BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00423-MN Bab...
-
Upload
trankhuong -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRANthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2008-2-00423-MN Bab...
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya manusia
Menurut Hasibuan (2007, p.9) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya untuk mencapai suatu
kebutuhan tertentu. Sedangkan sumber daya manusia menurut Sihotang (2007, p.8)
mengandung pengertian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi, yaitu
sumber daya manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat umum.
Pada hakikatnya, manajemen sumber daya manusia merupakan gerakan pengakuan
terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat
dominan pada setiap organisasi. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan, sehingga mampu
memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi maupun
pencapaian tujuan pribadi sumber daya manusia sendiri.
Sihotang (2007, p.10) berpendapat bahwa manajemen sumber daya manusia adalah
keseluruhan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan terhadap
kegiatan pengadaan seleksi, pelatihan, penempatan, pemberian kompensasi,
pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia untuk
tecapainya berbagai tujuan individu, masyarakat, pelanggan pemerintah, dan organisasi yang
bersangkutan. Pada pembahasan kali ini hanya akan dibahas mengenai kompensasi, motivasi
kerja, dan kinerja.
9
10
2.1.2 Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam bukunya, Hasibuan (2007, p.14-15) menuliskan bahwa manajemen sumber
daya manusia mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah-
masalah sebagai berikut:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asas the
rigth man in the right place and the right man in the rigth job.
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa yang
akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan, dan penilaian prestasi/kinerja karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
Peranan manajemen SDM sangat menentukan bagi terwujudnya tujuan, tetapi untuk
memimpin unsur manusia ini sangat sulit dan rumit. Tenaga kerja manusia selain mampu,
cakap, dan terampil, juga tidak kalah pentingnya kemauan dan kesungguhan mereka untuk
bekerja efektif dan efisien. Kemampuan dan kecapakan kurang berarti jika tidak diikuti moral
kerja dan kedisiplinan karyawan dalam mewujudkan tujuan.
11
2.1.3 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Hasibuan (2007, p.21) berpendapat bahwa fungsi manajemen sumber daya manusia
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintregrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan
pemberhentian.
Pengorganisasian atau Organizing
Perencanaan atau Planning
Kedisiplinan
Pengarahan atau Directing
Pengendalian atau Controlling
Pengembangan atau Developement
Pengadaan atau Procurement
Kompensasi atau Compensation
Pemberhentian atau Separation
Fungsi-fungsi Manajemen SDM
Pemeliharaan atau Maintenance
Pengintegrasian atau Integration
Gambar 2.1 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber: Hasibuan (2007, p.25)
12
Menurut Hasibuan (2007, p.87) setelah karyawan diterima, ditempatkan, dan
diperkerjakan, selanjutnya adalah dilakukan penilaian kinerja karyawan. Karena dengan
penilaian kinerja dapat diketahui kinerja yang dapat dicapai setiap karyawan. Hal ini
termasuk di dalam proses pengembangan atau development.
Hasibuan (2007, p.136) menuliskan dalam bukunya bahwa pengintegrasian adalah
kegiatan menyatukan keinginan karyawan dan kepentingan perusahaan, agar tercipta
kerjasama yang memberikan kepuasan. Usaha untuk pengintegrasian dilakukan salah
satunya melalui motivasi.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan kompensasi, motivasi kerja, dan
kinerja merupakan variabel-variabel yang terdapat dalam manajemen sumber daya manusia.
2.2 Kompensasi
2.2.1 Pengertian Kompensasi
Menurut Hasibuan (2007, p.118), kompensasi adalah semua pendapatan yang
berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai
imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Perusahaan mengharapkan agar
kompensasi yang dibayarkan memperoleh imbalan prestasi kerja yang lebih besar bagi
karyawan. Jadi, nilai prestasi kerja karyawan harus lebih besar dari kompensasi yang dibayar
perusahaan, agar perusahaan mendapatkan laba dan kontinuitas perusahaan terjamin.
Dalam bukunya, Wibowo (2007, p.134) menulis, Wether dan Davis (1996:379)
mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas
kontribusinya kepada organisasi. Kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap
penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Kompensasi juga
merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas
penggunaan tenaga kerjanya.
13
Notoadmodjo (2003, p.153) berpendapat, kompensasi adalah sesuatu yang diterima
oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi bukan hanya penting
untuk para karyawan saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu sendiri. Karena
program-program kompensasi adalah merupakan pencerminan agar organisasi tersebut
dapat mempertahankan sumber daya manusia. Jika organisasi tidak memperhatikan dengan
baik tentang kompensasi bagi karyawannya, tidak mustahil organisasi itu lambat laun akan
kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Hal ini berarti harus mengeluarkan
biaya lagi untuk mencari tenaga baru, dan atau melatih tenaga yang sudah ada untuk
menggantikan karyawan yang keluar.
Berdasarkan seluruh definisi di atas, secara ringkas dapat didefinisikan kompensasi
adalah semua balas jasa baik berbentuk uang, barang langsung, atau tidak langsung yang
diberikan kepada karyawan atas kontribusi karyawan dalam mencapai tujuan atau sasaran
organisasi.
2.2.2 Jenis Kompensasi
Triton (2007, p.125) menjelaskan, kompensasi yang diberikan kepada karyawan
berdasarkan sifat penerimaannya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu:
1. Kompensasi yang bersifat finansial. Kompensasi yang bersifat finasial adalah
kompensasi yang diterima oleh karyawan dalam bentuk uang atau bernilai uang.
Termasuk dalam jenis kompensasi bersifat finansial adalah gaji atau upah,
bonus, premi, pengobatan, asuransi dan lain-lain sebagainya yang dibayarkan
oleh organisasi atau perusahaan.
2. Kompensasi yang bersifat non finansial. Kompensasi yang bersifat non finansial
diberikan oleh organisasi atau perusahaan terutama dengan maksud untuk
14
mempertahankan karyawan dalam jangka panjang. Termasuk dalam kompensasi
yang bersifat non finansial adalah penyelengaraan program-program pelayanan
bagi karyawan yang berupaya untuk menciptakan kondisi dan lingkungan kerja
yang menyenangkan, seperti program wisata, penyediaan fasilitas kantin atau
cafetaria, penyediaan tempat beribadat di tempat kerja, penyediaan lapangan
olahraga dan sebagainya.
Berdasarkan mekanisme penerimaannya kompensasi dapat dibedakan ke dalam dua
macam, yaitu:
1. Kompensasi langsung, yaitu kompensasi yang penerimaannya tidak secara
langsung berkaitan dengan prestasi kerja, yaitu upah dan gaji.
2. Kompensasi perlengkapan atau kompensasi tidak langsung, yaitu kompensasi
yang penerimaannya tidak secara langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
Yang termasuk dalam dalam kompensasi tidak langsung yaitu (1) perlindungan
umum, seperti jaminan sosial, pengangguran dan cacat; (2) perlindungan pribadi
dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan, asuransi; (3)
pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti
kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; (4) tunjangan siklus hidup dalam
bentuk bantuan hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program
kesehatan, dan konseling.
Sedangkan Muljani (2002) dalam jurnalnya berpendapat bahwa pada prinsipnya
imbalan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu imbalan intrinsik dan imbalan ekstrinsik.
Imbalan intrinsik yaitu imbalan yang diterima karyawan untuk dirinya sendiri. Biasanya
imbalan ini merupakan nilai positif atau rasa puas karyawan terhadap dirinya sendiri karena
telah menyelesaikan suatu tugas yang baginya cukup menantang. Teknik-teknik
pemerkayaan pekerjaan, seperti pemberian peran dalam pengambilan keputusan, tanggung
15
jawab yang lebih besar, kebebasan dan keleluasaan kerja yang lebih besar dengan tujuan
untuk meningkatkan harga diri karyawan, secara intrinsik merupakan imbalan bagi karyawan.
Imbalan ekstrinsik mencakup kompensasi langsung, kompensasi tidak langsung, dan
imbalan bukan uang. Termasuk dalam kompensasi langsung antara lain adalah gaji pokok,
upah lembur, pembayaran insentif, tunjangan, bonus; sedangkan termasuk kompensasi tidak
langsung antara lain jaminan sosial, asuransi, pensiun, pesangon, cuti kerja, pelatihan dan
liburan. Imbalan bukan uang adalah kepuasan yang diterima karyawan dari pekerjaan itu
sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau phisik dimana karyawan bekerja. Termasuk
imbalan bukan uang misalnya rasa aman, atau lingkungan kerja yang nyaman,
pengembangan diri, fleksibilitas karier, peluang kenaikan penghasilan, simbol status, pujian,
dan pengakuan.
Imbalan bukan uang juga penting untuk diperhatikan oleh perusahaan, misalnya
mengenai rasa aman dan simbol status. Disadari atau tidak, sebenarnya setiap orang ingin
memperoleh dan menggunakan simbol-simbol status tertentu untuk memuaskan
kebutuhannya. Semakin banyak simbol status yang dimilikinya, misalnya memperoleh
fasilitas perumahan, fasilitas kendaraan, atau memperoleh kenaikan pangkat, maka
karyawan yang bersangkutan akan merasa berhasil memuaskan kebutuhannya. Salah satu
kebutuhan yang terpuaskan itu misalnya kebutuhan untuk dihargai dan dihormati oleh
orang-orang dalam lingkungan kerjanya atau masyarakat di sekitarnya. Status merupakan
faktor motivasional yang penting, sebab status dipandang sebagai peringkat prestise
seseorang dalam suatu organisasi, seperti jabatan, pangkat, dan fasilitas yang diperoleh.
Imbalan ekstrinsik dapat dikatakan lebih penting daripada imbalan intrinsik. Namun
bukan berarti imbalan intrinsik tidak penting. Memang bagi sebagian besar karyawan,
terutama yang dalam struktur organisasi perusahaan berada pada tingkat paling rendah,
misalnya buruh, kebutuhan fisiologis dirasakan sebagai kebutuhan yang utama. Hal inilah
16
yang menyebabkan imbalan ekstrinsik menjadi lebih mendominasi dan dirasa lebih penting
dibandingkan imbalan intrinsik. Bagi kelompok karyawan yang telah memiliki jaminan
kebutuhan fisiologis dan rasa aman, maka imbalan intrinsik guna meningkatkan harga dirinya
menjadi motivasi utama dalam bekerja.
2.2.3 Tujuan Kompensasi
Tujuan kompensasi menurut Hasibuan (2007, p.121) adalah sebagai ikatan
kerjasama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta
pengaruh dari serikat buruh dan pemerintah. Penjelasan secara ringkas utnuk masing-masing
tujuan kompensasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan ikatan kerjasama
Kompensasi ini dilakukan dengan tujuan agar antara karyawan dengan pemilik
perusahaan dapat terjalin suatu ikatan kerjasama yang lebih kuat, terutama
dengan disepakatinya kompensasi sebagai bagian dari perjanjian kerjasama.
Ikatan perjanjian atau kesepakatan ini akan memungkinkan terjadinya
kerjasama, dimana karyawan berperan sebagai pekerja dan pemilik perusahaan
berperan sebagai pemberi balas jasa atas segala kerja keras yang telah diberikan
oleh karyawan kepada perusahaan.
2. Tujuan kepuasan kerja
Tujuan kepuasan kerja adalah agar karyawan yang telah memberikan kontribusi
melalui pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya dapat terpuaskan karena
pemberian kompensasi memungkinkan karyawan merasa dihargai, dan juga
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan karyawan baik yang bersifat fisik, status
sosial, dan egoistiknya.
17
3. Tujuan pengadaan efektif
Tujuan ini dapat dicapai antara lain dengan penetapan program pemberian
kompensasi yang cukup besar. Dengan program kompensasi yang besar, maka
pengadaan karyawan berkualitas yang dibutuhkan oleh perusahaan akan dengan
mudah dipenuhi.
4. Tujuan motivasi
Motivasi ini berkaitan juga dengan peluang reward yang bernilai, oleh karena itu
tujuan motivasi melalui pemberian kompensasi akan lebih mudah dicapai oleh
perusahaan atau manajemen apabila program kompensasi dirasakan cukup
besar oleh karyawan. Karena itu umpan balik setelah pemberian kompensasi
perlu dilakukan kepada karyawan untuk memastikan bahwa karyawan cukup
termotivasi oleh kompensasi yang diberikan oleh perusahaan.
5. Tujuan stabilitas karyawan
Tujuan stabilitas karyawan melalui pemberian kompensasi akan mudah tercapai
apabila karyawan menilai bahwa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan
sudah ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kelayakan, serta
didukung oleh konsistensi eksternal. Stabilitas karyawan setelah diberikannya
kompensasi dapat diketahui relatif kecilnya turn over maupun pengunduran diri
oleh karyawan dari pekerjaan yang selama ini ditekuninya.
6. Tujuan disiplin
Kompensasi hendaknya ditetapkan sedemikian rupa, sehingga karyawan merasa
mendapatkan balas jasa yang setimpal atas pekerjaan yang telah dilakukannya.
Perasaan ini akan membuat karyawan enggan pindah pekerjaan apalagi
diberhentikan oleh PHK, oleh karena itu dengan penuh kesadaran karyawan akan
senantiasa mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
18
7. Tujuan meminimalisasi protes serikat buruh
Karyawan yang menilai kompensasi cukup besar dan adil, tentunya akan lebih
berkonsentrasi pada pekerjaannya, sehingga dengan sendirinya penyaluran
aspirasi negatif atau bentuk-bentuk protes yang bersifat kontraproduktif kepada
dan melalui serikat buruh dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan
sama sekali di lingkungan perusahaan.
8. Tujuan meminimalisasi intervensi pemerintah
Karyawan yang menilai bahwa kompensasi yang diterimanya cukup besar, adil,
dan sesuai dengan Undang-Undang Perburuhan tentunya tidak akan
mengeluarkan suara-suara sumbang yang sampai ke telinga pemerintah.
Pemerintah tidak akan intervensi apabila pemerintah merasa bahwa organisasi
atau perusahaan telah menyalahi Undang-Undang Perburuhan yang telah
ditetapkan.
2.2.4 Asas Kompensasi
Keadilan dan kelayakan dalam pemberian kompensasi kepada karyawan sangat
dibutuhkan untuk menjamin kepuasan kerja pada karyawan. Asas kompensasi menurut
Hasibuan (2007, p.122) adalah adil dan layak dengan memperhatikan Undang-Undang
Perburuhan yang berlaku. Berikut ini diuraikan secara ringkas dan padat mengenai asas-asas
pemberian kompensasi:
1. Asas Adil
Adil dalam pemberian kompensasi bukanlah berarti bahwa setiap karyawan akan
mendapatkan kompensasi dengan jumlah yang sama, tetapi justru nilai
kompensasi yang diberikan kepada karyawan hendaknya memnuhi dan sesuai
dengan kinerja, prestasi, produktivitas, kualitas pekerjaan, resiko pekerjaan,
19
tingkat tanggung jawab pekerjaan, jabatan pekerja, serta memenuhi syarat
internal konsistensi. Asas adil dalam pemberian kompensasi ini dalam jangka
panjang apabila telah terpenuhi akan memungkinkan tercapainya kondisi
pekerjaan yang diwarnai oleh kerjasama yang baik, semangat kerja yang baik,
disiplin, stabil, dan terciptanya suasana kerja yang menyenangkan (jotful).
2. Asas Layak dan Wajar
Asas yang layak dan wajar berarti kompensasi yang diterima karyawan
hendaknya dapat memenuhi harapan karyawan dan sesuai dengan pekerjaan
yang dilakukannya. Kriteria layak dan tidak biasanya ditentukan berdasarkan
ketentuan upah minimum yang diberlakukan oleh pemerintah dan konsistensi
eksternal lainnya. Pemberian kompensasi yang layak dan wajar juga sangat
penting disesuaikan dengan konsistensi eksternal mengingat setiap perusahaan
sangat penting untuk mengurangi berbagai tuntutan dari serikat pekerja, dan
pada akhinya dapat menjamin bertahannya karyawan-karyawan yang
berkualitas.
2.2.5 Metode Kompensasi
Metode kompensasi dapat dibedakan secara umum dalam metode tunggal dan
metode jamak, sebagaimana dikemukakan oleh Hasibuan (2007, p.123):
1. Metode tunggal adalah suatu metode dalam penetapan gaji pokok yang hanya
didasarkan atas ijazah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan.
Selanjutnya tingkat golongan dan gaji pokok dari seseorang hanya ditetapkan
atas ijazah terakhir yang menjadi standarnya. Sebagai contoh, pada instansi
pemerintah sudah ada ketetapan bahwa seseorang dengan ijazah formal S-1,
20
maka golongannya adalah IIIa, dan hal ini berlaku sama untuk setiap
departemen.
2. Metode Jamak adalah suatu metode dimana dalam gaji pokok penentuannya
dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, tidak hanya ijazah, tetapi juga
pertimbangan-pertimbangan lainnya, misalnya, pertimbangan sikap keluarga,
tanggungan dalam keluarga, dan lain sebagainya. Dengan pertimbangan yang
cukup banyak ini, maka standar gaji pokok dalam metode banyak ini pasti tidak
ada. Metode standar ganda ini dalam kenyataan sehari-hari dapat dijumpai pada
perusahaan-perusahaan yang belum benar-benar profesional dan masih
ditemukan adanya diskriminasi.
Dapat disimpulkan berdasarkan uraian di atas, bahwa perbedaan pokok antara
metode pemberian gaji tunggal dan jamak adalah pada penentuan standar gajinya. Metode
jamak menyebabkan standar gaji menjadi bias dan tidak dapat ditentukan dengan pasti,
sedangkan metode pemberian gaji tunggal hanya mempertimbangkan satu kriteria dan jelas
dapat dipastikan.
2.2.6 Sistem dan Kebijaksanaan Kompensasi
2.2.6.1 Sistem Kompensasi
Terdapat tiga sistem pembayaran kompensasi yang dijelaskan oleh Hasibuan (2007,
p.123) :
1. Sistem waktu.
Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan
standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan sistem
waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun
21
pekerja harian. Sistem waktu biasanya ditetapkan jika prestasi kerja sulit diukur
per unitnya dan bagi karyawan tetap kompensasinya dibayar atas sistem waktu
secara periodik setiap bulannya. Besar kompensasi sistem waktu hanya
didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan kepada prestasi kerjanya.
Kebaikan sistem waktu adalah administrasi pengupahan mudah dan besarnya
kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu adalah
pekerja yang malas pun kompensasinya tetap dibayar sebesar perjanjian.
2. Sistem Hasil (output)
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit
yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Dalam
sistem ini, besarnya kompensasi yang dibayar selalu didasarkan kepada
banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya.
Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan kepada karyawan tetap (sistem waktu)
dan jenis pekerjaan yang tidak mempunya standar fisik, seperti bagi karyawan
bagian administrasi.
Kebaikan sistem hasil memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja
bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang
lebih besar. Jadi prinsip keadilan betul-betul diterapkan. Pada sistem hasil yang
perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh adalah kualitas barang yang
dihasilkan karena ada kecenderungan dari karyawan untuk mencapai produksi
yang lebih besar dan kurang memperhatikan kualitasnya. Manajer juga perlu
memperhatikan jangan sampai karyawan memaksa dirinya untuk bekerja di luar
kemampuannya, sehingga kurang memperhatikan keselamatannya. Sedangkan
kelemahan sistem hasil ialah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan
karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil, sehingga kurang manusiawi.
22
Jadi, sebaiknya diterapkan standar upah minimal supaya unsur kemanusiaan
mendapat perhatian sebaik-baiknya dan diikuti dengan pengupahan insentif.
Kebijaksanaan pengupahan semacam ini akan memberikan kesempatan untuk
maju bagi yang sungguh-sungguh dan mendapat balas jasa besar. Adapun
karyawan yang kurang mampu berprestsi masih mendapat balas jasa minimal
sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan sistem ini, perusahaan
tetap mempunyai peran ekonomis dan sosial. Jadi memberikan kesempatan
untuk maju bagi yang kuat dan memberikan perlindungan bagi yang lemah.
3. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa
didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan
besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan cukup rumit, lama
mengerjakannya, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
Jadi, dalam sistem borongan pekerja bisa mendapat balsa jasa besar atau kecil,
tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.
2.2.6.2 Kebijaksanaan Kompensasi
Menurut Hasibuan (2007, p.126), kebijaksanaan kompensasi baik besarnya,
susunannya, maupun waktu pembayarannya dapat mendorong gairah kerja dan keinginan
karyawan untuk mencapai prestas kerja yang optimal sehingga membantu terwujudnya
sasaran perusahaan. Besarnya kompensasi harus diterapkan berdasarkan analisis pekerjaan,
uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, posisi jabatan, konsistensi eksternal, serta
berpedoman kepada keadilan dan undang-undang perburuhan. Dengan kebijaksanaan ini,
diharapkan akan terbina kerjasama yang serasi dan memberikan kepuasan kepada semua
pihak.
23
Susunan kompensasi yang ditetapkan dengan baik akan memberikan motivasi kerja
bagi karyawan. Kompensasi kita ketahui terdiri dari kompensasi langsung (gaji/upah/upah
insentif) dan kompensasi tidak langsung (kesejahteraan karyawan). Jika perbandingan kedua
kompensasi ditetapkan sedemikian rupa maka kehadiran karyawan akan lebih baik.
2.2.6.3 Waktu Pembayaran Kompensasi
Berdasarkan pendapat Hasibuan (2007, p.127), waktu pembayaran kompensasi
artinya kompensasi harus dibayar tepat pada waktunya, jangan sampai terjadi penundaan,
supaya kepercayaan karyawan terhadap bonafiditas perusahaan semakin besar, ketenangan,
dan konsentrasi kerja akan lebih baik. Jika pembayaran kompensasi tidak tepat pada
waktunya akan mengakibatkan disiplin, moral, gairah kerja karyawan menurun, bahkan
turnover karyawan semakin besar. Pengusaha harus memahami bahwa balas jasa akan
dipergunakan karyawan beserta keluarganya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,
dimana kebutuhan itu tidak dapat ditunda, misalnya makan. Kebijaksanaan waktu
pembayaran kompensasi hendaknya berpedoman daripada menunda lebih baik mempercepat
dan menetapkan waktu yang paling tepat.
2.2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Kompensasi
Menurut pendapat Hasibuan (2007, p.127), faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya kompensasi, antara lain sebagai berikut:
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya, jika pencari kerja lebih
sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka kompensasi relatif semakin besar.
24
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik,
maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi sebaliknya, jika
kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang, maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
3. Serikat Buruh/Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh, maka tingkat kompensasi
semakin besar. Sebaliknya, jika serikat buruh tidak kuat dan kurang berpengaruh
maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak, maka kompensasi akan
semakin besar. Sebaliknya, kalau produktivitas kerjanya buruk serta sedikit,
maka kompensasinya kecil.
5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres menetapkan besarnya batas
upah/balas jasa minimum. Peraturan pemerintah ini sangat penting supaya
pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi
karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan
sewenang-wenang.
6. Biaya Hidup/Cost of Living
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi, maka tingkat kompensasi/upah semakin
besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah, maka tingkat
kompensasi/upah relatif kecil.
25
7. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima gaji/kompensasi
lebih besar. Sebaliknya, karyawan yang menduduki jabatan yang lebih rendah
akan memperoleh gaji/kompensasi yang kecil. Hal ini wajar karena seseorang
yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab besar harus mendapatkan
gaji/kompensasi yang lebih besar pula.
8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama, maka gaji/balas
jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik.
Sebaliknya, karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang
kurang maka tingkat gaji/kompensasinya kecil.
9. Kondisi Perekonomian Nasional
Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom), maka tingkat
upah/kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full
employment. Sebaliknya, jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi),
maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak penganggur (disqueshed
unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai risiko (finansial,
keselamatan) yang besar, maka tingkat upah/balas jasanya semakin besar
karena membutuhkan kecakapan serta ketelitian untuk mengerjakannya. Tetapi
jika jenis dan sifat pekerjaannya mudah dan risiko kecil, maka tingkat upah/balas
jasanya relatif rendah.
26
2.2.8 Upah dan Gaji
Pada dasarnya, upah dan gaji merupakan kompensasi sebagai kontra prestasi atas
pengorbanan pekerja. Upah dan gaji pada umumnya diberikan atas kinerja yang telah
dilakukan berdasarkan standar kinerja yang diterapkan maupun disetujui bersama
berdasarkan personal contact. Upah biasanya diberikan pada pekerja pada tingkat bawah
sebagai kompensasi atas waktu yang telah diserahkan. Sementara itu, gaji diberikan sebagai
kompensasi atas tanggung jawabnya terhadap pekerjaan tertentu dari pekerja yang lebih
tinggi (Wibowo, 2007, p.138).
Sirait (2006, p.185) berpendapat bahwa perbedaan prinsip upah dan gaji adalah
sebagai berikut:
Upah : pembayaran itu tidak terikat pada waktu, bisa harian, mingguan, bulanan,
dan dibayar jika ada prestasi.
Gaji : pembayaran tetap tiap bulan dengan ada atau tidak ada prestasi.
Menurut Wibowo (2007, p.138-141), sistem pembayaran upah dan gaji yang bersifat
spesifik adalah team-based pay dan skill-based pay :
1. Team-based Pay
Yaitu pembayaran berbasis tim menghubungkan pembayaran dengan perilaku
kelompok kerja. Hal ini merupakan kompensasi yang memberikan penghargaan
individual atas kerja sama kelompok dan/atau memberi penghargaan tim atau
hasil koleksi. Masalah terbesar untuk efektifnya team-based pay adalah pada
masalah budaya, terutama budaya yang sangat individualistik. Penelitian yang
telah dilakukan tidak mendorong sistem ini. Team-based pay mengarah pada
kesimpulan bahwa kenyataan empiris berdasarkan lapangan sangat terbatas dan
tidak dapat disimpulkan.
27
2. Skill-based Pay
Yaitu upah yang dibayar pada tingkat yang diperhitungkan dan berdasar pada
keterampilan dimana pekerja menguasai, menunjukkan, dan berkembang dalam
mewujudkan pekerjaan mereka. Skill-based pay sering juga dinamakan
knowledge-based pay atau multi-skill pay, yang menghargai individu atas apa
yang mereka ketahui tentang bagaimana melakukan sesuatu. Pekerja dibayar
untuk rentang, kedalaman, dan tipe keterampilan yang menunjukkan
kemampuan.
Keuntungan skill-based pay adalah memberikan motivasi kuat pada pekerja
untuk mengembangkan keterampilan yang ada hubungannya dengan pekerjaan,
memperkuat rasa percaya diri, dan tenaga kerja yang fleksibel. Sedangkan
kerugiannya adalah: (1) pekerja secara sukarela mempelajari pekerjaan pada
tingkat yang lebih tinggi, dan rata-rata upah per jam akan lebih besar dari
normal; (2) diperlukan investasi dalam training pekerja; dan (3) tidak semua
pekerja menyukai pembayaran upah berdasar keterampilan karena ditekan untuk
semakin meningkatkan keterampilan.
Kesulitan operasional dalam penetapan upah adalah sebagai berikut:
1. Upah biasanya memerlukan standar kinerja. Penentuan tingkat upah adalah
proses menentukan standar output untuk setiap pekerjaan.
2. Bervariasinya standar pekerjaan akan membuat pekerjaan supervisor lebih
kompleks.
3. Jika manajer menaikkan standar, pekerja merasakan ketidakadilan.
4. Menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan antara pekerja berdasar insentif dan
pekerja yang dibayar berdasar jam.
28
5. Dapat mengakibatkan pembatasan hasil karena pekerja membatasi produksi
pada tingkat standar.
2.2.9 Insentif
Sirait (2006, p.200) dalam bukunya menulis, Andrew F. Sikula mendefinisikan:
”Insentif adalah sesuatu yang mendorong atau mempunyai kecenderungan untuk
merangsang suatu kegiatan, insentif adalah motif-motif dan imbalan-imbalan yang dibentuk
untuk memperbaiki produksi.” insentif merupakan bentuk kompensasi yang mempunyai
kaitan langsung dengan motivasi (jadi insentif diberikan guna meningkatkan motivasi
pegawai).
Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.143), menurut cakupannya, insentif dapat
diberikan pada individu atau diperlakukan pada seluruh organisasi.
1. Individual Incentives merupakan insentif yang diberikan secara perorangan atas
prestasi kerjanya dan dapat berupa sistem insentif berikut ini:
a. Bonus adalah insentif kinerja individual dalam bentuk pembayaran khusus di
atas gaji pekerja.
b. Merit Salary System merupakan program insentif berkaitan dengan
kompensasi terhadap kinerja dalam bidang pekerjaan yang bukan penjualan.
c. Pay for performance atau variable pay merupakan insentif individual yang
memberikan penghargaan kepada manajer, terutama atas hasil yang
produktif.
2. Companywide incentives merupakan insentif yang dapat berlaku untuk semua
pekerja dalam organisasi dan dapat berupa sistem berikut ini:
a. Profit-sharing plan merupakan program insentif yang memberi pekerja
keuntungan perusahaan di atas tingkat tertentu.
29
b. Gain-sharing plan adalah program insentif untuk membagikan bonus kepada
pekerja yang kinerjanya dapat memperbaiki produktivitas.
c. Pay for knowledge plan merupakan program insentif untuk mendorong
pekerja untuk belajar keterampilan baru.
2.2.10 Tunjangan
Di samping upah dan gaji serta insentif, kepada karyawan dapat diberikan benefits
atau tunjangan. Menurut Sihotang (2007, p.222), pada instansi pemerintah dan perusahaan-
perusahaan swasta yang tergolong bonafit sering memberikan berbagai tunjangan kepada
karyawannya, antara lain:
1. Tunjangan kemahalan sebagai kompensasi inflasi yang terjadi
2. Tunjangan jabatan
3. Tunjangan perumahan
4. Tunjangan istri/suami
5. Tunjangan anak
6. Tunjangan transpor
7. Tunjangan cuti
8. Tunjangan kesehatan
9. Tunjangan kecelakaan dan sebagainya.
2.2.11 Kompensasi Sebagai Motivator untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan
Muljani (2002) dalam jurnalnya menuliskan bahwa bagi sebagian karyawan, harapan
untuk mendapatkan uang adalah satu-satunya alasan untuk bekerja, namun yang lain
berpendapat bahwa uang hanyalah salah satu dari banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui
kerja. Seseorang yang bekerja akan merasa lebih dihargai oleh masyarakat di sekitarnya,
30
dibandingkan yang tidak bekerja. Mereka akan merasa lebih dihargai lagi apabila menerima
berbagai fasilitas dan simbol-simbol status lainnya dari perusahaan dimana mereka bekerja.
Dari uraian di atas dapat dikatakan, bahwa kesediaan karyawan untuk mencurahkan
kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga, dan waktunya, sebenarnya mengharapkan
adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Pengaruh kompensasi terhadap karyawan sangatlah besar. Semangat kerja yang
tinggi, keresahan dan loyalitas karyawan banyak dipengaruhi oleh besarnya kompensasi.
Pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, sebenarnya dalam kondisi tertentu
dapat meningkatkan kinerja karyawan, disamping dapat pula membuat karyawan frustasi.
Bagi karyawan yang memang memiliki keterampilan yang dapat diandalkan, maka pemberian
kompensasi berdasarkan keterampilan akan dapat meningkatkan kinerja, sebaliknya bagi
karyawan yang tidak memiliki keterampilan dan tidak mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan keterampilannya, maka sistem pemberian kompensasi ini dapat
mengakibatkan frustasi.
Dikaitkan dengan teori pengharapan, maka pemberian kompensasi berdasarkan
keterampilan akan memotivasi karyawan, sebab dalam teori pengharapan dikatakan bahwa
seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerahkan usahanya dengan lebih baik lagi
apabila karyawan merasa yakin, bahwa usahanya akan menghasilkan penilaian prestasi yang
baik. Penilaian yang baik akan diwujudkan dengan penghargaan dari perusahaan seperti
pemberian bonus, peningkatan gaji atau promosi dan penghargaan itu dapat memuaskan
karyawan.
Dalam teori pengharapan terdapat tiga hubungan, yaitu hubungan antara usaha
dengan prestasi, hubungan prestasi dengan penghargaan perusahaan dan hubungan antara
penghargaan perusahaan dengan tujuan karyawan. Apabila penghargaan yang diberikan
oleh perusahaan sesuai dengan pengharapan dan dapat memuaskan kebutuhannya, maka
31
karyawan tersebut akan termotivasi untuk lebih meningkatkan usaha/kinerjanya, sebaliknya
apabila usaha yang dilakukan tidak mendapat penghargaan sesuai dengan harapan
karyawan, maka karyawan yang bersangkutan akan merasa frustasi, sehingga tidak
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Kompensasi berdasarkan keterampilan adalah sesuai dengan teori ERG (Existence,
Relatedness and Growth theory) dari Alderfer, sebab system pembayaran ini dapat
mendorong karyawan untuk belajar, meningkatkan keterampilannya dan memelihara
keterampilannya. Hal ini dapat diartikan, bahwa bagi karyawan yang ingin memenuhi
kebutuhannya dengan lebih baik, maka pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan
akan menjadi pendorong baginya untuk lebih meningkatkan keterampilan, agar memperoleh
kompensasi yang lebih tinggi, sehingga kebutuhannya dapat terpenuhi.
Dikaitkan dengan teori kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement theory),
pemberian kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai, sebab sistem pembayaran
kompensasi ini dapat akan mendorong karyawan untuk bekerja lebih efisien, mau
mempelajari keterampilan yang baru atau berusaha meningkatkan keterampilannya,
sehingga siap menghadapi tantangan baru. Hal ini cukup jelas, sebab mempelajari
keterampilan baru merupakan tantangan tersendiri bagi seseorang yang ingin maju. Apabila
tantangan ini dapat dilampaui, maka akan timbul rasa bangga bagi yang bersangkutan,
kebanggaan bukan hanya karena prestasi yang meningkat, namun karena penghargaan yang
diterima juga meningkat dan memuaskan bagi dirinya.
Dalam kaitannya dengan teori penguatan (reinforcement theory), pembayaran
kompensasi berdasarkan keterampilan akan mendorong karyawan untuk belajar secara
continue, mengembangkan keterampilannya, dan dapat bekerja sama dengan anggota lain
dalam perusahaan. Semakin berkembang keterampilan yang dimiliki, maka akan semakin
besar pula kompensasi yang akan diterimanya.
32
Sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan juga sesuai dengan teori
keadilan (equity theory) yang membandingkan antara prestasi yang dicapai dengan
kompensasi atau penghargaan yang diberikan oleh perusahaan. Apabila prestasi karyawan
sebanding dengan penghargaan yang diberikan oleh perusahaan, maka motivasi karyawan
untuk meningkatkan kinerjanya dapat dioptimalkan. Jadi dengan kata lain, bila kompensasi
yang diberikan sesuai dengan keadilan dan harapan karyawan, maka karyawan akan merasa
puas dan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerjanya.
Ajiyasa dan Bastian (2007) juga menegaskan dalam jurnalnya. Untuk meningkatkan
prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Jika
karyawan memandang kompensasi mereka tidak memadai, maka motivasi dan prestasi kerja
mereka bisa menurun secara drastis.
2.3 Motivasi Kerja
2.3.1 Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Winardi (2007, p.1), motivasi berasal dari kata motivation yang berarti
”menggerakkan.” motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau
eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entutiasme dan
persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Sedangkan motivasi kerja
adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat
dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya
berkisar sekitar imbalan moneter dan nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil
kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi
yang dihadapi orang yang bersangkutan.
Menurut As’ad (2002, p.45) motivasi kerja didefinisikan sebagai sesuatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi biasa disebut sebagai
33
pendorong atau semangat kerja. Sedangkan menurut Robbins (2002, p.166), motivasi
didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-
tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu
kebutuhan individu. Sementara motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap
tujuan yang fokusnya dipersempit terhadap tujuan organisasi. Ketiga unsur kunci dalam
defenisi ini adalah upaya, tujuan, dan kebutuhan.
Dalam bukunya, Makmur (2008, p.176) juga menuliskan bahwa pandangan pola
motivasi adalah sejumlah karakteristik menunjukkan pegawai yang berorientasi prestasi akan
bekerja keras apabila mereka memandang akan mendapatkan kebanggan pribadi atas upaya
mereka.
2.3.2 Faktor-faktor Motivasi Kerja
Sihotang (2007, p.245) berpendapat bahwa motivasi kerja melibatkan dua faktor:
1. Faktor-faktor individual:
a. Kebutuhan-kebutuhan
b. Tujuan-tujuan orang
c. Sikap-sikap
d. Kemampuan-kemampuan orang
2. Faktor-faktor organisasi
a. Pembayaran gaji/upah
b. Keselamatan kesehatan kerja
c. Para mandor (supervisi)
d. Para pengawas fungsional
Yang merupakan pekerjaan yang sulit dalam memotivasi sumber daya manusia
adalah menggabungkan faktor individu dengan faktor organisasi setiap pekerja yang sangat
34
beraneka ragam, karena motivasi seseorang itu dipengaruhi oleh dasar pendidikannya dan
kebutuhan-kebutuhannya.
2.3.3 Teori-teori Motivasi
Dalam bukunya Sihotang (2007, p.246) bahwa sejumlah teori motivasi telah
dikembangkan para ilmuwan untuk membahas motivasi pekerja di dalam berbagai organisasi
kerja. Teori-teori itu dapat dikelompokkan kepada dua jenis kelompok, yaitu:
1. Teori-teori content, dan
2. Teori-teori proses (reinforcement)
Teori content terutama tentang teori kebutuhan yang menjelaskan perilaku
manusia, karena didorong adanya kebutuhan tertentu. Teori kebutuhan ini lebih
memfokuskan perhatiannya pada sebab-sebab internal dan eksternal dari perilaku pekerja.
Ada tiga variabel penting dalam hal menjelaskan perilaku pekerja, yaitu:
a. Kebutuhan pekerja (employee needs):
1) Existence pekerja itu sendiri
2) Relationship dengan teman sekerja yang akrab dan bersahabat
3) Adanya pertumbuhan berupa aktualisasi diri berbuat yang terbaik pada
sesama manusia.
b. Organisational insentive reward yang diberikan organisasi kepada pekerja, yang
mencakup imbalan finansial, upah, gaji, kebutuhan rasa aman dalam kegiatan
kerja, kekompakan dan keakraban kerja dengan teman-teman sekerja,
pengawasan supervisi yang mengarahkan pada self control, dan tugas-tugas
yang memberi tantangan dan bisa meningkatkan semangat kerja, dan
sebagainya.
35
c. Perceptual outcomes/ persepsi yang diharapkan pekerja, diartikan sebagai
persepsi dan harapan yang diharapkan oleh pekerja dibandingkan dengan
kenyataan reward yang diterima.
Hubungan antara performansi pekerja dengan imbalan yang diberikan organisasi
pada pekerja hendaknya sesuai dengan yang diharapkan dan terdapat kewajaran yang
pantas. Semua variabel yang diuraikan dapat berpengaruh pada motivasi kerja untuk
meningkatkan atau menjadi menurunkan kinerja.
Teori proses atau reinforcement theory menyatakan bahwa perilaku seorang
pekerja dapat dikendalikan dengan imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Seperti
contoh sederhana berikut ini: seorang juru ketik di kantor dapat mengerjakan pekrjaannya
dengan cepat dan tanpa ada kesalahan, sehingga dia sering dipuji oleh atasannya sebagai
seorang pegawai yang rajin dan baik. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan pangkat dan
gajinya yang dipercepat hanya dalam waktu dua tahun kerja. Pegawai tersebut menyenangi
konsekuensi atas perilakunya itu, maka dia terdorong untuk bekerja lebih rajin dan lebih teliti
untuk meningkatkan keterampilannya. Sebaliknya, seorang pegawai yang sering terlambat
masuk kantor akhirnya mendapat teguran dan ancaman untuk diberhentikan, karena dia
tidak menghendaki hukuman yang akan dikenakan padanya, maka dia berusaha untuk tidak
pernah terlambat lagi masuk kantor. Perubahan perilaku demikian ini yang disebut pengaruh
dari hukuman (punishment).
Berikut adalah beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa pakar,
menurut Sihotang (2007, p.247):
1. Teori Motivasi dari Abraham Maslow
Abraham Maslow dari Brandeis University sangat terkenal dengan teroi ”hierarki
kebutuhan.” kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tingkatan hyerarchy
pyramid, yaitu:
36
a. Phycological needs, yaitu kebutuhan fisik seperti pangan, sandang, dan
papan.
b. Security needs, yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda
milik.
c. Social needs atau kebutuhan sosial untuk memiliki keluarga dan sanak
saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan kebutuhan pendidikan
dan agama.
d. Esteem needs, yaitu kebutuhan prestise dan percaya diri dengan berbagai
titel dan gelar-gelar kehormatan.
e. Self actualization needs, yaitu suatu kebutuhan aktualisasi diri sebagai bukti
kesuksesan seseorang dalam berkarya.
Apabila seorang karyawan dapat memenuhi kelima tingkatan kebutuhannya
secara serentak dan harmonis melalui imbalan kerja yang diperolehnya dari
organisasi tempat dia mengabdi, maka dapat diperkirakan akan sangat
memotivasi orang itu untuk bekerja dengan giat, tanpa diperintah orang lain.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari teori Abraham Maslow ialah untuk
memotivasi orang bekerja giat sesuai keinginan kita, sebaiknya kita memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan harapannya. Namun kelemahan dari teori
ini adalah bahwa kebutuhan manusia itu tidaklah berjenjang dan hierarkis, tetapi
kebutuhan itu perlu dipenuhi secara simultan pada tingkat intensitas tertentu,
dengan menentukan apa yang harus dipenuhi lebih dahulu.
2. Teori Motivasi dari Douglas Mc. Gregor
Mc. Gregor dalam bukunya yang berjudul The Human Side of Enterprise
mempopulerkan teori X dan teori Y dari sifat perilaku manusia dalam hal motivasi
seperti pada tabel 3.1 yang menunjukkan perbedaan teori X dan Y. Teori X
37
mendasarkan teorinya dengan memperhatikan sifat perilaku manusia pada
umumnya, yaitu:
a. Pada dasarnya manusia tidak senang bekerja dan ingin melepas tanggung
jawab, oleh sebab itu mereka perlu dipaksa, diawasi, dan diancam dengan
hukuman disiplin agar tetap bekerja giat dan dapat mencapai tujuan
organisasi.
b. Kebanyakan pekerja akan mendahulukan pemenuhan fisiologi dan
keamanannya, sehingga sering tidak berambisi untuk lebih maju, maka
motivasi sangat penting dilakukan agar pekerja itu aktif dalam
memperkirakan kemajuan untuk masa depan. Teori Y dari Mc. Gregor, juga
dengan mendasarkan asumsinya terhadap sumber daya manusia,
menyatakan bahwa:
1) Para pekerja memandang pekerjaan itu sebagai hal yang menyenangkan
dan bekerja itu diibaratkan seperti istirahat dan bermain, apalagi jika
cocok dengan keahlian dan hobinya.
2) Pada umumnya, para pekerja senang menerima tanggung jawab yang
lebih besar dan luas, sehingga untuk memotivasi, mereka perlu diangkat
menjadi pejabat yang lebih tinggi dari jabatan terdahulu.
3) Para pekerja ingin menunjukkan kreativitasnya dan mereka ingin turut
mengambil keputusan, sehingga untuk memotivasinya perlu diberikan
kepercayaan dan tidak perlu pengawasan yang terlalu ketat.
38
Tabel 2.1 Ciri-ciri Teori X dan Teori Y
Ciri- ciri Teori X Ciri-ciri Teori Y
1. Manusia pada dasarnya malas
2. Orang bekerja untuk uang
3. Supaya produktif harus diancam
4. Pekerja tergantung atasan
5. Ketergantungan pada atasan
6. Perlu perintah
7. Perlu pengawasan
8. Berminat pada kebutuhan diri
sendiri
9. Orang perlu instruksi
10. Orang ingin dihormati
11. Orang terkotak-kotak
12. Orang sulit berubah
13. Orang harus mengabdi pada
pekerjaan
14. Orang terbentuk karena keturunan
15. Orang perlu didorong
1. Manusia pada dasarnya aktif
2. Manusia ingin kepuasan
3. Mereka perlu dirangsang
4. Manusia bersikap dewasa
5. Dapat berusaha sendiri
6. Orang memahami apa yang perlu
dikerjakan
7. Perlu pengakuan dan dihargai
8. Orang ingi memberi arti pada
hidupnya
9. Orang mau meningkatkan
pengertian
10. Orang menghargai sesama
11. Orang terintegrasi
12. Orang bosan pada yang monoton
13. Orang ingin realisasi cita-cita
14. Orang selalu berkembang tumbuh
15. Orang perlu kebebasan dan
dibantu agar maju
Sumber: Sihotang (2007, p.249)
3. Teori Motivasi dari Frederick Herzberg
Teori F. Herzberg ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Teori ini
meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang di dalam
pekerjaannya, yaitu:
a. Kondisi pertama adalah faktor motivator yang meliputi:
1) Keberhasilan pekerjaan kerja
2) Pengakuan (recognition)
39
3) Pekerjaan itu sendiri
4) Tanggung jawab
5) Pengembangan (advancement)
b. Kondisi kedua adalah hygiene. Faktor-faktor hygiene yang justru
menimbulkan rasa tidak puas pada para pekerja adalah:
1) Kebijaksanaan administrasi perusahaan
2) Supervisi yang sangat ketat
3) Hubungan antarpribadi
4) Kondisi kerja
5) Gaji dan upah
4. Teori Motivasi dari David Mc. Cheleland
Teori Mc. Cheleland ini disebut Achievement Motivation Theory. Apabila
seseorang telah dirasuki/dihinggapi achievement needs (kebutuhan
keberhasilan) dia akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mereka sudah terbiasa menentukan tujuan yang dapat dicapai secara tepat
dan akurat.
b. Mereka menyenangi pekerjaan dan sangat berkepentingan atas
keberhasilannya.
c. Lebih menyukai pekerjaan yang dapat memberi gambaran tentang keadaan
pekerjaannya.
d. Tidak cepat merasa puas atas pendapatannya yang sudah cukup besar, akan
tetapi selalu berupaya untuk lebih bertumbuh dan berkembang lagi.
Ciri-ciri orang yang telah tertular achivement needs adalah selalu berprestasi di
segala bidang pekerjaannya dengan cara pengembangan dan pendidikan untuk
40
menanamkan kompetensi beprestasi. Dapat kita samakan dengan menanamkan
kewirausahaan pada semua pegawai.
Teori Mc. Cheland yang erat hubungannya dengan konsep belajar dari
kebudayaan motivasi itu menjadi kuat bila ditunjukan untuk memenuhi
kebutuhan akan prestasi (need for achivement), kebutuhan akan afilisasi (need
for affiliation), dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Orang yang
membutuhkan prestasi harus mempunyai ketahanan fisik dan mental yang tinggi
sehingga tahan menghadapi tantangan hidup dan kemungkinan memperoleh
reward yang tinggi pula.
Kondisi pekerjaan yang mengandung faktor intrisik bermotivasi, yaitu prestasi
(achivement), pengakuan (recognation), tanggung jawab (responbility),
kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work itself), dan
kemungkinan berkembang (the possibility of growth). Kesemua faktor ini
mendorong timbulnya motivasi kuat pada sumber daya manusia untuk
menghadapi pekerjaan itu.
5. Teori Motivasi dari Clayton Alderfer
Teori ini membagi tingkat kebutuhan manusia pada tiga tingkatan, yaitu:
a. Existence
Existence yang dikemukakan Alderfer ini sama dengan kebutuhan
physiologie dan security dari Abraham Maslow.
b. Relatedness
Relatedness mencakup kebutuhan sosial dan prestise yang dikemukakan
Maslow.
41
c. Growth
Growth sama dengan self actualization yang dikemukakan oleh Abraham
Maslow.
Teori Alderfer ini menekankan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia itu
diusahakan secara serentak. Kesimpulan dari teori Alderfer adalah:
a. Semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan semakin besar pula keinginan
(motivasi) untuk memuaskan.
b. Kuatnya keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin
besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi.
c. Semakin sulit memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar
keinginan memenuhi kebutuhan yang lebih mendasar/rendah.
6. Teori Diskrepansi
Teori diskrepansi menjelaskan bahwa keadilan ditentukan oleh adanya
keseimbangan antara apa yang diterima secara nyata dengan apa yang
seharusnya diharapkan dapat diterima. Bila reward yang diharapkan sama
dengan yang diterima secara nyata, maka dia akan merasa puas dengan
pekerjaan itu. Keseimbangan reward berguna sebagai alat motivasi.
7. Teori Keadilan
Teori keadilan ini memperhitungkan rasio antara pengorbanan (input) yang
dikeluarkan dengan pendapatan (outcome) yang diterima dan dibandingkan juga
dengan yang diterima orang dari organisasi lain yang sejenis yang jumlahnya
relatif sama dengan yang diterima oleh pekerja, maka sistem reward yang
berlaku itu tidak adil dan pekerja merasa tidak puas, sehingga besar
kemungkinannya mengurangi intensitas motivasi untuk melaksanakan tugas-
tugas dan tanggung jawabnya.
42
8. Teori Harapan dari Victor H. Vroom
Teori keadilan menekankan pada: bila keinginan seseorang sangat besar untuk
tercapai, maka dia akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan itu dengan baik,
sebaliknya kalau harapan untuk mencapai cita-citanya ”sangat tipis,” maka
motivasinya untuk melakukan pekerjaan itu menjadi lemah, menurun, atau
mengendor.
2.3.4 Motivasi dan Tindakan
Kita telah memahami apa yang dimaksud dengan motif, dan suatu motif yang besar
sekalipun tidaklah berdaya guna apabila tidak dilanjutkan dengan tindakan. Sihotang (2007,
p.253) berpendapat bahwa tindakan adalah suatu jenis perbuatan manusia yang
mengandung maksud tertentu yang dikehendaki orang yang melakukan kegiatan. Ada dua
jenis perbuatan untuk melakukan tindakan, yaitu:
1. Pemikiran (thinking) berupa perbuatan manajerial yang menghendaki bekerjanya
daya pikir manusia.
2. Tindakan (action) berupa perbuatan jasmani yang menggunakan kekuatan otot
manusia dan mengandung maksud tertentu yang diinginkan oleh orang yang
bersangkutan.
Antara motif dan tindakan sebaiknya harus saling berhubungan secara sadar, akan
tetapi tidak semua tindakan didorong oleh suatu motif. Yang akan dibahas dalam teori
motivasi ini adalah tindakan yang sadar dan didorong oleh motif yang bertujuan ke arah
produktivitas kerja.
43
2.3.5 Berbagai Pandangan Manajer terhadap Model Motivasi
Ditinjau dari sudut pandangan para manajer dalam rangka usahanya memotivasi
kerja para bawahannya Sihotang (2007, p.253) mengenalkan 3 (tiga) macam model
motivasi, yaitu:
1. Model Tradisional
Model tradisional ini mengacu pada hasil penelitian dan pandangan Frederick
Winslow Taylor, yaitu perlunya spesialisasi tugas yang sedemikian rupa,
sehingga dapat mencapai efisiensi gerak dan waktu yang sangat singkat untuk
menghasilkan yang lebih banyak.
Para manajer memotivasi para pekerjanya dengan memberikan upah/imbalan
yang semakin besar dan meningkat, para pekerja yang malas dapat
didorong/dimotivasi dengan cara memberikan uang upah yang semakin naik
pada para pekerja yang rajin dan produktif.
2. Model Motivasi Hubungan Manusia
Menurut model ini bahwa hubungan kontak sosial para karyawan sangat penting
peranannya untuk memotivasi kerja karyawan tanpa mengurangi faktor
pentingnya imbalan keuangan atau upah. Para manajer memotivasi para
karyawan dengan cara memperkenalkan mereka pada kontak sosial, saling
berbagi antar sesama pekerja, memberikan kebebasan untuk mengambil
keputusan di dalam menjalankan pekerjaan mereka dan mengurangi
pengawasan yang terlalu kerat dan kaku yang sering membuat pekerja
kehilangan kreativitasnya.
3. Model Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Development)
Timbulnya model human resources development ini merupakan kritik terhadap
model hubungan manusia. Menurut pendapat model human resources
44
development ini bahwa memotivasi karyawan tidak cukup hanya dengan upah
yang tinggi dan kontak sosial yang longgar dari pengawasan, akan tetapi juga
diperlukan pengembangan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan
organisasi. Para pekerja diperkenankan dan dibebaskan untuk menjadi self
direction dan self controlling. Ini akan memungkinkan para karyawan
meningkatkan potensinya secara maksimal dan menghasilkan perpaduan antara
kepuasan organisasi dan kepuasan karyawan.
Dari teori-teori motivasi dan model-model yang diuraikan di atas kita dapat
menegikhtisarkan bagaimana sebenarnya perpaduan antara kebutuhan organisasi dengan
kebutuhan para pekerja, dan tidak perlu dipertentangkan melainkan perlu diidentikkan dan
disejajarkan untuk pencapaiannya seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.2, yaitu perpaduan
antara kebutuhan organisasi dan kebutuhan karyawan berdasarkan beberapa motivasi yang
telah disebutkan di atas.
Tabel 2.2 Perpaduan Antara Kebutuhan Organisasi dan Kebutuhan Karyawan Berdasarkan Beberapa Motivasi
No. Motivasi Kebutuhan Organisasi Kebutuhan Karyawan 1 Tantangan Hasil yang lebih baik Dapat melakukan
pekerjaan yang lebih spesifik
2 Kebebasan Delegasi wewenang dan tanggung jawab
Kebebasan untuk mempertimbangkan
3 Pengakuan Dapat mengerjakan yang penting/bermakna
Menunjukkan dirinya bernilai pada rekan
4 Partisipasi Kebutuhan rasa keterikatan sebelum penyelesaian tugas
Kebutuhan untuk mengetahui apa yang akan terjadi dan yang berpeluang untuk mempengaruhinya
5 Hasil yang dicapai
Memastikan bahwa sumber daya yang dikeluarkan benar-benar berguna
Kebutuhan agar sarananya diterima/ disetujui
6 Pembahasan Kebutuhan akan gagasan baru Kebutuhan agar gagasannya dapat diterima
45
No. Motivasi Kebutuhan Organisasi Kebutuhan Karyawan 7 Perluasan tugas Sumber daya waktu didayagunakan
secara maksimal Menghindari kebosanan/ kelelahan
8 Perkayaan tugas Kebutuhan regenerasi merger Penugasan-penugasan baru untuk promosi
9 Kebutuhan/ kestabilan
Agar karyawan loyal pada organisasi
Mengetahui kontribusinya pada organisasi secara keseluruhan
10 Perkembangan (growth)
Memiliki SDM yang dapat menangani tugas-tugas
Kebutuhan akan pekerjaan yang menantang dan membangkitkan semangat
Sumber: Sihotang (2007, p.255)
Dengan memperhatikan faktor-faktor perpaduan antara kebutuhan organisasi dan
kepuasan kerja karyawan di atas, akan memudahkan para manajer untuk memotivasi para
karyawannya agar lebih baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2.4 Kinerja Guest Services Assistant
2.4.1 Pengertian Kinerja Guest Services Assistant
Menurut Peraturan Perusahaan PT. Indonesia AirAsia 2006-2008, Guest Services
Assistant merupakan bagian dari karyawan perusahaan yang berarti terikat secara formal
baik tetap ataupun kontrak dalam suatu hubungan kerja dengan perusahaan dan terdaftar
pada perusahaan, dan oleh karenanya menerima balas jasa sebagai diatur dalam peraturan
perusahaan ini. Sedangkan arti dari Guest Services Assistant itu sendiri adalah karyawan
yang pekerjaannya bertujuan untuk memproses dan melayani prosedur keamanan barang
bawaan penumpang ke dalam dan keluar bagasi pesawat di bandara, dan juga untuk
memastikan kenyamanan penumpang sebelum keberangkatan dan sesudah tiba di tempat
tujuan seoptimal mungkin setiap saat.
46
Dalam bukunya Makmur (2008, p.198) mengatakan bahwa kinerja merupakan
sebuah proses komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara
seorang karyawan dan penyelia langsungnya. Proses ini meliputi kegiatan membangun
harapan yang jelas serta pemahaman tentang pekerjaan yang akan dilakukan. Ini
merupakan sebuah sistem yang memiliki sejumlah sebagian yang semuanya harus
diikutsertakan.
2.4.2 Menilai Kinerja Karyawan Secara Efektif
Triton (2007, p.89-90) berpendapat bahwa penilaian kerja akan efektif apabila dalam
penilaian kinerja benar-benar memperhatikan dan memprioritaskan dua hal berikut sebagai
persyaratan:
1. Kriteria pengukuran kinerja memenuhi objektivitas. Untuk memenuhi persyaratan
ini, maka ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria pengukutan
kinerja yang objektif, yaitu meliputi:
a. Revelansi. Revelansi berarti harus ada kesesuaian antara kriteria dengan
tujuan-tujuan penilaian kinerja. Misalnya, apabila tujuan perusahaan adalah
meningkatkan kualitas produk dan penilaian kinerja dilakukan di bagian
produksi, maka kualitas pekerjaan seseorang dijadikan kriteria lebih utama
dibandingkan dengan keramahan.
b. Reliabilitas. Reliabilitas berarti harus terpenuhinya konsistensi atas kriteria
yang dijadikan ukuran kinerja. Dalam hal ini cara melakukan pengukuran
dan pihak yang melakukan penilaian kinerja turut mempengaruhi reliabilitas
pengukuran.
c. Diskriminasi. Diskriminasi berarti pengukuran dan penilaian kinerja harus
mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kinerja hasil pengukuran. Hasil
47
pengukuran yang seragam, misalnya baik semua atau jelek semua
menunjukkan tidak ditemukannya diskriminasi dalam penilaian kinerja.
2. Proses penilaian kinerja mempertahankan nilai objektivitas. Proses oenilaian
kinerja sangat penting diperhatikan. Objektivitas dalam proses penilaian berarti
tidak adanya pilih kasih, pengistimewaan, atau bahkan kecurangan dalam proses
penilaian kinerja terhadap karyawan tertentu.
2.4.3 Orientasi Waktu Metode Penilaian Kinerja
Metode penilaian kinerja berdasarkan orientasi waktunya dapat dibedakan ke dalam
(Triton, 2007, p.91):
1. Metode-metode penilaian berorientasi masa lalu
2. Metode-metode penilaian berorientasi masa depan
Metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu mempunyai kelebihan dalam
hal perlakuan terhadap kinerja terukur yang telah dihasilkan dan dinilai. Perlakuan yang
dapat dijadikan tidak lanjut adalah agar minimal para karyawan mempunyai umpan balik
atau feedback mengenai berbagai upaya yang telah dilakukan.
Beberapa metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu mencakup antara lain:
1. Rating Scale
2. Checklist
3. Peristiwa kritis
4. Tes dan observasi prestasi kerja
5. Evaluasi kelompok
Berbeda dengan metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa lalu, maka
metode-metode penilaian kinerja berorientasi masa depan lebih memusatkan kinerja
karyawan di waktu yang akan datang melaluii penilaian potensi karyawan atau melalui
48
penetapan sasarang prestasi di masa datang (future time). Metode-metode yang dapat
digunakan dalam penilaian kinerja berorientasi masa depan antara lain adalah (Triton, 2007,
p.92):
1. Penilaian diri (Self Appraisals)
2. Penilaian psikologis (Psychological Appraisals)
3. Pendekatan Management by Objective (MBO)
2.4.4 Karakteristik Tujuan dan Sasaran Kinerja
2.4.4.1 Karakteristik Tujuan
Wibowo (2007, p.48) memberikan deskripsi tentang karakteristik suatu tujuan yang
dapat dikatakan baik, menunjukkan sifat-sifat sebagai berikut:
1. Consistance (konsisten), artinya terdapat konsisten antara nilai-nilai organisasi
dengan tujuan departemen dan korporasi.
2. Precise (tepat), artinya dinyatakan dengan jelas, dirumuskan dengan baik, dan
menggunakan kata positif, sehingga tidak menimbulkan interprestasi.
3. Challenge (menantang), artinya penentuan tujuan cukup memberikan tantangan,
sehingga bersifat merangsang standar kinerja tinggi dan mendorong kemajuan.
4. Measurable (dapat diukur), artinya tujuan dapat dihubungkan dengan ukuran
kinerja secara kuantitatif dan kualitatif.
5. Achieveble (dapat dicapai), artinya terjangkau dalam kapabilitas individual
dengan memperhitungkan setiap hambatan yang mempengaruhi kapasitas
individu mencapai tujuan, termasuk kekurangan sumber daya, pengalaman atau
training, atau faktor eksternal di luar kontrol individu.
49
6. Agreed (disetujui), artinya disetujui bersama oleh manajer dan individu,
meskipun disadari kadang-kadang individu harus dibujuk untuk menerima
standar lebih tinggi daripada keyakinan atas kemampuan mereka.
7. Time-related (dihubungkan dengan waktu), artinya tujuan yang ditentukan dapat
tercapai dalam waktu yang ditentukan. Waktu menjadi indikator keberhasilan
atau kegagalan.
8. Teamwork-oriented (berorientasi pada kerja sama tim), artinya tujuan
menitikberatkan pada prestasi yang diperoleh melalui kerja sama tim maupun
prestasi individu.
2.4.4.2 Sasaran kinerja
Sasaran kinerja merupakan suatu pernyataan secara spesifik yang menjelaskan hasil
yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasaran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan.
Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan
harapan.
Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur di antaranya:
1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja
2. The action and performance, yaitu tentang tindakan atau kinerja yang dilakukan
oleh performer
3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan
4. An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat
dicapai
5. The place, menunjukkan tempat di mana pekerjaan dilakukan.
Sasaran yang efektif dinyatakan dengan baik dalam bentuk kata kerja secara spesifik
dan dapat diukur. Perkataan menurunkan, meningkatkan, dan mendemostrasikan bersifat
50
lebih efektif daripada mengawasi, mengorganisasi, memahami mempunyai pengetahuan atau
apresiasi.
2.4.5 Ukuran Kinerja
2.4.5.1 Ukuran Kinerja Efektif
Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.331-332), kunci untuk menciptakan ukuran
kinerja yang efektif adalah sebagai berikut:
1. Ukuran mempunyai penggunaan spesifik bagi individu atau kelompok indiviidu
yang nyata. Ukuran kinerja yang efektif akan selalu membantu orang
memonitor, mengontrol, mengelola, mendiagnosis, memperbaiki, atau
merencanakan beberapa aspek pekerjaan menjadi lebih baik.
2. Ukuran kinerja ditangkap dan disampaikan kepada pengguna yang dimaksudkan
dalam waktu yang ditentukan sebelumnya. Ketepatan waktu merupakan atribut
penting terhadap kegunaan, ukuran kinerja yang baik harus disampaikan pada
waktu yang tepat, sehingga benar-benar dapat digunakan.
3. Ukuran kinerja dibagikan kepada orang yang tepat pada waktu yang tepat, atau
dengan mudah dapat diakses oleh orang yang tepat. Oleh karena itu, harus
diidentifikasi siapa pengguna yang memerlukan informasi, sehingga dapat
dihindari untuk kemungkinan jatuh pada orang yang tidak tepat.
4. Ukuran kinerja berarti dapat diserap dan dimengerti dengan cepat dan mudah.
Ukuran kinerja yang baik tidak memerlukan studi mendalam untuk memahami
arti pentingnya. Ukuran kinerja juga berisi beberapa tipe dasar perbandingan
yang cepat membiarkan pengguna membandingkan tingkat kinerja yang
diinginkan dengan tingkat kinerja sekarang.
51
5. Penyajian ukuran kinerja harus sesuai dengan pedoman standar. Penggunaan
warna harus memberi makna yang sama untuk semuanya, sehingga diperlukan
pedoman yang ditentukan lebih dahulu.
2.4.5.2 Tujuan Ukuran
Ukuran kinerja ditentukan oleh tujuannya. Wibowo (2007, p.241) memberikan tipe
ukuran lebih mendasarkan pada tujuan dari penggunaan ukuran kinerja, yaitu:
1. Baseline Performance Measures
Baseline performance measures merupakan alat ukur yang paling penting karena
menjadi dasar dan awal bagi ukuran lainnya. Menciptakan baseline untuk kinerja
sekarang berarti membentuk dasar untuk ukuran kinerja berikutnya.
Menentukan ukuran sebagai dasar biasanya memerlukan kerja keras, terutama
untuk proses yang belum pernah diukur sebelumnya. Usaha awal seperti ini
merupakan masalah kritis dalam pengembangan dan keberhasilan setiap sistem
pengukuran kinerja atau usaha perbaikan kinerja.
Apabila tidak terdapat ukuran baseline, mengandung arti tidak ada sistem
pengukuran kinerja, dan karena tidak ada tonggak ukuran, tidak dapat
memperbaiki kinerja. Oleh karena itu, pengukuran kinerja harus selalu diawali
dengan mengumpulkan baseline measures, menciptakan titik awal untuk
membandingkan dengan perubahan selanjutnya.
2. Trending Performance Measures
Trending performance measures menunjukkan bagaimana kecenderungan
kinerja sepanjang waktu, dengan membandingkan aktivitas, hasil, atau prestasi,
dengan ukuran baseline yang telah ditentukan terlebih dahulu. Ukuran kinerja ini
52
menunjukkan kecenderungan selama periode waktu tertentu terhadap baseline,
bisa bersifat naik maupun menurun secara bervariasi.
3. Control Performance Measures
Control performance measures mengukur kondisi kinerja dibandingkan dengan
batasan atau toleransi yang telah ditentukan sebelumnya. Biasanya
dipergunakan sebagai ukuran umpan balik secara cepat. Control measures
memberikan peringatan dini bahwa segala sesuatu dimulai dari tingkat kinerja
yang ditentukan sebelumnya atau dibutuhkan. Dengan demikian, control
performance measures merupakan standar kinerja.
Suatu organisasi mungkin menentukan bahwa jumlah produk cacat maksimum
yang dapat ditoleransi adalah enam unit per proses produksi. Angka tersebut
menunjukkan tanda siaga bagi manajer tentang kemungkinan masalah jumlah
produk cacat.
Apabila penting untuk menjaga proses tetap pada tingkat yang ditentukan
sebelumnya, perlu untuk mengawasi ukuran kinerja. Control performance
measures harus sering dikumpulkan pada hampir sepanjang waktu. Pada
gilirannya, informasi harus diberikan segera kepada orang yang langsung
mengerjakan tugas spesifik. Control measures biasanya dipergunakan untuk
mengendalikan terjadinya davisi terhadap rencana atau standar.
4. Diagnostic Performance Measures
Sering kali, masalah kinerja harus diidentifikasi melalui pengukuran kinerja,
meskipun sebenarnya kadang-kadang bahkan tidak dapat diidentifikasi apa yang
salah dengan kinerja sampai dilakukan pengukuran terhadap proses kinerja.
Akan diketahui bahwa kecenderungan data mengindikasikan rata-rata waktu
proses produksi pada awalnya menunjukkan kecenderungan menurun ataupun
53
meningkat berulang kali. Ukuran diagnostik dapat memberikan jawaban karena
dapat menunjukkan letak masalahnya. Dalam banyak hal, ukuran kinerja
trending atau control dapat juga dipergunakan sebagai ukuran diagnostik.
5. Planning Performance Measures
Semua organisasi harus melakukan perencanaan, baik pada tingkat mikro
maupun makro. Merencanakan pengukuran kinerja merupakan ukuran prediktif.
Ukuran tersebut menjawab pertanyaan, dengan informasi tertentu dan tingkat
kinerja yang lalu, bagaimana rencana untuk masa yang akan datang.
Pengukuran seperti ini mencoba mencari hubungan yang paling menguntungkan
antara jumlah produksi dengan cycle time masing-masing. Perusahaan dapat
menggunakan informasi terkait dengan kinerja untuk menentukan jumlah
pekerja yang diperlukan untuk memproduksi lebih sedikit output. Ukuran kinerja
banyak menggunakan perkiraan dalam fungsi perencanaan karena indikator
terbaik baik tingkat kinerja masa depan sering merupakan catatan terukur dari
tingkat kinerja yang lalu dan kecenderungan yang berhubungan.
2.4.6 Indikator Kinerja
Wibowo (2007, p.76-80) berpendapat bahwa indikator kinerja atau performance
indicators kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance
measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan
hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian.
Sementara itu, indikator kinerja dipakai untuk aktifitas yang hanya dapat ditetapkan
secara lebih kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga
menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat
ke belakang). Hal ini menunjukkan jalan pada aspek kinerja yang perlu diobservasi.
54
Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua di antaranya mempunyai peran yang sangat
penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan
untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan,
kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian, tujuan dan motif menjadi indikator utama dari
kinerja.
Namun, kinerja memerlukan adanya dukungan sarana, kompetensi, peluang,
standar, dan umpan balik.
motive
means
opportunity
standard
competencefeedback
goals
Gambar 2.2 Indikator Kinerja Sumber: Wibowo (2007, p.77)
1. Tujuan
Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang
individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna
bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah
keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin
dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah
ke mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar tersebut, dilakukan kinerja untuk
mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok,
55
dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat
mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan
dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang
diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu
tujuan tercapai.
Standar menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau
gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar
yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik
melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan
yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita
mempertimbangkan ”real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat
diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga.
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan
kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan,
evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan
kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk
membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan
faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas
56
pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan
sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan
pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan
seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan
sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan intensif
berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang,
menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan
melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan
sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan
disintensif.
7. Peluang
Pekerja pelru mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya.
Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan
kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk
memenuhi syarat. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian
lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia. Jika pekerja dihindari karena
supervisor tidak percaya terhadap kualitas atau kepuasan konsumen, mereka
secara efektif akan dihambat dari kemampuan memenuhi syarat untuk
berprestasi.
57
2.4.7 Kinerja Individu dalam Kelompok
Berdasarkan pendapat Wibowo (2007, p.82-84), apabila seseorang bekerja untuk
dirinya sendiri, prestasinya dapat berbeda dengan apabila bekerja bersama orang lain dalam
kelompok. Kinerjanya dapat menjadi lebih baik dan meningkat, namun sering kali menjadi
merosot apabila salah dalam menanganinya.
1. Fasilitas Sosial
Fasilitas sosial merupakan suatu kecenderungan bahwa kehadiran orang lain
kadang-kadang meningkatkan kinerja individu dan pada waktu yang lain
menghalanginya. Kata fasilitasi sebenarnya menunjukkan makna perbaikan
dalam kinerja. Para ilmuwan menggunakan fasilitasi sosial untuk perbaikan
kinerja dan mengurang pembatasan kehadiran orang lain.
Kehadiran orang lain dapat meningkatkan perkembangan yang selanjutnya
meningkatkan kecenderungan orang menunjukkan respons secara dominan.
Apabila respons dipelajari dengan baik, maka kinerja akan membaik. Akan tetapi,
apabila dibiarkan, kinerja akan memburuk.
2. Social Loafing
Social loafing merupakan suatu kecenderungan bagi anggota kelompok untuk
menggunakan lebih sedikit usaha individu pada tugas tambahan apabila ukuran
kelompok meningkat. Tugas tambahan menggunakan tipe tugas kelompok di
mana usaha terkoordinasi dari beberapa orang ditambahkan bersama
membentuk produk kelompok.
Kecenderungan orang mengurangi usahanya apabila bekerja dengan orang lain
merupakan masalah serius dalam organisasi. Terdapat beberapa cara untuk
mengetahui social loafing, yaitu:
58
a. Make each performer identifiable, membuat masing-masing orang yang
melakukan kinerja dapat diidentifikasi. Social loafing mungkin terjadi ketika
orang merasa dalam kondisi di mana setiap kontribusi individu tidak dapat
dipertimbangkan. Apabila kontribusi setiap individu terhadap tugas
ditunjukkan di mana dapat dilihat oleh orang lain, orang mungkin kurang
suka menurunkan kinerjanya daripada ketika hanya kinerja kelompok atau
organisasi seluruhnya yang ditampilkan. Apabila kontribusi individu terhadap
kelompok semakin ditonjolkan, semakin besar dorongan dirasakan individu
untuk membuat kontribusi kelompok.
b. Make work tasks more important and interesting, membuat tugas pekerjaan
menjadi lebih penting dan menarik. Orang tidak suka dikatakan menumpang
ketika tugas yang mereka kerjakan adalah vital bagi organisasi. Namun,
seorang tenaga penjualan yang merasa pekerjaannya kurang berharga
semakin terikat pada social loafing.
c. Reward individuals’ for contributing to their group’s performance,
memberikan penghargaan kepada individu yang memberikan kontribusi pada
kinerja kelompok. Hal ini akan mendorong minat individu dalam kinerja
kelompok. Melakukan tindakan ini membantu pekerja lebih fokus pada
kepentingan kolektif dan kurang pada kepentingan individu.
d. Use punishment threats, menggunakan ancaman hukuman. Kenyataan
bahwa pengurangan kinerja mungkin dikontrol dengan menghukum individu
yang kinerjanya menurun, social loafing mungkin dapat dikurangi. Apabila
ancaman hukuman dibuat, kinerja kelompok meningkat, sehingga
menghilangkan pengaruh social loafing.
59
2.4.8 Kriteria Evaluasi
Ada faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kinerja karyawan yang tidak secara
langsung berhubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Faktor-faktor tersebut
sangat penting dan harus diberi bobot yang sama dalam proses evaluasi (Furtwengler, 2002,
p.90):
1. Kecepatan
Perusahaan mencapai mass customization dengan sistem persediaan just-in-
time. Sistem persediaan just-in-time dirancang hanya untuk membeli bahan baku
yang diperlukan untuk produksi hari ini. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
menghindari biaya penyimpangan dan penanganan yang mahal. Beberapa
perusahaan begitu mahir dalam just-in-time, sehingga mereka sekarang
memesan bahan baku berdasarkan shift dan bukan berdasarkan hari.
Mass customization adalah proses mengadaptasikan produk atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan individual sambil melayani ribuan pelanggan
setiap harinya.
2. Kualitas
Kecepatan tanpa kualitas adalah sia-sia. Jika salah satu pemasok mengirim
bahan baku yang rusak, maka sistem tersebut secara keseluruhan menjadi
gagal. Pelanggan akan kecewa, terjadi tekanan tambahan pada jadwal produksi
dan biaya pengerjaan ulang yang berat. Tidak ada yang menang. Kualitas
merupakan suatu keharusan dalam pengukuran kinerja.
3. Layanan
Layanan yang buruk (selama atau setelah penjualan) akan menghapuskan
manfaat apapun yang dicapai dari kecepatan dan kualitas. Itulah konsep
pelanggan internal (orang-orang dalam organisasi yang mengandalkan layanan)
60
seperti halnya pelanggan eksternal (orang-orang di luar organisasi yang
dilayani).
4. Nilai
Nilai adalah kombinasis dari kualitas dan harga yang memungkinkan pembeli
untuk merasakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang
mereka bayarkan.
5. Keterampilan interpersonal
Frase ”bermain baik dengan orang lain” sering digunakan secara bersama-sama
dengan ”keterampilan interpersonal.” Dengan pernyataan demikian, karyawan
harus dievaluasi untuk diketahui kemampuan dan kemauan mereka
mempertimbangkan kebutuhan orang lain-rekan kerja, boss, bawahan,
pelanggan, dan pemasok.
6. Mental untuk sukses
Pentingnya mental untuk sukses tidak dapat dinyatakan secara berlebihan,
namun tidak ada seorangpun yang dapat berhasil tanpa keyakinan bahwa
seseorang dapat berhasil.
7. Terbuka untuk berubah
Banyak orang yang tidak mau berubah, tetapi ada juga yang menerimanya
dengan senang.
8. Kreativitas
Kreativitas dapat beraneka macam bentuknya. Beberapa orang paling kreatif jika
bekerja dengan ”kanvas kosong”. Sedangkan yang lain sangat kreatif jika
memperbaiki sistem yang sudah ada. Ada pula yang menemukan kreativitas
terbaiknya jika seseorang itu menghadapi masalah. Apapun bidangnya,
kreativitas merupakan komponen penting dalam keberhasilan karyawan.
61
9. Keterampilan berkomunikasi
Masalah akan dengan mudah tercipta akibat komunikasi yang buruk, begitu juga
sebaliknya.
10. Inisiatif
Keberhasilan terbesar perusahaan dan juga keberhasilan karyawan tercapai jika
karyawan menunjukkan inisiatif dalam perbaikan.
11. Perencanaan dan Organisasi
Orang yang tidak memiliki keterampilan organisasi yang baik mungkin ada dalam
pekerjaan yang salah, maka karyawan seperti ini harus diamati, apabila mungkin
mereka dapat lebih baik jika melakukan pekerjaan yang kurang terstruktur.
2.4.9 Karyawan Bertipe Kinerja Rendah
Triton (2007, p.94-98) mengemukakan tujuh tipe pekerja yang gagal mencapai
kinerja yang diharapkan oleh perusahaan, yaitu:
1. The Time Bomb. Sesuai dengan istilahnya, yaitu the time bomb atau bom waktu,
maka pekerja pada kelompok ini terdiri dari orang-orang yang temperamental
dan senang megacaukan suasana. Tipe pekerja semacam ini akan semakin liar
apabila mereka bekerja dalam lingkungan yang penuh tekanan (under pressure).
Para supervisor atau manajer bahkan seringkali tidak mampu berbuat apapun
menghadapi tipe pekerja semacam ini. Dari segi kinerja, tipe ini biasanya sulit
mencapai kinerja yang dapat diharapkan oleh perusahaan.
2. The Wet Blanket. Kontradiksi mungkin adalah kata yang tepat untuk
menggabarkan tipe pekerja ini. Di satu sisi, pekerja semacam ini akan
tersinggung dan merasa harga dirinya diturunkan apabila tidak dilibatkan dalam
aktivitas yang berskala kelompok, misalnya proses-proses diskusi dan
62
pengambilan keputusan lainnya. Di sisi lain, apabila pekerja dengan tipe the wet
blanket ini cenderung berkeberatan terhadap permasalahan-permasalahan yang
dibahas. Tentu saja tipe pekerja ini cenderung berkonfilk terutama dengan
supervisor yang inovatif, berani mengambil risiko, dan berusaha menemukan
hal-hal baru. Sangat kontradiktif bahwa apabila the wet blanket ini dikeluarkan
dari diskusi, maka mereka akan meradang, dan menyalahkan hampir semua
orang, bahkan jika perlu mereka akan meremehkan segala diskusi tentang
inovasi yang tidak melibatkannya dalam kelompok.
3. The Really Nice Person. Pekerja dengan tipe ini cenderung kharismatik dan
sangat sopan dalam persahabatan. Seringkali walaupun tipe ini tidak mampu
menghasilkan kinerja yang baik, tipe ini terlihat terlalu baik untuk diberikan
sangsi. The really nice person selalu ingin menonjolkan diri, tetapi sebenarnya
tidak memiliki kemampuan. Permasalahannya, seringkali seorang manajer atau
supervisor cenderung meminta maaf kepada tipe ini, padahal, sebenarnya tipe
inilah yang didapati memiliki kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaannya.
4. The Isolate. Tipe kinerja rendah sering didapati pada the isolate, yaitu orang-
orang yang cenderung pendiam, menyimpan rahasia, dan miskin komunikasi.
Tipe ini dari aspek pekerjaan mampu melakukan dengan baik pekerjaannya,
tetapi sulitnya berkomunikasi dengan the isolate menyebabkan kinerja mereka
pada pekerjaan terkait fungsi utama kelancaran komunikasi dalam organisasi.
Uniknya, mereka justru lebih senang jika dibiarkan sibuk dengan ”pekerjaannya
sendiri” dan tidak diikutkan dalam aktivitas-aktivitas yang melibatkan kelompok.
Bagaimanapun komunikasi adalah persoalan yang penting untuk menjamin
kelangsungan organisasi, sehingga tipe-tipe seperti ini sering menimbulkan
persoalan dalam proses komunikasi.
63
5. The Excuse Maker. Tipe pekerja yang tergolong the excuse maker sering
menghambat kinerjanya sendiri ataupun kinerja organisasi akibat kebiasaannya
menggunakan alasan. Setiap ditanyakan tentang kinerjanya yang rendah, tipe ini
selalu memiliki alasan walaupun sudah terbukti kinerjanya selalu tidak memenuhi
standar. Tipe ini menggunakan berbagai alasan yang tidak masuk akal selalu
ditujukan untuk membenarkan diri atas kinerjanya yang rendah.
6. The Loose Cannon. Pekerja dengan tipe ini memiliki ciri-ciri terlalu tekun,
berbicara keras, jarang mempertimbangkan kinerjanya yang rendah, salah dalam
pertimbangan, dan berlebihan atau salah arah akibat antusiasmenya.
Sebenarnya tipe ini mampu mengerjakan hampir dalam setiap aspek
pekerjaannya, tetapi tidak terlalu antusias, tidak jarang justru terjadi persoalan
bagi para manajer. Biasanya untuk mengatasi tipe ini, para manajer mencari
informasi tentang kesempatan-kesempatan bekerja di tempat lain dan
membujuk mereka dengan meyakinkannya akan potensinya bekerja di tempat
lain.
7. The Employee with Paralysis of Indecision. Tipe ini sepintas mirip dengan the
loose cannon, yaitu menguasai hampir dalam semua aspek pekerjaan, dan
bahkan tipe ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan the loose cannon.
Tetapi, tipe ini tetap menimnulkan kesulitan karena berhadapan dengan
pekerjaan-pekerjaan baru, tipe ini biasanya tidak mampu memecahkannya
secara kritis dalam keadaan darurat. Mereka cenderung tidak memiliki
kemandirian untuk membuat keputusan, kurang mampu menciptakan solusi,
kurang percaya diri, dan memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap kesalahan
yang mungkin diperbuat.
64
2.4.10 Motivasi dan Kinerja Karyawan
Jurnal Ajiyasa dan Bastian (2007, p.3) menuliskan bahwa motivasi sebagai alat
pendorong yang menyebabkan seseorang merasa terpanggil dengan penuh kesadaran serta
senang hati melakukan suatu kegiatan yang dapat memberikan sesuatu yang terbaik dalam
pekerjaannya. Keberadaan karyawan dalam suatu organisasi diatur dengan adanya
pembedaan pemberian wewenang dan tanggung jawab (authority and responsibility).
Dengan jelasnya wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepada karyawan, maka
kinerja mereka harus baik. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena faktor seperti
motivasi dan harapan. Pada prakteknya, motivasi dan harapan para karyawan tercermin
dalam perilaku disiplin dan inisiatif. Perilaku yang berkaitan dengan disiplin, inisiatif,
wewenang, dan tanggung jawab akan mencerminkan apakah organisasi berjalan secara
efektif dan efisien. Efektivitas dan efisiensi akan menentukan performance (kinerja)
organisasi. Jadi, efektifitas dan efisiensi merupakan instrumen untuk mengukur kinerja suatu
organisasi.
2.4.11 Kompensasi dan Kinerja Karyawan
Menurut jurnal Ajiyasa dan Bastian (2007, p.3), pemberian kompensasi akan
berpengaruh positif pada produktivitas kerja karyawan. Untuk meningkatkan prestasi kerja,
motivasi, dan kepuasan kerja karyawan adalah melalui kompensasi. Kepuasan kerja
tercermin pada perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, yang sering diwujudkan dalam
sikap positif karyawan mengenai segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan.
Pengawasan yang cermat terhadap kepuasan kerja karyawan tersebut sangat penting untuk
mendapatkan perhatian pimpinan organisasi, terutama bagian sumber daya manusia.
65
2.5 Kerangka Pemikiran
Kompensasi (X1)
1. Kompensasi langsung 2. Kompensasi tidak
langsung 3. Imbalan bukan uang
Motivasi
(X2)
1. Sikap perilaku 2. Partisipasi 3. Kebutuhan 4. Hubungan antarpribadi 5. Kondisi kerja
KINERJA GUEST SERVICES ASSISTANT CENGKARENG,
JAKARTA (Y)
1. Tujuan 2. Kompetensi 3. Kecepatan 4. Layanan
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
2.6 Hipotesis
1. Kompensasi berpengaruh terhadap kinerja Guest Services Assistant pada PT.
Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng).
2. Motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja Guest Services Asisstant pada PT.
Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng).
3. Kompensasi dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja Guest Services
Assistant pada PT. Indonesia AirAsia Jakarta (Cengkareng).