BAB 2

41
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Macam-macam pemeriksaan dalam bidang Pedodonsia Menurut ilmu kedokteran gigi, pedodonsia (pedodontics) adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mencakup diagnosis, pencegahan, perawatan, pengobatan, dan restorasi gigi anak-anak. Karena fokusnya ke anak- anak, maka dalam pemeriksaannya dilakukan secara : a. Pelan dan hati-hati b. Gerakan yang mudah c. Melakukan tindakan tidak ragu-ragu d. Penggunaan alat minimal e. Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti Untuk macam-macam dari pemeriksaannya adalah sebagai berikut : 2.1.1 Pemeriksaan Darurat Pemeriksaan darurat ialah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang datang dengan keluhan utama yang dirasakan yang sedang dalam keadaan akut, pemeriksaan langsung ditujukan pada regio/gigi yang dikeluhkan, kemudian ditentukan diagnosanya dan dirawat keluhan utama tersebut. Pemeriksaan lengkap pada pasien ini dilakukan pada kunjungan berikutnya setelah keluhan utama dapat diatasi. 1

description

fkg

Transcript of BAB 2

2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Macam-macam pemeriksaan dalam bidang PedodonsiaMenurut ilmu kedokteran gigi, pedodonsia (pedodontics) adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mencakup diagnosis, pencegahan, perawatan, pengobatan, dan restorasi gigi anak-anak. Karena fokusnya ke anak-anak, maka dalam pemeriksaannya dilakukan secara :a. Pelan dan hati-hati b. Gerakan yang mudah c. Melakukan tindakan tidak ragu-ragu d. Penggunaan alat minimale. Penggunaan kata-kata yang mudah dimengerti Untuk macam-macam dari pemeriksaannya adalah sebagai berikut :2.1.1 Pemeriksaan DaruratPemeriksaan darurat ialah pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang datang dengan keluhan utama yang dirasakan yang sedang dalam keadaan akut, pemeriksaan langsung ditujukan pada regio/gigi yang dikeluhkan, kemudian ditentukan diagnosanya dan dirawat keluhan utama tersebut. Pemeriksaan lengkap pada pasien ini dilakukan pada kunjungan berikutnya setelah keluhan utama dapat diatasi. 2.1.2 Pemeriksaan Ulang (pemeriksaan berkala)Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan 3 bulan/6 bulan/1 tahun sekali, tergantung keadaan gigi pasien. Pemeriksaan ini dipakai untuk menilai :a. Hasil perawatan yang telah dilakukanb. Pemeliharaan kesehatan gigic. Mencatat perubahan yang terjadi

2.1.3 Pemeriksaan LengkapProsedur yang dianjurkan pada pemeriksaan lengkap dilakukan pada kunjungan pertama (jika mungkin), meliputi :2.1.3.1 Pencatatan RiwayatRiwayat ini memberikan informasi yang berguna dan merupakan dasar dari rencana perawatan.a. SosialPemeriksaan sosial meliputi : Nama (termasuk nama kecil). Alamat, sekolah, kelas, saudara laki, perempuan, binatang peliharaan, kegiatan yang disukai dirumah dan sekolah. Pekerjaan ayah dan ibu. Riwayat lain bila diperlukan, Dokter yang merawat anak dapat diminta keterangan atau rujukan tentang Riwayat Parental orang tua) untuk mendapatkan keterangan mengenai kelainan herediter yang diderita anak, serta Riwayat pre natal (sebelum kelahiran) dan natal (saat kelahiran) untuk mengetahui penyebab kelainan gigi (perubahan warna, kelainan bentuk dan lain-lain)b. GigiYang termasuk disini adalah Keluhan, Riwayat kesehatan gigi sebelumnya, Sikap anak terhadap setiap perawatan, dan Sikap orang tua terhadap perwatan gigi.Keluhan itu sendiri adalah keadaan /gejala yg diungkapkan pasien sehubungan dengan keadaan abnormal yang sedang dialaminya. Pertanyaan dilakukan secara terbuka, tidak sekedar memperoleh jawaban Ya dan Tidak .Keluhan pertama diperlukan untuk mengidentifikasi masalah dengan tepat, menentukan diagnosa dan melakukan perawatan selanjutnya secara efisien.c. MedisBeberapa penyakit sistemik yang perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, misalnya penyakit jantung kongenital, demam rematik, kelainan darah, penyakit saluran pernafasan, asma, hepatitis, ikhterus, alergi (penisilin, sulfa), epilepsi, kelainan mental dan penyakit lain yang serius.

2.1.3.2 Pemeriksaan anaka. Ekstra Oral: Penampilan umum, besar dan berat badan, Kulit, Mata, Bibirb. Intra Oral Jaringan lunak: Bibir/ mukosa lunak, gingivitis, retraksi ginggiva, lidah, sinus Higiene mulut: Adanya karang gigi dan frekuensi menggosok gigi sehari Oklusi: Garis median, Keadaan gigi geligi ( missal : protrusi), relasi molar, keadaan gigi-gigi anterior ( missal : open bite, deep bite atau cross bite)2.1.3.3 Pemeriksaan tambahana. Penentuan vitalitasPemeriksaan dilakukan dengan cara : Test termal Dingin dengan khlor etil, panas dengan gutta percha panas. Test elektrik dengan dento test Test perkusi dan Tes Durkb. Ronsen fotoUntuk Mendeteksi dan melihat perluasan karies. Karies proksimal sering dijumpai bila gigi molar sulung/tetap sudah mempunyai kontak sempurna (pada gigi sulung, kontaknya merupakan kontak bidang dan gigi tetap kontak titik). Oleh karena itu bila gigi sudah berkontak dengan sempurna sebaiknya dilakukan pengambilan ronsen foto untuk mendeteksi karies yang sering tidak terlihat dengan mata yang disebut dengan Hidden Caries (karies tersembunyi). Ini digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa.Selain itu juga digunakan untuk melihat pertumbuhan dan posisi benih gigi sulung/tetap serta melihat resobsi akar gigi sulung, ini berhubungan dengan perawatan saluran akar.

c. Pemeriksaan bakteriDilakukan untuk mengetahui : Aktifitas karies dengan Laktobasilus test atau Snyder test. Sensitivitas test untuk membantu menentukan jenis antibiotik yang tepat. Menilai sterilisasi saluran akar sesudah perawatan gigi tetap non vital.d. BiopsiDilakukan bila dicurigai adanya pembengkakan yang mengarah ke kanker atau tumor, sebaiknya biopsi dilakukan oleh dokter ahli dan dikirim ke bagian Patologi Anatomi.e. Studi modelStudi model yaitu model gigi yang dibuat dari gips, digunakan untuk : Menjelaskan kepada orang tua tentang rencana perawatan yang akan dilakukan (terutama berhubungan dengan perawatan orto) Sebagai dokumentasi Mengetahui dan menganalisa oklusi secara tepat.

2.2 DiagnosisSuatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan secara anamnesis, klinis, laboratoris (rontgent foto) terhadap suatu kasus untuk direncanakan suatu perawatannya.Riwayat penyakit (subjektif), pemeriksaan klinik (objektif) dan laboratorium/tambahan (ronsen, test vitalitas, pemeriksaan bakteri, biopsi) adalah faktor yang penting untuk membuat diagnosa. Dari beberapa fakta yang terkumpul dapat ditegakkan diagnosa. Bila pada saat yang sama dijumpai lebih dari satu penyakit, dokter gigi harus dapat membedakan atau memisahkan fakta yang menunjukkan satu penyakit dengan penyakit lain sehingga perawatan dapat dilakukan dengan tepat.

2.3 Rencana Perawatan Gigi dan Mulut Anak Suksesnya suatu perawatan gigi tergantung pada ketepatan membuat diagnosa dan rencana perawatan. Sebelum melaksanakan perawatan, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :a. Perawatan yang mendesakb. Urutan perawatanc. Hasil perawatan yang akan dicapai2.3.1 Kerangka rencana perawatan pedodontikPada saat ini banyak keluarga yang memiliki dokter keluarga atau dokter khusus/spesialis. Hal ini akan memudahkan dokter gigi memperoleh informasi mengenai riwayat kasus anak bila diperlukan. Jika orang tua kurang yakin mengenai penyakit anaknya yang lampau (misal rematik fever) dan orang tua hanya ingat anaknya pernah menderita suatu penyakit, maka dokter gigi dapat meminta keterangan kepada dokter keluarga. Manifestasi penyakit sistemik sering terlihat di rongga mulut, misalnya blood dycrasia. Oleh karena itu setiap pemeriksaan harus selalu memeriksa seluruh jaringan mukosa dan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi.Premedikasi seringkali dibutuhkan pada saat anak menderita pe- nyakit tertentu yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Pemberian obat dalam jangka panjang menunjukkan adanya penyakit sistemik yang diderita pasien dan pemberian obat dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping. Misalnya pemberian obat dilantin sodium pada penderita epilepsi dapat menyebabkan gingiva hiperplasia. Dokter gigi juga dapat memberikan perawatan sistemik terlebih dulu (pemberian resep/premedikasi) bila anak mempunyai keluhan bengkak atau sakit. Dosis obat yang diberikan harus tepat, disesuaikan dengan usia, berat badan atau petunjuk yang diberikan pabrik obat tersebut.

2.3.1.1 Perawatan persiapanDokter gigi mengajarkan kepada anak dan orang tua cara pemeliharaan gigi di rumah serta melakukan oral profilaksis dengan cara memberikan contoh kepada pasien. Pada kunjungan berikutnya dievaluasi mengenai instruksi yang telah diajarkan tersebut.Pada anak yang menunjukkan karies yang aktif perlu diberikan diet kontrol yaitu menghindari makanan yang menyebabkan karies dan menganjurkan makanan yang baik. Sebagai perawatan permulaan untuk kasus ini setelah semua jaringan karies dibuang, berikan eugenol fletcher. Bila dijumpai keadaan yang memerlukan perawatan orto terutama kasus yang berat, sebaiknya dikonsultasikan ke spesialis orto, juga bila diperlukan tindakan bedah mulut. Perawatan endodonsi juga dilakukan pada tahap ini sehingga tahap ini disebut juga tahap awal atau perawatan awal.

2.3.1.2 Perawatan korektifPerawatan korektif disebut juga perawatan final atau akhir. Perawatan final antara lain adalah pembuatan restorasi, protesa, pencabutan atau space maintainer. Bila semua perawatan telah dilaksanakan dianjurkan untuk kembali tiga bulan kemudian bagi anak dengan karies aktif dan enam bulan bagi anak lain.Suatu rencana perawatan idealnya diberitahukan kepada orang tua pasien dengan mempergunakan model ronsen dan alat bantu lain. Biaya perawatan perlu dibicarakan untuk menghindari kesalah pahaman, jadi perlu diketahui latar belakang orang tua misalnya pendidikan, sosial ekonomi dan pekerjaannya.Perawatan sebaiknya segera dilaksanakan terutama pada pasien anak. Ada kalanya rencana perawatan terpaksa dirubah, misalnya saat melakukan penambalan gigi terjadi perforasi pada tanduk pulpa sehingga terpaksa dilakukan pulpotomi vital atau pulp capping.

BAB 3. PEMBAHASAN

Pada scenario didapatkan data pasien seorang anak laki-laki bernama Ucok yang berumur 7 tahun, datang ke klinik gigi dengan keluhan sakit pada gigi geraham sulungnya. Menurut orang tuanya, Ucok adalah anak autis, meskipun sering mengeluhkan giginya, namun susah sekali untuk diajak ke dokter gigi. Setelah 2 kali pertemuan barulah Ucok mau membuka mulutnya. Hasil pemeriksaan intraoral tampak hampir seluruh giginya mengalami karies. Gigi molar 2 sulung bawah tampak kavitas besar. Pada pemeriksaan rontgen foto, terlihat atap pulpa belum terbuka/perforasi. Sedangkan keempat gigi molar permanen sudah erupsi.

3.1 Pemeriksaan, diagnosa dan rencana perawatan dalam bidang Pedodonsia pada kasus di skenario3.1.1 Pemeriksaana. Riwayat dan Pemeriksaan Ekstra oralPada scenario, didapatkan hasil pencatatan riwayat dan pemeriksaan ekstraoral pasien dengan keadaan umum pasien adalah anak usia tujuh tahun yang mengalami autis. Pasien sering sekali mengeluhkan giginya sakit, namun susah sekali untuk diajak ke dokter gigi. Setelah dua kali pertemuan barulah pasien mau membuka mulutnya. Sikap kurang kooperatif seperti ini tentunya berhubungan dengan keadaan umum yang dialami pasien, yaitu autis. AutismeAutisme itu sendiri adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks dan berat, gejalanya mulai tampak pada usia kurang dari 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku.Anak autistik tidak mempunyai banyak masalah medis yang perlu dipertimbangkan, namun pada umumnya penanganan anak autistik lebih bersifat multidisipliner karena banyaknya masalah yang didapatkan. Anak autistik sering mempunyai tonus otot yang kurang, koordinasi yang buruk, terus-menerus mengeluarkan air liur (drooling), tindakan gerak lutut yang hiperaktif, sering disertai strabismus, dan 30% mengalami epilepsy. Anak autistik mempunyai suatu kebiasaan yang teratur dan ketat, dan biasanya lebih menyukai makanan lunak dan yang manis-manis. Karena koordinasi gerakan lidahnya yang tidak teratur, maka sering makanannya ditahan, diemut, dan tidak langsung ditelan. Kebiasaan ini ditambah mengkonsumsi makanan yang manis menyebabkan peningkatan kerusakan pada karies. Tingginya indeks def/DMF pada anak autistik disebabkan karena besarnya lesi karies yang tidak terawat, dan gigi yang hilang disebabkan karena kerusakan karies. Tinggi rata-rata penyakit periodontal dikaitkan dengan status kebersihan mulutnya yang dipengaruhi oleh ketidak mampuan merawat giginya sendiri dirumah serta ketergantungannya pada orang tua untuk membersihkannya.Oral habit yang merusak sering terjadi pada penderita autisme antara lain bruxism, tongue thrusting, kebiasaan melukai diri sendiri seperti menggigit bibir maupun gingiva, menggigit objek seperti puntung rokok atau pulpen. Pemberian perintah kepada penderita dapat memberikan toleransi pada kebiasaan buruk tersebut.Pada penderita autisme terjadi pula gangguan mengunyah, yaitu keterlambatan makan makanan kasar. Bila anak muntah akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan makanan masih utuh seperti semula. Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah makanan tersebut tidak sempurna. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkan kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.Selain karena kecacatan anak autistik menyebabkan keterbatasan, hal tersebut dapat juga akibat kebiasaan makan yang tidak lancar, diet lunak yang buruk dan serba manis. Peranan orang tua yang serba terbatas (baik dari tindakan dan pengetahuan) memperburuk keadaan yang sudah kurang baik, sehingga lebih memperburuk masalah kebersihan mulutnya. Oleh karena itu penting sekali peranan dokter gigi untuk membantu membimbing untuk menjaga dan memelihara kebersihan mulut anak autistik.Kunjungan PertamaPada kunjungan ke dokter gigi, anak autis memerlukan waktu untuk membiasakan diri agar dapat menerima lingkungan tempat praktik. Persiapan ini memerlukan kerjasama dengan orang tua. Orang tua sebaiknya membuat janji terlebih dulu dengan dokter gigi agar anak tidak perlu menunggu giliran perawatan terlalu lama. Janji dibuat di pagi hari ketika anak dan dokter gigi belum merasa lelah. Perawatan dilakukan dalam waktu singkat dan mengikutsertakan orang tua untuk mendampingi anak. Staf perawat gigi yang membantu harus terampil, ramah, dan sebaiknya sama pada setiap kunjungan berkaitan dengan kelekatan anak autis pada rutinitas.Sebelum perawatan dilakukan, dokter gigi sebaiknya memperkenalkan orang tua dan anak pada lingkungan perawatan. Dokter gigi perlu berkonsultasi dengan orang tua mengenai teknik melatih anak di rumah sebelum berobat, karena Gangguan anak autis yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku sering kali menjadi masalah untuk dilakukannya koordinasi dalam perawatan. Oleh karena itu Kunjungan pertama ke dokter gigi bagi pasien merupakan hal yang penting. Bila kunjungan pertama sudah berhasil dengan baik maka kunjungan berikutnya akan merupakan kunjungan yang menyenangkan bagi anak sebagai pasien dan dokter gigi yang merawatnya sehingga kunjungan pertama ini sering disebut sebagai Kunci Keberhasilan perawatan dan merupakan dasar yang nyata. Untuk mencapai tujuan ini perawatan harus dilangsungkan sedemikian rupa sehingga merupakan pengalaman yang menyenangkan dan anak akan mengenali dokter gigi dan lingkungannya. Tujuan kunjungan pertama :1. Menciptakan komunikasi dengan anak dan orang tua2. Mendapatkan keterangan tentang riwayat pasien3. Memeriksa anak dan untuk mendapatkan ronsen foto bila diperlukan.4. Melakukan prosedur perawatan sederhana yaitu : Profilaksis dan Topikal Aplikasi Fluor. Prosedur ini dapat dilakukan disamping prosedur non tra matik lain.5. Menjelaskan tujuan perawatan pada anak dan orang tua yaitu :a. Tekankan perlunya tindakan pencegahan maupun operatifb. Mintalah anak membawa sikat giginya pada kunjungan berikutnya.c. Memberikan perkiraan jumlah kunjungan yang diperlukan untukd. Menyelesaikan perawatan.Kunjungan pertama perawatan gigi pada penderita cacat harus diperiksa dengan baik dan dinilai rasa kooperatifnya oleh dokter gigi. Pada kunjungan pertama ini dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap riwayat medisnya, pentingnya riwayat medis yang memperlihatkan pengalaman kesehatan yang lalu dapat memberi jawaban terhadap ketidakjelasan keadaan saat tersebut. Idealnya perawatan operatif yang meliputi injeksi atau preparasi tidak dimulai pada kunjungan pertama, walaupun anak pernah mempunyai pengalaman dengan dokter gigi lain, karena pada tahap ini anak berada pada situasi yang baru. Sayangnya anak sering dibawa pertama kali ke dokter gigi dalam keadaan sakit, sehingga prosedur pendahuluan yaitu memperkenalkan anak ke dokter gigi tidak mungkin dilakukan. Prosedur yang ideal padakunjungan ini dapat diubah misalnya pada anak yang datang berobat dalam keadaan sangat sakit, sehingga untuk keadaan demikian harus segera dilakukan perawatan. Tujuan yang mendasar dari kunjungan ini tidak boleh diabaikan. Bagi orang dewasa bila ia merasa kurang senang pada satu dokter gigi ia akan pergi ke dokter gigi lain, tetapi tidak demikian halnya dengan pasien anak, sekali ia mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan akan sulit baginya untuk membangun kepercayaan terhadap dokter gigi.Alat bantu visual dapat digunakan untuk mempersiapkan anak mengingat anak autis memiliki kesulitan berkomunikasi. Gambar atau objek tertentu (misal: sikat dan pasta gigi) dapat digunakan untuk melatih anak melakukan sesuatu. Alat elektronik seperti kamera digital dapat digunakan untuk menumbuhkan sikap positif karena anak biasanya merasa senang dan tertarik pada gambar dirinya di monitor kamera.

b. Pemeriksaan Intraoral dan Pemeriksaan TambahanPada scenario adanya kavitas besar serta munculnya rasa dapat merupakan suatu gejala yang mengarah pada diagnose pulpitis. Apalagi pada pemeriksaan rontgen juga telah diperoleh foto yang menunjukkan atap pulpa belum perforasi. Hal ini dapat menguatkan diagnosis mengarah pada Pulpitis Resversibel.

Tentunya sebelum mendiagnosis pulpitis reversible kita harus terlebih dahulu melakukan pemeriksaan tanda vital yang berupa :1. Test termal : Dingin Dengan khlor etil yang disemprotkan pada cotton pellet kemudian ditekankan pada kavitas. Namun sebelumnya harus dilakukan pengeblokan saliva agar hasil tes ini akurat. Prinsip kerja dari tes dingin ini adalah rangsangan dingin menyebabkan kontraksi pulpa Panas Dengan gutta percha, udara panas atau burnisher. Tes panas ini dilakukan pada servikal gigi karena apabila dilakkan di kavitas akan beresiko besar menyebabkan vasodilatasi pulpa berlebih dan akan memperparah kerusakan jaringan. Pada prinsipnya rangsangan ini menyebabkan ekspansi pulpa.

2. Test perkusi dan Tes TekananUji ini digunakan untuk mengevaluasi status periodonsium sekitar gigi. Untuk tes Perkusi, Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes perkusi horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat kelainan di daerah periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif berarti terdapat kelainan di periodonsiumTes perkusi dilakukan dengan cara sebagai berikut ini. Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari dengan intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi terasa sakit Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti gigi yang menjadi keluhan Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi reflek, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan Untuk tes tekanan caranya hampir sama yang membedakan yaitu tes tekanan ini dilakukan dengan menekan gigi, lama dan beban tekanan pada tes inilebih besar, sehingga akan lebih menguatkan hasil pemeriksaan. Nilai diagnostik pada pemeriksaan kedua tes ini adalah untuk mengetahui apakah daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak menunjukkan pulpa dalam keadaan vital atau nekrosis. Pada kasus gigi yang vital, iritasi dapat terjadi oleh karena penempatan restorasi dan bruxism, dimana kondisi ini menyebabakan iritasi pada ligamen periodontal. Pada kasus gigi yang nekrosis jaringan nekrotik yang banyak didalam gigi akan terdorong keluar melewati foramen periapikal menuju jaringan dibawah gigi yang menyebabkan rasa sakit Perbedaan yang ada pada nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodonsium besar kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai moderat. Inflamasi periapikal merupakan kasus yang mungkin terjadi jika nyeri sangat tajam dan menyebabkan respon penolakan 3. Test Kegoyangan: Untuk mengetahui derajat kerusakan jaringan periodontal. Derajat 1: Kegoyangan yang sedikit lebih besar daripada normal Derajat 2: kegoyangan gigi sekitar 1 mm Derajat 3: Kegoyangan gigi lebih besar dari 1mm pada segala arah dan atau gigi dapat ditekan kearah apicalPada scenario, juga didapatkan pemeriksaan intraoral tampak hampir seluruh giginya mengalami karies. Hal ini dicurigai sebagai tanda klinis rampant karies. Apalagi melihat umur pasien yaitu tujuh tahun yang merupakan usia yang umumnya terkena Rampant karis( anak-anak usia 4 8 tahun atau remaja usia 11 19 tahun) Sedangkan keempat gigi molar permanen yang sudah erupsi secara langsung mungkin tidak ada hubugannya dengan keluhan-keluhan pasien. Namun, dengan keadaan gigi molar permanen sudah erupsi, tentunya menjadi pertimbangan untuk rencana pencegahan ataupun perawatanya selanjutnya.

3.1.2 Diagnosa a. Pulpitis Reversible DefinisiPulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah stimuli ditiadakan. Rasa sakit yang berlangsung sebentar dapat dihasilkan oleh stimuli termal pada pulpa yang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit hilang segera setelah stimuli dihilangkan. HistopatologiPulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan sampai sedang terbatas pada daerahh dimana tubuli dentin terlibat, seperti misalnya karies dentin. Secara mikroskopis, terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah, ekstravasasi cairan edema, dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol, dapat juga dilihat juga sel inflamasi akut. EtiologiPulpitis reversibel dapat disebabkan oleh apa saja yang mampu melukai pulpa. Tegasnya, penyebabnya dapat salah satu yang tertulis berikut: trauma, misalnya suatu pukulan atau hubungan oklusal yang terganggu; syok termal, seperti yang ditimbulkan pada waktu melakukan preparasi kavitas dengan bur tumpul, atau membiarkan bur terlalu lama berkontak dengan gigi, atau karena panas yang berlebihan pada waktu memoles tumpatan; dehidrasi kavitas dengan alcohol atau kloroform yang berlebihan, atau rangsangan pada leher gigi yang dentinnya terbuka; penempatan tumpatan amalgam yang baru berkontak, atau beroklusi dengan suatu restorasi emas; stimulus kimiawi, misalnya dari bahan makanan manis atau asam atau dari iritasi tumpatan silikat atau akrilik swa- polimerisasi; atau bakteri, misalnya dari karies. Setelah insersi suatu restorasi, pasien sering mengeluh tentang sensittivitas ringan terhadap perubahan temperatur, terutama dingin. Sensitivitas semacam itu dapat berlangsung 2 sampai 3 hari atau seminggu bahkan lebih lama, tetapi berangsurr-angsur akan hilang. Sensitivitas ini adalah gejala pulpitis reversibel. Gejala-gejalaPulpitis reversibel simptomatik ditandai ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanya sebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin daripada panas dan oleh udara dingin . tidak timbul dengan secara spontan dan tidak berlanjut tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulitis reversible dan irreversible adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversible lebih parah dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversible, penyebab rasa sakit umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada pulpitis irreversible, rasa sakit dapat dating tanpa stimulus yang nayata. Pulpitis reversible asimptomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik. DiagnosisDiagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarka tes klinis. Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, dan umumnya berhenti bila stimulus dihilangkan. Dingin, manis, atau asam biasanya menyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi kronis. Meskipun masing-masing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung sebentar, parksisme dapat berlanjut berminggu-minggu atau bahkan berbulan0bulan. Pulpa dapat sembuh sama sekali, atau rasa sakit dapat tiap kali dapat belangsung lebih lama dan interval keringanan dapat menjadi lebih pende, sampai akhirnya pulpa mati. Karena pulpa sensitif terhadap perubahan temperature, terutama dingin, aplikasi dingin merupakan suatu cara yang bagus untuk menemukan dan mendiagnosis gigi yang terlibat. Sebuah gigi dengan pulpitis reversible secara normal bereaksi terhadap perkusi, palpasi, dan mobilitas, dan pada pemeriiksaan radiografi jaringan periapikal adalah normal. AnamnesaBiasanya nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus, dan rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Pemeriksaan 1. Ekstra oral: tidak ada pembengkakan2. Intra oral: Karies mengenai dentin/karies profunda Pulpa belum terbuka Termis: +( bereaksi) Perkusi/ Tekanan: 0( tidak bereaksi) Kegoyangan gigi: 0( tidak bereaksi)b. Rampant KariesRampan karies ialah suatu jenis karies yang proses terjadinya dan meluasnya sangat cepat dan tiba-tiba. Rampan Karies terjadi kearena ketidak seimbangan mineralisasi dalam waktu lama di dalam rongga mulut diakibatkan peningkatan konsumsi karbohidrat atau mungkin karena berkurangnya fluoride. Rampan Karies Juga dapat terjadi karena zat asam erosive. Konsentrasi asam yang tinggi dapat cepat menyebabkan demineralisasi dan menyebabkan karies. Rampan karies terjadi pada anak-anak pada umumnya. Faktor etiologi1. Konsumsi makanan.Seringnya mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terutama diantara waktu makan. Waktu makan merupakan factor yang dihubungkan dengan perkembangan rampan karies.2. Saliva.Berkurangnya sekresi serta kekentalan saliva. Saliva dapat menghambat karies karena aksi buffer, kandungan bikarbonat, amoniak dan urea dalam saliva dapat menetralkan penurunan pH yang terjadi saat gula dimetabolisme bakteri plak. Kecepatan sekresi saliva berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya. Bila sekresi berkurang akan terlihat peningkatan akumulasi plak sehingga jumlah mikroorganisme (streptococus mutans) akan bertambah.3. Faktor psikologis.Pada umumnya dapat mengakibatkan timbulnya kebiasaan buruk dalam makan atau memilih makanan. Stress juga dihubungkan sebagai penyebab berkurangnya sekresi dan kekentalan saliva.4. Faktor sistemik, misalnya penderita diabetes melitus.5. Faktor turunan.Orang tua yang peka terhadap karies akan mempunyai anak yang juga peka terhadap karies. Hal ini disebabkan karena dalam keluarga mempunyai pola kebiasan makan yang sama dan pemeliharaan kesehatan gigi yang sama pula. Gejala klinis 1. Deklasifikasi email pada gigi deciduas atau gigi permanent2. Jaringan keras gigi yang terkena karies menjadi sangat lunak, berwarna kuning muda atau merah muda (pink) bila dibandingkan dengan warna karies kronis yang coklat tua3. Multiple kavitas4. Gigi terlihat coklat atau hitam5. Lesi dapat bekembang dimana saja, sering pada permukaan yang biasanya bebas dari karies6. Pada umumnya yang terkena adalah anak-anak usia 4 8 tahun atau remaja usia 11 19 tahun. Bila anak-anak usia 2 4 tahun sudah terserang rampan karies pada gigi sulung, hal ini dihubungkan dengan enamel hipoplasia dan kepekaan terhadap karies yang tinggi.

3.1.3 Rencana perawatan Perawatan gigi dan mulut pada penderita autis dengan orang normal pada dasarnya sama, hanya pendekatan dengan teknik yang dilakukan operator lebih lama dan tergantung dari manifestasi atau karekteristiknya. 3.1.3.1 Rencana perawatan gigi pada pasien anak autisPada umumnya apabila pendekatan tidak bisa dilakukan maka tindakan perawatan gigi di bawah anastesi umum dan ini merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan maka tindakan perawatan gigi dibawah anastesi umum, dan ini merupakan salah satu teknik alternative yang digunakan oleh para dokter gigi dalam menangani pasien dengan kondisi cacat.1. Teknik TSD (Tell- Show-Do)Teknik perawatan ini dapat dilakukan pada penderita autism yaitu salah satu cara pendekatan yang bias dilakukan dengan membangun kepercayaan antara dokter gigi dan pasien. Dengan kunjungan yang berulang dan pengenalan terhadap peralatan kedokteran gigi, dapat memfamiliriasasi pasien terhadap lingkungan. Hindari tindakan yang dapat menimbulkan rasa sakit pada penderita cacat, terutama penderita cacat yang mengalami gangguan mental. 2. ReinforcementMerupakan tindakan untuk menghargai prestasi yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan ini dapat dilakukan pada anak penderita cacat fisik dan psikososial yang cenderung merasa terabaikan oleh lingkungan sosialnya. Dengan menghargai prestasi yang telah dicapainya terhadap apresiasi yang ditunjukkan terhadap perawatan giginya dapat meningkatkan kekooperatifan pasien anak sehingga dapat memperlancar tindakan perawatan yang akan dilakukan oleh dokter gigi. Bentuk imbalan dapat berupa materi atau imbalan social misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian.183. DesensitasiDesensitasi adalah cara yang paling sering digunakan oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut. Desensitasi merupakan suatu cara yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan respon takut dengan pertama kali menghadirkan rangsangan yang menimbulkan suatu respon yang ringan. Desensitasi meliputi: melatih pasien melemaskan otot, menyusun hierarki rasa takut, dan mengerjakan berdasarkan hieraraki rasa takut.Ikatan antara rangsangan dan rasa takut diperlemah perlahan-lahan dengan rileksasi rasa takut dan relaksasi otot yang dalam hal adalah hal yang bertentangan dan tidak akan terjadi bersama-sama.4. SedasiBerbagai cara yang telah dikemukakan adalah yang paling sering diterapkan, dan merupakan dasar modifikasi tingkah laku. Setelah dilakukan beberapa kali kunjungan, mungkin anak masih merasa takut mengahadapi perawatan gigi dan tidak kooperatif terhadap tindakan khusus, biasanya suntikan atau bur. Pilihan lain untuk menghadapi kasus demikian, digunakan sedasi, sehingga waktu pasien menghadapi menghadapi perawtan gigi telah rileks. Golongan obat-obatan yang digunakan adalah sedasi-hipnotik, agen ansietas dan narkotik. Sedasi dapat diberikan dengan cara: Oral, intra venous dan intra muskuler serta inhalasi.Untuk pertimbangannya dalam Tindakan Restorasi Gigi, anak autistik tidak mempunyai manifestasi penyakit gigi langsung, dimana tindakan restorasi gigi tidak jauh berbeda dari tindakan yang dilakukan terhadap orang normal. Kondisi anak autistik tidak selalu memperlihatkan sifat pola tingkah laku yang sesungguhnya, kemampuan psikomotorik untuk melakukan fisioterapi kebersihan mulut maupun kapasitas intelektual untuk dapat mengerti kebutuhan menjaga kebersihan mulutnya dapat menjadi kacau dan berlawanan. Maka perlu dilakukan tindakan restorasi gigi. Restorasi gigi dapat memperbaiki kualitas hidup anak autistik dengan membebaskan dan mencegah gigi dari infeksi peradangan, proses mastikasi yang baik dan dapat makan dengan nyaman sehingga meningkatkan daya psikologis melalui penampilan fasial yang estetik.

Pada saat tindakan restorasi gigi, anak autisme biasanya sangat terganggu oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan dan dilakukan dengan teknik ART (Atraumatic Restorative Treatment).Teknik ART dilakukan tanpa merusak jaringan yaitu tanpa menggunakan alat bur tetapi hanya memakai hand instrument. Teknik ini diindikasikan pada karies enamel dan karies dentin sextan pada pit dan fissure yang dalam.

3.1.3.2 Pulpitis reversibelFaktor pertimbangan khusus diperlukan pada saat memutuskan rencana perawatan yang sesuai untuk gigi geligi sulung yaitu untuk mempertahankan panjang lengkung rahang.Untuk rencana perawatan pulpitis reversible pada kasusdi scenario adalah :1. Menghilangkan penyebabBila dijumpai pulpitis reversibel, penghilangan stimulasi (jejas) biasanya sudah cukup, begitu gejala telah reda, gigi harus dites vitalitasnya untuk memastikan bahwa pulpitis tidak berlanjut.

2. Perawatan Endodonsia : Indirect Pulp CappingPada kasus di scenario didapatkan data bahwa terdapat kavitas namun pulpa belum terbuka. Rencana perawatan dari kasus seperti ini adalah kaping pulpa (pulp capping), suatu prosedur untuk mencegah terbukanya pulpa selama pembuangan dentin yang karies. Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium yang akan merangsang pembentukan dentin reparative . Tujuan dasarnya yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa tidak terdapat lagi simtom, dapat berfungsi dengan baik dan tidak ada tanda-tanda patologis yang lain. Teknik pulp capping ini ada dua yaitu indirect pulp capping dan direct pulp capping. Untuk kondisi di scenario, rencana perawatan mengarah ke indirect pulp capping, yaitu istilah untuk menunjukan penempatan bahan adhesif di atas sisa dentin karies. Tekniknya meliputi pembuangan semua jaringan karies dari tepi kavitas dengan bor bundar kecepatan rendah. Lalu lakukan ekskavasi sampai dasar pulpa, hilangkan dentin lunak sebanyak mungkin tanpa membuka kamar pulpa.Basis pelindung pulpa yang biasa dipakai yaitu zinc okside eugenol atau dapat juga dipakai kalsium hidroksida yang diletakan di dasar kavitas. Apabila pulpa tidak lagi mendapat iritasi dari lesi karies diharapkan jaringan pulpa akan bereaksi secara fisiologis terhadap lapisan pelindung dengan membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil jaringan pulpa harus vital dan bebas dari inflamasi.Biasanya bila prosedur indirect pulp capping tidak dilakukan dengan hati-hat, atap kamar pulpa akan terbuka saat dilakukan ekskavasi. Apabila hal ini terjadi maka tindakan selanjutnya adalah dilakukan direct pulp .Direct Pulp Capping menunjukkan bahwa bahan diaplikasikan langsung ke jaringan pulpa. Daerah yang terbuka tidak boleh terkontaminasi oleh saliva, kalsium hidroksida dapat ditempatkan di dekat pulpa dan selapis semen zinc okside eugenol dapat diletakkan di atas seluruh lantai pulpa dan biarkan mengeras untuk menghindari tekanan pada daerah perforasi bila gigi di restorasi. Pulpa diharapkan tetap bebas dari gejala patologis dan akan lebih baik jika membentuk dentin sekunder. Agar perawatan ini berhasil maka pulpa di sekitar daerah terbuka tersebut harus vital dan dapat terjadi proses perbaikan 3. TumpatanPada kasus di scenario, setelah dilakukan kaping pulpa indirek, dilakukan penumpatan dengan kombinasi Resin komposit dan Glass Ionomer. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penggunaan kaping pulpa indirek ini selain menghindarkan iritasi karena karies, juga sebagai basis agar tidak terjadi iritasi karena bahan tumpatan. Komposit misalnya, bahan ini iritatif terhadap pula. Kombinasi komposit dan GI dilakukan karena meskipun GI baik untuk gigi anak sebagai bahan yang melepaskan ion Fluor, namun kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih, sehingga diperlukan resin komposit untuk menambah kekuatan sehingga menjadi bahan tumpatan yang cocok untuk kavitas kelas I pada anak.Selain untuk bahan tumpatan kelas I, bahan ini juga bisa digunakan untuk kavitas kelas II pada gigi anak yang kooperatif. Selain itu untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II.

3.1.3.3 Rampant Karies Rencana perawatan pada pada pasien penderita rampant karies lebih mengarah ke perawatan preventive, hal ini dikarenakan rampant karies adalah jenis karies yang pasif. Perawatan preventif ini harus dilakukan untuk mencegah karies pada gigi permanennya bila nanti erupsi, yaitu berupa :1. Dental Health Education (DHE), meliputi:a. Penilaian diet dengan pembatasan konsumsi gulab. Intruksi oral hygiene, misalnya dengan selalu menyikat gigi setiap habis makan dan sebelum tidur.2. Perawatan flour di rumah dan klinik gigi (TAF) dengan baik dengan menggunakan pasta gigi berfluoride ataupun suplemen fluoride. 3. Pemberian fissure sealent pada gigi permanen-nya yang baru erupsi yang mempunyai pit dan fissure yang dalam. 4. Evaluasi secara periodik setiap 3 bulan sampai diperoleh keadaan oral higene yang baik dan diet yang sesuai dengan anjuran. Koreksi faktor sistemik (bila ada), saliva (terutama bila berhubungan dengan stress) bila perawatan yang telah dilakukan tidak berhasil.

3.2 Peran dokter gigi dalam menangani pasien pada kasus di skenarioKeberhasilan perawatan gigi pada anak penderita autisme memerlukan hubungan kerjasama yang erat dengan pihak orang tua dengan operator. Tidak terdapat ciri-ciri penyakit gigi dan mulut yang khas. Usahakan jangan sampai anak autisme menunggu terlalu lama dalam kunjungan berobat serta rencanakan kunjungan yang singkat. Biasakan menemui operator dan staf perawat gigi yang sama dan menyenangkan. Anak autisme juga dapat terganggu oleh suara handpiece, oleh karena itu sebaiknya dihindarkan. Sensitivitas yang tinggi terhadap suara, cahaya, bau, dan warna menghendaki perhatian yang khusus untuk mengurangi ataupun menghindarkan stimulasi sensoris. Pengetahuan tentang fobia penderita autistik misalnya pada cotton roll, bau yang menyengat dan aktivitas favorit seperti musik, bermain air mungkin membuat tindakan preventif dan kuratif lebih mudah.Peranan orang tua sangat penting untuk menjaga kebersihan mulut anak autistik, agar tak terlalu banyak gigi yang rusak karena karies. Karies gigi meningkat pada penderita autisme karena mereka sering mengkonsumsi makanan yang lunak, lengket, dan yang manis. Mereka juga mempunyai oral habit yang buruk, dan mereka juga sulit untuk menyikat dan membersihkan gigi mereka. Berikut ini beberapa cara tips untuk tindakan pencegahan karies gigi terhadap penderita autisme : a. Merekomendasikan tindakan pencegahan dengan flouride dan sealants.b. Memperingatkan pasien atau orang terdekatnya tentang obat yang mereduksi saliva atau yang mengandung gula. Sarankan kepada pasien untuk lebih banyak mengkonsumsi air, menghindari obat yang mengandung gula.c. Menyarankan kepada orang terdekatnya untuk menawarkan makanan kariogenik dan minuman alternatif sebagai hadiah.d. Memberi semangat pada oral hygiene sehari-hari. Mintalah dengan sabar kepada mereka untuk menunjukkan bagaimana mereka menyikat gigi, dan diikuti dengan rekomendasi yang spesifik. Tunjukkan dengan gerakan tangan kepada mereka cara yang baik menyikat gigi. Jika diperlukan, tunjukkan kepada mereka dan orang terdekatnya cara lain yang lebih mudah dari menyikat gigi dan membersihkan gigi dengan dental floss.e. Beberapa dari mereka tidak dapat menyikat dan membersihkan gigi dengan mandiri. Tekankan bahwa membersihkan mulut setiap hari adalah penting.Pendekatan untuk perawatan gigi pada penderita autism berbeda-beda bergantung dari manifestasi gangguan autisme yang ditimbulkan. pendekatan perawatan gigi dan mulut anak autis dapat dilakukan dengan cara pendekatan non-farmakologis dan farmakologis. Braff dan Nealon menyatakan bahwa perawatan gigi pada anak penyandang autisme hanya dapat dilakukan dengan sedasi, Namun menurut Nazif dan Ranalli teknik penanggulangan perilaku dengan teknik tell-show-do dan pemberian positive reinforcement sangat membantu. Weddell dkk menyarankan menggunakan pedi-wrap atau papoose board untuk membantu menenangkan anak. Hubungan komunikasi penderita cacat-dokter gigi-orang tua, harus dijaga dengan baik. Orang tua akan melindungi dan sayang terhadap anak cacatnya hingga menjadi manja dan kurang disiplin sehingga menyulitkan kerjasama pada perawatan giginya. Dokter gigi perlu bersikap tegas dan berani dalam bertindak, supaya tercapai hasil yang baik. Sebaiknya berdiskusi masalah tingkah laku penderita dengan orang tua, sebelum tindakan perawatan, supaya dapat dipahami tindak-tanduk, aksi reaksi penderita cacat terhadap teknik penanganan kerja dokter giginya.

BAB.4 KESIMPULAN

4.1 Macam-macam pemeriksaan dalam bidang Pedodonsiaa. Pemeriksaan Daruratb. Pemeriksaan Ulang (pemeriksaan berkala)c. Pemeriksaan Lengkap Pencatatan Riwayat1. Sosial2. Gigi3. Medis Pemeriksaan anak1. Ekstra Oral2. Intra Oral Pemeriksaan tambahan1. Penentuan vitalitas2. Ronsen foto3. Pemeriksaan bakteri4. Biopsi5. Studi model4.2 DiagnosisSuatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan secara anamnesis, klinis, laboratoris (rontgent foto) terhadap suatu kasus untuk direncanakan suatu perawatannya.

4.3 Rencana Perawatan Gigi dan Mulut Anak Ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :a. Perawatan yang mendesakb. Urutan perawatanc. Hasil perawatan yang akan dicapai

DAFTAR PUSTAKA

1. Andlaw, R. J., dan W. P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd edition. New York : Churchill Livingstone.2. Baum, L., R. W. Philips., dan M. R. Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi. Diterjemahkan dari Textbook of Operative Dentistry oleh R. Tarigan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.3. Cameron, A. C., dan R. P. Widmer. 2003. Handbook of Pediatric Dentistry. St. Louis.The C. V. Mosby Company.4. Fayol Hendri. Suwelo Is. Perawatan gigi pada anak penderira autism. J of oral an maxillofacial. (2).2004.5. Grosssman, L.I., dkk. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Ed:11. Alih Bahasa: Rafiah Abyono. Jakarta : EGC.6. Hartini Soemartono,Sri. 2003. Penanggulangan anak takut dalam perawatan gigi. J kedokteran gigi Universitas Indonesia. 10 (1).:35-40.7. Kennedy, D. B. 1992. Konservasi Gigi Anak. Diterjemahkan dari Paediatric Operative Dentistry oleh N. Sumawinata dan S. H. Sumartono. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.8. Mason, Donna. Autism dan Kebutuhan Kesehatan Gigi. http://www.artikelkesehatanindonesia.com/autisme/autism-dan-kebutuhan-kesehatan-gigi.html. 30 September 2011.9. Partakusuma FB. Penanggulangan perilaku anak penyandang autisme dalam kedokteran gigi. Dentika Dental Journal 2003; 8 (2):127-9.10. Walton, R.E. dan Torabinejad M. 1998. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi Ed:2. Alih Bahasa : Narlan Sumawinata dkk. Principle and Practice of Endodontics. Jakarata : EGC. 11. Welbury, R. R. 2001. Paediatric Dentistry. 2nd edition. New York : Oxford University Press.

1