BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

15
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Line Balancing Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Line balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work station untuk meminimumkan banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus dipertimbangkan. Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat mengakibatkan ketidakefisienan kerja di beberapa stasiun kerja dimana

description

Berisi landasan teori yang digunakan pada penelitian line of balancing

Transcript of BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

Page 1: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Line Balancing

Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang

dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari sejumlah

area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator

dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Line

balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun

kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga

setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja

tersebut. Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan

elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work station untuk meminimumkan

banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun

untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per

unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus

dipertimbangkan. 

Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan

menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak

dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat mengakibatkan ketidakefisienan kerja di

beberapa stasiun kerja dimana diantara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang

lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut

production line balancing, assembly line balancing, atau hanya line balancing. Tujuan

line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka

memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui

penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu

kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah

ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan

munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi

yang berupa adanya work in process pada beberapa work station. Persyaratan umum yang

harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan

meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan

Page 2: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-2

waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang

adalah sebagai berikut:

1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station

sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah

terjadinya bottleneck. Bottleneck adalah suatu operasi yang membatasi output

dan frekuensi produksi.

2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.

3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.

Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing

stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang

tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya

sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan

untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line

sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau stasiun kerja berbagi waktu siklus

yang sama. Waktu menganggur (idle time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag

ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah

diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line

balancing bertujuan juga untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi

pengerjaan pada workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga

keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak

menimbulkan waktu menganggur.

Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode

penyeimbangan lini rakit yang biasa digunakan antara lain:

1. Metode formulasi dengan program sistematis

2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic

3. Metode Helgeson-Birnie

4. Metode Moodie Young

5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic

6. Metode Rank And Assign Heruistic

Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja:

1. Hubungan dengan proses terdahulu

2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja

Page 3: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-3

3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di

stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan

2.2 Istilah dalam Line Balancing

1. Precedence Diagram

Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta

ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan

pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-tanda

yang dipakai sebagai berikut:

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah

identifikasi dari suatu proses operasi

b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal

ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang

ada pada ujung anak panah

c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk

menyelesaikan setiap operasi

2. Asssamble Product

Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work station (WS )

memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir

3. Work Element

Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan

4. Waktu Operasi (Ti)

Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi

5. Work Station (WS)

Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah

menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan

dengan rumus berikut :

K min=∑i=1

n

ti

C

…………………………………………………….. (1)

Di mana:

Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)

C : waktu siklus stasiun kerja

N : jumlah elemen

Page 4: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-4

Kmin : jumlah stasiun kerja minimal

6. Cycle Time (CT)

Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu stasiun.

Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat

diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain

keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus

sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab

terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil

dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara

matematis dinyatakan sebagi berikut :

ti max ≤ CT ≤PQ

……………………………………… (2)

Di mana:

ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan

CT : waktu siklus (cycle time)

P : jam kerja efektif per hari

Q : jumlah produksi per hari

7. Station Time (ST)

Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama

8. Idle Time (I)

Merupakan selisih perbedaan antara cycle time (CT) dan station time (ST) atau CT

dikurangi ST

9. Balance Delay (D)

Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensian lintasan yang

dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian

yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan

dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:

D=(n xC ) –∑

i=1

n

ti

(n xC)x100 %

……………..……………………. (3)

Di mana:

n : jumlah stasiun kerja

C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja

∑ ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi

Page 5: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-5

ti : waktu operasi

D : balance delay (%)

10. Line Efficiency (LE)

Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan

jumlah stasiun kerja

¿=∑i=1

K

STi

( K )(CT )x100 %

……………………..…………………… (4)

Di mana:

STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1

K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja

CT : waktu siklus

11. Smoothes Index (SI)

Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini

perakitan tertentu

SI= √∑i=1

K

(STi max−STi)2 ……………………..…………… (5)

Di mana:

St max : maksimum waktu di stasiun

Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i

12. Output Production (Q)

Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi dengan cycle

time

Q= TCT

………………………………………………….. (6)

Di mana:

T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk

C : waktu siklus terbesar

2.3 Pola Aliran Bahan

Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan, yaitu:

1. Pola Garis Lurus (Straight Line)

Page 6: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-6

Pola aliran ini dapat digunakan jika proses produksi relatif pendek, relatif sederhana

dan hanya mengandung sedikit komponen atau peralatan produksi yang digunakan.

Pola aliran garis lurus ini dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Pola Aliran Garis Lurus

2. Pola Zig-Zag (Serpenting)

Pola ini dapat diterapkan jika lintasan lebih panjang dari ruangan yang dapat digunakan

untuk ditempatinya, dan karenanya berbelok-belok dengan sendirinya untuk

memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan yang luas, bentuk, dan

ukuran yang lebih ekonomis. Pola aliran zig-zag ini dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Pola Aliran Zig-Zag

3. Pola Aliaran U (U-Shaped)

Pola aliran ini dapat diterapkan jika produk diharapkan produk jadinya mengakhiri

proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Pola aliran bentuk U ini

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pola Aliran U-Shaped

Page 7: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-7

4. Pola Aliran Melingkar (Circulair)

Pola ini dapat diterapkan jika diharapkan barang atau produk kembali ke tempat waktu

memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Pola Aliran Melingkar

5. Pola Aliran Tak Tentu / Tak Beraturan

Pola aliran ini digunakan untuk memperpendek lintasan aliran antara kelompok

peralatan, stasiun kerja dan komponen lainnya.

2.4 Metode Helgeson – Birnie

Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system (RPW).

Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence.

Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari

penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain

yang mengikuti elemen tersebut.

Gambar 2.5 Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW

Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap

hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen yang

Page 8: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-8

hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan

dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan. Penugasan elemen-

elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut:

1. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi (rank 1)ditempatkan pada stasiun 1.

2. Hitung antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditetapkan T = C

– a1.

3. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan

pemeriksaan terhadap:

a. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah ditempatkan

boleh bergabung.

b. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan

stasiun yang masih tersedia.

c. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan untuk

menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih kecil dari

waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan.

d. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum

ditugaskan yang bobotnya paling besar.

Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah dikelompokkan dalam satu

stasiun kerja.

2.5 Struktur Produk

Struktur produk dapat didefinisikan sebagai cara komponen-komponen bergabung

ke dalam suatu produk selama proses manufacturing. Struktur produk berisi informasi

mengenai material, komponen, sub-assembly yang diperlukan untuk membuat produk

jadi. Struktur produk menggambarkan proses perakitan yang dilakukan untuk

memperoleh suatu produk jadi dalam bentuk tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut

dinamakan sebagai level.

Penyajian struktur produk dibedakan menjadi dua yaitu metode explotion dan

implotion. Metode explotion adalah penyajian struktur produk, dimana pada level 0

terdapat produk jadi, hingga pada level paling bawah menunjukkan komponen paling

awal dirakit. Sebaliknya, struktur produk implotion merupakan kebalikan dari struktur

produk explotion. Perbedaan antara struktur produk explotion dan implotion hanya pada

penyusunan levelnya.

Page 9: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-9

Manfaat dari struktur produk adalah dapat memberikan informasi mengenai

material, komponen atupun sub-assembly yang diperlukan dalam pembuatan suatu

produk. Selain itu, melalui struktur produk juga dapat diketahui proses perakitan dalam

pembuatan suatu produk dengan bentuk tingkatan atau level.

2.6 BOM (Bill Of Material)

Bill of material atau yang biasa dikenal dengan BOM merupakan daftar dari semua

material, parts, dan subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan

untuk memproduksi satu unit produk atau parent assembly. Tiga jenis BOM yang yang

digunakan dalam dunia perindustrian, yaitu:

1. Phantom Bill, merupakan jenis bill yang digunakan untuk material yang tidak

untuk disimpan atau untuk material yang hanya lewat saja.

2. Modular Bill, digunakan untuk material yang menyusun produk dengan

sejumlah option yang berbeda.

3. Pseudo Bill, digunakan untuk menyusun daftar kebutuhan material yang bukan

untuk disusun menjadi produk melainkan untuk dikelompokkan berdasarkan

kriteria tertentu.

Jenis bill dapat juga dibagi berdasarkan tingkatan level yang disampaikannya,

yaitu single level BOM dan multilevel BOM. Jenis bill lainnya adalah planning bill, yang

merupakan jenis bill yang digunakan untuk keperluan peramalan dan perencanaan.

Planning bill terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau sub

assembly untuk pembuatan produk akhir, dimana item-item yang dijadwalkan itu

secara fisik lebih kecil daripada produk akhir.

2. Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir sebagai

komponen-komponennya, dimana item-item yang dijadwalkan secara fisik lebih

besar daripada produk akhir.

Manfaat dari BOM diantaranya adalah sebagai alat pengendali produksi yang

menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang penting dari suatu produk, pesanan yang

harus digabungkan dan seberapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat satu batch, bill

Page 10: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-10

of material juga digunakan untuk peramalan barang yang keluar masuk dari inventori

maupun transaksi produksi dan bisa menghasilkan pesanan-pesanan produksi dari pesanan

pelanggan, serta menjamin bahwa jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang

tepat pada waktu yang tepat

2.7 Routing Sheet

Menurut Apple (1990) routing sheet merupakan langkah-langkah yang dicakup

dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari hal-hal

yang saling berkaitan satu sama lain. Sebuah routing sheet menujukan secara detail

mengenai operasi yang dibutuhkan untuk sebuah bagian dalam sebuah produksi. Hal ini

memungkinkan juga untuk mengatur waktu untuk setiap operasi dan setiap

mesin. Routing sheet bermanfaat yaitu menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan untuk

operasi, menghitung jumlah komponen yang harus dipersiapkan dalam usaha

memperoleh jumlah produk yang diinginkan, mengetahui kapasitas mesin atau peralatan

dan efesiensi departermen atau pabrik.

Routing sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan mempermudah jalannya

produksi yang ada. Tujuan routing sheet sebagai berikut (Petra, 2012):

a. Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara lengkap (dari persiapan awal

produk sampai pengemasaan).

b. Sebagai patokan atau target waktu proses suatu komponen pada setiap mesin.

c. Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.

d. Mendisiplinkan atau membiasakan operator agar dapat bekerja secara teratur

dan cepat sesuai dengan apa yang direncanakan.

e. Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan jumlah produksi.

Berdasarkan dari hasil tujuan dimana routing sheet ini pula memiliki informasi

yang cukup berarti. Informasi dalam routing sheet (pengurutan produksi) adalah sebagai

berikut (Mercubuana, 2012):

1. Dapat mengetahui nama dan jumlah komponen

2. Dapat mengetahui jumlah dan urutan operasi

3. Dapat mengetahui nama operasi

4. Dapat mengetahui keterangan operasi

5. Dapat mengetahui nama dan jumlah mesin

6. Dapat mengetahui jumlah dan besar perkakas serta alat bantu lain

Page 11: BAB 2 Landasan Teori Line Balancing

II-11

7. Dapat mengetahui jumlah departemen

8. Dapat mengetahui kebakuan produksi

9. Dapat mengetahui jumlah operator

10. Dapat mengetahui kebutuhan ruang

11. Dapat mengetahui kecepatan dan ingsut

12. Dapat mengetahui tanggal efektif

13. Dapat mengetahui klasifikasi buruh

14. Dapat mengetahui bahan baku