BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...

15
5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Ergonomi Ergonomi yang diartikan dari bahasa Yunani berasal dari kata “ergosdan “nomos” yang memiliki arti kata kerja (ergo) dan hukum (nomos). Sehingga ergonomi dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang memperlajari tentang manusia yang berhubungan dengan seluruh aktivitasnya. Penerapan ergonomi dapat digunakan untuk melakukan perancangan baik untuk perancangan kembali atau perancangan baru, untuk mendapatkan lingkungan kerja dan juga alat kerja yang memiliki kesesuaian satu sama lain sehingga menciptakan suatu kenyamanan bagi manusia sebagai penggunanya saat menggunakannya. Dalam penerapan ergonomi ini digunakan juga teknologi yang mampu mendukung seluruh pengaturan dan penyesuaian yang dilakukan. Tujuan diterapkannya ergonomi dalam kehidupan sehari-hari adalah agar tercipta suatu lingkungan yang sesuai bagi manusia, sehingga manusia sebagai pengguna dari lingkungan atau fasilitas tersebut tidak perlu melakukan penyesuaian terhadap lingkungan atau fasilitas tersebut. Lingkungan atau fasilitas yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan dari manusia sebagai penggunanya akan menghindarkan manusia dari hal-hal negatif seperti kecelakaan atau ketidaknyamanan. 2.2. Pengembangan Produk Pengembangan produk (product development) berdasarkan pendapat Ulrich-Eppinger merupakan sebuah aktivitas interdisipliner yang membutuhkan kontribusi dari hampir seluruh fungsi dari sebuah firma. Dimana tiga fungsi yang menjadi pusat dari pengembangan adalah marketing, design, dan manufacturing. Kemudian proses pengembangan produk dapat dijelaskan sebagai a product development process is the sequence of steps or activities which an enterprise employs to concieve, design, and commercialize a product. (Karl T. Ulrich. Steven D. Eppinger, 2008). Menurut Ulrich-Eppinger juga proses

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge...

5

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Ergonomi

Ergonomi yang diartikan dari bahasa Yunani berasal dari kata “ergos”

dan “nomos” yang memiliki arti kata kerja (ergo) dan hukum (nomos).

Sehingga ergonomi dapat diartikan sebagai sebuah ilmu yang memperlajari

tentang manusia yang berhubungan dengan seluruh aktivitasnya.

Penerapan ergonomi dapat digunakan untuk melakukan perancangan baik

untuk perancangan kembali atau perancangan baru, untuk mendapatkan

lingkungan kerja dan juga alat kerja yang memiliki kesesuaian satu sama lain

sehingga menciptakan suatu kenyamanan bagi manusia sebagai penggunanya

saat menggunakannya. Dalam penerapan ergonomi ini digunakan juga

teknologi yang mampu mendukung seluruh pengaturan dan penyesuaian yang

dilakukan.

Tujuan diterapkannya ergonomi dalam kehidupan sehari-hari adalah agar

tercipta suatu lingkungan yang sesuai bagi manusia, sehingga manusia sebagai

pengguna dari lingkungan atau fasilitas tersebut tidak perlu melakukan

penyesuaian terhadap lingkungan atau fasilitas tersebut. Lingkungan atau

fasilitas yang dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan dari manusia

sebagai penggunanya akan menghindarkan manusia dari hal-hal negatif seperti

kecelakaan atau ketidaknyamanan.

2.2. Pengembangan Produk

Pengembangan produk (product development) berdasarkan pendapat

Ulrich-Eppinger merupakan sebuah aktivitas interdisipliner yang

membutuhkan kontribusi dari hampir seluruh fungsi dari sebuah firma. Dimana

tiga fungsi yang menjadi pusat dari pengembangan adalah marketing, design,

dan manufacturing.

Kemudian proses pengembangan produk dapat dijelaskan sebagai a

product development process is the sequence of steps or activities which an

enterprise employs to concieve, design, and commercialize a product. (Karl T.

Ulrich. Steven D. Eppinger, 2008). Menurut Ulrich-Eppinger juga proses

6

pengembangan produk pada prakteknya terkadang dapat dijelaskan secara rinci

namun terkadang ada beberapa pihak atau perusahaan yang tidak bisa

menjelaskan proses pengembangan yang dilakukannya. Begitu pula dengan

setiap proses yang dilakukan, setiap pihak yang melakukan penembangan

produk memiliki proses pengembangan yang tidak sama, sehingga jarang

terjadi kesamaan dalam melakukan pengembangan produk.

2.2.1 Membuat Spesifikasi Produk

Kebutuhan konsumen biasanya diekspresikan dalam bentuk bahasa

konsumen. Bahasa konsumen dapat memberikan sedikit petunjuk khusus

bagaimana mendesain dan proses permesianan produk. Bahasa konsumen ini

menciptakan margin yang besar dan menciptakan interpretasi subyektif. Oleh

karena itu tim pengembangan harus membuat sekumpulan spesifikasi yang

menerjemahkan harga, detail terukur, dalam bentuk apa yang harus dapat

dilakukan oleh produk. Fase tersebut antara lain :

1. Menyiapkan daftar ukuran

2.2.2 Membuat Konsep Produk

Definisi konsep produk adalah gambaran perkiraan dari teknologi,

prinsip pekerjaan, dan bentuk produk. Konsep produk ini dapat berbentuk

gambaran singkat bagaimana produk akan memuaskan kebutuhan konsumen.

Sebuah konsep biasanya diekspresikan berupa sketsa atau model 3 dimensi

kasar dan diikuti dengan gambaran yang kuat berupa teks. Derajat kepuasan

konsumen dan dan kesuksesan secara komersial bergantung pada besarnya

ukuran kualitas konsep yang mendasarinya.

Fase ini mempunyai 5 tahap:

1. Mengklarifikasi masalah

2. Pencarian eksternal

3. Pencarian internal

4.Mengeksplorasi secara sistematis

7

2.2.3 Pemilihan Konsep

Yang dimaksud pemilihan konsep disini adalah proses mengevaluasi

konsep dengan memperhatikan kebutuhan konsumen dan membandingkan

kekuatan dan kelemahan konsep secara relatif dan memilih salah satu atau

lebih konsep untuk pengembangan selanjutnya.

Metodologi pemilihan konsep terdiri dari dua tahap yaitu Concept

Screening dimana tujuan dari konsep ini adalah mempersempit jumlah konsep

secara cepat dan memperbaiki konsep. Adapun yang kedua adalah Concept

Scoring, konsep ini ditentukan oleh jumlah bobot dari rating.

2.3. Kondisi Lingkungan Fisik Kerja Yang Mempengaruhi Aktivitas Kerja

Manusia

Manusia sebagai makhluk “sempurna” tetap tidak luput dari kekurangan,

dalam arti kata segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dirinya sendiri (intern) atau mungkin

dari pengaruh luar (extern). Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah

kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat

kerja seperti temperatur, sirkulasi udara, pencahayaan, warna dan lain-lain.

Dibawah ini akan dijelaskan faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi

lingkungan kerja yang berasal dari luar.

1. Temperatur

Temperatur tubuh manusia selalu tetap (konstan). Di bagian dalam otak,

jantung, dan di dalam perut, temperaturnya berfluktasi sekitar 370 Celcius

yang disebut sebagai temperatur inti utama (core temperature). Suatu core

temperature yang konstan adalah merupakan prasayarat untuk fungsi

normal dari fungsi vital yang paling penting. Secara psikologis dikatakan

oleh Grandjean (1986) bahwa jika temperatur sekeliling sangatlah dingin

maka akan ada perbedaan temperatur yang menyolok (steep temperature

gradient) pada bagian kulit akan menurun sampai 350 Celcius. Sedangkan

dalam suhu sekeliling yang hangat masih berada sekitar 35-360 Celcius yang

hanya berada sekitar beberapa milimiter dibawah kulit.

Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan

memberikan pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut:

8

a. ± 490 C : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh

diatas tingkat kemampuan fisik dan mental. Lebih kurang 300

Celcius. Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan

cenderung untuk membuat kesalahn dalam pekerjaan sehingga

timbul kelelahan fisik.

b. ± 300 C : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan

cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan sehingga

timbul kekelahan fisik.

c. ± 240 C : Kondisi optimum

d. ± 100 C : Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul

Sumber : Wignjosoebroto, S. (2003). Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya.

2. Meja

Hubungan antara dimensi manusia dan ukuran tubuh dari orang yang

sedang duduk dan lemari arsip juga merupakan pertimbangan yang lain.

Tinggi mata pemakai dalam posisi berdiri dan duduk, serta hubungannya

dengan ketinggian partisi rendah dalam sistem terbuka (open-plan) juga

merupakan faktor antropometrik yang harus dipertimbangkan.

Zona kebutuhan kerja haruslah cukup besar untuk mengakomodasi

kertas-kertas kerja, peralatan-peralatan yang dibawa dosen. Dibawah ini

adalah gambar serta ukuran yang sesuai dengan ukuran meja.

Sumber: (Julius Panero, 2003, hal. 182)

Gambar 2.1 Meja Tulis Dengan Pengarsipan, Tempat Penyimpanan dan

Sirkulasi Terbatas

9

Sumber: (Julius Panero, 2003, hal. 182)

Gambar 2.2 Ukuran Meja Tulis Dengan Pengarsipa, Tempat

Penyimpanan dan Sirkulasi Terbatas

Sumber: (Julius Panero, 2003, hal. 183)

Gambar 2.3 Pos Kerja Dengan Pengarispan dan Tempat Penyimpanan

10

Sumber: (Julius Panero, 2003, hal. 183)

Gambar 2.4 Ukuran Pos Kerja Dengan Pengarsipan dan Tempat

Penyimpanan

3. Pencahayaan

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pencahayaan adalah proses,

cara, perbuatan memberi cahaya. Cahaya adalah prasyarat untuk penglihatan

manusia terutama dalam mengenali lingkungan dan menjalankan

aktifitasnya (Oktavia, 2010, 9). Pada dasarnya objek yang kita lihat adalah

pantulan cahaya dari objek tersebut. Oleh sebab itu bagaimana kita melihat

dan merespon sekeliling kita sangat tergantung dari jenis pencahayaan yang

digunakan.

Terdapat perbedaan mendasar antara pencahayaan dan penerangan.

Pencahayaan lebih menekankan sifat-sifat penyinaran yang harus

dipelajari oleh seorang perancang interior. Penerapan pencahayaan yang

baik tidak bisa lepas dari pemanfaatan cahaya alami yang optimal dan

buatan yang efisien. Sedangkan penerangan hanya sekedar membuat

ruangan menjadi terang. Di lain pihak, pencahayaan yang kurang dapat

membuat kita kesulitan merespon sekitar, sedangkan pencahayaan

berlebihan dapat mengakibatkan silau (glare) sehingga pengguna tidak

nyaman.

11

A. Fungsi Pencahayaan

Buku yang diletakan dimeja akan terlihat dengan bantuan cahaya.

Ruang tamu yang telah didesain apik dapat dinikmati dengan bantuan

cahaya. Cahaya memiliki fungsi yang sangat penting khususnya pada

rumah tinggal. Pengaturan cahaya (pencahayaan) yang baik membuat

ruangan tertentu menjadi nyaman untuk dijadikan tempat beristirahat.

Berikut ini ada tabel tingkat pencahayaan.

Tabel 2.1 Tingkat Pencahayaan

Lux Contoh

20 Humanisasi Minimum

100 Kamar tidur hotel

1000 Gambar yang sangat teliti

2000 Pekerjaan secara rinci dan presisi

3Pencahayaan setempat untuk pekerjaan teliti

750 Pembacaan untuk koreksi tulisan

350Pencahayaan umum untuk perkantoran,

pertokoan, membaca, menulis

400 Ruang gambar

Macam Pekerjaan

1Pencahayaan untuk

daerah yang tidak terus menerus dipergunakan

50Parkir dan daerah sirkulasi didalam

ruangan

2

200Membaca dan menulis yang terus

menerus.

Pencahayaan untuk bekerja didalam ruangan

Sumber : SNI 03-6579-2002 Perencanaan Teknis Konservasi Energi Pada Bangunan Rumah dan

Gedung (2002)

2.4. Penggunaan Anak Tangga Pada Panggung

2.4.1. Ukuran Lebar dan Tinggi Anak Tangga

Panggung pada area kelas merupakan area yang digunakan narasumber

(dosen) untuk proses belajar mengajar. Panggung pada area kelas ini terdapat

tangga. Tangga adalah sebuah konstruksi yang dirancang untuk menghubungi

dua tingkat vertikal yang memiliki jarak satu sama lain.

Pada tangga terdapat anak tangga. Anak tangga merupakan elemen dari

tangga yang perlu perhatian cukup penting. Karena sering dilalui untuk naik

turun pengguna, bahan permukaan anak tangga harus benar-benar aman,

nyaman agar terhindar dari kemungkinan kecelakaan seperti terpeleset karena

licin atau terlalu sempit.

12

Pada lebar tangga, standar minimal lebar tangga yang nyaman dan aman

untuk satu orang pengguna adalah 60 cm. Semakin lebar tentunya semakin

nyaman dan semakin banyak penggunanya dalam satu waktu. Dan pada

bagian tinggi anak tangga berkisar antara 15 – 18 cm.

2.5. Penempatan Papan Tulis

Papan tulis yang digunakan sebagai sarana belajar kadang-kadang

ditempatkan pada tempat yang tidak ergonomis, sehingga dapat memunculkan

gangguan fisiologis pada mahasiswa saat membaca tulisan atau pesan yang

dibuat di papan tulis tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu

diketahui kaidah-kaidah ergonomi yang dapat digunakan sebagai acuan di

dalam penempatan papan tulis tersebut. (Sutajaya, 2007)

(Nurmianto, 2008, hal. 350)

Gambar 2.5 Pengamat Pria Pada Posisi Duduk

(Nurmianto, 2008, hal. 353)

Gambar 2.6 Jarak Dari Layar Hingga Baris Pertama

13

Dari gambar 2.5 diketahui bahwa batasan sudut pandang mata posisi

pada saat duduk diketahui yaitu 500, akan tetapi untuk sudut pandang yang

ideal untuk sudut pandang mata dalam posisi duduk adalah 300-330. Untuk

dapat meletakkan posisi papan tulis yang ergonomis maka disesuaikan dengan

mempertimbangkan mahasiswa yang duduk paling depan dan paling belakang,

sehingga rotasi mata mereka tetap berada pada 300-330. (Nurmianto, 2008)

2.6. Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effectc Diagram)

Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan

hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses

statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-

faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan

oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut

sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti

kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) karena pertama kali

diperkenalkan oleh Prof. Kaouru Ishikawa pada tahun 1943.

Manfaat diagram sebab-akibat tersebut antara lain:

1. Dapat menggunakan kondisi yang sesungguhnya untuk tujuan perbaikan

kualitas produk atau jasa, lebih efisien dalam penggunaan sumber daya,

dan dapat mengurangi biaya

2. Dapat mengurangi dan menghilangkan kondisi yang menyebabkan

ketidaksesuain produk atau jasa

3. Dapat membuat suatu standardisasi operasi yang ada maupun yang

direncanakan

4. Dapat memberikan pendidikan dan pelatihan bagi karyawan dalam

kegiatan pembuatan keputusan dan melakukan tindakan perbaikan.

Langkah-langkah pembuatan diagram sebab – akibat dapat dikemukakan

sebagai berikut :

1. Mulai dengan pernyataan masalah utama yang penting dan mendesak

untuk diselesaikan

2. Tuliskan pernyataan masalah pada ”kepala ikan” yang merupakan akibat

(effect)

14

3. Tuliskan faktor–faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang

mempengaruhi masalah kualitas sebagai ”tulang besar”, juga

ditempatkan dalam kotak

4. Tuliskan penyebab–penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab–

penyebab utama

5. Tuliskan penyebab–penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab –

penyebab sekunder

6. Tentukan item–item yang penting dari setiap faktor dan tandai faktor

penting yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap

karakteristik kualitas. Catat informasi yang perlu di dalam diagram

sebab–akibat itu.

2.7. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Salah satu metode yang bisa digunakan untuk mengetahui/mengukur

keandalan (realibility) adalah dengan menggunakan FMEA. FMEA adalah

metode yang dapat digunakan untuk mencegah dan menghilangkan cacat yang

bisa muncul dalam proses manufaktur (Dudek-Burlikowska, 2011) . FMEA

juga merupakan serangkaian aktivitas yang memiliki tujuan untuk mengenali

dan mengevaluasi potensi kegagalan dari suatu proses dan akibatnya,

mengidentifikasi tindakan yang mampu mengurangi atau menghilangkan

kemungkinan kegagalan, dan mendata keseluruhan proses yang terjadi

(Besterfield, Dale H; Besterfield-Michna, Carol; Besterfield, Gale H;, 2003).

Untuk melakukan antisipasi agar tidak timbulnya kegagalan maka harus

dilakukan identifikasi penyebab dari kegagalan, setelah diketahui maka

dilakukanlah pencegahan terhadap penyebab kegagalan tersebut agar tidak

timbul. Hal ini dapat dilakukan oleh FMEA dengan menggunakan kriteria

occurance dan detection probability serta kriteria severity. Agar penggunaan

FMEA dapat berhasil maka perlu dilakukan pembaharuan setiap muncul

masalah/kegagalan. Berikut adalah tabel Severity, tabel occurance, dan tabel

detection.

15

Tabel 2.2 Severity Rating Table

Appearance of the

defect (Severity)

FMEA - Products/Design/Process

1 The appearance of the defect is almost impossible

2-3 The defect very rarely appears

4-6 The defect appears occasionally, every now and then

7-8 The defect often appears

9-10 Almost it isn't possible to avoid the defect

Sumber: (Dudek-Burlikowska, 2011, p. 95)

Tabel 2.3 Occurance Rating Table

Meaning of the

defect

(Occurrence)

FMEA - Products/Design/Process

1 There is no meaning

2-3 Meaning of the defect is little and construct for little

worsening the jurisdiction of the product

4-6 The defect in the product evokes the distinct

dissatisfaction of the user

7-8 The dissatisfaction of the user is great, because is

triggered with impossibility of using the product

9-10 The defect in the product threatens the safety of the user

Sumber: (Dudek-Burlikowska, 2011, p. 95)

Tabel 2.4 Detection Rating Table

Detectability of

the defect

FMEA - Products/Design/Process

1-2 Very high

3-4 High

5-6 Average

7-8 Low

9 Very low

10 None

Sumber: (Dudek-Burlikowska, 2011, p. 95)

16

2.8. Pengertian dan Tahap Merancang Kuesioner

Kuisoner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh

periset untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses

komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan (Churchill, 2005).

2.8.1 Merancang Kuesioner

Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam merancang kuisioner

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tetapkan informasi yang ingin diketahui

Pastikan mempunyai pemahaman yang baik dan yang ingin diketahui.

Susunlah pertanyaan sedemikian rupa, review pertanyaan secara periodik

ketika sedang menyusun kuesioner, lakukan pencarian atas pertanyaan

mengenai permasalahan yang ada

2. Tentukan isi dari masing-masing pertanyaan

Pastikan bahwa setiap pertanyaan adalah penting dan hanya berkaitan

dengan permasalahan yang ada. Pecahilah satu pertanyaan yang dapat

dijawab dari kerangka referensi, yang mencerminkan kerangka acuan

referensi yang mungkin digunakan

3. Tentukan banyak respon atas setiap pertanyaan

Gunakan pertanyaan terbuka atau open-ended yang hanya memerlukan

jawaban singkat untuk mengawali suatu kuesioner. Jika pertanyaan

opend-ended atau terbuka menjadi pertanyaan dengan respons tetap guna

mengurangi beban kerja responden. Menyadari bahwa mungkin ada

responden yang bersikap netral. Apabila menggunakan pertanyaan

pilihan berganda, pastikan pilihannya lengkap serta bersifat mutually.

4. Tentukan kata-kata yang digunakan untuk setiap pertanyaan

Gunakan kata-kata yang sederhana. Hindari kata-kata dan pertanyaan

yang bermakna ganda. Gunakan kalimat-kalimat yang sederhana dan

hindari kalimat-kalimat yang sama. Buatlah pertanyaan spesifik

mungkin.

5. Tentukan urutan pertanyaan

Gunakan pertanyaan yang sederhana dan menarik sebagai pembuka.

Ajukan pertanyaan yang sulit atau sensitif pada bagian akhir kuesioner

ketika hubungan yang baik telah terjamin. Jawablah pertanyaan

mengenai suatu topik sebelum melangkah ke pertanyaan selanjutnya.

17

2.9. Pengertian Desain

Dalam masalah perancangan tata ruang, semua aspek yang mencakup

unsur- unsur keindahan dari berbagai macam aspek sehingga pada akhirnya

memberikan kepuasan bagi si penghuni atau dengan kata lain bahwa

perancangan desain tersebut haruslah dapat memenuhi berbagai kebutuhan

penghuni secara memuaskan. Desain adalah suatu sistem yang berlaku untuk

segala macam jenis perancangan di mana titik beratnya adalah melihat sesuatu

persoalan tidak secara terpisah atau tersendiri, melainkan sebagai suatu

kesatuan di mana satu masalah dengan lainnya saling kait-mengkait. Dengan

sistem disain, perancangan dilakukan dalam 3 tahap dengan urutan sebagai

berikut:

1. Pengumpulan berbagai macam permasalahan

2. Meneliti masalah satu persatu

3. Mengelompokkan masalah tersebut, sehingga cara penyelesaian dari

keseluruhannya dapat tersusun dengan jelas.

Manusia selalu cenderung untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang

berbeda pada tiap ruang, sehingga seorang perancang disain harus mengatur

cara-cara atau membuat ruang-ruang menjadi berbeda-beda pula dalam fungsi

karena faktor utama dalam sistem perancangan disain selalu menitik beratkan

pada unsur-unsur:

a. Manusia

b. Ruang

c. Lingkungan

Ketiga faktor tersebut harus dipelajari satu persatu karena dengan

memperhatikan kepentingan ketiga unsur tadi akan dihasilkan suatu

perancangan dasar yang lebih mantap. Faktor manusia sebagai subjek yang

menempati ruang dengan ikatan lingkungan terpaut padanya harus dijaga

kesatuannya agar menghasilkan karya yang mampu mencerminkan suasana

dari aktivitas yang terjadi dalam ruang tersebut. Maksud dari sistem disain

yaitu mengutamakan unsur-unsur disain dari semua benda-benda yang

dibutuhkan, dimana perancang dituntut memiliki landasan dan motivasi yang

kuat untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal dalam profesinya dengan

menciptakan disain-disain baru guna memenuhi kebutuhan esensil yang sejalan

18

2.10. Pengertian Estetika

Secara etimologi, estetika berasal dari kata aesthesis (Yunani) yang

artinya mengamati. Estetika juga dapat berasal dari kata aisthenasthai

(mengamati secara jasmani), juga dapat berasal dari kata aesthetikos

(pengamatan dengan penginderaan). Sehingga estetika berkaitan dengan alat

yang dipakai untuk mengamati yaitu indera manusia yang ada secara jasad.

(ESTETIKA DALAM ARSITEKTUR, 2010). Kata “mengamati”, berarti ada

obyek yang diamati. Obyek tersebut berada di luar subyek “mengamati”

dengan indera yang lain yaitu indera pendengaran, indera perabaan, dan indera

penciuman serta indera perasa. Sehingga obyek estetis (obyek yang diamati

yang bernilai keindahan) tidak hanya lukisan, arsitektur, kerajinan tangan dan

lain-lain.

Walaupun pengamatan dilakukan melalui indera tetapi estetis berkaitan

dengan “rasa” yang melibatkan akal dan hati. Dalam Bahasa Inggris estetika

diartikan sebagai to perceive/to sense. Hal ini menjadikan pelibatan “oleh rasa”

sangat diperlukan yang kemudia hal ini menyentuh kesadaran dala diri manusia

yang diungkapkan dalam obyek estetis dan apresiasi seni. Untuk Arsitektur

maka objek estetisnya adalah Arsitektur dan senimannya disebut arsitek dan

kritikus Arsitektur.

2.11. Bahan Material Tangga

Dalam memilih material untuk sebuah tangga tidak bisa sembarangan,

karena setiap material memiliki karakternya tersendiri. Dari segi kekuatan, sisi

visual, dan efektifitas terhadap bentuk tangga yang diingin. Ada beberapa

bahan material yang digunakan untuk tangga, yaitu :

a. Kayu

Visual kayu juga memiliki daya tarik tersendiri yang tak tergantikan oleh

material lain. Motif serat kayu dan aneka ragam warna alaminya

membuat kayu menjadi material yang disukai pasar serta umum

digunakan. Karena itu kayu tidak hanya dapat digunakan sebagai

material struktur, tetapi juga umum digunakan sebagai aksen dan

pemanis dalam sebuah tangga

19

2.12. DFM (Designed For Manufacturing)

Untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan serta dapat menciptakan

suatu produk yang tepat guna dibutuhkan metodologi yang dapat digunakan

untuk melakukan pengembangan konsep terhadap produk yang diinginkan

tersebut. Salah satu metodologi yang biasa digunakan adalah designed for

manufacturing (DFM), yang merupakan suatu metodologi yang langsung

mengarah pada biaya produksi (manufacturing cost) dari pembuatan produk

yang diinginkan tersebut.

Biaya produksi merupakan salah satu bagian penting dari kesuksesan

suatu produk secara ekonomi. Kesuksesan secara ekonomi bergantung pada

rentang keuntungan yang didapat dari setiap penjualan produk serta berapa

banyak produk yang dapat dijual, dimana rentang keuntungan merupakan

perbedaan dari harga jual produk dan biaya pembuatan produk.

Design for manufacturing merupakan salah satu penerapan terpadu yang

menyangkut dalam pengembangan produk. Dalam penggunaannya DFM

memanfaatkan beberapa tipe informasi, yaitu :

1. Sketsa, gambar, spesifikasi produk, dan desain alternatif

2. Penjelasan tentang produk serta proses perakitannya

3. Perkiraan biaya produksi, volume produksi, serta ramp-up timing.

Penerapan DFM memerlukan keikutsertaan dari seluruh anggota tim

pengembangan. Dalam tim ini terdapat beberapa ahli baik dari manufacturing

engineers, cost accountants, bagian produksi serta product designers.

Penggunaan DFM dimulai pada saat pengembangan konsep produk.

Dalam tahap ini biaya merupakan salah satu kriteria yang menentukan

keputusan yang akan diambil.

Proses-proses yang terdapat pada DFM adalah:

1. Estimasi biaya produksi (estimate the manufacturing cost)

a. Component costs

Dari satu produk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu standard

component dan custom component.

b. Assembly costs

Proses assembly akan membutuhkan biaya untuk pekerjanya (labor

costs), biaya untuk peralatan dan perlengkapan yang digunakan

(equipment and tooling costs).