Bab-1 Review Satu

105
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia. Gangguan jiwa di Indonesia menjadi masalah yang cukup serius. Berdasarkan data Depkes (2001) ada satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa. Data dari World Heath Organizatiom (WHO) pada tahun 2006, terdapat 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa. Hasil SKMRT menunjukkan gangguan mental emosional pada usia di atas lima belas tahun adalah 140 orang per 1.000 penduduk dan usia lima sampai 14 tahun sebanyak 104 orang per 1.000 penduduk (Maramis, 2006) Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia tahun 2007 sebesar 4,6% (Balitbangkes, 2008). WHO menyebutkan masalah utama gangguan jiwa di dunia adalah skizofrenia, depresi unipolar, penggunaan

description

pembahasan PBLK

Transcript of Bab-1 Review Satu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah respon maladaptif dari lingkungan internal

dan eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang

tidak sesuai dengan norma lokal atau budaya setempat dan mengganggu

fungsi sosial, pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Data American

Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% penduduk

dunia akan mengidap skizofrenia.

Gangguan jiwa di Indonesia menjadi masalah yang cukup serius.

Berdasarkan data Depkes (2001) ada satu dari lima penduduk Indonesia

menderita gangguan jiwa. Data dari World Heath Organizatiom (WHO)

pada tahun 2006, terdapat 26 juta penduduk Indonesia mengalami

gangguan jiwa. Hasil SKMRT menunjukkan gangguan mental emosional

pada usia di atas lima belas tahun adalah 140 orang per 1.000 penduduk

dan usia lima sampai 14 tahun sebanyak 104 orang per 1.000 penduduk

(Maramis, 2006)

Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia tahun 2007 sebesar 4,6%

(Balitbangkes, 2008). WHO menyebutkan masalah utama gangguan jiwa

di dunia adalah skizofrenia, depresi unipolar, penggunaan alkohol,

gangguan bipolar, gangguan obsesif kompulsif (Stuart & Laraia, 2005).

Skizofrenia adalah gangguan pada otak dan pola piker (Torrey, 1997

dalam Carson, 2003). Perilaku yang sering muncul pada klien skizofrenia:

motivasi kurang (81%), isolasi social (72%), sukar menyelesaikan tugas

(72%), sukar mengatur keuangan (72%), penampilan tidak rapi (64%),

lupa melakukan sesuatu (64%), kurang perhatian pada orang lain (56%),

sering bertengkar (47%), bicara pada diri sendiri (41%), dan tidak teratur

makan obat (47%) (Stuart & Laraia, 2005).

Proses keperawatan pada pasien dengan masalah kesehatan jiwa

merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin

BENQ SAYA, 08/05/14,
Panjangkan dulu baru bisa disingkatkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Panjangkan dulu baru bisa disingkatkan

tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah fisik yang

memperlibatkan bermacam-macam gejala dan disebabkan berbagai hal.

Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin

muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk

berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis termotivasi

memilih keperawatan jiwa dalam rangka menyelesaikan tugas mata ajar

Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK). PBLK merupakan mata

kuliah yang bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam

menghadapi realita kerja dengan memberikan kesempatan untuk

meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan semua teori dan

konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan. Kegiatan PBLK ini

juga diharapkan secara langsung dapat memberikan masukan untuk

peningkatan pelayanan keperawatan pada tempat yang menjadi lahan

praktik.

PBLK dilaksanakan di ruang Sipiso-piso Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara Medan selama 4 minggu, dimulai tanggal 7 Juli

2014 sampai dengan 2 Agustus 2014. Kegiatan ini dimulai dengan

pengarahan dari dosen pembimbing PBLK masing-masing. Selanjutnya

kelompok melakukan survei, wawancara, dan observasi fenomena yang

terjadi di lapangan untuk mendapatkan gambaran umum tentang program

yang akan dilaksanakan.

Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien merupakan

dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan

jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa

adalah membantu pasien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai

dengan kemampuan yang dimilikinya. Cara pasien yang mengalami

gangguan jiwa untuk mengatasi masalah sangat unik kadang pasien

menghindar serta menolak berperan serta dan peran perawat bertanggung

jawab untuk melakukan pendekatan secara holistik untuk membantu

masalah yang dihadapi oleh pasien yang mengalami gangguan jiwa atau

BENQ SAYA, 08/05/14,
Kok bunyinya sama dengan Martha punya?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

hanya membiarkan khususnya terhadap pasien yang tidak menimbulkan

keributan dan tidak membahayakan.

B. Tujuan PBLK

Tujuan dari kegiatan PBLK ini adlah untuk meningkatkan

kemampuan mahasiswa dalam mensintesa ilmu pengetahuan,

melaksanakan asuhan keperawatan jiwa secara komprehensif dan

professional, baik kepada individu, keluarga, serta masyarakat,

menginterogasikan konsep berpikir logis dan analisis, berinisiatif dan

kreatif dalam pemecahan masalah dan koordinasi dengan tim dalam

praktek keperawatan yang didasarkan pada kondisi nyata. Di samping itu,

juga dapat melakukan manajemen pelayanan keperawatan melalui proses

pengorganisasian kegiatan-kegiatan keperawatan secara efektif dan efisien

dalam pelayanan keperawatan dengan selalu meningkatkan pengelolaan

pelayanan keperawatan.

C. Manfaat PBLK

Kegiatan PBLK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1. Mahasiswa Keperawatan

Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk meningkatkan

kemampuan dan mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah

diperoleh selama pendidikan secara komprehensif dalam bentuk

pelayanan professional baik pada pengelolaan manajemen pelayanan

keperawatan secara efektif dan efisien.

2. Institusi Pendidikan

Memberikan masukan metode pemberian asuhan keperawatan jiwa

melalui pengaplikasian konsep dan teori keperawatan jiwa ke dalam

praktek langsung, serta menigkatkan kompetensi lulusan institusi

sehingga dapat digunakan untuk peningkatan pengelolaan asuhan

keperawatan yang bermanfaat bagi institusi pendidikan.

3. Lahan Praktik/Rumah Sakit Jiwa

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

Secara langsung dapat memberikan masukan untuk peningkatan

pengelolaan asuhan keperawatan dan pengelolaan manajemen

keperawatan di ruang Sipiso-piso Rumah Sakit Jiwa Daerah

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan.

BAB II

PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN

1. Pengertian Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf

keperawatan untuk memberikan perawatan, pengobatan, dan bantuan terhadap

pasien (Gillies, 1989). Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan telah

menerapkan pengelolaan pelayanan keperawatan menggunakan sistem MPKP

(Manjemen Pelayanan Keperawatan Profesional). Sistem MPKP ini

diterapkan di dua ruangan yaitu Sipiso-piso dan Cempaka. MPKP adalah

suatu model keperawatan profesional yang keilmuwannya bisa

dipertanggungjawabkan sesuai kode etik keperawatan dan kaidah keperawatan

yang meliputi bio, psiko, sosial, dan spiritual. Modifikasi MPKP yang

dilakukan meliputi 3 jenis yaitu:

a. MPKP Transisi

MPKP transisi yang tenaga perawatnya masih ada yang berlatar belakan

pendidikan SPK, nemun kepala ruangan dan ketua timnya minimal dari

D3 keperawatan

b. MPKP Pemula

MPKP dasar yang semua tenaganya minimal D3 keperawatan

c. MPKP Profesional dibagi 3 tingkatan yaitu:

1) MPKP I

MPKP dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 keperawatan,

kepala ruangan dan ketua tim mempunyai pendidikan minimal S1

keperawatan.

2) MPKP II

MPKP intermediet dengan tenaga perawat minimal D3 keperawatan

dan mayoritas Sarjana Ners Keperawatan, sudah memiliki tenaga

spesialis keperawatan jiwa.

3) MPKP III

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
referensi?
BENQ SAYA, 08/05/14,
keilmuan

MPKP Advance yang semua tenaga perawat minimal Sarjana Ners

Keperawatan, sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan jiwa dan

doktor keperawatan yang bekerja di area keperawatan jiwa

Dari hasil penelitian menunjukkan tujuan diadakannya ruang atau bangsal

MPKP yaitu diharapkan keperawatan professional bisa diterapkan sehingga

pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai masalah keperawatan klien.

Program-program MPKP yang telah dibuat dan direncanakan tersebut tentu saja

terdapat di dalam asuhan keperawatan yang akan dilakukan kepada klien agar

asuhan keperawatan yang diberikan itu lebih fokus dan holistik.

MPKP merupakan suatu praktek keperawatan yang sesuai dengan kaidah

ilmu manajemen modern dimana kaidah yang dianut dalam pengelolaan

pelayanan keperawatan di ruang MPKP adalah pendekatan yang dimulai dengan

perencanaan. Perencanaan di ruang MPKP adalah kegiatan perencanaan yang

melibatkan seluruh personil (perawat) ruang MPKP mulai dari kepala ruangan,

ketua tim dan anggota tim (perawat asosiate).

Tugas dari karu MPKP yaitu membuat rencana bulanan, mingguan, harian;

mengorganisasi tim dan anggotanya, member pengarahan pelaksanaan tugas pada

staf keperawatan, pekarya, dan staf administrasi; memfasilitasi kolaborasi perawat

primer dengan anggota tim kesehatan lainnya, melakukan pengawasan

pelaksanaan tugas seluruh personil ruang MPKP, melakukan audit pelaksanaan

asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangan, mewakili ruang MPKP dalam

koordinasi dengan unit kerja lainnya. Tugas dari perawat pelaksana di ruang

MPKP yaitu membuat rencana harian yang menjadi tanggung jawabnya,

melaksanakan tindakan keperawatan kepada klien, memberikan informasi, umpan

balik kepada perawat pelaksana bila ada perubahan pada kliennya, memberikan

pelayanan keperawatan yang profesional.

2. Uraian Tugas Perawat di Ruang Sipiso-piso RSJD Provsu Medan

a. Uraian tugas kepala ruangan

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Penelitian siapa? sebutkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

1) Mengatur pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan yang

diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan pasien

2) Mengatur penempatan tenaga keperawatan di ruangan

3) Mengatur penggunaan dan pemeliharaan logistik keperawatan agar

selalu siap pakai

4) Memberi pengarahan dan motivasi kepada ketua tim atau grup agar

melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, etis, dan

professional

5) Melakukan program orientasi pada:

a. Tenaga baru

b. Siswa/mahasiswa peserta didik

c. Pasien baru

6) Mendampingi dokter/supervisor selama kunjungan visite

7) Mengelompokkan pasien, mengatur penempatannya di ruangan

menurut tingkat kegawatan untuk mempermudah asuhan keperawatan

8) Menciptakan, memelihara suasana kerja yang baik antar petugas,

pasien/keluarga sehingga member ketenangan

9) Mengadakan pertemuan berkala tenaga keperawatan minimal dua kali

per hari untuk membicarakan pelaksanaan kegiatan di ruangan

10) Memeriksa dan meneliti

a. Pengisian daftar permintaan makanan

b. Pengisian sensus harian

c. Pengisian buku register

d. Pengisian rekam medis

11) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan lima (5)

tahapan:

a. Pengkajian keperawatan

b. Diagnosa keperawatan

c. Perencanaan keperawatan

d. Pelaksanaan keperawatan

e. Evaluasi keperawatan

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

12) Pertemuan secara rutin dengan pelaksana keperawatan

13) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan di ruangan

b. Uraian tugas ketua tim

1) Bersama anggota tim/grup melaksanakan asuhan keperawatan sesuai

standar

2) Bersama anggota tim/grup mengadakan serah terima tugas dengan

tim/grup lain (grup petugas panti) mengenai :

a. Kondisi pasien

b. Logistik keperawatan

c. Administrasi rekam medis

d. Layanan pemeriksaan penunjang

e. Kolaborasi program pengobatan

3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh grup

sebelumnya

4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya

5) Menyediakan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter

6) Mendampingi dokter visite, mencatat dan melaksanakan program

pengobatan dokter

7) Membentuk melaksanakan rujukan

8) Melakukan orientasi terhadap pasien/keluarga baru mengenai :

a. Tata tertib ruangan/rumah sakit

b. Perawat yang bertugas

9) Mempersiapkan pasien pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan

10) Memelihara kebersihan ruangan dengan :

a. Mengatur tugas cleaning service

b. Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua

petugas, peserta didik, dan pengunjung ruangan

11) Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan

12) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan

keperawatan serta tenaga keperawatan

13) Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungannya

c. Uraian tugas perawat pelaksana

1) Melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar

2) Mengadakan serah terima tugas dengan tim/grup lain (grup petugas

pengganti) mengenai :

a. Kondisi pasien

b. Logistik keperawatan

c. Administrasi rekam medis

d. Layanan pemeriksaan penunjang

e. Kolaborasi program pengobatan

3) Melanjutkan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan oleh grup

sebelumnya

4) Merundingkan pembagian tugas dengan anggota grupnya

5) Menyediakan perlengkapan untuk pelayanan dan visite dokter

6) Mendampingi dokter visite, mencatat melaksanakan program

pengobatan dokter

7) Membantu melaksanakan rujukan

8) Melakukan orientasi terhadap pasien/keluarga baru mengenai :

a. Tata tertib ruangan/rumah sakit

b. Perawat yang bertugas

9) Mempersiapkan pasien pulang dan memberikan penyuluhan kesehatan

10) Memelihara kebersihan ruangan dengan :

a. Mengatur tugas cleaning service

b. Mengatur tata tertib ruangan yang ditujukan kepada semua

petugas, peserta didik, dan pengunjung ruangan

11) Membantu kepala ruangan membimbing peserta didik keperawatan

12) Membantu kepala ruangan untuk menilai mutu pelayanan asuhan

keperawatan serta tenaga keperawatan

13) Menulis laporan tim mengenai kondisi pasien dan lingkungannya

14) Memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien /keluarga

15) Menjelaskan tata tertib rumah sakit, hak, dan kewajiban pasien

2. Analisa Ruang Rawat

a. Pengkajian

Pengkajian kegiatan praktik keperawatan jiwa profesional di Ruang Sipiso-

Piso RSJD Provsu Medan berdasarkan pada pendekatan MPKP yang meliputi

empat pilar nilai professional. Pendekatan manajemen (management approach)

sebagai pilar praktik professional yang pertama, diterapkan dalam bentuk fungsi

manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengarahan (directing) dan pengendalian (controlling). Selanjutnya

pilar kedua yaitu compensatory reward yang terkait dengan manajemen Sumber

Daya Manusia (SDM) yang meliputi rekrutmen, seleksi, orientasi,

evaluasi/penilaian kerja,pengembangan staf. Pilar ketiga yaitu Professional

relationship meliputi rapat tim kesehatan, rapat tim keperawatan, konferensi

kasus, dan visite dokter. Pilar keempat yaitu patien care delivery meliputi asuhan

keperawatan dengan menerapkan proses keperawatan berdasarkan survei masalah

yang dilakukan.

Pengkajian mahasiswa PBLK dilakukan pada 2-4 Juli 2014 pada 10.00-12.00

WIB di Ruang Sipiso-Piso RSJD Provsu Medan. Pengkajian dilakukan dengan

menggunakan instrumen self evaluasi dan wawancara kepala ruangan serta

perawat pelaksana. Maka didapatkan hasil berikut ini :

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan merupakan rumah sakit tipe A yang

melayani seluruh lapisan masyarakat. Ruang Sipiso-Piso memiliki visi, misi,

motto, dan falsafah yaitu:

a. VISI : Menjadikan pelayanan asuhan keperawatan jiwa optimal dan

paripurna secara professional untuk kepuasan masyarakat.

b. MISI : Melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan jiwa yang

paripurna dan professional secara terpadu untuk kesembuhan pasien.

c. MOTTO :

A : Arif

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

S : Sosial

K : Komunikatif

E : Efektif

P : Profesional

d. Falsafah dan tujuan keperawatan RSJD Provsu Medan adalah

1. Pelayanan keperawatan jiwa dilakukan secara professional didasari

pada ilmu perilaku dan keperawatan.

2. Pelayanan keperawatan jiwa diberikan sepanjang siklus kehidupan

manusia dengan respon psikososial tanpa membedakan suku, agama,

ras dan golongan

3. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk membantu dalam

meningkatkan, mencegah, mempertahankan, dan memulihkan masalah

kesehatan jiwa

4. Pelayanan keperawatan jiwa pada umumnya meliputi perawatan fisik,

mental dan social budaya yang pada praktiknya tidak dapat dipisahkan

satu sama lain

5. Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku

6. Pendidikan keperawatan yang berkelanjutan harus dilaksanakan secara

terus-menerus untuk pengembangan staf dalam pelayanan keperawatan

7. Asuhan keperawatan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara mempunyai peran sentral dalam pemgembangan misi

keperawatan terhadap klien dengan masalah kejiwaan di Sumatera

Utara

e. Ketenagaan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada bulan Juli,

ketenagaan di Runag Sipiso-Piso RSJD Provsu Medan antara lain : jumlah

tenaga keperawatan ada 6 orang dengan latar pendidikan 3 orang S1

Keperawatan dan 3 orang D3 Keperawatan serta 1 orang Sarjana

Kesehatan Masyarakat. Proses rekrutmen tenaga kesehatan melalui seleksi

CPNS dan dilakukan masa orientasi selama satu bulan. Evaluasi tenaga

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

kerja dilakukan satu tahun sekali. Pengembangan untuk tenaga kerja

disediakan dari rumah sakit tanpa kriteria khusus.

b. Indikator Mutu

Adapun perhitungan indikator mutu yang dilakukan di Ruang

Sipiso-Piso RSJD Provsu Medan yaitu pengukuran Bed Occupancy Rate

(BOR) . Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan mahasiswa melalui

kuisioner dan wawancara pada bulan Juli 2014 adalah.

Tabel 1. Perhitungan Indikator Mutu Ruang Sipiso-Piso RSJDProvsu Medan

No Aspek yang dinilai Nilai (%)1 BOR 87,52 Angka lari 03 Angka scabies 04 Angka pengekangan 4,85 Angka cedera 0

c. Survei Masalah Keperawatan

Berdasrkan hasil pengkajian mahasiswa melalui observasi dan pengecekan

status pasien pada bulan Juli 2014 diperoleh masalah keperawatan di Ruang

Sipiso-Piso RSJD Provsu Medan dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 2. Survei Masalah Keperawatan Ruang Sipiso-Piso RSJD Provsu

Medan

No Aspek yag dinilai Jumlah (%)1 Isolasi sosial 192 Halusinasi pendengaran 33,33 Harga diri rendah 14,34 Perilaku kekerasan 9,65 Waham 196 Kurang perawatan diri 4,8

7 Resiko bunuh diri 0

d. Evaluasi Kinerja Perawat (Self Evaluation)

Kinerja perawat di ruang MPKP dapat dinilai, salah satunya dengan

menggunakan kuisione self evaluation yang diberikan kepada kepala ruangan,

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Emang beneran bunyi di NANDA kayak giini?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

ketua tim, dan perawat pelaksana. Adapun kriteria kelulusan perawat

berdasarkan jumlah nilai yang dihasilkan perawat dari kuisioner tersebut. Jika

nilai perawat ≥75 maka dinyatakan lulus. Dibawah ini dipaparkan hasil dari

kuisioner self evaluation:

Tabel 3. Self Evaluation Kinerja Perawat Ruang Sipiso-Piso RSJD Provsu Medan

Jabatan Nilai (%) KeteranganKepala ruangan 88 Lulus Ketua Tim I 84 LulusKetua Tim II 84,5 LulusPerawat pelaksana I 35,5 Tidak LulusPerawat pelaksana II 39,5 Tidak LulusPerawat Pelaksana III 50 Tidak LulusPerawat Pelaksana IV 40,5 Tidak Lulus

Berdasarkan hasil observasi selama pengkajian, kinerja perawat cukup

baik, namun masih ada yang mengacu pada metode fungsional, padahal dalam

MPKP yang digunakan diruangan berupa metode tim.

2. Analisa SWOT

a. Kekuatan (Strenght)

1. Adanyan visi, misi, motto, dan falsafah bidang keperawatan di Ruang

Sipiso-Piso

2. Adanya rencana tahunan kepala ruangan

3. Adanya struktur organisasi dan pemggunaan metode penugasan tim

4. Adanya daftar dinas perawat di ruangan

5. Adanya uraian tugas yang jelas antara kepala ruangan, ketua tim, dan

perawat pelaksana

6. Adanya buku rawatan yang berisikan informasi tentang kondisi pasien

7. Kepala ruangan mendelegasikan tugas kepada ketua tim jika berhalangan

hadir

8. Perawat yang bekerja di ruangan melalui proses rekruitmen dan sesuai

kriteria yang ditetapkan oleh RSJD Provsu Medan

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

9. Adanya rapat antara tenaga kesehatan yang dilakukan satu bulan sekali

10. Adanya rapat bulanan antara tim keperawatan

11. Adanya program orientasi perawat baru

12. Adanya penilaian indikator mutu berdasarkan BOR

13. Adanya supervisi terhadap status pasien oleh kepala ruangan setiap harinya

dan kepala bidang keperawatan setiap minggu I dan III atau minggu II dan

IV.

b. Kelemahan (Weakness)

1. Belum optimalnya supervisi terhadap perawat pelaksana

2. Kurang optimalnya perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada

keluarga pasien

3. Operan lebih sering melalui buku catatan tanpa tatap muka dengan pasien dan

perawat saat pergantian shift

4. Tidak adanya kebijakan reward dan denda bagi perawat

5. Belum optimalnya penerapan MPKP di ruangan Cempaka, dikarenakan

kekurangan ketenagaan

6. Belum optimalnya survei kepuasan pasien dan keluarga pasien

7. Belum adanya pelatihan MPKP bagi perawat di ruang Sipiso-Piso RSJD

Provsu Medan

8. Tidak adanya pemeriksaan tanda-tanda vital pasien di ruang Sipiso-Piso

setiap hari

c. Kesempatan (Opportunity)

Adanya mahasiswa dari institusi-institusi kesehatan yang dinas di RSJD

Provsu Medan

d. Ancaman (Threatened)

1. Adanya rumah sakit swasta memberikan pelayanan kesehatan yang

mungkin lebih baik

2. Adanya tuntutan masyarakat yang lebih untuk mendapatkan pelayanan

yang profesional

3. Rumusan Masalah

Gambaran hasil analisa situasi Ruang Sipiso-Piso RSJD Propsu Medan adalah

a. Pilar I (Management Approach)

1. Planning (Perencanaan)

Adanya rencana kerja harian di ruangan tetapi formatnya belum ada.

Standar Asuhan Keperawatan (SAK) di ruangan sudah ada, tetapi masih harus

direvisi sesuai diagnosa keperawatan pasien di ruangan. Berdasarkan hasil

kuisioner yang diberikan kepada kepala ruangan diperoleh bahwa kepala

ruangan selalu membuat rencana kerja harian, bulanan, dan tahunan.

Sedangkan untuk ketua tim diperoleh bahwa ketua tim sering membuat

rencana kerja harian dan bulanan. Sedangkan untuk perawat pelaksana

diperoleh 75% perawat pelaksana membuat rencana kerja harian.

Tindak Lanjut: Membuat format kerja harian

2. Organization (Pengorganisasian)

Perawat memiliki uraian tugas dan jadwal dinas yang dibuat berdasarkan

tim dengan proporsi jumlah perawat dinas pagi lebih besar dari dinas sore dan

malam. Perawat pagi biasanya 4 orang yaitu kepala ruangan, ketua tim, dan 2

perawat pelaksana. Sedangkan dinas sore satu perawat pelaksana dan dinas

malam satu perawat pelaksana serta satu perawat libur.

Belum tersedianya daftar nama pasien dan perawat yang bertanggung jawab.

Tindak lanjut: Menganjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk membuat

daftar nama pasien dan perawat yang bertanggung jawab.

3. Pengarahan

Belum optimalnya sistem operan antar shift. Operan biasanya melalui

buku rawatan. Berdasarkan hasil observasi diperoleh bahwa pre dan post

conference jarang dilakukan. Tindak lanjut : Mensosialisasikan dan

melakukan role play pelaksanaan pergantian shift dan menganjurkan kepala

ruangan dan ketua tim untuk melaksanaka pre dan post conference

4. Pengawasan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diperoleh bahwa penilaian

idikator mutu BOR 87,5%. Sedangkan indikator TOI tidak ada. Tindak lanjut:

Menganjurkan kepala ruangan untuk mengukur indikator mutu pelayanan

selain BOR seperti TOI dan AVLOS. Kuisioner kepuasan terhadap keluarga

pasien perlu dibuat untuk menilai asuhan keperawatan yang diberikan kepada

pasien.

b. Pilar II (Compensatory Reward)

Berdasarkan hasil wawancara diperoleh bahwa tidak adanya reward bagi

perawat teladan dan denda bagi perawat yang terlambat ataupun tidak hadir tanpa

keterangan. Tindak lanjut: Menganjurkan kepada kepala ruangan untuk

menetapkan sistem reward dan denda di ruangan.

c. Pilar III (Proffesional Relationship)

Adanya case coference namun tidak ada waktu khusus untuk

melaksanakannya. Tindak lanjut : Menganjurkan kepala ruangan untuk membuat

jadwal untuk case conference agar dapat terlaksana secara rutin dan terjadwal.

d. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) jarang dilakukan oleh tim keperwatan di

Ruang Sipiso-Piso dan biasanya hanya dilakukan oleh mahasiswa yang dinas di

ruangan tersebut. Pengukuran tanda-tanda vital jarang dilakukan dan tidak ada

poster tentang gangguan jiwa di dalam ruangan. Selain itu, kurang optimalnya

pemberian pendidikan kesehatan kepada keluarga pasien.

Tindak lanjut: Membuat format TAK, melasanakan TAK sesuai dengan kasus,

menganjurkan perawat untuk menyusun jadwal perawat yang bertanggung jawab

dalam kegaiatan TAK serta membuat media seperti leaflet, sesuai diagnosa pasien

untuk keluarga pasien. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital setiap hari dan

membuat poster sesuai dengan diagnosa terbanyak di ruangan.

BENQ SAYA, 08/05/14,
Diagnosa terbanayak hanya bisa dibuat setelah ada hasil riset. Tolong masukkan hasil riset disini. Sebagai akademisi, kita gak boleh nyablak. Sama aja kayak dukun kalau bicara tak punya literature
BENQ SAYA, 08/05/14,
Rujuk ke referensi yang benar kalau memang ada
BENQ SAYA, 08/05/14,
Analisa NIC yang sebenarnya sudah dilakukan perawat, jangn hanya berorientasi pada TAK dan SP. Itulah gunanya kalian disitu, menganalisis dan menawarkan solusi yang evidence based. Saya saja tak akan mau disuruh menjalankan intervensi yang tak jelas referensinya, jadi kenapa perawat yang disalahkan?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Panjangkan dlu baru disingkatkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
Panjangkan dlu baru disingkatkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
Panjangkan dlu baru disingkatkan

4. Rencana Penyelesaian Masalah

a. Pilar I (Management Approach)

1) Sosialisasi penggunaan format kerja harian

2) Sosialisasi pelaksanaan pergantian shift

3) Anjurkan kepala ruangan dan ketua tim untuk membuat daftar nama

pasien dan perawat yang bertanggung jawab

4) Anjurkan untuk membuat kuisioner kepuasan terhadap keluarga pasien

perlu dibuat untuk menilai asuhan keperawatan yang diberikan kepada

pasien.

b. Pilar II (Compensatory Reward)

Anjurkan kepala ruangan untuk menetapkan sistem reward dan denda bagi

perawat di ruangan.

c. Pilar III (Proffesional Relationship)

Anjurkan kepala ruangan untuk membuat jadwal untuk case conference

agar dapat terlaksana secara rutin dan terjadwal

d. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Buat format TAK, melasanakan TAK sesuai dengan kasus, menganjurkan

perawat untuk menyusun jadwal perawat yang bertanggung jawab dalam

kegaiatan TAK serta membuat media seperti leaflet sesuai diagnosa pasien

untuk keluarga pasien. Melakukan pengukuran tanda-tanda vital setiap hari

dan membuat poster sesuai dengan diagnosa terbanyak di ruangan.

5. Implementasi

Setelah diadakan presentasi hasil pengkajian, disepakati prioritas masalah dan

rencana penyelesaian masalah, mahasiswa PBLK melakukan implementasi

kegiatan. Implementasi yang dilakukan mulai tanggal 7-19 Juli 2014 di ruang

Sipiso-piso RSJD Provsu Medan. Adapun implementasi yang dilakukan

mahasiswa PBLK yaitu menggunakan 4 pilar manajemen MPKP, sebagai berikut:

a. Pilar I (Management Aproach)

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Diagnosa apa? Mediskah?

Dari segi pegelolaan pelayanan keperawatan, mahasiswa melakukan

sosialisasi kembali tentang format rencana kerja perawat baik harian, mingguan,

bulanan, untuk kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana. Kegiatan

sosialisasi ini dilaksanakan tanggal 11 Juli 2014. Selain itu mahasiswa melakukan

role play dari tanggal 14-19 Juli 2014 sebagai kepala ruangan, ketua tim, dan

perawat pelaksana yang kemudian membuat daftar nama pasien dan perawat yang

bertanggung jawab (dapat dilihat di lampiran).

Dengan adanya kegiatan ini diharapkan dapat merefresh ulang pengetahuan

perawat serta memotivasi perawat untuk menjadi perawat profesional sebagai

manager untuk pelayanan keperawatan yang lebih baik.

b. Pilar II (Compensatory Reward)

Pada pilar kedua, mahasiswa hanya dapat memberikan saran kepada kepala

ruangan untuk mengusulkan diadakannya pelatihan manajemen MPKP dan

asuhan keperawatan terkait keperawatan jiwa bagi perawat di ruangan dan

menetapkan sistem reward dan denda bagi perawat di ruangan.

c. Pilar III (Profesional Relationship)

Pada pilar ketiga ini, mahasiswa hanya dapat memberikan saran kepada

kepala ruangan untuk membuat jadwal untuk case conference agar dapat

terlaksana secara rutin dan terjadwal.

d. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Pada pilar keempat, mahasiswa PBLK melakukan Terapi Aktivitas Kelompok

(TAK) di Sipiso-piso berdasarkan diagnosa terbanyak, yaitu untuk halusinasi

pendengaran, dan isolasi sosial. Kegiatan TAK ini dilakukan 4 kali pada tanggal

11, 14, 17, dan 19 Juli 2014. Berdasarkan kesepakatan, mahasiswa juga membuat

poster tentang halusinasi pendengaran dan isolasi sosial di ruangan Sipiso-piso

pada tanggal 26 Juli 2014.

6. Evaluasi

Waktu pelaksanaan PBLK di ruang Sipiso-piso RSJD Provsu Medan

dilaksanakan lebih kurang 4 minggu. Berdasarkan hasil kesepakatan dengan

BENQ SAYA, 08/05/14,
Bunyi NANDA?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

perawat ruang Cempaka, maka terdapat 5 kegiatan dari 3 pilar MPKP, yaitu

management approach, professional relationship, dan patient care delivery.

Kegiatan lain yang dilakukan oleh mahasiswa PBLK secara individu adalah

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan kasus yang

menjadi kelolaan.

Berdasarkan hasil dari penyelesaian masalah yang dilakukan di ruang Sipiso-

piso dengan menggunakan pendekatan MPKP dapat dievaluasi sebagai berikut:

a. Pilar I (Management Approach)

Selama proses implementasi dapat dianalisa bahwa kegiatan penerapan

pembuatan rencana kerja harian belum optimal pelaksanaannya. Sehingga perlu

ditetapkan pembuatan rencana harian sebagai suatu penilaian kinerja perawat.

Selain itu, pelaksanaan pre/post conference juga masih belum efektif dilakukan,

namun karena adanya buku rawatan pada tiap ruangan, dapat membantu perawat

pada shift berikutnya. Sehingga diharapkan perlu adanya supervisi terhadap

kegiatan pre/post conference untuk setiap shift, minimal setiap pergantian shift

pagi.

b. Pilar II (Compensatory Reward)

Hasil observasi menunjukkan bahwa penilaian kinerja dan pengembangan staf

belum optimal dilakukan oleh kepala ruangan, namun setiap harinya kepala

ruangan melakukan supervisi terhadap dokumentasi asuhan keperawatan yang

dilakukan. Selain itu, untuk daftar perawat yang bertanggung jawab atas tiap

pasien belum terlaksana secara optimal.

c. Pilar III (Professional Relationship)

Hasil observasi selama implemenntasi menunjukkan bahwa case conference

belum berjalan dengan optimal padahal kegiatan ini merupakan sarana yang tepat

untuk membagi dan menambah pengetahuan.

d. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Pemberian asuhan keperawatan di ruang Sipiso-piso diarahkan berfokus

kepada tindakan keperawatan tanpa mengabaikan tindakan kolaborasi. Metode

penugasan yang digunakan di ruang Sipiso-piso yaitu metode tim, tetapi masih

sebagian menggunakan metode fungsional. Hal ini menyebabkan biasanya

perawat berinteraksi dengan klien hanya jika ada tindakan tertentu yang ingin

dilakukan misalnya menyuntik, mengukur tanda-tanda vital, atau memberi obat.

Hal paling nyata yang berdampak pada pasien yaitu kurang optimalnya asuhan

keperawatan yang diberikan perawat.. Strategi pertemuan dan terapi aktivitas

kelompok juga belum terlaksana secara optimal. Sehingga, pada implementasi

mahasiswa PBLK membuat TAK khususnya bagi pasien dengan diagnosa

terbanyak yaitu halusinasi pendengaran dan isolasi sosial. Berdasarkan hasil

observasi dan wawancara, pasien tampak lebih bersemangat dan memahami

masalah kesehatan jiwa yang sedang dihadapinya dan berusaha untuk

mengatasinya.

3. Pembahasan

Berdasarkan hasil dari penyelesaian masalah yang dilakukan di ruang

Cempaka dengan menggunakan pendekatan MPKP dapat dibahas sebagai berikut:

a. Pilar I (Management Aproach)

Pada pilar I MPKP, mahasiswa PBLK membuat rencana kerja harian

yang dilakukan sebagai suatu penilaian kinerja perawat di ruang Sipiso-

piso, selain itu dilakukan penyegaran (sosialisasi ulang) tentang cara

pembuatan rencana harian yang efektif, yang mengacu pada kegiatan

keperawatan berdasarkan masalah keperawatan tiap pasien. Hal ini sesuai

dengan fungsi manajemen yaitu perencanaan. Perencanaan adalah

memutuskan seberapa luas akan dilakukan, bagaimana melakukan dan

siapa yang melakukan (Swanburg, 2000), sedangkan rencana kerja harian

merupakan salah satu perencanaan seorang perawat, seperti yang

dikatakan oleh Keliat & Akemat (2009) bahwa rencana harian adalah

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya

BENQ SAYA, 08/05/14,
Kok bisa? How?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Kenapa belum terlaksana. Paparkan analisa kamu berdasarkan evidence based

masing-masing, yang dibuat pada setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan

dengan peran dan fungsi perawat.

b. Pilar III (Professional relationship)

Mahasiswa melakukan kegiatan sosialisasi case conference kasus

kelolaan dan tindak lanjut dari kegiatan ini adalah penjadwalan secara

rutin. Kegiatan case conference merupakan salah satu kegiatan yang

mendukung pendekatan MPKP, selain rapat perawat ruangan, rapat tim

kesehatan dan visite dokter. Menurut Keliat & Akemat (2009), konferensi

kasus adalah diskusi kelompok tentang kasus asuhan keperawatan

klien/keluarga yang dilakukan dua kali perbulan dan kasusnya bergantian

antar tim yaitu dengan topik kasus pasien baru, kasus pasien yang tidak

ada perkembangan, kasus pasien pulang, kasus pasien yang meninggal,

dan kasus pasien dengan masalah yang jarang ditemukan.

c. Pilar IV (Patient Care Delivery)

Pada pilar IV, mahasiswa PBLK melakukan asuhan keperawatan pada

pasien kelolaan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang dialami.

Asuhan keperawatan merupakan suatu pendekatan penyelesaian

masahalah yang sistematis dimulai dari pengkajian, diagnosa, rencana

tindakan, implementasi dan evaluasi keperawatan (Craven & Hirnle dalam

Keliat & Akemat, 2009). Intervensi dan implementasi keperawatan yang

dilakukan berdasarkan strategi pertemuan keperawatan jiwa yang sesuai

dengan diagnosa yang dialami pasien kelolaan.

Selain itu, mahasiswa juga melaksanakan kegiatan TAK (Terapi

Aktivitas Kelompok) sebanyak 2 kali. TAK adalah salah satu tindakan

tambahan keperawatan untuk pasien gangguan jiwa. TAK bertujuan untuk

mengembangkan stimulasi kognitif, sensoris, orientasi realitas, dan

sosialisasi.

Selain itu, mahasiswa juga membuat poster tentang halusinasi

pendengaran dan isolasi sosial untuk menambah poster edukasi di ruangan

Sipiso-piso. Poster merupakan salah satu sarana pendidikan kesehatan.

BENQ SAYA, 08/05/14,
Referensi yang evidence based, or textbook or riset artikel internasional nya mana?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Cari riset artikelnya. Ingat internasional, bukan local!
BENQ SAYA, 08/05/14,
Tahun berapa?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Cari literature lain

Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan keperawatan

(Nurhidayah, 2010).

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGELOLAAN ASUHAN

KEPERAWATAN

Konsep Dasar

1. Skizofrenia

3.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi,

pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan

intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat

berkembang kemudian (Sadock, 2003).

Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya dibagi dalam tiga kategori yaitu

gejala positif termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif); gejala

negatif ini dimaksudkan karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi

normal seseorang, termasuk kurang atau tidak mampu

menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurang dorongan

untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan

kurangnya kemampuan bicara (alogia); serta gejala disorganisasi, baik dari

perilaku aneh (Bizzare) dan ganguan pembicaraan (Wiramihardja,2005).

3.2 Tipe Skizofrenia

Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of

Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation,

1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994) dan

DSM-IV-TR (American Psychiatric Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe

skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang

dominan yaitu (Davison, 2006) :

a. Tipe paranoid

Criteria diagnostik menurut PPDGJ-III Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan Halusinasi dan waham harus menonjol

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

1. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau member perintah

atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal dan bunyi pluit,

mendengung, atau bunyi tawa

2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual atau

lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang

menonjol

3. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

atau passivity, dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,

adalah yang paling khas

4. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala

katatonik secara relative tidak nyata dan tidak menonjol

Criteria diagnostic menurut DSM-IV1. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang

menonjol

2. Tidak ada yang berikut ini yang menonjol : bicara terdisorganisasi atau

katatonik, atau afek yang datar atau tidak sesuai

b. Tipe hebefrenik

Criteria diagnostic menurut PPDGJ – III1. Memenuhi criteria umum diagnosis skizofrenia

2. Diagnosis hebefrenia pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau

dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)

3. Kepribadian premorbid menunjukkan cirri khas pemalu dan senang

menyendiri namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis

4. Diagnosis hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan

yang kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa

gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

5. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta

manersm ; ada kecendrungan untuk slalu menyendiri dan perilaku

menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan

6. Afek pasien dangkal dan tidak wajar, sering disertai cekikikan atau

perasaan puas diri, senyum sendiri, atau oleh sikap tinggi hati, tertawa

menyeringai, mannerism, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan

hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang

7. Proses fikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan yang tak menentu

serta inkoheren

8. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses fikir

umumnya menonjol

c. Tipe katatonik

Criteria diagnostic menurut PPDGJ-III1. Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia

2. Satu atau lebih perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya

: Stupor, Gaduh/gelisah, Menampilkan posisi tubuh tertentu, Negativism,

Rigiditas, Fleksibilitas serea, Gejala-gejala lain seperti command

automatism

3. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari

gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai

diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain

Criteria diagnostic menurut DSM-IV1. Imobilitas motorik seperti yang ditunjukkan katalepsi atau stupor

2. Aktivitas motorik yang berlebihan

3. Negativism yang ekstrem atau mutisme

4. Gerakan volunteer yang aneh seperti yang ditunjukkan oleh posturing,

gerakan stereotipik, mannerism yang menonjol atau seringai yang

menonjol

5. Ekolalia dan ekopraksia

d. Tipe tidak tergolongkan

Criteria diagnostic menurut PPDGJ-III1. Memenuhi criteria umum untuk diagnosis skizofrenia

2. Tidak memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,

atau katatonik

3. Tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-

skizofrenia

Criteria diagnostic menurut DSM-IV1. Suatu tipe skizofrenia dimana ditemukan gejala yang memenuhi criteria A,

tetapi tidak memenuhi criteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi, atau

katatonik

e. Skizofrenia residual

Criteria diagnostic menurut PPDGJ-III1. Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan persyaratan berikut ini harus

terpenuhi semua :

2. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol

3. Sedikitnya ada riwayat satu episodic psikotik yang jelas dimasa lampau

yang memenuhi criteria untuk diagnosis skizofrenia

4. Sedikitnya sudah melampui kurun waktu satu tahun diman a intensitas dan

frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang dan timbul sindrom negative

5. Tidak terdapat demensia atau penyakit gangguan otak organic lain

Criteria diagnostik menurut DSM-IV1. Tidak adanya waham, halusinasi, bicara terdisorganisasi, dan perilaku

katatonik terdisorganisasi atau katatonik yang menonjol

2. Terdapat terus bukti-bukti gangguan

f. Skizofrenia simpleks

Criteria diagnostic menurut PPDGJ-III1. Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secar meyakinkan karena

tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan

progresif dari :

2. Gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului

riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik

3. Disertai dengan perubahan prilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi

sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa

tujuan hidup dan penarikan diri secara sosial

4. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtype

lainnya

BENQ SAYA, 08/05/14,
Komentar saya untuk bagian ini sama seperti hasil review saya pada Martha karena punya kalian di bagian ini MIRIP!

3.3. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab

Skizofrenia, yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik dan faktor

biokimia), pendekatan psikodinamik, pendekatan teori belajar. (Kaplan (4))

3.3.1 Pendekatan Biologis

a. Faktor Genetik

Seperti halnya psikosis lain, skizofrenia nampaknya cenderung

berkembang lewat keluarga.penelitian terhadap munculnya skizofrenia dalam

keluarga biasanya diadalakan dengan mengamati penderita skizofrenia yang

ada di RSJ dan kemudian meneliti tentang perkembangan kesehatannya serta

mencari keterangan dari berbagai pihak untuk menentukan bagaimana

skizofrenia dan psikosis lainnya muncul diantara keluarga penderita. Dari

penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa resiko timbulnya psikosis,

termasuk skizofrenia sekitar empat kali lebih besar pada hubungan dengan

masyarakat pada umumnya. Semakin dekat hubungan genetis antara penderita

skizofrenia dan anggota keluargannya, semakin besar kemungkinan untuk

terkena skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan terkena

skizofrenia dapat ditularkan secara genetis akan tetapi juga melalui

pengalaman sehari-hari.

Faktor keturunan (genetik) juga menentukan timbulnya skizofrenia.Hal

ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita

skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi

saudara tiri ialah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7–15%; bagi anak dengan

salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7–16%; bila kedua orangtua

menderita skizofrenia 40–68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2-15%;

bagi kembar satu telur (monozigot) 61–86%. Skizofrenia melibatkan lebih dari

satu gen, sebuah fenomena yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia

yang paling sering kita lihat mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang

berlokasi di tempat-tempat yang berbeda diseluruh kromosom. Ini juga

mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat keparahan pada orang-orang

yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai berat) dan mengapa risiko

untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan semakin banyaknya

jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini (Durand & Barlow,

2007).

b. Neuropatologis

Sekitar 20-30% penderita skizofrenia mengalami beberapa bentuk

kerusakan otak. Penelitian dengan CAT (Computere Axial Tomography) dan

MRI (Magnetic resonance Imagins) memperlihatkan bahwa sebagian

penderita skizofrenia memeiliki ventrikel serebral (yaitu ruangan yang berisi

cairan serebrospinal) yang jauh lebih besar dari normal, jaringan otak pasti

lebih kecil dari normal. Pembesaran ventrikel berarti terdapat proses

memburuknya atau berhentinya pertumbuhan jaringan otak. Beberapa

penelitian memperlihatkan bahwa lobus frontalis, dan hipotalamus yang lebih

kecil pada penderita skizofrenia. Penelitian dengan PET (Positron Emission

Topography) yaitu pengamatan terhadap metabolism glukosa pada saat

seseorang sedang mengerjakan tes psikologi, pada penderita skizofrenia

memeprlihatkan tingkat metabolism yang rendah pada lobus frontalis.

Kelainan syaraf ini dapat pula dijelaskan sebagai akibat dari infeksi

yang disebabkan oleh virus yang masuk otak. Infeksi ini dapat terjadi selama

perkembangan janin. Akan tetapi, jika kerusakan otak terjadi pada masa awal

perkembangan seseorang, pertanyaan yang muncul adalah mengapa psikosis

ini baru muncul pada masa dewasa. Luka pada bagian otak saling

mempenagruhi dengan proses perkembangan otak normal. Lobus frontalis

merupakan struktur otak yang terlambat matang. Khususnya apa usia dewasa.

Dengan demikian, luka pada daerah tersebut belum berpengaruh pada masa

awal sampai lobus frontalis mulai berperan dalam perilaku.

Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak

yang disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan

neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan

bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang

berlebihan di bagian-bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang

abnormal terhadap dopamine.Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas

dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa

neurotransmitter lain seperti serotonin dan norepinephrine tampaknya juga

memainkan peranan (Durand, 2007).

Neurotransmitter lainnya :

1. Serotonin

Aktivitas serotonin telah berperan dalam perilaku bunuh diri dan impulsive

yang juga dapat ditemukan pada pasien skizofrenik

2. Norepinefrin

System noradrenergic memodulasi system dopaminergic dengan cara tertentu

sehingga kelainan system noradrenergic predisposisi pasien untuk relaps

3. Asam amino

Neurotransmitter asam amino inhibitor gamma-aminobutiric acid (GABA)

mengalami penurunan dihipokampus yang menyebabkan hiperaktivitas neuron

dopaminergik dan noradrenergic

c. Psikoneuroendokrinologi

Beberapa data menunjukan data penurunan konsentrasi luteinzing hormone-

foliccle stimulating hormone (LH/FSH) , kemungkinan dihubungkan dengan

onset usia dan lamanya penyakit.

3.3.2 Pendekatan Psikososial

Perkembangan kepribadian individu menurut Freud (Kozier, 2010) akan

sangat ditentukan oleh perkembangan psikososial di masa kanak-kanaknya.

Apabila anak terus-menerus mengalami frustasi, mendapatkan cinta kasih, atau

sebaliknya terlalu dimanjakan secara berlebihan, ia akan mengalami keberhentian

dan kerugian dalam perkembangan kepribadiaannya, yang disebut dengan proses

fiksasi. Anak akan mengembangkan bermacam-macam sikap yang immature atau

tidak matang dan tingkah laku yang abnormal. Pola kepribadian yang demikian

tidak jarang terus berlarut-larut dan dapat menjadi predisposisi terjadinya

gangguan abnormalitas perilaku dimasa berikutnya.

Pada skizofrenia, pola kepribadian immature yang berkaitan dengan

impuls seksual dan agresi merupakan predisposisi untuk menimbulkan gangguan

tersebut. Berkembangnya gangguan skizofrenia lebih lanjut biasanya diawali oleh

apa yang disebut sebagai peristiwa pencetus.

3.3.3 Pendekatan Teori Belajar

Para ahli teori belajar, seperti Ullmann dan Krasner menerangkan tingkah

laku skizofrenia sebagai hasil proses belajar lewat pengorganisasian dan

pengamatan. Seseorang belajar untuk ‘menampakkan’ tingkah laku skizofrenia

bila tingkah laku demikian lebih memungkinkan untuk diperkuat daripada tingkah

laku normal. Teori ini menekankan nilai penguatan stimulus sosial. Skizofrenia

mungkin timbul oleh karena lingkungan tidak memberikan penguatan akibat pola

keluarga yang terganggu atau pengaruh lingkungan lainnya sehingga seseorang

tidak pernah belajar merespon stimulus sosial secara normal.bersamaan dengan

itu, mereka akan semakin menyesuaikan diri dengan stimulus pribadi atau

idiosinkratis. Selanjutnya, orang-orang akan melihat bahwa sebagai orang aneh

sehingga mengalami penolakan sosial dan pengasingan yang akan semakin

bertahan karena tidak ada penguatan dari orang lain berupa perhatian dan simpati.

3.4 Faktor-faktor yang Berpengaruh

a. Umur dan Jenis Kelamin

Skizofrenia mempunyai prevalensi yang hampir sama pada pria dan

wanita.tetapi kedua jenis kelamin ini menunjukkan perbedaan permulaan dan

perjalanan penyakitnya. Laki-laki mempunyai permulaan skizofrenia yang

lebih cepat daripada wanita. Lebih separuh penderita skizofrenia adalah laki-

laki. Umur puncak untuk terjadinya skizofrenia pada laki-laki antara 15 – 25

tahun, sedang pada wanita 25 -35 tahun. Onset skizofrenia, sebelum umur 10

dan sesudah umur 50 tahun adalah jarang terjadi. Lebih kurang dari 90 %

pasien skizofrenia yang dirawat dalam RSJ adalah antara usia 15 – 55 tahun.

b. Status Perkawinan

Dalam beberapa penelitian didapat bahwa status perkawinan mempunyai

hubungan dengan resiko terjadinya penyakit skizofrenia. Resiko skizofrenia

lebih tinggi pada orang yang belum menikah, perbandingannya dengan yang

sudah kawin adalah 7,2 : 2,6. Wanita yang lebih cepat menikah dari laki-laki

mempunyai onset lebih lambat untuk terkena skizofrenia.

c. Faktor Budaya dan Sosial Ekonomi

Lebih banyak penderita skizofrenia menduduki kelas sosial rendah. Penelitian

yang dilakukan di China periode tahun 1961 – 1963 didapat masyarakat yang

sosial ekonominya rendah pervalensi penderitaa skizofrenia 2,1 per 1000

penduduk sedangkan yang sosial ekonominya tinggi pervalensi 0,8 per 1000

penduduk.

d. Stres

Telah lamadiduga bahwa stress mempunyai hubungan penting dalam onset

skizofrenia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Birley pada tahun

1968 ditemukan bahwa ada hubungan stress dengan meningkatnya onset

skizofrenia.

e. Psikososial

Stressor psikosoisal adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang itu terpaksa

mengadakan penyesuaian diri (adaptasi) untuk menanggulangi stressor

(tekanan mental) yang timbul. Namun tidak semua orang mampu melakukan

adaptasi dan mampu menanggulangi sehingga timbullah keluhan-keluhan

kejiawaan, antara lain berbagai jenais gangguan jiwa yang salah satunnya

adalah skizofrenia.

Pada umumnya jenis stressor psikososial yang dimaksud dapat digolongan

sebagai berikut :

1. Perkawinan

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stress yang dialami

seseorang, misalnya pertengkaran,perpisahan, perceraian, kematian salah

satu pasangan, ketidaksetiaan dan lain sebagainya.

2. Problem Orang tua

Permasalahan yang dihadapi orang tua, misalnya tidak punya anak,

kebanyakan anak, kenakalan anak, anak sakit dan hubungan yang tidak

baik antara mertua, ipar, besan dan sebagainya.permasalahan tersebut di

atas bila tidak dapat diatasi oleh yang bersangkutan dapat merupakan

sumber stress yang pada gilitannya seseorang dapat jatuh sakit.

3. Hubungan interpersonal (antar pribadi)

Gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat yang

mengalami konflik atau konflik kekasih, konflik dengan rekan sekerja,

konflik antara atasan dan bawahan dan lain sebagainya.

4. Pekerjaan

Masalah pekerjaan dapat merupakan sumber stress pada diri seseorang

yang bila tidak dapat diatasi yang bersangkutan dapat jatuh sakit.

5. Lingkungan Hidup

Faktor lingkungan hidup tidak hanya dilihat dari lingkungan itu bebas

polusi, sampah dan lian sejenisnya tetapi terutama kondisi lingkungan

sosial dimana seseorang itu hidup.beberapa contoh masalah lingkungan

hidup yang dpaat menjadi stressor pada diri seseorang antara lain maslah

perumahan, pindah tempat tinggal, penggusuran, hidup dalam lingkungan

rawan (kriminalitas) dan lain sebagainya. Rasa aman dan tidak terlindungi

membuat jiwa seseorang tercekam sehingga mengganggu ketenagaan dan

ketentraman hidup yang lama kelamaan daya tahan seseorang menurun

sehingga jatuh sakit.

6. Keuangan

Masalah keuangan (kondisi sosial ekonomu) yang tidak sehat, misalnya

pendapatan jauh lebih rendah dari pengeluaran, terlibat hutang,

kebangkrutan usaha, soal warisan dan lain sebagainya.

7. Hukum

Keterlibatan seseorang dalam masalah hukum dapat merupakan sumber

stree pula, misalnya masalah tuntutan hukum, pengadilan, penjara dan lain

sebagainya.

8. Perkembangan

Yang dimaksud dengan masalah perkembangan di sini adalah masalah

perkembangan baik fisik maupun mental seseorang, misalnya masa

remaja, masa dewasa, menopause, usia lanjut dan lain sebagainya. Kondisi

setiap perubahan fase-fase perkembangan tersebut di atas tidak selamanya

dapat mdilampaui dengan baik, ada sementara orang yang tidak mampu

sehingga jatuh sakit karenanya.

9. Penyakit fisik atau cedera

Sumber stress yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang

antara lain penyakit (terutama penyakit kronis), jantung, kanker,

kecelakaan, operasi, aborsi dan lain-lain.

10. Faktor keluarga

Yang dimaksud di sini juga dapat menimbulkan gangguan kejiawaan

(stree pasca trauma) adalah antara lain bencana alam, huru hara,

peperangan, kebakaran, perkosaan, kehamilan di luar nikah, aborsi dan

lain sebagainya.

3.5 Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap

individu.Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi

beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan

keadaan residual (Buchanan, 2005).Pola gejala premorbid merupakan tanda

pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara

retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir

atau permulaan masa dewasa akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal

yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala

prodromal skizofrenia dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau

depresi.Penelitian retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan

bahwa sebagian penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri

punggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2003).

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara

klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku.Penilaian

pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk

sampai tidak ada.Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala

klinis skizofrenia.Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu

nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku

aneh (Buchanan, 2005).

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
idem

3.6 Gejala Klinis Skizofrenia2.5.1 Gejala positif skizofrenia

Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah

sebagai berikut :

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakina yang tidak rasional (tidak

masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakina

itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan

(stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-

bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber suara atau bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.

Misalnya pembicaraanya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur

pikirannya.

d. Gelisah, gaduh, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira dengan berlebihan.

e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa besar mampu, serta hebat dan

sejenisnya.

f. Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman

terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

2.5.2. Gejala negatif skizofrenia :

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah

sebagi berikut :

a. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini

dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau

kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara dan pendiam.

d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir abstrak

f. Pola pikir stereotip.

g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada

inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton, serta

tidak ingin apa-apa dan serba malas (Hawari, 2006).

3.7 Penatalaksanaan1. Farmakoterapi

Farmakoterapi merupakan terapi utama dalam pasien skizofrenia dengan tujuan

untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa.

a. Haloperidol (Dores, Govotil, Haldol, Halonace, Lodomer, Serenace, Seradol,

Quilez, Upsikis)

Haloperidol berfungsi memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di

postsinaptik mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan

hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi

metabolisme basal, temperatur tubuh, ;kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.

Indikasi : Management of manifestasi psikosis akut dan kronis, termasuk

skizofrenia dan manik negara. Ini mungkin juga nilai dalam pengelolaan perilaku

agresif dan gelisah pada pasien dengan sindrom otak kronis dan keterbelakangan

mental dan dalam mengendalikan gejala Gilles de la Tourette’s syndrome.

Kontraindikasi : Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP

karena alkohol atau obat depresan lainnya. Hal ini juga kontraindikasi pada pasien

dengan depresi berat negara, penyakit kejang sebelumnya, lesi ganglia basal, dan

dalam sindrom Parkinson, kecuali dalam kasus dyskinesias akibat pengobatan

levodopa. Tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui sensitif terhadap

obat, atau di pikun pasien dengan Parkinson yang sudah ada gejala seperti. Anak-

anak: Keamanan dan efektivitas pada anak-anak belum ditetapkan, karena itu,

haloperidol adalah kontraindikasi pada kelompok usia ini.

Efek samping (terutama pada SSP) : Insomnia, reaksi depresif, dan

beracun negara confusional adalah efek yang lebih umum ditemui. Mengantuk,

kelesuan, pingsan dan katalepsia, kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah,

euforia, vertigo, kejang grand mal, dan eksaserbasi gejala psikotik, termasuk

halusinasi, juga telah dilaporkan.

b. CPZ (Klorpromazin)

Memblok reseptor dopaminergik di postsinaptik mesolimbik otak.

Memblok kuat efek alfa adrenergik. ;Menekan penglepasan hormon hipotalamus

dan hipofisa, menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga

mempengaruhi metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor

dandan emesis.

Indikasi : psikosis, neurosis, gangguan susuan saraf pusat yang

membutuhkan sedasi, anestesi, pre medikasi, mengontrol hipotensi, induksi

hipotermia, antiemetic, skizofrenia, gangguan skizoafektif, psikosis akut,

sindroma paranoid dan stadium mania akut.

Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap klorpromazin atau komponen

lain formulasi, reaksi hipersensitif silang antar fenotiazin mungkin terjadi, Depresi

SSP berat dan koma.

Efek Samping : Kardiovaskuler : hipotensi postural, takikardia, pusing,

perubahan interval QT tidak spesifik.;SSP : mengantuk, distonia, akathisia,

pseudoparkinsonism, diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan,

kejang.;Kulit : fotosensitivitas, dermatitis, pigmentasi (abu-abu-biru).;Metabolik

& endokrin : laktasi, amenore, ginekomastia, pembesaran payudara,

hiperglisemia, hipoglisemia, test kehamilan positif palsu. ;Saluran cerna : mual,

konstipasi xerostomia. ;Agenitourinari : retensi urin, gangguan ejakulasi,

impotensi. ;Hematologi : agranulositosis, eosinofilia, leukopenia, anemia

hemolisis, anemia aplastik, purpura trombositopenia. ;Hati : jaundice. ;Mata :

penglihatan kabur, perubahan kornea dan lentikuler, keratopati epitel, retinopati

pigmen.

c. THP

Triheksilfenidil adalah antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih

kuat daripada perifer, sehingga banyak digunakan untuk terapi penyakit

Parkinson. Senyawa ini bekerja dengan menghambat pelepasan asetil kolin

endogen dan eksogen. Efek sentral terhadap susunan saraf pusat akan merangsang

pada dosis rendah dan mendepresi pada dosis toksik.

Indikasi : penyakit Parkinson dan gangguan akibat efek ekstrapiramidal

yang disebabkan oleh obat-obatan SSP.

Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap triheksifenidil atau komponen

lain dalam sediaan, glaucoma sudut tertutup, obstruksi duodenal atau pyloric,

peptic ulcer,obstruksi saluran urin, achalasia, myasthenia gravis.

Efek Samping : Penglihatan kabur, sembelit, berkeringat bercucuran, sulit

atau nyeri buang air kecil (terutama bagi manula), pusing atau ringan ketika

bangkit dari posisi berbaring atau duduk, kantuk, keringnya mulut, hidung, atau

tenggorokan, sakit kepala, meningkatkan, sensitivitas mata terhadap cahaya,

kelemahan otot mual atau muntah, kegugupan rasa sakit pada mulut dan lidah,

sakit perut.

d. Diazepam

Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan

neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat

dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di

hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja

sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai

benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya interaksi

benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan

ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion

klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk

ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel

bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

Indikasi : Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala

yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan

untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi

sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk

kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan

sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

Kontraindikasi : Hipersensitivitas, sensitivitas silang dengan

benzodiazepin lain, pasien koma, depresi SSP yang sudah ada sebelumnya, nyeri

berat tak terkendali, glaukoma sudut sempit, kehamilan atau laktasi, diketahui

intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)

Efek Samping : pusing, mengantuk, depresi, alergi, amnesia, anemia,

angioedema, behavioral disorders, kulit merah, mual, muntah, tremors.

2. Electro Convulsion Theraphy (ECT)a. Pengertian

ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan

menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik yaitu bentuk terapi

pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan

pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall (Riyadi, 2009).

Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang

dilakukan dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang

ditempelkan di kepala penerita sehingga menimbulkan serangan kejang umum

(Mursalin, 2009).

Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik

dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada

pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya

diharapkan efek yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).

b. Indikasi

1. Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap

antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat (Stuard, 2007).

Menurut Tomb (2004) gangguan afek yang berat: pasien dengan gangguan

bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT. Pasien

dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon. ECT lebih efektif dari

antidepresan untuk pasien depresi dengan gejala psikotik. Mania juja

memberikan respon yang baik pada ECT, terutama jika litium karbonat

gagal untuk mengontrol fase akut.

2. Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima

pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuard, 2007). Menurut Tomb

(2004), pasien bunuh diri yang aktif dan tidak mungkin menunggu

antidepresan bekerja.

3. Ketika efek samping Electro Convulsive Therapy yang diantisipasi kurang

dari efek samping yang berhubungan dengan blok jantung, dan selama

kehamilan (Stuard, 2007).

4. Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited

memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotik terlebih

dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam kehidupan (delyrium

hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien psikotik akut (terutama tipe

skizoaktif) yang tidak berespons pada medikasi saja mungkin akan

membaik jika ditambahkan ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia

(kronis), ECT tidak terlalu berguna (Tomb, 2004).

c. Kontraindikasi

Tidak ada kontraindikasi yang mutlak. Pertimbangkan resiko prosedur

dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit neurologik

bukan suatu kontraindikasi

1. Resiko sangat tinggi:

a. Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem saraf

pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko

herniasi tentorium.

b. Infark miokard.: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika

terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil.

2. Resiko sedang:

a. Osteoatritis berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama

terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.

b. Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma, aritmia),

berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya

ada disana.

c. Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis,

ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2004).

d. Efek Samping ECT

a. Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1-

1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian

anastesi umum. Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.

b. Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi arritmia

jantung sementara. Arritmia ini terjadi karena bradikardia post ictal yang

sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis premedikasi anti

kolinerjik. Arritmia dapat juga terjadi karena hiperaktifitas simpathetik

sewaktu kejang atau saat pasien sadar kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi

toksis dan allergi terhadap obat yang digunakan untuk prosedur ECT

premedikasi, tetapi frekwensinya sangat jarang.

c. Efek cerebral, pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan acute

confusion. Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan setelah ECT,

tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami gangguan memori (Tomb,

2004).

3. Psikoterapi

Terapi kejiawaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat

diberikan apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan

di mana kemampuan menilai realitas (reality Testing Ability/RTA) sudah kembali

pulih dan pemahaman diri (instinght) sudah baik.Psikoterapi diberikan dengan

cacatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.Psikoterapi ini

banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita

sebelum sakit (pramorbid) :

a. Psikoterapi Suportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan

motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya

(fighting spirit) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

b. Psikoterapi Re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang

maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga

pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang

baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. Psikoterapi Re-konstruktif

Jenis psikoterpi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali keperibadian

yang telah retak menjadi keperibadian utuh seperti semula sebelum sakit.

d. Psikoterapi Kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif

(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan

nilai-nilai moral etika, mana yang baik dan buruk dan lain sebagainya

(discriminative judgment).

e. Psikoterapi Psiko-dinamika

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses

dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya

mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dirinya

dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri (defensemechanism)

dengan baik.

f. Psikoterapi Perilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang

terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaftif (mampu menyesuaikan

diri).Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita mampu

berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di

lingkungan sosial.

g. Psikoterapi Keluarga

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita

dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat

memahami mengenai ganguan jiwa Skizofrenia dan dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan penderita.

4. Terapi Psikososial

Dengan terapi psikososial penderita mampu kembali beradaptasi dengan

lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak

tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga maupun

masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih

tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu

menjalani psikoterapi.Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri,

tidak melamun, banyak kegiatan dan banyak bergaul.

5. Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan terhadap penderita Skizofrenia ternyata mempunyai

manfaat. Terapi keagamaan yang dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual

keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memenjatkan puji-pujian kepada Tuhan,

ceramah keagamaan dan kajian Kitab Suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006)

3.8 Asuhan Keperawatan Skizofrenia

Skema Asuhan Keperawatan Skizofrenia

BENQ SAYA, 08/05/14,
Idem sama review martha

SKEMA 3.1 ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA

Gejala Positif

DelusiHalusinasi,Kekacauan alam pikir.Gelisah, gaduh, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira dengan berlebihan.Merasa dirinya “orang besar”, merasa besar mampu, serta hebat dan sejenisnya.Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala Negatif

Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar.. Menarik diri tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming). Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara dan pendiam. Sulit dalam berpikir abstrak Pola pikir stereotip. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas

Masalah Psikososial Faktor Biologis Teori Belajar

GenetikaPsikoneuroendokronologi

Neuropatologi

Neurotransmitter Gangguan Pada Sistem Limbic

Dopamin

Serotonin

Norepinefrin

As.Amino

Kelainan Pada Ganglia Basalis

↓ LH/FSH

SKIZOFRENIA

Kecemasan

Resiko Kekerasan : Kepada orang lain

NIC : Abuse protection support pg 95NIC : Anger control assistance pg 134

NIC : Coping Enhancement Pg 238NIC : Family Integrity Promotion Pg 345NIC : Mood Management Pg 498NIC : Recreation Therapy Pg 601NIC : Sosialization Enhancement Pg 670

Isolasi Sosial

Gangguan gambaran diri

NIC : Body Image Enhancement Pg 181NIC : Coping Enhancement Pg 238NIC : Self Esteem Enhancement Pg 641

NIC : Delution Management Pg 254NIC : Hallusination Management Pg 386NIC : Reality Orientation Pg 599

Gangguan identitas personal

Gangguan Proses Pikir

NIC :Anxiety Disorder Pg 138NIC : Cognitive Restruction Pg 223NIC : Cognitive Stimulation Pg 224NIC : Delusion Management Pg 254NIC : Hallucitation Management Pg 386

Harga diri rendah kronis

NIC : Mood management pg 498NIC : Self esttem enhancement pg 641

Pengabaian diri

NIC : Self care assistance pg 632NIC : Unilateral neglect management pg 775

Gangguana tidur

NIC :Sleep Enhancement Pg 665

Ketakutan

NIC : Sleep enhancement pg 665NIC : Anxiety reduction pg 138NIC : Coping enhancement pg 238NIC : Security enhancement pg 627

NIC : Coping Enhancement Pg 238NIC : Emotional Support Pg 314NIC : Family Support Pg 356

Ketidakefektifan Koping Keluarga

Resiko Kekerasan : diri sendiri,

NIC : Anger control assistance pg 134NIC : Behavior management, self harm pg 159NIC : Suicide prevention pg 688

NIC : Anger control assistance pg 134NIC : Anticipatory guidance pg 137NIC : Anxiety reduction pg 138NIC : Behavior management, self harm pg 159NIC : Coping enhancement pg 238

Koping Tidak Efektif

NIC : Anger control assistance pg 134NIC : Coping enhancement pg 238NIC : Environmental management : violence prevention pg 327NIC : Family involvement promotion pg 348

Resiko bunuh diri

NIC : Anger control assistance pg 134NIC : Environmental management pg 320NIC : Suicide prevention pg 688NIC : Surveillance : safety pg 704

BENQ SAYA, 08/05/14,
Idem sama review Martha. Kenapa mirip? Kalian saling mencontek?

Tabel 3.1 Nursing Intervention Classifications untuk Skizofrenia

Abuse protection support pg 95 Anger control assistance pg 134

a. Identifikasi riwayat masa kecil tidak bahagia yang terkait dengan penyalahgunaan, penolakan, kritik berlebihan, atau perasaan menjadi tidak berharga dan tidak dicintai sebagai anak-anak

b. Identifikasi kesulitan mempercayai orang lain atau merasa tidak suka dengan orang lain

c. Identifikasi apakah meminta bantuan merupakan indikasi ketidakmampuan bagi pasien

d. Identifikasi tingkat isolasi sosial dalam keluarga

e. Identifikasi situasi krisis yang dapat memicu kekerasan, seperti kemiskinan, pengangguran, perceraian, atau kematian orang yang dicintai

f. Catat waktu dan durasi dari selama kunjungan hospitalisasi

g. Dengarkan dengan penuh perhatian pasien yang berbicara tentang masalahnya

a. Bina hubungan saling percayab. Gunakan pendekatan yang tenang

dan meyakinkan c. Tentukan perilaku yang tepat

untuk mengekspresikan rasa marahd. Batasi akses ke situasi yang

menyebabkan frustasi sampai pasien mampu mengekspresikan kemarahan secara adaptif

e. Pantau potensi agresi yang tidak pantas danberikan intervensi sebelum muncul

f. Cegah kerusakan fisik jika kemarahan diarahkan pada diri sendiri atau orang lain

g. Gunakan kontrol eksternal seperti pengekangan

h. Berikan umpan balik pada perilaku untuk membantu pasien mengidentifikasi kemarahan

i. Bantu pasien dalam mengidentifikasi sumber kemarahan

j. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

Anxiety Reduction Pg 138 Behavior management, self harm pg 159

a. Gunakan pendekatan yang menenangkan : mendengarkan penuh perhatian

b. Berikan informasi terkait diagnosis, penanganan dan prosedur.

c. Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

d. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang mencetuskan kecemasan

e. Kaji tanda verbal dan nonverbal

a. Tentukan motif / alasan untuk perilaku

b. Jauhkan barang-barang berbahaya dari lingkungan pasien

c. Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi dan / atau perasaan yang mungkin akan mendorong perilaku yang merugikan diri

d. Kontrak dengan pasien, untuk tidak

kecemasanf. Ajarkan teknik relaksasi : Nafas

dalam, distraksig. Kolaborasi pemberian antiasietas

membahayakan dirinyae. Dorong pasien untuk mencari

penyedia layanan untuk berbicara dengan mereka ketika dorongan untuk menyakiti diri terjadi

f. Ajarkan dan kuatkan pasien untuk menggunakan perilaku koping yang efektif dan mengekspresikan perasaan dengan tepat

g. Hindari memberi penguatan positif terhadap perilaku melukai diri sendiri

h. Berikan konsekuensi yang telah ditentukan jika pasien terlibat dalam perilaku membahayakan diri

i. Membantu pasien untuk mengidentifikasi situasi pemicu dan perasaan yang mendorong perilaku membahayakan diri sendiri

j. Monitor pasien untuk efek samping obat dan hasil yang diinginkan

k. Monitor pasien untuk impuls berbahaya yang dapat berkembang menjadi pikiran / gerakan bunuh diri

Coping Enhancement Pg 238 Delusion Management Pg 254

a. Nilai penyesuaina pasien terhadap perubahan Body Image

b. Nilai dan diskusikan alternative respon untuk situasi

c. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyenangkan, ciptakan lingkungan yang nyaman

d. Anjurkan pasien memiliki teman yang dia sukai

e. Gali perhargaa/pencapaian yang sebelumnya diterima psien dan alasan ia mengkritik diri sendiri

f. Anjurkan pasien mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya

g. Bantu pasien mnegidentifikasi respon positif dari orang lain

h. Kaji mekanisme koping sebelumnya

a. Berikan pasien kesempatan untuk mendiskusikan delusinya

b. Hindari perdebatan tentang isi delusi atau menguatkannya

c. Fokuskan diskusi pada penekanan perasaan, bukan isi delusi seperti “hal itu mungkin terjadi karena anda merasa takut”

d. Anjurkan pasien untuk menvalidasi delusi dengan orang yang dipercaya

e. Bantu pasien mengidentifikasi situasi dimana masyarakat tiak dapat menerima delusinya

f. Monitoring kemmapuan perawatan diri

g. Monitoring status fisik pasien, berikan istirahat dan nutrisi yang

digunakan pasieni. Dukung pengunaan mekanisme

koping yang tepatj. Anjurkan pasien mengutarakan

peraaan, persepsi dan rasa takut

adekuath. Monitoring delusi yang

membahayakan pasien atau orang lain

i. Berikan kenyamanan dan keselamatan pada pasien dan orang disekitarnya ketika pasien tidak dapat mengontrol tingkah lakunya : pengekangan fisik

j. Bantu pasien menghindari/menghilangkan stressor yang mencetuskan deluasi

k. Pertahankan aktivitas harianl. Kolaborasi pemberian obat

antipsikosis dan antiansietasm. Monitoring efek samping obatn. Berikan penkes pada keluarga

tentang cara mengahadi pasien dengan delusi

Cognitive Restruction Pg 223 Cognitive Stimulation Pg 224

a. Bantu pasien mengenali ketidakmampuan diri dalam mencapai ideal diri

b. Bantu pasien mengubah pikiran yang irrasional menjadi rasional

c. Bantu pasien menegenal emosi yang menyakitkan seperti rasa marah, kecemasan, putus harapan yang dirasakan pasien

d. Bantu pasien mengubah interpretasi yang salah dengan interperatsi berdasarkan kenyataan

a. Tawarkan stimulasi lingkungan melalui kontak dengan orang lain

b. Berikan sebuah kalenderc. Stimulasi ingatan dan dengan

mengulang hal terakhir yang dipikirkan pasien dan berikaan stimulasi sensori

d. Orientasi waktu, tempat dan orange. Gunakan TV, radio atau music

sebagai bagian dari rencana program stimulasi

f. Gunakan bantuan memori seperti Check List, atau catatan harian

g. Berikan intruksi verbal dan nonverbal

Coping Enhancement Pg 238 Delusion Management Pg 254

a. Nilai penyesuaina pasien terhadap perubahan Body Image

b. Nilai dan diskusikan alternative respon untuk situasi

c. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyenangkan, ciptakan lingkungan yang nyaman

a. Berikan pasien kesempatan untuk mendiskusikan delusinya

b. Hindari perdebatan tentang isi delusi atau menguatkannya

c. Fokuskan diskusi pada penekanan perasaan, bukan isi delusi seperti “hal itu mungkin terjadi karena

d. Anjurkan pasien memiliki teman yang dia sukai

e. Gali perhargaa/pencapaian yang sebelumnya diterima psien dan alasan ia mengkritik diri sendiri

f. Anjurkan pasien mengidentifikasi kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya

g. Bantu pasien mnegidentifikasi respon positif dari orang lain

h. Kaji mekanisme koping sebelumnya digunakan pasien

i. Dukung pengunaan mekanisme koping yang tepat

j. Anjurkan pasien mengutarakan peraaan, persepsi dan rasa takut

anda merasa takut”d. Anjurkan pasien untuk

menvalidasi delusi dengan orang yang dipercaya

e. Bantu pasien mengidentifikasi situasi dimana masyarakat tiak dapat menerima delusinya

f. Monitoring kemmapuan perawatan diri

g. Monitoring status fisik pasien, berikan istirahat dan nutrisi yang adekuat

h. Monitoring delusi yang membahayakan pasien atau orang lain

i. Berikan kenyamanan dan keselamatan pada pasien dan orang disekitarnya ketika pasien tidak dapat mengontrol tingkah lakunya : pengekangan fisik

j. Bantu pasien menghindari/menghilangkan stressor yang mencetuskan deluasi

k. Pertahankan aktivitas harianl. Kolaborasi pemberian obat

antipsikosis dan antiansietasm. Monitoring efek samping obatn. Berikan penkes pada keluarga

tentang cara mengahadi pasien dengan delusi

Emotional Support Pg 314 Family Integrity Promotion Pg 345

a. Diskusikan dengan pasien tentang pengalaman emosional dan pencetusnya

b. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat

c. Bantu pasien mengenali perasaan seperti kecemasan, kemarahan, kesedihan dna mengekspresikannya

d. Berikan dukungan selama periode penyangkalan, marah, tawar menawar dan peneriaman

e. Anjurkan untuk menangis guna

a. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga dan bina kepercayaan dengan pasien

b. Tentukan pemahaman keluarga tentang kondisi pasien

c. Bantu keluarga memecahkand. Bantu keluarga memecahkan

perasaan tidak realistic terhadapa rasa bersalah dan tanggung jawab

e. Tentukan tipe hubungan keluarga dan identifikasi mekanisme koping keluarga

menurunkan respon emosionalf. Tetap bersama pasien dan berikan

jaminan keselamatan selama periode kecemasan

g. Bantu dalam membuat keputusan dan anjurkan untuk konseling

f. Identifikasi masalah prioritas dalam keluarga dan bantu mencari solusinya

g. Berikan keluarga informasi tentang pasien

h. Kolaborasi dengan keluargauntuk memecahkan masalah dna mengambil keputusan

i. Bantu keluarga mempertahankan hubungan yang positif dan komunikasi terbuka antar keluarga

Family involvement promotion pg 348 Hallucination Management Pg 386

a. Bangun hubungan pribadi dengan pasien dan keluarga anggota yang akan terlibat dalam perawatan

b. Identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan pasien

c. Tentukan sumber daya fisik, emosional, dan pendidikan pengasuh utama

d. Identifikasi defisit self care pasien e. Identifikasi harapan anggota keluarga

untuk pasien f. Antisipasi dan mengidentifikasi

kebutuhan keluarga g. Pantau struktur dan peran keluargah. Pantau keterlibatan anggota keluarga

dalam perawatan pasieni. Identifikasi stres situasional lainnya

untuk anggota keluarga j. Dorong fokus pada setiap aspek

positif dari situasi pasien k. Identifikasi dengan anggota keluarga

koping pasien yang sulitl. Identifikasi dengan anggota keluarga

kekuatan pasien dan kemampuan bersama keluarga

a. Monitoring kecemasan dan stimulasi lingkungan

b. Pertahankan lingkungan yang aman

c. Catat tingkah laku yang mengindikasi halusinasi

d. Lakukan komunikasi terbuka dan jelas

e. Pertahankan kegiatan harianf. Berikan pasien kesempatan untuk

mendiskusikan halusinasinya dan mengekspresikan perasaannya

g. Monitoring halusinasi yang membahayakan

h. Hindari perdebatan tentang isi delusi atau menguatkannya

i. Fokuskan diskusi pada penekanan perasaan, bukan isi halusinasi seperti “hal itu mungkin terjadi karena anda merasa takut”

j. Anjurkan pasien untuk menvalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya

k. Bantu pasien mengidentifikasi situasi dimana masyarakat tiak dapat menerima halusinasinya

l. Monitoring kemampuan perawatan diri

m. Monitoring status fisik pasien, berikan istirahat dan nutrisi yang adekuat

n. Berikan kenyamanan dan

keselamatan pada pasien dan orang disekitarnya ketika pasien tidak dapat mengontrol tingkah lakunya : pengekangan fisik

o. Kolaborasi pemberian obat antipsikosis dan antiansietas

p. Monitoring efek samping obatq. Berikan penkes pada keluarga

tentang cara mengahadi pasien dengan halusinasi

Mood management pg 498 Recreation Therapy Pg 601

a. Evaluasi mood (misalnya, tanda, gejala, sejarah pribadi) dari awal, dan secara teratur, sebagai kemajuan pengobatan

b. Rujuk pasien untuk evaluasi dan / atau pengobatan yang mendasari penyakit medis yang mungkin berkontribusi terhadap disfungsional mood (misalnya, gangguan tiroid)

c. Pantau kemampuan perawatan diri (misalnya, perawatan, kebersihan, makanan / asupan cairan, eliminasi) dan Bantu pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap perawatan diri yang mampu dilakukannya

d. Pantau status fisik pasien (misalnya, berat badan, status hidrasi) dan fungsi kognitif (misalnya, konsentrasi, perhatian, memori, kemampuan untuk memproses informasi, dan kemampuan pengambilan keputusan)

e. Gunakan bahasa yang sederhana, konkrit, bahasa di sini dan sekarang selama interaksi dengan pasien yang kognitifnya terganggu

f. Ajarkan koping baru dan kemampuan memecahkan masalah

g. Monitor pasien untuk efek samping pengobatan dan dampak pada suasana hati

a. Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kurangnya mobilitas

b. Bantu pasien mengeksplorasi arti personal dari aktivitas rekreasi favorit

c. Monitoring kapasitas fisik dan mental untuk berpartisipasi dalam aktivitas rekreasi

d. Ikutsertakan pasien dalam perencanaan aktivitas rekreasi

e. Bantu pasien memilih aktivitas rekreasi sesuai dengan fisik, psikologi dan sosial

f. Berikan aktivitas rekreasi yang sesuai kemampuan dan usaha serta dapat menurunkan kecemasan

g. Berikan pujian selama aktivitas berlangsung

h. Membantu dokter dengan pemberian terapi electroconvulsive (ECT) perawatan, ketika dibutuhkan

i. Monitor status fisiologis dan mental pasien segera setelah ECT

Security enhancement pg 627 Self care assistance pg 632

a. Sediakan lingkungan yang tenang tidak mengancam

b. Menghabiskan waktu dengan pasien c. Tetap dengan pasien dan

memberikan jaminan keselamatan dan keamanan selama periode kecemasan

d. Hindari menyebabkan situasi emosional yang kuat

e. Dengarkan ketakutan pasien f. Jawaban pertanyaan tentang status

kesehatan secara jujur

- Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri

- Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri

- Pantau kemampuan pasien untuk perawatan diri independen

- Pantau kebutuhan pasien untuk perangkat adaptif untuk kebersihan pribadi, berpakaian, menata rambut, toileting, dan makan

- Gunakan pengulangan konsisten rutinitas kesehatan sebagai sarana membangun mereka

- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari sesuai tingkat kemampuan

- Dorong kemandirian, bantu jikapasien tidak dapat melakukannya sendiri

- Tetapkan rutinitas kegiatan perawatan diri

Self Esteem Enhancement Sleep enhancement pg 665

a. Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri

b. Tentukan rasa percaya diri pasien dalam penilaian diri

c. Pantau frekuensi pengungkapan diri yang negative

d. Temukan bantuan sumber-sumber dari rumah sakit (misalnya pekerja sosial, spesialisasi psikiatrik klinis, dan pelayanan agama, jika diperlukan)

a. Tekankan kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh pasien

b. Bantu pasien untuk mengidentifikasi

a. Tentukan pola tidur dan aktivitas pasien

b. Perkirakan siklus tidur dan bangun pasien dalam perencanaan perawatan

c. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama tekanan psikososial

d. Tentukan jenis dan efek dari obat pasien dalam pola tidur

e. Pantau pola tidur pasien dan jumlah jam tidur , anjurkan peningkatan jumlah jam tidur, jika diperlukan

f. Pantau pola tidur pasien dan

respon negative terhadap orang lainc. Hindari tindakan yang dapat

melemahkan pasiend. Bantu penyusunan tujuan yang

realistis untuk mencapai harga diri yang lebih tinggi

e. Bantu pasien untuk mengkaji kembali persepsi negatif terhadap dirinya

f. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dampak teman sebaya terhadap perasaan penghargaan terhadap diri

g. Kaji pencapaian keberhasilan sebelumnya

h. Berikan penghargaan atau pujian terhadap perkembangan pasien dalam pencapaian tujuan

perhatikan keadaan fisik dan / atau psikologis yang mengganggu tidur

g. Anjurkan pasien untuk memonitor pola tidur

h. Bantu untuk menghilangkan situasi stres sebelum tidur

Sozialisation Enhancement Pg 670 Suicide prevention pg 688

a. Peningkatan Sosialisai : Fasilitasi kemampuan berinteraksi dengan orang lain

b. Bantu pasien untuk membedakan antara persepsi dan kenyataan

c. Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada perasaan isolasi sosial

d. Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan teman-teman untuk berinteraksi

e. Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai ketertarikan dan tujuan yang sama

a. Anjurkan aktivitas sosial dan komunitas

b. Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam perawatan penampilan diri atau aktivitas lainnya

c. Tingkatkan rasa berbagi diantara orang lain tentang masalah-masalah yang biasa terjadi.

d. dukung pasien dalam melakukan kegiatan seperti menonton tv

e. ikut sertakan klien dalam kegiatan berkelompok

f. bantu pasien meningkatkan kesadaran akan kekuatan dan pembatasan dalam

a. Tentukan keberadaan dan tingkat risiko bunuh diri

b. Tentukan apakah pasien memiliki sarana yang tersedia untuk menindaklanjuti rencana bunuh diri

c. Obati dan kelola segala penyakit jiwa atau gejala yang dapat menempatkan pada risiko untuk bunuh diri

d. Melakukan pemeriksaan mulut setelah pemberian obat untuk memastikan pasien tidak menyimpan obat di pipi untk upaya overdosis nantinya

e. Memberikan sejumlah kecil obat preskriptif yang mungkin mengurangi keinginan bunuh diri

f. Monitor untuk efek samping obat dan hasil yang diinginkan

g. Libatkan pasien dalam perencanaan / perawatannya sendiri, jika sesuai

h. Anjurkan pasien dalam menggunakan koping yang strategis

i. Kontrak (lisan atau tertulis) dengan pasien untuk tidak

berkomunikasi dengan orang laing. gunakan permainan peran untuk

berlatih mengembangkan kemampuan dan teknik komunikasi

h. anjurkan perencanaan grup kecil untuk aktivitas khusus

membahayakan diri untuk jangka waktu tertentu, kontrak kembali pada interval waktu tertentu, yang sesuai

j. Bantu individu dalam membahas perasaannya terkait kontrak yang dibuat

k. Amati individu untuk tanda ketidaksesuaian yang mungkin menunjukkan kurangnya komitmen untuk memenuhi kontrak

l. Berinteraksi dengan pasien secara berkala untuk menyampaikan kepedulian dan keterbukaan dan untuk memberikan kesempatan bagi pasien untuk berbicara tentang perasaan

m. Lakukan pendekatan yang tidak menghakimi dalam membahas bunuh diri

n. Bantu pasien untuk mengidentifikasi orang-orang yang mendukungnya

o. Periksa lingkungan secara rutin untuk menghilangkan barang yang berbahaya

p. Batasi pengunjung yang berpotensi memiliki alat yang bisa digunakan untuk bunuh diri

Surveillance : safety pg 704 Unilateral neglect management pg 775

a. Awasi pasien untuk perubahan dalam fungsi fisik atau kognitif yang dapat mengakibatkan perilaku yang tidak aman

b. Awasi lingkungan untuk potensi bahaya keamanan

c. Tentukan tingkat pengawasan yang dibutuhkan oleh pasien, berdasarkan tingkat fungsi dan bahaya dalam lingkungan

d. Berikan pengawasan yang sesuai untuk memantau pasien dan memungkinkan untuk tindakan

a. Pantau respon abnormal terhadap tiga jenis rangsangan utama: sensorik, visual, dan pendengaran

b. Evaluasi Status dasar mental, pemahaman, fungsi motorik, fungsi sensorik, rentang perhatian, dan respon afektif

c. Berikan umpan balik yang realistis tentang defisit persepsi pasien

d. Tunjukkan cara perawatan diri dengan tata cara yang konsisten dengan penjelasan

theraupetic, sesuai kebutuhan e. Tempatkan pasien di lingkungan

minim bahaya yang sesuai kebutuhan pengawasan

f. Mulai dan pertahankan status pencegahan dan pengaturan perawatan untuk pasien berisiko tinggi untuk bahaya khusus

g. Komunikasikan resiko bahaya pasien dengan petugas kesehatan lainnya

e. Sentuh bahu saat memulai percakapan

f. Hindari gerakan cepat di ruang g. Hindari benda bergerak dalam

lingkungan

C. Pembahasan Kasus

Masalah yang diangkat kedalam lapran PBLK ini adalah penyalahgunaan Napza.

Penyalahgunaan zat merupakan penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai

setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering

dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang

berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik

terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang

diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart &

Sundeen, 1998).

Rentang respon gangguan penggunaan napza berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai berat, indikator ini brdasarkan perilaku yan ditunjukkan oleh pengguna napza.

Respon adaptif respon maladaptive

Eksperimental rekreasional situasional penyalahgunaan ketergantungan

Eksperimental : kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja.

Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman

baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.

Rekreasional : penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya

pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan

rekreasi bersama teman-temannya.

Situasional : mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya

sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah

yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah,

stress, dan frustasi.

Penyalahgunaan : penggunaan zat yang sudah patologis, sudah mulai rutin digunakan, minimal

selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di

lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.

Ketergantungan : penggunaan zat yang sudah berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan

psikologis. Ketergantunga fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat ( suatu

kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu

menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan

kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu

kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis, untuk mencapai tujuan yang biasa

diinginkannya.

Harboenangin mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi

pecandu napza yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

1. Faktor internal

Faktor kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada

usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negative dan

harga diri rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan

mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi,

juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat

berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan

diri. Remaja yang menyalahgunakan napza umumnya tidak mandiri dan menganggap segala

sesuatunya harus diperoleh dari lingkungn (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2010).

Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melakukan

konseling di klinik rehabilitasi umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata kelompok usianya.

Usia

Mayoritas pengguna napza merupakan kelompok umur remaja. Kelompok umur remaja

merupakan kelompok umur yang paling rentan terkena penyalahgunaan napza karena merupakan

masa pencarian identitas diri. Remaja mulai melakukan berbagai hal dalam menemukan identitas

dirinya dan pengakuan akan eksistensinya (Rahma, 2008).

Penyelesaian masalah

Koping yang tidak efektif akhirnya membuat individu menggunakan nakoba sebagai

pelampiasan. Hal ini disebabkan karena narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan

membuat lupa kan permasalahan yang ada.

2. Faktor eksternal

Keluarga

Faktor teman sebaya

Faktor kesempatan

Faktor lingkungan sekolah

B. Tinjauan KasusPengkajian Pasien Di Rumah Sakit

I. Biodata

Identitas PasienNama : Tn. DJenis Kelamin : Laki-lakiUmur : 33 tahunStatus Perwakinan : Belum KawinAgama : IslamPendidikan : SMAPekerjaan : Buruh bangunanAlamat : Lubuk PakamTanggal Masuk RS : 5 Juli 2014No. Registrasi : Ruangan/kamar : Sipiso-pisoGolongan Darah : Tanggal Pengkajian : 10 Juli 2014Tanggal operasi : -Diagnosa Medis : Skizofrenia

II. Keluhan Utama

Tn. D masuk ke rumah sakit dengan kondisi kebingungan, badan kaku

III. Riwayat Kesehatan Sekarang

A. Provocative/palliative

1. Apa Penyebabnya : tidak diketahui

2. Hal-hal yang Memperbaiki Keadaan : tidak ada

B. Quantity/Quality

1. Bagaimana dirasakan : tn. D merasa diantar ke rumah sakit oleh keluarganya

untuk berobat

2. Bagimana dilihat : Pada saat pengkajian Tn. D sangat kooperatif. Namun Tn.

D seringkali terlihat kebingungan.

C. Region/lokasi

1. Dimana lokasinya : -

2. Apakah menyebar : -

D. Severity

BENQ SAYA, 08/05/14,
Masalah keperawatannya apa?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Sudah berapa lama kebingunan dan badan kaku nya?

E. Time/waktu

Setiap waktu

IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Penyakit yang pernah dialami

Tn. D pernah mengalami sakit jiwa sebelumnya.b. Pengobatan atau tindakan yang dilakukan

Pasien mengatakan dirinya tidak pernah dirawat sebelumnya di rumah sakit.c. Lama rawat

d. Alergi

Tn. D mengatakan dirinya tidak memiliki riwayat alergi.e. Imunisasi

Tn. D mengatakan dirinya tidak mengingat riwayat imunisasinya terdahulu.

V. Riwayat Kesehatan Keluarga

a. Orang tua

Tn. D mengatakan kedua orang tuanya tidak pernah mengalami gangguan jiwa, b. Saudara kandung

Tn. D mengatakan semua saudara kandungnya sehat.c. Penyakit keturunan yang ada

Tn. D mengatakan keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit sepertii hipertensi, diabetes.

d. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Tn. D mengatakan tidak ada keluarganya yang menderita gangguan jiwa e. Anggota keluarga yang meninggal

Ayah Tn. D sudah meninggal dunia.f. Penyebab meninggal

Usia lanjut.VI. Riwayat Keadaan Psikososial

1. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Tn. D mengatakan ingin cepat pulang kerumah. 2. Konsep Diri

BENQ SAYA, 08/05/14,
Kapan ?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Sehat apa?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Alergi apa? Detail!
BENQ SAYA, 08/05/14,
Sejak kapan sakitnya? Sudah berapa lama? Sudah berapa kali dirawat?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Jelaskan dan deskripsikan dengan jelas

a. Gambaran diri

Tn. D mengatakan bahwa dia menyukai dirinya.(pasien tidak mampu menjawab dengan tepat, pasien menjawab setelah diarahkan).

b. Ideal diri

Tn. D mengatakan ingin segera pulang dan berlebaran di rumah bersama ibunya.c. Harga diri

Tn. D tidak mampu menjawab. Pertanyaan dan jawaban tidak koheren.d. Peran diri

Tn. D anak ketiga dari tiga bersaudara. Semuanya laki-laki.e. Identitas diri

Sebelum masuk rumah sakit jiwa… Tn. D bekerja sebagai buruh bangunan.

3. Keadaan emosi Keadaan emosional Tn. D pada saat pengkajian dilakukan pada tahapan stabil.

4. Hubungan sosial

a. Orang yang berarti : Ibunya

b. Hubungan dengan keluarga : baik, ketika keluarga berkunjung, berinteraksi

dengan baik dan tidak ada upaya menjaga jarak.

c. Hubungan dengan orang lain : Tn. D mampu bersosialisasi dengan teman-teman

satu ruangannya.

d. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pembicaraan yang tidak

koheren.

1. Spiritual

1. Nilai dan keyakinan : Tn. D memeluk agama islam.

2. Kegiatan ibadah : Tn. D mengatakan sholat sebelum masuk rumah sakit.

VII. Status Mental

1. Tingkat kesadaran

Compos mentiso Bingung/orientasi

o Sedasi

o Supor

BENQ SAYA, 08/05/14,
Gambarkan dengan detail
BENQ SAYA, 08/05/14,
Stabil seperti apa? gambarkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Tidak koheren seperti apa? jelaskan
BENQ SAYA, 08/05/14,
Diarahkan seperti apa?

2. Penampilan

Rapi

o Tidak rapi

o Penggunaan pakaian tidak sesuai

3. Pembicaraan

o Cepat

Jelas

o Keras

o Gagap

o Inkoheren

o Apatis

o Lambat

o Membisu

o Tidak mampu memulai pembicaraan

4. Alam perasaan

Ketakutan

Putus asa

Gembira berlebihan5. Afek

Datar

o Tumpul

o Labil

o Tidak sesuai

6. Interaksi selama wawancara

Kooperatif

Mau diajak bicara

Kontak mata bagus

o Bermusuhan

o Tidak kooperatif

o Mudah tersinggung

BENQ SAYA, 08/05/14,
Gamabarkan dengan detail

o Kontak mata kurang

o Defensif

o curiga

7. Persepsi

Pendengaran

Penglihatano Perabaan

Pengecapano penghirupan

8. Proses pikir

Tidak ada gangguan

o Sirkumstansial

o Tangensial

o Kehilangan asosiasi

o Flight of ideas

o Blocking

o Pengulangan pembicaraan/persepsi

9. Isi pikir

Obsesi

Fobia

o Hipokondria

o Deporsonalisai

o Ide yang terkait

o Pikiran magis

10. Waham

Tidak mengalami gangguan Agamao Somatik

Kebesarano Curiga

BENQ SAYA, 08/05/14,
gambarkan
BENQ SAYA, 08/05/14,
jelaskan

o Nihilstik

o Sisip pikir

o Siap pikir

o Kontrol piki

11. Memori

Gangguan daya ingat jangka panjang

o Gangguan daya ingat jangka pendek

o Gangguan daya ingat saat ini

VIII. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan Umum

Kesadaran compos mentis, tampak tenang pada saat berkomunikasi namun kurang mampu mendeskripsikan alam perasaannya dengan jelas.

B. Tanda-tanda Vital

1. Suhu tubuh : 370C

2. Tekanan darah : 90/60 mmHg

3. Nadi : 84 x/i

4. Pernapasan : 18 x/i

5. Skala nyeri : -

6. TB : cm

7. BB : kg

C. Pemerikasaan Head to toe

1. Kepala dan rambut

a) Bentuk : normal, simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan

b) Ubun-ubun : tertutup dan keras

c) Kulit kepala : bersih, tidak ada masalah

2. Rambut

a) Penyebaran dan keadaan rambut : bagus, penyebaran merata, keadaan normal

b) Bau : tidak berbau

c) Warna kulit : normal, bewarna hitam

3. Wajah

a) Warna kulit : normal, sawo matang

BENQ SAYA, 08/05/14,
?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

b) Struktur wajah : normal, simetris, tidak ada kelainan

4. Mata

a) Kelengkapan dan kesimetrisan : normal, mata lengkap dan simetris

b) Palpebra : normal, tidak ada ptosis, tidak ada oedema, tidak

ada tanda-tanda radang

c) Konjungtiva dan sklera : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus

d) Pupil : isokor, kontraksi pupil (+/+), reflek cahaya (+)

e) Cornea dan iris : pengapuran katarak (-), oedema (-), tidak ada

tanda-tanda radang

f) Visus : klien dapat melihat lambaian tangan dalam jarak

satu meter

g) Tekanan bola mata : tekanan bola mata normal kiri dan kanan

5. Hidung

a) Tulang hidung dan posisi septumnasi : normal, tulang hidung simetris,

posisi septum nasi simetris dan diposisi medial

b) Lubang hidung : normal, bersih, tidak ada sumbatan,

secret (-)

c) Cuping hidung : normal, tidak ada pernapasan

cuping hidung

6. Telinga

a) Bentuk telinga : normal, daun teling simetris kiri dan kanan

b) Ukuran telinga : normal, sama besar, simetris kiri dan kanan

c) Lubang telinga : normal, lubang telinga bersih, serumen (+)

d) Ketajaman pendengaran : baik, tidak ada gangguan

7. Mulut dan faring

a) Keadaan bibir : lembab, bentuk bibir simetris

b) Keadaan gusi dan gigi : gigi masih lengkap, namun berwarna kuning, gusi

tidak ada perdarahan

c) Keadaan lidah : lidah bersih, tidak ada stomatitis

d) Orofaring : normal tidak ada tanda-tanda peradangan, mampu

menelan dengan baik

BENQ SAYA, 08/05/14,
?

8. Leher

a) Posisi trachea : medial normal

b) Thyroid : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

c) Suara : terdengar dengan cukup jelas

d) Kelenjar limfe : tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening

e) Vena jugularis : tidak ada distensi vena jugularis

f) Denyut nadi karotis : teraba jelas dan reguler

9. Pemeriksaan integumen

a) Kebersihan : kulit lembab dan berminyak, ada panu di lengan kiri

b) Kehangatan : akral tarasa hangat ( dalam keadaan normal)

c) Warna : normal, warna kulit sawo matang

d) Turgor : normal, turgor kembali < 2”

e) Kelembaban : terasa lembab

f) Kelainan pada kulit : ada panu di lengan kiri

10. Pemeriksaan thoraks/dada

a) Inspeksi thorak : bentuk normal

b) Pernafasan : frekuensi 18 x/i, irama teratur dan reguler

c) Tanda kesulitan bernafas : tidak ada tanda kesulitan bernafas

11. Pemeriksaan paru

a) Palpasi getaran suara : fremitus taktil seimbang kiri & kanan

b) Perkusi : terdengar bunyi sonor

c) Auskultasi : suara nafas normal, suara ucapan jelas, suara

tambahan tidak ada terdengar

12. Pemeriksaan jantung

a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

b) Palpasi : ictus cordis (PMI) pada ics 5 mid clavicula sinistra, teratur

c) Perkusi : batas jantung intercosta 4-5

d) Auskultasi : bunyi jantung didapat s1 dan s2 tunggal, lup dup (normal),

murmur tidak ada, frekuensi 84 x/i

13. Pemeriksaan abdomen

a) Inspeksi : bentuk abdomen normal, simetris, tidak tampak massa/benjolan,

bayangan pembuluh darah tidak tampak

b) Auskultasi : peristaltik 7 x/i, tidak ada suara tambahan

c) Palpasi : tanda nyeri tekan tidak ada, tidak teraba massa/benjolan, tidak

ada tanda ascites, tidak ada pembengkakan hepar

d) Perkusi : suara abdomen timpani, ascites (-)

14. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya

a) Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

b) Anus dan perinium : tidak dilakukan pemeriksaan

15. Pemeriksaan muskuloskeletal/ekstremitas

a) Kesimetrisan otot : normal, simetris

b) Pemeriksaan oedema : tidak ada oedema

c) Kekuatan otot : 5, mampu melawan gravitasi, tidak ada gangguan

d) Kelainan pada ekstremitas dan kuku : ekstremitas hangat, tidak ada

clubing finger

16. Pemeriksaan neurologi

a) Tingkat kesadaran : GCS 15

b) Meningeal sign : kaku kuduk (-), kernig (-), babinsky (-), brudzinky (-)

c) Nervus cranialis

1) Nervus olfaktorius/N 1

Dapat membedakan bau-bauan2) Nervus optikus/N 2

Penglihatan normal, tidak kabur3) Nervus okulomotoris/N 3, Trochlearis/N 4, Abdusen/N 6

Tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil isokor, gerakan bola mata normal

4) Nervus trigeminus/N 5

Tidak mengalami paralis pada otot wajah , reflek kornea baik5) Nervus fasialis/N 7

Wajah simetris, tidak ada kelainan pada saraf wajah, persepsi pengecapan dalam batas normal

6) Nervus vestibulocochlearis/N 8

BENQ SAYA, 08/05/14,
Yakin? Ini beneran diperiksa?
BENQ SAYA, 08/05/14,
Yakin? Ini beneran diperiksa?
BENQ SAYA, 08/05/14,
?

Tidak dilakukan pemeriksaan7) Nervus glossopharingeus/N 9, Vagus/N 10

Kemampuan menelan baik, palatum sedikit terangkat dan letak uvula relatif ditengah saat mengatakan “aa”, ada refleks tersedak

8) Nervus asesorisus/N 11

Tidak ada atrofi otot sternocleidomastoideus dan trapesius9) Nervus Hipoglossus/N 12

Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi indra pengecapan normal

17. Fungsi motorik

a) Cara berjalan : pasien berjalan normal

b) Romberg test : mampu menggerakkan tangan dengan mata

tertutup, dapat berdiri tegak dengan satu kaki tetapi sebentar

c) Pronasi-supinasi test : klien dapat menelentangkan dan menelungkupkan

telapak tangan

18. Fungsi sensorik

a) Identifikasi sentuhan ringan : klien dapat mengidentifikasi sentuhan

kapas tanpa melihat

b) Test tajam-tumpul : klien dapat membedakan sentuhan tajam

tumpul

c) Test panas dingin : klien dapat membedakan sensasi panas dan

dingin

d) Streognosis test : klien dapat mengidentifikasi benda yang

diletakkan pada telapak tangan

e) Graphestesia test : klien dapat merasakan tulisan yang dibuat

pada telapak tangan

f) Membedakan dua titik : klien dapat menbedakan dua titik

g) Topognosis test : klien dapat mengidentifikasi lokasi

sentuhan

19. Refleks

a) Bisep : tidak dilakukan pemeriksaan

b) Trisep : tidak dilakukan pemeriksaan

c) Brachioradialis : tidak dilakukan pemeriksaan

BENQ SAYA, 08/05/14,
Gambarkan dengan jelas dan lebih detail
BENQ SAYA, 08/05/14,
Ini data dan bisa merujuk ke masalah keperawatan tertentu. Apalagi jika dikaitkan degan alasan masuk klien yang badannya kaku. Klien kemungkinan besar mengalami EPS, tapi kamu harus benar benar mengkaji kekuatan otot klien, mencek paralisis otot, dan benar2 mengkaji fungsi syaraf di wajah. Saya curiga jangan2 ini klien sudah paralisis lama dan membuat dia tersedak

d) Patelar : tidak dilakukan pemeriksaan

e) Tendon achiles : tidak dilakukan pemeriksaan

f) Plantar : tidak dilakukan pemeriksaan

IX. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

1. Pola makan dan minum

a. Frekuensi makan/hari : 3 kali sehari

b. Nafsu/selera makan : selera makan baik

c. Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri ulu hati

d. Alergi : tidak ada riwayat alergi.

e. Mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah

f. Tampak makan memisahkan diri (pasien gangguan jiwa) : tidak memisahkan

diri, tampak makan bersama dengan teman yang lain

g. Waktu pemberian makanan : pagi, siang, sore

h. Jumlah dan jenis makanan : sesuai porsi nasi, lauk, sayur

i. Waktu pemberian cairan/minum : setelah makan dan ketika haus

j. Masalah makanan dan minuman (kesulitan mengunyah, menelan) : normal, tidak

ada maslah makan dan minum

2. Perawatan diri/personal hygiene

a. Kebersihan tubuh : tubuh tampak bersih

b. Kebersihan gigi dan mulut : gigi tampak kuning, tapi bersih

c. Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku dan kaki tangan pendek dan bersih

3. Pola kegiatan/aktivitas

a. Uraian aktivitas pasien mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara

mandiri, sebahagian, atau total.

Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, seperti mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian

b. Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit

Pasien selama dirawat di RS tidak ada melakukan ibadah.4. Pola eliminasi

a. BAB

a) Pola BAB : teratur 1 x/hari

b) Karakter feses : lunak

c) Riwayat perdarahan : tidak ada riwayat perdarahan

d) BAB terakhir : pagi hari

e) Diare : tidak ada diare

f) Penggunaan laksatif: tidak ada penggunaan laktasif

b. BAK

a) Pola BAK : 5-6 x/hari

b) Karakter urine : kuning jernih

c) Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada rasa nyeri/kesulitan

d) Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada

e) Penggunaan diuretik : tidak ada penggunaan diuretik

f) Upaya mengatasi masalah : tidak ada upaya mengatasi masalah

5. Mekanisme koping

a. Adaptif

Bicara dengan orang lain Mampu menyelesaikan masalah Tekhnik relaksasi Aktivitas konstruksi Olah raga

b. Maladaptif

c. Minum alkohol

Reaksi lambat/ berlebihanBekerja berlebihanMenghindarMencederai diri

2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

Tabel 3. Analisa data asuhan keperawatan pada Tn. D dengan prioritas masalah penyalahgunaan Napza di Ruang Cempaka RS Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan

No Data Masalah keperawatan

1 Data Objektif :1. Tidak mampu bertahan lama dalam

satu pembicaraan yang sama.

2. Jawaban yang diberikan seringkali

berbeda dengan apa yang ditanyakan

3. Tidak mampu memberikan lasan

atas jawaban yang diberikan

4. Seringkali terlihat bingung ketika

akan melakukan suatu perintah

5. Bersikap seperti anak kecil ketika

bicara

Gangguan proses pikir

no Data Masalah Keperawatan

2 Data Objektif :1. Merasa tidak mampu melakukan

sesuatu sendiri tanpa bantuan orang

lain

2. Pasif/tidak asertif

3. Bimbang

4. Pengabaian diri sendiri

Harga diri rendah

No Data Masalah Keperawatan

3 Data Objektif:1. Mengabaikan mandi : mandi harus

dipaksa kalau tidak, tidak mau mandi

2. Mengabaikan kerapian pakaian :

habis mandi badan tidak dilap.

3. Tidak memiliki inisiatif untuk

menyikat gigi, harus diingatkan.

4. Selesai mandi harus diingatkan untuk

mengganti baju dengan yang baru.

Pengabaian Diri

BENQ SAYA, 08/05/14,
Cek NANDA-I
BENQ SAYA, 08/05/14,
Ini saja bisa mengacu kepada salah satu masalah keperawatan
BENQ SAYA, 08/05/14,
Cek ulang lagi karena ke empat data kamu bisa mengacu pada masalah keperawatan yang berbeda. Pakai ISDA untuk memudahkan skrining masalah keperaawatan