BAb 1 Skripsi( randy) kebijakan,perbatasan laut, illegal fishing
-
Upload
randy-p-tumbelaka -
Category
Documents
-
view
4.311 -
download
1
description
Transcript of BAb 1 Skripsi( randy) kebijakan,perbatasan laut, illegal fishing
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ), merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia, secara geografis berada pada batas dua samudra dan
terletak diantara 2 benua dan memiliki kurang lebih 18.110 pulau dengan garis
pantai sepanjang 108.000 km. berdasarkan konvensi hukum laut ( UNCLOS )
1982, Dengan potensi fisik sebesar ini, Indonesia dikaruniai pula dengan
sumberdaya perikanan dan kelautan yang besar. Dari sisi keanekaragaman hayati,
Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati kelautan terbesar.
Dalam hal ekosistem terumbu karang (coral reefs) misalnya, Indonesia dikenal
sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar di dunia.
Menurut data World Resources Institute (2002), dengan luas total sebesar 50.875
km2, maka 51 % terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan 18 % terumbu
karang di dunia, berada di wilayah perairan Indonesia.
Untuk memanfaatkan nilai manfaat sumber daya kelautan bagi
pengembangan wilayah secara berkelanjutan dan menjamin kepentingan umum
secara luas, diperlukan intervensi kebijakan dan penanganan khusus oleh
pemerintah untuk pengelolaan wilayah maritim namun demikian masalah-masalah
kelautan termasuk pembangunan ekonomi kelautan mempunyai hubungan yang
erat dengan ketentuan – ketentuan hukum internasional. Oleh karena itu dalam
pembangunan terkait masalah kelautan Indonesia, ketentuan – ketentuan yang
terdapat dalam konvensi internasional haruslah menjad acuan.
1
2
Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang hukum laut 1982
(united nations convention on law of the sea ) yang lebih dikenal dengan sebutan
UNCLOS 1982. Kemudian diratifikasi di dalam negeri dengan undang – undang
no.17 tahun 1985 sehingga dengan demikian konvensi tersebut berlaku di
Indonesia. Setelah meratifikasi, Indonesia diterima dan ditetapkan sebagai Negara
kepulauan yang mempuyai laut pedalaman. Artinya, laut di dalam Negara
kepulauan Indonesia, adalah wilayah juridiksi Negara.
Kebijakan luar negeri suatu negara tergantung kebijakan nasionalnya,
sedang kebijakan nasional tergantung kepentingan nasionalnya. Kepentingan
nasional masing-masing negara beragam, ada yang ingin mempertahankan
keamanannya, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, ada yang ingin
mengembangkan ideologi dan terakhir adalah ekspansi teritorial.
Bagi bangsa Indonesia, yang mendiami negara kepulauan, kepentingan
nasional di dan lewat laut adalah satu, terjaminnya stabilitas keamanan di perairan
yurisdiksi nasional. Dua, terjaminnya keamanan garis perhubungan laut antar
pulau, antarwilayah, antarnegara dan alur laut kepulauan Indonesia, Tiga,
terjaminnya keamanan sumber hayati dan nonhayati serta SDA lainnya di laut
untuk kesejahteraan bangsa, Empat, terpelihara dan terjaganya lingkungan laut
dari tindakan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem kelautan. Lima, stabilitas
kawasan area kepentingan strategis yang berbatasan dengan negara-negara
tetangga. Enam, terjaminnya keamanan kawasan ZEE Indonesia. Tujuh,
meningkatnya kemampuan industri jasa maritim untuk mendukung upaya
pertahanan negara di laut.
3
Posisi Geografis Indonesia yang strategis, antara dua benua dan dua
samudra, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, susunan demografis,
sistem sosial politik mempengaruhi sikap dan cara pandang Indonesia dalam
memposisikan diri di dunia internasional. Politik luar negeri Indonesia dijiwai
pula oleh pengalaman perjuangan mencapai kemerdekaan nasional, serta
perjuangan dalam memberi wujud dan mengisi kemerdekaan nasional, serta
perjuangan dalam memberi wujud dan mengisi kemerdekaan tersebut seperti
halnya dengan kebanyakan Negara. Karena itu salah satu factor atau ciri utama
politik luar negeri Indonesia adalah sikap anti penjajahan atau anti kolonialisme
yang merupakan bagian dari rasa kebangsaan atau nasonalisme bangsa Indonesia.
1
Sebagai sebuah Negara yang mempunyai belasan ribu pulau dan wilayah
laut yang teramat luas, idealnya Indonesia mempunyai angkatan perang dengan
sistem persenjataan canggih nan-mutakhir. Paling tidak, dengan kelengkapan
seperti itu, suatu Negara dapat di perhitungkan dalam suatu wilayah. Keberadaan
angkatan bersenjata yang kuat mampu mendatangkan efek tangkal (deterren
effect), setidaknya pada Negara tetangga.
Dalam upaya menjaga perbatasan (maritim) nasionalnya, Indonesia juga
membutuhkan suatu armada pertahanan laut yang efektif, besar dan canggih dan
oleh karenanya menuntut pula penyediaan fasilitas pertahanan laut yang memadai.
eksistensi Indonesia sebagai Negara maritime hanya bisa ditunjukan bila
Indonesia memiliki armada angkatan laut yang besar dan kuat untuk menguasai
dan mengamankan wilayah lautnya.
1 Buku putih politik luar negeri Indonesia ( Badan pengkajian dan pengembangan kebijakan departemen luar negeri Republik Indonesia, 2003 ), hlm.8
4
Sebagaimana tertuang dalam doktrin TNI AL “Eka Sasana Jaya” yang
menggariskan bahwa kebesaran suatu bangsa atau Negara maritime sangat
ditentukan oleh kekuatan lautnya, baik berupa kekuatan armada niaga dan
kekuatan armada bersenjata yaitu angkatan laut. Dengan demikian, kehadiran
angkatan laut untuk memberikan jaminan keamanan di laut, sudah merupakan
suatu conditio sine qua non. Dengan kata lain, tulang punggung pertahanan
nasional tidak lagi tertuju pada kekuatan angkatan darat (continental oriented),
namun lebih difokuskan pada kekuatan angkatan laut (maritime oriented) dan
udara. Dengan kata lain, orientasi utama pertahanan nasional harus diberikan
kepada matra laut dan udara.
Mencermati perkembangan konteks strategis dengan berbagai isu yang
mengemuka tentang ancaman nyata dan potensial yang dihadapi oleh Negara,
maka pembangunan kekuataan pertahanan Negara Indonesia merupakan
kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan tersebut semakin mendesak bila
dihadapkan dengan kondisi personil dan material TNI. Baik kualitas maupun
kuantitasnya masih memiliki banyak kekurangan, sementara tuntutan tugas
kedepan semakin berat dan kompleks. Demikian pula halnya dengan komponen
pertahanan lainya, yakni komponen cadangan dan pendukung, yang penyiapan
dan pengelolaanya belum sesuai harapan.
Perumusan kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan, dilakukan
dengan mempertimbangkan kondisi geografi dan demografi, sumber kekayaan
alam dan buatan, serta kondisi sosial termasuk kemampuan keuangan Negara.
Sumber daya laut sangat besar dimiliki oleh indonesia, sumber daya laut tersbut
5
bisa membantu keuangan negara dimana saling berkaitan antara pembangunan
kekuataan pertahanan dengan pemanfaatan sumber daya laut indonesia.
Indonesia memiliki sumberdaya laut yang besar baik ditinjau dari
kuantitas maupun keragamannya, Sumberdaya laut tersebut bila ditinjau dari
kuantitas sangat besar, adapun keragaman sumberdaya laut untuk jenis ikan
diketahui terdapat 8.500 jenis ikan pada kolom perairan yang sama, 1.800 jenis
rumput laut dan 20.000 jenis moluska. Potensi perikanan tangkap diperkirakan
mencapai 6,26 juta ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan
sebesar 5,007 juta ton atau 80% dari MSY (Maximum Sustainable Yield). Hingga
saat ini jumlah tangkapan mencapai 3,5 juta ton sehingga tersisa peluang sebesar
1,5 ton/tahun. Seluruh potensi perikanan tangkap tersebut diperkirakan memiliki
nilai ekonomi sebesar US$15.1 milyar.2
Sumberdaya perikanan juga memiliki potensi yang besar hingga sering
disebut bahwa sektor perikanan merupakan raksasa yang sedang tidur (the
sleeping giant). Hasil riset Komisi Stok Ikan Nasional menyebutkan bahwa stok
sumberdaya perikanan nasional diperkirakan sebesar 6,7 juta ton per tahun. Hal
ini tentu estimasi kasar karena belum mencakup potensi ikan di perairan daratan
(inland waters fisheries). Demikian juga dengan sumberdaya alam kelautan
lainnya seperti sumberdaya minyak yang berkontribusi secara signifikan terhadap
total produksi minyak dan gas (67 %), gas dan mineral laut lainnya, dan potensi
material untuk bioteknologi yang diperkirakan mencapai kapitalisasi pasar
2 “Pusat data dan statistik departemen kelautan dan perikanan”., dalam http://www.dkp.go.id/content.php?c=145., diakses 21 juni 2009.
6
triliunan rupiah. Total kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap PDB
nasional mencapai 25 % dan menyumbang lebih dari 15 % lapangan pekerjaan.3
Namun demikian, besarnya potensi sumberdaya alam perikanan dan
kelautan ini tidak semerta tanpa persoalan baik struktural maupun fungsional,
khususnya pada era pemerintahan pasca-orde lama. Sebagai hasilnya, besarnya
potensi yang ada tidak diimbangi dengan pemanfaatan optimal dengan tujuan
untuk kemakmuran rakyat. Isu-isu kemiskinan nelayan, misalnya, telah menjadi
isu struktural sejak lama bagi pengelolaan (governance) sektor perikanan dan
kelautan. Pada saat yang sama, isu-isu rusaknya sumberdaya alam perikanan dan
kelautan pun telah lama diketahui. Studi yang dilakukan oleh Burke, et.al (2002)
misalnya menyebut bahwa kerusakan terumbu karang di Indonesia telah sampai
pada tahap mengkhawatirkan. Hampir 51 % kawasan terumbu karang yang
terancam di Asia Tenggara berada di Indonesia, disusul sebesar 20 % di Filipina.4
Penangkapan ikan ilegal (ilegal fishing) penangkapan ikan oleh kapal
kapal asing di wilayah indonesia oleh kapal-kapal pukat harimau dan jaring lebar
di wilayah perairan sekitar pantai. Pihak pemerintah menyatakan bahwa negara
mengalami kerugian sebesar US $ 4,5 juta akibat kegiatan pencurian ikan. Angka
tersebut membuat kerdil jumlah pendapatan ekspor perikanan Indonesia setiap
tahunnya sebesar US $ 2,2 juta. Selain itu, ditengarai pula sekitar 300 pabrik
pengolahan ikan Thailand mendapatkan pasokan dari perairan Indonesia.5 bahkan
menyatakan pada tahun 2007 kerugian negara dikarenakan pencurian ikan ini
mencapai US $ 3 Milyar/ tahun, pencurian terjadi di lima wilayah : pencurian ikan
3 Tridoyo Kusumastanto, revitalisasi perikanan dan kelautan secara berkelanjutan (Bogor: institute pertanian bogor,2006),hlm2
4 ibid5 Pusat data statistic dan informasi departemen kelautan dan perikanan
7
di lima daerah yaitu Batam, Pontianak, Medan, Jakarta dan Tual. Kerugian itu
terdiri atas penangkapan ikan di ZEEI dan ekspor yang tidak termonitor, sebesar
US$1.200 juta, Kapal-kapal ilegal yang melanggar daerah penagkapan sebesar US
$ 574 juta. 6
Masalah utama dari pencurian ikan adalah akibat kurang sempurnanya
sistem dan mekanisme perizinan untuk menangkap ikan. Ternyata dari sekitar
7000 kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang memperoleh izin
menangkap ikan di perairan ZEEI, sekitar 70% dimiliki oleh pihak asing seperti
Thailand Filiphina, Taiwan dan RRC.7
Tingginya illegal fishing yang merugikan Negara Rp. 30-40 Triliyun
Pertahunnya disamping disebab-kan oleh konflik kewenangan antar aparat
penegak hukum, juga disebabkan adanya aturan hukum yang memberikan
kemudahan khusus keimigrasian (Dahsuskim) kepada nelayan asing yang
menangkap ikan di wilayah laut Indonesia, dimana nelayan asing bebas untuk
turun ke darat untuk pendaftaran dan sidik jari, bebas dari keharusan memiliki
Izin Masuk dan Visa, sehingga orang asing bebas keluar masuk ke dan dari
wilayah laut Indonesia. Tidak heran apabila nelayan asing beranggapan bahwa
menangkap ikan di wilayah laut Indonesia tidak dilarang.
Selama ini manajemen penegakan keamanan dan hukum di laut Indonesia
menganut sistem koordinatif dengan melibatkan 13 badan dalam pelaksanaannya
6 “illegal fishing”., http://mukhtar-api.blogspot.com/search/label/Illegal%20Fishing., diakses 23 juni 2009
7 Http://www.dkp.go.id/content.php?c=145 .,diakses 25 juni 2009
8
seperti TNI AL, Polair, KPLP dan Patroli DKP. Logikanya keamanan laut
Indonesia menjadi lebih terjamin, namun pada kenyataannya gangguan keamanan
di laut dari tahun ke tahun cenderung meningkat baik secara kualitas maupun
kuantitasnya. Kondisi ini akan menghambat pembangunan ekonomi nasional dan
menimbulkan citra negativ Indonesia di forum internasional karena dianggap
tidak serius menjamin keamanan perairan seperti yang diamanatkan oleh hukum
laut internasional ( UNCLOS 1982 ).
Sistem koordinatif ternyata tidak mampu mensinergikan kinerja badan-
badan penegakan keamanan laut yang masing-masing memiliki payung undang-
undang-nya sendiri. Para pengguna laut Indonesia pun mengeluhkan banyaknya
pemeriksaan oleh patrol badan-badan tersebut padahal objek yang diperiksa sama.
Berkaca dengan kesuksesan penegakan keamanan laut oleh banyak negara di
dunia yang sebagian besar dilaksanakan dengan sistem eksekutif badan tunggal
yakni terbentuknya coast guard atau bisa disebut penjaga laut dan pantai.
Idealnya Coast Guard berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) yang independen langsung dibawah Presiden agar fokus pada tugasnya
(bukan melaksanakan sebagian dari tugas-tugas organisasi di atasnya. Sifat Coast
Guard adalah semi militer yang dapat melaksanakan pembinaan dan penggunaan
kekuatan yang diarahkan sebagai komponen cadangan pertahanan negara matra
laut. Keberadaan Coast Guard tidak akan mengurangi tugas-tugas konstabulari
angkatan laut yang berlaku universal dan ditetapkan dalam hukum laut
internasional dan hukum nasional. Di masa damai TNI AL mendukung Coast
Guard dalam mengamankan laut Indonesia dari pelanggaran hukum dan ancaman
9
keamanan laut lainnya, di masa perang Coast Guard menjadi kekuatan pengganda
atau cadangan bagi TNI AL dalam pengamanan matra laut.
Dari permasalahan ini dapat kita lihat bahwa Kebijakan politik luar negeri
Indonesia cukup penting dalam penanganan illegal fishing, maka dalam hal ini
penulis mengambil judul:
“KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DALAM BIDANG
KEAMANAAN PERBATASAN LAUT DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PENANGANAN ILLEGAL FISHING”
10
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas dan untuk memudahkan dalam menganalisis
masalah, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana proses pengambilan kebijakan Indonesia dalam
penanganan keamanaan perbatasan laut?
2) Bagaimana kondisi atau permasalahan illegal fishing di Indonesia?
3) Sejauh mana kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam penanganan
keamanaan perbatasan laut pengaruhnya terhadap illegal fishing?
1.Pembatasan Masalah
karena luasnya permasalahan yang ada, maka penulis membatasi masalah
penelitian dengan menitik beratkan pada kebijakan – kebijakan luar negeri yang
dalam pertahanan dan keamanan dalam perbatasan laut. Dan implikasi terhadap
penanganan illegal fishing di laut Indonesia.
2.Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, untuk memudahkan
penulis dalam melakukan pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
“Sejauh mana Kontribusi dari Kebijakan Luar Negeri Indonesia dalam
Bidang Keamanan Perbatasan Laut Kaitannya Terhadap penanganan illegal
fishing yang terjadi di laut Indonesia.?”
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
11
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan jawaban atas masalah yang
dituangkan dalam pertanyaan penelitian dengan memacu pada Kebijakan politik
luar negeri Indonesia dalam bidang keamanaan perbatasan laut dan implikasinya
terhadap penanganan illegal fishing antara lain:
1) Untuk mengetahui Bagaimana proses pengambilan kebijakan Indonesia
dalam penanganan keamanaan perbatasan laut.
2) Untuk Mengetahui Bagaimana kondisi atau permasalahan illegal fishing di
Indonesia.
3) Untuk mengetahui Sejauh mana kebijakan luar negeri Indonesia dalam
penanganan keamanaan perbatsan laut pengaruhnya terhadap illegal
fishing.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini, diharapkan berguna bagi setiap orang yang tertarik
terhadap masalah Kebijakan luar negeri Indonesia dalam bidang keamanaan
perbatasan laut dan implikasinya terhadap penanganan illegal fishing. Selain itu,
penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif. Adapun
kegunaan penelitian ini adalah:
1) Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan
(S-1) Hubungan Internasional.
2) Untuk mengetahui kebijakan luar negeri Indonesia.
12
3) Untuk mengetahui manfaat dari perikanan indonesia.
4) Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
D. Kerangka Teoritis dan Hipotesis
1. Kerangka Teoritis
Sebagai pedoman untuk mempermudah penulis dalam melaksanakan
penelitian, maka penulis menggunakan suatu kerangka teori-teori para pakar
yang sesuai dengan permasalahan di atas. Adapun teori-teori yang dimunculkan
adalah teori yang berkaitan dengan permasalahan Hubungan Internasional
sampai dengan permasalahan pengambilan kebijakan luar negeri, perbatasan
laut dan illegal fishing yang dimunculkan sesuai dengan obyek penelitian yang
diambil yaitu tentang: “Kebijakan luar negeri Indonesia dalam bidang
keamanan perbatasan laut dan implikasinya terhadap penanganan illegal
fishing” .
Hubungan Internasional menurut Mas’oed dalam bukunya Ilmu Hubungan
Internasional: Disiplin dan Metodologi (LP3ES. Jakarta) suatu kerangka analitis
menyatakan istilah hubungan internasional sebagai berikut:
“Awal memahami aktivitas dan fenomena yang terjadi dalam Hubungan Internasional yang memiliki tujuan dasar mempelajari prilaku internasional, yaitu prilaku actor-aktor internasional baik actor Negara maupun aktor non Negara. Dalam interaksi internasional yang meliputi perilaku perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi serta koalisi maupun interaksi yang terjadi dalam suatu wadah organisai wadah organisasi internasional.”8
8 ? Muchtar masoed, ilmu hubungan internasional : disiplin dan metodologi, LP3ES, 1995, hlm 18.
13
Relevan dengan pernyataan dia atas KJ. Holsti mengemukakan tentang istilah
Hubungan Internasional sebagai berikut:
“Istilah hubungan internasional mengacu kepada semua bentuk interaksi antar anggota masyarakat yang berlainan, baik yang di sponsori oleh pemerintah maupun tidak, hubungan internasional akan meliputi analisa kebijakan luar negeri atau proses-proses antar bangsa menyangkut segala hubungan itu”.9
Menurut Ade Priangani dan Oman Heryaman dalam bukunya Kajian
Strategis dalam Dinamika Hubungan Luar Negeri Indonesia, menyatakan bahwa:
“Pada hakekatnya merupakan hubungan antar Negara bangsa, bergerak diantara
dua suasana (titik) ekstrim yaitu persengketaan (conflict) dan ketatatentraman
(order).”10
Salah satu kajan dari studi Hubungan Internasional yaitu politik luar
negeri, politik luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibentuk
oleh pembuat keputusan suatu Negara dalam menghadapi Negara lain atau unit
politik internasional lainya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
spesifik yang dituangkan dalam kepentingan nasional.
Sedangkan politik luar negeri pada dasarnya merupakan tujuan nasional
yang ingin dicapai oleh suatu Negara di luar batas Negaranya. Hal ini
diungkapkan oleh R. Sumpena Prawira Saputra, dalam bukunya politik luar
negeri indonesia sebagai berikut:
“Politik luar Negeri adalah kumpulan kebijakan nasional yang semata-mata dimaksudkan untuk mengabdi pada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan khususnya tujuan untuk kurun waktu yang sedang dihadapi dan lazim
9 ? KJ Holsti, Politik Internasional, Suatu Kerangka Analisa, Bina Cipta, Bandung, 1987 hal. 26-27.10 ? Ade Priangani dan Oman Heryaman, kajian strategis dalam dinamika hubungan internasional, centre for political and local autonomy studies,FISIP UNPAS Bandung 2003,hlm 11
14
disebut kepentingan nasional, pada hakekatnya ia merupakan pola sikap atau respon terhadap lingkungan ekologis.”
Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan pendapat mengenai definisi
dari Politik Luar Negeri, adalah:
Kebijakan, sikap atau tindakan negara merupakan output politik luar negeri. Output tersebut merupakan tindakan atau pemikiran yang disusun oleh para pembuat keputusan untuk menanggulangi permasalahan atau untuk mengusahakan perubahan dalam lingkungan”.11
Dalam Pasal 1, Undang-Undang no.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri, Politik Luar Negeri adalah:
“Kebijakan, sikap dan langkah (pemerintah Republik Indonesia) yang diambil dalam melakukan hubungan dengan Negara lain, Organisasi Internasional dan Subjek Hukum Internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah Internasional guna mencapai tujuan nasional.”
Dalam Pasal 1, Undang-Undang no.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri, Hubungan Luar Negeri adalah:
“Setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya,lembaga Negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau warga Negara Indonesia.”
Politik luar negeri lebih cenderung untuk melindungi kepentingan-
kepentingan nasional yang kemudian di transfomasikan kedalam kebijakan luar
negeri.
11 ? Mochtar Kusumaatmadja, Politik Luar Negeri dan Pelaksanaan Dewasa ini. (1983), hlm. 152.
15
Menurut Charles Lerche dan Abdul Said (1972) mendefinisikan
kepentingan nasional sebagai : “keseluruhan proses jangka panjang dan
berkesinambungan dengan berbagai tujuan suatu negara, dan pemerintah melihat
ini semua sebagai suatu pemenuhan kebutuhan bersama”.
Kepentingan nasional juga didefinisikan sebagai apa yang dicoba untuk
dilindungi dan dicapai dalam hubungan antar Negara satu sama lainnya.
Tujuan dari setiap kebijakan luar negeri pada dasarnya berkaitan dengan
apa yang ingin dicapai suatu Negara, dilindungi atau dimiliki dalam berhubungan
dengan Negara lain. Kebijakan eksternal dan internal diusahakan untuk dapat
mencapai sasaran yang bernilai guna bagi anggota masyarakat dalam suatu
Negara.
Menurut Morgenthau (1958) percaya bahwa : “Kepentingan nasional
ditentukan oleh tradisi politik dan budaya dalam mana suatu Negara
memformulasikan kebijakan luar negerinya.”
Di dalam politik luar negeri suatu Negara, terkandung kebijakan – kebijakan
yang di rumuskan pemerintah untuk mencapai kepentingan politiknya, pengertian
kebijakan menurut Howard H.Lentneer adalah suatu aksi atau tindakan yang
meliputi:
1. Penetapan pemiliha tujuan (selection of objectives) : menyangkut pemilihan tujuan dari berbagai alternatif pilihan dengan mempergunakan cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
2. Mobilisasi card (mobilization of means) : mobilisasi dari sarana meliputi pengerahan semua sumber daya yang di miliki oleh suatu Negara berkenaan dengan politik luar negerinya, berkaitan juga dengan perolehan sumber daya di Negara lain.
16
3. Pelaksanaan (implemention) : serangkaian tindakan yang di tujukan untuk pencapaian tujuan yang telah di sepakati oleh pihak-pihak yang mengadakan kerja sama. 12
Implementasi merupakan factor penting dalam kebijakan suatu Negara dan
merupakan pelaksana dari instrument – instrument politik luar negeri. Dalam
implementasi politik luar negeri dapat di lihat tiga pola implementasi (Pattern of
implementation) yang di lakukan suatu Negara yaitu :
1. Slippage terjadi ketika suatu implementasi kebijakan tidak berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan atau meleset dari kebijakan yang di rancang oleh para pembuat kebijakan.
2. Routine complexity terjadi ketika suatu kebijakan yang di implementasikan oleh pihak-pihak yang menerapakan kebijakan (implementers) merupakan kebijakan sesungguhnya apabila di bandingkan dengan kebijakan yang di hasilkan oleh para pembuat kebijakan, dimana kebijakan yang di hasilkan oleh pemerintah atau pembuat kebijakan hanyalah merupakan sebatas abstraksi karena merupakan bagian dari rutinitas kerja dari pada pembuat kebijakan akan tetapi kebijakan sesungguhnya berada di tangan pihak-pihak yang menerapkan kebijakan tersebut. Jadi, implementasi kebijakan bukanlah outcame dari suatu kebijakan, tetapi justru merupakan kebijakan itu sendiri.
3. Self implementation implementasi kebijakan berjalan secara otomatis begitu kebijakan di keluarkan oleh para pembuat kebijakan. Jenis pola implementasi kebijakan ini biasanya berupa abstraksi atau deklarasi yang di nyatakan oleh pihak-pihak tertentu. Abstraksi yang di nyatakan oleh sang pembuat kebijakan kemudian berpengaruh terhadap persepsi Negara bersangkutan. Pola implementasi kebijakan ini menegaskan bahwa politik luar negeri tidak hanya berjalan konkrit, tetapi juga dapat berjalan secara abstrak. Pola self implementation ini menunjukan bahwa kebanyakan kebijakan luar negeri Negara-negara bersifat abstrak, dimana secara langsung dapat terimplemen dengan implementasi berupa pandangan Negara bersnagkutan terhadap suatu isu.
Perlindungan identitas fisik merupakan perlindungan integritas territorial
dan kedaulatan Negara bangsa. Perlindungan identitas politik merupakan
perlindungan eksistensi ekonomi politik rezim dalam keberadaannya. 12 ? howard H. Lentner, foreign policy analysis : Comparative and conceptual approach, Columbus: Charles E. meril publishing company, 1974, hlm 17
17
Perlindungan identitas budaya termasuk pemeliharaan keberadaan etnis, religi,
bahasa, norma, historis, tradisi dan teladan Negara bangsa.
Paul Sabri menjelaskan, bahwasannya: konsep kepentingan nasional digunakan untuk tiga tujuan utama
a) Konsep normative kepentingan kewarganegaraan dari kepentingan nasional yang terdiri tujuan massa depan dan tujuan ideal yang dicoba dicapai oleh Negara serta kebijakan luar negerinya.
b) penjabaran konsep yang ditujukan bagi pencapaian tujuan Negara yang secara berkesinambungan yang ingin dicapai dibawah kepemimpinan Negara, dan
c) tujuan yang dapat diterima oleh elit politik dan pemerintahan sebagai tujuannya.
Kewajiban untuk mempertahankan keamanan nasional yang diletakan
diatas pundak setiap Negara oleh sistem Negara, mempunyai arti bahwa Negara-
negara diharuskan mempunyai kekuatan (power). Sudah barang tentu kekuatan ini
mungkin dapat disalah-gunakan tetapi hal khusus ini tidak berarti menghapuskan
hak dari Negara-negara untuk membina kekuatannya.
Menurut Hans J. Morgenthau, “Power”: “Dalam hubungannya dengan bidang politik, berarti “the power of man over the minds and actions of other man”, yang kira-kira berarti: kekuasaan atau kemampuan dari seseorang untuk mempengaruhi dan menguasai pikiran dan tindakan orang-orang lain”.
Karena permasalahan yang akan diteliti berhubungan dengan pertahanan
keamanan wilayah, maka diperlukan kejelasan dari definisi-definisi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertahanan di definisikan sebagai
berikut:“Pertahanan adalah kesiapan untuk menghadapi ancaman yang berbentuk
kekerasan terhadap kedaulatan, disintegrasi dan keselamatan bangsa.”
Adapun segi definisi pertahanan Negara, yaitu:
18
“( 1) Pertahanan Negara diselenggarakan melalui usaha membina daya kemampuan, daya tangkal Negara dan bangsa, serta menanggulangi setiap ancaman; (2) Pengelolaan pertahanan Negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategi dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara.”
Menurut Simon Dalby Konsep keamanan dalam konteks hubungan
internasional pasca Perang Dingin, tidak lagi diartikan secara sempit, karena:
sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar negara (inter-state relations), tetapi juga berpusat pada keamanan masyarakat. Kebijaksanaan keamanan dapat dianggap sebagai bagian dari politik luar negeri sebuah negara, yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi politik nasional dan internasional yang dapat melindungi tujuan-tujuan mendasar sebuah negara. Kebijaksanaan keamanan ini memiliki tiga dimensi yakni kebijaksanaan ekonomi, kebijaksanaan militer, dan kebijaksanaan diplomatik. Kebijaksanaan ekonomi memusatkan perhatian pada alokasi sumberdaya di dalam masyarakat dan menangani hubungan ekonomi dengan negara lain. Kebijaksanaan diplomatik memperhatikan soal-soal pengelolaan hubungan politik antar negara. Kebijaksanaan militer terdiri dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang secara langsung berkenaan dengan angkatan bersenjata dan penggunaan kekuatan militer.13
Konsep border atau perbatasan merupakan konsep yang penting. Yang
harus di pahami, menurut Friedrich kratochwill, konsep boundaries atau
perbatasan dapat di definisikan sebagai sesuatu hal yang membatasi sebuah zona
ekslusif yuridiksi, sehingga dalam hal ini penulis dapat membedakannya dengan
konsep frontiers, yang lebih di artikan sebagai sesuatu hal yang mendukung
keberadaan boundaries itu sendiri, atau boundaries adalah perbatasan yang di buat
oleh manusia sebagai tanda batas wilayah yuridiksinya, sedangkan frontiers
13 Simon Dalby, Security, Modernity, Ecology: The Dillemma of Post Cold War Security Discourse, Alternative, vol.17(1992), hlm.102-103.
19
adalah keadaan geografis atau alam yang mendukung keberadaan boundaries
tersebut(perbatasan yang bersifat alami) seperti pegunungan, sungai, lautan,
maupun kondisi alam lainnya yang dapat secara alami memisahkan suatu wilayah
ke dalam berbagai wilayah yuridiksi.
Sedangkan keamanan laut (maritime security) adalah suatu unsur
keamanan nasional yang meliputi berbagai bidang aktivitas seperti, dimensi laut
dari kebijakan luar negeri, dimensi laut tentang pertahanan wilayah dan
kontinental, keamanan pelabuhan, keamanan pelayaran dan transportasi, isu
lingkungan laut sebagai masalah keamanan sumber alam (pemancingan illegal,
minyak, gas, dan mineral). 14
Tindakan kejahatan yang berhubungan dengan laut : perampokan,
pemancingan illegal, peredaran obat terlarang, terorisme laut, dsb. Kejahatan di
laut (maritime crime) dapat di bagi menjadi 4 kategori :
1. Adalah eksploitasi sumber daya alam suatu negara yang di lakukan oleh
orang yang tidak memiliki hak.
2. Usaha untuk dengan sengaja mengotori laut hingga mendorong kearah
kerusakan ekologis.
3. Ancaman terhadap keselamatan dan properti si atas kapal, kategori ini
mempunyai spektrum luas berkisar antara pencurian biasa ke perompakan
senjata.
4. Adalah ancaman keamanan nasional, perdagangan senjata, perdagangan
obat terlarang, dan terorisme.
14 Prof. K.R. Singh, regional cooperation in the bay of Bengal: non-conventional threats maritime dimensions strategic analysis: monthly journal of the ISDA, maret 2001. Vol xxiv, no12 hlm 11.
20
Perilaku illegal fishing adalah kejahatan transnasional, karena faktanya kapal
kapal eks asing yang berbendera Indonesia yang seharusnya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku harus terdsaftar di Indonesia dan baru boleh
beroperasi diwilayah perairan Indonesia. Akan tetapi didapatkan kapal asing
berbendera Indonesia yang kepemilikkannya masih milik orang asing dan mereka
telah melakukan pemindah muatan antar kapal (transshipment) diperbatasan laut
Indonesia.
Illegal fishing adalah pencurian ikan, yang dilakukan oleh kapal tidak terdaftar, beroperasi di wilayah yuridiksi suatu Negara dan melanggar undang – undang.15
Pencurian ikan, berkaitan dengan negara asing yang memiliki industri
pengolahan ikan tapi tidak memiliki bahan baku. Untuk mendapatkan bahan baku,
hanya ada dua cara yang ditempuh negara itu, yaitu kerja sama atau mencuri. Di
Indonesia Modus operandi kegiatan illegal fishing terjadi dengan beberapa
golongan yaitu:
1. adanya Kapal Ikan Asing (KIA), kapal ini murni berbendera asing
dengan melaksanakan kegiatan penangkapan di perairan Indonesia
tanpa dilengkapi dokumen dan tidak pernah mendarat di pelabuhan
perikanan Indonesia
2. adanya Kapal ikan berbendera Indonesia eks Kapal Ikan Asing yang
dokumennya asli tapi palsu atau tidak ada dokumen ijin.
15 http://en.wikipedia.org/wiki/Illegal_fishing
21
3. adanya Kapal Ikan Indonesia (KII) dengan dokumen asli tapi palsu,
(pejabat yang mengeluarkan bukan yang berwenang, atau dokumen
palsu).
4. adalah adanya Kapal Ikan Indonesia tanpa dilengkapi dokumen
sama sekali, dengan arti bahwa kapal tersebut tidak memiliki Izin.
Jika dilihat dari maraknya kegiatan tersebut maka sebenarnya ada
beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga terjadinya Ilegal Fishing tersebut,
seperti: Terjadinya over Fishing di negara-negara tetangga yang kemudian
mencari daerah tangkapan di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan produksi dan
pemasarannya. Selain itu juga didukung dengan sistem penegak hukum di laut
masih lemah, terutama dilihat dari aspek legalnya maupun kemampuannya yang
tidak sebanding antara luas laut dan kekuatan yang ada, sehingga para pelanggar
leluasa dalam melaksanakan kegiatannya.
Mental oknum aparat penegak hukum juga ikut mempengaruhi, dimana
pemberi ijin yang sama-sama mengeluarkan perijinan yang bukan menjadi
wewenangnya dan juga upaya melindungi kegiatan Illegal Fishing demi kantong
sendiri. Bukan hanya itu, mental pengusaha Indonesia yang lebih senang sebagai
broker tanpa harus membangun kapasitas usahanya dan bekerja keras, mengingat
dengan kondisi demikian sudah cukup menikmati.
Di sisi lain peraturan dan kebijakan pengaturan usaha perikanan masih
belum kondusif dalam menghasilkan kontrol yang efektif, sehingga celah-celah
selalu dimanfaatkan oleh orang-orang yang nakal.
22
Saat ini masyarakat internasional telah memiliki kerangka hukum yang
mengatur berbagai hal terkait dengan masalah laut dalam united nations
convention on the law of the sea 1982 (UNCLOS 1982), sebagai salah satu isu
yang sangat penting di dunia kemaritiman.
2. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka teoritis dan perumusan masalah di atas, maka ditarik
kesimpulan hipotesis sebagai berikut :
“Jika Kebijakan luar negeri Indonesia dalam bidang keamanan perbatasan
laut berupa dibentuknya Sea And Coast Guard, penerapan Monitoring,
controling dan surveilance (MCS), Vessel Monitoring System (VMS) dan
keikutsertaan Indonesia dalam Regional Plan Of Action ( RPOA ) dapat
dimplementasikan dengan efektif, maka penanganan illegal fishing di
kawasan indonesia dapat teratasi sehingga praktek illegal fishing dapat
menurun.
23
3. Operasionalisasi Variabel dan Indikator
Untuk membantu menganalisa dan menjelaskan hipotesis di atas, maka
penulis membuat definisi operasional dan indicator sebagai berikut :
Tabel 1
Variabel dalam hipotesis (Teoritik)
Indikator (empirik) Verifikasi (analisis)
Jika Kebijakan luar
negeri Indonesia dalam
bidang keamanan
perbatasan laut berupa
pembentukan Sea And
Coast Guard dan
Monitoring, controling
dan surveilance (MCS)
dapat
dimplementasikan
dengan baik
1.Adanya pembentukan
Coast Guard
2. Adanya Monitoring,
controling dan
surveilance (MCS) dan
pemasangan vessel
monitoring Sytem
(VMS).
3.adanya keikutsertaan
indonesia dalam
Regional Plan of Action
(RPOA) on Promoting
Responsible Fishing
Practices including
Combating IUU Fishing
in the Region.
1. Data ( fakta dan
angka ) mengenai
adanya pembentukan
coast guard, UU no. 17
th 2008.
2.Data (fakta dan
angka)MCS dan VMS
di laut arafuru dan laut
cina selatan.
3.Data ( fakta dan
angka)
Regional Plan of Action
(RPOA) on Promoting
Responsible Fishing
Practices including
Combating IUU Fishing
in the Region yang
diikuti oleh 11 negara.
24
maka penanganan
illegal fishing di
kawasan indonesia
dapat teratasi sehingga
illegal fishing menurun
4. Adanya praktek
illegal fishing di
perairan Indonesia.
5. Peningkatan industry
perikanan di Indonesia
4. Data ( fakta dan
angka ) mengenai
adanya praktek illegal
fishing (Illegal,
Unreported,
Unregulated fishing) di
perairan Indonesia.
5. Data ( fakta dan
angka mengenai potensi
perikanan Indonesia
Yaitu 6,7 juta ton
pertahun akibat Illegal
fishing Indonesia
kehilangan 1,2 juta ton
atau setara dengan 30
triliun jika angka Illegal
Fishing bisa ditekan
maka industry
perikanan di Indonesia
akan meningkat.
25
3. Skema Kerangka teoritis
Kebijakan luar negeri Indonesia
Illegal Fishing
- Pembentukan Sea and Coast Guard
- Adanya Monitoring, controling dan surveilance (MCS)
- Adanya vessel monitoring Sytem (VMS).
- Regional Plan of Action (RPOA) on Promoting Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Region
- Illegal fishing di perairan Indonesia menurun
- Peningkatan Industri perikanan di Indonesia
- Meningkatnya pertahanan dan keamanaan di laut Indonesia
- Meningkatnya kesejahteraan nelayan Indonesia
- Adanya praktek illegal Fishing di perairan Indonesia
- Adanya kapal ikan asing (KIA), yang berbendera asing tanpa dokumen melaksanakan kegiatan penangkapan di perairan indonesia
26
E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Tingkat Analisis
Penggunaan Tingkat Analisis dalam penelitian ini adalah:
a. Analisa Korelasionis, yang unit eksplanasinya dan unit analisanya pada
tingkatan yang sama.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitis dan metode historis analisis:
a. Metode Deskriptif Analitis, yaitu metode yang digunakan untuk
mendefinisikan fenomena yang ada dan membahas realita yang ada serta
berkembang dewasa ini kendati yang setuju pada pencarian alternatif untuk
membahas permasalahan yang dihadapi. Metode ini pada akhirnya akan
dapat dikomparasikan dengan prediksi realita masa yang akan datang.
Metode deskriftif analitis menggambarkan, mengklarifikasi, menelaah, serta
menganalisis fenomena kebijakan luar negeri Indonesia dalam
penanganganan illegal fishing yang ada didasarkan atas pengamatan dari
beberapa kejadian dalam masalah yang bersifat aktual di tengah realita yang
ada untuk menggambarkan secara rinci fenomena sosial tertentu, serta
berusaha memecahkan masalah dalam prakteknya tidak sebatas
pengumpulan dan penyusunan data, melainkan meliputi juga analisis dari
interpretasi data-data tentang kebijakan luar negeri Indonesia dalam bidang
keamanan perbatasan laut pengaruhnya terhadap illegal fishing.
27
b. Metode historis analistis, yaitu metode penelitian yang menghasilkan
metode pemecahannya yang ilmiah dan perspektif historis suatu masalah,
yakni cara pemecahan suatu masalah dengan cara pengumpulan data dan
fakta-fakta khusus mengenai kejadian masa lampau yang berkaitan dengan
kebijakan luar negeri dalam perbatasan laut dan penanganannya dalam
hubungannya dengan masa kini sebagai rangkaian yang tidak terputus dan
saling berhubungan satu sama lain. Metode penelitian ini digunakan untuk
mengungkapkan peristiwa masa lalu, metode ini ditarik kesimpulannya
untuk kemudian dikomparasikan dan dicocokan dengan kondisi yang tengah
terjadi pada saat ini serta juga dapat dijadikan dasar untuk melakukan
prediksi-prediksi masa yang akan datang.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu
teknik pengumpulan data dengan mencari data-data dari kepustakaan buku,
informasi-informasi berdasarkan penelaah literatur atau referensi baik yang
bersumber artikel-artikel, majalah-majalah, surat kabar, jurnal, buletin-buletin,
internet, maupun catatan-catatan penting mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang sedang diteliti penulis.
28
F.Lokasi dan Lama Penelitian
1. lokasi penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memperolh data dan informasi yang
bersumber dari berbagai tepat diantaranya:
A) Badan Koordinasi Keamanan Laut
Jl. Dr. sutomo 11. Jkt 10710
b) Departemen Pertahanan Republik Indonesia
JL. Medan Merdeka Barat No. 13-14 Jakarta pusat 10020
c) Departemen Luar Negeri
JL.taman pejambon no.6, Jakarta
d) Perpustakaan FISIP Universitas Parahyangan
Jln. Ciumbuleuit, Bandung.
e) Departemen kelautan dan perikanan
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16. Jakarta 10110.
2. Lama Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam kurun waktu enam bulan terhitung
dari bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2009. Adapun tahapannya yang
lebih rinci dapat dilihat dalam tabel pada halaman berikutnya.
29
30
G. Sistematika Penulisan Penelitian
Bab 1 : PENDAHULUAN
Pendahuluan, bab pendahuluan yang mendeskripsikan bagaimana
penelitian ini dilakukan yang meliputi latar belakang penelitian,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
kerangka teoritis dan hipotesis yang terdiri dari operasionalisasi variabel
dan indikator serta skema kerangka teoritis, asumsi-asumsi, metode
penelitian yang terdiri dari teknik pengumpulan data, lokasi dan lama
penelitian serta sistematika penulisan.
Bab 2 : OPERASIONALISASI DARI VARIABEL BEBAS
Bab ini menguraikan tentang, kebijakan-kebijakan apa saja yang
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dalam masalah keamanaan laut.
Bab 3 : OPERASIONALISASI DARI VARIABEL TERIKAT
Bab ini membahas penanganan illegal fishing yang terjadi di perairan
Indonesia.
Bab 4 : VERIFIKASI DATA
Dalam bab ini akan membahas, menguraikan serta menjawab Hipotesis
dan indikator-indikator penelitian yang dideskripsikan dalam data.
Bab 5 : KESIMPULAN
Merupakan bab penutup dari penulisan skripsi yang perlu memberikan
beberapa kesimpulan mengenai data yang berhubungan dengan materi
yang di ambil.