BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.stimart-amni.ac.id/307/2/BAB 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.stimart-amni.ac.id/307/2/BAB 2.pdf · BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
-
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pelayaran
Setiap kapal yang berlayar harus berada dalam kondisi laik laut sehingga
menjamin keselamatan dan keamanan selama kapal berlayar. Kapal yang laik
laut adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran lingkungan perairan dari kapal, pengawakan,
peralatan navigasi dan peralatan keselamatan, garis muat, pemuatan,
kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal,
manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran perairan dari kapal, serta
manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu (Budiman,
M.Syarif dkk, 2016). Menurut UU No. 17 tahun 2008 tujuan diselenggarakannya
pelayaran adalah sebagai berikut :
a. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan
dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomian Nasional.
b. Membina jiwa kebaharian.
c. Menjunjung kedaulatan Negara.
d. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan
Nasional.
e. Menunjang, menggerakan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan
Nasional.
f. Memperkukuh kesatuan dan persatuan Bangsa dalam rangka perwujudan
wawasan Nusantara, dan
g. Meningkatkan ketahanan Nasional.
Pelayaran dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah,
pembinaan sebagaimana yang dimaksud meliputi pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan. Berdasarkan jenisnya, pelayaran dibagi menjadi :
1. Pelayaran dalam negeri
-
2
Kapal – kapal yang melayani jalur pelayaran dalam negeri.
2. Pelayaran luar negeri
Kapal–kapal yang melayani jalur pelayaran ke luar negeri.
3. Pelayaran rakyat
Penyelenggaraan angkutan laut oleh perorangan sebagai usaha rakyat yang
bersifat tradisional, melayani jalur pelayaran antar pulau.
4. Pelayaran berjadwal
Pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri yang menjalankan
trayek tetap dan teratur waktunya.
5. Pelayaran tidak berjadwal
Pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri yang menjalankan
trayek tidak tetap dan tidak teratur waktunya sesuai kebutuhan dan permintaan
pemakai / pencharter kapal.
Untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas
kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan
terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan
awak kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan tugasnya di atas kapal
berdasarkan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan
kapal dan daerah pelayaran.
2.1.2 Sumber Daya Awak Kapal
Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal
oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (UU No. 17 Tahun 2008).
Banyak kecelakaan kapal terjadi akibat kesalahan awak kapal dalam membaca
situasi dalam bernavigasi sehingga mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan
keputusan. Kesalahan terjadi akibat lemahnya kompetensi, sehingga sangat
diperlukan penyusunan peraturan yang mengatur kompetensi pengawakan kapal
(Arsham Mazaheri et al, 2015). Nakhoda dan awak kapal nelayan penangkap ikan
harus memiliki kepedulian keselamatan (safety awareness), keahlian bernavigasi,
keterampilan keselamatan, keterampilan komunikasi radio, keterampilan
-
3
penangkapan dan penanganan hasil tangkapan (STCW-F 1995, KM 9 Tahun
2005). Pada Bab III STCW-F 1995 Pasal 1 menyatakan bahwa sebelum
melaksanakan tugas-tugas di atas kapal nelayan penangkap ikan, seluruh awak
kapal nelayan penangkap ikan diwajibkan menerima pelatihan Basic Safety
Training for Fishing Vessel Personnel (BST-F), yang meliputi materi:
1) Teknik penyelamatan diri termasuk penggunaan jaket penolong (life jacket)
dan baju cebur (immersion suits);
2) Pencegahan dan pemadaman kebakaran;
3) Prosedur darurat;
4) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K);
5) Pencegahan polusi laut; dan
6) Pencegahan kecelakaan di atas kapal.
Kemampuan keahlian harus dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dan
sertifikat profisiensi berstandar internasional. Menurut IMO (2007), Nakhoda
kapal kecil harus memiliki kompetensi kerja yang memadai dalam
mengoperasikan kapal secara aman dan selamat, mengelola kapal dengan baik
secara terus menerus, meliputi:
1. Pengoperasian dan perawatan mesin;
2. Menangani keadaan darurat dan menggunakan radio komunikasi untuk
meminta pertolongan;
3. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K);
4. Mengolah gerak kapal di laut, di pelabuhan dan selama operasi penangkapan
ikan;
5. Navigasi;
6. Kondisi cuaca dan ramalan cuaca;
7. Stabilitas kapal;
8. Penggunaan sistem signal;
9. Pencegahan kecelakaan;
10. Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut;
11. Memahami dan meminimalkan risiko operasi penangkapan ikan.
-
4
Untuk menguasai keahlian atau keterampilan tersebut maka seorang nakhoda
kapal minimum harus berpendidikan SLTA umum ditambah pelatihan kepelautan
meliputi pelayaran dan pengoperasian kapal, keselamatan dan penangkapan ikan.
Akibat dari tidak dimilikinya kompetensi keselamatan oleh banyak nakhoda kapal
nelayan dengan ukuran GT 7 ke bawah yang ada di Kabupaten Tanah Laut, maka
kesadaran terhadap pentingnya keselamatan pelayaran dan penangkapan ikan
(safety awareness) bagi awak kapal masih terbilang sangat rendah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa latar pendidikan para nakhoda kapal nelayan
dengan ukuran GT 7 ke bawah yang ada di Kabupaten Tanah Laut, seperti pada
tabel:
Tabel 2.1
Latar Belakang Pendidikan Awak Kapal
Sumber Tabel: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Tanah Laut, 2016
Nakhoda dan para awak kapal nelayan harus mempunyai sertifikat
kompetensi kepelautan sesuai dengan ukuran kapal dan daerah operasi
penangkapannya, seperti SKK 60 mil Plus, SKK 60 mil atau SKK 30 mil, yang
diterbitkan oleh Syahbandar pelabuhan niaga. Adapun jenis-jenis dan tingkat
Sertifikat Keahlian (Certificate of Competency) Pelaut Kapal Penangkap Ikan
adalah :
a. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (ANKAPIN-I);
b. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ANKAPIN-II);
c. Sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ANKAPIN-III);
d. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat I (ATKAPIN-I);
No. Tingkat Pendidikan Prosentase
1 Tidak Tamat Sekolah Dasar (SD) 10,0 %
2 Sekolah Dasar (SD) 28,9 %
3 Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) 34,3 %
4 Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) 26,8 %
5 Perguruan Tinggi 0 %
-
5
e. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat II (ATKAPIN-II);
f. Sertifikat Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan Tingkat III (ATKAPIN-III);
g. Sertifikat Rating Kapal Penangkap Ikan.
Sedangkan untuk jenis-jenis dan tingkat Sertifikat Keterampilan (Certificate of
Proviciency) Pelaut Kapal Ikan adalah :
a. Sertifikat Keselamatan Dasar Awak Kapal Penangkap Ikan (Basic safety
training for all fishing vessel personnel / BST-F Certificate);
b. Sertifikat Lanjutan Penanggulangan Kebakaran (Advanced Fire Fighting Cer-
tificate);
c. Sertifikat Pertolongan Medis Darurat (Medical Emergency First Aid
Certificate);
d. Sertifikat Perawatan Medis di atas Kapal (Medical Care on Board
Certificate);
e. Sertifikat Simulasi Radar (Radar Simulator Certificate);
f. Sertifikat Simulasi ARPA (ARPA Simulator Certificate);
g. Sertifikat Operator Radio Umum untuk GMDSS (General Radio Operator
Certificate/GOC for the GMDSS);
h. Sertifikat Operator Radio Terbatas untuk GMDSS (Restricted Radio Operator
Certificate/ROC for the GMDSS);
i. Sertifikat Kecakapan Pesawat Luput Maut dan Skoci Penyelamat
(Proficiency in Survival Craft and Rescue Boats Certificate);
j. Sertifikat Perwira Keamanan Kapal (Ship Security Officer Certificate).
2.1.3 Alat Keselamatan Kapal
Alat keselamatan kapal adalah alat untuk melindungi suatu aktivitas dan
pekerjaan di atas kapal untuk meminimalisir suatu kecelakaan, baik kecelakaan
awak kapal maupun kecelakaan kapal tersebut, kesiapan alat keselamatan kapal
dan kelaiklautan kapal sebenarnya sudah disyaratkan dalam suatu pelayaran oleh
syahbandar. Pada tingkat Internasional IMO / ILO / FAO telah mengatur standar
alat keselamatan kapal yang berukuran ≥ 24 m, sedangkan untuk pengaturan
kapal-kapal berukuran < 24 m diberikan sepenuhnya kepada pemerintah setempat.
-
6
Menurut data yang didapatkan, armada kapal perikanan berukuran kecil (panjang
kapal < 24 m ) belum banyak diatur oleh pemerintah. Belum adanya peraturan
khusus tentang keselamatan kapal-kapal kecil menunjukan bahwa keselamatan
nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan di Indonesia sampai saat ini belum
diperhatikan dan belum ada kebijakan yang jelas, baik dari Pemerintah Pusat
maupun dari Pemerintah Daerah.
Standar kapal nelayan penangkap ikan berukuran kecil pada prinsipnya
didasarkan pada aspek keselamatan yang mencakup konstruksi, stabilitas,
perlengkapan navigasi, perlengkapan keselamatan, peralatan komunikasi, mesin
dan pompa–pompa termasuk pompa darurat dan pompa got, serta pintu-pintu
kedap air. Namun dari hasil survei di lapangan yang pernah dilakukan oleh Dinas
Perhubungan Kabupaten Tanah Laut pada beberapa buah kapal nelayan GT 7 ke
bawah, hanya sebagian kecil dari beberapa kapal tersebut yang melengkapi
kapalnya dengan alat keselamatan yang sesuai dengan syarat kapal berukuran
kecil dengan ukuran < 24 m. Sebagian besar dari kapal–kapal tersebut hanya
memiliki jaket penolong (life jacket) yang digantikan oleh jerigen bekas minyak
operasional kapal nelayan, alat apung berupa ban dalam mobil bekas sebagai alat
keselamatan alternatif yang memiliki fungsi serupa sebagai alat keselamatan (life
bouy), senter, tali pengikat, kompas untuk menentukan arah tujuan, dan
keberadaan ember dengan tali. Alat keselamatan tersebut sama seperti yang
terlihat pada contoh gambar 2.1 di bawah ini :
Gambar 2.1 Alat Keselamatan Kapal
-
7
Sumber Gambar : Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB
Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa masih minimnya
kesadaran nelayan tentang keberadaan alat keselamatan terutama pada jaket dan
pelampung penolong. Daftar alat keselamatan kapal yang harus ada di atas kapal
dan dibawa pada saat pelayaran yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan
Kabupaten Tanah Laut pada kapal berukuran kecil dengan ukuran < 24 m atau
kapal nelayan GT 7 ke bawah antara lain :
1. Life jacket / jaket penolong.
2. Life bouy / pelampung penolong.
3. Tali ikat kapal.
4. Kompas.
5. Dayung.
6. Peta laut.
7. Radio FM / Radio VHF.
8. Fire extinguisher / pemadam kebakaran.
9. GPS (Global Positioning System).
10. Bahan bakar cadangan.
11. Suku cadang mesin.
12. Pasir.
13. Pompa air.
14. Senter atau lampu emergency.
Berdasarkan kenyataan dilapangan sangatlah berbeda dengan aturan alat
keselamatan yang sudah ditentukan, hal tersebut dikarenakan oleh :
1. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan mengakibatkan
rendahnya kesadaran terhadap pentingnya alat-alat keselamatan di kapal
nelayan;
2. Harga dari alat keselamatan yang relatif mahal, sehingga tidak semua nelayan
mampu membelinya terutama untuk alat life buoy dan kompas;
3. Prioritas kebutuhan dari masing-masing alat keselamatan yang berbeda
menurut nelayan, sehingga tidak semua alat keselamatan tersebut perlu
dipenuhi.
-
8
Rendahnya kesadaran mengenai pentingnya alat–alat keselamatan bekerja dan
berlayar sehingga kebanyakan kapal nelayan / ikan di Indonesia, alat–alat
keselamatannya tidak sesuai dengan peraturan Nasional yang mengacu pada
peraturan Internasional SOLAS (Safety Of Life At Sea), sampai saat ini alat–alat
keselamatan yang dipakai oleh para nelayan belum ada uji ketahanan untuk
diketahui ketahanannya. Minimnya perlengkapan dan pemikiran mengenai alat
keselamatan yang ada dan tidak sesuai dengan standar Nasional untuk kapal
berukuran panjang < 24 m atau pada kapal nelayan GT 7 ke bawah di Indonesia
otomatis akan mempengaruhi resiko keselamatan nelayan yang sedang melakukan
operasi penangkapan ikan di kapal tersebut ketika terjadi kecelakaan kapal di laut
seperti pada saat kapal terbalik, tenggelam, terbawa arus, kandas, tabrakan,
kebakaran serta kecelakaan kerja.
2.1.4 Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
Manfaat yang dirasakan dalam kecukupan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) dan prasarana keselamatan pelayaran adalah sangat penting
dalam menunjang berkembangnya suatu wilayah tertentu dan peningkatan
perekonomian dan semua kegiatan merupakan kepentingan keselamatan pelayaran
yang dapat mendorong kelancaran perekonomian, penandaan batas suatu wilayah,
pemantapan pertahanan dan keamanan Negara, memperkukuh kesatuan dan
persatuan Bangsa dalam kerangka wawasan Nusantara (Santoso, Wiji dkk, 2013).
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 25 tahun 2011
tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, dijelaskan bahwa Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP) berfungsi untuk :
1. Menentukan posisi dan/atau haluan kapal;
2. Memberitahukan adanya bahaya / rintangan pelayaran, yaitu berupa:
a. Bangunan dan/atau Instalasi, seperti : Anjungan Lepas Pantai (Platform),
Tanki Penampung Terapung (Floating Production Storage Oil), Pipa
dan/atau Kabel Bawah Air, Tiang Penyangga Jembatan ;
b. Rintangan alam, seperti : Gosong dan Karang Timbul ;
c. Kerangka Kapal.
-
9
3. Menunjukkan batas - batas alur pelayaran yang aman;
4. Menandai garis pemisah lalu lintas kapal;
5. Menunjukkan kawasan dan/atau kegiatan khusus di perairan, berupa
pengerukan, salvage (Pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap
kapal dan/atau muatannya yang mengalami kecelakaan kapal atau dalam
keadaan bahaya di perairan termasuk mengangkat kerangka kapal atau
rintangan bawah air atau benda lainnya), dan/atau pekerjaan bawah air; dan
kawasan perairan yang ditetapkan sebagai pelabuhan.
6. Menunjukkan batas wilayah suatu Negara.
Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. 25 tahun 2011
tentang Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, dijelaskan bahwa Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP) terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Visual
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran visual pada siang hari dikenal dari warna,
tanda puncak, bentuk bangunan, kode huruf dan angkanya. Sedangkan pada
malam hari dikenal dari irama dan warna cahayanya. Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) ini dapat ditempatkan di daratan atau di perairan, berupa:
a. Menara suar
b. Rambu suar
c. Pelampung suar
d. Tanda siang ( Day Mark )
2. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Elektronik
Digunakan untuk menyampaikan informasi melalui gelombang radio atau
sistem elektromagnetik lainnya untuk menentukan arah dan posisi kapal,
meliputi:
a. Global Positioning System (GPS) pada Stasiun Radio Pantai, Vessel
Traffic Services dan Local Port Services;
b. Differential Global Positioning System (DGPS);
c. Rambu Radar (Radar Beacon);
d. Radio Beacon yang diperuntukan dibidang navigasi pelayaran;
e. Medium Wave Radio Beacon;
-
10
f. Radar Surveylance;
g. Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS); dan
h. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran elektronik lainnya sesuai dengan
perkembangan teknologi.
Adalah peralatan yang beroperasi secara otomatis dan terus menerus dalam
frekwensi sangat tinggi (VHF) maritim bergerak, yang memancarkan data
spesifik kapal maupun Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP).
3. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Audible,
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran ini menyampaikan informasi dengan
memperdengarkan bunyi-bunyian atau suara, antara lain peluit, gong, lonceng,
sirine dan biasanya ditempatkan pada daerah perairan yang berkabut dan/atau
pandangan terbatas.
Untuk terselenggaranya Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) secara
optimal, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla), menetapkan :
1. Perencanaan, pengadaan, pembangunan, pengawasan, pedoman dan standar
pengoperasian dan pemeliharaan sarana bantu navigasi pelayaran serta
penerbitan dan penghapusan nomor Daftar Suar Indonesia (DSI) termasuk
penyiarannya;
2. Kecukupan dan keandalan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran termasuk sumber
daya manusia yang mengoperasikannya.
Untuk kepentingan tertentu (untuk penandaan alur pelayaran menuju Tersus) dan
pada lokasi tertentu (untuk kegiatan antara lain: batas wilayah perairan Tersus,
pekerjaan pengerukan, lokasi kerangka kapal, lokasi bangunan atau instalasi di
perairan), pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) dapat dilakukan
oleh suatu badan usaha setelah mendapat izin dari Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut (Ditjenhubla). Badan usaha yang telah diberikan izin
pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), wajib :
1. Menyampaikan laporan bulanan keandalan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla);
-
11
2. Melaporkan secepatnya apabila terjadi kerusakan, tidak berfungsi dan setelah
berfungsi kembali Sarana Bantu Navigasi Pelayaran kepada Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla);
3. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan dalam rangka menjaga keandalan
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran.
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) yang pengadaannya dilakukan
oleh suatu badan usaha, diberikan Nomor Daftar Suar Indonesia (DSI) dan
disiarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjenhubla) melalui Berita
Pelaut Indonesia. Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan yang sangat penting
dalam Angkutan Laut, terutama menyangkut perairan di wilayah Indonesia yang
dinilai beresiko tinggi terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran. Untuk
melaksanakan penyelenggaraan kegiatan kenavigasian di seluruh wilayah perairan
Indonesia, Pemerintah membentuk Distrik Navigasi. Disamping berfungsi
melaksanakan kegiatan kenavigasian di seluruh wilayah perairan Indonesia,
Distrik Navigasi juga melakukan pengawasan terhadap sebagian kegiatan
kenavigasian yang dilakukan oleh badan usaha. Berdasarkan Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor : 173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA
Maritime Buoyage System untuk region A dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran di Indonesia, pembagian wilayah sistim pelampungan adalah sebagai
berikut:
1. Wilayah Sistim Pelampungan “A”
Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai
bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Merah terletak sisi lambung
kiri dan tanda Hijau terletak pada sisi lambung kanan. Sedangkan peruntuksn
belokan kanan Hijau, alur yang diutamakan dengan warna merah menunjukan
kearah lambung kanan dan Hijau menunjukan kearah lambung kiri.
2. Wilayah Sistim Pelampungan “B”
Dalam wilayah perairan ini menggunakan Tanda Lateral yaitu menandai
bahwa alur yang terdalam terletak diantara tanda Hijau terletak sisi lambung
kiri dan tanda Merah merupakan alur terdalam terletak pada sisi lambung
kanan. Sedangkan peruntuksn belokan kanan Merah, alur yang diutamakan
-
12
dengan warna Hijau menunjukan kearah lambung kanan merah menunjukan
kearah lambung kiri.
Selain sistem pelampungan “A” dan “B” terdapat juga tanda-tanda peraian aman
dan tanda tengah alur atau pengenalan daratan, kemudian juga terdapat tanda
bahaya terpencil yang didirikan atau dilabuhkan pada atau diatas sebuah bahaya
terpencil yang mempunyai perairan yang aman sekelilingnya, selanjutnya tanda-
tanda lain dalam bernavigasi adalah tanda khusus, tanda ini tidak untuk
bernavigasi melainkan menunjukan kawasan khusus yang dinyatakan dengan
peta.
2.1.5 Keselamatan Pelayaran
Sistem keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi faktor penting yang
harus diperhatikan dan sebagai dasar serta tolok ukur bagi pengambilan
keputusan dalam menentukan kelayakan pelayaran baik dilihat dari sisi sarana
berupa kapal mau pun prasarana seperti sistem navigasi, dan sumber daya
manusia yang terlibat di dalamnya (Kadarisman, Muh, 2017). Keselamatan dan
keamanan pelayaran telah diatur oleh lembaga Internasional yang mengurus atau
menangani hal-hal yang terkait dengan keselamatan jiwa, harta laut, serta
kelestarian lingkungan. Lembaga tersebut dinamakan International Maritime
Organization (IMO) yang bernaung dibawah PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa).
Salah satu faktor penting dalam mewujudkan keselamatan serta kelestarian
lingkungan laut adalah keterampilan dan keahlian dari manusia yang terkait
dengan pengoperasian dari alat transportasi (kapal) di laut, karena bagaimanapun
kokohnya konstruksi suatu kapal dan betapa pun canggihnya teknologi baik
sarana bantu maupun peralatan yang ditempatkan di atas kapal tersebut kalau
dioperasikan manusia yang tidak mempunyai keterampilan atau keahlian sesuai
dengan tugas dan fungsinya maka semua akan sia-sia (Santoso, Wiji dkk, 2013).
Dalam kenyataannya 80% dari kecelakaan di laut adalah akibat kesalahan
manusia (human error).
Sistem keselamatan dan keamanan pelayaran menjadi faktor penting yang
harus diperhatikan dan sebagai dasar serta tolak ukur bagi pengambilan
-
13
keputusan dalam menentukan kelayakan pelayaran baik dilihat dari sisi sarana
berupa kapal maupun prasarana seperti sistem navigasi, dan sumber daya
manusia yang terlibat didalamnya. Keselamatan dan keamanan disini adalah
kebijakan utama yang harus mendapatkan prioritas pada pelayaran dalam
menunjang kelancaran transportasi laut Indonesia sebagai negara kepulauan.
Dengan demikian, penting adanya penekanan tentang kebijakan keselamatan dan
keamanan maritim di Indonesia, yaitu suatu keadaan yang menjamin keselamatan
dan keamanan berbagai kegiatan di laut termasuk kegiatan pelayaran, eksplorasi
dan eksploitasi SDA dan hayati serta pelestarian lingkungan hidup. Pada dasarnya
ancaman terhadap keselamatan dan keamanan kapal dapat datang dari berbagai sumber,
seperti:
a. Bahaya alam dapat berupa gelombang pasang (tsunami), badai (topan), gempa
bumi dan suhu udara yang luar biasa. Kebakaran dan pencemaran dapat juga
dianggap bahaya alam meskipun kebanyakan disebabkan oleh manusia.
Gejalanya dapat diramalkan dan untuk penanggulangannya dengan
meningkatkan kewaspadaan dan menghindarinya.
b. Bahaya yang disebabkan oleh manusia terdiri dari bermacam-macam bentuk
seperti perompakan atau pembajakan, teror, sabotase, pengrusakan,
pembunuhan dan lain-lain. Ancaman ini dapat diantisipasi dengan
meningkatkan kewaspadaan nakhoda dan seluruh awak kapal pada waktu
kapalnya sedang berlayar di perairan yang rawan / berbahaya seperti di selat-
selat, sungai-sungai dan di perairan yang sempit dan pada waktu kapal sedang
berlabuh atau sandar di pelabuhan.
c. Bahaya yang disebabkan oleh karena sifat-sifat muatan tertentu yang
menuntut persyaratan penanganan khusus untuk melindungi muatan dari
pengaruh luar yang dapat menyebabkan reaksi kimia yang membahayakan
keselamatan jiwa dan harta benda maupun lingkungan hidup dari bahaya-
bahaya muatan tersebut.
-
14
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan penelitian ini, kegunaannya untuk mengetahui hasil yang telah
dilakukan oleh peneliti–peneliti terdahulu yang berkaitan dengan setiap variabel–
variabel pada penelitian ini.
2.2.1 Rujukan Penelitian Muhammad Syarif Budiman, dkk (2016)
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.2 dibawah ini :
Table 2.2 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Sumber Daya Awak Kapal
Sumber
Penelitian
Muhammad Syarif Budiman, dkk. Jurnal : Teknologi
Perikanan dan Kelautan, IPB Vol. 7 No. 2, November
2016 : 146-152
Judul “Penataan Sertifikasi Kompetensi Awak Kapal
Penangkap Ikan Di Indonesia”
Metode
Analisis
Analisis Deskriptif
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X1 : Awak Kapal
X2 : Kapal Penangkap Ikan
X3 : Kompetensi
Variabel Dependen :
Y : Operasi Penangkapan
Hasil
Penelitian
Sertifikat kompetensi awak kapal penangkap ikan
Indonesia saat ini tidak memiliki kualifikasi sertifikat
kompetensi sesuai ketentuan perudangan yang berlaku
(>90%) sehingga menjadi salah satu pemicu terjadi IUU
fishing di Indonesia. Kesenjangan terjadi akibat
dispensasi penerbitan SPB oleh syahbandar,
-
15
keterbatasan waktu pelaksanaan uji sertifikasi, serta
lama waktu dan biaya uji sertifikasi.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Awak Kapal dalam penelitian terdahulu
digunakan sebagai rujukan untuk variabel Sumber
Daya Awak Kapal dalam penelitian ini.
2.2.2 Rujukan Peneltian Adi Guna Santara, dkk (2014)
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.3 dibawah ini :
Table 2.3 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Alat Keselamatan Kapal
Sumber
Penelitian
Adi Guna Santara, dkk. Jurnal : Departemen PSP
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, 14 Maret
2014
Judul “Peralatan Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek Di
PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana, Bali”
Metode
Analisis
Analisis Deskriptif
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X1 : Jenis Peralatan Keselamatan Kerja
X2 : Jumlah Perlengkapan Keselamatan
X3 : Kesesuaian Perlengkapan Keselamatan
Variabel Dependen :
Y : Keselamatan Kerja Pada Perahu Slerek
Hasil
Penelitian
1) Keberadaan peralatan keselamatan pada kapal
perikanan di PPN Pengambengan, masih belum
memenuhi standar nasional maupun internasional.
-
16
2) Peralatan yang difungsikan sebagai alat
keselamatan di perahu slerek adalah ban dalam
mobil bekas dengan persentase 63,33%, jerigen
minyak bekas sebesar 20%, senter 100%, tali
pengikat 100%, dayung 100%, kompas untuk
menentukan arah tujuan sebesar 43,33% dan
keberadaan ember dengan tali sebesar 100%.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Peralatan Keselamatan dalam penelitian
terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variabel
Alat Keselamatan Kapal dalam penelitian ini.
2.2.3 Rujukan Penelitian Thimotius Jansen (2015)
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.4 dibawah ini :
Table 2.4 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Alat Keselamatan Kapal
Sumber
Penelitian
Thimotius Jansen. Jurnal : Oceatek, Juni 2015, Vol. 9
(01)
Judul “Aspek Keselamatan Kerja Kapal Purse Seine Di
Tempat Pelelangan Ikan Pelabuhan Kota Tegal”
Metode
Analisis
Analisis Deskriptif
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X : Kesediaan Alat Keselamatan Kerja
Variabel Dependen :
Y : Persepsi Nelayan
Hasil
Penelitian
1. Nelayan purse seine sudah memahami arti penting
peralatan keselamatan kerja namun dari kesiapan alat
keselamatan kerja di atas kapal belum memenuhi
-
17
persyaratan pelayaran kapal.
2. Ketersediaan dan kesiapan alat keselamatan kapal
pada armada penangkapan purse seine di TPI
Pelabuhan sudah tersedia, namun keberadaanya hanya
sebagai pemenuhan persyaratan laik laut.
3. Hasil perhitungan analisa regresi linier sederhana
antara persepsi nelayan (Y) dengan kesediaan alat
keselamatan kerja (X), diperoleh persamaan garis
regresi y = 32,022 + 0,019 x dengan koefisien
korelasi (r) = 0,038 dengan nilai determinan sebesar
0,001 atau 0,1 %.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Peralatan Keselamatan dalam penelitian
terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variabel
Alat Keselamatan Kapal dalam penelitian ini.
2.2.4 Rujukan Peneltian Wiji Santoso, dkk (2013)
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.5 dibawah ini :
Table 2.5 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Peranan SBNP dan Keselamatan Pelayaran
Sumber
Penelitian
Wiji Santoso, dkk. Jurnal : Administrative Reform,
Vol. 1 No. 3, Tahun 2013
Judul “Evaluasi Program Revitalisasi Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran dan Prasarana Keselamatan Pelayaran Pada
Distrik Navigasi Tarakan – Kalimantan Timur
Metode
Analisis
Analisis Kebijakan
-
18
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X1 : Evaluasi SBNP
X2 : Revitalisasi SBNP
X3 : Distrik Navigasi
Variabel Dependen :
Y : Keselamatan Pelayaran
Hasil
Penelitian
Diperlukan kondisi alur pelayaran yang aman dan
nyaman didalam melakukan pelayaran dari dan menuju
kepelabuhan dan melalui program Revitalisasi Sarana
Bantu Navigasi Pelayaran dan Prasarana Keselamatan
Pelayaran.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Evaluasi dan Revitalisasi SBNP dan
Keselamatan Pelayaran dalam penelitian terdahulu
digunakan sebagai rujukan untuk variabel Peranan
SBNP dan Keselamatan Pelayaran dalam penelitian ini.
2.2.5 Rujukan Peneltian Djodjo Suwardjo, dkk
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.6 dibawah ini :
Tabel 2.6 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah
Sumber
Penelitian
Djodjo Suwardjo, dkk. Jurnal : Teknologi Perikanan
dan Kelautan Vol. 1 No. 1 November : 1-13
Judul “Keselamatan Kapal Penangkap Ikan, Tinjauan Dari
Aspek Regulasi Nasional Dan Internasional”
Metode
Analisis
Analisis Deskriptif
-
19
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X1 : Kesalahan Manusia (Human Factor)
X2 : Mesin (Machines)
X3 : Lingkungan (Enviromental)
Variabel Dependen :
Y : Keselamatan Kapal Penangkap Ikan
Hasil
Penelitian
Kebijakan keselamatan kapal penangkap ikan pada
dasarnya mencakup kebijakan kelaikan kapal, dinas
jaga kapal / pengawakan kapal, dan pencegahan polusi
laut dari kegiatan kapal penangkap ikan, baik pada
tataran nasional maupun internasional.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Keselamatan Kapal Penangkap Ikan dalam
penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk
variabel Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7
Ke Bawah dalam penelitian ini.
2.2.6 Rujukan Penelitian Muh Kadarisman (2017)
Penjelasan secara ringkas dari jurnal penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian yang akan dilakukan tergambar pada table 2.7 dibawah ini :
Tabel 2.7 Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah
Sumber
Penelitian
Muh Kadarisman, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Jurnal : Manajemen Transportasi & Logistik – Vol. 04
No. 02, Juli 2017
Judul “Kebijakan Keselamatan Dan Keamanan Maritim
Dalam Menunjang Sistem Transportasi Laut”
Metode
Analisis
Analisis Kebijakan
-
20
Variabel
Penelitian
Variabel Independen :
X1 : Keselamatan
X2 : Keamanan Maritim
X3 : Kebijakan
Variabel Dependen :
Y : Sistem Transportasi Laut
Hasil
Penelitian
Sistem keselamatan dan keamanan transportasi laut di
Indonesia belum berjalan optimal, masih sering terjadi
kecelakaan baik karena faktor alam mau pun karena
faktor manusia. Kebijakan pemerintah di bidang
maritim, baik industri perikanan mau pun industri
pelayaran belum dilaksanakan secara konsisten sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Keselamatan dan Keamanan Maritim dalam
penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk
variabel Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7
Ke Bawah dalam penelitian ini.
Penelitian ini memiliki hubungan terkait yang pada penelitian terdahulu
sebelumnya, perbedaannya terlihat pada permasalahan yang akan diangkat dan
metodologi yang akan digunakan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
tentang pengaruh–pengaruh keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah
dengan cakupan yang lebih luas dengan menggunakan 3 (tiga) variabel
independen (variabel bebas) dan 1 (satu) variabel dependen (variabel terikat).
2.3 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah
penelitaian yang kebenarannya masih lemah, sehingga harus diuji (Hasan, 2004).
Sugiyono (2009) mengatakan dalam statistik, hipotesis dapat diartikan sebagai
pernyataan statistik tentang parameter populasi. Statistik adalah ukuran-ukuran
yang dikenakan pada sampel, sedangkan parameter adalah ukuran-ukuran yang
-
21
dikenakan pada populasi. Jadi hipotesis merupakan taksiran terhadap parameter
populasi, melalui data-data sampel. Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian
terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang akan
dikembangkan dalam penelitian ini adalah:
1) Diduga sumber daya awak kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah di Kabupaten Tanah
Laut.
2) Diduga alat keselamatan kapal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah di Kabupaten Tanah
Laut.
3) Diduga peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah
di Kabupaten Tanah Laut.
4) Diduga secara simultan faktor sumber daya awak kapal, alat keselamatan
kapal dan peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke
bawah di Kabupaten Tanah Laut.
2.4 Diagram Alur Penelitian
-
22
Gambar 2.2 Alur Penelitian
Keterangan :
: Langkah Penyusunan.
: Apabila terjadi kekurangan data pada tahap pengolahan
data, maka dapat dilakukan pengumpulan data kembali.
2.5 Kerangka Pikir
-
23
Berdasarkan landasan teori mengenai faktor-faktor penelitian yaitu
Sumber Daya Awak Kapal, Alat Keselamatan Kapal, dan Sarana Bantu Navigasi
Pelayaran (SBNP) terhadap Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 ke
bawah di Kabupaten Tanah Laut, maka kerangka pemikiran teoritis yang
mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Kerangka Pikir
Keterangan gambar :
= Indikator = Pengukur
= Variabel = Pengaruh
H = Hipotesis
-
24
Variabel dalam penelitian ini meliputi :
1) Sumber Daya Awak Kapal (X1)
Indikator–indikator sumber daya awak kapal meliputi :
X1.1 : Memiliki sertifikat keahlian pelaut.
X1.2 : Memiliki keahlian sesuai yang dipersyaratkan.
X1.3 : Memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai
dengan ketentuan nasional.
2) Alat Keselamatan Kapal (X2)
Indikator–indikator alat keselamatan kapal meliputi :
X2.1 : Alat pelindung untuk kerja.
X2.2 : Alat keselamatan awak kapal.
X2.3 : Alat pemadam kebakaran.
3) Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) (X3)
Indikator–indikator Peranan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP)
meliputi :
X3.1 : Menunjukkan batas-batas alur pelayaran yang aman.
X3.2 : Informasi adanya bahaya atau rintangan pelayaran.
X3.3 : Sebagai penunjuk kawasan dan/atau kegiatan khusus diperairan.
4) Keselamatan Pelayaran Kapal Nelayan GT 7 Ke Bawah (Y)
Indikator–indikator keselamatan pelayaran kapal nelayan GT 7 ke bawah
meliputi :
Y1 : Kapal yang laik laut untuk melakukan pelayaran.
Y2 : Keselamatan dan kelancaran arus lalu lintas di perairan.
Y3 : Keselamatan lingkungan maritim.