BAB 1.doc

10
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis (OA) adalah penyakit reumatik kronis yang menjadi penyebab utama rasa nyeri, hilangnya fungsi dan kecacatan sehingga mengganggu aktivitas sehari- hari di sebagian besar negara di dunia. Prevalensi Osteoartritis meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia dan umumnya lebih sering diderita oleh wanita daripada pria (Fransen et al., 2011; Hong Yan et al., 2013). Osteoartritis dapat mengenai beberapa sendi seperti sendi di cervical, lumbosacral, pinggul, lutut, metatarsal phalangeal , interphalangeal proximal dan distal (Felson, 2008). Sebagian besar Osteoartritis menyerang bagian pinggul dan lutut (Hong Yan et al., 2013). Osteoartritis dapat didiagnosis dari kelainan struktural yang terjadi atau dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut (Felson, 2008). Osteoartritis mempengaruhi semua struktur dalam sendi.

Transcript of BAB 1.doc

Page 1: BAB 1.doc

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoarthritis (OA) adalah penyakit reumatik kronis yang menjadi

penyebab utama rasa nyeri, hilangnya fungsi dan kecacatan sehingga

mengganggu aktivitas sehari-hari di sebagian besar negara di dunia.

Prevalensi Osteoartritis meningkat bersamaan dengan meningkatnya usia dan

umumnya lebih sering diderita oleh wanita daripada pria (Fransen et al.,

2011; Hong Yan et al., 2013). Osteoartritis dapat mengenai beberapa sendi

seperti sendi di cervical, lumbosacral, pinggul, lutut, metatarsal phalangeal,

interphalangeal proximal dan distal (Felson, 2008). Sebagian besar

Osteoartritis menyerang bagian pinggul dan lutut (Hong Yan et al., 2013).

Osteoartritis dapat didiagnosis dari kelainan struktural yang terjadi

atau dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh kelainan tersebut (Felson,

2008). Osteoartritis mempengaruhi semua struktur dalam sendi. Tidak

hanya kartilago hialin yang hilang, pertumbuhan osteofit, remodelling

tulang juga terjadi, dengan peregangan kapsul dan kelemahan otot

periarticular. Pada beberapa pasien, muncul sinovitis, kelemahan pada

ligamen dan lesi di sumsum tulang yang berkembang dan mungkin

menggambarkan trauma tulang (Neogi et al., 2009). Usia dan obesitas yang

menjadi faktor risiko terbesar dari Osteoartritis akan meningkatkan

peningkatan prevalensi penyakit ini menjadi 66%-100% pada tahun 2020 di

United States (Felson, 2008). Estimasi presentase penderita Osteoartritis di

Page 2: BAB 1.doc

2

Asia yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan akan meningkat dalam

dua dekade dari 6,8% pada tahun 2008 menjadi 16,2% pada tahun 2040.

Periode 2008-2040 diperkirakan proporsi penderita Osteoartritis di

Singapura akan meningkat 316%, India 274%, Malaysia 269%, Bangladesh

261% dan Philipina 256%. Tahun 2008 Jepang yang memiliki penduduk

tertua di dunia (21,6% berusia 65 tahun keatas) dan China dan India

menduduki peringkat dua teratas negara dalam jumlah penduduk absolut

dengan usia 65 tahun dan lebih (106 juta dan 60 juta masing-masing)

(Fransen et al., 2011).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), penduduk

yang mengalami gangguan Osteoartritis di Indonesia tercatat 8,1% dari

total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan pemeriksaan dokter,

dan sisanya atau 71% mengonsumsi obat pereda nyeri. Prevalensi Di Jawa

Tengah, kejadian penyakit Osteoartritis sebesar 5,1% dari semua penduduk

(Kongres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia, 2005).

Nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek

fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan

psikologis) (Morgan, 2002). The International Association for the Study of

Pain (IASP) dalam Parrot. (2002) mendefinisikan nyeri sebagai berikut

nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan

akibat adanya kerusakan atau potensial akan adanya kerusakan jaringan

kerusakan jaringan. Hasil penelitian dari Zeng QY et al (2008), prevalensi

nyeri rematik di Indonesia mencapai 23,6% hingga 31,3 %. Menurut

SUSENAS (2004) dalam Depkes (2005), prevalen sakit persendian pada

Page 3: BAB 1.doc

3

perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Prevalensi sakit persendian

mulai meningkat tajam pada kelompok umur 35-44 tahun. Setelah

melampaui umur tersebut prevalensi mulai meningkat tajam pada kelompok

umur 55-64 tahun sampai lebih dari 65 tahun.

Dukungan sosial merupakan dukungan emosional yang berasal dari

teman, anggota keluarga, bahkan pemberi perawatan kesehatan yang

membantu individu ketika suatu masalah muncul. Dukungan sosial berbeda

dengan kontak sosial, yang tidak selalu memberikan dukungan emosional.

Buchanan. (1995) menyatakan bahwa individu yang mendapat dukungan

emosional dan fungsional terbukti lebih sehat daripada individu yang tidak

mendapatkan dukungan. Bisconti & Bergeman. (2006) menyatakan bahwa

hubungan sosial yang bermakna dengan keluarga atau teman terbukti

memperbaiki hasil akhir kesehatan dan kesejahteraan pada individu dewasa

lanjut. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa unsur esensial dari

perbaikan hasil tersebut adalah keluarga atau teman berespons dengan

memberi dukungan ketika hal tersebut diminta. Komponen utama dukungan

yang memuaskan ialah kemampuan dan keinginan individu untuk meminta

dukungan ketika membutuhkan dan kemampuan serta keinginan sistem

pendukung untuk berespons (Videbeck, 2008). Major et al. (1997)

menyatakan dukungan sosial merupakan sumber koping yang

mempengaruhi situasi yang dinilai stressful dan menyebabkan orang yang

stres mampu mengubah situai, mengubah arti situasi atau mengubah reaksi

emosinya terhadap situaisi yang ada (Solichah, 2009).

Page 4: BAB 1.doc

4

Friedman. (2010) mendefinisikan koping sebagai respons yang

positif, sesuai dengan masalah, afektif, persepsi dan respon perilaku yang

digunakan keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah

atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh masalah atau peristiwa .

Hafsari. (2002) menyatakan bahwa koping pasien adalah reaksi terhadap

tekanan yang berfungsi memecahkan, mengurangi dan menggantikan

kondisi yang penuh tekanan. Dari uraian tersebut diatas maka dapat

disimpulkan bahwa koping merupakan suatu reaksi atau respons dari

individu dalam memecahkan suatu masalah (Saragih, 2010).

Mekanisme koping merupakan usaha pemecahan masalah yang lebih

dilaksanakan secara sadar dan menyangkut mekanisme pengaruh psikis.

Mekanisme mengelola stresor disebut “coping mechanism”. Istilah mekanisme

koping (coping mechanism) atau mekanisme mengelola stresor untuk

menjelaskan proses kontrol individu sebagai suatu sistem adaptasi

(Notosudirdjo, 2005).

Dua tipe koping utama yang biasanya dapat menurunkan stres seperti

yang diungkapkan oleh Folkman & Lazarus (Neale, Davidson & Haaga,

1996) yaitu : (1) Problem-focused coping, Individu yang menggunakan

problem-focused coping biasanya langsung mengambil tindakan untuk

memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk

membantu pemecahan masalah. (2) Emotion-focused coping, Individu yamg

menggunakan emotion-focused coping lebih menekankan pada usaha untuk

menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau

tekanan (Fausiah, 2008).

Page 5: BAB 1.doc

5

Penelitian Thanabalen (2006) terhadap 20 pasien artritis reumatoid

menunjukan semakin baik strategi koping pasien artritis reumatoid maka

semakin rendah derajat nyeri yang di derita oleh pasien. Penelitian ini

menunjukan adanya korelasi antara strategi koping terhadap derajat nyeri.

Penelitian Widi (2011) terhadap 21 pasien arthritis gout fase akut

menunjukan bahwa derajat nyeri berhubungan dengan dukungan sosial yang

terdiri dari hubungan sosial dari keluarga, teman, sesama pasien, dokter dan

perawat. Hubungan ini menunjukan korekasi negatif, yaitu apabila

dukungan sosial semakin tinggi maka derajat nyeri yang dirasakan semakin

rendah, serta apabila dukungan sosial semakin rendah maka derajat nyeri

yang dirasakan semakin tinggi. Penelitian Al Farisi (2011) terhadap 20

pasien artritis gout fase akut menunjukan bahwa strategi koping

berhubungan bermakana dengan tingkat derajat nyeri pasien. Hal ini

terbukti, semakin baik strategi koping pasien artritis maka semakin rendah

derajat nyeri yang diderita oleh pasien. Penelitian Prayoga (2011) terhadap

46 pasien osteoartritis lutut menunjukan bahwa tidak adanya korelasi antara

derajat nyeri dengan metode koping.

Oleh sebab itu penulis ingin mengetahui hubungan dukungan sosial

dan mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada penderita Osteoarthritis.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diambil perumusan

masalah penelitian yaitu : Apakah terdapat korelasi antara dukungan sosial

dan mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada penderita Osteoarthritis ?

C. Tujuan Penelitian

Page 6: BAB 1.doc

6

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara dukungan sosial dan

mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada penderita Osteoarthritis.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui korelasi dukungan sosial terhadap derajat nyeri pada

penderita Osteoarthritis.

b. Mengetahui korelasi mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada

penderita Osteoarthritis.

c. Mengetahui jenis mekanisme koping yang digunakan penderita

Osteoarthritis.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan dan

menambah wawasan di bidang ilmu kedokteran jiwa dan ilmu penyakit

dalam khususnya mengenai korelasi dukungan sosial dan mekanisme

koping terhadap derajat nyeri pada penderita Osteoarthritis.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi masyarakat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat umum tentang pengelolaan derajat nyeri yang disebabkan

oleh Osteoarthritis dengan meningkatkan kualitas hidup pasien melalui

manajemen selain obat yaitu dukungan sosial dan mekanisme koping.

Page 7: BAB 1.doc

7

b. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penelitian

bagi peneliti lain, khususnya dalam pembahasan tentang korelasi

dukungan sosial dan mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada

penderita Osteoartritis.

c. Bagi institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pustaka untuk

memperluas ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai korelasi

dukungan sosial dan mekanisme koping terhadap derajat nyeri pada

penderita Osteoartritis.