BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab...

52
8 BAB 2 KAJ IAN PUS TAKA 2.1 Kecerdasan Buatan 2.1.1 Definisi Kecerdasan Buatan Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai cabang dari ilmu komputer yang memusatkan perhatian pada otomatisasi dari karakteristik inteligensia (Luger, 1993). Kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia (Kusumadewi, 2003). Manusia pandai dalam menyelesaikan segala permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. A gar komputer dapat bertindak seperti dan sebaik manusia, maka komputer juga harus dibekali bekal pengetahuan dan mempunyai kemampuan untuk menalar. Dua bagian utama pada konsep kecerdasan buatan, yaitu: Basis Pengetahuan Berisi fakta, teori, pemikiran, dan hubungan suatu hal dengan hal lainnya. M esin Inferensi Kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman. Gambar 2.1 Konsep kecerdasan buatan pada komputer

Transcript of BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab...

Page 1: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

8  

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kecerdasan Buatan

2.1.1 Definisi Kecerdasan Buatan

Kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai cabang dari ilmu

komputer yang memusatkan perhatian pada otomatisasi dari karakteristik

inteligensia (Luger, 1993). Kecerdasan buatan merupakan salah satu bagian

ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan

pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia (Kusumadewi,

2003). Manusia pandai dalam menyelesaikan segala permasalahan karena

manusia mempunyai pengetahuan dan pengalaman. Agar komputer dapat

bertindak seperti dan sebaik manusia, maka komputer juga harus dibekali bekal

pengetahuan dan mempunyai kemampuan untuk menalar.

Dua bagian utama pada konsep kecerdasan buatan, yaitu:

• Basis Pengetahuan

Berisi fakta, teori, pemikiran, dan hubungan suatu hal dengan hal lainnya.

• Mesin Inferensi

Kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman.

Gambar 2.1 Konsep kecerdasan buatan pada komputer 

Page 2: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

9  

2.1.2 Ruang Lingkup Kecerdasan Buatan

Makin pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan adanya

perkembangan dan perluasan lingkup yang membutuhkan peran kecerdasan

buatan. Kecerdasan buatan tidak hanya dominan di bidang ilmu komputer

(informatika), namun juga sudah digunakan di beberapa disiplin ilmu lain.

Adanya irisan penggunaan kecerdasan buatan di berbagai disiplin ilmu

menyebabkan sulitnya pengklasifikasian berdasarkan disiplin ilmu. Oleh

karena itu, pengklasifikasian kecerdasan buatan dibuat berdasarkan keluaran

yang dihasilkan. Ruang lingkup utama dalam kecerdasan buatan adalah:

• Sistem pakar

Sistem pakar dapat menyelesaikan permasalahan yang biasa diselesaikan

oleh seorang pakar (Rich, 1991, p547). Komputer digunakan sebagai sarana

untuk menyimpan basis pengetahuan seorang pakar sehingga komputer

dapat menyelesaikan permasalahan layaknya seorang pakar.

• Pengolahan bahasa alami

Sebuah program yang mampu memahami bahasa manusia (Luger, 1993,

p17). Komputer diberikan pengetahuan mengenai bahasa manusia sehingga

pengguna dapat berkomunikasi dengan komputer dengan menggunakan

bahasa sehari-hari.

• Perencanaan dan robotik

Perencanaan adalah sebuah aspek yang penting dalam merancang sebuah

sistem robot yang dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan derajat

fleksibilitas dan tanggung jawab terhadap dunia luar (Luger, 1993, p19) .

Page 3: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

10  

• Visi komputer

Visi komputer dapat dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari

struktur atau properti dari ruang dimensi tiga baik dari satu atau beberapa

citra dua dimensi dari ruang lingkup dan pengenalan objek dengan bantuan

properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah untuk menarik kesimpulan

mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau yang memiliki derau

(Kulkarni, 2001, p27).

• Permainan

Konsep kecerdasan buatan dapat diterapkan pada beberapa permainan

seperti catur dan dam. Permainan-permainan ini memiliki aturan main yang

jelas sehingga mudah untuk dapat mengaplikasikan teknik pencarian

heuristik (Luger, 1993, p14). Pencarian heuristik adalah metode pencarian

yang dilakukan dengan menggunakan penalaran. Dengan pencarian

heuristik, mesin dapat memunculkan beberapa kemungkinan yang dapat

dilakukan dan mencari jalan yang terbaik atau mendekati hasil yang

diinginkan.

2.2 Visi komputer

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan di atas, visi komputer dapat

dideskripsikan sebagai sebuah deduksi otomatis dari struktur atau properti dari ruang

dimensi tiga baik dari satu atau beberapa citra dua dimensi dari ruang lingkup dan

pengenalan objek dengan bantuan properti ini. Tujuan dari visi komputer adalah

untuk menarik kesimpulan mengenai lingkungan fisik dari citra yang ambigu atau

yang memiliki derau (Kulkarni, 2001, p27).

Page 4: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

11  

Salah satu pendekatan untuk mengimplementasikan sistem visi komputer

adalah dengan berusaha meniru sistem visi manusia. Namun, permasalahan yang ada

pada pendekatan ini adalah sistem visi manusia sangat kompleks dan sulit dimengerti.

Sistem penglihatan manusia bersifat terputus-putus (tidak berhubungan) dan

spekulatif (tidak menentu). Oleh karena itu, tidaklah mungkin untuk dapat meniru

sistem visi manusia secara sempurna. Walaupun demikian, studi terhadap sistem

biologis memberikan petunjuk untuk membangun sistem visi komputer.

Gambar 2.2 Sistem visi komputer

Tahap-tahap dalam sistem visi komputer secara umum digambarkan pada

Gambar 2.2. Tiga tahap yang pertama adalah akuisisi citra, prapengolahan, dan

ekstraksi fitur. Ketiga tahap ini disebut dengan tahap pemrosesan awal atau

pemrosesan tingkat rendah karena berhubungan dengan pemrosesan citra pada retina.

Sedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

tinggi karena berhubungan dengan penggunaan kognitif atas basis pengetahuan dan

informasi-informasi pendukung lain yang berkaitan.

Page 5: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

12  

2.3 Citra

2.3.1 Definisi Citra

Citra adalah suatu fungsi intensitas warna dua dimensi f(x,y) di mana x

dan y mewakili koordinat lokasi suatu titik dan nilai fungsi yang merupakan

tingkat intensitas warna atau derajat keabuan pada titik tersebut (Schalkoff,

1989, p9). Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi yang dihasilkan dari

gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui

proses digitasi. Citra mengandung informasi mengenai objek di dalamnya.

2.3.2 Pengolahan Citra

Pengolahan citra merupakan bidang yang berhubungan dengan proses

transformasi citra yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas citra yang lebih

baik (Fairhust, 1988).

Dalam bidang komputer ada tiga bidang studi yang berkaitan dengan

data citra, tetapi masing-masing memiliki tujuan yang berbeda, yaitu:

• Komputer grafis

Bidang studi yang mempelajari cara pembuatan dan memanipulasi gambar

dengan menggunakan objek-objek primitif, seperti titik, garis, kotak, dan

sebagainya. Contoh data deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis,

jari-jari lingkaran, warna, dan sebagainya.

• Pengolahan citra

Pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra

yang kualitasnya lebih baik. Teknik-teknik pengolahan citra

mentransformasikan citra menjadi citra lain.

Page 6: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

13  

• Pengenalan pola

Mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara

otomatis yang dilakukan oleh komputer dengan tujuan untuk mengenali

suatu objek di dalam citra dan hasil keluarannya berupa deskripsi objek.

Secara umum operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis

pemrosesan, yaitu:

• Perbaikan kualitas citra

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

memanipulasi parameter-parameter pada citra. Dengan operasi ini ciri-ciri

khusus yang terdapat pada citra lebih ditonjolkan. Yang termasuk dalam

klasifikasi ini antara lain:

1. Perbaikan kontras

2. Perbaikan tepian objek

3. Penajaman

4. Pemberian warna semu

5. Pemfilteran derau

• Pemulihan citra

Operasi ini bertujuan untuk menghilangkan atau meminimumkan

kekurangan-kekurangan yang ada pada citra. Tujuan pemulihan citra

hampir sama dengan perbaikan citra, yaitu untuk memperbaiki kualitas

citra. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain:

1. Penghilangan kesamaran

2. Penghilangan derau

Page 7: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

14  

• Pengkompresian citra

Operasi ini bertujuan untuk memampatkan ukuran citra sehingga memori

yang dibutuhkan untuk menyimpan citra lebih kecil, tetapi hasil citra yang

telah dimampatkan tetap memiliki kualitas gambar yang bagus. Contohnya

adalah metode JPEG.

• Segmentasi citra

Operasi ini bertujuan untuk memecah atau membagi suatu citra ke dalam

beberapa segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini erat

kaitannya dengan pengenalan pola.

• Analisis citra

Operasi ini bertujuan untuk menghitung besaran kuantitatif citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik analisis citra mengekstrak ciri-ciri

tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi

terkadang diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari

sekelilingnya. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain:

1. Pendeteksian tepian

2. Ekstraksi batas

3. Representasi daerah

• Rekonstruksi citra

Operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra

hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang

medis. Contohnya adalah foto ronsen dengan sinar X.

Page 8: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

15  

2.4 Perangkat Analisis

Dari segi etimologi, perangkat analisis berarti sebuah perangkat atau program

aplikasi yang dikhususkan untuk tujuan menganalisis data masukan yang

diterimanya menjadi data keluaran yang diharapkan. Perangkat analisis yang akan

dibahas di sini adalah perangkat analisis yang mengolah citra. Agar dapat

memperoleh hasil yang maksimal, tentu saja citra masukan yang akan dianalisis

harus diolah terlebih dahulu agar proses analisis dapat dilakukan secara maksimal.

Oleh karena itu, proses ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu prapengolahan,

pengolahan, dan analisis.

2.4.1 Prapengolahan

Tahap prapengolahan atau pemrosesan awal berkaitan dengan visi awal

pemrosesan citra. Tujuan utama dari pemrosesan awal adalah untuk

mengembangkan deskripsi bentuk dan permukaan pada citra yang diberikan

(Kulkarni, 2001, p153). Tahap pemrosesan awal mengimplementasikan

berbagai teknik dalam pengolahan citra untuk meningkatkan kualitas gambar

agar mudah diolah oleh tahap berikutnya. Tahap pemrosesan awal termasuk

dalam tahap pengolahan tingkat rendah, artinya tahap ini dapat dilakukan tanpa

memerlukan penalaran ataupun basis pengetahuan. Pada tahap pemrosesan

awal, kita cukup mengkaji metode atau pendekatan fungsi yang tepat untuk

melakukan pemrosesan citra. Banyak fungsi atau fitur yang terdapat pada tahap

pemrosesan awal, tetapi fitur yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup

citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat pada tahap pemrosesan awal,

yaitu: kecerahan, kontras, skala abu, dan ambang batas.

Page 9: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

16  

2.4.1.1 Kecerahan

Kecerahan didefinisikan sebagai sebuah atribut dari sensasi

visual yang sesuai dengan rangsangan visual yang ada untuk intensitas

yang lebih banyak atau sedikit (Bezryadin, 2007). Kecerahan digunakan

untuk memberikan efek cahaya pada citra yang mempunyai intensitas

cahaya yang minim sehingga citra yang gelap terlihat lebih terang.

Di ruang warna RGB (merah, hijau, biru), kecerahan dapat

dianggap sebagai rata-rata aritmetik μ dari koordinat warna merah,

hijau, dan biru (walaupun beberapa dari tiga komponen tersebut

membuat cahaya terlihat terang daripada yang lain). Perubahan

kecerahan (kecerahan) yang paling sering digunakan adalah dengan

rata-rata aritmetik yang dirumuskan dengan:

R G B 2.1

Luminance merupakan kuantitas terukur yang paling mendekati

kecerahan sehingga sering digunakan sebagai sinonim kecerahan.

Tetapi pada dasarnya ukuran kecerahan dan terang berbeda jauh.

Karena perhitungan terang menurut ITU-R BT.601 (himpunan standar

yang mendefinisikan aturan-aturan untuk mengkonversi sinyal analog

televisi (PAL atau NTSC) menjadi sinyal digital atau sebaliknya)

kecerahannya dapat dihitung dengan rumus:

Y’ = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.2

Sehingga kecerahan dan terang memiliki perbedaan hasil walaupun

diberikan masukan nilai yang sama.

Page 10: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

17  

2.4.1.2 Kontras

Kontras adalah perbedaan antara nilai kecerahan relatif antara

sebuah benda dengan objek di sekelilingnya pada citra.

• Ekualisasi histogram

Metode ekualiasasi histogram ini biasanya meningkatkan kontras

global dari citra, terutama saat citra direpresentasikan dengan nilai

kontras yang berdekatan. Melalui penyesuaian ini, intensitas citra

dapat terdistribusi dengan lebih baik. Ekualisasi histogram dicapai

dengan menyebarkan nilai intensitas yang paling sering muncul.

Gambar 2.3 Citra tanpa ekualiasi histogram

Gambar 2.4 Citra dengan ekualisasi histogram

Ekualisasi histogram ini dapat diimplementasikan dengan algoritma.

Dengan menganggap citra yang sudah dibuat hitam putih sebagai x,

dan ni adalah angka yang menunjukkan seberapa seringnya derajat

keabuan I muncul, maka dapat diperoleh notasi:

Page 11: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

18  

Px(i) = p (x = I ) = , 0 ≤ I < L 2.3

Di mana L adalah total angka dari derajat keabuan dalam citra, n

adalah jumlah total pixel pada citra, dan px adalah nilai dari

histogram citra tersebut, yang sudah dinormalisasi ke [0,1]. Kita

juga harus mendefinisikan fungsi distribusi kumulatif cdf yang

berkorespondensi ke px.

Cdfy(i) = iK 2.4

Yang juga berupa histogram ternormalisasi yang telah diakumulasi

dari citra tersebut.

Kita juga ingin menciptakan transformasi dari y = T(x) untuk

menciptakan citra baru y, kemudian cdf yang ada dilineariasi

dengan fungsi yang dinotasikan dengan:

Y’ y . (max {x} – min{x}) + min {x} 2.5

Untuk memetakan kembali nilai-nilai tersebut ke sebarannya yang

normal, diperlukan transformasi sederhana yang dapat diperoleh

dari fungsi yang dinotasikan dengan:

2.6

• Peregangan Kontras

Peregangan kontras adalah teknik yang digunakan untuk

mendapatkan citra keluaran dengan kontras (perbedaan tingkat

intensitas warna pada gambar) yang lebih baik dari citra

Page 12: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

19  

masukannya. Citra yang memiliki kontras yang rendah dapat terjadi

karena kurangnya pencahayaan, atau kurangnya bidang dinamika

dari sensor citra. Ide dasar dari perbaikan kontras adalah

meningkatkan bidang dinamika derajat keabuan pada citra yang

akan diproses.

Proses perbaikan kontras termasuk proses perbaikan yang

bersifat pemrosesan titik, yang artinya proses ini hanya bergantung

dari nilai intensitas derajat keabuan sebuah piksel dan tidak

tergantung pada piksel lain yang ada di sekitarnya. Sebelum

melakukan perbaikan kita perlu menspesifikasikan nilai batas atas

dan batas bawah piksel dari citra yang ingin dinormalisasi. Sebagai

contoh untuk citra hitam putih 8-bit nilai batas bawahnya 0 dan

batas atasnya 255. Sebut saja nilai batas bawah sebagai a dan nilai

batas atas sebagai b.

Cara termudah untuk melakukan normalisasi adalah dengan

menemukan nilai terendah dan tertinggi nilai piksel dari citra

tersebut, misalnya kita anggap sebagai c dan d. Kemudian setiap

piksel P dihitung dengan menggunakan fungsi:

Pout = (Pm – c) + a 2.7

Di mana nilai di bawah 0 ditentukan sebagai 0 dan nilai di atas 255

ditentukan menjadi 255.

Page 13: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

20  

2.4.1.3 Skala abu

Dalam fotografi dan komputerisasi, citra skala abu adalah

sebuah citra di mana nilai dari setiap piksel adalah sebuah sampel

tunggal, dalam arti, citra itu hanya membawa informasi intensitas. Citra

jenis ini, juga dikenal sebagai citra hitam putih, dibentuk secara

eksklusif dari derajat warna abu, bervariasi dari hitam pada intensitas

terendah ke putih pada intensitas tertinggi.

Citra skala abu berbeda dari citra hitam putih 1 bit, di mana

pada konteks pencitraan komputer adalah citra dengan hanya 2 warna,

hitam dan putih (disebut juga citra bilevel atau citra biner). Citra skala

abu mempunyai sejumlah nilai derajat keabuan di dalamnya (disebut

juga citra monokromatik, yaitu citra yang mengindikasikan tidak

adanya variasi kromatik di dalamnya). Citra skala abu dapat disintesis

dari citra yang berwarna (citra kromatik).

Jika setiap piksel pada citra kromatik direpresentasikan oleh

intensitas R, G, dan B yang masing-masing mewakili nilai untuk warna

merah, hijau, dan biru, ada 3 metode perata-rataan sederhana yang

dapat diimplementasikan untuk mengkonversi citra kromatik menjadi

citra skala abu:

• Lightness

Metode lightness bekerja dengan merata-ratakan nilai piksel warna

yang paling menonjol dan yang paling tidak menonjol. Nilai piksel

skala abu dapat dihitung dengan rumus:

Page 14: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

21  

Pg = , , , , 2.8

• Average

Metode average merata-ratakan dengan sederhana. Metode ini

memberikan nilai yang sama pada tiap piksel warna. Nilai piksel

skala abu dapat dihitung dengan rumus:

Pg = 2.9

• Luminosity

Metode luminosity juga bekerja dengan cara merata-ratakan nilai,

tetapi metode ini membentuk rata-rata dengan bobot tertentu

berdasarkan persepsi mata manusia. Mata kita lebih sensitif dengan

warna hijau, oleh karena itu warna hijau diberi bobot yang lebih

besar daripada yang lainnya. Formula untuk metode luminosity:

Pg = 0,299 R + 0,587 G + 0,114 B 2.10

Gambar 2.5 Perbandingan citra keluaran metode lightness,

average, dan luminosity

Page 15: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

22  

Berdasarkan perbandingan keluaran citra di atas, dapat

disimpulkan bahwa metode lightness cenderung mengurangi

kontras, sedangkan metode luminosity yang bekerja menggunakan

persepsi mata manusia menghasilkan citra yang paling baik dari

ketiga metode di atas. Akan tetapi, terkadang ketiga metode

tersebut menghasilkan citra keluaran yang sangat mirip.

2.4.1.4 Ambang batas

Ambang batas adalah teknik segmentasi yang sederhana untuk

citra yang mengandung objek yang solid pada latar belakang dengan

kecerahan berbeda tetapi masih terdapat keseragaman di dalamnya

(Dougherty, 2009). Setiap piksel dibandingkan dengan nilai ambang

batas. Jika nilai piksel lebih besar, maka piksel tersebut dianggap

sebagai latar depan dan ditempatkan sebagai warna putih. Jika nilainya

lebih kecil atau sama dengan nilai ambang batas, maka piksel tersebut

dianggap sebagai latar belakang dan ditempatkan sebagai warna hitam.

Gambar 2.6 Citra hasil ambang batas

Page 16: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

23  

Pada umumnya, derajat keabuan pada histogram terdiri dari dua

distribusi yang terpisah (histogram bimodal) yang masing-masing

merepresentasikan latar depan dan latar belakang yang tidak saling

tumpang tindih, dan sebuah ambang batas global T dapat diambil di

manapun di daerah lembah yang memisahkan kedua distribusi tersebut

(di antara T1 dan T2).

Gambar 2.7 Histogram bimodal

Penentuan ambang batas tidak selalu sama terhadap semua citra.

Masing-masing citra dengan kondisi yang berbeda-beda memerlukan

pendekatan atau metode yang berbeda-beda pula. Berikut merupakan

beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan ambang

batas citra.

• Ambang Batas Optimal

Ambang batas optimal menganggap histogram dari sebuah

citra sebagai jumlah terbobot dari dua (atau lebih) probabilitas

kepadatan. Ambang batas kemudian ditempatkan sebagai derajat

keabuan yang menghasilkan piksel yang mengalami salah

pengklasifikasian dalam jumlah yang terkecil, misalnya piksel latar

Page 17: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

24  

belakang diklasifikasikan sebagai latar depan, dan sebaliknya. Letak

ambang batas tersebut mengarah kepada irisan dari kedua distribusi

normal, dan tidak identik dengan bagian terdasar dari lembah di

antara dua puncak (metode konvensional). Metode yang

menggunakan prinsip ini, yaitu metode Otsu, isodata, kesimetrisan

latar belakang, dan algoritma segi tiga.

- Histogram dengan metode Otsu

Metode Otsu mendeskripsikan histogram tingkat

keabuan dari sebuah citra sebagai sebuah distribusi probabilitas,

sehingga:

pi = ni / N 2.11

Di mana ni adalah jumlah piksel dengan nilai keabuan i, N

adalah jumlah total piksel pada citra, dan pi adalah probabilitas

dari piksel yang memiliki nilai keabuan i. Jika kita melakukan

ambang batas pada level k, kita dapat mendefinisikan:

2.12

μ 2.13

Di mana L adalah jumlah dari derajat keabuan (misalnya 256

untuk citra 8 bit). Dengan definisi:

μ 1 2.14

Page 18: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

25  

Kita bermaksud akan menemukan k untuk memaksimalisasi

perbedaan antara ω(k) dan µ(k). Hal ini dapat dilakukan

pertama-tama dengan mendefinisikan rata-rata nilai derajat

keabuan citra dengan:

μ 2.15

Dan kemudian menemukan nilai k maksimal:

μ μμ .16

Yang memaksimalisasi varians antar kelas (atau meminimalisasi

varians di dalam kelas). Nilai k tersebut dipilih untuk

memaksimalisasi pemisahan antar dua kelas (latar depan dan

latar belakang), atau secara alternatif meminimalisasi

penyebarannya, sehingga tumpang tindah di antaranya menjadi

minimal.

- Isodata

Metode isodata (Iterative Self-Organizing Data

Analyzing Technique Algorithm) merupakan metode yang

bekerja dengan cara membandingkan nilai rata-rata dari kedua

distribusi secara iteratif hingga konvergensi terpenuhi. Metode

ini bekerja secara berulang terus menerus hingga syarat yang

ditentukan terpenuhi. Algoritma yang digunakan adalah sebagai

berikut:

Page 19: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

26  

1. Tentukan ambang batas citra dengan menggunakan rata-rata

dari dua puncak atau rata-rata dari nilai piksel, T0.

2. Hitung nilai rata-rata piksel di bawah ambang batas, µ1, dan

nilai rata-rata piksel di atas ambang batas, µ2.

3. Ganti nilai ambang batas lama dengan nilai ambang batas

baru, Ti = (µ1+ µ2)/2.

4. Ulangi langkah 2 dan 3 hingga T1 – Ti-1 < Δ (di mana

perubahan Δ dapat didefinisikan dengan beberapa cara, baik

dengan cara mengukur perubahan relatif pada nilai ambang

batas atau dengan persentase dari piksel yang berubah posisi

selama iterasi).

- Kesimetrisan latar belakang

Metode kesimetrisan latar belakang mengasumsikan bahwa latar

belakang membentuk sebuah puncak yang simetris (bentuk sisi

kiri sama dengan sisi kanan dari lembah hingga puncak) dan

dominan pada histogram. Puncak maksimum maxp diperoleh

dengan mencari nilai maksimum pada histogram. Metode ini

dapat dilakukan dengan algoritma sebagai berikut:

1. Lakukan penghalusan terhadap citra.

2. Tentukan nilai maksimum global dari histogram maxp.

3. Lakukan pencarian dari sebelah kanan (sisi yang berlawanan

dengan objek) untuk titik yang bersesuaian dengan p% dari

histogram (misalnya 95%)

Page 20: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

27  

4. Dengan mengasumsikan bahwa puncak dari latar belakang

adalah simetris, gunakan rumus:

θ = maxp – (p% - maxp) 2.17

Metode ini dapat diadaptasi dengan mudah untuk kasus di mana

kita memiliki objek terang pada latar belakang yang gelap.

- Algoritma segi tiga

Metode algoritma segi tiga adalah metode yang mencari

nilai ambang batas berdasarkan histogram dari citra. Metode ini

mencari lembah yang berjarak paling jauh dari garis diagonal

yang terbentuk dari titik puncak histogram pada sebuah

distribusi dan titik terendah histogram dari distribusi lainnya.

Metode ini bekerja dengan algoritma sebagai berikut:

1. Tarik garis antara nilai maksimum dari histogram bmax dan

nilai minimum bmin pada citra.

2. Hitung jarak dari garis tersebut ke histogram h(b) untuk

setiap nilai b (dari bmin hingga bmax).

3. Tentukan nilai derajat keabuan b0 di mana jarak antara h(b0)

dan garis tersebut bernilai maksimal. Nilai b0 tersebut

merupakan nilai ambang batas yang diperoleh (T = b0).

Metode ini dapat bekerja dengan efektif ketika piksel dari objek

menghasilkan puncak yang lemah pada histogram.

Page 21: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

28  

• Ambang Batas Adaptif

Terkadang tidaklah mungkin untuk membagi sebuah citra

dengan sebuah ambang batas global. Hal ini dapat terjadi pada

sebuah citra dengan latar belakang yang bervariasi. Penentuan

ambang batas disebut juga ambang batas adaptif ketika ambang

batas yang berbeda digunakan untuk daerah yang berbeda pada citra.

Metode ini dikenal juga sebagai ambang batas lokal atau dinamis

(Shapiro, 2001, p89).

Gambar 2.8 (i) Sebuah citra dan (ii) penampang citra

Pada gambar 2.8, penampang citra yang diambil sepanjang garis

hitam pada citra menunjukkan tingkat keabuan tiap-tiap piksel yang

dilaluinya. Tidak ada ambang batas global yang tepat (baik T1

maupun T2) yang dapat memisahkan objek (latar depan) dari latar

belakang. Satu cara yang dapat menyelesaikan permasalahan ini

adalah mengurangi atau membagi citra dengan citra dari latar

belakang itu sendiri, baik mendapatkannya secara independen

maupun dari citra itu sendiri dengan menyamarkannya.

Page 22: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

29  

Tidak seperti metode ambang batas lainnya, ambang batas

adaptif mengubah nilai ambang batas secara dinamis sepanjang

penelusuran citra. Setiap piksel dianggap memiliki n × n piksel

bersebelahan di sekelilingnya di mana nilai-nilai tersebut

merupakan sumber perhitungan dari nilai ambang batas lokal (dari

rata-rata atau nilai tengah dari nilai-nilai tersebut). Piksel ditetapkan

menjadi putih atau hitam berdasarkan perbandingan letak nilainya

dari ambang batas lokal TL. Besarnya nilai n harus cukup untuk

meliputi piksel latar depan dan latar belakang tertentu sehingga efek

dari derau dapat diminimalisasi, dan juga tidak terlalu besar hingga

menyebabkan pencahayaan yang tidak merata dapat terlihat di

dalam piksel yang bersebelahan. Seringkali metode ini dapat lebih

berhasil jika ambang batas lokal TL dipilih dengan cara:

TL = {mean atau median} – C 2 .18

Di mana nilai C adalah sebuah konstanta.

• Metode Berbasis Daerah

Metode berbasis daerah bekerja dengan cara menemukan

daerah-daerah yang berhubungan berdasarkan beberapa kesamaan

antar piksel di antaranya (Dougherty, 2009, p321). Tujuannya

adalah untuk menghasilkan daerah-daerah yang berhubungan yang

seluas mungkin, dengan fleksibilitas tertentu. Jika kita menetapkan

similaritas yang terlalu tinggi terhadap piksel pada daerah tertentu,

Page 23: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

30  

kita akan membagi citra secara berlebihan, sebaliknya, jika kita

memberikan fleksibilitas yang terlalu besar, mungkin kita akan

menggabungkan beberapa daerah yang seharusnya merupakan

objek-objek yang terpisah.

Pengembangan wilayah bekerja dari piksel awal yang

ditentukan. Daerah diperluas dengan menambahkan piksel-piksel

yang bersebelahan yang memiliki kesamaan karakteristik (misalnya

kecerahan, warna, tekstur, karakteristik geometri, dan sebagainya)

dengan 4- atau 8-konektivitas. Kita dapat menentukan sebuah

varians sebagai karakteristik. Pengembangan daerah berakhir ketika

menemukan piksel yang berada di luar varians.

Gambar 2.9 (i) Citra dan (ii)-(v) hasil pengembangan daerah citra

Gambar 2.9 menunjukkan hasil ambang batas terhadap citra (i)

dengan metode pengembangan daerah. Gambar tersebut masing-

masing menunjukkan hasil ambang batas dengan nilai jangkauan

piksel sebesar 50 pada gambar (ii), 100 pada gambar (iii), 150 pada

gambar (iv), dan 200 pada gambar (v).

Page 24: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

31  

• Metode Berbasis Batas

Metode berbasis batas bekerja dengan cara menemukan perbedaan

piksel daripada kesamaannya. Tujuannya adalah untuk menentukan

batas yang tertutup sehingga objek (latar depan) dan latar belakang

dapat didefinisikan.

- Deteksi dan koneksi sisi

Sisi pada sebuah citra dideteksi dengan menggunakan

operator gradien, misalnya operator Sobel. Selanjutnya,

dilakukan penentuan ambang batas terhadap besarnya citra yang

bergradien. Sisi yang tegas akan tampak jelas, sedangkan

beberapa sisi yang lebih lemah akan tampak terputus. Citra yang

memiliki derau juga ikut menambahkan permasalahan yang ada,

menghasilkan sisi-sisi yang tidak nyata.

Beberapa koneksi pada sisi untuk membentuk batas yang

terhubung dibutuhkan pada kasus ini. Piksel sisi yang

bersebelahan dapat dihubungkan jika piksel-piksel tersebut

memiliki karakteristik yang hampir sama, misalnya besar

gradien dan orientasi yang sama berdasarkan hasil Sobel.

Pada saat hubungan antar sisi ditetapkan, sisi-sisi yang

terhubung tersebut menjadi batas pinggir. Piksel-piksel yang

terhubung masih harus dipersempit, misalnya melakukan

pemindaian sepanjang baris dan kolom. Pengkoneksian sisi

biasanya diikuti dengan pemrosesan akhir untuk menemukan

Page 25: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

32  

sekumpulan piksel-piksel yang terhubung yang dipisahkan oleh

celah kecil yang dapat diisi.

- Penelusuran batas

Penelusuran batas dapat diaplikasikan pada citra yang

bergradien atau citra lain yang hanya mengandung informasi

mengenai batasan-batasan. Pada saat sebuah titik pada batasan

tersebut diidentifikasi, hanya dengan menentukan sebuah nilai

maksimum derajat keabuan, penelusuran berjalan dengan

mengikuti batasan, mengasumsikan bahwa penelusuran itu akan

berakhir membentuk suatu rangkaian tertutup menghasilkan

sebuah batasan objek.

Metode yang sederhana ini dapat mengalami kegagalan

jika citra memiliki derau yang tinggi. Batasan akan terlihat acak

dan berubah arah secara mendadak sehingga sulit untuk

melakukan penelusuran. Solusi yang dapat dilakukan adalah

dengan mereduksi derau pada citra terlebih dahulu.

Gambar 2.10 Teknik penelusuran batas

Page 26: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

33  

Gambar 2.10 menunjukkan simulasi yang dilakukan dengan

menggunakan metode penelusuran batas. Tetapkan piksel 1

sebagai piksel awal di daerah batasan objek. Lakukan pencarian

dengan menggunakan 8-konektivitas untuk mencari piksel

selanjutnya (misalnya piksel 2). Lakukan langkah tersebut

secara iteratif hingga membentuk suatu rangkaian tertutup.

2.4.1.5 Pembalikan (Invert)

Pembalikan merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengubah

atau membalikkan piksel yang ada pada citra biner dari 1 menjadi 0 atau

sebaliknya. Proses pembalikan dilakukan dengan menggunakan logika

“tidak”. Fitur ini diperlukan jika objek yang ada pada citra lebih gelap

daripada latar belakangnya sehingga setelah tahap binerisasi objek yang

dihasilkan akan berwarna hitam. Oleh karena fitur-fitur yang ada

mengenal objek dengan warna putih, maka objek yang berwarna hitam

perlu dibalikkan.

I O

0 1

1 0

NOT

Page 27: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

34  

2.4.2 Pengolahan

Tahap pengolahan merupakan bentuk dari pemrosesan sinyal di mana

masukannya adalah berupa citra dan ditransformasikan menjadi citra lain

sebagai keluarannya dengan teknik tertentu. Tujuannya adalah meningkatkan

kualitas gambar berdasarkan persepsi manusia dan interpretasi komputer.

Pengolahan dilakukan agar citra dapat diinterpretasi oleh sistem

penglihatan manusia dengan cara melakukan manipulasi terhadap citra. Banyak

fitur yang terdapat pada tahap pengolahan, tetapi fitur yang dibahas di sini

terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-fitur yang terdapat

pada tahap pengolahan, yaitu: morfologi, reduksi derau, dan deteksi sisi.

2.4.2.1 Morfologi

Pengolahan citra secara morfologi adalah alat untuk

mengekstrak atau memodifikasi informasi pada bentuk dan struktur dari

objek di dalam citra (Dougherty, 2009). Operator morfologi yang

umum digunakan adalah erosi dan dilasi, sedangkan operator lainnya

merupakan pengembangan dari keduanya.

2.4.2.1.1 Erosi

Erosi adalah salah satu operasi dasar dalam

pemrosesan citra secara morfologi. Erosi adalah sebuah

operasi yang meningkatkan ukuran dari latar belakang (dan

mengikis objek latar depan) pada citra biner (Dougherty,

2009).

Page 28: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

35  

Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra

masukan, B sebagai elemen terstruktur, dan C sebagai objek

pada citra keluaran hasil erosi, maka proses erosi dapat

dinotasikan dengan:

C = ( A Ө B ) 2.19

Erosi dilakukan dengan bantuan elemen terstruktur. Elemen

terstruktur membantu menentukan piksel tetangga yang akan

ditelusuri dengan proses erosi. Elemen terstruktur yang umum

digunakan adalah 4-konektivitas dan 8-konektivitas.

Gambar 2.11 Elemen terstruktur 4- dan 8-konektivitas

Erosi memiliki karakteristik:

- Erosi pada umumnya memperkecil ukuran dari objek dan

menghilangkan elemen atau anomali kecil dengan

mengurangi objek dengan sebuah radius yang lebih kecil

dari ukuran elemen terstruktur.

- Dengan citra biner, erosi menghilangkan objek yang lebih

kecil dari elemen terstruktur dan mengeliminasi piksel

parameter dari objek citra yang lebih besar.

Page 29: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

36  

Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut:

1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi)

tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari

elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel

masukan.

2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur

bertemu dengan piksel latar belakang di bawahnya (yang

ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra

baru ke nilai latar belakang. Begitu juga jika bertemu

dengan piksel latar belakang, maka tetapkan piksel

keluaran pada citra baru ke nilai latar depan.

Gambar 2.12 Erosi dengan menggunakan elemen

terstruktur 8-konektivitas

Dengan begitu, piksel latar belakang pada citra masukan akan

menjadi latar belakang pada citra keluaran dan juga piksel

latar depan pada citra masukan akan menjadi latar belakang

pada citra keluaran.

Page 30: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

37  

2.4.2.1.2 Dilasi

Dilasi adalah salah satu operasi dasar dalam morfologi

matematika. Pada citra biner, dilasi adalah sebuah operasi

yang mengekspansi atau memperbesar ukuran dari objek latar

depan (Dougherty, 2009). Biasanya objek pada citra

dilambangkan dengan piksel putih, walaupun untuk beberapa

implementasi objek pada citra dilambangkan dengan piksel

hitam. Konektivitas antar piksel pusat dengan tetangganya

dibuat berdasarkan elemen terstruktur yang terdefinisi.

Dengan memisalkan A sebagai objek pada citra

masukan, B sebagai elemen terstrukstur, dan C sebagai objek

pada citra keluaran hasil dilasi, maka proses dilasi dapat

dinotasikan dengan:

C = ( A B ) 2.20  

Dilasi memiliki karakteristik:

- Dilasi pada umumnya memperbesar ukuran dari objek,

mengisi lubang dan area yang rusak, dan menghubungkan

area yang dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari

ukuran elemen terstruktur.

- Dengan citra biner, dilasi menghubungkan area yang

dipisahkan oleh jarak yang lebih kecil dari elemen

terstruktur dan menambahkan piksel ke parameter dari

setiap objek citra.

Page 31: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

38  

Algoritma yang dilakukan pada dilasi adalah sebagai berikut:

1. Posisikan elemen terstruktur di bagian atas (menutupi)

tiap-tiap piksel dari citra masukan hingga titik pusat dari

elemen terstruktur bertepatan dengan posisi piksel

masukan.

2. Jika paling sedikit satu piksel pada elemen terstruktur

bertemu dengan piksel latar depan di bawahnya (yang

ditutupinya), maka tetapkan piksel keluaran pada citra

baru ke nilai latar depan. Begitu juga jika bertemu dengan

piksel latar belakang, maka tetapkan piksel keluaran pada

citra baru ke nilai latar depan.

Dengan begitu, piksel latar depan pada citra masukan akan

menjadi latar depan pada citra keluaran dan juga piksel latar

belakang pada citra masukan akan menjadi latar depan pada

citra keluaran.

Gambar 2.13 Dilasi dengan menggunakan elemen terstruktur

8-konektivitas

Page 32: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

39  

Operator erosi dan dilasi merupakan operator dasar yang ada

pada pengolahan citra secara morfologi. Operator-operator

morfologi lainnya, seperti opening, closing, thinning, dan

skeletonizing muncul berdasarkan hasil pengembangan dari

kedua metode ini.

2.4.2.1.3 Opening

Opening didefinisikan sebagai proses erosi yang

diikuti oleh proses dilasi dengan menggunakan elemen

terstruktur yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009).

Proses erosi yang merupakan bagian dari proses ini

menghilangkan piksel latar depan dari tepi daerah piksel latar

depan tersebut, kemudian proses dilasi mengembalikan ukuran

dari piksel yang tersisa ke ukuran semula. Pada umumnya,

opening digunakan untuk mengeliminasi noise yang terlihat

sebagai latar depan.

Gambar 2.14 Proses opening

Page 33: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

40  

2.4.2.1.4 Closing

Closing didefinisikan sebagai proses dilasi yang diikuti

oleh proses erosi dengan menggunakan elemen terstruktur

yang sama untuk kedua operasi (Dougherty, 2009).

Proses dilasi memperbesar dan menghubungkan

piksel-piksel latar depan, kemudian proses erosi

mengembalikan ukurannya ke ukuran semula. Proses closing

berfungsi untuk menghaluskan kontur dari objek latar depan.

Operator ini menghubungkan celah sempit dan mengeliminasi

lubang-lubang kecil yang ada pada objek.

Gambar 2.15 Proses closing

2.4.2.1.5 Pengerangkaan

Pengerangkaan (lebih dikenal sebagai skeletonizing)

adalah hasil dari proses thinning yang dilakukan terhadap citra

secara iteratif. Thinning adalah operasi morfologi yang

mengerosi piksel objek dari batas tepi pada citra biner dengan

menjaga titik akhir dari garis ruas objek (Dougherty, 2009).

Page 34: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

41  

Gambar 2.16 Proses pengerangkaan

2.4.2.2 Reduksi Derau

Derau adalah fluktuasi atau perubahan nilai dari piksel suatu

citra yang tidak diinginkan. Derau menyebabkan penurunan kualitas

dari suatu citra (Dougherty, 2009, p247).

Terdapat berbagai jenis derau, yang bisa disebabkan oleh

beberapa hal, misalnya perbedaan kecepatan penerimaan paparan

cahaya pada alat pencitraan digital, yang menyebabkan derau secara

acak karena kedatangan foton yang tidak bersamaan, atau bahkan

berasal dari hasil pengkompresian citra digital. Karena itu terdapat

bermacam-macam jenis derau, antara lain:

- Derau putih

Derau putih adalah derau yang sama sekali tidak berhubungan, yaitu

nilai dari setiap piksel tersebut sama sekali tidak berhubungan

dengan nilai piksel yang menjadi tetangganya. Hal ini menunjukkan

bahwa fungsi autokorelasinya adalah 0.

Page 35: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

42  

- Derau berwarna

Derau berwarna adalah derau yang memiliki warna.

- Derau “Salt and pepper”

Derau “Salt and pepper” adalah derau yang terjadi karena

kesalahan saat transmisi data. Jika ada piksel yang rusak, maka

nilainya akan diubah menjadi maksimum atau 0, sehingga tampak

seperti “salt and pepper”. Piksel yang tidak bermasalah tidak akan

mengalami perubahan.

- Derau kuantisasi

Derau kuantisasi adalah derau yang timbul karena kesalahan pada

proses pengubahan data dari analog ke digital, saat nilai sampel

dianggap memiliki jumlah level yang terbatas.

2.4.2.2.1 Penyaringan Nilai Rata-Rata

Penyaringan nilai rata-rata merupakan teknik

penerapan matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan

nonlinear. Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan

derau pada gambar. Nilai piksel keluaran ditentukan oleh nilai

rata-rata dari lingkungan matriks yang ditentukan. Matriks

yang digunakan pada penyaringan ini:

w(k,l) = 1/9 1/9 1/91/9 1/9 1/91/9 1/9 1/9

Page 36: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

43  

Sebuah gambar bernoise ai(m,n) dapat diformulasikan dengan:

Ai(m,n) = f(m,n) + di(m,n) 2.21

Di mana f(m,n) mewakili citra bebas derau, dan di(m,n) adalah

derau tambahan pada gambar tersebut. Jika total dari Q

gambar tersedia, maka rata-rata citra adalah:

, 1

, 2.22

Untuk melakukan penyaringan dengan nilai rata-rata, kita

harus menentukan piksel yang akan diganti nilai pusatnya.

Gambar 2.17 Matriks penyaringan pada citra

Dengan menggunakan citra di atas, diambil 3x3 matriks

penyaringan. Setelah dilakukan penghitungan, nilai rata-rata

yang diperoleh adalah 125. Nilai rata-rata ini digunakan untuk

menggantikan nilai pusat matriks, sehingga nilai 150 akan

diganti dengan 125. Spesifiknya, penyaringan nilai rata-rata

mengganti sebuah piksel dengan rata-rata dari semua piksel

pada tetangganya.

Page 37: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

44  

2.4.2.2.2 Penyaringan Nilai Tengah

Penyaringan nilai tengah merupakan teknik penerapan

matriks yang termasuk dalam kategori penyaringan nonlinear.

Teknik ini sering digunakan untuk menghilangkan derau yang

ada pada citra.

Inti dari proses ini adalah nilai piksel

keluaran ditentukan oleh nilai pusat dari lingkungan matriks

yang ditentukan. Nilai pusat dicari dengan melakukan

pengurutan terhadap nilai piksel dari matriks yang sudah

ditentukan, kemudian dicari nilai tengahnya.

Gambar 2.18 Matriks penyaringan pada citra

Dengan menggunakan citra di atas, diambil sebuat piksel

pusat yang akan diubah nilainya beserta kedelapan tetangga di

sekelilingnya. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan

matriks 3x3. Nilai masing-masing piksel yang bertetanggaan

setelah diurutkan adalah sebagai berikut:

115, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 150

Page 38: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

45  

Hasil pengurutan tersebut mendapatkan nilai median 124.

Nilai nilai tengah ini digunakan untuk menggantikan nilai

pusat matriks, sehingga nilai 150 akan diganti dengan 124.

Spesifiknya, nilai tengah filter mengganti sebuah piksel

dengan median dari semua piksel pada tetangganya:

Y (n) = med ( xn − k , xn − k ,..., xn ,...xn + k ) 2.23

Mask adalah matriks kecil yang nilainya disebut bobot. Setiap

matriks memiliki nilai asli yang biasanya memiliki satu posisi.

Nilai aslinya terdapat pada pusat piksel.

Gambar 2.19 Macam-macam matriks dengan bobot yang

berbeda-beda

Biasanya mask digunakan untuk melakukan penyaringan citra

dari derau. Matriks ini diletakkan di atas piksel citra masukan

sehingga citra tertutup oleh matriks. Nilai dari piksel di bawah

matriks dikalkulasikan dengan bobot mask yang ada di

atasnya kemudian seluruh jumlah yang ada dirata-ratakan.

Nilai piksel pusat akan digantikan dengan nilai rata-rata

tersebut.

Page 39: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

46  

2.4.2.2.3 Gaussian Blur

Operator Gaussian blur dua dimensi digunakan dalam

banyak aplikasi pengolahan citra. Sesuai dengan namanya,

penyamaran Gaussian blur memiliki efek penghalusan pada

citra. Citra akan diproses dengan menggunakan operator

Gaussian di mana nilai koefisien dari operatornya diambil

berdasarkan konsep segi tiga Pascal (koefisien binomial).

n koefisien 2n

0 1 1

1 1 1 2

2 1 2 1 4

3 1 3 3 1 8

4 1 4 6 4 1 16

5 1 5 10 10 5 1 32

6 1 6 15 20 15 6 1 64

Gambar 2.20 Segi tiga Pascal

Biasanya, opererator Gaussian berupa operator

3x3 1 2 12 4 21 2 1

. Operator ini diimplementasikan pada citra

masukan untuk mengganti nilai pusat citra dengan mengalikan

nilai piksel pusat dan tetangganya dengan bobot yang ada

pada operator Gaussian tersebut kemudian dibagi dengan

Page 40: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

47  

jumlah seluruh bobot operator. Nilai yang dihasilkan akan

menjadi nilai pusat baru.

Waktu eksekusi yang diperlukan dapat menjadi lama

jika terdapat banyak piksel pada sebuah citra. Penggunaan dari

karakteristik Gaussian blur dapat membantu mengatasi

permasalahan ini:

- Piksel yang banyak dapat didekomposisi menjadi deretan

pemrosesan piksel dalam jumlah yang lebih sedikit

- Gaussian blur dapat dibagi menjadi operator baris dan

kolom. Sebagai contoh:

1 2 12 4 21 2 1

Mempunyai nilai yang sama dengan

1 2 1 yang diikuti 121

.

(http://www.personal.engin.umd.umich.edu/~jwvm/ece581/21

_GBlur.pdf)

2.4.2.3 Deteksi sisi

Deteksi sisi (deteksi tepi) merupakan salah satu prosedur yang

digunakan untuk menentukan batas tepi dari objek dengan sekitarnya

yang terdapat pada citra. Dengan adanya deteksi tepi, proses

pengenalan objek dapat menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Metode

yang biasa digunakan untuk melakukan deteksi sisi pada citra adalah

Sobel dan Canny.

Page 41: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

48  

2.4.2.3.1 Sobel

Operator sobel menggunakan sepasang matriks 3x3

seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.19. Sebuah matrik Gx

ditentukan berdasarkan pengembangan dari metode Prewitt

dan matriks Gy merupakan hasil rotasi 90° dari matriks Gx.

Gambar 2.21 Matriks konvolusi Sobel

Matriks ini disusun untuk respon maksimal untuk sisi vertikal

maupun horisontal yang bergantung pada grid piksel. Matriks

dapat diterima secara terpisah pada citra masukan, untuk

membuat perkiraan ukuran dari gradien komponen pada suatu

orientasi (Gx dan Gy). Hasilnya kemudian dapat digabungkan

bersama untuk menemukan besaran mutlak dari gradien pada

suatu poin dan orientasi dari gradien itu.

Besaran gradien diberikan oleh persamaan:

|G| = 2.24

Besarannya dapat dihitung dengan:

|G| = |Gx| + |Gy| 2.25

Page 42: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

49  

Orientasi dari tepi diberikan oleh gradien spasial (tergantung

pada orientasi piksel grid) diberikan oleh persamaan:

θ = arctan (Gy/Gx) 2.26

Pada kasus ini, orientasi 0 diambil untuk rata-rata yang

ditunjuk pada kontras maksimum dari hitam atau putih dari

kiri ke kanan gambar, dari sisi lain berlawanan arah jarum jam

Sering kali, besaran mutlak hanya gambar keluaran yang

dilihat pengguna, dua komponen dari gradien dihitung dan

ditambahkan pada suatu perhitungan gambar masukan

menggunakan operator pseudo-convolution yang ditunjukkan

pada Figure 2.

Gambar 2.22 Operator pseudo-convolution

Dengan menggunakan matriks ini, kita dapat menghitung

besarannya diberikan oleh persamaan:

|G| = |(P1 + 2 x P2 + P3) – (P7 + 2 x P8 + P9)| + |(P3

+ 2 x P6 + P9) – (P1 + 2 x P4 + P7)|

2.27

Page 43: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

50  

2.4.2.3.2 Canny

Operator deteksi sisi Canny dikembangkan oleh John F.

Canny pada tahun 1986. Deteksi sisi dengan metode Canny

merupakan salah satu teknik deteksi sisi yang cukup populer

penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya

adalah ketebalan sisi yang bernilai satu piksel yang

dimaksudkan untuk melokalisasi posisi sisi pada citra secara

sepresisi mungkin. Tujuan dari deteksi sisi Canny adalah

untuk menemukan algoritma deteksi sisi yang optimal, dalam

arti:

- Deteksi yang baik

Algoritma yang dilakukan harus dapat menandai sisi-sisi

yang nyata pada citra sebanyak mungkin.

- Lokalisasi yang baik

Sisi yang ditandai harus sedekat mungkin dengan sisi yang

ada pada citra yang sebenarnya.

- Responsi minimal

Sisi yang ada pada citra hanya ditandai sebanyak satu kali

(satu piksel) dan derau pada citra tidak membuat deteksi

sisi yang salah.

Untuk memaksimalkan fungsinya, deteksi sisi Canny bekerja

sesuai dengan tahapan-tahapan berikut:

Page 44: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

51  

1. Reduksi derau

Reduksi derau digunakan untuk meminimalisasi kesalahan

deteksi yang diakibatkan oleh derau pada citra. Metode

yang biasa digunakan adalah penyaringan Gaussian 5x5.

B =

2 4 5 4 24 9 12 9 45 12 15 12 54 9 12 9 42 4 5 4 2

*A (2.28)

2. Menentukan gradien

Setelah melakukan pereduksian terhadap derau, langkah

selanjutnya adalah menentukan gradien. Operator yang

umum digunakan adalah operator sobel dengan matriks

konvolusi 3x3 Gx dan Gy. Operator sobel dapat dilihat

pada gambar 2.19 dan besarannya dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan 2.24 dan 2.25.

3. Menentukan arah

Setelah mendapatkan gradien, langkah selanjutnya adalah

menentukan dan mengelompokkan arahnya. Arah dari

gradien dapat diperoleh dengan melakukan invers tangen

dari besaran yang telah didapatkan dengan persamaan 2.26.

Arah yang telah diperoleh ini kemudian dikelompokkan ke

dalam 4 arah secara garis besar.

Page 45: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

52  

Gambar 2.23 Empat arah pengelompokan

Berdasarkan gambar di atas:

- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah kuning

(0° - 22,5° dan 157,5° - 180°), maka arah sisi diubah

menjadi 0°.

- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah hijau

(22,5° - 67,5°), maka arah sisi diubah menjadi 45°.

- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah biru

(67,5° - 112,5°), maka arah sisi diubah menjadi 90°.

- Jika arah yang didapatkan berada pada daerah merah

(112,5° - 157,5°), maka arah sisi diubah menjadi 135°.

4. Supresi nonmaksimal

Setelah arah sisi telah diketahui, langkah selanjutnya yang

harus dilakukan adalah mengimplementasikan supresi

nonmaksimum. Supresi nonmaksimum adalah proses

pengeliminasian terhadap nilai-nilai yang tidak maksimum

sehingga akan dihasilkan sebuah garis yang tipis pada citra

keluaran.

Page 46: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

53  

5. Ambang batas hysteresis

Langkah terakhir adalah menentukan ambang batas atau

klasifikasi tiap piksel. Pada tahap ini bisa saja

menggunakan ambang batas yang berdasarkan pada satu

nilai tertentu. Namun pemilihan ambang batas yang hanya

menggunakan satu nilai ini memiliki keterbatasan yaitu

adanya kemungkinan piksel yang hilang padahal

sebetulnya meruapakan piksel sisi ataupun dimasukkannya

piksel yang sebetulnya merupakan derau sebagai piksel

sisi (http://en.wikipedia.org/wiki/Canny_edge_detector).

Oleh karena itulah digunakan dua buah threshold T1 dan T2.

Suatu piksel dianggap sebagai sisi jika nilainya lebih besar

daripada T1 dan akan dianggap bukan sebagai sisi jika

nilainya lebih kecil daripada T2. Jika nilai piksel berada di

antara T1 dan T2:

- Piksel tersebut akan dianggap sebagai sisi jika piksel

tersebut berhubungan dengan piksel lain yang dianggap

sebagai sisi.

- Piksel tersebut akan dianggap bukan sebagai sis i jika

piksel tersebut tidak berhubungan dengan piksel lain yang

dianggap sebagai sisi.

(http://www.pages.drexel.edu/~weg22/can_tut.html)

Page 47: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

54  

2.4.3 Analisis

Tahap analisis adalah proses untuk mengekstraksi sebanyak mungkin

informasi diagnostik dari sebuah citra (Dougherty, 2009, p3). Tahap analisis

termasuk dalam tahap pengolahan tingkat tinggi, yaitu tahap yang bertujuan

untuk merekognisi, merepresentasikan, dan mengklasifikasikan pola pada citra.

Tahap analisis merupakan tahap terakhir dalam pengolahan citra, di mana pada

tahap ini informasi spesifik mengenai objek dan hubungannya akan

diidentifikasi. Tahap ini akan melibatkan kajian tentang teknik-teknik pada

kecerdasan buatan. Contoh proses yang dilakukan pada tahap analisis adalah:

- Mencocokkan data yang diekstrak dari citra dengan model data yang ada.

- Mengestimasikan parameter-parameter objek pada citra, misalnya posisi

objek atau ukuran objek pada citra.

- Mengklasifikasikan objek kedalam kategori-kategori yang dibuat.

Banyak fungsi atau fitur yang dapat digunakan pada tahap analisis, tetapi fitur

yang dibahas di sini terbatas pada ruang lingkup citra bioinformatik saja. Fitur-

fitur yang digunakan adalah penomoran, perhitungan, dan pengklasifikasian.

2.4.3.1 Penomoran

Penomoran (pemberian label) adalah sebuah prosedur untuk

memberikan label yang unik pada setiap objek (kumpulan dari

komponen-komponen yang berhubungan) pada sebuah citra. Label-

label ini adalah kunci dari tahap analisis selanjutnya dan digunakan

untuk membedakan serta mereferensikan objek-objek tersebut. Proses

pemberian label dilakukan dengan prosedur yang bernama Connected

Page 48: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

55  

Component Labeling (CCL). Hal ini membuat CCL menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dalam hampir semua aplikasi pengenalan pola

dan visi komputer (Kesheng, 2008).

Pada skripsi ini, digunakan CCL untuk memproses dan

menganalisis citra biner yang disimpan dalam format array 2 dimensi.

Citra-citra ini umumnya adalah berupa keluaran dari langkah-langkah

proses citra sebelumya, misalnya segmentasi citra. Setiap piksel dalam

citra biner umumnya disebut piksel objek atau piksel latar belakang.

Terdapat 2 cara umum yang digunakan untuk mendefinisikan

konektivitas dalam citra 2 dimensi, yaitu 4-konektivitas dan 8-

konektivitas.

Piksel-piksel 4-konektivitas merupakan tetangga dari setiap

piksel yang menyentuh salah satu dari sisi mereka. Piksel-piksel ini

terhubung secara horizontal dan vertikal. Dalam koordinat piksel, setiap

piksel yang memiliki koordinat (x ± 1, y) atau (x, y ± 1) terhubung

dengan piksel yang berada dikoordinat (x, y).

Gambar 2.24 4-konektivitas

Page 49: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

56  

Gambar 2.25 Contoh pola dari 4-konektivitas

Piksel-piksel 8-konektivitas merupakan tetangga dari setiap piksel yang

menyentuh atau bersebelahan dengan salah satu sisi atau sudut mereka

sehingga ada 8 tetangga pada sebuah piksel yang tidak berada di

pinggir. Piksel-piksel ini terhubung secara horizontal, vertikal, dan

diagonal. Dalam koordinat piksel, piksel-piksel dengan koordinat

(x+1,y+1) terhubung dengan piksel yang berada di koordinat (x, y).

Contoh pola dari 8-konektivitas:

Gambar 2.26 Contoh pola 8-konektivitas

Page 50: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

57  

Metode-metode CCL antara lain:

- Algoritma One-pass

Algoritma ini melakukan pemindaian terhadap citra untuk

menemukan piksel objek yang belum diberi label, kemudian

memberikan label yang sama pada semua piksel objek yang

berhubungan. Algoritma ini hanya melakukan pemindaian pada

citra sebanyak satu kali, biasanya dengan pola penelusuran yang

acak. Sebagai contohnya, setiap kali sebuah piksel objek yang

belum diberi label ditemukan, maka algoritma ini akan menelusuri

batasan dari komponen-komponen objek yang saling berhubungan

tersebut hingga kembali ke posisi awalnya.

 

Gambar 2.27 Contoh algoritma One-pass

- Algoritma Two-pass

Algoritma Two-pass sebenarnya adalah pengembangan dari

algoritma One-pass, hanya saja pada algoritma ini dilakukan

pemindaian citra sebanyak 2 kali. Algoritma Two-pass ini bekerja

dalam 3 fase, yaitu:

Page 51: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

58  

1. Fase pemindaian

Dalam fase ini, dilakukan satu kali pemindaian terhadap citra

untuk memberikan label sementara pada semua piksel objek,

dan untuk menyimpan informasi kesamaan mengenai label

sementaranya.

2. Fase analisis

Fase ini menganalisis kesamaan informasi label pada tiap piksel

untuk menentukan label akhir piksel untuk setiap label

sementara.

3. Fase penomoran

Fase ketiga ini berfungsi untuk memberikan label akhir pada

semua piksel objek dengan melakukan pemindaian kedua pada

citra.

2.4.3.2 Penghitungan

Penghitungan merupakan fitur yang digunakan untuk

melakukan penganalisisan terhadap citra yang dibuat dengan

menggunakan dasar teori yang sama dengan proses pemberian label,

hanya saja setiap kali sebuah objek diberi label, maka objek itu

dianggap sebagai objek yang berbeda dengan objek yang berlainan

labelnya, sehingga dapat diperoleh informasi berupa jumlah objek yang

terdapat dalam citra tersebut sebagai hasil akhir.

Page 52: BAB 2 cover - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2010-1-00272-if bab 2.pdfSedangkan rekognisi (pengenalan) merupakan tahapan akhir atau pemrosesan tingkat

59  

2.4.3.3 Pengklasifikasian

Pengklasifikasian merupakan fitur analisis yang dibuat dengan

menggunakan dasar teori yang sama dengan penomoran, karena pada

proses penomoran sebenarnya sudah menyimpan data berupa bentuk

dan ukuran dari objek yang diberi label. Sehingga kita cukup

memunculkan data tersebut. Proses pengklasifikasian dilakukan

berdasarkan paramaeter ukuran dari objek.