BAB 2

12
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Sinus Paranasal 2.1.1 Sinus Maksila Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah medial orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi 1 . Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, bentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya kearah apeks prosessus zygomaticus os maksila. Menurut Moris pada buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7–8 x 4–6 mm dan untuk usia 15 tahun 31–32 x 18–20 x 19–20 mm. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila 3

description

refarat rinosinusitis

Transcript of BAB 2

Page 1: BAB 2

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sinus Paranasal

2.1.1 Sinus Maksila

Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah medial

orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian

terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi1.

Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah

erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18

tahun. Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang

terbesar, bentuk piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan

puncaknya kearah apeks prosessus zygomaticus os maksila. Menurut Moris pada

buku anatomi tubuh manusia, ukuran rata-rata pada bayi baru lahir 7–8 x 4–6 mm

dan untuk usia 15 tahun 31–32 x 18–20 x 19–20 mm. Sinus maksila merupakan

sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 6–8 ml, sinus

kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran maksimal,

yaitu 15 ml saat dewasa6.

Perdarahan pada sinus maksila meliputi cabang arteri maksilaris termasuk

infraorbita, cabang lateral nasal dari arteri sfenopalatina, arteri greater palatine

serta anterior superior dan posterior dari arteri alveolaris, sedangkan vena yang

mendarahinya adalah vena maksilaris yang berhubungan dengan plexus vena

pterygoid6.

3

Page 2: BAB 2

4

Sinus maksila ini mendapat persarafan dari nervus maksilaris (V2) yang

mempersarafi sensasi dari mukosa dibagian lateroposterior nasal dan cabang

superior alveolar dari nervus infraorbita6.

Sinus maksila mempunyai beberapa dinding yaitu:

a. Dinding medial atau dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum,

prosesus unsinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka inferior dan sebagian

kecil os maksilaris. Dinding medial sinus maksila merupakan dinding lateral

hidung dimana terdapat ostium sinus yang menghubungkan sinus maksila

dengan infundibulum ethmoid. Ostium ini terletak pada bagian superior dari

dinding medial, biasanya pada pertengahan posterior dari infundibulum, sekitar

9 mm ke arah posterior duktus nasolakrimalis. Ujung posterior dari ostium

berlanjut ke lamina papyracea dari tulang etmoid6.

b. Dinding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita terdiri dari tulang yang

tipis yang dilewati oleh kanalis infra orbitalis1.

c. Dinding posterior–inferior atau dasarnya biasanya paling tebal dan dibentuk

oleh bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum. Dinding

posterior memisahkan sinus dari fossa infratemporal dan fossa pterigomaksila1.

d. Dinding anterior terbentuk dari fasia fasialis maksila yang berhadapan dengan

fossa kanina dan memisahkan sinus dari kulit pipi .

Dasar dari sinus dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Pada anak letaknya

sekitar 4 mm diatas dasar cavum nasi , dan pada dewasa letaknya 4- 5 mm

dibawah dasar cavum nasi6.

Page 3: BAB 2

5

Proses supuratif yang terjadi disekitar gigi ini dapat menjalar ke mukosa sinus

melalui pembuluh darah atau limfe, sedangkan pencabutan gigi ini dapat

menimbulkan hubungan dengan ronggga sinus yang akan mengakibatkan

sinusitis1.

2.1.2 Sinus Frontal

Perkembangan sinus frontal dimulai pada bulan keempat kehamilan

kemudian berkembang kearah atas dari hidung pada bagian frontal reses. Sinus ini

jarang tampak pada pemeriksaan rontgen hingga tahun kedua setelah kelahiran,

kemudian sinus ini berkembang secara lambat kearah vertikal pada tulang frontal

dan telah lengkap pada usia remaja6.

Sekitar 5% dari populasi mengalami kegagalan pertumbuhan dari sinus ini.

Ukuran sinus frontal pada orang dewasa sekitar 28 x 27 x 17 mm dengan volume

6 sampai 7 ml. Perdarahan pada sinus frontal meliputi cabang supra troklear dan

supraorbital dari arteri optalmikus dan melalui vena superior optalmikus yang

mengalir kedalam sinus kavernosus.

Sensasi mukosa sinus frontal ini mendapati persarafan dari percabangan

supratroklear nervus frontal yang berasal dari nervus optalmikus (V1).

Sinus frontal terletak pada tulang frontal dibatas atas supraorbital dan akar

hidung. Sinus ini dibagi dua oleh sekat secara vertikal dibatas midline dengan

ukuran masing-masing yang bervariasi. Sinus frontal sangat berhubungan erat

dengan tulang etmoid anterior6.

Dinding posterior dari sinus ini melebar secara inferior obliq dan posterior

dimana nantinya akan bertemu dengan atap dari orbita. Ostium alami dari sinus

Page 4: BAB 2

6

ini terletak di anteromedial dari dasar sinus. Sel-sel infraorbita bisa terobstruksi

dan membentuk mukokel yang terisolasi dari ostium dan sinus etmoid6.

2.1.3 Sinus Etmoid

Sel-sel etmoid mulai terbentuk pada bulan ketiga dan keempat setelah

kelahiran yang merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung pada daerah

meatus medial (etmoid anterior) dan meatus superior (etmoid posterior). Saat

setelah lahir, biasanya tiga atau empat sel baru tampak6.

Secara embriologis, sinus etmoid ini terbentuk dari lima etmoturbinal. Kelima

bagian tersebut yakni unsinatus, bula etmoid basal lamella (ground lamella),

konka superior dan konka suprema .

Sel-sel sinus etmoid ini akan tumbuh secara cepat sehingga pada usia dewasa

mencapai ukuran 20 x 22 x 10 mm pada kelompok sel anterior dan 20 x 20 x 10

mm pada kelompok sel posterior. Sel-sel etmoid ini biasanya mengandung 10–15

sel persisi dengan total volume 14–15 ml6.

Perdarahan pada sinus etmoid meliputi cabang arteri sfenopalatina, arteri

etmoidalis anterior dan posterior, cabang arteri optalmikus dari arteri karotis

interna. Sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan etmoidalis yang

mengalir kedalam sinus kavernosus.

Inervasi persarafan dari sinus etmoid ini berasal dari cabang posterolateral

hidung dari nervus maksilaris (V2) dan cabang nervus etmoidalis dari nervus

optalmikus (V1)6.

Anatomi dari sinus etmoid ini cukup kompleks, bervariasi dan merupakan

subjek penelitian yang baik. Sinus etmoid memiliki dinding yang tipis dengan

Page 5: BAB 2

7

jumlah dan ukuran yang bervariasi. Pada bagian lateral berbatasan dengan dinding

medial orbita (lamina papyracea) dan bagian medial dari kavum nasi.

Sinus ini terletak di inferior dari fossa kranial anterior dekat dengan midline.

Beberapa sel melebar mengelilingi frontal sfenoid dan tulang maksila. Kelompok

sel anterior kecil-kecil dan banyak, drainasenya melalui meatus media, sedangkan

sel-sel posterior drainasenya melalui meatus superior6.

2.1.4 Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran yang

merupakan invaginasi dari mukosa bagian superior posterior dari kavum nasi,

yang juga dikenal sebagai sphenoethmoidal recess6.

Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak dan

mengalami pertumbuhan yang cepat saat berusia 7 tahun. Sinus ini mengalami

pertumbuhan maksimal dan terhenti setelah berusia 12 sampai 15 tahun.

Sinus sfenoid kiri dan kanan yang asimetris tersebut dibagi oleh septum

intersinus. Ukuran sinus ini sekitar 2,5 x 2,5 x 1,5 mm pada tahun pertama dan 14

x 14 x 12 mm saat berusia 15 tahun. Kapasitas sinus berkisar 7,5 ml6.

Perdarahan sinus sfenoid meliputi cabang arteri sfenopalatina dan arteri

etmoidalis posterior, sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris dan

pleksus pterigoid. Inervasi persarafan dari sinus sfenoid ini berasal dari cabang

nervus etmoidalis posterior dari nervus optalmikus (V1), dan cabang nasal dan

sfenopalatina dari nervus maksilaris6.

Sinus sfenoid ini pada bagian dinding lateralnya berbatasan dengan arteri

karotis interna, nervus optikus dan vena kavernosa serta sinus interkavernosus.

Page 6: BAB 2

8

Pada daerah ini juga terdapat bagian ketiga, keempat opthalmikus dan maksilaris

dari nervus kranialis kelima dan ke-enam.

Dibagian superior terletak lobus frontalis dan bagian olfaktori. Dibagian

posterior terdapat fosa pituitari. Nervus dan pembuluh darah sfenopalatina terletak

didepan dari sinus sfenoid ini, sedangkan nervus vidianus terletak dibagian

inferiornya6.

2.2 Fisiologi Sinus Paranasal

Fungsi dari sinus paranasal masih belum diketahui dengan pasti dan masih

belum ada persesuaian pendapat. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal

tidak mempunyai fungsi apa-apa karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan

tulang muka5.

Namun karena berhubungan langsung dengan hidung, maka sinus dapat

membantu resonansi suara, penciuman, membersihkan, menghangatkan,

melembabkan udara inspirasi, dan merubah udara pernafasan. Kebanyakan

penulis masih ragu-ragu dan menyatakan bahwa sinus paranasal hanya

berpengaruh sedikit, terutama hanya bila menderita sakit5.

Page 7: BAB 2

9

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal:

1. Sebagai pengatur kondisi udara (air coditioning)

Sinus yang berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan

mengatur kelembapan udara inspirasi. Namun teori ini mendapat sanggahan,

sebab ternyata tidak didapati pertukaran udara yang defenitif antara sinus dan

rongga hidung5.

Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume

sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk pertukaran

udara total dalam sinus, lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai vaskularisasi

dan kelenjar sebanyak mukosa hidung.

2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita

dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi

kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ-

organ yang dilindungi5.

3. Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang

muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan penambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini

dianggap tidak bermakna5.

4. Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara, akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan

Page 8: BAB 2

10

ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang efektif,

lagipula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan

tingkat rendah5.

5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

6. Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus ini

keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis5.