BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya...

21
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber daya Manusia Menurut Gary Dessler (2011), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian. Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009), manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing. Jadi, berdasarkan pendapat para ahli diatas manajemen sumber daya manusia adalah suatu ilmu dan seni dalam bagaimana cara mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh tiap individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. 2.2 Motivasi 2.2.1 Pengertian Motivasi Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan yaitu untuk mencapai tujuan. Menurut Munandar (2008), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada tercapainya tujuannya tertentu.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

8

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber daya Manusia

Menurut Gary Dessler (2011), manajemen sumber daya manusia adalah

kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia

dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi

penghargaan, dan penilaian.

Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) mendefinisikan manajemen

sumber daya manusia merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah

organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien

guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.

Sedangkan menurut Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2009),

manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara

organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif

terhadap para pesaing.

Jadi, berdasarkan pendapat para ahli diatas manajemen sumber daya

manusia adalah suatu ilmu dan seni dalam bagaimana cara mengatur hubungan

dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh tiap individu secara

efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan

perusahaan dapat tercapai.

2.2 Motivasi

2.2.1 Pengertian Motivasi

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006), motivasi adalah

keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.

Orang biasanya bertindak karena satu alasan yaitu untuk mencapai tujuan.

Menurut Munandar (2008), motivasi adalah suatu proses dimana

kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang melakukan serangkaian kegiatan yang

mengarah kepada tercapainya tujuannya tertentu.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

9

Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008) mendefinisikan motivasi

sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk

mencapai suatu tujuan.

Sedangkan menurut George and Jones (2005), motivasi kerja adalah suatu

kekuatan psikologis di dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku

seseorang di dalam organisasi, tingkat usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi

rintangan.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

motivasi adalah merupakan dorongan psikologis dari dalam diri seseorang atau

individu untuk melakukan sesuatu terhadap tugas dan tanggung jawabnya guna

mencapai tujuan.

2.2.2 Teori Motivasi Herzberg’s (Two-Factor Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Robbins (2008)

dengan asumsi bahwa hubungan seorang individu dengan pekerjaan adalah

mendasar dan bahwa sikap individu terhadap pekerjaan bisa sangat baik

menentukan keberhasilan atau kegagalan.

Herzberg memandang bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan faktor

intrinsik dan ketidakpuasan kerja berasal dari ketidakberadaan faktor-faktor

ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik (hygiene factors) meliputi : (1) Upah, (2)

Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, (6) Mutu

penyeliaan, (7) Mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan, dan

bawahan

Sedangkan faktor intrinsik atau yang biasa disebut dengan motivators

meliputi : (1) Pencapaian prestasi, (2) Pengakuan, (3) Tanggung Jawab, (4)

Kemajuan, (5) Pekerjaan itu sendiri, (6) Kemungkinan berkembang. Tidak adanya

kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas. Tetapi

jika ada, akan membentuk motivasi yang kuat yang menghasilkan prestasi kerja

yang baik.

Implikasi penelitian Herzberg terhadap manajemen dan praktik SDM

adalah orang mungkin tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras walaupun

manajer mempertimbangkan dan menyampaikan faktor–faktor hygiene dengan

hati-hati untuk menghindari ketidakpuasan karyawan. Herzberg menyarankan

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

10

bahwa hanya motivator yang membuat karyawan mencurahkan lebih banyak usaha

dan dengan demikian meningkatkan kinerja karyawan.

2.2.3 Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah sumber energi yang merupakan inti dari sifat aktif

seorang individu. Motivasi intrinsik mengacu pada keterlibatan seseorang dalam

kegiatan yang sepenuhnya dilakukan untuk kesenangan dan kepuasan dari

partisipasi belaka. Kepuasan dan kesenangan itu berasal dari suatu kegiatan yang

dilakukannya bukan dari sumber alasan eksternal. Seseorang termotivasi secara

intrinsik ketika dia melakukan kegiatan atau pekerjaan secara sukarela, tanpa

harapan tidak ada imbalan materi atau alasan eksternal (Deci & Ryan dalam

Badhuri & Kumar 2010). Sedangkan menurut Sucaromana (2013) motivasi

intrinsik adalah motivasi untuk terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan sendiri.

Menurut Frederick Herzberg dalam Stephen P. Robbins (2008), faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi intrinsik yang berkaitan dengan isi pekerjaan, antara lain

sebagai berikut:

a. Achievement (Pencapaian)

Keberhasilan seorang pegawai dapat dilihat dari pencapaian prestasinya. Agar

seorang karyawan dapat berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya, maka

seorang pemimpin harus memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk

mendapatkan prestasi kerja dan kinerja yang tinggi.

b. Recognition (Pengakuan)

Sebagai lanjutan dari pencapaian prestasi yang telah dilakukan karyawan, maka

seorang pemimpin harus memberikan pernyataan pengakuan terhadap

pencapaian prestasi karyawannya tersebut. Pengakuan oleh atasan dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

• Langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik

dilakukan sewaktu ada orang lain

• Memberikan surat penghargaan

• Memberi hadiah berupa uang tunai

• Memberikan kenaikan gaji atau promosi

c. The Work It Self (Pekerjaan Itu Sendiri)

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

11

Besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. Besar

kecilnya tantangan sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Sejauh mana

karyawan memandang pekerjaannya sebagai pekerjaan yang menarik,

memberikan kesempatan belajar dan peluang untuk menerima tanggung jawab.

d. Responsibility (Tanggung Jawab)

Agar tanggung jawab benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pimpinan

harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja

sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip

partisipasi. Diterapkannya prinsip partisispasi membuat bawahan sepenuhnya

merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya.

e. Advancement (Kemajuan)

Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Pemimpin

dapat memulainya dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih

bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberi

rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan

pangkatnya, dikirim mengikuti pendidikan dan pelatihan lanjutan. Sehingga

memungkinkan karyawannya untuk maju dalam pekerjaannya.

Motivasi intrinsik dalam realitasnya lebih memiliki daya tahan yang lebih kuat

dibanding motivasi ekstrinsik. Hal ini terjadi karena faktor ekstrinsik dapat saja

justru mengakibatkan daya motivasi individu berkurang ketika faktor ekstrinsik

tersebut mengecewakan seorang individu.

2.2.3.1 Indikator Motivasi Intrinsik

Menurut Badhuri & Khumar (2011) terdapat 4 indikator motivasi

intrinsik yaitu diantaranya:

1. Kesenangan dalam bekerja

2. Kepercayaan diri

3. Otonomi dalam bekerja

4. Tugas atau kewajiban

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

12

2.3 Otonomi Kerja (Job Autonomy)

2.3.1 Pengertian Otonomi Kerja

Breaugh 1985 (dalam Weston 2012) mendefinisikan otonomi kerja sebagai

sejauh mana para pekerja dapat melakukan kontrol dan pengaruh atas aktivitas

pekerjaan mereka dan organisasi kerja. Hal ini mengacu pada lingkup kebebasan

untuk mengambil keputusan tentang isi, metode, penjadwalan dan kinerja tugas

pekerjaan.

Robbins & Coulter (2009) mendefinisikan otonomi kerja sebagai

kebebasan yang diberikan kepada pekerja individu, secara substansial,

kemandirian dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan dan menetukan

prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya. Hal ini mencakup kesempatan

untuk mengatur pekerjaan sendiri, kebebasan melaksanakan pekerjaan, kebebasan

berpikir dan bertindak.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006) otonomi kerja

adalah tingkat kebebasan dan keleluasaan individual dalam kerja dan penjadwalan

kerja.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

otonomi kerja merupakan kebebasan atau wewenang yang diberikan pimpinan

kepada karyawannya dalam mengatur dan melaksanakan pekerjaannya serta

mengatasi masalah yang ada di dalamnya.

2.3.2 Hubungan Otonomi Kerja dan Motivasi

Menurut SDT (dalam Galleta 2011), sejauh mana lingkungan kerja

mendukung dan mempromosikan otonomi kerja karyawan, memungkinkan mereka

untuk mengaktifkan perilaku kerja yang positif dan otonom. Kondisi ini dianggap

sebagai faktor fundamental yang mampu mempromosikan motivasi kerja

karyawan, kesejahteraan dan kepuasan (Camerino & Mansano Sarquis, 2010;

Camerino, Conway, & Lusignani, 2005). Sejalan dengan temuan tersebut, meta-

analisis yang dilakukan oleh Humphrey, Nahrgang, dan Morgeson (2007)

menunjukkan bahwa persepsi otonomi kerja berhubungan positif dengan hasil

pekerjaan, seperti kinerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi

intrinsik. Gagné dan Deci (2005) menyatakan bahwa kebutuhan otonomi adalah

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

13

dasar munculnya motivasi intrinsik yang merupakan motivasi untuk melakukan

suatu kegiatan untuk dirinya sendiri didorong oleh kepentingan murni dan

kesenangan (Deci, Connell, & Ryan, 1989). Job Characteristic Model (JCM,

Hackman & Oldham, 1976) menyarankan bahwa pekerjaan otonomi adalah sejauh

mana pekerjaan memungkinkan kebebasan, hak diskresi dan kemandirian untuk

jadwal kerja, membuat keputusan, dan memilih prosedur dan metode untuk

melakukan kegiatan (Morgeson & Humphrey, 2006).

Dengan pekerjaan yang sangat independen, karyawan dapat melihat hasil

kerja sebagai sebagian yang tergantung dari usaha mereka, merasa secara pribadi

bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan tindakan. Oleh karena itu, di

antara karakteristik pekerjaan, otonomi kerja dapat mengaktifkan keadaan

psikologis kritis yang memfasilitasi beberapa negara positif karyawan seperti

motivasi intrinsik (Pierce, Jussila, & Cummings, 2009). Richer et al. (2002) dalam

studi longitudinal menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan berpengaruh positif

terhadap diri ditentukan motivasi, meskipun tidak jelas bagaimana masing-masing

dimensi secara khusus berkaitan dengan motivasi kerja. Namun, otonomi kerja

mampu merangsang tingkat tinggi komitmen pada organisasi (Parker, Wall &

Cordery, 2001), komitmen afektif khusus mengenai kesediaan karyawan untuk

mempertahankan keanggotaan pada organisasi dan bekerja untuk membantu untuk

mencapai tujuannya (Meyer & Allen, 1991; Mowday, Steers & Porter, 1979).

2.3.3 Indikator Otonomi Kerja

Breaugh 1985 (dalam Malarkodi M et al 2012), mengembangkan 3 skala

penilaian (indikator) dalam otonomi kerja yaitu:

1. Work Method Autonomy

Merupakan kebijakan yang diberikan kepada seseorang untuk memilih cara dan

prosedur apa yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

2. Work Schedule Autonomy

Merupakan kebijakan yang diberikan kepada seseorang atas kontrol waktu dan

mengatur rangkaian penyelesaian tugas.

3. Work Criteria Autonomy

Merupakan kemampuan untuk memilih ujung alternatif tujuan dalam hal dimana

kinerja seseorang dinilai.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

14

2.4 Komitmen Organisasi

2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Menurut Stephen Robbins (2008), komitmen organisasi adalah tingkat

sampai mana seorang karyawan memihak sebuah organsiasi serta tujuan-tujuan

dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), komitmen

organisasi adalah tingkat sampai mana seorang karyawan memihak sebuah

organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan

dalam organisasi tersebut.

Sedangkan Robert L. Mathis (2006) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-

tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam

organisasi.

Hal yang sama dinyatakan Newstrom dan Davis (dalam Purba 2009)

bahwa komitmen organisasi merupakan tingkat dimana individu memihak dan

ingin secara kontinyu berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui

karaktenistik: (a) adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan

tujuan organisasi, (b) kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi

organisasi, dan c) adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

Komitmen organisasi merupakan keterikatan psikologis seorang pegawai pada

organisasinya, termasuk keterlibatan yang sangat dalam pada pekerjaannya,

loyalitas dan kepercayaan pada nilai-nilai yang ada pada organisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi adalah ikatan

psikologis sejauh mana seorang karyawan berpihak kepada organisasi dengan

menerima seluruh nilai dan tujuan organisasi serta seberapa besar keinginannya

untuk mempertahankan agar tetap berada dalam organisasi tersebut.

Allen & Meyer dalam Cut Zurnali (2010) mengemukakan bahwa komitmen

organisasional sebagai sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikkan

hubungan karyawan dengan organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi

apakah karyawan akan tetap bertahan dalam organisasi atau tidak, yang

teridentifikasi dalam tiga komponen yaitu:

1. Komitmen afektif (affective commitment), yaitu: keterlibatan emosional

seseorang pada organisasinya berupa perasan cinta pada organisasi.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

15

2. Komitmen kontinyu (continuance commitment), yaitu: persepsi seseorang atas

biaya dan resiko dengan meninggalkan organisasi saat ini. Artinya, terdapat dua

aspek pada komitmen kontinyu, yaitu: melibatkan pengorbanan pribadi apabila

meninggalkan organisasi dan ketiadaan alternatif yang tersedia bagi orang

tersebut.

3. Komitmen normatif (normative commitment), yaitu: sebuah dimensi moral yang

didasarkan pada perasaan wajib dan tanggung jawab pada organisasi yang

mempekerjakannya.

2.4.2 Komitmen Afektif

Menurut Allen & Meyer (dalam Tjun Han et al 2012) Affective

Commitmen (AC) ikatan secara emosional yang melekat pada seorang

karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya dengan

organisasi. Komitmen afektif ini juga dapat dikatakan sebagai penentu yang

penting atas dedikasi dan loyalitas seorang karyawan.

Menurut Luthans (2006), komitmen afektif merupakan keterikatan

emosional anggota, identifikasi dan keterlibatan dalam organisasi.

Menurut Rhoades et al (dalam Tjun Han et al 2012) Kecenderungan seorang

karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi, dapat menunjukkan

rasa memiliki atas perusahaan, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas

organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan untuk

dapat tetap bertahan dalam organisasi.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

komitmen afektif adalah keterikatan emosional seorang karyawan terhadap

suatu organisasi karena karyawan merasa aman dan nyaman berada didalam

organisasi dan akan terus mempertahankan keanggotaannya didalam

organiasasi tersebut. Keterikatan itu yang menyebabkan karyawan menyakini

tujuan organisasi sebagai tanggung jawabnya.

2.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Afektif

Menurut Meyer et al (dalam Tjun Han 2012) faktor-faktor yang

mempengaruhi komitmen afektif seseorang antara lain yaitu:

1. Karakteristik Individu

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

16

Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut

ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang

mengarahkan tindakan seorang individu. Robbins (2006) menyatakan bahwa:

Faktor-faktor yang mudah didefinisikan dan tersedia, data yang dapat

diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas

personalia seorang pegawai mengemukakan karakteristik individu meliputi

usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa

kerja dalam organisasi. Siagian (2008) menyatakan bahwa, Karakteristik

biografikal (individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status

perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja.

Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi karakter individu

seseorang:

a) Umur

Hubungan antara umur dan kemampuan kerja menjadi persoalan-

persoalan yang kian penting selama dasawarsa terakhir. Setidaknya ada

tiga alasan. Pertama, berkembang luas kepercayan bahwa kemampuan

kerja akan berkurang sejalan dengan bertambahnya usia. Kedua, bahwa

realitas kekuatan kerja sesuai dengan usia. Dan yang ketiga di dalam

perundang-undangan Amerika untuk semua maksud dan tujuan, diluar

perundang-undangan perintah pengunduran diri.umur 70 tahun.

b) Gender

Sebagian orang mengatakan adanya perbedaan penting antara laki-laki

dengan perempuan yang dapat mempenagruhi performasi kerja yaitu

dalam hal: kemampuan memecahkan maslah, keterampilan menganalisis,

motivasi, keramahan (suka bergaul), dorongan kompetisi, dan

kemampuan belajar. Namun kenyataannya perbedaan tersebut tidak

konsisten. Dari hasil studi para psikolog telah ditemukan bahwa

kebanyakan wanita lebih mau menyesuaikan diri pada kewenangan, dan

laki-laki lebih agresif dan lebih ambisius dalam mencapai kesuksesan:

akan tetapi skali lagi perbedaan ini sangat kecil.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

17

c) Masa Kerja

Hubungan masa kerja dengan dengan produktivitas seseorang yang

mempunyai masa kerja lebih lama tidak selamanya lebih produktif bila

dibandingkan pekerja baru. Hubungan masa kerja dengan absensi

berbanding lurus, maksudnya adalah seseorang yang lebih senior

cenderung lebih banyak absensi dibandingkan yunior. Hubungan masa

kerja dengan perpindahan adalah negatif atau berbanding lurus,

maksudnya bahwa yang lebih senior cenderung lebih banyak pindah

dibanding dengan yunior, karena fakta menunjukan masa kerja

sebelumnya merupakan kekuatan untuk pindah pada pekerjaan yang baru.

d) Marital Status (Status Perkawinan)

Hubungan status perkawinan dengan dengan produktivitas, absensi, dan

kepuasan kerja, tidak cukup studi untuk menggambarkan dampak status

perkawinan terhadap produktivitas, tetapi fakta menunjukan bahwa

pegawai yang sudah kawin memiliki angka absensi lebih kecil, menjalani

perpindahan lebih sedikit, dan kepuasan kerja lebih besar dibandingkan

pegawai yang belum menikah.

2. Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi merupakan kondisi kerja internal dalam suatu organisasi

yang akan mempengaruhi motivasi kerja dari individu yang bekerja di dalam

lingkungan kerjanya. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan karakterisstik

organisasi antara lain: (a) peraturan personalia (b) pengaturan imbalan dan

budaya organisasi (c) kebijakan upah (d) kebijakan tunjangan karyawan.

3. Karakteristik Pekerjaan

Karakeristik pekerjaan merupakan upaya mengidentifikasikan karakteristik tugas

dari pekerjaan, bagaimana karakteristik itu digabung untuk membentuk

pekerjaan yang berbeda dan hubungannya dengan motivasi, kepuasan kerja dan

kinerja karyawan. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja

yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan.

Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi pedoman

dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan. Menurut

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

18

Hackman dan Oldham dalam Luthans (2005), Ada lima dimensi karakteristik

pekerjaan yaitu:

(a) Identitas Tugas

Adalah seberapa jauh seorang pekerja terlibat dalam penyelesaian seluruh

pekerjaan dan bagian-bagian pekerjaan yang bisa diidentifikasi. Dalam

hal ini melakukan suatu pekerjaan dari permulaan sampai selesai dengan

hasil yang nyata.

(a) Signifikansi Tugas

Adalah seberapa jauh suatu pekerjaan mempunyai arti penting dan

dampak substansial atas kehidupan atau pekerjaan orang lain, baik dalam

lingkup organisasi yang internal ataupun eksternal.

(b) Variasi Keterampilan

Adalah seberapa jauh jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang

memerlukan keahlian yang berbeda didalam menyelesaikan pekerjaan,

yang melibatkan penggunaan sejumlah keterampilan individu dan bakat.

(c) Otonomi

Merupakan tingkatan sampai sejauh mana seseorang diberikan

kebebasan, kemandirian, dan keleluasaan untuk merencanakan pekerjaan

dan menentukan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikannya.

(d) Umpan Balik

Merupakan tingkatan pelaksanaan kegiatan memperoleh masukan yang

jelas dan cepat dari suatu pekerjaan oleh individu sehingga diperoleh

informasi yang jelas tentang efektifitas kinerjanya.

4. Pengalaman Kerja

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdiknas 2005), “pengalaman dapat

diartikan sebagai yang pernah dialami (dijalani, dirasa, ditanggung, dsb)”.

Sedangkan Elaine B Johnson (2007) menyatakan bahwa “pengalaman

memunculkan potensi seseorang. Potensi penuh akan muncul bertahap seiring

berjalannya waktu sebagai tanggapan terhadap bermacammacam pengalaman”

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu atau masa

kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas–tugas suatu

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

19

pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik. Adapun indikator

pengalaman kerja diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Lama waktu/masa bekerja

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh

seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah

melaksanakan dengan baik.

b) Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki

Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau

informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga

mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada

tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada

kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan

suatu tugas atau pekerjaan

c) Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik

peralatan dan tehnik pekerjaan

2.4.4 Indikator Komitmen Afektif

Adapun indikator dari komitmen afektif menurut Tjun Han et al

(2012) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki makna yang mendalam secara pribadi

2. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi

3. Bangga memberitahukan hal organisasi kepada orang lain

4. Terikat secara emosional dengan organisasi

5. Senang apabila dapat bekerja sampai pensiun di organisasi

6. Senang berdiskusi mengenai organisasi dengan orang lain diluar organisasi

Menurut Allen & Meyer (1997) mendeskripsikan indikator afektif

komitmen yaitu individu dengan afektif komitmen yang tinggi memiliki

kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa

individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi

secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan afektif

komitmen yang lebih rendah. Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job

performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan afektif

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

20

komitmen akan bekerja lebih keras dan menunjukkan hasil pekerjaan yang

lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Individu dengan

afektif komitmen tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan

dibandingkan yang lebih rendah.

2.5 Turnover Intention

2.5.1 Pengertian Turnover Intention

Turnover intention pada dasarnya adalah keinginan karyawan untuk pindah

dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa

turnover intention adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap

realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat kerja lainya.

Intensi keluar merupakan ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dapat memicu

keinginan seseorang untuk keluar mencari pekerjaan yang baru (Widjaja dkk

2008)

Menurut Staffelbach (2008) turnover intention merupakan kemungkinan

yang bersifat subyektif dimana seorang individu akan merubah pekerjaannya

dalam jangka waktu tertentu dan merupakan pelopor dasar kepada turnover yang

sebenarnya.

Sedangkan Ilhami Yücel (2012) mendefinisikan turnover intention sebagai

faktor yang memediasi sikap yang mempengaruhi niat untuk berhenti bekerja dan

benar-benar keluar dari organisasi.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa turnover intention adalah

keinginan dari dalam diri seorang karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya dan

keinginan untuk meninggalkan organisasi tersebut.

2.5.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Staffelbach (2008) faktor-faktor penyebab turnover intention

dikategorikan sebagai berikut :

1. Faktor Psikologi

Penentu psikologis merujuk pada proses mental dan perilaku karyawan,

seperti harapan, orientasi, kepuasan kerja, komitmen organisasi, keterlibatan

kerja atau efektifitas. Konsep turnover secara psikologis berkaitan dengan

faktor-faktor yang dipengaruhi oleh emosi karyawan, sikap atau persepsi.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

21

Faktor Psikologi terdiri dari :

a) Psychological Contract atau Kontrak Psikologis

Mengacu pada keyakinan individu mengenai syarat dan ketentuan

perjanjian timbal balik pertukaran antara seseorang dan pihak lain.

Konsep kontrak psikologis didasarkan pada wawasan, bahwa motivasi

karyawan dan tingkat kinerja mereka harus dipelihara oleh organisasi

melalui insentif dan penghargaan (Brinkmann & Stapf, 2005). Kontrak

psikologis berisi semua harapan timbal yang balik tidak terungkapkan,

harapan dan keinginan karyawan atau atasan dan merupakan perjanjian

tambahan tidak dirumuskan dalam pekerjaan yang mengikat sah kontrak.

Jika pemenuhan keinginan dan harapan karyawan gagal untuk muncul

dalam jangka panjang dan kerugian tidak seimbang dengan keuntungan,

maka konflik batin pada karyawan akan semakin buruk. Jika seorang

karyawan tidak mampu membawa perubahan apapun, ketidakpuasan

akan terjadi dan kemudian merusak kontrak psikologis. (Brinkmann

&Stapf, 2005). Dasar dari kontrak psikologis didasarkan pada teori

pertukaran sosial, yang mengasumsikan bahwa perilaku manusia

dikendalikan oleh pemaksimalan utilitas individu (Brinkmann & Stapf,

2005). Manusia berusaha untuk memaksimalkan keuntungan dan

meminimalkan biaya. Jika karyawan merasakan kontrak psikologis tidak

berjalan seperti semestinya, maka turnover intention akan lebih tinggi.

b) Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional menyenangkan yang

dihasilkan dari penilaian pekerjaan seseorang dalam mencapai atau

memfasilitasi pencapaian nilai pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi

keterikatan afektif seseorang. Hal ini dikonseptualisasikan sebagai respon

afektif dan emosional. Kepuasan didefinisikan sebagai sejauh mana

karyawan memiliki orientasi afektif yang positif terhadap pekerjaan oleh

organisasi. Orientasi afektif negatif terhadap organisasi akan muncul

ketika karyawan tidak puas. Kepuasaan kerja mencakup otonomi, pay

satisfaction, participation, fleksibilitas pekerjaan, job design dan

supervisory support.

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

22

c) Komitmen Organisasi

Mowday dan Steers mendefinisikan komitmen "sebagai kekuatan relatif

dari individu dalam identifikasi dengan dan keterlibatan dalam organisasi

tertentu”. Komitmen dapat dilihat sebagai loyalitas sebuah sebuah

organisasi atau suatu pekerjaan. Meyer dan Allen mengkonsepkan

Komitmen dalam tiga keadaan psikologis yang berbeda yang

mempengaruhi apakah karyawan akan tetap atau meninggalkan

organisasi

• Komitmen afektif: keterikatan emosional terhadap organisasi

• Komitmen berkelanjutan: pengakuan biaya yang terkait dengan

meninggalkan organisasi

• Komitmen normatif: kewajiban yang dirasakan untuk tetap

dengan organisasi

d) Job Insecurity

Job Insecurity merupakan kekhawatiran pribadi tentang kelangsungan

pekerjaan. Karyawan dapat merasa tidak aman meskipun tidak ada alasan

untuk itu. Namun, ketidakamanan pekerjaan lebih dikenal mengenai

ketidakpastian tentang pekerjaan di masa depan dalam pengembangan

pekerjaan dan diskontinuitas.

2. Faktor Ekonomi

Ketika reward sama dengan di tempat kerja lain, karyawan akan memutuskan

untuk tidak meninggalkan organisasi. Pandangan ekonomi menganalisis proses

turnover lebih menekankan pada interaksi antara penentuan variabel eksternal

seperti gaji atau peluang.

Faktor-faktor ekonomi terdiri dari :

• Upah

Upah pembayaran memainkan peran penting dalam pekerjaan pada masa

ini dan pada masa depan. Bahwa karyawan yang dibayar lebih tinggi

dalam tingkat hirarki yang sama cenderung untuk tetap bertahan dalam

organisasi.

• Peluang Eksternal

Peluang eksternal mengacu pada tersedianya alternatif, daya tarik dan

pencapaian dari pekerjaan di lingkungan. Interaksi antara kekuatan

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

23

penawaran dan permintaan ekonomi harus dipertimbangkan dalam

mengukur peluang eksternal. Ketersediaan ini terutama tentang seberapa

banyak peluang di luar organisasi. Daya tarik yang mengacu pada pay

level dari peluang tersebut. Pencapaian didefinisikan sebagai kepemilikan

keahlian yang dibutuhkan di dalam suatu pekerjaan.

• Company Size

Selama fase resesi di pertengahan tahun sembilan puluhan, organisasi

yang lebih kecil dihadapkan dengan tingkat turnover yang lebih tinggi,

sedangkan organisasi yang lebih besar mampu mempertahankan

karyawan mereka. Banyak orang beranggapan bahwa perusahaan-

perusahaan besar membayar gaji yang lebih tinggi, memiliki kesempatan

promosi yang lebih (mobilitas internal vertikal dan horisontal) dan

menawarkan keselamatan kerja yang lebih tinggi daripada perusahaan

kecil.

3. Faktor Demografis

Faktor demografis yang sering disebut juga sebagai karakteristik personal,

yang terdiri dari :

a) Usia

Faktor usia berkorelasi negatif dengan turnover intention. Orang yang

lebih muda memiliki tahap percobaan pada awal kehidupan profesional

mereka, sehingga lebih sering berpindah kerja.

b) Masa Jabatan

Individu memiliki masa jabatan yang lebih lama kemudian meninggalkan

organisasi akan dianggap tidak proporsional.

2.5.2 Indikator Turnover Intention

Menurut Widjaja dkk (2008), ada 6 indikator untuk mengukur turnover

intention yaitu diantaranya:

1. Keinginan mencari pekerjaan di bidang yang sama di perusahaan lainnya.

2. Keinginan mencari pekerjaan baru di bidang yang berbeda.

3. Keinginan untuk mencari profesi baru.

4. Adanya pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

24

5. Karyawan telah mengevaluasi kerugian yang diakibatkan jika keluar dari

pekerjaan.

6. Karyawan memiliki kemungkinan untuk pindah pekerjaan pada waktu yang

akan datang.

2.5.3 Dampak dari Turnover

Turnover merupakan isu yang penting bagi sebuah organisasi. Menurut

Staffelbach (2008) ada 3 dampak negatif turnover yang mempengaruhi efektifitas

organisasi, yaitu:

1. Biaya Organisasi

Efisiensi organisasi telah terbukti sangat berkorelasi dengan tingkat turnover

yang rendah. Studi yang berhubungan dengan dampak dari turnover didominasi

oleh keprihatinan dengan efektivitas organisasi, yang didefinisikan sebagai

sejauh mana suatu sistem mencapai tujuannya. Dampak keuangan dari turnover

omset dinyatakan dalam istilah moneter. Ada tiga kategori utama harus yang

diperhatikan yang merupakan biaya turnover karyawan:

o Separation Cost / Biaya Perpisahan

- Biaya yang digunakan untuk wawancara keluar

- Biaya yang berkaitan dengan pemutusan atau perpisahan

(pembayaran pesangon)

o Replacement Cost / Biaya Penggantian

- Pemasangan iklan lowongan di berbagai media

- Biaya interview calon karyawan baru

o Training Cost / Biaya Pelatihan

- Kinerja dan norma yang berlaku

- Menyebarluaskan informasi yang relevan untuk sosialisasi organisasi

- Partisipasi dalam kegiatan on-the-job training

2. Gangguan Operasional

Gangguan operasional terjadi ketika peran pekerjaan memiliki ketergantungan

yang tinggi dalam perusahaan. Hilangnya anggota penting dalam sebuah

organisasi dapat mempengaruhi kemampuan anggota yang tersisa lainnya untuk

memenuhi tugas pekerjaan mereka.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

25

3. Demoralisasi Keanggotaan Organisasi

Demoralisasi keanggotaan organisasi mengacu pada dampak turnover yang

terjadi pada sikap dari anggota yang tersisa. Jika seseorang memutuskan untuk

meninggalkan posisi alternatif dalam lingkungan eksternal, mungkin akan

memicu perasaan reflektif terhadap anggota yang tersisa, seperti

mempertanyakan motivasi mereka sendiri untuk tinggal di organisasi. Dengan

demikian turnover bisa menyebabkan penurunan sikap terhadap organisasi.

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Maura Galletta, Igor

Portoghese & Adalgisa

Battistelli (2011)

Intrinsic Motivation,

Job Autonomy and

Turnover

Intention in the

Italian Healthcare:

The Mediating Role

of Affective

Commitment

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa hipotesis penelitian ini

didukung dan komitmen afektif

sepenuhnya dimediasi hubungan

antara pekerjaan otonomi,

motivasi kerja intrinsik dan

turnover intention. Temuan ini

memiliki implikasi penting

bagi organisasi kesehatan dengan

membantu untuk

mempromosikan lingkungan

kerja yang efektif

dan peluang besar tanggung

jawab kepada pekerja untuk

mengembangkan kegiatan mereka

sendiri.

2 Ahmad Faisal Mahdi,

Mohamad Zaid Mohd Zin,

Mohd Roslan Mohd Nor,

Ahamad Asmadi Sakat and

The Relationship

Between Job

Satisfaction and

Turnover Intention

Hasil dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa kedua

bentuk kepuasan kerja (intrinsik

dan kepuasan ekstrinsik)

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

26

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

Abang Sulaiman Abang Naim

(2012)

memiliki hubungan terbalik

terhadap turnover intentions

karyawan.

3 İlhami Yücel1 (2012) Examining the

Relationships

among Job

Satisfaction,

Organizational

Commitment, and

Turnover Intention:

An Empirical Study

Hasil menunjukkan bahwa

Kepuasan kerja adalah salah satu

yang paling utama dari komitmen

organisasi dan turnover intention

jadi menyarankan bahwa

tingginya tingkat hasil kepuasan

kerja dalam komitmen yang lebih

tinggi dan turnover lebih rendah

sehingga kepuasan kerja

berpengaruh positif pada

komitmen afektif, komitmen

berkelanjutan, dan komitmen

normatif sementara itu

berdampak negatif terhadap

intensi turnover.

4 Elisa Moncarz, Jinlin Zhao,

Christine Kay (2009)

An exploratory

study of US lodging

properties:

organizational

practices on

employee turnover

and retention

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa budaya perusahaan,

perekrutan dan Promosi Pelatihan

mempengaruhi retensi karyawan

non-manajemen. Selain itu, Misi

Organisasi, Tujuan dan Arah serta

Pengakuan Karyawan, Imbalan

dan Kompensasi ditemukan

positif mengurangi perputaran

karyawan non-manajemen.

5 Laurel A Mcnall, Aline D

Nasuda & Jessica M. Nicklin

(2010)

Flexible Work

Arrangements, Job

Satisfaction, and

Turnover

Intentions:

The Mediating Role

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ketersediaan pengaturan

kerja yang fleksibel seperti

flextime dan compressed work

week tampaknya membantu

karyawan mengalami pengayaan

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

27

No Penulis Judul Penelitian Hasil Penelitian

of Work-to-Family

Enrichment

(enrichment) lebih besar dari

pekerjaan ke rumah, yang, pada

gilirannya, berhubungan dengan

kepuasan kerja yang lebih tinggi

dan turnover intentions lebih

rendah

2.7 Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Menggambarkan pengaruh secara simultan

Menggambaarkan pengaruh secara parsial

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.8 Hipotesis

Menurut Sekaran (2006), hipotesis bisa didefinisikan sebagai hubungan

yang diperkirakan secara logis diantara dua atau lebih variabel yang diungkapkan

dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan

Motivasi

Intrinsik (X1)

Otonomi Kerja

(X2)

Komitmen

Afektif (Y)

Turnover

Intention (Z)

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusialibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2013-1-00391-MN Bab2001.pdf · dan peranan sumber daya ... kemandirian dan keleluasaan

28

berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang

dirumuskan untuk studi penelitian.

Adapun hipotesis yang peneliti rancang adalah hipotesis yang

bersifat asosiatif atau verifikatif yang menjelaskan bagaimana hubungan dan

pengaruh atau kontribusi antar variabelnya. Berikut ialah hipotesis yang peneliti

rancang dalam penelitian ini:

1. Untuk T-1

Ho= Motivasi Intrinsik (X1) dan Otonomi Kerja (X2) tidak memiliki pengaruh

yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen

Afektif (Y) Karyawan pada PD. Pasar Jaya

Ha= Motivasi Intrinsik (X1) dan Otonomi Kerja (X2) memiliki pengaruh yang

signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen Afektif (Y)

Karyawan pada PD. Pasar Jaya

2. Untuk T-2

Ho= Motivasi Intrinsik (X1), Otonomi Kerja (X2) dan Komitemen Afektif (Y)

tidak memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial maupun simultan

terhadap Turnover Intention (Z) Karyawan Pada PD. Pasar Jaya

Ha= Motivasi Intrinsik (X1), Otonomi Kerja (X2) dan Komitemen Afektif (Y)

memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan

terhadap Turnover Intention (Z) Karyawan Pada PD. Pasar Jaya