BAB 2 Landasan Teori Line Balancing
-
Upload
gebrina-hisbach -
Category
Documents
-
view
241 -
download
27
description
Transcript of BAB 2 Landasan Teori Line Balancing
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Line Balancing
Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang
dipergunakan dalam pembuatan produk. Line balancing biasanya terdiri dari sejumlah
area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih operator
dan ada kemungkinan ditangani dengan menggunakan bermacam-macam alat. Line
balancing merupakan metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun
kerja yang saling berkaitan/berhubungan dalam suatu lintasan atau lini produksi sehingga
setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja
tersebut. Menurut Gasperz (2000), line balancing merupakan penyeimbangan penugasan
elemen-elemen tugas dari suatu assembly line ke work station untuk meminimumkan
banyaknya work station dan meminimumkan total harga idle time pada semua stasiun
untuk tingkat output tertentu, yang dalam penyeimbangan tugas ini, kebutuhan waktu per
unit produk yang di spesifikasikan untuk setiap tugas dan hubungan sekuensial harus
dipertimbangkan.
Adapun tujuan utama dalam menyusun line balancing adalah untuk membentuk dan
menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada tiap-tiap stasiun kerja. Jika tidak
dilakukan keseimbangan lintasan maka dapat mengakibatkan ketidakefisienan kerja di
beberapa stasiun kerja dimana diantara stasiun kerja yang satu dengan stasiun kerja yang
lain memiliki beban kerja yang tidak seimbang. Pembagian pekerjaan ini disebut
production line balancing, assembly line balancing, atau hanya line balancing. Tujuan
line balancing adalah untuk memperoleh suatu arus produksi yang lancar dalam rangka
memperoleh utilisasi yang tinggi atas fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui
penyeimbangan waktu kerja antar work station, dimana setiap elemen tugas dalam suatu
kegiatan produk dikelompokkan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah
ditentukan sehingga diperoleh keseimbangan waktu kerja yang baik. Permulaan
munculnya persoalan line balancing berasal dari ketidak seimbangan lintasan produksi
yang berupa adanya work in process pada beberapa work station. Persyaratan umum yang
harus digunakan dalam suatu keseimbangan lintasan produksi adalah dengan
meminimumkan waktu menganggur (idle time) dan meminimumkan pula keseimbangan
II-2
waktu senggang (balance delay). Sedangkan tujuan dari lintasan produksi yang seimbang
adalah sebagai berikut:
1. Menyeimbangkan beban kerja yang dialokasikan pada setiap work station
sehingga setiap work station selesai pada waktu yang seimbang dan mencegah
terjadinya bottleneck. Bottleneck adalah suatu operasi yang membatasi output
dan frekuensi produksi.
2. Menjaga agar pelintasan perakitan tetap lancar.
3. Meningkatkan efisiensi atau produktifitas.
Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing
stasiun kerja biasanya disebut service time atau station time. Sedangkan waktu yang
tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Waktu siklus biasanya
sama dengan waktu stasiun kerja yang paling besar. Jangka waktu yang diperbolehkan
untuk melakukan operasi pada stasiun kerja ditentukan oleh kecepatan assembly line
sehingga seluruh sehingga seluruh work center atau stasiun kerja berbagi waktu siklus
yang sama. Waktu menganggur (idle time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yag
ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada waktu siklus yang telah
diberikan. Maka selain untuk membentuk dan menyeimbangkan beban kerja, line
balancing bertujuan juga untuk meminimisasikan waktu menganggur ketika operasi
pengerjaan pada workcenter berlangsung sesuai dengan urutan prosesnya. Sehingga
keseimbangan yang sempurna terjadi apabila dalam penugasan pekerjaan tidak
menimbulkan waktu menganggur.
Penyeimbangan lintasan memerlukan metode tertentu yang sistematis. Metode
penyeimbangan lini rakit yang biasa digunakan antara lain:
1. Metode formulasi dengan program sistematis
2. Metode Kilbridge-Wester Heruistic
3. Metode Helgeson-Birnie
4. Metode Moodie Young
5. Metode Immediate Update First-Fit Heruistic
6. Metode Rank And Assign Heruistic
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja:
1. Hubungan dengan proses terdahulu
2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja
II-3
3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di
stasiun kerja dari tiap elemen pengerjaan
2.2 Istilah dalam Line Balancing
1. Precedence Diagram
Merupakan gambaran secara grafis dari urutan kerja operasi kerja, serta
ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-tanda
yang dipakai sebagai berikut:
a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah
identifikasi dari suatu proses operasi
b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal
ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi kerja yang
ada pada ujung anak panah
c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk
menyelesaikan setiap operasi
2. Asssamble Product
Adalah produk yang melewati urutan work stasiun di mana tiap work station (WS )
memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir
3. Work Element
Elemen operasi merupakan bagian dari seluruh proses perakitan yang dilakukan
4. Waktu Operasi (Ti)
Adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi
5. Work Station (WS)
Adalah tempat pada lini perakitan di mana proses perakitan dilakukan. Setelah
menentukan interval waktu siklus, maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan
dengan rumus berikut :
K min=∑i=1
n
ti
C
…………………………………………………….. (1)
Di mana:
Ti : waktu operasi/elemen ( I=1,2,3,…,n)
C : waktu siklus stasiun kerja
N : jumlah elemen
II-4
Kmin : jumlah stasiun kerja minimal
6. Cycle Time (CT)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk satu stasiun.
Apabila waktu produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat
diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain
keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus
sama atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab
terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil
dari jam kerja efektif per hari dibagi dari jumlah produksi per hari, yang secara
matematis dinyatakan sebagi berikut :
ti max ≤ CT ≤PQ
……………………………………… (2)
Di mana:
ti max : waktu operasi terbesar pada lintasan
CT : waktu siklus (cycle time)
P : jam kerja efektif per hari
Q : jumlah produksi per hari
7. Station Time (ST)
Jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama
8. Idle Time (I)
Merupakan selisih perbedaan antara cycle time (CT) dan station time (ST) atau CT
dikurangi ST
9. Balance Delay (D)
Sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisiensian lintasan yang
dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian
yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan
dalam persentase. Balance delay dapat dirumuskan:
D=(n xC ) –∑
i=1
n
ti
(n xC)x100 %
……………..……………………. (3)
Di mana:
n : jumlah stasiun kerja
C : waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑ ti : jumlah waktu operasi dari semua operasi
II-5
ti : waktu operasi
D : balance delay (%)
10. Line Efficiency (LE)
Adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu siklus dikalikan
jumlah stasiun kerja
¿=∑i=1
K
STi
( K )(CT )x100 %
……………………..…………………… (4)
Di mana:
STi : waktu stasiun dari stasiun ke-1
K : jumlah(banyaknya) stasiun kerja
CT : waktu siklus
11. Smoothes Index (SI)
Adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari penyeimbangan lini
perakitan tertentu
SI= √∑i=1
K
(STi max−STi)2 ……………………..…………… (5)
Di mana:
St max : maksimum waktu di stasiun
Sti : waktu stasiun di stasiun kerja ke-i
12. Output Production (Q)
Adalah jumlah waktu efektif yang tersedi dalam suatu periode dibagi dengan cycle
time
Q= TCT
………………………………………………….. (6)
Di mana:
T : jam kerja efektif penyelesaiaan produk
C : waktu siklus terbesar
2.3 Pola Aliran Bahan
Dalam perencanaan tata letak fasilitas, dikenal 5 jenis pola aliran bahan, yaitu:
1. Pola Garis Lurus (Straight Line)
II-6
Pola aliran ini dapat digunakan jika proses produksi relatif pendek, relatif sederhana
dan hanya mengandung sedikit komponen atau peralatan produksi yang digunakan.
Pola aliran garis lurus ini dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Pola Aliran Garis Lurus
2. Pola Zig-Zag (Serpenting)
Pola ini dapat diterapkan jika lintasan lebih panjang dari ruangan yang dapat digunakan
untuk ditempatinya, dan karenanya berbelok-belok dengan sendirinya untuk
memberikan lintasan aliran yang lebih panjang dalam bangunan yang luas, bentuk, dan
ukuran yang lebih ekonomis. Pola aliran zig-zag ini dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Pola Aliran Zig-Zag
3. Pola Aliaran U (U-Shaped)
Pola aliran ini dapat diterapkan jika produk diharapkan produk jadinya mengakhiri
proses pada tempat yang relatif sama dengan awal proses. Pola aliran bentuk U ini
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pola Aliran U-Shaped
II-7
4. Pola Aliran Melingkar (Circulair)
Pola ini dapat diterapkan jika diharapkan barang atau produk kembali ke tempat waktu
memulai proses. Pola aliran melingkar ini dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Pola Aliran Melingkar
5. Pola Aliran Tak Tentu / Tak Beraturan
Pola aliran ini digunakan untuk memperpendek lintasan aliran antara kelompok
peralatan, stasiun kerja dan komponen lainnya.
2.4 Metode Helgeson – Birnie
Metode ini biasanya lebih dikenal dengan ranked positional weight system (RPW).
Langkah pertama adalah membuat diagram precedence dan matriks precedence.
Kemudian dihitung bobot positional untuk setiap elemen yang diperoleh dari
penjumlahan waktu pengerjaan elemen tersebut dengan waktu pengerjaan elemen lain
yang mengikuti elemen tersebut.
Gambar 2.5 Diagram Precedence untuk Menerangkan Metode RPW
Hubungan precedence juga dapat dibuat dalam bentuk matriks dimana setiap
hubungan bernilai -1,0,1. Hubungan precedence yang bernilai +1 jika elemen yang
II-8
hendak dihubungkan tersebut dikerjakan sebelum elemen yang mau dihubungkan
dengannya, bernilai -1 jika sebaliknya dan 0 jika tidak ada hubungan. Penugasan elemen-
elemen terhadap stasiun kerja mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Elemen yang mempunyai bobot tertinggi (rank 1)ditempatkan pada stasiun 1.
2. Hitung antara waktu siklus dengan waktu elemen (a) yang telah ditetapkan T = C
– a1.
3. Kemudian pilih elemen dengan bobot terbesar berikutnya dan dilakukan
pemeriksaan terhadap:
a. Precedence, hanya elemen yang semua pendahulunya sudah ditempatkan
boleh bergabung.
b. Waktu pengerjaan di elemen tersebut harus lebih kecil atau sama dengan
stasiun yang masih tersedia.
c. Langkah 2 dan 3 diulang sampai T = 0 atau tidak ada kemungkinan untuk
menugaskan elemen lagi pada stasiun kerja karena waktu T lebih kecil dari
waktu masing-masing elemen yang belum ditugaskan.
d. Stasiun kerja yang kedua kemudian dimulai dari elemen yang belum
ditugaskan yang bobotnya paling besar.
Langkah 2, 3, 4, dan 5 dilanjutkan sampai semua elemen telah dikelompokkan dalam satu
stasiun kerja.
2.5 Struktur Produk
Struktur produk dapat didefinisikan sebagai cara komponen-komponen bergabung
ke dalam suatu produk selama proses manufacturing. Struktur produk berisi informasi
mengenai material, komponen, sub-assembly yang diperlukan untuk membuat produk
jadi. Struktur produk menggambarkan proses perakitan yang dilakukan untuk
memperoleh suatu produk jadi dalam bentuk tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut
dinamakan sebagai level.
Penyajian struktur produk dibedakan menjadi dua yaitu metode explotion dan
implotion. Metode explotion adalah penyajian struktur produk, dimana pada level 0
terdapat produk jadi, hingga pada level paling bawah menunjukkan komponen paling
awal dirakit. Sebaliknya, struktur produk implotion merupakan kebalikan dari struktur
produk explotion. Perbedaan antara struktur produk explotion dan implotion hanya pada
penyusunan levelnya.
II-9
Manfaat dari struktur produk adalah dapat memberikan informasi mengenai
material, komponen atupun sub-assembly yang diperlukan dalam pembuatan suatu
produk. Selain itu, melalui struktur produk juga dapat diketahui proses perakitan dalam
pembuatan suatu produk dengan bentuk tingkatan atau level.
2.6 BOM (Bill Of Material)
Bill of material atau yang biasa dikenal dengan BOM merupakan daftar dari semua
material, parts, dan subassemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan
untuk memproduksi satu unit produk atau parent assembly. Tiga jenis BOM yang yang
digunakan dalam dunia perindustrian, yaitu:
1. Phantom Bill, merupakan jenis bill yang digunakan untuk material yang tidak
untuk disimpan atau untuk material yang hanya lewat saja.
2. Modular Bill, digunakan untuk material yang menyusun produk dengan
sejumlah option yang berbeda.
3. Pseudo Bill, digunakan untuk menyusun daftar kebutuhan material yang bukan
untuk disusun menjadi produk melainkan untuk dikelompokkan berdasarkan
kriteria tertentu.
Jenis bill dapat juga dibagi berdasarkan tingkatan level yang disampaikannya,
yaitu single level BOM dan multilevel BOM. Jenis bill lainnya adalah planning bill, yang
merupakan jenis bill yang digunakan untuk keperluan peramalan dan perencanaan.
Planning bill terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen atau sub
assembly untuk pembuatan produk akhir, dimana item-item yang dijadwalkan itu
secara fisik lebih kecil daripada produk akhir.
2. Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk akhir sebagai
komponen-komponennya, dimana item-item yang dijadwalkan secara fisik lebih
besar daripada produk akhir.
Manfaat dari BOM diantaranya adalah sebagai alat pengendali produksi yang
menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang penting dari suatu produk, pesanan yang
harus digabungkan dan seberapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat satu batch, bill
II-10
of material juga digunakan untuk peramalan barang yang keluar masuk dari inventori
maupun transaksi produksi dan bisa menghasilkan pesanan-pesanan produksi dari pesanan
pelanggan, serta menjamin bahwa jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang
tepat pada waktu yang tepat
2.7 Routing Sheet
Menurut Apple (1990) routing sheet merupakan langkah-langkah yang dicakup
dalam memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu diketahui dari hal-hal
yang saling berkaitan satu sama lain. Sebuah routing sheet menujukan secara detail
mengenai operasi yang dibutuhkan untuk sebuah bagian dalam sebuah produksi. Hal ini
memungkinkan juga untuk mengatur waktu untuk setiap operasi dan setiap
mesin. Routing sheet bermanfaat yaitu menghitung jumlah mesin yang dibutuhkan untuk
operasi, menghitung jumlah komponen yang harus dipersiapkan dalam usaha
memperoleh jumlah produk yang diinginkan, mengetahui kapasitas mesin atau peralatan
dan efesiensi departermen atau pabrik.
Routing sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan mempermudah jalannya
produksi yang ada. Tujuan routing sheet sebagai berikut (Petra, 2012):
a. Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara lengkap (dari persiapan awal
produk sampai pengemasaan).
b. Sebagai patokan atau target waktu proses suatu komponen pada setiap mesin.
c. Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.
d. Mendisiplinkan atau membiasakan operator agar dapat bekerja secara teratur
dan cepat sesuai dengan apa yang direncanakan.
e. Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan jumlah produksi.
Berdasarkan dari hasil tujuan dimana routing sheet ini pula memiliki informasi
yang cukup berarti. Informasi dalam routing sheet (pengurutan produksi) adalah sebagai
berikut (Mercubuana, 2012):
1. Dapat mengetahui nama dan jumlah komponen
2. Dapat mengetahui jumlah dan urutan operasi
3. Dapat mengetahui nama operasi
4. Dapat mengetahui keterangan operasi
5. Dapat mengetahui nama dan jumlah mesin
6. Dapat mengetahui jumlah dan besar perkakas serta alat bantu lain
II-11
7. Dapat mengetahui jumlah departemen
8. Dapat mengetahui kebakuan produksi
9. Dapat mengetahui jumlah operator
10. Dapat mengetahui kebutuhan ruang
11. Dapat mengetahui kecepatan dan ingsut
12. Dapat mengetahui tanggal efektif
13. Dapat mengetahui klasifikasi buruh
14. Dapat mengetahui bahan baku