. 1981. Thr Structur Of International Conflict, Macmillan. London, Bab 1

www.google.id