BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG...

23
1 BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAH Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh dan terhindar dari terpaan angin, ombak besar dan badai secara langsung di lautan 1 , tetapi juga penghubung antara jalur darat (pedalaman) dengan jalur maritim dan menghubungkan antarjalur maritim antara wilayah satu dengan wilayah lain. Begitu juga dengan Pelabuhan Semarang yang menjadi penghubung antarpusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar, serta penghubung antarpelabuhan, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Pelabuhan Semarang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Semarang pada masa Kerajaan Mataram Kuno di abad ke-8 Masehi merupakan bandar utama dari kerajaan tersebut. Akan tetapi, letak pelabuhannya tidak seperti sekarang ini. Pelabuhan tersebut terletak di kaki Bukit Candi yang sekarang dikenal dengan nama Bergota. 2 Pelabuhan tersebut mengalami kemunduran karena pengendapan lumpur sehingga perairan pelabuhan menjadi dangkal, yang salah satu sebabnya adalah letusan Gunung Merapi pada tahun 1006 M. 3 Pelabuhan Semarang mulai 1 A.B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17, (Depok: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 95-96. 2 Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan- Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”, Disertasi, Vrije Universiteit, 2008. 3 Ibid.

Transcript of BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG...

Page 1: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

1

BAB 1

PENGANTAR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh dan terhindar dari terpaan angin,

ombak besar dan badai secara langsung di lautan1, tetapi juga penghubung antara

jalur darat (pedalaman) dengan jalur maritim dan menghubungkan antarjalur

maritim antara wilayah satu dengan wilayah lain. Begitu juga dengan Pelabuhan

Semarang yang menjadi penghubung antarpusat-pusat produksi di pedalaman

Jawa Tengah dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar, serta penghubung

antarpelabuhan, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Pelabuhan Semarang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Semarang pada

masa Kerajaan Mataram Kuno di abad ke-8 Masehi merupakan bandar utama dari

kerajaan tersebut. Akan tetapi, letak pelabuhannya tidak seperti sekarang ini.

Pelabuhan tersebut terletak di kaki Bukit Candi yang sekarang dikenal dengan

nama Bergota.2 Pelabuhan tersebut mengalami kemunduran karena pengendapan

lumpur sehingga perairan pelabuhan menjadi dangkal, yang salah satu sebabnya

adalah letusan Gunung Merapi pada tahun 1006 M.3 Pelabuhan Semarang mulai

1 A.B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17,

(Depok: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 95-96.

2 Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-

Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”,

Disertasi, Vrije Universiteit, 2008.

3 Ibid.

Page 2: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

2

dikembangkan secara modern oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad

ke-19. Pengembangan secara modern tersebut dimaksudkan untuk menopang

kegiatan perdagangan internasional di Indonesia sebagai koloni Belanda. Selain

itu, juga untuk mengurangi pengaruh pelabuhan Singapura ke wilayah koloni

Belanda di Indonesia bagian Timur. 4 Singapura dipandang oleh Belanda sebagai

kepanjangan tangan Kerajaan Inggris untuk melakukan ekspansi ekonomi ke

wilayah Hindia Belanda.5 Dalam kenyataannya, Singapura bukan hanya basis

ekonomi Kerajaan Inggris di Asia Tenggara, namun juga menjadi basis orang-

orang Tionghoa. Persekutuan antara Inggris dan orang-orang Tionghoa menjadi

ancaman bagi kepentingan Belanda di koloninya di wilayah Indonesia.6 Hal

tersebut tentu sangat membahayakan koloni Belanda di Indonesia. Secara politis

memang Indonesia adalah jajahan dari Belanda namun secara ekonomis batas-

batas politis tersebut hampir-hampir kabur.

Berbicara mengenai perdagangan internasional, pecahan-pecahan politis

dalam bingkai sebuah negara dapat tersatukan lebih luas lagi dalam sebuah

bingkai perdagangan. Pada saat itu Singapura tampil sebagai penerus dan ahli

4 Howard Dick, “Perdagangan Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan

Timbulnya Suatu Perekonomian Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah

Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 410; Lihat juga, Howard Dick,

Industri Pelayaran di Indonesia: Kompetisi dan Regulasi. (Jakarta:LP3ES, 1990),

hlm. 10.

5 Ibid.,hlm, 406.

6 Wong Lin Ken, “Singapore: Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”,

Journal of Southeast Asian Studies, National University of Singapore dan

Cambridge University Press, Nomor 1, Maret 1978, hlm. 66.

Page 3: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

3

waris dari emporium Malaka,7 sangat memungkinkan untuk menyedot seluruh

perdagangan ekspor-impor dari koloni Belanda di Indonesia ke dalam

pengaruhnya. Oleh karena itu, Belanda berupaya sekuat mungkin untuk

membatasi pengaruh Singapura ke koloninya di Indonesia.8

Salah satu upaya Belanda dalam mengurangi pengaruh Inggris tersebut

adalah dengan membuka beberapa pelabuhan-pelabuhan bebas dan terbuka di

koloninya di Indonesia.9 Akan tetapi, kekuatan yang dikerahkan oleh Belanda

tidak banyak berdaya untuk mengalihkan perdagangan dari Singapura, karena

peran Singapura telah mendominasi sirkulasi perdagangan di Asia Tenggara. 10

Penerapan kebijakan Belanda tersebut memang sedikit memperlambat

pengalihan perdagangan ke Singapura, namun tetap saja hal tersebut tetap terjadi.

Kebijakan Inggris di Singapura dalam menurunkan tarif bea pada tahun 1866 dan

mulai berkembangnya pelayaran berjadwal pada tahun 1870 dan 1890,

menyebabkan perdagangan di Singapura mengalami kenaikan tiga kali lipat dari

7 Howard Dick, op.cit,.hlm.408

8 Ibid.,hlm, 406

9 Bambang Subiyakto, ”Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara:

Tinjauan historis tentang transportasi air abad XIX”, (Yogyakarta: Tesis

Pascasarjana UGM,2000), hlm.166; Lihat juga, Howard Dick “Perdagangan

Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan Timbulnya Suatu Perekonomian

Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES,

1987), hlm. 406.

Pelabuhan yang dibuka sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh Belanda

yaitu di Riau (1829), Pontianak dan Sambas (1834), Sukadana di Kalimantan

Selatan (1837), Makassar (1847), Manado (1848) dan Ambon, Banda serta

Ternate (1852)

10

Edward Poelinggomang, Makassar Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan

Perdagangan Maritim. (Jakarta: KPG, 2002), hlm. 66.

Page 4: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

4

tahun-tahun sebelumnya.11

Hal tersebut mengakibatkan perdagangan dari koloni

Belanda di Indonesia bertahan ke Singapura. Penyebab lain adalah karena

perhatian Belanda selama ini hanya tertuju pada Pulau Jawa saja, sehingga

mengabaikan kepentingan komersialnya terutama di Sumatera, Kalimantan dan

Sulawesi.12

Pada tahun 1830, pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan

penanaman wajib atau Cultuurstelsel di Jawa dan beberapa daerah di Sumatera.

Kebijakan tersebut memberikan dampak positif bagi peningkatan neraca

perdagangan di pelabuhan Semarang dalam mengekspor hasil komoditi-komoditi

agraris dari Jawa Tengah. Pelabuhan Semarang berkembang menjadi pelabuhan

utama di Jawa Tengah, terutama saat dibukanya jalur-jalur kereta api yang

menghubungkan antara pusat-pusat produksi di pedalaman Jawa Tengah dengan

pelabuhan Semarang.13

Sirkulasi perdagangan antara pedalaman dengan

pelabuhan Semarang dan pasar semakin menggeliat.

Geliat ekonomi tersebut tidak berbanding lurus dengan jumlah muatan

yang dapat diangkut melalui pelabuhan Semarang. Kapal-kapal yang dapat

singgah di dermaga pelabuhan Semarang maksimal sebesar 500 ton, sedangkan

untuk kapal-kapal yang beratnya diatas 500 ton harus bersandar di laut sejauh 3-4

11

Howard Dick.,op.cit,.hlm, 407; Lihat juga Wong Lin Ken, “Singapore:

Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”, Journal of Southeast Asian Studies,

National University of Singapore-Cambridge University Press, Nomor 1, Maret

1978, hlm. 66.

12

Howard Dick, Ibid.,hlm, 406.

13

Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm, 29.

Page 5: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

5

mil dari garis pantai. Pelabuhan Semarang memiliki kedalaman pantai sedalam 2,

8 meter, lebih dangkal daripada Pelabuhan Surabaya yang memiliki rata-rata

kedalaman air 8,5-11,5 meter sehingga kapal-kapal besar dengan tonase diatas

500 ton dapat merapat ke dermaga. 14

Hal tersebut diakibatkan oleh endapan lumpur dan pendangkalan perairan

pelabuhan yang begitu cepat, sehingga jarak untuk merapat kapal semakin

menjauh. Pendangkalan perairan pelabuhan menurut A.B Lapian disebabkan

karena endapan lumpur yang dibawa oleh arus sungai dari daerah pegunungan. 15

Akibat ketidakmampuan kapal-kapal diatas 500 Ton merapat ke dermaga di

pelabuhan Semarang, bongkar-muat barang harus menggunakan kapal tongkang

yang lebih kecil dengan menggunakan jasa kuli tongkang terampil (kelasi).16

Di

pelabuhan Semarang pada tahun 1850 hingga 1861, kelasi-kelasi tersebut di

bawah penguasaan Kapitan Benggala.17

Jauh sebelum pelabuhan dibuat secara modern oleh pemerintah Hindia

Belanda, hubungan dagang antara pelabuhan Semarang dengan wilayah-wilayah

lain di Kepulauan Nusantara khususnya Kalimantan, Sulawesi telah terjalin jauh

14

Agustinus Supriyono, Ibid, hlm. 4.

15

A.B. Lapian.,op.cit.,hlm, 96.

16

Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 5.

17

Arsip Karesidenan Semarang No.3495, Arsip Nasional Republik

Indonesia, Jakarta.

Page 6: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

6

sebelum VOC berkuasa.18

Perdagangan memiliki sifat internasionalis yang tidak

mengenal batas-batas politik. Meskipun secara politik terpecah-pecah namun,

dengan perdagangan dapat disatukan. Dalam hubungan dagang ini, pelabuhan

Semarang merupakan jalan ekspor komoditas beras dari Jawa untuk daerah

Sulawesi, pada tahun 1720-an sebanyak 9000 pikul beras dari Jawa masuk ke

Sulawesi melalui pedagang Tionghoa.19

Hal senada juga dikemukan oleh Burger

bahwa beras dapat masuk kedalam lalu lintas perdagangan berkat peranan orang-

orang Tionghoa didalamnya. 20

Gerrit Knaap menyebutkan pada tahun 1774-1777 jumlah pelayaran di

pelabuhan Semarang lebih banyak daripada pelayaran di pelabuhan Jakarta.21

Akan tetapi, seiring perkembangan, keramaian dari pelabuhan Semarang hampir-

hampir semakin berkurang dibanding pelabuhan Jakarta.

Dari data perdagangan ekspor-impor regional Jawa Tengah pada tahun

1931, nilai ekspor Jawa Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah 92

persen, sedangkan nilai impor Jawa Tengah melalui pelabuhan Semarang

18

Jeroen Touwen, Extreme in The Archipelago: Trade and economic

development in the Outer Islands of Indonesia, 1900-1942, (Leiden: KITLV

Press, 2001).

19

Gerrit Knaap dan Heather Sutherland, Monsoon Traders: Ships,

Skippers and Commodities in Eighteenth Century Makassar, (Leiden: KITLV

Press, 2004), hlm. 149.

20

D.H Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, (Djakarta: P.N

Pradnja Paramita, 1960), hlm. 163.

21

Gerrit Knaap, Shallow Waters, Rising Tide, (Leiden: KITLV Press,

1996), hlm. 45.

Jumlah pelayaran di pelabuhan Semarang dari tahun 1774-1777 mencapai

1744 pelayaran, sedangkan di pelabuhan Jakarta hanya 1717 pelayaran.

Page 7: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

7

mencapai 65 persen.22

Angka tersebut terpaut tidak begitu jauh dengan Jawa

Barat, yang nilai ekspor melalui Pelabuhan Jakarta mencapai 92 persen dan nilai

impornya 79 persen dari total rata-rata di kawasan masing-masing.23

Ekspor

utama pelabuhan Semarang adalah gula yang berasal dari karesidenan-

karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24

Dari data tersebut dapat dikatakan

bahwa pelabuhan Semarang memegang peranan terpenting sebagai penghubung

antara pusat produksi dengan pasar atau dengan kata lain menghubungkan antara

produsen kepada konsumen. Relasi antara ketiganya bersifat mutualisme dan

saling mendukung dan berkaitan erat.

Pedalaman di Jawa Tengah merupakan salah satu faktor penting bagi

kelangsungan perkembangan pelabuhan Semarang. Selain sebagai pusat-pusat

produksi, pedalaman juga merupakan pasar bagi komoditi-komoditi impor yang

didatangkan melalui pelabuhan Semarang. Pedalaman bertindak seperti dua sisi

mata uang, baik sebagai produsen maupun konsumen. Interaksi ekonomi yang

terjadi antara elemen-elemen ini menciptakan suatu jejaring perdagangan yang

lebih luas, karena tidak hanya menghubungkan antar pusat-pusat produksi di

pedalaman Jawa Tengah tetapi juga antara pusat-pusat produksi dengan pasar,

sehingga dari sekian banyak jejaring perdagangan tersebut yang telah berproses,

22

Adrian Clemens, J.Th Lindblad dan Jeroen Touwen, Changing Economy

Indonesia Volume 12b Regional Pattern in Foreign Trade 1911-1940,

(Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1992), hlm. 24-25

23

Ibid.

24

Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 38.

Page 8: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

8

menciptakan suatu integrasi ekonomi dalam bingkai sebuah perdagangan.

Timbulnya integrasi ekonomi ini dipicu salah satunya oleh saling ketergantungan

atas suatu produk. Faktanya bahwa setiap wilayah tidak mampu memenuhi

kebutuhan produk konsumsinya, sehingga memerlukan perdagangan sebagai

wadah untuk mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut.

Pedalaman-pedalaman di Jawa Tengah sebagai pusat produksi merupakan

modal utama bagi pelabuhan Semarang dalam memainkan peranannya sebagai

jalur ekspor. Begitu juga sebaliknya pelabuhan Semarang memegang peranan

penting dalam membuka perdagangan impor dari wilayah lain yang akan

didistribusikan ke penjuru pedalaman di Jawa Tengah. Selain itu pelabuhan

Semarang juga berfungsi sebagai pelabuhan gudang (Entrepot).25

Berbicara mengenai perdagangan di Indonesia, tentu tidak bisa dilepaskan

dari peranan orang-orang Tionghoa dalam membentuk kegiatan ekonomi di

Indonesia. Sejak abad ke-15 warga Tionghoa telah ada di Semarang. 26

Hingga

tahun 1672 warga Tionghoa sudah lebih banyak dan bermukim dengan rumah-

rumah tembok di Semarang. 27

Hampir semua tempat di Indonesia, warga

Tionghoa mengambil tempat di bidang perdagangan.

25

Supriyanto,” Pelayaran dan Perdagangan di Pelabuhan Palembang 1824-

1864”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM ,

2001, hlm, 85.

26

Donald Earl Willmott, The Chinese of Semarang: A Changing Minority

Community in Indonesia. (Ithaca: Cornel University Press, 1960).

27

Liem Thian Joe, Riwayat Semarang, (Jakarta: Hasta Wahana, 2004),

hlm. 14.

Page 9: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

9

Integrasi ekonomi yang dapat menghubungkan antar pusat-pusat produksi

di pedalaman dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar dapat terjadi atas

peranan pelabuhan. Simpul-simpul ekonomi inilah dapat terhubung melalui

pelabuhan Semarang. Dari latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui lebih

jauh lagi mengenai peran pelabuhan Semarang dalam mengintegrasikan

perekonomian di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH DAN RUANG LINGKUP

Secara teoritik, hubungan antara hinterland (pedalaman), foreland

(seberang) dan market (pasar) dapat terjalin dengan erat karena keberadaan

pelabuhan. Interaksi perdagangan disini muncul karena saling membutuhkan.

Suatu wilayah tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri, sehingga perlu

bertukar (berdagang) dengan wilayah lain. Dari sinilah pelabuhan memainkan

peranannya sebagai jalan masuk dan keluar bagi komoditi-komoditi perdagangan.

Begitu pula dengan pelabuhan Semarang berperan menghubungkan pusat-pusat

produksi dengan pasar. Dengan demikian neraca perdagangan menjadi hal yang

sangat penting bagi pertumbuhan pelabuhan Semarang. Neraca perdagangan

(ekspor-impor) yang dimaksud adalah neraca perdagangan ke luar negeri. Sejak

ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh pemerintah Hindia Belanda

pada tahun 1825, tidak hanya kapal-kapal dari wilayah lain di Kepulauan

Indonesia, namun juga kapal-kapal berbendera asing yang banyak singgah di

pelabuhan Semarang. Hal tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusan-

keputusan politis dari pemerintah Hindia Belanda yang sangat menentukan

Page 10: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

10

perkembangan pelabuhan Semarang berikutnya, terlebih pelabuhan Semarang

berada di kota pemerintahan kedua setelah Jakarta. Persekutuan antara

kepentingan politis dan ekonomis tersebut menciptakan sebuah rumusan yang

menjadi faktor keberuntungan pelabuhan Semarang. Dengan demikian sejauh

manakah dan dalam hal apakah peran pelabuhan Semarang dalam merajut jejaring

simpul-simpul ekonomi untuk mendorong integrasi ekonomi nasional?

Guna memudahkan dalam pembahasan maka diuraikan ke dalam beberapa

pertanyaan penelitian yakni: Bagaimanakah kebijakan pemerintah Hindia Belanda

dalam mengelola pelabuhan Semarang? Mengapa pelabuhan Semarang bisa

berkembang menjadi salah satu titik integratif ekonomi nasional? Apa saja

komoditi-komoditi yang diperdagangkan disini? Dari mana asal komoditi-

komoditi tersebut? Sejauh manakah relasi antara pelabuhan Semarang dengan

pusat produksi dan pasar? Siapakah para pelaku dalam aktivitas perdagangan di

pelabuhan Semarang? Seperti apakah rute pelayaran perdagangan ekspor-

impornya? Sejauh manakah hubungan antara pelabuhan Semarang dengan

pelabuhan-pelabuhan lain?

Cakupan waktu tema ini dimulai pada tahun 1825, yaitu ketika pelabuhan

Semarang bersama dengan pelabuhan Jakarta, dan Surabaya pada tahun 1825

dibuka sebagai pelabuhan bebas bagi semua kapal asing. Hal tersebut merupakan

reaksi terhadap munculnya pelabuhan bebas di Singapura oleh pemerintah Inggris,

sehingga dikhawatirkan perdagangan koloni Belanda di Indonesia tersedot ke

Page 11: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

11

Singapura, karena jalur ekspor-impor akan dikuasai oleh pelabuhan Singapura.28

Atas aneksasi ilegal ini pemerintah Hindia Belanda di Jakarta mengumumkan

untuk membuka pelabuhan-pelabuhan tersebut sebagai pelabuhan bebas dan

mengumumkan pemberlakuan bebas bea. Akan tetapi, tidak berlaku bagi barang

dagangan dari Britania dan kain dari negara asing lain dan mewajiban pajak

sebesar 25 persen.29

Pada tahun ini pula meletus perang yang dilakukan oleh

Pangeran Diponegoro (Perang Jawa) melawan pemerintah Hindia Belanda. Hal

tersebut sangat menguras kas keuangan pemerintah Hindia Belanda, karena

sebetulnya pemerintah Hindia Belanda tidak mempunyai kontrol yang baik di

daerah-daerah pedalaman Jawa, sehingga uang sangat diperlukan untuk

menghadapi pasukan Diponegoro. Di Negeri Belanda sendiri pada tahun ini

terjadi kemelut perang kemerdekaan Belgia, yang menyebabkan Belanda

kehilangan sebagian penghasilan dari tanah di Belgia. Dengan beberapa faktor

tersebut, sepertinya pemerintah Hindia Belanda di Jakarta tidak ingin bertambah

kehilangan sumber-sumber ekonomi di koloninya di wilayah akibat ulah

pemerintah Inggris di Singapura tersebut.

Cakupan akhir tema ini adalah tahun 1939, karena pada tahun ini

perekonomian Indonesia terutama dari sektor perdagangan luar negeri mulai

menunjukkan perbaikan akibat keguncangan krisis yang melanda dunia pada

28

Indriyanto, “Pelabuhan Rembang 1820-1900 (Profil Pelabuhan Kecil

dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah Rembang)”, Tesis

Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 1995, hlm.

100.

29

J.S. Furnivall, Hindia Belanda : Studi tentang ekonomi majemuk,

(Jakarta: Freedom Institute, 2009), hlm. 111.

Page 12: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

12

tahun 1928. Hal ini juga berpengaruh pada pergerakan neraca perdagangan di

pelabuhan Semarang. Dari rentang waktu yang panjang tersebut dapat dipaparkan

bagaimana pelabuhan Semarang berfungsi sebagai integratif dalam

mengintegrasikan ekonomi nasional. Selain itu selama rentang tersebut telah

memperlihatkan sebuah siklus ekonomi. Pelabuhan Semarang dipilih sebagai

lokasi dari penulisan penelitian ini karena pelabuhan ini merupakan pelabuhan

terbesar di wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan produksi yang tinggi.

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan tema ini adalah menjelaskan

mengenai fungsi integratif pelabuhan Semarang sebagai salah satu yang

mengintegrasikan ekonomi nasional. Pelabuhan Semarang mempunyai posisi

strategis dalam proses integrasi ekonomi nasional. Fungsi tersebut jarang disentuh

pada penulisan yang berkaitan dengan pelabuhan dan kebanyakan hanya

membahas sebatas perkembangan pelabuhan saja. Selain itu penelitian ini

diharapkan akan memperkaya perbendaharaan historiografi Indonesia khususnya

yang berkaitan dengan sejarah ekonomi pada era kolonial. Lebih jauh lagi tujuan

dan kegunaan penelitian ini adalah untuk menggambarkan peta jejaring

perdagangan dari dan ke pelabuhan Semarang pada periode tersebut, sehingga

dapat dimanfaatkan untuk menganalisa struktur dan alur perdagangan di

pelabuhan Semarang untuk mengkaji potensi-potensi selanjutnya.

Page 13: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

13

D. TINJAUAN PUSTAKA

Perdagangan sangat erat kaitannya dengan perkembangan masyarakat

yang bersangkutan. Semakin kompleks suatu masyarakat maka semakin beragam

pula modus dan tata cara perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Suatu perdagangan akan hidup jika memiliki respons dari beberapa arah.

Maksudnya adalah interaksi perdagangan yang berlangsung berasal dari lebih dari

dua pelaku, sehingga perdagangan tidak hanya termonopoli oleh satu pihak saja.

Pola perdagangan disini adalah proses tukar menukar barang antara pedagang

dengan pembeli baik itu pribumi lokal, pribumi dari pulau lain, timur asing, dan

mancanegara. Dalam bukunya ini Gusti Asnan menggambarkan dengan jelas

bagaimana pola perdagangan, hubungan antara daerah pantai dengan pedalaman

atapun wilayah lain.30

Hubungan antara daerah pantai sebagai entrepot dengan

wilayah pedalaman merupakan hubungan tradisional karena ikatan teritorial,

sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sudah terjalin sejak lama.

Kegiatan perdagangan maritim di Indonesia merupakan bagian yang

integral dari sejarah perekonomian Indonesia. Dalam kegiatan ini pembentukan

ekonomi nasional dirajut melalui jejaring perdagangan interinsuler dengan

wilayah-wilayah lain di Indonesia, baik oleh pribumi, swasta asing, pemerintah

maupun vreemde oosterlingen terutama orang Tionghoa. Kegiatan perdagangan

adalah urat nadi bagi keberlangsungan suatu negara. Sistem ekonomi kelautan ini

memberi dampak yang luas bagi masyarakat, baik secara ekonomis, sosial dan

30

Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, (Yogyakarta:

Ombak, 2007), hlm. 143.

Page 14: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

14

politis. Aktivitas perdagangan di pelabuhan menjadi sangat dinamis. Tidak hanya

tentang jual-beli namun, kriminalitas, pedagang pendatang, dan kekerasan. 31

Dalam hal tersebut, pelabuhan Semarang juga memiliki peranan didalamnya.

Sebelum tahun 1859 hanya Pelabuhan Semarang, Jakarta dan Surabaya

yang mampu melayani perdagangan dan pelayaran swasta terkait sarana-prasarana

yang ada. Pada tahun 1859 oleh pemerintah dibukalah 19 pelabuhan kecil untuk

perdagangan bebas dalam artian pihak swasta turut ambil bagian. 32

Kedua tesis

mengenai pelabuhan-pelabuhan yang ada di sekitar pelabuhan Semarang ini

menggambarkan begitu jelas bagaimana peranan mereka dalam aktivitas ekonomi

di masing-masing wilayah. Secara substansial kedua tesis ini hampir sama.

Berdasarkan buku Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-

1900, sebuah disertasi dari Djoko Suryo di Monash University dijelaskan

mengenai sejarah sosial di Semarang yang memaparkan mulai dari kondisi

penduduk, politik, ekonomi sampai pelayanan umum di Semarang.33

Buku ini

memang tidak secara jelas menjelaskan tentang pelabuhan, akan tetapi sedikit

didalamnya juga disinggung mengenai kegiatan perekonomian di pelabuhan

Semarang. Buku ini sangat komprehensif dalam menjelaskan mengenai kondisi

31

Djoko Dwiyanto, “Kota Pelabuhan Jepara Pada Awal Abad XVIII”,

Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2004,

hlm. 150.

32

Singgih Tri Sulistiyono, “Perkembangan Pelabuhan Cirebon dan

Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Cirebon

1859-1930” Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya

UGM, 1994, hlm. 92.

33

Djoko Suryo, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-

1900, (Yogyakarta: PAU UGM,1989).

Page 15: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

15

masyarakat Semarang pada masa Tanam Paksa sampai akhir masa liberal di

Indonesia.

Robert van Niel dalam bukunya Java’s Northeast Coast 1740-1840

menggambarkan bagaimana dominasi kolonial dalam aspek politik, sosial dan

terlebih lagi masalah ekonomi. Dalam buku ini dipaparkan satu per satu

komoditas-komoditas unggulan yang laku dipasaran ekspor dunia. Hal ini

merupakan langkah dari kebijakan kolonial menjadikan Jawa sebagai potensi

yang menguntungkan bagi pendapatan finansial kolonial.34

Kawasan pantai bukan

hanya sebagai pelabuhan kapal-kapal yang hendak melakukan kegiatan ekspor-

impor namun juga sebagai penghasil komoditas ikan laut. Seperti yang

dikemukakan Masyuri dalam bukunya Menyisir Pantai Utara, wilayah ini

potensial sebagai penghasil ikan yang laku sebagai komoditas ekspor.35

Meskipun

keduanya tidak secara khusus membahas tentang pelabuhan Semarang namun, apa

yang dipaparkan dalam kedua buku ini dapat menggambarkan potensi-potensi

yang dimiliki kawasan Pantai Utara Jawa sebagai penghasil komoditas-komoditas

perdagangan selain sebagai pintu gerbang perdagangan maritim di Jawa bagian

Tengah.

34

Robert van Niel, Java’s Northeast Coast 1740-1840, (Leiden: CNWS

Publications, 2005),hlm. 394.

35

Masyuri, Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di

Jawa dan Madura 1850-1940, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama dan

KITLV, 1996).

Page 16: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

16

Buku paling komprehensif mengenai integrasi ekonomi melalui jejaring

pelabuhan adalah disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono.36

Buku ini menguraikan

secara detail mengenai proses pengintegrasian ekonomi nasional melalui Jaringan

Laut Jawa. Selain itu, integrasi ekonomi keluar dapat dilakukan dengan dukungan

pelayaran yang memadai. Dalam disertasinya Campo memaparkan dengan

sempurna peranan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij)37

, sebuah

perusahaan pelayaran kerajaan yang mengintegrasikan seluruh jejaring pelayaran

di Indonesia. Akan tetapi, pelabuhan Semarang tidak masuk dalam barisan utama

jejaring pelayaran KPM namun demikian, keberadaan KPM telah membuat

pelabuhan Semarang ikut berkembang.

Secara khusus dalam bab kedua disertasi dari Agustinus Supriyono yang

berjudul Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-Pemogokan Pada Zaman

Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965 membahas tentang posisi

pelabuhan Semarang sebagai pelabuhan ekspor bagi komoditas-komoditas agraris

dari wilayah pedalaman yang laku di pasaran Eropa.38

Peranannya semakin

meningkat pada masa kolonial terlebih setelah pembangunan infrastruktur berupa

36

Singgih Tri Sulistiyono, “ The Java Sea Network: Patterns in the

Development of Interregional Shipping and Trade in the Process of National

Economic Integration in Indonesia 1870s-1970s”, Disertasi Universiteit Leiden,

2003. 37

J.N.F.M Campo, Engines of Empire: Steamshipping and State

Formation in Colonial Indonesia, (Hilversum: Uitgeverij Verloren, 1992).

38

Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-

Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”,

Disertasi Vrije Universiteit, 2008.

Page 17: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

17

jalur kereta api yang menghubungkan dengan wilayah pedalaman di Jawa Bagian

Tengah.

Penjelasan yang komprehensif mengenai dunia perdagangan dari Jawa

Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah artikel dari Theo Stevan.39

Di

dalam artikel ia membahas mengenai pertumbuhan pelabuhan Semarang dan

hubungannya dengan wilayah-wilayah pedalaman di Jawa Tengah hingga masalah

standar hidup dan gambaran kota Semarang.

Selain itu buku yang secara khusus membahas tentang pelabuhan adalah

disertasi karya Edward Poelinggomang yang berjudul Makassar Abad XIX: studi

tentang kebijakan perdagangan maritim. Secara komprehensif membahas

bagaimana dinamika sebuah pelabuhan besar seperti Makassar tumbuh dan

berkembang sebagai bandar pelabuhan ekpor-impor yang melayani wilayah

bagian timur Indonesia .40

Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu

Pelabuhan di Jawa karya Susanto Zuhdi juga membahas tentang pelabuhan.

Dalam buku ini dijelaskan bagaimana usaha dari pemerintah Hindia Belanda yang

hendak menggantikan posisi pelabuhan Semarang yang dinilai tidak begitu

menguntungkan, dengan mendirikan pelabuhan di Cilacap.41

Akan tetapi, yang

dicitakan pemerintah sepertinya meleset dari perkiraan. Hal ini dikarenakan posisi

39

Theo Stevens, “Semarang, Central Java and The World Market 1870-

1900” dalam Peter J.M Nas, The Indonesian City: Studies in Urban Development

and Planning, (Dordrecht: Foris Publications, 1986), hlm. 56-68. 40

Edward Poelinggoemang, Makassar Abad XIX: studi tentang kebijakan

perdagangan maritim, (Jakarta: KPG, 2002).

41

Susanto Zuhdi, Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu

Pelabuhan di Jawa, (Jakarta: KPG, 2008).

Page 18: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

18

pelabuhan Cilacap yang berada di Samudera Hindia dengan gelombang laut yang

ganas. Aktivitas dari suatu pelabuhan tersebut tergantung dari dukungan daerah

pedalamannya. Begitu pula dengan pelabuhan Semarang yang memiliki daerah-

daerah pedalaman di Jawa sebagai penghasil komoditas ekspor terutama yang

laku di pasaran internasional seperti komoditas tanam paksa.

Kegiatan ekpor-impor di dalam sebuah pelabuhan memilki kadar volume

perdagangan dan komoditas yang berbeda-beda. Seperti halnya yang ditunjukkan

oleh Pelabuhan Semarang. Dalam buku Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia,

Pieter Creutzberg memaparkan komoditas-komoditas dari Jawa yang laku di

pasaran internasional.42

Pemaparannya dalam bentuk statistik memberikan

gambaran yang jelas bagaimana fluktuasi dari volume komoditas-komoditas

ekspor dari Jawa. Dalam arti luas memberikan gambaran bagaimana kondisi pada

saat itu, juga didukung dengan tabel-tabel sehingga mampu dengan dengan jelas

memberikan fakta-fakta yang kuat.

Buku mengenai ekspor di Indonesia yang di tulis oleh Hiroyoshi Kano

yang berjudul Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World Economy

1850-2000. Secara komprehensif menjelaskan tentang bagaimana karakteristik

ekonomi ekspor di Indonesia menjelang masa liberal sampai millenium. Dalam

kurun waktu yang panjang tersebut dijelaskan bagaimana tipikal ekonomi ekspor

tiap masa yang berbeda-beda, para pelaku kegiatan ekspor dan berbagai masalah

42

Pieter Cruetzberg (Ed.), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia,1987),hlm. 130-142.

Page 19: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

19

yang dihadapi dalam aktivitas ini.43

De Ontwekkeling Van Semarang Als

Koloniale Uitvoerhaven Van Midden-Java Sinds 1900 en Zijn Tegenwoordige

Betekenis, sebuah artikel dari Theo Stevens sedikit membahas tentang kegiatan

ekspor-impor di pelabuhan Semarang. Dalam artikel ini dijelaskan pula tentang

komoditas dan volume ekspor yang diperdagangkan di pelabuhan Semarang.44

Semenjak modal kapital swasta asing semakin intens masuk ke Indonesia tahun

1870, terutama ke Jawa tingkat produksi barang-barang komoditas ekspor-impor

semakin tinggi.45

Produktivitas pertanian juga mengalami peningkatan tiap

tahunnya.

Pada umumnya komoditas-komoditas yang masuk ke Jawa adalah tekstil,

makanan, minuman, cat, barang keperluan rumah tangga dan sebagainya.

Sedangkan komoditas ekspor dari Jawa selain hasil perkebunan adalah kapas,

minyak bumi, dan sebagainya.46

Hal ini menunjukkan bahwa semenjak dibukanya

kran modal swasta masuk ke koloni, aktivitas perdagangan di Jawa semakin

meningkat, baik secara volume perdagangan maupun jenis komoditasnya.

43

Hiroyoshi Kano, Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World

Economy 1850-2000, (Singapore: NUS Press, 2008).

44

Theo Steven, “De Ontwekkeling Van Semarang Als Koloniale

Uitvoerhaven Van Midden-Java Sinds 1900 en Zijn Tegenwoordige Betekenis”

dalam Between People and Statistics, “Essays on Modern Indonesian History

Presented to Pieter Crutzberg”, (The Hague,1979),hlm. 91-100.

45

C.E Van Kesteren, “ de Handel van Java”, De Indische Gids, (Leiden-

E.J Brill, Dertiende Jaargang, 1891),hlm. 1270.

46

Ibid, hlm, 1271.

Page 20: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

20

Dari tinjauan pustaka di atas dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni

sejarah perkembangan kota pelabuhan, perdagangan dan integrasi. Pada kajian-

kajian sebelumnya tersebut yang secara khusus membahas mengenai fungsi

integratif pelabuhan hanya disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono. Akan tetapi,

kajian tersebut membahas secara luas fungsi integratif pelabuhan sebagai

penghubung antarjalur maritim dalam proses pembentukan ekonomi nasional.

Kajian mengenai hubungan antara pelabuhan Semarang dengan pusat-pusat

produksi di pedalaman yang paling komprehensif adalah artikel dari Theo

Stevens, akan tetapi pembahasannya tidak melihat kontribusi terhadap ekonomi

secara makro. Dengan demikian, pembahasan mengenai fungsi integratif suatu

pelabuhan, khususnya pelabuhan Semarang dengan melihat kontribusi secara

makro dalam hal ini adalah pertumbuhan ekonomi nasional dan bagaimana

pelabuhan tersebut menjadi salah satu titik integrasi ekonomi nasional belum

dilakukan, sehingga celah ini yang dikaji dalam penelitian ini.

E. METODE DAN SUMBER

Dalam penelitian sejarah diperlukan sistematika alur penulisan sejarah

dalam bentuk metode. Metode sejarah menurut G.J Garraghan adalah prinsip-

prinsip untuk menelusuri sumber-sumber material sejarah, menilai secara kritis,

dan menyajikan sebuah sintesis dalam bentuk tulisan pada umumnya dari hasil

penelitian yang didapatkan. 47

47

G.J Garraghan, A Guide Historical Method, (New York: Fordham

University Press, 1957), hlm. 33.

Page 21: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

21

Penelitian memfokuskan pada studi pustaka ke berbagai perpustakaan baik

tingkat lokal maupun nasional untuk menemukan sebanyak mungkin sumber dan

informasi terkait, khususnya berupa arsip dan laporan pemerintah. Di antaranya

seluruh perpustakaan di lingkungan Universitas Gadjah Mada yang terkait,

perpustakaan di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta, Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia di Jakarta, Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Arsip

Nasional Republik Indonesia di Jakarta, selain itu juga, dari Perpustakaan

Universitas Leiden di Belanda, Perpustakaan Universitas Sydney di Australia, dan

lembaga penyimpanan arsip olahan Data Archived Networks Services di Belanda,

yang merupakan sumbangan dari kolega penulis. Dapat dikatakan bahwa

kekuatan penelitian ini berasal dari sumber tertulis.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan ini terbatas pada periode kolonial. Penggunaan kata Indonesia di

dalam penulisan ini, dimaksudkan untuk menghilangkan penulisan yang mengacu

pada kolonial sentris. Akan tetapi tidak semua, kata Hindia Belanda lebih

mengacu kepada pemerintahan resmi yang mengatur dan mengelola wilayah

Indonesia sebagai jajahannya. Kata nasional dipakai untuk merepresentasikan

integrasi wilayah-wilayah di Kepulauan Indonesia. Begitu pula penggunaan

nama-nama daerah lebih banyak ditulis dengan penyebutan yang lazim digunakan

sekarang. Penulisan ini dimulai dengan memberikan gambaran mengenai konteks

kewilayahan dari pelabuhan Semarang. Dalam konteks ini dijelaskan mengenai

seperti apa fondasi yang dimiliki oleh pelabuhan Semarang dalam jejaring

Page 22: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

22

pelayaran dan perniagaan di Indonesia. Konteks ini menjadi sangat penting ketika

pelabuhan Semarang bertindak sebagai integratif dalam menghubungkan sumber-

sumber ekonomi. Bagian ini juga dijelaskan mengenai seperti apa sebenarnya

pengaruh pelabuhan Semarang di darat dan di laut, yang menjadi bagian integral

dari integrasi ekonomi nantinya. Pelabuhan Semarang dapat berkembang karena

adanya dukungan fasilitas dan sarana prasarana serta kebijakan dari pemerintah

Hindia Belanda sendiri dalam menciptakan pelabuhan Semarang sebagai salah

satu titik integrasi ekonomi nasional.

Modal-modal dasar dan fondasi yang telah dimiliki oleh pelabuhan

Semarang tersebut pada gilirannya akan mempermudah dalam menjadikan

pelabuhan Semarang sebagai fungsi integratif untuk menyatukan simpul-simpul

ekonomi dan perdagangan. Pada bagian ini dijelaskan lebih jauh mengenai

bagaimana sebenarnya hubungan pelabuhan Semarang dengan pusat-pusat

produksi di pedalaman Jawa Tengah. Keberadaan pelabuhan Semarang telah

menghubungkan antarpusat-pusat produksi di pedalaman, tentunya dengan

dukungan fasilitas seperti kereta api, sehingga menjadi sebuah kesatuan ekonomi

yang solid dan potensial. Selain itu juga dibahas lebih dalam mengenai bagaimana

pelabuhan Semarang dalam mengintegrasikan ekonomi nasional melalui jejaring

pelabuhan-pelabuhan yang ada dihampir seluruh Indonesia.

Selain itu pada bagian selanjutnya, apa yang telah dilakukan melalui

pelabuhan Semarang sebagai fungsi integratif juga telah memberikan dampak

keterbukaan akses ekonomi. Pusat-pusat produksi di pedalaman telah terintegrasi

melalui pelabuhan Semarang dengan pasar global. Dampaknya adalah terjadi

Page 23: BAB 1 PENGANTAR A. LATAR BELAKANG MASALAHetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64344/potongan/S1... · karesidenan di wilayah pedalaman Jawa.24 Dari data tersebut dapat dikatakan

23

peningkatan pada neraca perdagangan Indonesia melalui pelabuhan Semarang,

baik dalam bentuk ekspor maupun impor. Ujung dari aktivitas tersebut adalah

didapat sebuah kontribusi riil pelabuhan Semarang terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

Sistematika penulisan tersebut dibuat sesistematik mungkin agar dapat

menjelaskan secara mudah fungsi integratif pelabuhan Semarang sebagai salah

satu titik integrasi ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Kesalahan dan kekurangan dalam menjelaskan masalah tersebut

sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.