BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.stimart-amni.ac.id/307/2/BAB 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...

24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pelayaran Setiap kapal yang berlayar harus berada dalam kondisi laik laut sehingga menjamin keselamatan dan keamanan selama kapal berlayar. Kapal yang laik laut adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran lingkungan perairan dari kapal, pengawakan, peralatan navigasi dan peralatan keselamatan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran perairan dari kapal, serta manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu (Budiman, M.Syarif dkk, 2016). Menurut UU No. 17 tahun 2008 tujuan diselenggarakannya pelayaran adalah sebagai berikut : a. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian Nasional. b. Membina jiwa kebaharian. c. Menjunjung kedaulatan Negara. d. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan Nasional. e. Menunjang, menggerakan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan Nasional. f. Memperkukuh kesatuan dan persatuan Bangsa dalam rangka perwujudan wawasan Nusantara, dan g. Meningkatkan ketahanan Nasional. Pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah, pembinaan sebagaimana yang dimaksud meliputi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Berdasarkan jenisnya, pelayaran dibagi menjadi : 1. Pelayaran dalam negeri

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.stimart-amni.ac.id/307/2/BAB 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Landasan Teori

    2.1.1 Pelayaran

    Setiap kapal yang berlayar harus berada dalam kondisi laik laut sehingga

    menjamin keselamatan dan keamanan selama kapal berlayar. Kapal yang laik

    laut adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan

    kapal, pencegahan pencemaran lingkungan perairan dari kapal, pengawakan,

    peralatan navigasi dan peralatan keselamatan, garis muat, pemuatan,

    kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,

    manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran perairan dari kapal, serta

    manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu (Budiman,

    M.Syarif dkk, 2016). Menurut UU No. 17 tahun 2008 tujuan diselenggarakannya

    pelayaran adalah sebagai berikut :

    a. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan

    dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka

    memperlancar kegiatan perekonomian Nasional.

    b. Membina jiwa kebaharian.

    c. Menjunjung kedaulatan Negara.

    d. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan

    Nasional.

    e. Menunjang, menggerakan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan

    Nasional.

    f. Memperkukuh kesatuan dan persatuan Bangsa dalam rangka perwujudan

    wawasan Nusantara, dan

    g. Meningkatkan ketahanan Nasional.

    Pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah,

    pembinaan sebagaimana yang dimaksud meliputi pengaturan, pengendalian, dan

    pengawasan. Berdasarkan jenisnya, pelayaran dibagi menjadi :

    1. Pelayaran dalam negeri

  • 2

    Kapal – kapal yang melayani jalur pelayaran dalam negeri.

    2. Pelayaran luar negeri

    Kapal–kapal yang melayani jalur pelayaran ke luar negeri.

    3. Pelayaran rakyat

    Penyelenggaraan angkutan laut oleh perorangan sebagai usaha rakyat yang

    bersifat tradisional, melayani jalur pelayaran antar pulau.

    4. Pelayaran berjadwal

    Pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri yang menjalankan

    trayek tetap dan teratur waktunya.

    5. Pelayaran tidak berjadwal

    Pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri yang menjalankan

    trayek tidak tetap dan tidak teratur waktunya sesuai kebutuhan dan permintaan

    pemakai / pencharter kapal.

    Untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas

    kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan

    terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan

    awak kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan tugasnya di atas kapal

    berdasarkan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan

    kapal dan daerah pelayaran.

    2.1.2 Sumber Daya Awak Kapal

    Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal

    oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai

    dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (UU No. 17 Tahun 2008).

    Banyak kecelakaan kapal terjadi akibat kesalahan awak kapal dalam membaca

    situasi dalam bernavigasi sehingga mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan

    keputusan. Kesalahan terjadi akibat lemahnya kompetensi, sehingga sangat

    diperlukan penyusunan peraturan yang mengatur kompetensi pengawakan kapal

    (Arsham Mazaheri et al, 2015). Nakhoda dan awak kapal nelayan penangkap ikan

    harus memiliki kepedulian keselamatan (safety awareness), keahlian bernavigasi,

    keterampilan keselamatan, keterampilan komunikasi radio, keterampilan

  • 3

    penangkapan dan penanganan hasil tangkapan (STCW-F 1995, KM 9 Tahun

    2005). Pada Bab III STCW-F 1995 Pasal 1 menyatakan bahwa sebelum

    melaksanakan tugas-tugas di atas kapal nelayan penangkap ikan, seluruh awak

    kapal nelayan penangkap ikan diwajibkan menerima pelatihan Basic Safety

    Training for Fishing Vessel Personnel (BST-F), yang meliputi materi:

    1) Teknik penyelamatan diri termasuk penggunaan jaket penolong (life jacket)

    dan baju cebur (immersion suits);

    2) Pencegahan dan pemadaman kebakaran;

    3) Prosedur darurat;

    4) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K);

    5) Pencegahan polusi laut; dan

    6) Pencegahan kecelakaan di atas kapal.

    Kemampuan keahlian harus dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan

    sertifikat profisiensi berstandar internasional. Menurut IMO (2007), Nakhoda

    kapal kecil harus memiliki kompetensi kerja yang memadai dalam

    mengoperasikan kapal secara aman dan selamat, mengelola kapal dengan baik

    secara terus menerus, meliputi:

    1. Pengoperasian dan perawatan mesin;

    2. Menangani keadaan darurat dan menggunakan radio komunikasi untuk

    meminta pertolongan;

    3. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K);

    4. Mengolah gerak kapal di laut, di pelabuhan dan selama operasi penangkapan

    ikan;

    5. Navigasi;

    6. Kondisi cuaca dan ramalan cuaca;

    7. Stabilitas kapal;

    8. Penggunaan sistem signal;

    9. Pencegahan kecelakaan;

    10. Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut;

    11. Memahami dan meminimalkan risiko operasi penangkapan ikan.

  • 4

    Untuk menguasai keahlian atau keterampilan tersebut maka seorang nakhoda

    kapal minimum harus berpendidikan SLTA umum ditambah pelatihan kepelautan

    meliputi pelayaran dan pengoperasian kapal, keselamatan dan penangkapan ikan.

    Akibat dari tidak dimilikinya kompetensi keselamatan oleh banyak nakhoda kapal

    nelayan dengan ukuran GT 7 ke bawah yang ada di Kabupaten Tanah Laut, maka

    kesadaran terhadap pentingnya keselamatan pelayaran dan penangkapan ikan

    (safety awareness) bagi awak kapal masih terbilang sangat rendah. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa latar pendidikan para nakhoda kapal nelayan

    dengan ukuran GT 7 ke bawah yang ada di Kabupaten Tanah Laut, seperti pada

    tabel:

    Tabel 2.1

    Latar Belakang Pendidikan Awak Kapal

    Sumber Tabel: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tanah Laut, 2016

    Nakhoda dan para awak kapal nelayan harus mempunyai sertifikat

    kompetensi kepelautan sesuai dengan ukuran kapal dan daerah operasi

    penangkapannya, seperti SKK 60 mil Plus, SKK 60 mil atau SKK 30 mil, yang

    diterbitkan oleh Syahbandar pelabuhan niaga. Adapun jenis-jenis dan tingkat

    Sertifikat Keahlian (Certificate of Competency) Pelaut Kapal Penangkap Ikan

    adalah :

    a. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (ANKAPIN-I);

    b. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ANKAPIN-II);

    c. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ANKAPIN-III);

    d. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (ATKAPIN-I);

    No. Tingkat Pendidikan Prosentase

    1 Tidak Tamat Sekolah Dasar (SD) 10,0 %

    2 Sekolah Dasar (SD) 28,9 %

    3 Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) 34,3 %

    4 Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) 26,8 %

    5 Perguruan Tinggi 0 %

  • 5

    e. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ATKAPIN-II);

    f. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ATKAPIN-III);

    g. Sertifikat Rating Kapal Penangkap Ikan.

    Sedangkan untuk jenis-jenis dan tingkat Sertifikat Keterampilan (Certificate of

    Proviciency) Pelaut Kapal Ikan adalah :

    a. Sertifikat Keselamatan Dasar Awak Kapal Penangkap Ikan (Basic safety

    training for all fishing vessel personnel / BST-F Certificate);

    b. Sertifikat Lanjutan Penanggulangan Kebakaran (Advanced Fire Fighting Cer-

    tificate);

    c. Sertifikat Pertolongan Medis Darurat (Medical Emergency First Aid

    Certificate);

    d. Sertifikat Perawatan Medis di atas Kapal (Medical Care on Board

    Certificate);

    e. Sertifikat Simulasi Radar (Radar Simulator Certificate);

    f. Sertifikat Simulasi ARPA (ARPA Simulator Certificate);

    g. Sertifikat Operator Radio Umum untuk GMDSS (General Radio Operator

    Certificate/GOC for the GMDSS);

    h. Sertifikat Operator Radio Terbatas untuk GMDSS (Restricted Radio Operator

    Certificate/ROC for the GMDSS);

    i. Sertifikat Kecakapan Pesawat Luput Maut dan Skoci Penyelamat

    (Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats Certificate);

    j. Sertifikat Perwira Keamanan Kapal (Ship Security Officer Certificate).

    2.1.3 Alat Keselamatan Kapal

    Alat keselamatan kapal adalah alat untuk melindungi suatu aktivitas dan

    pekerjaan di atas kapal untuk meminimalisir suatu kecelakaan, baik kecelakaan

    awak kapal maupun kecelakaan kapal tersebut, kesiapan alat keselamatan kapal

    dan kelaiklautan kapal sebenarnya sudah disyaratkan dalam suatu pelayaran oleh

    syahbandar. Pada tingkat Internasional IMO / ILO / FAO telah mengatur standar

    alat keselamatan kapal yang berukuran ≥ 24 m, sedangkan untuk pengaturan

    kapal-kapal berukuran < 24 m diberikan sepenuhnya kepada pemerintah setempat.

  • 6

    Menurut data yang didapatkan, armada kapal perikanan berukuran kecil (panjang

    kapal < 24 m ) belum banyak diatur oleh pemerintah. Belum adanya peraturan

    khusus tentang keselamatan kapal-kapal kecil menunjukan bahwa keselamatan

    nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan di Indonesia sampai saat ini belum

    diperhatikan dan belum ada kebijakan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat

    maupun dari Pemerintah Daerah.

    Standar kapal nelayan penangkap ikan berukuran kecil pada prinsipnya

    didasarkan pada aspek keselamatan yang mencakup konstruksi, stabilitas,

    perlengkapan navigasi, perlengkapan keselamatan, peralatan komunikasi, mesin

    dan pompa–pompa termasuk pompa darurat dan pompa got, serta pintu-pintu

    kedap air. Namun dari hasil survei di lapangan yang pernah dilakukan oleh Dinas

    Perhubungan Kabupaten Tanah Laut pada beberapa buah kapal nelayan GT 7 ke

    bawah, hanya sebagian kecil dari beberapa kapal tersebut yang melengkapi

    kapalnya dengan alat keselamatan yang sesuai dengan syarat kapal berukuran

    kecil dengan ukuran < 24 m. Sebagian besar dari kapal–kapal tersebut hanya

    memiliki jaket penolong (life jacket) yang digantikan oleh jerigen bekas minyak

    operasional kapal nelayan, alat apung berupa ban dalam mobil bekas sebagai alat

    keselamatan alternatif yang memiliki fungsi serupa sebagai alat keselamatan (life

    bouy), senter, tali pengikat, kompas untuk menentukan arah tujuan, dan

    keberadaan ember dengan tali. Alat keselamatan tersebut sama seperti yang

    terlihat pada contoh gambar 2.1 di bawah ini :

    Gambar 2.1 Alat Keselamatan Kapal

  • 7

    Sumber Gambar : Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB

    Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa masih minimnya

    kesadaran nelayan tentang keberadaan alat keselamatan terutama pada jaket dan

    pelampung penolong. Daftar alat keselamatan kapal yang harus ada di atas kapal

    dan dibawa pada saat pelayaran yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan

    Kabupaten Tanah Laut pada kapal berukuran kecil dengan ukuran < 24 m atau

    kapal nelayan GT 7 ke bawah antara lain :

    1. Life jacket / jaket penolong.

    2. Life bouy / pelampung penolong.

    3. Tali ikat kapal.

    4. Kompas.

    5. Dayung.

    6. Peta laut.

    7. Radio FM / Radio VHF.

    8. Fire extinguisher / pemadam kebakaran.

    9. GPS (Global Positioning System).

    10. Bahan bakar cadangan.

    11. Suku cadang mesin.

    12. Pasir.

    13. Pompa air.

    14. Senter atau lampu emergency.

    Berdasarkan kenyataan dilapangan sangatlah berbeda dengan aturan alat

    keselamatan yang sudah ditentukan, hal tersebut dikarenakan oleh :

    1. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan mengakibatkan

    rendahnya kesadaran terhadap pentingnya alat-alat keselamatan di kapal

    nelayan;

    2. Harga dari alat keselamatan yang relatif mahal, sehingga tidak semua nelayan

    mampu membelinya terutama untuk alat life buoy dan kompas;

    3. Prioritas kebutuhan dari masing-masing alat keselamatan yang berbeda

    menurut nelayan, sehingga tidak semua alat keselamatan tersebut perlu

    dipenuhi.

  • 8

    Rendahnya kesadaran mengenai pentingnya alat–alat keselamatan bekerja dan

    berlayar sehingga kebanyakan kapal nelayan / ikan di Indonesia, alat–alat

    keselamatannya tidak sesuai dengan peraturan Nasional yang mengacu pada

    peraturan Internasional SOLAS (Safety Of Life At Sea), sampai saat ini alat–alat

    keselamatan yang dipakai oleh para nelayan belum ada uji ketahanan untuk

    diketahui ketahanannya. Minimnya perlengkapan dan pemikiran mengenai alat

    keselamatan yang ada dan tidak sesuai dengan standar Nasional untuk kapal

    berukuran panjang < 24 m atau pada kapal nelayan GT 7 ke bawah di Indonesia

    otomatis akan mempengaruhi resiko keselamatan nelayan yang sedang melakukan

    operasi penangkapan ikan di kapal tersebut ketika terjadi kecelakaan kapal di laut

    seperti pada saat kapal terbalik, tenggelam, terbawa arus, kandas, tabrakan,

    kebakaran serta kecelakaan kerja.

    2.1.4 Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)

    Manfaat yang dirasakan dalam kecukupan Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran (SBNP) dan prasarana keselamatan pelayaran adalah sangat penting

    dalam menunjang berkembangnya suatu wilayah tertentu dan peningkatan

    perekonomian dan semua kegiatan merupakan kepentingan keselamatan pelayaran

    yang dapat mendorong kelancaran perekonomian, penandaan batas suatu wilayah,

    pemantapan pertahanan dan keamanan Negara, memperkukuh kesatuan dan

    persatuan Bangsa dalam kerangka wawasan Nusantara (Santoso, Wiji dkk, 2013).

    Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 25 tahun 2011

    tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, dijelaskan bahwa Sarana Bantu

    Navigasi Pelayaran (SBNP) berfungsi untuk :

    1. Menentukan posisi dan/atau haluan kapal;

    2. Memberitahukan adanya bahaya / rintangan pelayaran, yaitu berupa:

    a. Bangunan dan/atau Instalasi, seperti : Anjungan Lepas Pantai (Platform),

    Tanki Penampung Terapung (Floating Production Storage Oil), Pipa

    dan/atau Kabel Bawah Air, Tiang Penyangga Jembatan ;

    b. Rintangan alam, seperti : Gosong dan Karang Timbul ;

    c. Kerangka Kapal.

  • 9

    3. Menunjukkan batas - batas alur pelayaran yang aman;

    4. Menandai garis pemisah lalu lintas kapal;

    5. Menunjukkan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan, berupa

    pengerukan, salvage (Pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap

    kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam

    keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka kapal atau

    rintangan bawah air atau benda lainnya), dan/atau pekerjaan bawah air; dan

    kawasan perairan yang ditetapkan sebagai pelabuhan.

    6. Menunjukkan batas wilayah suatu Negara.

    Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 25 tahun 2011

    tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, dijelaskan bahwa Sarana Bantu

    Navigasi Pelayaran (SBNP) terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

    1. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Visual

    Sarana Bantu Navigasi Pelayaran visual pada siang hari dikenal dari warna,

    tanda puncak, bentuk bangunan, kode huruf dan angkanya. Sedangkan pada

    malam hari dikenal dari irama dan warna cahayanya. Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran (SBNP) ini dapat ditempatkan di daratan atau di perairan, berupa:

    a. Menara suar

    b. Rambu suar

    c. Pelampung suar

    d. Tanda siang ( Day Mark )

    2. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Elektronik

    Digunakan untuk menyampaikan informasi melalui gelombang radio atau

    sistem elektromagnetik lainnya untuk menentukan arah dan posisi kapal,

    meliputi:

    a. Global Positioning System (GPS) pada Stasiun Radio Pantai, Vessel

    Traffic Services dan Local Port Services;

    b. Differential Global Positioning System (DGPS);

    c. Rambu Radar (Radar Beacon);

    d. Radio Beacon yang diperuntukan dibidang navigasi pelayaran;

    e. Medium Wave Radio Beacon;

  • 10

    f. Radar Surveylance;

    g. Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS); dan

    h. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran elektronik lainnya sesuai dengan

    perkembangan teknologi.

    Adalah peralatan yang beroperasi secara otomatis dan terus menerus dalam

    frekwensi sangat tinggi (VHF) maritim bergerak, yang memancarkan data

    spesifik kapal maupun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).

    3. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Audible,

    Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ini menyampaikan informasi dengan

    memperdengarkan bunyi-bunyian atau suara, antara lain peluit, gong, lonceng,

    sirine dan biasanya ditempatkan pada daerah perairan yang berkabut dan/atau

    pandangan terbatas.

    Untuk terselenggaranya Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) secara

    optimal, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla), menetapkan :

    1. Perencanaan, pengadaan, pembangunan, pengawasan, pedoman dan standar

    pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran serta

    penerbitan dan penghapusan nomor Daftar Suar Indonesia (DSI) termasuk

    penyiarannya;

    2. Kecukupan dan keandalan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran termasuk sumber

    daya manusia yang mengoperasikannya.

    Untuk kepentingan tertentu (untuk penandaan alur pelayaran menuju Tersus) dan

    pada lokasi tertentu (untuk kegiatan antara lain: batas wilayah perairan Tersus,

    pekerjaan pengerukan, lokasi kerangka kapal, lokasi bangunan atau instalasi di

    perairan), pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dapat dilakukan

    oleh suatu badan usaha setelah mendapat izin dari Direktorat Jenderal

    Perhubungan Laut (Ditjenhubla). Badan usaha yang telah diberikan izin

    pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), wajib :

    1. Menyampaikan laporan bulanan keandalan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

    kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla);

  • 11

    2. Melaporkan secepatnya apabila terjadi kerusakan, tidak berfungsi dan setelah

    berfungsi kembali Sarana Bantu Navigasi Pelayaran kepada Direktorat

    Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla);

    3. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka menjaga keandalan

    Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.

    Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang pengadaannya dilakukan

    oleh suatu badan usaha, diberikan Nomor Daftar Suar Indonesia (DSI) dan

    disiarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla) melalui Berita

    Pelaut Indonesia. Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan yang sangat penting

    dalam Angkutan Laut, terutama menyangkut perairan di wilayah Indonesia yang

    dinilai beresiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. Untuk

    melaksanakan penyelenggaraan kegiatan kenavigasian di seluruh wilayah perairan

    Indonesia, Pemerintah membentuk Distrik Navigasi. Disamping berfungsi

    melaksanakan kegiatan kenavigasian di seluruh wilayah perairan Indonesia,

    Distrik Navigasi juga melakukan pengawasan terhadap sebagian kegiatan

    kenavigasian yang dilakukan oleh badan usaha. Berdasarkan Keputusan Menteri

    Perhubungan Nomor : 173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA

    Maritime Buoyage System untuk region A dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran di Indonesia, pembagian wilayah sistim pelampungan adalah sebagai

    berikut:

    1. Wilayah Sistim Pelampungan “A”

    Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai

    bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Merah terletak sisi lambung

    kiri dan tanda Hijau terletak pada sisi lambung kanan. Sedangkan peruntuksn

    belokan kanan Hijau, alur yang diutamakan dengan warna merah menunjukan

    kearah lambung kanan dan Hijau menunjukan kearah lambung kiri.

    2. Wilayah Sistim Pelampungan “B”

    Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai

    bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Hijau terletak sisi lambung

    kiri dan tanda Merah merupakan alur terdalam terletak pada sisi lambung

    kanan. Sedangkan peruntuksn belokan kanan Merah, alur yang diutamakan

  • 12

    dengan warna Hijau menunjukan kearah lambung kanan merah menunjukan

    kearah lambung kiri.

    Selain sistem pelampungan “A” dan “B” terdapat juga tanda-tanda peraian aman

    dan tanda tengah alur atau pengenalan daratan, kemudian juga terdapat tanda

    bahaya terpencil yang didirikan atau dilabuhkan pada atau diatas sebuah bahaya

    terpencil yang mempunyai perairan yang aman sekelilingnya, selanjutnya tanda-

    tanda lain dalam bernavigasi adalah tanda khusus, tanda ini tidak untuk

    bernavigasi melainkan menunjukan kawasan khusus yang dinyatakan dengan

    peta.

    2.1.5 Keselamatan Pelayaran

    Sistem keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi faktor penting yang

    harus diperhatikan dan sebagai dasar serta tolok ukur bagi pengambilan

    keputusan dalam menentukan kelayakan pelayaran baik dilihat dari sisi sarana

    berupa kapal mau pun prasarana seperti sistem navigasi, dan sumber daya

    manusia yang terlibat di dalamnya (Kadarisman, Muh, 2017). Keselamatan dan

    keamanan pelayaran telah diatur oleh lembaga Internasional yang mengurus atau

    menangani hal-hal yang terkait dengan keselamatan jiwa, harta laut, serta

    kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan International Maritime

    Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa).

    Salah satu faktor penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian

    lingkungan laut adalah keterampilan dan keahlian dari manusia yang terkait

    dengan pengoperasian dari alat transportasi (kapal) di laut, karena bagaimanapun

    kokohnya konstruksi suatu kapal dan betapa pun canggihnya teknologi baik

    sarana bantu maupun peralatan yang ditempatkan di atas kapal tersebut kalau

    dioperasikan manusia yang tidak mempunyai keterampilan atau keahlian sesuai

    dengan tugas dan fungsinya maka semua akan sia-sia (Santoso, Wiji dkk, 2013).

    Dalam kenyataannya 80% dari kecelakaan di laut adalah akibat kesalahan

    manusia (human error).

    Sistem keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi faktor penting yang

    harus diperhatikan dan sebagai dasar serta tolak ukur bagi pengambilan

  • 13

    keputusan dalam menentukan kelayakan pelayaran baik dilihat dari sisi sarana

    berupa kapal maupun prasarana seperti sistem navigasi, dan sumber daya

    manusia yang terlibat didalamnya. Keselamatan dan keamanan disini adalah

    kebijakan utama yang harus mendapatkan prioritas pada pelayaran dalam

    menunjang kelancaran transportasi laut Indonesia sebagai negara kepulauan.

    Dengan demikian, penting adanya penekanan tentang kebijakan keselamatan dan

    keamanan maritim di Indonesia, yaitu suatu keadaan yang menjamin keselamatan

    dan keamanan berbagai kegiatan di laut termasuk kegiatan pelayaran, eksplorasi

    dan eksploitasi SDA dan hayati serta pelestarian lingkungan hidup. Pada dasarnya

    ancaman terhadap keselamatan dan keamanan kapal dapat datang dari berbagai sumber,

    seperti:

    a. Bahaya alam dapat berupa gelombang pasang (tsunami), badai (topan), gempa

    bumi dan suhu udara yang luar biasa. Kebakaran dan pencemaran dapat juga

    dianggap bahaya alam meskipun kebanyakan disebabkan oleh manusia.

    Gejalanya dapat diramalkan dan untuk penanggulangannya dengan

    meningkatkan kewaspadaan dan menghindarinya.

    b. Bahaya yang disebabkan oleh manusia terdiri dari bermacam-macam bentuk

    seperti perompakan atau pembajakan, teror, sabotase, pengrusakan,

    pembunuhan dan lain-lain. Ancaman ini dapat diantisipasi dengan

    meningkatkan kewaspadaan nakhoda dan seluruh awak kapal pada waktu

    kapalnya sedang berlayar di perairan yang rawan / berbahaya seperti di selat-

    selat, sungai-sungai dan di perairan yang sempit dan pada waktu kapal sedang

    berlabuh atau sandar di pelabuhan.

    c. Bahaya yang disebabkan oleh karena sifat-sifat muatan tertentu yang

    menuntut persyaratan penanganan khusus untuk melindungi muatan dari

    pengaruh luar yang dapat menyebabkan reaksi kimia yang membahayakan

    keselamatan jiwa dan harta benda maupun lingkungan hidup dari bahaya-

    bahaya muatan tersebut.

  • 14

    2.2 Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka

    penyusunan penelitian ini, kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah

    dilakukan oleh peneliti–peneliti terdahulu yang berkaitan dengan setiap variabel–

    variabel pada penelitian ini.

    2.2.1 Rujukan Penelitian Muhammad Syarif Budiman, dkk (2016)

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.2 dibawah ini :

    Table 2.2 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Sumber Daya Awak Kapal

    Sumber

    Penelitian

    Muhammad Syarif Budiman, dkk. Jurnal : Teknologi

    Perikanan dan Kelautan, IPB Vol. 7 No. 2, November

    2016 : 146-152

    Judul “Penataan Sertifikasi Kompetensi Awak Kapal

    Penangkap Ikan Di Indonesia”

    Metode

    Analisis

    Analisis Deskriptif

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X1 : Awak Kapal

    X2 : Kapal Penangkap Ikan

    X3 : Kompetensi

    Variabel Dependen :

    Y : Operasi Penangkapan

    Hasil

    Penelitian

    Sertifikat kompetensi awak kapal penangkap ikan

    Indonesia saat ini tidak memiliki kualifikasi sertifikat

    kompetensi sesuai ketentuan perudangan yang berlaku

    (>90%) sehingga menjadi salah satu pemicu terjadi IUU

    fishing di Indonesia. Kesenjangan terjadi akibat

    dispensasi penerbitan SPB oleh syahbandar,

  • 15

    keterbatasan waktu pelaksanaan uji sertifikasi, serta

    lama waktu dan biaya uji sertifikasi.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Awak Kapal dalam penelitian terdahulu

    digunakan sebagai rujukan untuk variabel Sumber

    Daya Awak Kapal dalam penelitian ini.

    2.2.2 Rujukan Peneltian Adi Guna Santara, dkk (2014)

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.3 dibawah ini :

    Table 2.3 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Alat Keselamatan Kapal

    Sumber

    Penelitian

    Adi Guna Santara, dkk. Jurnal : Departemen PSP

    Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, 14 Maret

    2014

    Judul “Peralatan Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek Di

    PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali”

    Metode

    Analisis

    Analisis Deskriptif

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X1 : Jenis Peralatan Keselamatan Kerja

    X2 : Jumlah Perlengkapan Keselamatan

    X3 : Kesesuaian Perlengkapan Keselamatan

    Variabel Dependen :

    Y : Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek

    Hasil

    Penelitian

    1) Keberadaan peralatan keselamatan pada kapal

    perikanan di PPN Pengambengan, masih belum

    memenuhi standar nasional maupun internasional.

  • 16

    2) Peralatan yang difungsikan sebagai alat

    keselamatan di perahu slerek adalah ban dalam

    mobil bekas dengan persentase 63,33%, jerigen

    minyak bekas sebesar 20%, senter 100%, tali

    pengikat 100%, dayung 100%, kompas untuk

    menentukan arah tujuan sebesar 43,33% dan

    keberadaan ember dengan tali sebesar 100%.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Peralatan Keselamatan dalam penelitian

    terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variabel

    Alat Keselamatan Kapal dalam penelitian ini.

    2.2.3 Rujukan Penelitian Thimotius Jansen (2015)

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.4 dibawah ini :

    Table 2.4 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Alat Keselamatan Kapal

    Sumber

    Penelitian

    Thimotius Jansen. Jurnal : Oceatek, Juni 2015, Vol. 9

    (01)

    Judul “Aspek Keselamatan Kerja Kapal Purse Seine Di

    Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Kota Tegal”

    Metode

    Analisis

    Analisis Deskriptif

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X : Kesediaan Alat Keselamatan Kerja

    Variabel Dependen :

    Y : Persepsi Nelayan

    Hasil

    Penelitian

    1. Nelayan purse seine sudah memahami arti penting

    peralatan keselamatan kerja namun dari kesiapan alat

    keselamatan kerja di atas kapal belum memenuhi

  • 17

    persyaratan pelayaran kapal.

    2. Ketersediaan dan kesiapan alat keselamatan kapal

    pada armada penangkapan purse seine di TPI

    Pelabuhan sudah tersedia, namun keberadaanya hanya

    sebagai pemenuhan persyaratan laik laut.

    3. Hasil perhitungan analisa regresi linier sederhana

    antara persepsi nelayan (Y) dengan kesediaan alat

    keselamatan kerja (X), diperoleh persamaan garis

    regresi y = 32,022 + 0,019 x dengan koefisien

    korelasi (r) = 0,038 dengan nilai determinan sebesar

    0,001 atau 0,1 %.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Peralatan Keselamatan dalam penelitian

    terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variabel

    Alat Keselamatan Kapal dalam penelitian ini.

    2.2.4 Rujukan Peneltian Wiji Santoso, dkk (2013)

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.5 dibawah ini :

    Table 2.5 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Peranan SBNP dan Keselamatan Pelayaran

    Sumber

    Penelitian

    Wiji Santoso, dkk. Jurnal : Administrative Reform,

    Vol. 1 No. 3, Tahun 2013

    Judul “Evaluasi Program Revitalisasi Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran dan Prasarana Keselamatan Pelayaran Pada

    Distrik Navigasi Tarakan – Kalimantan Timur

    Metode

    Analisis

    Analisis Kebijakan

  • 18

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X1 : Evaluasi SBNP

    X2 : Revitalisasi SBNP

    X3 : Distrik Navigasi

    Variabel Dependen :

    Y : Keselamatan Pelayaran

    Hasil

    Penelitian

    Diperlukan kondisi alur pelayaran yang aman dan

    nyaman didalam melakukan pelayaran dari dan menuju

    kepelabuhan dan melalui program Revitalisasi Sarana

    Bantu Navigasi Pelayaran dan Prasarana Keselamatan

    Pelayaran.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Evaluasi dan Revitalisasi SBNP dan

    Keselamatan Pelayaran dalam penelitian terdahulu

    digunakan sebagai rujukan untuk variabel Peranan

    SBNP dan Keselamatan Pelayaran dalam penelitian ini.

    2.2.5 Rujukan Peneltian Djodjo Suwardjo, dkk

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.6 dibawah ini :

    Tabel 2.6 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah

    Sumber

    Penelitian

    Djodjo Suwardjo, dkk. Jurnal : Teknologi Perikanan

    dan Kelautan Vol. 1 No. 1 November : 1-13

    Judul “Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan Dari

    Aspek Regulasi Nasional Dan Internasional”

    Metode

    Analisis

    Analisis Deskriptif

  • 19

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X1 : Kesalahan Manusia (Human Factor)

    X2 : Mesin (Machines)

    X3 : Lingkungan (Enviromental)

    Variabel Dependen :

    Y : Keselamatan Kapal Penangkap Ikan

    Hasil

    Penelitian

    Kebijakan keselamatan kapal penangkap ikan pada

    dasarnya mencakup kebijakan kelaikan kapal, dinas

    jaga kapal / pengawakan kapal, dan pencegahan polusi

    laut dari kegiatan kapal penangkap ikan, baik pada

    tataran nasional maupun internasional.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Keselamatan Kapal Penangkap Ikan dalam

    penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk

    variabel Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7

    Ke Bawah dalam penelitian ini.

    2.2.6 Rujukan Penelitian Muh Kadarisman (2017)

    Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan

    dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.7 dibawah ini :

    Tabel 2.7 Rujukan Penelitian Untuk Variabel

    Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah

    Sumber

    Penelitian

    Muh Kadarisman, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

    Jurnal : Manajemen Transportasi & Logistik – Vol. 04

    No. 02, Juli 2017

    Judul “Kebijakan Keselamatan Dan Keamanan Maritim

    Dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut”

    Metode

    Analisis

    Analisis Kebijakan

  • 20

    Variabel

    Penelitian

    Variabel Independen :

    X1 : Keselamatan

    X2 : Keamanan Maritim

    X3 : Kebijakan

    Variabel Dependen :

    Y : Sistem Transportasi Laut

    Hasil

    Penelitian

    Sistem keselamatan dan keamanan transportasi laut di

    Indonesia belum berjalan optimal, masih sering terjadi

    kecelakaan baik karena faktor alam mau pun karena

    faktor manusia. Kebijakan pemerintah di bidang

    maritim, baik industri perikanan mau pun industri

    pelayaran belum dilaksanakan secara konsisten sesuai

    dengan Undang-Undang yang berlaku.

    Hubungan

    Dengan

    Penelitian ini

    Variabel Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam

    penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk

    variabel Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7

    Ke Bawah dalam penelitian ini.

    Penelitian ini memiliki hubungan terkait yang pada penelitian terdahulu

    sebelumnya, perbedaannya terlihat pada permasalahan yang akan diangkat dan

    metodologi yang akan digunakan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

    tentang pengaruh–pengaruh keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah

    dengan cakupan yang lebih luas dengan menggunakan 3 (tiga) variabel

    independen (variabel bebas) dan 1 (satu) variabel dependen (variabel terikat).

    2.3 Hipotesis

    Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah

    penelitaian yang kebenarannya masih lemah, sehingga harus diuji (Hasan, 2004).

    Sugiyono (2009) mengatakan dalam statistik, hipotesis dapat diartikan sebagai

    pernyataan statistik tentang parameter populasi. Statistik adalah ukuran-ukuran

    yang dikenakan pada sampel, sedangkan parameter adalah ukuran-ukuran yang

  • 21

    dikenakan pada populasi. Jadi hipotesis merupakan taksiran terhadap parameter

    populasi, melalui data-data sampel. Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian

    terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang akan

    dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

    1) Diduga sumber daya awak kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah di Kabupaten Tanah

    Laut.

    2) Diduga alat keselamatan kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

    keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah di Kabupaten Tanah

    Laut.

    3) Diduga peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) berpengaruh positif

    dan signifikan terhadap keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah

    di Kabupaten Tanah Laut.

    4) Diduga secara simultan faktor sumber daya awak kapal, alat keselamatan

    kapal dan peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) berpengaruh

    positif dan signifikan terhadap keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke

    bawah di Kabupaten Tanah Laut.

    2.4 Diagram Alur Penelitian

  • 22

    Gambar 2.2 Alur Penelitian

    Keterangan :

    : Langkah Penyusunan.

    : Apabila terjadi kekurangan data pada tahap pengolahan

    data, maka dapat dilakukan pengumpulan data kembali.

    2.5 Kerangka Pikir

  • 23

    Berdasarkan landasan teori mengenai faktor-faktor penelitian yaitu

    Sumber Daya Awak Kapal, Alat Keselamatan Kapal, dan Sarana Bantu Navigasi

    Pelayaran (SBNP) terhadap Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 ke

    bawah di Kabupaten Tanah Laut, maka kerangka pemikiran teoritis yang

    mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :

    Gambar 2.3 Kerangka Pikir

    Keterangan gambar :

    = Indikator = Pengukur

    = Variabel = Pengaruh

    H = Hipotesis

  • 24

    Variabel dalam penelitian ini meliputi :

    1) Sumber Daya Awak Kapal (X1)

    Indikator–indikator sumber daya awak kapal meliputi :

    X1.1 : Memiliki sertifikat keahlian pelaut.

    X1.2 : Memiliki keahlian sesuai yang dipersyaratkan.

    X1.3 : Memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai

    dengan ketentuan nasional.

    2) Alat Keselamatan Kapal (X2)

    Indikator–indikator alat keselamatan kapal meliputi :

    X2.1 : Alat pelindung untuk kerja.

    X2.2 : Alat keselamatan awak kapal.

    X2.3 : Alat pemadam kebakaran.

    3) Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) (X3)

    Indikator–indikator Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)

    meliputi :

    X3.1 : Menunjukkan batas-batas alur pelayaran yang aman.

    X3.2 : Informasi adanya bahaya atau rintangan pelayaran.

    X3.3 : Sebagai penunjuk kawasan dan/atau kegiatan khusus diperairan.

    4) Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah (Y)

    Indikator–indikator keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah

    meliputi :

    Y1 : Kapal yang laik laut untuk melakukan pelayaran.

    Y2 : Keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas di perairan.

    Y3 : Keselamatan lingkungan maritim.