BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00438-TI...
-
Upload
phungtuyen -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00438-TI...
17
BBAABB 22
LLAANNDDAASSAANN TTEEOORRII
2.1 Pengertian Kualitas
Secara garis besar kualitas adalah kepuasan pelanggan yang merupakan tujuan
perusahaan atau organisasi. Pelanggan yang dimaksud disini bukan pelanggan
atau konsumen yang hanya datang sekali untuk mencoba dan tidak pernah
kembali lagi, melainkan mereka yang datang berulang-ulang untuk membeli dan
membeli lagi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, pengertian kualitas adalah sebagai
berikut:
◊ Juran (1962) ”Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya.”
◊ Crosby (1979) ”Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi
availability, delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness.”
◊ Deming (1982) “Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan
sekarang dan di masa mendatang.”
◊ Feigenbaum (1991) “Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk
dan jasa yang meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintenance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.”
18
◊ Scherkenbach (1991) “Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan
menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya
pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.”
◊ Elliot (1993) “Kualitas adalah sesuatu yang berbeda untuk orang yang
berbeda dan tergantung pada waktu dan tempat, atau dikatakan sesuai dengan
tujuan.”
◊ Goetch dan Davis (1995) “Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk, pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.”
◊ Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan dari Standar Nasional Indonesia (SNI
19-8402-1991), kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk dan
jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan
secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan diartikan sebagai spesifikasi
yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus
didefinisikan terlebih dahulu.”
Dari definisi tersebut dapat dikatakan secara garis besar bahwa kualitas adalah
keseluruhan ciri atau karakteristik produk dalam tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan dan harapan pelanggan.
Sedangkan dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses
statistikal, terminologi kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan atau
perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk yang dihasilkan,
19
agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan
kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Dengan demikian pengertian
kualitas dalam konteks pengendalian proses statistikal adalah bagaimana baiknya
suatu output itu memenuhi spesifikasi dan toleransi yang diterapkan oleh bagian
desain dari suatu perusahaan.
2.2 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik ataupun manajemen,
dimana dilakukan pengukuran karakteristik kualitas dari output (barang atau
jasa), kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output
yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat
apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar.
Pengendalian kualitas ditujukan untuk mempertahankan standar kualitas
produk yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen. Tindakan
pengendalian dapat membantu mempertahankan kinerja proses produksi dalam
batas-batas toleransi yang diijinkan.
Untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa yang dihasilkan dan
sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan pengendalian kualitas
(quality control) atas aktivitas proses yang dijalani. Dari pengendalian kualitas
yang berdasarkan inspeksi dengan penerimaan produk yang memenuhi syarat dan
penolakan yang tidak memenuhi syarat sehingga banyak bahan, tenaga, dan
waktu yang terbuang, muncul pemikiran untuk menciptakan sistem yang dapat
20
mencegah timbulnya masalah mengenai kualitas agar kesalahan yang terjadi tidak
terulang lagi.
Menurut Vincent Gaspersz (1998, halaman 1) pengendalian kualitas
merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur
karakteristik kualitas dari output kemudian membandingkan hasil pengukuran itu
dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan
perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan
standar.
Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang
digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan
memperbaiki produk atau proses dengan menggunakan metode statistik.
Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur berdasarkan
karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut:
1. Fisik: panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dan lain-lain.
2. Sensory (berkaitan dengan panca indera): rasa, penampilan, warna, bentuk,
model, dan lain-lain.
3. Orientasi waktu: reliability, serviceability, maintainability, dan lain-lain.
4. Orientasi biaya: berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga
atau biaya dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.
21
Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat,
yaitu:
1. Pengukuran pada tingkat proses, yang mengukur setiap langkah atau aktivitas
dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok (supplier)
yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuan dari
pengukuran pada tingkat ini adalah mengidentifikasi perilaku yang mengatur
setiap langkah dalam proses dan menggunakan ukuran-ukuran ini untuk
mengendalikan operasi serta memperkirakan output yang akan dihasilkan
sebelum output itu diproduksi atau diserahkan ke pelanggan. Beberapa contoh
pengukuran pada tingkat proses adalah: lama waktu menjawab panggilan
telepon, banyaknya panggilan telepon yang tidak dikembalikan ke pelanggan,
konformasi terhadap waktu penyerahan yang dijanjikan, persentasi material
cacat yang diterima dari pemasok, siklus waktu produk (product cycle times),
banyaknya inventori setengah jadi (work in process inventory), dan lain-lain.
2. Pengukuran pada tingkat output, mengukur karakteristik output yang
dihasilkan dibandingkan terhadap spesifikasi karakteristik yang diinginkan
pelanggan. Beberapa contoh ukuran pada tingkat output adalah: banyaknya
unit produk yang tidak memenuhi spesifikasi tertentu yang diterapkan
(banyak produk cacat), tingkat efektivitas dan efisiensi produksi, karakteristik
kualitas dari produk yang dihasilkan, dan lain-lain.
22
3. Pengukuran pada tingkat outcome, yang mengukur bagaimana baiknya suatu
produk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Pengukuran pada
tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi
kualitas. Beberapa contoh pengukuran pada tingkat outcome adalah:
banyaknya keluhan pelanggan yang diterima, banyaknya produk yang
dikembalikan oleh pelanggan, tingkat ketepatan waktu penyerahan produk
sesuai dengan waktu yang dijanjikan, dan lain-lain.
2.3 Diagram Pareto
Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan
seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik
batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Diagram Pareto bagian dari Statistical Process Control (SPC) yang
merupakan suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta
penentuan dan interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang
proses dalam suatu sistem industri untuk meningkatkan kualitas dari output guna
memenuhi kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.
Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi
untuk:
23
Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
Diagram ini pertama kali ditemukan oleh Vilfredo Pareto, seorang ekonom
Itali, menemukan aturan 80/20 dengan melakukan studi akan distribusi kekayaan
dari berbagai negara. Ia menyimpulkan bahwa 20% minoritas menguasai 80%
kekayaan masyarakat. Aturan ini tetap relevan diterapkan pada berbagai bidang,
termasuk dalam inisiatif pengembangan kualitas: 20% dari kecacatan akan
menyebabkan 80% dari masalah. Penelitian lebih lanjut oleh Dr. Juran dalam
manajemen kualitas menyatakan aturan vital few and trivial many atau 20% dari
sesuatu bertanggung jawab akan 80% hasil-hasilnya. Aturan ini juga berarti
sesuatu yang sedikit (20%) adalah vital dan yang banyak (80%) adalah sepele.
Diagram Pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang
merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap
keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka dapat
ditentukan prioritas perbaikan yang akan dilakukan. Kegunaan diagram Pareto
adalah:
Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi.
24
Menyatakan perbandingan masing-masing persoalan yang ada dan komulatif
secara keseluruhan.
Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada
daerah yang terbatas.
Menunjukkan perbandingan masing-masing persoalan sebelum dan sesudah
perbaikan.
Pareto diagram merupakan langkah awal (berdasarkan skala prioritas) untuk
melakukan perbaikan atau tindakan koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.
Pareto diagram dapat diaplikasikan untuk proses perbaikan dalam berbagai
macam aspek permasalahan.
Contoh, pada suatu bisnis makanan cepat saji, salah satu bauran produknya
adalah melayani pesanan rumah. Bisnis berkembang dengan cepat. Seiring
dengan itu banyak keluhan pelanggan yang muncul. Berikut daftar keluhan yang
muncul:
Tabel 2.1 Daftar Cacat (contoh)
No. Macam keluhan (kecacatan) Jumlah
1 Rasa tidak standar 10 2 Makanan sudah dingin 25 3 Tidak sesuai pesanan 5 4 Waktu pengiriman lama 30 5 A 1 6 B 2 7 C 1 8 D 3
25
Langkah-langkah dalam menggunakan minitab 14 untuk diagram Pareto:
1. Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2.1 Tampilan Pengisian Data pada Minitab 14
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart sampai muncul kotak dialog
Pareto Chart
Gambar 2.2 Tampilan Kotak Dialog pada Minitab 14
26
3. Pilih Chart defect table kemudian klik pada kotak labels in sehingga
daftar variabel, yaitu variabel kecacatan dan jumlah muncul pada kotak
pojok kiri. Pindahkan variabel kecacatan ke kotak labels in dengan
memilih variabel tersebut dan tekan tombol Select. Pindahkan variabel
jumlah ke kotak Frequencies in.
4. Klik OK, sehingga akan diperoleh diagram berikut:
Coun
t
Perc
ent
Kecacatan
Count39,0 32,5 13,0 6,5 3,9 2,6 2,6
Cum % 39,0 71,4
30
84,4 90,9 94,8 97,4 100,0
25 10 5 3 2 2Percent
Otherbd
Tidak
sesu
ai pe
sana
n
Rasa
tidak
stan
dar
Masak
an su
dah d
ingin
Wak
tu pe
ngirim
an la
ma
80
70
60
50
40
30
20
10
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Kecacatan
Gambar 2.3 Tampilan Diagram Pareto pada Minitab 14
27
2.4 Pengukuran Kinerja Produk
2.4.1 Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu:
1. Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah:
Proportion Defect, merupakan persentase jumlah unit/item yang
memiliki satu atau lebih cacat dibanding dengan total unit yang
diproduksi. Rumusnya ialah
% 100 diproduksi yangunit h
XJumla
DefectiveJumlahDPU =
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1 dikurangi
Proportion Defective. Informasi ini memberitahu apakah pecahan dari
unit total yang diproduksi atau dikirim adalah bebas cacat (defect free).
Hasil ini biasanya dikalikan dengan 100 %. Ukuran Yield
mengindikasikan ke-efektifan dari sebuah proses untuk menghasilkan
probabilitas produk yang bebas cacat (defect free).
Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled Throughput
Yield atau RTY, mengindikasikan yield atau “hasil baik” pada tiap-tiap
proses yang ada. Rumus RTY adalah:
RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %.
28
2. Ukuran-ukuran Defect
Sering disebut Defect per Unit atau DPU. Ukuran ini merefleksikan
jumlah rata-rata dari defect, semua jenis, terhadap total unit yang
dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya, ini mengindikasikan bahwa
setiap unit akan memiliki satu defect, sekalipun beberapa item mungkin
memiliki lebih dari satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU
0,25 menunjukan suatu probabilitas bahwa satu dari empat unit akan
memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
unittotal terjadiyang
JumlahDefectJumlahDPU =
Tiga ukuran pertama diatas akan membantu mengetahui seberapa
baik atau buruk proses dikerjakan dan bagaimana defect didistribusikan
dalam proses berjalan. Ukuran-ukuran tersebut juga dapat menjadi
indikator dari performansi produk yang dihasilkan.
2.4.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan untuk
menghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran berbasis peluang defect,
yaitu:
29
1. Defect per Opportunity, atau DPO
Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total peluang
dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai contoh jika DPO
sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki defect dalam sebuah
kategori (CTQ) adalah 5%.
Rumusnya adalah:
Peluangunit x Totalunit DefectiveJumlahDPO =
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO
Kebanyakan ukuran-ukuran peluang defect diterjemahkan ke dalam
format DPMO, yang mengindikasikan berapa banyak defect akan
muncul jika ada satu juta peluang. Dalam lingkungan pemanufakturan
secara khusus, DPMO sering disebut “PPM”, singkatan dari “parts per
million”. Rumus umum untuk menghitung DPMO ialah:
DPMO = DPO x 1.000.000.
Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang terjadinya
cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta peluang.
3. Sigma Level
Ukuran sigma atau level sigma adalah variabel paling penting dalam
metode Six Sigma, karena variabel ini mengindikasikan variabilitas
30
proses dan sampai pada level berapa sigma proses dikelola. Ukuran ini
juga mengindikasikan apakah proses saat ini sudah “efisien” dan
“berkualitas” atau belum.
Untuk mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah kita harus
mengetahui DPMO terlebih dahulu dari hasil tersebut dapat kita
konversikan menjadi skor sigma melalui tabel konversi sigma yang ada
pada lampiran.
4. Menghitung COPQ (Cost Of Poor Quality), konsekuensi dari suatu
produk jadi yang mempunyai kualitas rendah adalah perusahaan harus
rela kehilangan keuntungan. Untuk mereduksi kehilangan keuntungan
ini, maka perusahaan dapat menjalankan proyek Six Sigma. Semakin
tingginya tingkat sigma yang dicapai, maka tingkat defect dan tingkat
COPQ nya dapat menjadi rendah.
2.5 Cause Effect Diagram
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal,
diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab
(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram
tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau
31
diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh
Prof. Kaoru Ishikawa dari dari Universitas Tokyo pada tahun 1953.
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut:
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
Gambar 2.4 Struktur Diagram Sebab-Akibat
Diagram 2.1 Fishbone Diagram
32
Langkah-langkah membuat diagram sebab-akibat dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah utama yang penting dan mendesak
untuk diselesaikan.
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada ”kepala ikan”, yang merupakan akibat
(effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian
gambarkan ”tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan
masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah kualitas sebagai ”tulang besar”, juga ditempatkan dalam kotak.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat dikembangkan
melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor: manusia,
mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan kerja, pengukuran, dan
lain-lain, atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual dalam proses.
Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori dapat dikembangkan melalui
brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-
penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder itu
dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran sedang”.
5. Tuliskan penyebab-penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab-penyebab
sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier
itu dinyatakan sebagai ”tulang-tulang berukuran kecil”.
33
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-faktor
penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap
karakteristik kualitas.
7. Catatlah informasi yang perlu didalam diagram sebab-akibat itu, seperti:
judul, nama produk, proses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dan lain-
lain.
2.6 Definisi Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan
data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan
yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses
statistikal dikenal dua jenis data, yaitu:
• Data Atribut (Attributes Data), yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk
pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah
ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses administrasi buku
tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, dan lain-lain. Data
atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang telah ditetapkan.
• Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur untuk
keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah:
diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong,
34
banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen, dan lain-lain.
Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume, biasanya
merupakan data variabel.
2.7 Peta Kontrol untuk Data Atribut
Peta kontrol untuk data atribut ada 4, diantaranya peta p, np, c, dan u. Pada
umumnya data atribut hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan ya atau
tidak, seperti: sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus,
bagus atau jelek, dll. Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Peta-peta control untuk data atribut adalah penting untuk beberapa alasan
berikut:
Situasi-situasi yang berkaitan dengan data atribut ada dalam proses teknikal
atau administratif, sehingga teknik-teknik analisis atribut menjadi berguna
dalam banyak penerapan. Kesulitan paling nyata dalam pengendalian kualitas
adalah mengembangkan definisi operasional secara tepat tentang apa itu
ketidaksesuaian, sehingga suatu produk yang merupakan output dari proses
perlu diperhatikan.
Data atribut telah tersedia dalam banyak situasi termasuk dalam aktivitas
inspeksi material, proses perbaikan, atau inspeksi akhir. Dalam kaitan ini, data
yang telah tersedia itu hanya membutuhkan sedikit usaha untuk
mengkonversinya ke dalam bentuk peta kontrol untuk data atribut itu.
35
Apabila data baru harus dikumpulkan, informasi atribut pada umumnya
mudah diperoleh dan tidak mahal, serta tidak membutuhkan keterampilan
khusus untuk mengumpulkan data atribut itu.
Kebanyakan data yang dikumpulkan untuk pelaporan manajemen adalah
dalam bentuk atribut dan akan menjadi lebih bermanfaat apabila dilakukan
analisis peta kontrol untuk data atribut itu.
Ketika memperkenalkan peta-peta kontrol dalam suatu organisasi, adalah
penting untuk memprioritaskan area masalah dan menggunakan peta kontrol
itu di tempat yang paling membutuhkannnya. Signal masalah dapat dating
dari sistem pengendali biaya, keluhan-keluhan pengguna, hambatan-hambatan
internal, dan lain-lain. Penggunaan peta-peta kontrol untuk data atribut yang
berkaitan dengan ukuran-ukuran kunci kualitas secara keseluruhan seringkali
mampu memberikan petunjuk tentang area proses spesifik yang membutuhkan
pengujian-pengujian lanjutan, termasuk kemungkinan menggunakan peta-peta
kontrol untuk data variabel.
Bagaimanapun sebelum peta-peta kontrol untuk data atribut digunakan untuk
mengendalikan karakteristik kualitas dari item-item, beberapa langkah
pendahuluan harus dipersiapkan, sebagai berikut:
Menetapkan suatu lingkungan yang cocok untuk tindakan. Penggunaan
metode-metode statistical akan gagal, kecuali manajemen telah menyiapkan
suatu lingkungan yang responsive.
36
Mendefinisikan proses, dalam hal ini proses harus dipahami dalam bentuk
hubungannya dengan operasi yang lain, pengguna, dan dalam bentuki elemen-
elemen proses (orang, mesin dan peralatan, material, metode dan lingkungan
kerja) yang berpengaruh pada setiap tahap proses. Untuk membantu
memahami hubungan pengaruh dari elemen-elemen proses itu, kita dapat
menggunakan diagram sebab akibat (cause-and-effect-diagram).
Menentukan karakteristik kualitas yang akan dikelola. Manajemen seyogianya
mengkonsentrasikan pada karakteristik-karakteristik yang paling bermanfaat
untuk perbaikan proses. Untuk membantu memahami karakteristik-
karakteristik apa yang dominan berpengaruh pada perbaikan proses, kita dapat
menggunakan prinsip pareto. Karakteristik-karakteristik yang akan dikelola
seyogianya mempertimbangkan beberapa hal berikut :
Kebutuhan pelanggan. Hal ini mencakup juga setiap subsekuens proses
yang menggunakan produk sebagai suatu input (pelanggan internal) dan
pelanggan akhir (pelanggan eksternal) yang menggunakan produk itu.
Area masalah sekarang dan potensial. Mempertimbangkan bukti-bukti
yang ada dari pemborosan (waste) atau performansi yang buruk (misalnya
scrap, pekerjaan ulang, overtime berlebihan, target tidak terpenuhi, dan
lain-lain), serta area risiko (misalnya : perubahan-perubahan terhadap
desain produk, korelasi pada elemen-elemen dari proses, dan lain-lain).
37
Korelasi di antara karakteristik-karakteristik itu. Untuk keperluan studi
yang efektif dan efisien, kita perlu mengkaji hubungan (korelasi) di antara
karakteristik kualitas individual suatu item cenderung terjadi bersama-
sama, maka cukup dibuatkan peta kontrol terhadap satu karakteristik
kualitas saja yang juga telah mampu merepresentasikan karakteristik-
karakteristik kualitas individual yang lain. Untuk membantu kita
memahami hubungan (korelasi) di antara karakteristik-karakteristik
kualitas dapat menggunakan diagram tebar (scatter diagram) dan analisis
korelasi.
Mendefinisikan sistem pengukuran. Karakteristik kualitas harus didefinisikan
secara operasional, sehingga temuan-temuan dapat dikomunikasikan kepada
semua pihak yang terkait agar memperhatikannya. Hal ini mencakup
spesifikasi data apa yang dikumpulkan, di mana, bagaimana, oleh siapa,
bilamana, dan dalam kondisi apa. Penetapan definisi operasional kadang-
kadang menjadi sulit tetapi penting, apabila pertimbangan pribadi juga
dilibatkan. Definisi karakteristik kualitas akan mempengaruhi jenis peta
kontrol yang digunakan.
Meminimumkan variasi-variasi yang tidak perlu. Variasi-variasi penyebab
eksternal yang tidak perlu seyogianya dikurangi sebelum studi tentang
pengendalian kualitas dimulai.
38
2.8 Peta Kontrol p
Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian
(penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang
sedang diinspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk
mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi
kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Proporsi yang tidak memenuhi syarat didefinisikan sebagai rasio banyaknya
item yang tidak memenuhi syarat dalam suatu kelompok terhadap total banyaknya
item dalam kelompok itu. Item-item itu dapat mempunyai beberapa karakteristik
kualitas yang diperiksa atau diuji secara simultan oleh pemeriksa. Jika item-item
itu tidak memenuhi standar pada satu atau lebih karakteristik yang diperiksa,
item-item itu digolongkan sebagai tidak memenuhi syarat spesifikasi atau cacat.
Proporsi sering diungkapkan dalam bentuk desimal, misalnya : jika ada 30
unit produk yang cacat dari 100 unit produk yang diperiksa, dikatakan bahwa
proporsi dari produk cacat adalah sebesar 30 / 100 = 0,30. apabila nilai proporsi
ini dikalikan dengan 100%, dapat dinyatakan dalam persen, sehingga dikatakan
bahwa persentase dari produk cacat adalah sebesar (0,30).(100%) = 30%.
39
Pembuatan peta kontrol p, dapat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa
langkah berikut :
1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n > 30).
2. Kumpulkan 20 – 25 set contoh.
3. Hitung nilai proporsi cacat, yaitu p-bar = total cacat / total inspeksi.
4. Hitung nilai simpangan baku, yaitu : Sp = n} / bar)-p -1 (bar -p {
Jika p-bar dinyatakan dalam persentase, maka Sp dihitung sebagai berikut :
Sp = n} / bar)-p - 100 (bar -p {
5. Hitung batas-batas kontrol 3-sigma dari :
CL = p-bar
UCL = p-bar + 3 Sp
LCL = p-bar - 3 Sp
6. Plot atau tebarkan data proporsi (atau persentase) cacat dan lakukan
pengamatan apakah data itu berada dalam pengendalian statistikal.
7. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, tentukan kapabilitas proses menghasilkan produk
yang sesuai (tidak cacat) sebesar : (1- p-bar) atau (100% - p-bar), hal ini
serupa dengan proses menghasilkan produk cacat sebesar p-bar.
8. Apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses berada dalam
pengendalian statistikal, gunakan peta kontrol p untuk memantau proses terus-
menerus. Tetapi apabila data pengamatan menunjukkan bahwa proses tidak
40
berada dalam pengendalian statistikal, proses itu harus diperbaiki terlebih
dahulu sebelum menggunakan peta kontrol itu untuk pengendalian proses
terus-menerus.
Langkah-langkah membuat p chart dengan menggunakan Minitab 14: contoh,
suatu perusahaan minuman dalam kemasan melakukan kontrol statistik pada
produk minumannya. Perusahaan memonitor kemasan apakah terjadi kebocoran
atau penutup yang tidak sempurna. Perusahaan melakukan pengamatan setiap
setengah jam sebanyak 15 kali dengan setiap pengamatan mengambil 25 atau 50
sampel (sampel bervariasi).
Masukan data defect yang terjadi.
Gambar 2.5 Tampilan Data Defect yang Terjadi
41
Klik Stat > Control Charts > Attributes Charts > p chart sehingga muncul
kotak dialog p chart:
Gambar 2.6 Tampilan Kotak dialog p chart
Masukkan variabel cacat kemasan pada kotak Variables.
Masukkan variabel jml sampel pada kotak Subgroup sizes.
Klik OK, maka akan diperoleh hasil lembar session dan diagram kontrol
berikut
42
Sample
Prop
orti
on
151413121110987654321
0,30
0,25
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
_P=0,112
UCL=0,2458
LCL=0
1
P Chart of Cacat Kemasan
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 2.7 Tampilan P-chart
2.9 Analytical Hierarchy Process
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode
pengambilan keputusan. Tujuan pengambilan keputusan dengan menggunakan
metode ini antara lain:
o Menentukan kriteria-kriteria yang penting untuk pengambilan keputusan.
o Menentukan peringkat peringkat untuk pengambilan keputusan.
o Memilih keputusan terbaik dari perhitungan matriks kriteria dan alternatif.
Terdapat 9 derajat kepentingan dalam mengisi tabel-tabel AHP. Derajat
kepentingan tersebut diringkas pada tabel berikut:
43
Tabel 2.2 Derajat Kepentingan AHP
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1. Tentukan tujuan (level 1), kriteria (level 2), dan alternatif (level 3) dari
masalah.
Diagram 2.2 Contoh Permasalahan
44
2. Tentukan peringkat kriteria untuk matriks alternatif supplier yang dipilih
menurut tabel derajat kepentingan.
Tabel 2.3 Matriks Kriteria AHP
Catatan :
Jika mobil dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka harus ”equally preferred”
dengan nilai 1, yang membuat seluruh nilai sepanjang diagonal matriks bernilai 1.
Contohnya:
Dari segi harga Mobil A ”Moderately Preferred” terhadap mobil B, tetapi
Mobil C ”Strongly Preferred” terhadap mobil B.
3. Sama dengan cara pada nomor 2, tentukan peringkat untuk masing-masing
matriks kriteria yang dipilih menurut derajat kepentingan.
Tabel 2.4 Peringkat untuk Matriks Kriteria
4. Kalikan matriks kriteria dan matriks alternatif dari hasil perhitungan nomor 2
(supplier) dan nomor 3 (kriteria yang dipilih) untuk mendapatkan priority
vector sehingga bisa mendapatkan keputusan yang terbaik.
45
Perhitungan Konsistensi
5. Menentukan weight sum vector:
Diselesaikan dengan hasil perkalian row averages dengan matriks awal.
6. Menentukan Consistency Vector:
Diselesaikan dengan membagi weight sum vector dengan row averages.
7. Menghitung Lambda dan Consistency Index:
1−−
=n
nCI λ dimana n adalah jumlah item dari sistem yang dibandingkan.
λ adalah rata-rata dari Consistency Vector.
8. Menghitung Consistency Ratio:
RICICR = dimana RI adalah random index yang didapatkan dari tabel.
Untuk mengetahui hasil yang konsisten, maka hasil dari CR ≤ 0,10
Tabel 2.5 Random Index
N RI
2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49
46
2.10 Metode FMEA
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu penaksiran elemen
per elemen secara sistematis untuk menyoroti akibat-akibat dari kegagalan
komponen, produk, proses atau sistem memenuhi keinginan dan spesifikasi
konsumen termasuk keamanan, melalui desain ulang, perbaikan secara terus-
menerus, pendukung keamanan, tinjauan perancangan, dan lain-lain.
FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk
mengidentifikasikan dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan).
FMEA merupakan teknik analisis semi kuantitatif yang melibatkan disiplin tinggi,
pendekatan sistematis dan struktur yang digunakan untuk teknik pemecahan
masalah.
Metode ini dapat dikatakan sebagai sebuah kumpulan aktivitas sistematis
yang ditujukan untuk:
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kemungkinan terjadi kegagalan potensial
dan efek yang ditimbulkannya dalam sebuah proses atau desain.
2. Mengidentifikasi aksi yang dapat mengeliminasi atau mengurangi kesempatan
dan frekuensi timbulnya kegagalan potensial yang sama.
3. Dokumentasikan proses tersebut dan dapat dilengkapi dengan cara
mendefinisikan bagaimana sebuah desain dapat memuaskan konsumen.
47
Metode FMEA ini dapat diterapkan pada saat menerapkan tahap desain
produk atau pada saat proses sudah berjalan. Apabila dilakukan pada saat desain
disebut sebagai ”Design FMEA”. Pada pembahasan ini akan dijabarkan mengenai
FMEA proses, karena akan diterapkan pada produk yang sudah memasuki tahap
produksi.
Suatu FMEA proses akan mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan
potensial yang mungkin dari setiap spesifikasi dan menghilangkan atau
meminimumkan penyimpangan-penyimpangan itu melalui deteksi atau
pencegahan perubahan-perubahan dalam variabel-variabel proses. Manfaat
penggunaan FMEA proses dalam peningkatan kualitas Six Sigma adalah
mengidentifikasi masalah-masalah yang potensial sebelum produk itu diproduksi,
membantu menghindari scrap dan pekerjaan ulang (rework), mengurangi
banyaknya kegagalan produk yang ada sehingga akan meningkatkan kepuasan
pelanggan dan menjamin suatu start up produksi yang lebih mulus.
Fungsi dari Process Potential FMEA:
1. Mengidentifikasikan produk yang mungkin terjadi kegagalan dalam
prosesnya.
2. Menentukan efek yang mungkin terjadi bagi konsumen bila terjadi kegagalan.
3. Mengidentifikasi penyebab kegagalan utama dalam manufaktur dan
mengurangi tingkat kejadian dari penyebab itu dengan memfokuskan kontrol
akan variabel tersebut.
48
4. Membuat daftar yang terurut untuk potensial kegagalan dan menentukan
tingkat prioritas untuk penanganan dan tindakan penyelesaian.
5. Mendokumentasikan hasil dari proses manufaktur atau perakitan.
Konsumen yang dijelaskan disini bukan selalu merupakan end user, namun
konsumen disini adalah proses yang ada setelah proses yang dibahas dalam
metode FMEA ini, yaitu proses yang menggunakan produk dari proses yang
dibahas. Pada saat pembuatan dan pelaksanaan FMEA proses ini, setiap anggota
team yang bertanggung jawab akan berpartisipasi secara aktif, baik dari beberapa
bagian dari manufaktur yang bertanggung jawab akan desain, kualitas, maupun
proses produksinya sendiri.
Gambar 2.8 Dokumen FMEA
49
FMEA proses ini adalah sebuah dokumen yang terus dikembangkan dimulai
dari persiapan produksi, persiapan peralatan produksi, dan juga pada seluruh
proses manufaktur itu sendiri sehingga setiap kegagalan yang mungkin terjadi
akan dapat diidentifikasikan sedini mungkin. Contoh dokumen FMEA dapat
dilihat pada gambar 2.8
Keterangan :
1. Severity
Merupakan tingkat parahnya kerusakan yang disetujui oleh team yang
menyusun FMEA ini, dapat diklasifikasikan antara 1-10 dengan kriteria
dalam tabel 2.6
Tabel 2.6 Rangking Severity
Ranking Kriteria (Severity of Effect)
1
Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2 3
Mild severity (pengaruh buruk yang ringan / sedikit). Akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler.
4 5 6
Moderate severity (pengaruh buruk yang moderate). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam batasan toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat.
7 8
High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanan dan keselamatan.
9 10
Potential safety problems (masalah keselamatan / keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.
50
2. Occurence
Merupakan bagaimana seringnya penyebab kegagalan tersebut timbul,
rangking 1-10 ini memiliki arti, bukan sekadar angka penggolongan saja.
Untuk menentukan angka occurence dapat dilihat dalam tabel 2.7 berikut:
Tabel 2.7 Rangking Occurence
Rangking Possible Failure Rate Cpk
1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini
yang mengakibatkan kegagalan 1 dalam 1.000.000
2 1 dalam 20.000
3 Kegagalan akan jarang terjadi
1 dalam 4.000
4 1 dalam 400
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 80
7 1 dalam 40
8 Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi
1 dalam 20
9 1 dalam 8
10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan
akan terjadi 1 dalam 2
3. Detection
Detection merupakan perkiraan kemungkinan dari kontrol yang diterapkan
pada proses tersebut dapat mendeteksi kegagalan yang ada sebelum produk
tersebut keluar dari proses produksi. Untuk dapat menentukan angka
detection dapat dilihat pada tabel 2.8
51
Tabel 2.8 Rangking Detection
Rangking Kriteria Verbal Rank
1 Metode pencegahan atau deteksi sangan efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab mungkin masih muncul terjadi.
1 dalam 1.000.000
2
3 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah rendah 1 dalam 40.000 1 dalam 20.000
4 1 dalam 1.000
5 1 dalam 400
6
Kemungkinan penyebab terjadinya bersifat moderat. Metode pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu terjadi
1 dalam 80
7 1 dalam 40
8
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang kembali. 1 dalam 20
9 1 dalam 8
10
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan atau deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi kembali 1 dalam 2
4. RPN
RPN (Risk Priority Number) adalah gabungan dari ranking severity (S),
Occurence (O), dan Detection (D) dengan rumus:
RPN = (S) x (O) x (D)
Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus
diberikan pada proses tersebut, misal untuk diagram pareto. RPN ini akan
bernilai antara 1 dan 1000. Untuk RPN yang besar, team harus mampu
menurunkan nilai resiko, umumnya perhatian tertinggi harus diberikan pada
Severity (S) tertinggi.
52
2.11 Logika Fuzzy
Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti akan mengira bahwa
logika fuzzy adalah sesuatu yang amat rumit dan tidak menyenangkan. Namun
sekali orang mulai mengenalnya, ia pasti akan sangat tertarik dan akan menjadi
pendatang baru untuk ikut serta mempelajari logika fuzzy. Logika fuzzy
dikatakan sebagai logika baru yang lama, sebab ilmu tentang logika fuzzy
modern dan metodis baru ditemukan beberapa tahun yang lalu, padahal
sebenarnya konsep tentang logika fuzzy itu sendiri sudah ada sejak lama.
Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang
input ke dalam suatu ruang output. Sebagai contoh:
1. Manajer pergudangan mengatakan pada manajer produksi seberapa banyak
persediaan barang pada akhir minggu ini, kemudian manajer produksi akan
menetapkan jumlah barang yang harus diproduksi esok hari.
2. Pelayan restoran memberikan pelayanan terhadap tamu, kemudian tamu
akan memberikan tip yang sesuai atas baik tidaknya pelayan yang diberikan.
3. Anda mengatakan pada saya seberapa sejuk ruangan yang anda inginkan,
saya akan mengatur putaran kipas yang ada pada ruangan ini.
Salah satu contoh pemetaan suatu input-output dalam bentuk grafis seperti
terlihat pada Gambar 2.9
53
Gambar 2.9 Contoh Pemetaan Input-Output
Alasan menggunakan logika fuzzy, antara lain:
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari
penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-
pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
54
Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan μA[x], memiliki dua kemungkinan,
yaitu:
• Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu
himpunan, atau
• Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu
himpunan
Kalau pada himpunan crisp, nilai keanggotaan hanya ada 2 kemungkinan,
yaitu 0 atau 1, pada himpunan fuzzy nilai keanggotaan terletak pada rentang 0
sampai 1. Apabila x memiliki nilai keanggotaan fuzzy μA[x]=0 berarti x tidak
menjadi anggota himpunan A, demikian pula apabila x memiliki nilai
keanggotaan fuzzy μA[x]=1 berarti x menjadi anggota penuh pada himpunan A.
Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas
menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1], namun
interpretasi nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan
fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap pendapat atau keputusan, sedangkan
probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai
benar dalam jangka panjang. Misalnya, jika nilai keanggotaan suatu himpunan
fuzzy MUDA adalah 0,9; maka tidak perlu dipermasalahkan berapa seringnya
nilai itu diulang secara individual untuk mengharapkan suatu hasil yang hampir
55
pasti muda. Di lain pihak, nilai probabilitas 0,9 muda berarti 10% dari
himpunan tersebut diharapkan tidak muda.
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:
a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau
kondisi tertntu dengan menggunakan bahasa alami, seperti: Muda,
Parobaya, Tua.
b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukkan ukuran dari suatu
variabel seperti: 40, 25, 50, dsb.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:
a) Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem
fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dsb.
b) Himpunan fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau
keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.
Contoh: Variabel temperatur, terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu:
DINGIN, SEJUK, NORMAL, HANGAT, dan PANAS (Gambar 2.10)
56
Gambar 2.10 Himpunan Fuzzy pada Variabel Temperatur
c) Semesta pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton
dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif
maupun negatif. Adakalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak dibatasi
batas atasnya.
Contoh:
• Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 +∞]
• Semesta pembicaraan untuk variabel temperatur: [0 40]
d) Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam
semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Seperti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan bilangan
57
real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan.
Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
Contoh domain himpunan fuzzy:
MUDA = [0, 45]
PAROBAYA = [35, 55]
TUA = [45, +∞]
DINGIN = [0, 20]
SEJUK = [15, 25]
NORMAL = [20, 30]
HANGAT = [25, 35]
PANAS = [30, 40]