BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan...
Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan...
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjanjian Schengen merupakan sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh
lima negara anggota European Community yaitu Jerman, Perancis, Belanda,
Luksemburg, dan Belgia pada tanggal 14 juni 1985 di kota Schengen,
Luksemburg. Tujuan dari dibuatnya perjanjian ini adalah adanya keinginan
negara-negara anggota untuk menjamin kebebasan bergerak bagi orang di wilayah
negara-negara anggotanya. Sebelumnya, kebebasan bergerak bagi barang, jasa,
dan modal sudah diberlakukan yaitu dengan adanya pasar bebas. Dengan adanya
keinginan untuk membentuk integrasi Eropa yang lebih maju, maka kelima negara
anggota European Community tersebut berpendapat bahwa kebebasan bagi orang
perlu diwujudkan agar dapat membentuk proses integrasi Eropa.1
Pada tanggal 19 Juni 1990, Schengen Convention ditandatangani sebagai
kelanjutan dari perjanjian Schengen. Schengen Convention ini berisi tentang
aturan dan sistem penghapusan kontrol perbatasan antar negara anggota perjanjian
Schengen serta aturan-aturan dalam hal kontrol perbatasan bersama. Schengen
Convention ini yaitu merupakan implementasi dari perjanjian Schengen.2
1 Rima Rizkiyah, 2015, Perjanjian Schengen Dan Maastricht, Universitas Indonesia, hal.1-2,
diakses dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20404840-MK-Rima%20Rizkiyah.pdf
(4/3/2018, 01.35 WIB) 2 Rizkiyah, Op.Cit
2
Saat ini, negara anggota perjanjian Schengen terdiri dari 26 negara dan 23
negara anggotanya merupakan negara Uni Eropa. Adapun lima negara pendiri dari
perjanjian ini yaitu Jerman Barat (sekarang Jerman), Perancis, Belanda,
Luksemburg, dan Belgia. 21 negara lainnya adalah Rep.Ceko, Denmark, Estonia,
Yunani, Spanyol, Italia, Latvia, Lithuania, Hungaria, Malta, Austria, Polandia,
Portugal, Slovenia, Slovakia, Finlandia, Swedia, Liechtenstein, dan negara non
Uni Eropa yaitu Islandia, Norwegia, dan Swiss.3
Menjadi bagian dari area Schengen tanpa adanya kontrol di perbatasan
internal negara berarti negara area Schengen tidak melakukan pemeriksaan di
perbatasan internal mereka, melakukan pengecekan kontrol perbatasan yang
harmonis berdasarkan definisi dan kriteria yang jelas seperti di perbatasan
eksternal mereka yaitu batas antara negara Schengen.4
Pada awalnya perjanjian ini memuat penghapusan dan pembangunan kontrol
perbatasan bersama, peraturan bersama dalam hal pergerakan orang di wilayah
Schengen serta harmonisasi peraturan dalam hal visa. Setelah Schengen menjadi
kerangka kerja Uni Eropa, kebijakan penghapusan dan pengecekan bagi orang
ketika melintas di perbatasan, kerjasama antar kepolisian negara-negara
anggotanya, kerja sama dalam hal memberantas kriminalitas serta kebijakan
dalam hal pembuatan dan pengembangan Schengen Information System (SIS)
diterapkan.5
3 Dimitris Avramopoulos, Europe Without Borders The Schengen Area, European Commission,
hal. 3 diakses dalam https://ec.europa.eu/home-affairs/sites/homeaffairs/files/e-
library/docs/schengen_brochure/schengen_brochure_dr3111126_en.pdf (5/3/2018, 01.35 WIB) 4 Avramopoulos, Loc. Cit hal.4
5 Rizkiyah, Op.Cit hal.3-4
3
Pada tahun 1954, semua negara yang termasuk dalam nordik telah menjadi
anggota Nordic Passport Union, yang merupakan sebuah perjanjian yang
menetapkan area tanpa batasan perjalanan untuk negara Islandia, Denmark,
Swedia, Finlandia, dan Norwegia. Karena negara anggota Uni Eropa yang juga
termasuk nordik yaitu Denmark, Swedia, dan Finlandia bergabung dalam
perjanjian Schengen, maka Norwegia dan Islandia juga harus ikut
menandatangani perjanjian Schengen demi kelansungan eksistensi Nordic
Passport Union.6
Salah satu dari negara yang termasuk Nordic Passport Union yang turut
bergabung dalam perjanjian Schengen adalah Islandia. Islandia yang merupakan
negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian
Schengen pada tahun 2001, dan kemudian semakin aktif dalam berbagai kegiatan
di Uni Eropa, seperti Program erasmus, pertukaran pelajar antara Islandia dengan
Uni Eropa hingga berbagai kemudahan visa untuk masuk kedalam Islandia dan
Uni Eropa.
Namun, adapun kekhawatiran dan efek negatif yang terjadi terkait perjanjian
Schengen tersebut. Kebijakan penghapusan pemeriksaan di pos-pos perbatasan
internal dan kebebasan bergerak di wilayah Schengen telah menjadi celah bagi
para imigran ilegal untuk masuk ke wilayah negara-negara anggota Schengen.
Berkembangnya proses imigrasi di Eropa telah menjadi perbincangan serius.
Secara khusus telah dikatakan bahwa migrasi merupakan ancaman keamanan
6 Rizkiyah, Op.Cit
4
multi-dimensional yang sudah menjadi hal yang penting sejak tahun 1990-an, dan
bahkan setelah terjadinya peristiwa 9/11.7
Beberapa hal negatif dari perjanjian Schengen ini tidak mengurungkan niat
Islandia untuk tetap bergabung dalam perjanjian Schengen. Menurut Jón Baldvin
Hannibalsson selaku kepala dari Kementerian Luar Negeri pada waktu itu,
berpendapat bahwa perjalanan bebas visa telah lama menjadi bagian kerjasama
dari negara nordik. Dan ketika ketiga negara Uni Eropa yang menjadi bagian dari
Nordic Passport Union bergabung ke dalam Schengen, maka selebihnya termasuk
Islandia juga harus bergabung untuk mempertahankan pergerakan bebas antara
negara-negara nordik. Hannibalsson juga berpendapat bahwa Islandia yang
merupakan negara yang minim birokrasi menilai sangat berharga ketika Islandia
berintegrasi dengan negara nordik lainnya karena dengan bersama, maka
negaranya akan bisa belajar dan berkembang dari rekan negara nordik lainnya.8
Hal ini membuat penulis tertarik untuk kembali menganalisis lebih lanjut
dan lebih dalam tentang apa alasan Islandia ikut bergabung dalam perjanjian
Schengen pada tahun 2001.
1.2 Rumusan Masalah
- Mengapa Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001?
7 Tal Dingott Alkoper & Emmanuelle Blanc, Schengen Area Shaken: The Impact of Immigration-
Related Threat Perceptions on the European Security Community,
Journal of International Relations and Development, hal.19. ISSN 1408-6980, diakses dalam
http://eprints.lse.ac.uk/82528/1/Blanc_Schengen%20area%20shaken_2017.pdf (30/4/2018, 20.21
WIB) 8 Jón Baldvin Hannibalsson, Lessons From Iceland, diakses dalam http://jbh.is/prenta.asp?id=434
(25/9/2018, 23.50 WIB)
5
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui alasan Islandia bergabung dalam perjanjian
Schengen
b. Untuk mengetahui proses masuknya Islandia ikut bergabung dalam
perjanjian Schengen
c. Untuk mengetahui respon dan masukan unit-unit pemerintahan
Islandia terhadap kebijakan Islandia bergabung dalam perjanjian
Schengen
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan, serta informasi penulis terhadap apa alasan negara Islandia
ikut bergabung dalam perjanjian Schengen.
1.3.2.2 Manfaat Akademis
Secara akademis, setelah pembaca memahami penelitian ini pembaca
diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai perjanjian Schengen dan
bagaimana proses bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut serta apa saja
hasil dari keanggotaan perjanjian itu.
1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu atau juga biasa disebut sebagai literature review
merupakan aspek penting dalam penelitian yang berguna sebagai pedoman dan
6
arahan bagi penulis di dalam melakukan sebuah penelitian. Selain itu, penelitian
terdahulu juga berfungsi untuk membedakan antara penelitian sebelumnya dengan
penelitian yang akan diambil oleh penulis. Adapun beberapa penelitian terdahulu
yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini, antara lain yaitu:
Yang pertama yaitu berjudul “Perjanjian Schengen dan Maastricht” yang
ditulis oleh Rima Rizkiyah.9 Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana
perjanjian Schengen dan Maastricht dibuat dan apa saja hasil dan manfaat dari
bergabungnya suatu negara dalam perjanjian tersebut. Selain itu dalam penelitian
ini juga dijelaskan bahwa dengan adanya kedua perjanjian tersebut, diharapkan
akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antar negara-negara Eropa
sehingga mampu mewujudkan integrasi Eropa yang kuat. Jika penelitian dari
Rima ini membahas masalah perjanjian Scehngen, penulis di sisi lain membahas
mengenai bagaimana Islandia mengadopsi isi-isi dalam perjanjian Schengen
tersebut sehingga diimplementasikan ke dalam negara Islandia itu sendiri.
Yang kedua yaitu berjudul “Kepentingan Ekonomi Politik Islandia
Mempertahankan Kerjasama Ekonomi Dengan Uni Eropa Melalui
Perjanjian European Economic Area (EEA)” yang ditulis oleh Sukmika
Mardalena dan Indra Pahlawan.10
Penelitian ini membahas tentang hubungan
kerjasama antara Islandia dan Uni Eropa dalam hal perekonomian. Islandia
memiliki akses dalam pasar internal Uni Eropa, namun sebagai konsekuensinya
Islandia diharuskan untuk mengadopsi peraturan-peraturan Uni Eropa yang
9 Rizkiyah, Op.Cit 10 Mardalena & Pahlawan, Kepentingan Ekonomi Politik Islandia Mempertahankan Kerjasama
Ekonomi Dengan Uni Eropa Melalui Perjanjian European Economic Area (EEA), Jom FISIP
Volume 2 No.2 Oktober 2015, Pekanbaru: Universitas Riau, diakses dalam
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/5489/5368 (13/4/2018, 23.34 WIB)
7
relevan dengan pasar internal. Mr. Ásgrimsson, pemimpin Progressive Party (PP)
di Islandia menyatakan bahwa pada tahun 2003 melalui EEA dan Schengen
Islandia telah mengadopsi lebih dari 80% dari seluruh Undang-Undang Uni
Eropa. Persamaan penelitian Sukmika Mardalena dan Indra Pahlawan dengan
penelitian ini adalah Islandia ingin tetap berhubungan dan bekerjasama dengan
negara Uni Eropa lainnya walaupun Islandia bukanlah negara Uni Eropa.
Sedangkan perbedaannya yaitu penelitian Sukmika Mardalena dan Indra
Pahlawan ini membahas masalah menjaga dan mempertahankan kerjasamanya
dengan negara Uni Eropa, sedangkan penelitian ini membahas masalah
pergerakan bebas antar beberapa negara anggota Schengen yang termasuk
maupun tidak masuk dalam Uni Eropa.
Penelitian selanjutnya yaitu berjudul “Taking its Place in Europe-Iceland`s
Long Road to its EU Application” yang ditulis oleh Magnús Árni Magnússon.11
Penelitian ini membahas tentang bagaimana negara Islandia berjuang untuk tetap
berintegrasi dengan Uni Eropa. Beberapa hal telah dilakukan seperti mengajukan
bagian dari keanggotaan Uni Eropa pada tahun 2009, bergabung dalam European
Free Trade Association (EFTA), dan European Economic Area (EEA) maupun
Schengen. Penelitian ini juga membahas jalan yang panjang dan kesusahan yang
dialami Islandia dalam menerapkan pengaplikaisan Uni Eropa dalam pandangan
nasionalisme Islandia. Kesamaan dari penelitian Magnus dan penelitian ini yaitu
bagaimana negara Islandia berupaya untuk mengajukan diri dan tetap eksis di
11 Magnús Árni Magnússon, Taking Its Place in Europe-Iceland`s Long Road to its EU
Application, Jean Monnet Occasional Papers, March 2013, University of Malta, diakses dalam
https://www.um.edu.mt/__data/assets/pdf_file/0006/198528/jmmagnus022013webv6.pdf
(13/4/2018, 23.58 WIB)
8
mata dunia. Beberapa cara telah dilakukan oleh negara Islandia seperti bergabung
dalam EFTA dan EEA, mengajukan keanggotaan di Uni Eropa, dan kemudian
bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001 seperti yang diteliti oleh
penulis. Perbedaannya ada pada fokus penelitian, dimana penulis berfokus pada
alasan dan proses Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen.
Penelitian selanjutnya yaitu berjudul “20 years with the Schengen Area –
Does it boost trade?” yang ditulis oleh Amanda Ring Eggers.12
Penelitian ini
membahas tentang pengaruh perjanjian Schengen terhadap proses perdagangan
ekspor dan impor di negara anggotanya. Faktanya, proses perdagangan barang
telah meningkat secara signifikan sebanyak 3,6% jika kedua negara yang
melakukan proses perdagangan termasuk dalam negara anggota dari perjanjian
Schengen. Terdapat sekitar 57 juta transportasi melalui perbatasan dengan barang-
barang setiap tahun di zona Schengen. Pengiriman barang melalui perbatasan
dengan adanya kontrol dan pengecekan paspor diasumsikan meningkatkan biaya
perdagangan karena keterlambatan dan waktu yang dihabiskan dalam mengantri.
Kontrol dan pengecekan di perbatasan mempengaruhi biaya perdagangan dengan
barang. Hal tersebut dikarenakan biaya tambahan akibat penundaan transportasi
akan berkisar antara €1.7 to €7.5 miliar setiap tahunnya. Maka dari itu, dengan
adanya perjanjian Schengen yang memuat penghapusan dan pengecekan kontrol
bersama terkait visa dan paspor memiliki dampak positif terhadap perdagangan di
Eropa. Schengen juga memiliki dampak positif dengan 16,4 persen pada nilai
impor dan ekspor untuk makanan dan hewan hidup yang dihasilkan karena tidak
12
Amanda Ring Eggers, 2016, 20 years with the Schengen Area – Does it boost trade?, Tesis,
Lund: Department of Economics, Lund University
9
adanya lagi pemeriksaan dan pengecekan paspor dan visa di perbatasan.
Kesamaan dari penelitian Eggers dan penelitian penulis yaitu sama-sama
membahas masalah perjanjian Schengen, namun bedanya penulis membahas
masalah proses Islandia bergabung dalam perjanjian itu.
Penelitian yang terakhir yaitu berjudul “Schengen Area Shaken: The Impact
of Immigration-Related Threat Perceptions on the European Security
Community” yang ditulis oleh Tal Dingott Alkoper & Emmanuelle Blanc.13
Penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi negara-negara security
community terkait ancaman semakin meningkatnya angka imigrasi sehingga
menimbulkan security dilemma. Selama 20 tahun terakhir, beberapa negara
anggota Schengen telah menunjukkan sikap anti imigran dan persepsi ancaman
terkait kegiatan imigrasi di tingkat elit nasional, apalagi setelah terjadinya
peristiwa 9/11. Persepsi mengenai ancaman imigrasi ini disebabkan oleh
konstruksi makna sosial yang kompleks, yaitu proses sekuritisasi. Persamaan
penelitian ini yaitu ada pada pembahasannya, yaitu sama-sama membahas
masalah perimigrasian. Kebanyakan negara-negara security community saat ini
tidak percaya dan menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap banyaknya
imigran yang masuk ke negara mereka. Apalagi setelah banyaknya aksi teror bom
yang terjadi di Eropa belakangan ini. Penulis meneliti bahwa banyaknya hal
negatif tersebut tidak mengurungkan niat Islandia untuk ikut bergabung dan
sampai sekarang tetap menjadi anggota dari perjanjian Schengen.
13 Alkoper & Blanc, Op.Cit., hal.18
10
Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No. Nama/Judul Metodologi Hasil
1. Rima Rizkiyah,
Perjanjian Schengen
dan Maastricht
- Konsep
Kepentingan
Nasional
Perjanjian Schengen dan
Maastricht dibuat untuk
memberikan hasil yang
positif dan mempunyai
manfaat bagi negara
anggotanya. Dengan
adanya kedua perjanjian
tersebut, diharapkan akan
meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan
antar negara-negara Eropa
sehingga mampu
mewujudkan integrasi
Eropa yang kuat
2. Sukmika Mardalena
dan Indra Pahlawan,
Kepentingan
Ekonomi Politik
Islandia
Mempertahankan
Kerjasama Ekonomi
Dengan Uni Eropa
Melalui Perjanjian
European Economic
Area (EEA)
- Deskriptif
- Liberalisme
- Teori
Kerjasama
Internasional
- Konsep
Kepentingan
Nasional
Di dalam hubungan
kerjasama antara Islandia
dan Uni Eropa dalam hal
perekonomiannya,
Islandia memiliki akses
dalam pasar internal Uni
Eropa, namun sebagai
konsekuensinya Islandia
diharuskan untuk
mengadopsi peraturan-
peraturan Uni Eropa yang
relevan dengan pasar
internal. Pada tahun 2003
melalui EEA dan
Schengen, Islandia telah
mengadopsi lebih dari
80% dari seluruh Undang-
Undang Uni Eropa.
3. Magnús Árni
Magnússon, Taking
its Place in Europe-
Iceland`s Long Road
to its EU Application
- Konsep
Kepentingan
Nasional
Dalam beberapa tahun
belakang, Islandia
berjuang untuk tetap
berintegrasi dengan Uni
Eropa. Beberapa hal telah
dilakukan oleh Islandia
seperti mengajukan
bagian dari keanggotaan
Uni Eropa pada tahun
2009, bergabung dalam
European Free Trade
11
Association (EFTA), dan
European Economic Area
(EEA). Jalan yang
panjang telah dilalui dan
kesusahan yang dialami
Islandia dalam
menerapkan
pengaplikaisan Uni Eropa
menurut pandangan
nasionalisme Islandia.
4. Amanda Ring Eggers,
20 years with the
Schengen Area –
Does it boost trade?
- Gravity Model
of Trade
Proses perdagangan
barang telah meningkat
secara signifikan
sebanyak 3,6% jika kedua
negara yang melakukan
proses perdagangan
termasuk dalam negara
anggota dari perjanjian
Schengen. Terdapat
sekitar 57 juta transportasi
melalui perbatasan
dengan barang-barang
setiap tahun di zona
Schengen. Pengiriman
barang melalui perbatasan
dengan adanya kontrol
dan pengecekan paspor
diasumsikan telah
meningkatkan biaya
perdagangan karena
keterlambatan dan waktu
yang dihabiskan ketika
mengantri. Kontrol dan
pengecekan di perbatasan
mempengaruhi biaya
perdagangan dengan
barang. Hal tersebut
dikarenakan biaya
tambahan akibat
penundaan transportasi
akan berkisar antara €1.7
to €7.5 miliar setiap
tahunnya. Maka dari itu,
dengan adanya perjanjian
Schengen yang memuat
penghapusan dan
12
pengecekan kontrol
bersama terkait visa dan
paspor memiliki dampak
positif terhadap
perdagangan di Eropa.
Schengen juga memiliki
dampak positif dengan
16,4 persen pada nilai
impor dan ekspor untuk
makanan dan hewan
hidup yang dihasilkan
karena tidak adanya lagi
pemeriksaan dan
pengecekan paspor dan
visa di perbatasan
5. Tal Dingott Alkoper
& Emmanuelle Blanc,
Schengen Area
Shaken: The Impact
of Immigration-
Related Threat
Perceptions on the
European Security
Community
- Teori Security
Dilemma
- Konsep
Security
Community
- Social
Contructivism
Selama 20 tahun terakhir,
beberapa negara anggota
Schengen telah
menunjukkan sikap anti
imigran dan persepsi
ancaman terkait kegiatan
imigrasi di tingkat elit
nasional, apalagi setelah
terjadinya peristiwa 9/11.
Persepsi mengenai
ancaman imigrasi ini
disebabkan oleh
konstruksi makna sosial
yang kompleks, yaitu
proses sekuritisasi.
Berkembangnya proses
imigrasi di Eropa telah
menjadi perbincangan.
Secara khusus telah
dikatakan bahwa migrasi
merupakan ancaman
keamanan multi-
dimensional yang sudah
menjadi hal yang penting
sejak tahun 1990-an
6. Muh.Husni Wardana,
Alasan Islandia Ikut
Bergabung Dalam
Perjanjian Schengen
Area Pada Tahun
2001
- Eksplanatif
- Model Proses
Organisasi
Pada tahun 2001, negara
Islandia ikut bergabung
dalam perjanjian
Schengen. Salah satu
alasan dibalik
bergabungnya Islandia
13
dalam perjanjian tersebut
adalah karena negara
Nordic Passport Union
yang tergabung dalam
Uni Eropa yaitu Swedia,
Denmark, dan Finlandia
juga ikut bergabung
dalam perjanjian tersebut.
Islandia yang juga
termasuk negara Nordic
Passport Union tidak
ingin integrasi mereka
terpecah yang kemudian
mendorong Islandia untuk
bergabung dalam
perjanjian Schengen
bersama negara non-Uni
Eropa lainnya yaitu
Norwegia. Walaupun
adanya efek negatif dari
perjanjian Schengen
seperti masalah
keimigrasian yang
semakin meningkat ,
bergabungnya Islandia
dalam perjanjian
Schengen telah
membuahkan hasil yang
positif seperti semakin
aktifnya kegiatan dengan
Uni Eropa, kemudahan
visa untuk masuk
kedalam Islandia dan Uni
Eropa. Islandia juga mulai
banyak menyesuaikan diri
dengan kebijakan luar
negeri Uni Eropa
1.5 Teori/Konsep
1.5.1 Model Proses Organisasi
Teoritisi hubungan internasional yang mempelajari politik luar negeri,
yaitu Graham T. Allison, mengajukan tiga model untuk mendeskripsikan proses
14
pembuatan keputusan politik luar negeri. Salah satunya yaitu model organisasi.
Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja suatu organisasi
besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan keputusan politik
luar negeri bukanlah semata-mata proses intelektual, tetapi lebih merupakan
proses mekanis. Yaitu pembuatan keputusan dilakukan dengan secara mekanis
merujuk kepada keputusan-keputusan yang telah dibuat di masa lalu, pada
preseden, prosedur rutin yang berlaku, atau pada peran yang ditetapkan bagi unit
birokrasi itu. Inilah pola perilaku yang disebut prosedur kerja baku (standart
operating procedure).14
Di sini digambarkan bahwa semua organisasi pemerintahan memiliki
catatan tentang perilakunya di masa lalu yang selalu bisa ditengok dan diulang
kembali. Organisasi itu pada dasarnya juga bersifat konservatif dan jarang yang
mau mencoba-coba sesuatu yang baru; umumnya cukup senang dengan
perubahan-perubahan kecil dan inkremental saja terhadap keputusan dan
perilakunya di masa lalu. Salah satu cara mengurangi kompleksitas dan
ketidakpastian masalah yang dihadapi adalah dengan melakukan tindakan seperti
tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Organisasi juga cenderung
memiliki pedoman, buku petunjuk atau semacam itu berisi tentang bagaimana
organisasi seharusnya menyelesaikan persoalan. Allison berpendapat dalam model
proses organisasi ini bahwa apa yang akan terjadi pada waktu sebelumnya.15
Allison menyimpulkan bahwa pada dasarnya model ini mengajukan tiga
proposisi, yaitu:
14
Mohtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3S
Jakarta anggota IKAPI, hal.275-277 15 Ibid.
15
1. Suatu pemerintah terdiri dari sekumpulan organisasi-organisasi yang
secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan yang mirip struktur
feodal
2. Keputusan perilaku pemerintah bukanlah hasil dari proses penetapan
pilihan secara rasional, tetapi sebagai output atau hasil kerja
organisasi-organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola perilaku
baku
3. Setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku dan program,
serta bekerja secara rutin, umumnya akan berperilaku sama seperti
perilakunya di masa sebelumnya. Proses yang semi-mekanistis ini
mempengaruhi keputusan yang dibuat maupun penerapan keputusan
itu.
Studi politik luar negeri menurut model ini harus diarahkan untuk
menelaah unit analisa berupa output organisasi-pemerintahan. Untuk menjelaskan
perilaku politik luar negeri suatu negara menurut model ini, diharuskan
mengidentifikasi lembaga-lembaga pemerintah mana yang terlibat dan
menunjukkan pola-pola perilaku organisasional yang melahirkan tindakan politik
luar negeri itu.16
Ciri yang menonjol dari aktivitas suatu organisasi adalah karakter yang
diprogram tentang sejauh mana perilaku suatu organisasi pemerintahan dalam
kasus tertentu adalah pemberlakuan rutinitas yang telah ditetapkan sebelumnya.
dalam menghasilkan aktivitas output setiap organisasi ditandai oleh salah satunya
yaitu standard operating procedures. Sebuah organisasi menjalankan fungsinya
dalam tingkat tinggi biasanya seperti menghadiri tempat atau area yang
16 Ibid., hal.278
16
bermasalah, memantau informasi, dan mempersiapkan tanggapan atau ide yang
relevan untuk masalah tersebut. Dengan melakukan tugas-tugas yang ringan
seperti mempersiapkan anggaran, dan menghasilkan informasi. Kinerja yang
andal dari tugas-tugas ini membutuhkan Standard Operating Procedure.17
Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan oleh penulis dengan
memakai teori ini yaitu sebelumnya penulis akan menjelaskan sistem
pemerintahan di negara Islandia. Sistem pemerintahan negara Islandia yaitu
republik parlementer, Islandia memiliki presiden sebagai kepala negara dan
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam mengambil sebuah
keputusan, keputusan akhir ada di perdana menteri. Sebagai contoh Islandia
bergabung dalam perjanjian EFTA, EEA, dan Nordic Passport Union. Beberapa
hal tersebut telah dipertimbangkan dan didiskusikan lebih lanjut oleh pemerintah
Islandia. Untuk lebih jelasnya, berikut struktur sistem politik di Islandia di bawah
ini
17 Graham T.Allison, Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis, The American Political
Science Review, Volume 63, Issue 3 (Sep., 1969), 689-718. Cambridge: Harvard University,
hal.700
17
Gambar 1.1 Sistem Politik di Islandia
Sumber: ImgCop.com18
Pemerintahan Islandia memiliki unit-unit organisasi yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan. Walaupun keputusan final berada di tangan
perdana menteri, namun bukan berarti dia harus bekerja sendiri karena banyaknya
segi masalah yang berbeda mengharuskan adanya pecahan kekuasaan yaitu
tanggung jawab dalam bidang tertentu yang kemudian dilaporkan ke pemimpin.
Oleh sebab itu, Presiden Islandia membentuk kabinet. Salah satu kabinet yang
akan dibahas dalam hal ini adalah Menteri Peradilan. Menteri Peradilan di
Islandia bertanggung jawab atas keseluruhan sistem peradilan dan harus
memastikan hak-hak sipil dihormati. Hal tersebut melibatkan beberapa tugas yang
meluas di berbagai bidang masyarakat. Seperti misalnya pertahanan sipil,
penuntutan publik, pengadilan dan sistem peradilan, hak asasi manusia,
kepolisian, serta perimigrasian.19
Sebagai unit pemerintahan yang memiliki
18 Iceland Government, diakses dalam https://imgcop.com/img/Iceland-Government-16594079/
(3/12/2018, 03.05 WIB) 19 The Official Website of Government Offices of Iceland, diakses dalam
https://www.government.is/ministries/ministry-of-justice/about-the-ministry/ (5/8/2018, 22.26
WIB)
18
spesifikasi dalam masalah perimigrasian maka peran Menteri Peradilan sangat
diperlukan untuk memberikan informasi bagi pemerintah sebagai bahan
pertimbangan atas kebijakan yang akan dibuat. Selain itu, di dalam kesehariannya
Menteri Peradilan dibantu oleh Komisaris Nasional Polisi Islandia, Yurisdiksi
Polisi Negara dan Direktorat Imigrasi.
Selain itu, kabinet lainnya yang juga mempunyai pengaruh terhadap
Schengen di Islandia yaitu Menteri Luar Negeri. Menteri Luar Negeri ini bertugas
untuk menjaga kepentingan warga negara Islandia, perusahaan dan konsumen
dengan memfasilitasi akses ke pasar internasional dan memperkuat perdagangan
bebas. Kementerian ini juga mendukung perusahaan Islandia di luar negeri dan
mempromosikan seni dan budaya Islandia. Selain itu, Kementerian Luar Negeri
melakukan hubungan politik Islandia dengan negara-negara lain dan organisasi
internasional, yang mencakup berbagai macam masalah mulai dari hak asasi
manusia hingga keamanan dan pertahanan negara serta melindungi kepentingan
warga di luar Islandia.20
Sesuai dengan tugasnya, kementrian ini juga sangat
diperlukan untuk memberikan informasi dalam kebijakan luar negeri Islandia
yang sebelumnya telah menyepakati perjanjian serupa seperti EEA, EFTA,
maupun Nordic Passport Union.
Dalam pemerintahan Islandia, terdapat badan legislatif yang disebut
sebagai Alþingi yang merupakan parlemen nasional Islandia. Para menteri-menteri
beserta partainya masin-masing diharapkan memberikan laporan dan informasi
terkait hal yang bersangkutan di Alþingi parlemen nasional di Islandia. Davíð
20 The Official Website of Government Offices of Iceland, diakses dalam
https://www.government.is/ministries/ministry-for-foreign-affairs/about-the-ministry/ (2/9/2018,
19.30 WIB)
19
Oddsson yang menjabat sebagai Perdana Menteri dari tahun 1991-2004 awalnya
merasa skeptis dengan ide Islandia untuk ikut bergabung dalam perjanjian
Schengen. Oddson juga merupakan pemimpin dari partai yang terkenal euroscptic
yaitu Independence Party. Namun, keputusan untuk bergabung dalam perjanjian
Schengen akhirnya di setujui di Alþingi karena mayoritas banyak yang setuju
Islandia bergabung dalam perjanjian tersebut ketika diadakannya pertemuan pada
akhir tahun 1999.21
Hasilnya Islandia secara resmi bergabung dalam perjanjian
Schengen di tahun 2001.22
Untuk lebih jelas dengan pembahasan di atas dapat
dilihat dari bagan di bawah ini :
Skema 1.1 Alur Berpikir
21
Official Website of Iceland Parliament, diakses dalam
https://www.althingi.is/altext/122/s/1175.html&xid=17259,15700021,15700124,15700149,157001
86,15700190,15700201&usg=ALkJrhiqPo0w-56tL9HQ0u_0KjQd5qevMw (14/11/2018,
23.50 WIB) 22 EUR-Lex Access to European Union Law, diakses dalam https://eur-lex.europa.eu/legal-
content/EN/TXT/?uri=uriserv:OJ.L_.1999.176.01.0035.01.ENG&toc=OJ:L:1999:176:TOC
(4/5/2018, 02.21 WIB)
Islandia Bergabung Dalam Perjanjian Schengen
Proses Organisasi Dalam Pemerintahan Islandia
Organisasi-Organisasi Pemerintahan Islandia
Perdana Menteri Menteri Luar Negeri
Menteri Peradilan
Alþingi
20
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Level Analisa
Dalam penelitian terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan
independen. Adapun cara untuk mengidentifikasi variabel dependen dan
independen yaitu dengan menentukan terlebih dahulu tingkat analisis, yakni
sebuah penentuan kepada subjek untuk menjelaskan mengapa sebuah peristiwa itu
terjadi. Penentuan tingkat analisis bertujuan supaya penulis dapat memilih teori
yang relevan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.23
Dalam penelitian ini, unit analisis yang digunakan yaitu individu-
kelompok, dikarenakan unit-unit organisasi dalam pemerintahan Islandia yaitu
Perdana Menteri, Menteri Peradilan, Menteri Luar Negeri serta Parlemen yang
melihat kinerja dari unit-unit tersebut. Sedangkan unit eksplanasinya yaitu negara-
bangsa yaitu kebijakan luar negeri Islandia dengan ikut bergabung dalam
perjanjian Schengen. Sehingga penelitian ini menggunakan model analisa
induksionis, dikarenakan unit analisa dan unit eksplanasinya berbeda yaitu level
individu-kelompok dan negara-bangsa.
1.6.2 Metode/Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
eksplanatif. Tipe penelitian eksplanatif dilakukan untuk menemukan penjelasan
tentang alasan terjadinya suatu kejadian.24
Tipe penelitian eksplanatif ini bersifat
menguji teori dan akan memberikan suatu gambaran mengenai hubungan sebab
23
Endi Haryono & Saptopo B Ilkodar, Menulis Skripsi: Panduan Untuk Mahasiswa Ilmu
Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.32 24 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 27
21
akibat.25
Melalui penelitian eksplanatif ini, penulis akan menjelaskan alasan
Islandia ikut bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001.
1.6.3 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data yang mana
data tersebut ditelaah dan diseleksi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Jika
terdapat data yang tidak digunakan maka akan direduksi. Setelah diperoleh data
baru yang sesuai, selanjutnya dianalisa sebelum pada akhirnya ditarik kesimpulan
yang merupakan hasil akhir dari penelitian ini. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif yang bersifat deduktif untuk menguji suatu teori.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah melalui
studi pustaka dengan mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan objek
penilitian penulis yaitu “Alasan Islandia Ikut Bergabung Dalam Perjanjian
Schengen Pada Tahun 2001”. Sumber data penelitian yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah melalui library research, yaitu data-data yang bersumber dari
referensi yang berkaitan seperti buku, jurnal, skripsi dan website resmi.
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
a. Batasan Waktu
Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ketika pengurusan
proses Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen mulai dari tahun 1996
sampai dengan bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut di tahun 2001
hingga saat ini.
25
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah., Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal.56.
22
b. Batasan Materi
Dalam penelitian ini penulis berfokus terhadap alasan Islandia ikut
bergabung dalam perjanjian Schengen dan apa saja hasil dan manfaat negara
Islandia ikut dalam perjanjian tersebut demi kepentingan internal dan eksternalnya
serta bagaimana proses pengambilan keputusan luar negeri yang diambil oleh
Islandia.
1.7 Hipotesa
Pada tahun 2001, negara Islandia ikut bergabung dalam perjanjian Schengen.
Salah satu alasan dibalik bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut adalah
karena negara Nordic Passport Union yang tergabung dalam Uni Eropa yaitu
Swedia, Denmark, dan Finlandia juga ikut bergabung dalam perjanjian tersebut.
Islandia kemudian juga ikut bergabung dalam perjanjian Schengen demi
mempertahankan Nordic Passport Union.
Dalam pemerintahan Islandia, terdapat unit-unit organisasi dalam
menentukan kebijakan luar negeri yang akan diambil. Misalnya ikut bergabung
dalam perjanjian Schengen, Menteri Peradilan adalah salah satunya yang
diharapkan memberikan info terhadap para pemimpin dikarenakan unit organisasi
tersebut bertugas dan bertanggung jawab di bagian perimigrasian. Kemudian ada
juga Menteri Luar Negeri yang bertanggung jawab di urusan luar negeri seperti
melakukan hubungan politik Islandia dengan negara-negara lain dan organisasi
internasional, yang mencakup berbagai macam masalah mulai dari hak asasi
manusia hingga keamanan dan pertahanan negara serta melindungi kepentingan
23
warga di luar Islandia. Terakhir yaitu parlemen yang merupakan badan legisatif
yang memantau kinerja dari unit-unit organisasi tersebut.
1.8 Sistematika Penulisan
Tabel 1.2 Sistematika Penulisan
Bab Judul Pembahasan
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.1.1Manfaat Penelitian
1.3.1.2 Manfaat Akademis
1.3.1.3 Manfaat Praktis
1.4 Penelitian Terdahulu
1.5 Teori/Konsep
1.5.1 Model Proses Organisasi
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Level Analisa
1.6.2 Metode atau Tipe Penelitian
1.6.3 Teknik Analisis Data
1.6.4 Teknik Pengumpulan Data
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
a. Batasan Waktu
24
b. Batasan Materi
1.7 Hipotesa
1.8 Sistematika Penulisan
Bab II Islandia dan Perjanjian
Schengen
2.1 Sejarah Perkembangan Perjanjian
Schengen
2.2 Islandia Dalam Perjanjian Schengen
2.2.1 Efek Negatif Schengen
2.2.2 Keuntungan Schengen
a. Schengen Information
System (SIS)
b. Peningkatan Proses
Perdagangan
2.3 Pandangan Islandia Terhadap Visa
Schengen
Bab III Analisis Proses
Bergabungnya Islandia
Dalam Perjanjian
Schengen
3.1 Unit-Unit Pemerintahan Islandia
3.1.1 Perdana Menteri
3.1.2 Menteri Peradilan
3.1.3 Menteri Luar Negeri
3.1.4 Alþingi
3.2 Proses Islandia Menuju Keanggotaan
Schengen
3.3 Respon dan Masukan Unit
Pemerintahan Islandia Terhadap
25
Kebijakan Islandia Bergabung
Dalam Perjanjian Schengen
3.3.1 Menteri Luar Negeri
3.3.2 Menteri Peradilan
3.3.3 Perdana Menteri
3.4 Proses Pengambilan Kebijakan Luar
Negeri Menurut Model Proses Organisasi
Graham T. Allison
Bab IV Penutup 4.1 Kesimpulan
4.2 Saran Penelitian Lanjutan