BAB-2-Dasar-Teori.doc

31
LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFI BAB II BAB II DASAR TEORI 2.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta penyajian unsur- unsur alam asli dan unsur-unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut diusahakan diperlihatkan pada posisi yang sebenarnya. Mengenai pengukuran melalui titik kontrol yang telah menguraikan cara-cara penempatan titik kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran melalui titkik kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran pemetaan topografi. Pemetaan topografi yang di buat berdasarkan koordinat yang telah ditentukan pada pengukuran titik kontrol. Pemetaan topografi merupakan suatu pekerjaan yang memperlihatkan posisi keadaan planimetris diatas permukaan bumi dan bentuk diukur dan hasilnya digambarkan diatas kertas dengan simbol- simbol peta pada skala tertentu yang hasilnya berupa peta topografi. Peta topografi mempunyai ciri khas yang dibuat dengan teliti (secara geometris dan georefrensi) dan penomorannya berseri, standart. Peta topografi mempunyai peta dasar (base map) yang berarti kerangka dasar (geometris/georefrensi) bagi pembuatan peta-peta lain. 4 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1 INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Transcript of BAB-2-Dasar-Teori.doc

Page 1: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Peta Topografi

Peta topografi adalah peta penyajian unsur-unsur alam asli dan unsur-

unsur buatan manusia diatas permukaan bumi. Unsur-unsur alam tersebut

diusahakan diperlihatkan pada posisi yang sebenarnya. Mengenai

pengukuran melalui titik kontrol yang telah menguraikan cara-cara

penempatan titik kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran melalui titkik

kontrol yang dibutuhkan untuk pengukuran pemetaan topografi. Pemetaan

topografi yang di buat berdasarkan koordinat yang telah ditentukan pada

pengukuran titik kontrol.

Pemetaan topografi merupakan suatu pekerjaan yang memperlihatkan

posisi keadaan planimetris diatas permukaan bumi dan bentuk diukur dan

hasilnya digambarkan diatas kertas dengan simbol-simbol peta pada skala

tertentu yang hasilnya berupa peta topografi.

Peta topografi mempunyai ciri khas yang dibuat dengan teliti (secara

geometris dan georefrensi) dan penomorannya berseri, standart. Peta

topografi mempunyai peta dasar (base map) yang berarti kerangka dasar

(geometris/georefrensi) bagi pembuatan peta-peta lain.

2.2 Orientasi Lapangan

Sebelum melaksanakan kegiatan pengukuran, berbagai persiapan

diperlukan agar pengukuran dapat berjalan lancar. Beberapa tahapan yang

harus disiapkan tersebut antara lain meliputi :

1. Reconnaissance, yaitu penentuan lokasi secara garis besar

ditentukan secara hati-hati pada peta-peta skala kecil dan dari foto

udara dan penjelajahan lapangan.

2. Preliminary, yaitu survei yang dilakukan pada lokasi terpilih dan

pada survey ini dilakukan penentuan titik kontrol kerangka peta

dan sudah ditentukan metode pengukuran yang paling efisien.

Pada tahapan ini biasanya juga dihitung kebutuhan logistik, masa

kerja dan target yang harus dicapai setiap hari kerja.

4 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 2: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Dengan adanya persiapan yang matang dan juga kesiapan fisik dan

mental dari surveyor, maka diharapkan agar tugas pengukuran dapat

dilaksanakan secara baik, teratur, berkeseinambungan dan selesai tepat

waktu.

2.3 Kerangka Kontrol Peta.

Penentuan kerangka kontrol peta adalah salah satu tahapan yang harus

dilaksanakan dalam proses pembuatan peta topografi. Adapun kerangka

kontrol peta terbagi atas dua macam yaitu: kerangka kontrol vertikal dan

kerangka kontrol horizontal.

2.3.1 Kerangka Kontrol Horizontal

Selain penentuan kerangka kontrol horizontal (KKH),

pembuatan peta topografi, kerangka kontrol horizontal juga sangat

penting. Pengukuran kerangka kontrol horizontal biasanya dilakukan

dengan metode :

a. Metode Triangulasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan

diketahui sudutnya ),

b. Metode Trilaterasi (rangkaian segitiga untuk KKH dengan

diketahui jaraknya),

c. Metode Poligon (rangkaian titik-titik yang membentuk segi

banyak).

Dalam laporan praktikum ini akan dijelaskan mengenai

pengukuran kerangka kontrol horizontal menggunakan metode

poligon. Dalam pengukuran dengan menggunakan metode poligon

terdapat tiga data, yaitu: sudut, jarak, azimuth.

2.3.1.1 Pengukuran Sudut

Sudut adalah bentuk yang terjadi akibat adanya 2 garis yang

membentuk suatu lengkungan dan menghasilkan sebuah nilai.

Metode pengukuran sudut dapat menjadi 2(dua) yaitu :

- Sudut tunggal

Pada pengukuran sudut tunggal hanya didapatkan satu data ukuran

sudut horizontal.

5 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 3: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Sudut tunggal

- Sudut ganda

Sudut ganda disebut juga dengan pernyataan seri. Sudut suatu seri

didapatkan dua data ukuran sudut, yaitu data ukuran sudut pada

kedudukan biasa dan data ukuran sudut pada kedudukan luar biasa.

Adapun cara pengukuran sudutnya :

Pada titik 1 dimana alat didirikan, teropong diarahkan ke titik 4

dengan tidak perlu mengesetkan 0000’00” lalu dibaca bacaan skala

piringan horizontalnya. Setelah itu arahkan kembali teropong ke

titik 2, baca bacaan piringan horizontalnya. Untuk mendapatkan

sudutnya yaitu dengan mengurangkan bacaan piringan horizontal

pada titik 2 dan 4. Untuk mengontrol sudut tersebut perlu

dilakukan pembacaan skala piringan horizontal luar biasa pada

titik-titik tersebut sehingga didapatkan 4 sudut (pengukuran 1 seri

rangkap).Cara ini disebut juga cara reitrasi.

2.3.1.2 Pengukuran jarak

Pengukuran jarak untuk kerangka kontrol peta, dapat dilakukan

dengan cara langsung menggunakan alat sederhana yaitu roll meter

6 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

A

24

1

A

24

1

Page 4: BAB-2-Dasar-Teori.doc

Gambar 2.1Pengukuran jarak langsung

Keterangan :1 ; 2 = titik kontrol yang akan diukur1’ ; 2’ = titik bantuan untuk pelurusand = jarakd12 = dtotal = d1+d2+d3

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

atau dengan alat sipat datar yaitu jarak optis, sedangkan untuk

mendapatkan data jarak yang lebih teliti dibandingkan dengan dua

cara yang ada, data jarak didapat juga dengan alat pengukur jarak

elektonis EDM ( elektro distance measurement ).

A. Pengukuran jarak langsung

Dalam pengukuran kerangka kontrol horisontal yang

digunakan adalah jarak langsung, dalam pengukuran jarak

langsung perlu dilakukan pelurusan apabila roll meter yang

digunakan tidak menjangkau dua buah titik yang sedang diukur.

B. Pengukuran jarak optis

Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara

tidak langsung karena dibantu dengan alat sipat datar atau

theodolite dan rambu ukur. Dimana pada teropong alat terdapat

tiga benang silang, benang atas (ba), benang tengah (bt), benang

bawah (bb) yang merupakan data untuk mendapatkan jarak.

D = (ba - bb) x 100 ; untuk sipat datar.

D = (ba - bb) x 100 x sin2Z ; untuk theodolite

7 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

d2 d3d1

2’1’ 21d total

Page 5: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

2.3.4 Kerangka Kontrol vertikal.

Dalam melakukan pengukuran kerangka kontrol vertikal dapat

dilakukan dengan metode barometris, tachimetri, dan metode water

pass.

Pada laporan ini akan dijelaskan mengenai penentuan kerangka

kontrol vertikal dengan menggunakan metode waterpass.

2.3.4.1 Pengukuran Waterpass (Levelling)

Waterpass (level/sipat datar) adalah suatu alat ukur tanah

yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi antara titik-titik

yang berdekatan yang ditentukan dengan garis-garis visir

(sumbu teropong) horizontal yang ditujukan ke rambu-rambu

ukur yang vertikal. Sedangkan pengukuran yang menggunakan

8 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

ti

A

Gambar 2.2Pengukuran jarak optis

HZ

Dmm

Ba

Bt

Bb

DdhAB

B

Keterangan gambar:

A,B : titik target

Dm : jarak miring

Ti : tinggi alat

Z : sudut zenith

H : sudut helling

Dd : jarak datar

∆hAB : beda tinggi antara titik A & titik B

bt : bacaan skala rambu ukur

Page 6: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

alat ini disebut waterpassing atau levelling. Pekerjaan ini

dilakukan dalam rangka penentuan beda tinggi suatu titik yang

akan ditentukan ketinggian ketinggiannya berdasarkan suatu

sistem referensi atau bidang acuan. Sistem referensi yang

dipergunakan adalah tinggi permukaan air laut rata-rata (mean

sea level) atau sistem referensi lain yang dipilih.

Macam-macam pengukuran beda tinggi antara lain adalah

sebagai berikut ini:

a. Pengukuran beda tinggi dengan waterpass/sipat datar

Pada cara ini didasarkan atas kedudukan garis bidik teropong

yang dibuat horizontal dengan menggunakan gelembung

nivo.

Dimana: Ba = pembacaan skala rambu untuk benang atas

Bt = pembacaan skala rambu untuk benang

tengah

Bb = pembacaan skala rambu untuk benang bawah

Bt_A = pembacaan skala rambu untuk benang tengah

dititik A

Bt_B = pembacaan skala rambu untuk benang tengah

dititik B

h AB = beda tinggi titik A dan B

Persamaan di atas merupakan persamaan dasar untuk

penentuan beda tinggi dengan cara sipat datar. Hasil

9 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Gambar 2.3Waterpassing dengan sipat

datar

h AB = Bt_A - Bt_B

A

B

Ba

Bt

Bb

Ba

Bt

Bb

Page 7: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

pengukuran beda tinggi digunakan untuk menentukan tinggi

titik terhadap titik tetap atau bidang acuan yang telah dipilih.

Tinggi titik hasil pengukuran waterpass terhadap titik acuan

dihitung dengan rumus:

Hb = Ha + hAB

Dimana:

Hb : tinggi titik yang akan ditentukan

Ha : tinggi titik acuan

h AB : beda tinggi antara A dan B

Ada berbagai macam cara penentuan tinggi titik dengan

menggunakan waterpasing atau sipat datar, salah satunya

yaitu:

1. Waterpasing memanjang / waterpasing berantai.

Waterpasing memanjang mempunyai tujuan untuk

menentukan tinggi titik secara teliti. Waterpasing

memanjang ini diperlukan dalam pengukuran kerangka

kontrol vertikal, misalnya penentuan tinggi titik

poligon.

Pada pengukuran waterpasing memanjang, pengukuran

dibagi menjadi beberapa slag. Beda tinggi antara A dan B

10 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

B

A1

2

BtbA Btm1Btb1 Btm2

Btb2 BtmB

Gambar 2.4Waterpasing Memanjang

Ket: Btb : pembacaan skala rambu ukur. Untuk benang tengah belakang

Btm : pembacaan skala rambu ukur, Untuk benang tengah muka

A,1,2,B : no. titik

Page 8: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

merupakan jumlah beda tinggi dari semua slag. Beda tinggi A

dan B dapat dihitung sebagai berikut :

hA1 = BtbA – Btm1

h12 = Btb1 – Btm2

h23 = Btb2 – Btm3

hnn = Btbn - Btmn

hAB = hnn = Btbn - Btmn

Keterangan rumus diatas :

h : beda tinggi

Btb : pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah

belakang

Btm : pembacaam skala rambu ukur untuk benang tengah

muka

: jumlah

D : jumlah jarak pengukuran dalam kilo meter

Syarat-Syarat Waterpass adalah:

1. Garis bidik sejajar dengan garis arah nivo.

2. Garis arah nivo tegak lurus pada sumbu satu.

3. Garis mendatar diafragma tegak lurus sumbu satu

2.4 Azimuth Matahari

11 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

hAB

C DD

B

A

btAbtA

Rambu ukur Rambu ukur

hAB=btA-btb

hAB= Beda tinggiA,B = TitikD = Jarak datarC = Tempat wp Gambar 2.5

Waterpass berada diantara dua titik

Page 9: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Azimuth adalah suatu sudut yang dibentuk meridian yang melalui

pengamat dan garis hubung pengamat sasaran, diukur searah jarum jam

positif dari arah utara meridian.

Macam-macam azimuth:

Azimuth magnetis adalah azimuth yang diperoleh dengan bantuan

kompas atau bosulle.

Azimuth astronomis adalah azimuth yang diperoleh dengan

melakukan pengamatan benda-benda langit.

Ada dua cara yang sering digunakan untuk menentukan azimuth, yaitu:

a. Penentuan azimuth magnetis dilakukan dengan menggunakan kompas

b. Penentuan azimuth astronomis dilakukan dengan alat yang dinamakan

geotheodolite. Untuk menentukan azimuth astronomis dengan

pengamatan matahari dapat dilakukan dengan metode tinggi matahari

dan metode sudut waktu.

Di bawah ini akan diuraikan penentuan azimuth garis dengan

pengamatan matahari metode tinggi matahari., dengan cara menadah

bayangan matahari menggunakan kuadran sehingga didapatkan bayangan

matahari yang jelas.

Dalam penentuan azimuth astronomis ada 3 metode :

1. Metode Sudut Waktu

Pada metode ini, bayangan matahari harus diamati sepasang (pagi dan

sore hari) dengan anggapan bahwa deklinasi matahari pagi dan sore

adalah sama. Kesulitan dalam metode ini adalah tingkat kegagalanya

lebih besar.

2. Metode Tinggi Matahari

Pada metode ini dilakukan pengukuran tinggi matahari yang biasa

dilakukan dengan cara:

a. Dengan Filter Gelap

12 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 10: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Pada pengamatan ini filter dipasang di okuler teropong, sehingga

pengamat dapat langsung membidik kearah matahari.

b. Dengan Prisma Roelofs

Pada pengamatan ini prisma roelofs digunakan apabila teropong

tidak memiliki lingkaran dan titik filter. keistimewaan lain dari alat ini

adalah pengamatan dapat menempatkan benang silang pada tepi-tepi

matahari dengan mudah.

c. Dengan Azimuth Magnetis

Pada metode ini tabular kompas dapat dilekatkan dengan mudah

pada theodolite. Dengan terlebih dahulu teropong diarahkan kesalah

satu titik yang lain. Sebagai titik ikatnya (misalnya poligon), dalam

hal ini dimaksudkan untuk pengesetan nol derajat pada skala piringan

horizontalnya, lalu setelah itu teropong diputar kembali sedemikian

rupa hingga menunjuk arah utara magnetis.

Penentuan azimuth dengan pengamatan tinggi matahari sering kali

ditemukan kesalahan-kesalahan, yaitu:

a. Kesalahan paralaks, yaitu kesalahan yang disebabkan karena

pengamatan dilakukan dari permukaan bumi, sedangkan hitungan

dilakukan dari pusat bumi.

13 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Gambar 2.6pengamatan matahari

Ket: U : utara : azmuthhor : horisontalmth : matahari1, 2 : no. titik kontrol

1 2

U

Matahari

12

s. hor mth

Matahari

hu

h

H

V

Pusat bumi

Page 11: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Besarnya koreksi karena kesalahan paralaks, yaitu

P = 8, 8 x Cos hu

Dimana: P : koreksi paralaks

hu : tinggi matahari

b. Refraksi astmosfer, yaitu kesalahan karena terjadinya pembelokan sinar

yang melewati lapisan atmosfer dengan kerapatan yang berbeda.

Besarnya koreksi akibat refraksi atmosfer:

r = rm x Cp x Ct

Cp = p / 760

Ct = 283 / (273 + t)

Dimana : r : sudut refraksi atmosfer

rm : koreksi normal pada 100 C, 760 mm Hg

dan kelembaban 60

p : tekanan udara ( mm Hg )

t : suhu udara (0 C)

14 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Tempat pengamatan

hu

Matahari

Lapisan 4

lapisan 3

Lapisan 2

Lapisan1

Gambar 2.8Refraksi atmosfer

Gambar 2.7Kesalahan paralaks

Page 12: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

1. Jika pembidikan matahari tidak dilakukan pada titik pusatnya maka

perlu diberikan diametral :

Koreksi diameter diberikan pada tinggi matahari (h) dan sudut

horizontal (s).

Besarnya diametral: dh = ½ d dan ds = ½ d

Dimana: dh = koreksi diametral untuk tinggi matahari

ukuran

ds = koreksi diametral untuk sudut horizontal

Setelah diberikan koreksi adanya kesalahan paralaks, refraksi

atmosfer dan diametral,maka tinggi matahari terkoreksi adalah :

h = hu + p – r ½ d

Dimana : h = tinggi matahari terkoreksi

hu = tinggi matahari ukuran

p = koreksi paralaks

r = koreksi refraksi atsmosfer

d = koreksi diametral

2. Koreksi untuk sudut horizontal :

Sin ½ d / Sin ½ d = Sin 900 / Sin Z

½ d / ½ d = 1 / Sin Z, dan Z = 900 - h

½ d = ½ d / Cos h

Dimana:

d = diameter h = tinggi pusat matahari

Z = zenith

15 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

( Koreksi ½ d )Gambar 2.9

Persinggungan Matahari dengan benang silang theodolit

Page 13: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

3. Cara mencari deklinasi ( )

Swp = WP – 07 00 00 (pagi hari)

Pd = x swp

d () = ( pada jam 07 00 00 ) + Pd

Dimana: Swp = selisih waktu pengamatan

Pd = perbedaan deklinasi

wp = waktu pengamatan

2.5 Pengukuran Poligon

Poligon merupakan rangkaian titik-titik yang membentuk segi banyak.

Rangkaian titik tersebut dapat diguakan sebagai kerangka peta. Koordinat

titik tersebut dapat dihitung dengan data masukan yang merupakan hasil

dari pengukuran sudut dan jarak. Posisi titik-titik di lapangan dapat

ditentukan dengan mengukur jarak dan sudut ke arah titik kontrol. Posisi

titik-titik kontrol haruslah mempunyai ketelitian yang tinggi dan

distribusinya dapat menjangkau semua titik.

Berdasarkan bentuk geometrisnya, poligon dapat dibedakan atas

poligon terbuka dan poligon tertutup.

2.5.1 Poligon Tertutup

Merupakan poligon dengan titik awal dan titik akhir berada pada

titik yang sama.

Ket : 1,2,3,… : titik kontrol poligon

D12,d23…. : jarak pengukuran sisi poligon

S1,S2,S3,… : sudut pada titik poligon

16 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Gambar 2.10Poligon terutup

SnS5

S4

S3S2

S1

dn5

d45

d34

d23

d12

4

n6

32

1

Page 14: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Persyaratan geometris yang harus dipenuhi bagi poligon tertutup :

1. S + F ( S ) = ( n± 2 ) x 1800

2. d sin A + F ( X ) = 0

3. d cos A + F ( Y ) = 0

Ket:

S : jumlah sudut

d sin : jumlah X

d cos : jumlah Y

F(S) : kesalahan sudut

F(X) : kesalahan koordinat X

F(Y) : kesalahan koordinat Y

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelesaian poligon:

1. Jarak, sudut, azimuth rata-rata dihitung dari data ukuran :

Dimana:

X : data ukuran rata-rata

Xi : data ukuran ke-I

n : jumlah pengukuran

2. Besar sudut tiap titik hasil setelah koreksi

S’ = S + F F(S) / n

Dimana:

S’ : sudut terkoreksi

S : sudut ukuran

3. Azimuth semua sisi poligon dihitung berdasarkan azimuth awal dan

sudut semua titik hasil koreksi (S’) :

a. Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon searah dengan jarum

jam, rumus yang digunakan :

An.n+1 = (An-1.n + 1800) - Sd’

An.n+1 = (An-1.n + Sl’) – 1800

17 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 15: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

b. Jika urutan hitungan azimuth sisi poligon berlawanan dengan

arah jarum jam, rumus yang digunakan :

An.n+1 = (An-1.n + Sd’) – 1800

An.n+1 = (An-1.n + 1800) – S1

Dimana :

n : nomor titik

An.n+1 : azimuth sisi n ke n+1

An-1.n : azimuth sisi n-1 ke n

Sd’ : sudut dalam terkoreksi

Sl’ : sudut luar terkoreksi

4. Koordinat sementara semua titik poligon, rumus yang digunakan :

Xn = Xn-1 + d Sin An-1.n

Yn = Yn-1 + d Cos An-1.n

Dimana:

Xn, Yn : koordinat titik n

Xn-1, Yn-1 : koordinat titik n-1

5. Koordinat terkoreksi dari semua titik poligon dihitung dengan

rumus :

Xn = Xn-1 + dn Sin An-1.n + (dn / d) x F(X)

Yn = Yn-1 + dn Cos An-1.n + (dn / d) x F(Y)

Dimana:

n : nomor titik

Xn, Yn : koordinat terkoreksi titik n

Xn-1.n , Yn-1.n : koordinat titik n-1

dn : jarak sisi titik n-1 ken

An-1 : azimuth sisi n-1 ken

6. Ketelitian poligon dinyatakan dengan :

a. F(L) = F(X)2 + F(Y)2 1/2

K = d / F (L)

18 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 16: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Dimana:

F (L) : kesalahan jarak

F(X) : kesalahan linier absis

F(Y) : kesalahan linier ordinat

d : jumlah jarak

K : ketelitian linier poligon

b. Kesalahan azimuth.

Eb = Arc Tan (X / Y)

2.6 Pengukuran Detail

Yang dimaksud dengan detail atau titik detail adalah semua benda-

benda di lapangan yang merupakan kelengkapan daripada sebagian

permukaan bumi. Jadi, disini tidak hanya dimaksudkan pada benda-benda

buatan seperti bangunan-bangunan, jalan-jalan dengan segala perlengkapan

dan lain sebagainya. Jadi, penggambaran kembali sebagian permukaan bumi

dengan segala perlengkapan termasuk tujuan dari pengukuran detail, yang

akhirnya berwujud suatu peta. Berhubung dengan bermacam-macam tujuan

dalam pemakaian peta, maka pengukuran detailpun menjadi selektif, artinya

hanya detail-detail tertentu yang diukur guna keperluan suatu macam peta.

Tahap-tahap pengukuran detail:

1. Pengukuran Posisi Vertikal

Pada pengukuran posisi vertikal dilakukan dengan menggunakan

alat ukur theodolite sehingga memungkinkan untuk menentukan posisi

vertikal dan horisontal dari titik detail secara bersamaan (metode

tachimetri).

19 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Page 17: BAB-2-Dasar-Teori.doc

Gambar 2.11Pengukuran Posisi Vertikal

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Rumus:

Dm = ( Ba – Bb ) x 100 . sin z

Dm = ( Ba – Bb ) x 100 . cos h

Dd = Dm . sin2 z

Dd = Dm . cos2 h

h = Ti + Dm Sin Z – Bt

H1 = HA + hA1

Dimana:

Dm : jarak miring

Ba : pembacaan skala rambu ukur untuk benang atas

Bb : pembacaan skala rambu ukur untuk benang bawah

Z : zenith

h : Beda tinggi

h : heling

Z : sudut zenith

Dd : jarak datar

H : elevasi

2. Pengukuran Posisi Horizontal

Pada pengukuran posisi horizontal dapat dilakukan dengan

beberapa metode yaitu metode polar dan radial. Pengukuran metode

polar menggunakan grid – grid yang digunakan untuk membantu

20 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

ti

HZ

Dmm

Ba

Bt

Bb

Dd

hAB

B

Page 18: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

pengukuran detail. Titik-titik detail pada grid diukur dari titik poligon

tempat berdiri alat.

Pengukuran posisi horizontal dengan metode radial tidak menggunakan

bantuan grid-grid, titik-titik detail langsung diukur dari titik poligon

tempat berdiri alat ke titik detail yang akan dipetakan.

21 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Rumus:

= dt- backsight

= (A - ) 1800

X1 = Xa + d sin

Y1 = Ya + d cos

Ket: = SudutX1,Y1 = KoordinatA = AwalDt = Detail = AzimuthP1, P2 = Tempat Berdiri Alat

gedung

Dimana : 1,2….. : titik-titik poligon Sa, Sb… : sudut horizontal

a,b,c,d.. . : titik detail

gedung

Gambar 2.13Menggambar titik detail

P

c

d

b

a3

2

1

Gambar 2.12pengukuran detail metode polar

P2

P1

Page 19: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

2.7 Penggambaran Peta

Dalam penggambaran peta biasanya dilaksanakan beberapa tahapan, yaitu:

a. Penyiapan grid peta

Penyiapan nilai absis (x), dan ordinat (y) dari grid-grid peta.

b. Plotting titik-titik kerangka kontrol peta

Koordinat titik-titik poligon (KKH)

Elevasi titik poligon (KKV)

c. Plotting titik-titik detail

Plotting titik-titik detail dapat dilakukan dengan Cara:

Cara Grafis: posisi horizontal dari titik-titik detail digambar secara

langsung dengan bantuan alat-alat gambar (busur derajat dan

penggaris skala), dan posisi vertikal titik detail langsung diplot dari

hasil hitungan datanya.

Cara numeris /digital: penggambaran titik-titik detail dengan

menggunakan komputer.

d. Penggambaran obyek (detail)

Penggambaran titik-titik detail dapat dilakukan dengan menggunakan

busur derajat dan mistar skala. Pusat busur diletakkan tepat pada titik

tempat alat (P) dan skala busur diarahkan ke sumbuY. Bila sudut yang

dibaca adalah azimuth, maka bacaan titik poligon harus disesuaikan

dengan skala sudut pada busur derajat. Sedangkan titik detail yang lain

dapat diplot sesuai dengan pembacaan sudut horizontal dengan

pembacaan sudut horizontal dan jaraknya.

e. Interpolasi garis kontur

22 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Gambar 2.14Menggambar titik detail

Dimana : 1,2….. : titik-titik poligon S1 & S2 : sudut horizontal

d1 & d2 : jarak detailP

d2

d1

b

a3

2

1

Page 20: BAB-2-Dasar-Teori.doc

2000

peta Skalakontur Interval

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Garis-garis kontur tidak pernah berpotongan

Ujung-ujung garis kontur akan bertemu kembali

Garis-garis kontur yang semakin rapat menginformasikan bahwa

keadaan permukaan tanah semakin terjal

Garis-garis kontur yang semakin jarang menginformasikan bahwa

keadaan permukaan tanah semakin datar/landai.

Gambar 2.15Interpolasi Garis Kontur

f. Penggambaran Kontur

Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang

mempunyai ketinggian yang sama di permukaan bumi, atau dengan kata

lain garis permukaan tanah yang mempunyai ketinggian tertentu. Pada

peta garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis lengkung yang

menutup artinya garis kontur, kontur digambarkan sebagai garis

lengkung yang menutup artinya garis kontur tersebut tidak mempunyai

ujung pangkal akhir. Interval garis kontur tergantung oleh skala peta

tersebut.

1. Sifat-sifat garis kontur : Bentuk kontur sungai

23 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

12.01

10.35

11.45

10.35

12.01

12.75 13.1

13.3

14.21

Page 21: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

2. Bentuk kontur danau

3. Bentuk kontur gunung/bukit

4. Bentuk kontur jalan

24 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

905.285 905.889

905.755905.898

905.500

905.

500

905.

750

905.

250

905.

000

905.

000

905.

250

905.

500

905.

750

905.500

905.

750

905.750

A = Elevasi MinimumB = Elevasi Maximum A < B

97.59898.5AB

A = Elevasi MinimumB = Elevasi Maximum A < B.

Page 22: BAB-2-Dasar-Teori.doc

LAPORAN PRAKTIKUM SURVEI TOPOGRAFIBAB II

Gambar 2.16

Penggambaran garis kontur

Keterangan gambar:

= Garis kontur

500.500, 500.750… = Indeks kontur dengan interval kontur 0, 25

25 TEKNIK GEODESI GEOINFORMATIKA S-1

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG