BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui...

26
6 BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Fotogrametri Rentang Dekat (CRP) Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik (Dipokusumo, 2001). Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengan objek tersebut. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh dari sistem sensor yang digunakan. Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera. Pada teknik CRP pengukuran terhadap suatu objek biasanya dilakukan terhadap hasil perekaman dari beberapa alat sensor. Kamera dan prosedur analisis fotogrametri terestris ini dimulai pada akhir abad ke 19 oleh seorang kolonel Perancis, Laussedat (Atkinson, 1980). Konsep fundamental fotogrametri yang digunakan tetap sama dengan konsep fotogrametri udara. Seiring dengan majunya teknologi kamera dan komputasi dijital meningkatkan efektivitas waktu dan tingkat akurasi dari sistem fotogrametri yang sudah ada. (Leitch, 2002 dalam Hanifa). 2.1.1 Prinsip Dasar Fotogrametri Rentang Dekat (CRP) Pada saat sebuah foto diambil, berkas sinar dari objek akan menjalar menyerupai garis lurus menuju pusat lensa kamera hingga mencapai bidang film atau detektor digital. Kondisi dimana titik objek pada dunia nyata, titik pusat proyeksi, dan titik obyek pada bidang foto harus terletak satu garis dalam ruang dinamakan kondisi kesegarisan (collinearity condition) berkas sinar. Kondisi ini merupakan dasar dari konsep fotogrametri.

Transcript of BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui...

Page 1: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

6

BAB 2 DASAR TEORI

2.1 Fotogrametri Rentang Dekat (CRP)

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, ilmu pengetahuan dan

teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek

fisik dan keadaan di sekitarnya melalui proses perekaman,

pengamatan/pengukuran dan interpretasi citra fotografis atau rekaman gambar

gelombang elektromagnetik (Dipokusumo, 2001). Salah satu karateristik

fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu

berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung dengan objek tersebut.

Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh dari

sistem sensor yang digunakan.

Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini

digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera.

Pada teknik CRP pengukuran terhadap suatu objek biasanya dilakukan terhadap

hasil perekaman dari beberapa alat sensor. Kamera dan prosedur analisis

fotogrametri terestris ini dimulai pada akhir abad ke 19 oleh seorang kolonel

Perancis, Laussedat (Atkinson, 1980). Konsep fundamental fotogrametri yang

digunakan tetap sama dengan konsep fotogrametri udara. Seiring dengan majunya

teknologi kamera dan komputasi dijital meningkatkan efektivitas waktu dan

tingkat akurasi dari sistem fotogrametri yang sudah ada. (Leitch, 2002 dalam

Hanifa).

2.1.1 Prinsip Dasar Fotogrametri Rentang Dekat (CRP)

Pada saat sebuah foto diambil, berkas sinar dari objek akan menjalar

menyerupai garis lurus menuju pusat lensa kamera hingga mencapai bidang film

atau detektor digital. Kondisi dimana titik objek pada dunia nyata, titik pusat

proyeksi, dan titik obyek pada bidang foto harus terletak satu garis dalam ruang

dinamakan kondisi kesegarisan (collinearity condition) berkas sinar. Kondisi ini

merupakan dasar dari konsep fotogrametri.

Page 2: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

7

Gambar 2.1 Kondisi Kesegarisan (Collinearity Condition) (Atkinson 1996)

Dalam fotogrametri, posisi dari sebuah objek pada ruang didefinisikan

pada sistem koordinat kartesian 3D. Pada awalnya, objek terdefinisi pada sistem

koordinat berkas. Kemudian dilakukan transformasi koordinat untuk mendapatkan

koordinat objek pada sistem koordinat tanah. Antara kedua sistem koordinat itu

terdapat perbedaan orientasi dan skala, sehingga transformasi koordinat terdiri

dari translasi, rotasi dan perubahan skala.

Pusat dari sistem koordinat berkas merupakan pusat dari lensa kamera,

yang dikenal dengan nama pusat perspektif (perspective center). Titik pusat lensa

kamera diketahui, sehingga berkas sinar dari objek yang melewati pusat lensa

kamera akan jatuh pada sebuah titik pada bidang foto yang dapat diketahui

koordinat fotonya. Perhatikan Gambar 2.1. Xo, Yo, Zo merupakan titik pusat

kamera, xa, ya, -c merupakan koordinat sebuah titik A pada sistem koordinat

berkas, dan XA, YA, ZA merupakan koordinat titik A pada sistem koordinat

tanah, maka persamaan kolineraritas adalah :

( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )LALALA

LALALAa YYmZZmXXm

YYmZZmXXmcxx−+−+−−+−+−

−=−333231

1312110 ( 2.1)

( ) ( ) ( )( ) ( ) ( )LALALA

LALALAa YYmZZmXXm

YYmZZmXXmcxx−+−+−−+−+−

−=−333231

2322210

Page 3: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

8

Dimana :

aa yx , = Koordinat titik A di foto.

00 , yx = Koordinat titik utama.

AAA ZYX ,, = Koordinat titik A di permukaan bumi.

LLL ZYX ,, = Koordinat pusat pemotretan.

c = Panjang fokus kamera.

ijm = Elemen matriks rotasi yang diberikan oleh persamaan.

Elemen dari matriks rotasi diberikan pada persamaan 2.2.

−++−+−+

=ϕωϕωϕ

κωκϕωκωκϕωκωκωκϕωκωκϕωκω

κϕω

coscoscossinsincossincossin.coscoscossinsin.sinsincossinsincossincossinsincossinsincoscos

RRR

(2.2 )

Dimana :

= rotasi terhadap sumbu x

= rotasi terhadap sumbu y

= rotasi terhadap sumbu z

2.1.2 Reseksi Ruang

Metode reseksi ruang dengan kesegarisan merupakan metode numerik

untuk menyelesaikan enam parameter orientasi luar (exterior orientation).

Orientasi luar ini ( )κϕω ,,,,, 000 ZYX merupakan posisi dan orientasi kamera pada

saat pemotretan. Posisi dan orientasi kamera diperlukan untuk dapat menentukan

posisi dari titik objek relatif dari sistem koordinat kamera.

Untuk menyelesaikan parameter orentasi luar (exterior orientation)

dibutuhkan minimal 6 persamaan. Oleh karena itu dibutuhkan minimal 3 titik

kontrol dimana setiap 1 titik kontrol mendapatkan 2 persamaan, sesuai dengan

persamaan (2.1), sistem persamaan ini diselesaikan secara serentak untuk 6

parameter orientasi luar (exterior orientation). Untuk titik kontrol lebih dari 3,

dilakukan dengan cara hitung perataan.

Page 4: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

9

2.1.3 Interseksi Ruang

Untuk objek yang sama di dunia nyata kedua berkas sinar akan saling

berpotongan. Interseksi ruang merupakan metode untuk menentukan koordinat

medan X,Y,Z titik-titik pada daerah pertampalan pasangan foto stereo dengan

menggunakan persamaan (2.2). Hal ini dapat dilakukan jika posisi kamera dan

orientasinya telah diketahui (Gambar 2.2).

a1

p1

y1

x1

z1

z2y2

x2

a2p2

Gambar 2.2 Interseksi 2 berkas sinar (Cooper & Robson, 1996 dalam Atkinson

1996)

Untuk menentukan koordinat titik A harus diketahui parameter orentasi

luar foto 1 ( )111010101 ,,,,, κϕωZYX dan 2 ( )222020202 ,,,,, κϕωZYX serta titik-titik

pengamatan dalam sistem koordinat foto1 ( )11, aa yx dan 2 ( )22 , aa yx .

2.1.4 Kalibrasi Kamera

Kalibrasi kamera adalah proses menentukan parameter internal dari

sebuah kamera. Parameter internal dibutuhkan untuk dapat merekonstruksi

ulang berkas-berkas sinar pada saat pemotretan dan untuk mengetahui

besarnya kesalahan sistematik dari sebuah kamera.

Selama kalibrasi kamera, kita akan memperoleh unsur-unsur dari

orientasi dalam, yang terdiri dari :

1. Jarak Utama /Principal Distance

Jarak utama adalah jarak tegak lurus antara titik pusat lensa (titik fokus)

dengan bidang proyeksi kamera CCD (Charge-Coupled Device) atau CMOS

Page 5: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

10

(Complimentary Metal-oxide Semiconductor) dalam kamera digital, atau film

dalam kamera analog). Umumnya dari metadata sebuah foto digital dapat

diketahui panjang fokusnya, namun nilainya belum tentu sama dengan jarak

utama yang diperlukan dan merupakan nilai pendekatan dari pabrik pembuat

kamera tersebut. Untuk pekerjaan fotogrametri dibutuhkan nilai yang pasti

dari jarak utama ini, karena akan berhubungan dengan hasil pengukuran

obyek, sehingga diperlukan kalibrasi kamera.

2. Posisi titik utama foto ( Xp, Yp )

Titik utama adalah titik hasil proyeksi tegak lurus titik pusat perspektif

(titik pusat proyeksi) pada bidang foto. Posisi ini dinyatakan dengan Xp dan Yp

yang merupakan koordinat titik utama dalam sistem koordinat foto. Sistem

koordinat foto adalah sistem kordinat yang berpangkal pada titik pusat foto,

dimana sumbu X positif adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik yang

berhadapan pada sebuah foto (sejajar arah jalur pemotretan). Sedangkan sumbu Y

positif adalah tegak lurus berlawanan arah jarum jam dari sumbu X positif.

3. Distorsi lensa

Distorsi lensa dapat menyebabkan bergesernya titik citra pada foto dari

posisi yang sebenarnya, sehingga akan memberikan ketelitian pengukuran yang

kurang baik. Distorsi lensa tidak akan mempengaruhi kualitas ketajaman foto

yang dihasilkan. Namun untuk pekerjaan fotogrametri, besarnya distorsi tak dapat

diabaikan. (Fryer, 1989 dalam Atkinson, 1996). Distorsi lensa diklasifikasikan

menjadi dua macam, yaitu distorsi radial dan distorsi tangensial (decentering).

a. Distorsi radial (K1, K2, K3)

Distorsi radial merupakan “aberasi” lensa yang menyebabkan sinar datang

yang masuk melalui lensa kamera mengalami deviasi setelah melalui titik pusat

proyeksi lensa. Deviasi ini terjadi akibat tidak sempurnanya komposisi lensa.

Distorsi lensa akan mengakibatkan pergeseran bayangan ke arah radial terhadap

titik utama. Distorsi radial (δ r) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan

polinomial sebagai berikut (Fryer, 1989 dalam Atkinson, 1996) :

Page 6: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

11

...73

52

31 +++= rKrKrKrδ (2.3)

Dimana

iK = Koefisien polinomial distorsi radial (i = 1,2,3,…) dengan fokus tak hingga,

δ r = Distorsi radial ( m)

r = Jarak radial titik citra terhadap titik utama foto (mm) dengan nilai :

22 )()( Pipi YYXXr −+−= (2.4)

Dimana

Xi, Yi = Posisi titik pada foto (mm)

Xp, Yp = Posisi titik utama foto (mm)

Untuk pada umumnya lensa, 3 koefisien dirasakan cukup untuk

menjelaskan kurva distorsi secara lengkap. Tapi untuk lensa fish eye mungkin

diperlukan tambahan koefisien (Fryer, 1989 dalam Atkinson, 1996).

b. Distorsi tangensial (P1, P2)

Semua elemen dalam sistem lensa, idealnya harus diatur sejajar dengan

sumbu optis dari seluruh sistem lensa. Pergeseran vertikal ataupun rotasi pada

elemen lensa dari susunan yang sempurna akan mengakibatkan pergeseran

geometrik dari foto, yang dikenal sebagai distorsi tangensial. Distorsi tangensial

mempunyai komponen radial dan tangensial. Pergeseran ini dideskripsikan

dengan 2 persamaan polinomial yaitu pergeseran pada arah x adalah x dan y

adalah y (Cooper & Robson, 1996).

( )[ ] ( )( )0022

02

1 22 yyxxPxxrPx −−+−==δ (2.5)

( )[ ] ( )( )0022

02

1 22 yyxxPyyrPy −−+−==δ

Page 7: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

12

2.2 Digital Surface Model (DSM)

2.2.1 Pengertian DSM

Istilah Digital Terain model (DTM) pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1958 oleh C. Miller dan R.A. LaFlamme, dan didefinisikan sebagai berikut :

“Digital Terrain Model (DTM) adalah representasi statistik permukaan

tanah yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z)

pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie, 1991 dalam Ma'ruf,

2003)

Selain definisi tersebut, dari berbagai sumber diperoleh definisi lainnya,

yaitu :

1. Digital Terain model (DTM) / Digital Elevation model (DEM) adalah

suatu set pengukuran ketinggian dari titik-titik yang tersebar dipermukaan

tanah. Digunakan untuk analisis topografi daerah tersebut. (Aronoff, 1991

dalam Ma'ruf, 2003).

2. Suatu DTM merupakan suatu sistem yang terdiri dari dua bagian, yaitu :

a. Sekumpulan titik-titik yang mewakili bentuk terrain yang disimpan

pada memori komputer, dan

b. Algoritma untuk interpolasi titik baru dari data titik yang diberikan

atau menghitung data lain. (Linkwitz, 1970 pada Raswati, 1988 dalam

Ma'ruf, 2003).

3. DTM adalah suatu teknik penyimpanan data tentang topografi suatu

terrain. Suatu DTM merupakan penyajian koordinat (X, Y, H) dari titik-

titik secara digital, yang mewakili bentuk topografi suatu terrain.

(Dipokusumo dkk, 1983 dalam Ma'ruf, 2003).

4. DTM adalah suatu basis data tentang koordinat x, y, z, digunakan untuk

merepresentasikan permukaan tanah secara digital. (Kingston Center for

GIS, 2002 dalam Ma'ruf, 2003).

5. DTM adalah informasi digital mengenai tinggi (atau variasi relief) dari

suatu area. (Spasial Data System Consulting, 2002 dalam Ma'ruf, 2003).

Definisi yang diberikan oleh beberapa referensi tersebut cukup bervariasi,

namun kesemuanya merujuk pada pemodelan permukaan bumi ke dalam suatu

Page 8: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

13

model digital permukaan tanah 3 dimensi (3D) dari titik-titik yang mewakili

permukaan tanah tersebut.

“Digital Terrain model (DTM) merupakan model digital permukaan tanah,

berupa bidang yang dibentuk oleh titik-titik yang diketahui koordinat 3

dimensinya (X, Y, Z)”.

Selain dari DTM ada model tiga dimensi yang lain yaitu Digital Surface

Model. Digital Surface model (DSM) merupakan model digital permukaan suatu

objek (permukaan tanah, permukaan dari wajah, dll) berupa bidang yang dibentuk

oleh titik-titik yang diketahui koordinat tiga dimensinya (X, Y, Z).

Pada tugas akhir ini model digital yang digunakan adalah Digital Surface

Model (DSM). DSM terbentuk dari titik-titik yang memiliki nilai koordinat 3D

(X, Y, Z). Permukaan dimodelkan dengan membagi area menjadi bidang-bidang

yang terhubung satu sama lain dimana bidang–bidang tersebut dibentuk oleh titik-

titik pembentuk DSM. Titik-titik tersebut berupa titik sampel permukaan atau titik

hasil interpolasi/ekstrapolasi titik-titik sampel.

Titik-titik sampel merupakan titik-titik yang didapat dari hasil sampling

permukaan bumi, yaitu pekerjaan pengukuran/pengambilan data ketinggian titik-

titik yang dianggap dapat mewakili relief permukaan tanah. Data sampling titik-

titik tersebut kemudian diolah hingga didapat koordinat titik sampel. Jika

diperlukan akan dilakukan seleksi titik sampel dan/atau interpolasi/ekstrapolasi

titik-titik baru dari titik sampel.

2.2.2 Jenis DSM

Secara umum DSM dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu DSM grid dan

DSM non-grid. DSM bukan grid dapat berupa DSM Triangulated Irregular

Network (TIN) maupun DSM kontur. Ketiga model tersebut masing-masing

memiliki sebaran titik DSM yang berbeda.

1. DSM Grid

Titik DSM pada DSM Grid tersebar secara merata pada seluruh

permukaan model dan teratur dalam interval tertentu. Titik DSM dapat berupa

titik sampel atau titik baru hasil interpolasi titik sampel. Permukaan model

Page 9: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

14

terbentuk oleh Grid yang menghubungkan titik DSM. DSM Grid juga dikenal

dengan nama DSM Raster.

2. DSM TIN

Titik DSM yang digunakan untuk membentuk TIN merupakan titik sampel

yang tersebar secara tidak teratur pada permukaan model. Permukaan model TIN

adalah jaring bidang segitiga yang terbentuk dari triangulasi titik-titik DSM.

3. DSM Kontur

Pada DSM kontur topografi permukaan bumi disajikan dalam bentuk

garis-garis kontur yang menghubungkan titik-titik dan memiliki nilai ketinggian

yang sama. Garis kontur tersebut berupa polyline dengan vertex-vertex berupa

titik-titik DSM yang dapat berupa titik-titik sampel yang sudah berpola kontur

ataupun titik-titik hasil interpolasi. DSM kontur didapat dari tracing/ploting

model stereo citra ataupun dari hasil interpolasi DSM Grid atau TIN.

Dalam pemilihan jenis DSM yang digunakan haruslah mengacu spesifikasi

yang diberikan oleh aplikasi penggunaan DSM tersebut. Hal-hal yang harus

dipertimbangkan terutama adalah peruntukan dari DSM tersebut, kemudian dari

hal tersebut diturunkan spesifikasi DSM yang diinginkan.

2.2.3 Prosedur Pembuatan DSM (Umum)

Pembuatan DSM dapat dipandang sebagai suatu sistem pembentukan

model permukaan suatu objek yang pekerjaannya terbagi dua tahap utama yaitu :

1. Pengadaan titik-titik DSM.

2. Pembentukan DSM dari titik-titik tahap 1.

Pekerjaan pengadaan titik DSM terbagi menjadi tahapan-tahapan sebagai

berikut :

1. Persiapan

Meliputi penentuan spesifikasi hasil yang diinginkan serta batasan-batasan

pekerjaan.

2. Pengambilan data

Dibagi menjadi beberapa tahap pekerjaan, yaitu :

Page 10: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

15

a. Klasifikasi Surface

Klasifikasi surface dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari

permukaan yang nantinya akan dipetakan. Karakteristik tersebut

dibutuhkan untuk menentukan jenis DSM, strategi sampling, serta metode

dan fungsi interpolasi. klasifikasi terrain dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan/pengamatan antara lain :

1. Langsung ke lapangan

2. Model stereo foto udara

3. Peta yang sudah ada

b. Penentuan strategi sampling serta metode dan fungsi interpolasi.

Penentuan strategi sampling serta metode dan fungsi interpolasi

merupakan pekerjaan yang berhubungan satu sama lain, sehingga kedua

tahap pekerjaan tersebut tidak dapat dikerjakan secara terpisah. Dalam

menentukan strategi sampling, harus memperhatikan metode dan fungsi

sampling yang akan dipakai agar jumlah titik sampel yang dipeoleh dapat

mencukupi untuk menyelesaikan parameter fungsi interpolasi. Begitu pula

dalam penentuan metode dan fungsi interpolasi, sebaiknya disesuaikan

dengan strategi sampling yang digunakan.

c. Pengambilan data titik-titik sampel.

Sampling, merupakan pekerjaan pengambilan data informasi permukaan

bumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian sampling data adalah :

1. Ketelitian pengukuran yang bergantung pada peralatan, operator, dan

sumber data yang digunakan.

2. Kelengkapan penyajian informasi ketinggian dan variasi relief

permukaan bumi yang dipengaruhi oleh jumlah dan sebaran titik

sampel.

Pekerjaan sampling merupakan tahapan yang paling banyak

menghabiskan sumber daya baik itu waktu maupun biaya.

Page 11: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

16

3. Pengolahan data

Jika data yang dipeoleh belum berupa nilai koordinat 3D, pada tahap ini

akan dilakukan pengolahan data hingga diperoleh koordinat titik-titik sampel.

Selain itu jika diperlukan, dilakukan penambahan titik-titik sampel baru dan/atau

kompresi/pengarangan titik-titik sampel yang berlebih. Dari pengolahan data

diperoleh titik-titik DSM koordinat tiga dimensinya (X,Y,Z) yang siap digunakan

untuk membentuk DSM. Setelah diperoleh titik-titik sampel pembentuk DTM

dengan koordinat 3Dnya, maka dilakukan pekerjaan pembentukan DSM.

2.2.4 Pembentukan DSM dengan Metode Pengambilan Titik Sampel

dengan Fotogrametri Rentang Dekat

Pekerjaan pengadaan titik DSM terbagi menjadi tahapan-tahapan sebagai

berikut :

1. Persiapan

Pesiapan dilakukan meliputi penentuan spesifikasi hasil yang diinginkan

serta batasan-batasan pekerjaan. Persiapan kamera yang akan digunakan

memenuhi spesifikasi hasil yang diinginkan dan batasan daerah yang akan diukur.

2. Pengambilan Data (Pemotretan)

Sebuah aturan sederhana telah dikembangkan untuk pengukuran CRP

dengan menggunakan kamera non-metrik. Aturan ini disebut sebagai aturan 3

x 3. Disebut aturan 3 x 3 karena berisi 3 kategori, dengan masing masing

kategori memiliki 3 sub kategori (Waldhäusl & Ogleby, 1994 dalam

Kusumadarma 2008). Pada awalnya, aturan ini dikembangkan untuk keperluan

fotogrametri arsitektur, namun karena pada umumnya permasalahan yang akan

terjadi serupa, maka aturan ini cukup bersifat fleksibel karena sangat membantu

untuk merencanakan semua pekerjaan CRP. Aturan ini terdiri dari :

a. Geometri

Aturan yang pertama adalah mengenai geometri. Geometri yang

dimaksud disini adalah geometri stasiun pemotretan (tempat

berdirinya kamera). Geometri mencakup hal-hal seperti : informasi

kontrol, cakupan foto, dan pasangan foto.

Page 12: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

17

b. Fotografi

Aturan yang kedua adalah mengenai fotografi. Aturan ini mencakup

kamera, parameter kamera dan penggunaannya di lapangan.

c. Organisasi

Aturan yang terakhir mengatur tentang hal-hal yang tidak terkait

langsung dengan pemotretan, namun tidak boleh dilupakan, yaitu

antara lain mencakup mengenai perencanaan penelitian, sketsa lokasi,

dan informasi tambahan.

3. Pengolahan data

a. Proses orientasi

Pada proses ini, adalah mencari pasangan titik dari beberapa foto yang

diamati, kemudian melakukan proses reseksi.

b. Pembentukan model 3D

Setelah proses reseksi selesai, pada tiap foto telah diketahui koordinat

dan orientasi pengambilannya, selanjutnya dilakukan proses bundle adjustment.

c. Pembuatan titik sampel

Setelah terbentuk model 3D, proses selanjutnya adalah menambah titik-

titik sampel yang akan digunakan untuk pembuatan DSM. Pada tahapan

penandaan titik, dilakukan dua cara yaitu secara manual dan otomatis. Proses

otomatisasi Image Matching dilakukan untuk penandaan titik sampel secara

otomatis.

Image matching atau automatic stereo matching adalah suatu proses

mencari/mengidentifikasi pasangan suatu titik yang muncul pada dua foto atau

lebih. Pada instrumen analog/analitik image matching dilakukan oleh operator

secara manual dengan menggunakan persepsi 3D mata kiri dan kanan. Pada

fotogrametri digital image matching dilakukan secara otomatis dengan

mencocokkan dua citra.

Page 13: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

18

Kegunaan image matching dalam fotogrametri antara lain :

1. Pada proses Orientasi Dalam dan Relatif saat mencari pasangan titik

untuk diamati.

2. Pada proses Triangulasi Udara saat mencari pasangan titik ikat pada

semua foto dimana titik tersebut muncul.

3. Pembentukan DTM/DSM, mencari pasangan titik foto untuk posisi

titik DTM/DSM.

4. Proses pembuatan Orthofoto.

5. Digitasi pada layar monitor.

Teknik metode Area-Based Matching membandingkan tingkat keabuan

(grey-levels) antar (sebagian kecil) citra. Pada citra digital, akan sangat

memungkinkan, dan relatif mudah dilakukan proses penentuan letak titik dengan

penyelesaian matematis. Sekumpulan nilai piksel (greyvalue= GV) pada sebuah

citra dapat dibandingkan kemiripannya dengan sekumpulan GV dari citra di

sebelahnya (citra-2) yang bertampalan. Tingkat kemiripan kumpulan data tersebut

ditentukan oleh variasi GV yang merepresentasikan bentuk objek lapangan

(permukaan bumi). Tingkat kemiripannya dapat dihitung dengan mencari korelasi

berdasarkan kuadrat terkecil. Dengan berpedoman pada hasil hitungan nilai

korelasi, selanjutnya dapat ditentukan tingkat “kesamaan” dua kumpulan data

yang berasosiasi dengan citra tersebut.

Setelah penandaan titik, dilakukan proses selanjutnya yaitu proses

interseksi ruang. Setelah mendapatkan titik-titik sampel pembentuk DSM dengan

koordinat 3Dnya, maka dilakukan pekerjaan pembentukan DSM. Tahapan

pembentukan DSM metode CRP digambarkan seperti pada gambar 3.1, sebagai

berikut :

Page 14: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

19

Pengambilan Data(pemotretan)

Pembuatan TitikSample

Penandaaan titikManual

Penandaaan titikOtomatis (Image

Matching)

PembentukanDSM

Interseksi

Persiapan

Proses Orentasi

PembentukanModel 3D

Pengolahan Data

Gambar 2.3 Tahapan Pembentukan DSM Metode CRP

2.2.5 Pembentukan DSM dengan Metode Pengambilan Titik Sampel

dengan Tachymetri

Metode tachymetri merupakan metode penentuan posisi yang langsung

ditujukan untuk mendapatkan posisi 3D (pengukuran horizontal dan vertikal

secara bersamaan), dengan menggunakan metode polar untuk penetuan titik

horizontalnya dan metode trigonometrik untuk penetuan titik tingginya.

Metode polar adalah penentuan koordinat horizontal dengan melakukan

pengukuran sudut ( ) dan jarak (D) dengan hubungan matematis sebagai berikut :

αα

cossin

1

1

DYYDXX

A

A

+=+=

(2.6)

Metode trigonometrik merupakan metode penentuan tinggi dengan

menerapkan prinsip trigonometri dalam suatu segitiga. Dari Gambar 2.4 nilai h

dapat ditentukan dengan persamaan :

ZDmh cos= atau ZDh cot= (2.7)

Page 15: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

20

Maka tinggi titik A dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :

a t ZcosDm +=AT atau aA tZDT += cot ( 2.8)

A

ta

h

Xa, Y a

ZDm

D

m

1

Gambar 2.4 Metode Tachymetri (Soedomo, 2003)

Keterangan gambar :

= Sudut jurusan

z = Sudut zenith

Dm = Jarak miring

D = Jarak datar

ta = Tinggi alat

A = Titik detail

1 = Titik kerangka dasar

Pekerjaan pengadaan titik DSM terdiri dari tahapan-tahapan sebagai

berikut :

1. Persiapan

Meliputi penentuan spesifikasi hasil yang diinginkan serta batasan-batasan

pekerjaan. Persiapan alat ukur sudut dan jarak yang akan digunakan memenuhi

spesifikasi hasil yang diinginkan dan batasan daerah yang akan diukur.

2. Pengambilan Data

Pada tahapan ini, melakukan pengambilan data titik-titik sampel

pembentuk DSM dengan menggunakan metode tachymetri.

Page 16: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

21

3. Pengolahan Data

Pada tahapan ini, dilakukan pengolahan titik-titik hasil pengukuran metode

tachymetri menjadi titik-titik dalam suatu sistem koordinat tanah. Setelah

diperoleh titik-titik sampel pembentuk DSM dengan koordinat 3Dnya, maka

dilakukan pekerjaan pembentukan DSM.

2.3 Interpolasi

Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga

nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Proses interpolasi adalah

mengisi kekosongan data dengan metoda tertentu dari suatu kumpulan data untuk

menghasilkan sebaran yang kontinyu.

Ada beberapa metode interpolasi untuk pembentukan DSM yaitu :

1. Interpolasi Linear

Tujuan interpolasi linier adalah menentukan titik-titik antara dari 2 buah

titik dengan menggunakan garis lurus (gambar 2.5). Persamaan garis lurus yang

melalui 2 titik P1(x1,y1) dan P2(x2,y2) dapat ditulis sebagai berikut :

12

1

12

1

yyxx

yyyy

−−

=−−

atau 1112

12 )( yxxxxyyy +−

−−

= (2.9)

Gambar 2.5 Konsep Dasar Interpolasi Linier (http://en.wikipedia.org/wiki/

Interpolation)

2. Interpolasi Polinomial

Interpolasi polinomial digunakan untuk mencari titik-titik antara dari n

buah titik P1(x1,y1), P2(x2,y2), P3(x3,y3), …, Pn(xn,yn) dengan menggunakan

pendekatan fungsi polinomial pangkat n-1 :

Page 17: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

22

11

2210 .... −

−++++= nn xaxaxaay (2.10)

Masukkan nilai dari setiap titik ke dalam persamaan polinomial (2.10)

dan diperoleh persamaan simultan dengan n persamaan dan n variable bebas

sebagai berikut :

11

21210

11

2323103

11

2222102

11

2121101

..........................................................

....

....

....

−−

−−

−−

−−

++++=

++++=

++++=

++++=

nnnn

nn

nn

nn

xaxaxaay

xaxaxaay

xaxaxaay

xaxaxaay

(2.11)

Penyelesaian persamaan simultan di atas adalah nilai-nilai a0, a1, a2,

a3 , an yang merupakan nilai-nilai koefisien dari fungsi pendekatan polinomial

yang akan digunakan. Dengan memasukkan nilai x dari titik yang dicari pada

fungsi polinomialnya, akan diperoleh nilai y dari titik tersebut.

2.4 Volume

Volume mempunyai dimensi kubik, misalnya meter kubik (m3). Secara

sederhana diambil contoh suatu balok yang mempunyai ukuran panjang 10 m,

lebar 0,5 m dan tinggi 6 m akan mempunyai volume = panjang x lebar x tinggi =

10 m x 0,5 m x 6 m = 30 m3. Benda yang tidak beraturan bentuknya, tentu akan

sulit menentukan volume dengan perhitungan matematis seperti pada bola atau

balok.

Untuk benda tidak beraturan, volume dapat dihitung dengan merendam

benda tersebut pada cairan volume tertentu dalam gelas ukur, kemudian dihitung

selisih volume cairan sebelum dan setelah benda dicelupkan, itulah volume benda.

Contoh sebuah piala dimasukan kedalam suatu tabung ukur dengan air. Volume

air dalam tabung awal adalah 2 liter setelah piala dimasukan volume menjadi 3

liter jadi volume piala adalah 1 liter. (gambar 2.6)

Page 18: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

23

Gambar 2.6 Ilustrasi Menghitung Volume dengan Air

Pada pembahasan kali ini yang dimaksud volume adalah volume

permukaan. Sering terjadi bahwa bentuk tanah yang akan dihitung volumenya

tidak ideal, artinya tidak selalu berbentuk balok atau silinder. Permukaan tanah

yang tidak beraturan akan dihitung volumenya dengan beberapa metode.

2.4.1 Metode Perhitungan Volume

Prinsip hitungan volume adalah 1 (satu) luasan dikalikan dengan 1 (satu)

yang diwakili tinggi. Jika ada beberapa luasan atau beberapa tinggi, maka dibuat

wakilnya, misalnya dengan menghitung luas rata-rata ataupun tinggi rata-rata.

Ada beberapa cara atau metode untuk menghitung volume yaitu dengan cara :

1. Metode End Area

Didalam gambar 2.7 area A1, A2, dan A3 diasumsikan telah diketahui. Jika

A1 adalah luas penampang awal, A2 adalah luas penampang akhir dan d adalah

jarak antaranya, maka volumenya adalah :

+

×=2

21 AAdV (2.12)

Kemudian ada beberapa bagian (n) dengan jarak yang sama dengan d

maka volumenya adalah :

+×++

+×+

+×+

+

×= −

2.........

2221433221 nn AAdAAdAAdAAdV

++++++×= −

22.........222 14321 nn AAAAAAdV (2.13)

Page 19: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

24

Gambar 2.7 Ilustrasi Metode End Area (www.sli.unimelb.edu.au)

Dimana

V = Volume.

A1, A2, A3, A4,…., An = Luas penampang 1,2,3,….,n.

d = Jarak antara penampang.

2. Metode Kontur

Prinsip metode kontur mirip dengan metode end area sebagai berikut

(gambar 2.8) :

+×++

+×+

+×+

+

×= −

2.........

2221433221 nn AAhAAhAAhAAhV

++++++×= −

22.........222 14321 nn AAAAAAhV (2.14)

Dimana :

V = Volume.

A1, A2, A3, A4,…., An = Luas yang dibatasi Kontur 1,2,3,…,n.

h = Interval Kontur.

Gambar 2.8 Ilustrasi Kontur (sipil.uns.ac.id/kulol/Ilmu_Ukur_Tanah_1)

Page 20: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

25

3. Metode Grid

Cara menghitung volume dengan metode Grid adalah dengan membagi

daerah tersebut berbentuk segiempat berjarak a, umumnya berbentuk bujur

sangkar atau empat persegi panjang. (gambar 2.9)

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

)4321(4 4321 ∑∑∑∑ ×+×+×+×= hhhhAV (2.15)

Dimana :

A = luas penampang segiempat

h1 = tinggi yang digunakan 1 kali untuk menghitung volume

h2 = tinggi yang digunakan 2 kali untuk menghitung volume

h3 = tinggi yang digunakan 3 kali untuk menghitung volume

h4 = tinggi yang digunakan 4 kali untuk menghitung volume

Gambar 2.9 Ilustrasi Metode Grid (www.sli.unimelb.edu.au)

2.4.2 Ketelitian Hasil Hitungan Volume

1. Metode End Area

Dari persamaan (2.13) yang dapat dituliskan sebagai V= F (d, A1, A2,

A3,…, An), dan dengan menggunakan dalil perambatan kesalahan diperoleh :

22

23

2

3

22

2

2

21

2

1

22

2 ..... nn

AAFA

AFA

AFA

AFd

dFV σσσσσσ

∂∂

++

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

= (2.16)

Untuk dapat menyelesaikan persamaan terlebih dahulu harus diperoleh

nilai-nilai variansi d2, A12, A2

2, A3

2., …., An

2. Koefesien persamaan (2.16),

diperoleh sebagai berikut :

a

a

Page 21: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

26

+++++=

∂∂ −

22.....22 1321 nn AAAAA

dF (2.17)

21

dAF

=∂∂ (2.18)

22

dAF

=∂∂ (2.19)

23

dAF

=∂∂ (2.20)

2d

AF

n

=∂∂ (2.21)

2. Metode kontur

Dari persamaan (2.14) yang dapat dituliskan sebagai V= F (h, A1, A2,

A3,…, An) dengan menggunakan dalil perambatan kesalahan diperoleh :

AAFA

AFA

AFA

AFd

hFV

n

σσσσσσ2

23

2

3

22

2

2

21

2

1

22

2 .....

∂∂

++

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

= (2.22)

Untuk dapat menyelesaikan persamaan terlebih dahulu harus diperoleh

nilai-nilai variansi h2, A12, A2

2, A3

2, …., An2

. Koefesien persamaan (2.22),

diperoleh sebagai berikut :

+++++=

∂∂ −

22.....22 1321 nn AAAAA

hF (2.23)

21

hAF

=∂∂ (2.24)

hAF

=∂∂

2

(2.25)

23

hAF

=∂∂ (2.26)

Page 22: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

27

2h

AF

n

=∂∂ (2.27)

3. Metode Grid

Dari persamaan (2.15) yang dapat dituliskan sebagai V= F (A, h1, h2, h3,

h4) dengan menggunakan dalil perambatan kesalahan diperoleh :

24

2

4

23

2

3

22

2

2

21

2

1

22

2 hhFh

hFh

hFh

hFA

AFV σσσσσσ

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

+

∂∂

= (2.28)

Untuk dapat menyelesaikan persamaan terlebih dahulu harus diperoleh

nilai-nilai variansi A2, h12, h2

2, h3

2, h42. Koefesien persamaan (2.28),

diperoleh sebagai berikut :

+++=

∂∂

4432 3321 hhhh

AF (2.29)

41

AhF

=∂∂ (2.30)

22

AhF

=∂∂ (2.31)

43

3

AhF

=∂∂ (2.32)

AhF

=∂∂

4

(2.33)

2.5 Uji Statistik

Uji statistik digunakan untuk membandingkan hasil hitungan statistik

dengan hasil sebelumnya atau dengan standar tertentu. Hipotesa : Pernyataan

explisit maupun implisit tentang distribusi probabilitas sebuah variabel acak.

Hipotesa dikatakan “sederhana” jika mencakup semua parameter distribusi, dan

dikatakan “komposit” jika hanya mencakup sebagian parameter distribusi.

(Setyadji, 2005)

Prosedur umum selalu mengacu pada satu “hipotesa nol” H0 (null

hypothesis), yaitu parameter-parameter distribusi yang menjadi pembanding hasil

Page 23: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

28

estimasi sampel. H0 ini sering disebut sebagai hipotesa yang dituntut sebagai

nilai yang “benar”. Hasil pengujian adalah sebuah pernyataan bahwa hipotesa nol

tersebut dapat diterima atau tidak dalam hubungannya dengan bukti-bukti

(statistik) yang ada.

Penggunaan lain uji statistik ini adalah mengambil keputusan antara

hipotesa nol H0 dibandingkan dengan hipotesa-hipotesa alternatif (Ha,

alternative hypothesis) lain, yang disebut juga sebagai hipotesa tandingan.

Hipotesa tandingan ini yang sering disebut sebagai “hipotesa

peneliti/pengukur” karena nilai ini yang akan divalidasi.

Prosedur pengujian melingkupi dua hal :

1. Uji statistik atau fungsi dari sampel untuk basis pengambilan keputusan.

2. Daerah penolakan, himpunan nilai statistik pengujian yang akan menolak

H0.

Kemungkinan hasil pengujian, dapat dituliskan seperti tabel 2.1, sebagai berikutTabel 2.1 Kemungkinan Hasil Pengujian

H0 Diterima Ditolak

True Ok Kesalahan Tipe 1 ( )

false Kesalahan Tipe 1 ( ) Ok

Probabilitas tipe I ( ) : disebut sebagai level signifikan uji (significance

level of the test). Bisa 5%, 2%, atau 1%. Dalam kasus ini, uji hipotesa ditolak jika

H0 benar.

Probabilitas tipe II ( ) : (1 ) disebut sebagai kekuatan uji (power of a

test). Dalam kasus ini, uji hipotesa diterima jika H0 salah.

2.5.1 Uji Hipotesa mengenai Menengah sampel

Jika nilai simpangan baku populasi diketahui, suatu sampel berukuran (n)

dengan nilai-nilai xi atau nilai menengah sampel x , dan juga simpangan baku

populasi normalσ . Hipotesa nol yang dipakai adalah H0 : = 0, untuk menguji

apakah nilai menengah populasi sama dengan nilai o apriori. Tiga kemungkinan

hipotesa alternatifnya : < 0, > 0, atau kasus uji dua sisi 0. Digunakan

rumusan variabel acak normal berstandarisasi :

Page 24: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

29

nx

z/

0

σ

µ−= (2.34)

Dengan tingkat signifikan, ada tiga kemungkinan kesimpulan :

1. H0 : 0µµ = ; Ha : 0µµ < ; H0 ditolak jika azz −< karena

ασ

µ=

−<−

= azn

xzP

/0

2. H0 : 0µµ = ; Ha : 0µµ < ; H0 ditolak jika azz −> karena

ασ

µ=

−>−

= azn

xzP

/0

3. H0 : 0µµ = ; Ha : 0µµ ≠ ; H0 ditolak jika azz −< atau azz −> karena

ασ

µ=

−<−

< 2/0

2//

aa zn

xzP

Jika nilai simpangan baku populasi tidak diketahui, variabel acak yang

digunakan adalah :

nsx

t/

0µ−= (2.35)

Untuk membandingkan dua nilai menengah sampel, hipotesa nol yang

diuji adalah δµµ =− 21 . Dengan nilai simpangan baku populasi diketahui,

variabel acak normal yang digunakan adalah :

2221

21

21

// nnxxz

σσ

δ

+

−−= (2.36)

Jika nilai simpangan baku populasi tidak diketahui, variabel acak yang

digunakan adalah :

1121

222

211

21

112

)1()1(nnnn

snsnxxt

+−+

−+−

−−=

δ (2.37)

Page 25: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

30

2.5.2 Uji Hipotesa mengenai variansi-variansi

1. Uji Chi Square

Hipotesa nol 20

2 σσ = diuji terhadap hipotesa tandingan 20

2 σσ ≠ ,

,20

2 σσ > dan 20

2 σσ < . Variabel yang digunakan adalah :

20

22

σσ

χm

m = (2.38)

1. H0 : 20

2 σσ = ; Ha : 20

2 σσ < ; H0 ditolak jika 2,1

2mm αχχ −< karena

αχσσ

α =

< −2

,120

2

mmP

2. H 0 : 20

2 σσ = ; Ha : 20

2 σσ > ; H0 ditolak jika 2,

2mm αχχ > karena

αχσσ

α =

> 2,2

0

2

mmP

3. H0 : 20

2 σσ = ; Ha : 20

2 σσ ≠ ; H0 ditolak jika 2,1

2mm αχχ −< atau 2

,12

mm αχχ −>

karena αχσσ

χ αα =

<<−2

,20

22

,1 mmmP

2. Uji Fisher

Untuk mengetahui kesamaan variansi sample satu dengan yang lain.

Hipotesa nol 22

21 σσ = diuji terhadap hipotesa tandingan 2

22

1 σσ ≠ , ,20

21 σσ > dan

21

21 σσ < . variabel yang digunakan adalah :

22

21

2,1 ssF mm = (2.39)

Kemungkinan solusi :

1. H0 : 22

21 σσ = ; Ha : 2

22

1 σσ < ; H0 ditolak jika 2.1,12.1 mmmm FF α−< karena

αα =

< − 2,1,122

21

mmFssP

2. H0 : 22

21 σσ = ; Ha : 2

22

1 σσ > ; H0 ditolak jika 2.1,2.1 mmmm FF α> karena

αα =

> 2,1,22

21

mmFssP

Page 26: BAB 2 DASAR TEORI - Perpustakaan Digital ITB ... yang kontinyu dari titik-titik yang diketahui koordinatnya (X, Y, dan Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.”(Petrie dan Kennie,

31

H0 : 22

21 σσ = ; Ha : 2

22

1 σσ ≠ ; H0 ditolak jika 2.1,2/2.1 mmmm FF α> atau

2.1/,12.1 mmmm FF α−<