BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan...

25
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian Schengen merupakan sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh lima negara anggota European Community yaitu Jerman, Perancis, Belanda, Luksemburg, dan Belgia pada tanggal 14 juni 1985 di kota Schengen, Luksemburg. Tujuan dari dibuatnya perjanjian ini adalah adanya keinginan negara-negara anggota untuk menjamin kebebasan bergerak bagi orang di wilayah negara-negara anggotanya. Sebelumnya, kebebasan bergerak bagi barang, jasa, dan modal sudah diberlakukan yaitu dengan adanya pasar bebas. Dengan adanya keinginan untuk membentuk integrasi Eropa yang lebih maju, maka kelima negara anggota European Community tersebut berpendapat bahwa kebebasan bagi orang perlu diwujudkan agar dapat membentuk proses integrasi Eropa. 1 Pada tanggal 19 Juni 1990, Schengen Convention ditandatangani sebagai kelanjutan dari perjanjian Schengen. Schengen Convention ini berisi tentang aturan dan sistem penghapusan kontrol perbatasan antar negara anggota perjanjian Schengen serta aturan-aturan dalam hal kontrol perbatasan bersama. Schengen Convention ini yaitu merupakan implementasi dari perjanjian Schengen. 2 1 Rima Rizkiyah, 2015, Perjanjian Schengen Dan Maastricht , Universitas Indonesia, hal.1-2, diakses dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20404840-MK-Rima%20Rizkiyah.pdf (4/3/2018, 01.35 WIB) 2 Rizkiyah, Op.Cit

Transcript of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan...

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjanjian Schengen merupakan sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh

lima negara anggota European Community yaitu Jerman, Perancis, Belanda,

Luksemburg, dan Belgia pada tanggal 14 juni 1985 di kota Schengen,

Luksemburg. Tujuan dari dibuatnya perjanjian ini adalah adanya keinginan

negara-negara anggota untuk menjamin kebebasan bergerak bagi orang di wilayah

negara-negara anggotanya. Sebelumnya, kebebasan bergerak bagi barang, jasa,

dan modal sudah diberlakukan yaitu dengan adanya pasar bebas. Dengan adanya

keinginan untuk membentuk integrasi Eropa yang lebih maju, maka kelima negara

anggota European Community tersebut berpendapat bahwa kebebasan bagi orang

perlu diwujudkan agar dapat membentuk proses integrasi Eropa.1

Pada tanggal 19 Juni 1990, Schengen Convention ditandatangani sebagai

kelanjutan dari perjanjian Schengen. Schengen Convention ini berisi tentang

aturan dan sistem penghapusan kontrol perbatasan antar negara anggota perjanjian

Schengen serta aturan-aturan dalam hal kontrol perbatasan bersama. Schengen

Convention ini yaitu merupakan implementasi dari perjanjian Schengen.2

1 Rima Rizkiyah, 2015, Perjanjian Schengen Dan Maastricht, Universitas Indonesia, hal.1-2,

diakses dalam http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20404840-MK-Rima%20Rizkiyah.pdf

(4/3/2018, 01.35 WIB) 2 Rizkiyah, Op.Cit

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

2

Saat ini, negara anggota perjanjian Schengen terdiri dari 26 negara dan 23

negara anggotanya merupakan negara Uni Eropa. Adapun lima negara pendiri dari

perjanjian ini yaitu Jerman Barat (sekarang Jerman), Perancis, Belanda,

Luksemburg, dan Belgia. 21 negara lainnya adalah Rep.Ceko, Denmark, Estonia,

Yunani, Spanyol, Italia, Latvia, Lithuania, Hungaria, Malta, Austria, Polandia,

Portugal, Slovenia, Slovakia, Finlandia, Swedia, Liechtenstein, dan negara non

Uni Eropa yaitu Islandia, Norwegia, dan Swiss.3

Menjadi bagian dari area Schengen tanpa adanya kontrol di perbatasan

internal negara berarti negara area Schengen tidak melakukan pemeriksaan di

perbatasan internal mereka, melakukan pengecekan kontrol perbatasan yang

harmonis berdasarkan definisi dan kriteria yang jelas seperti di perbatasan

eksternal mereka yaitu batas antara negara Schengen.4

Pada awalnya perjanjian ini memuat penghapusan dan pembangunan kontrol

perbatasan bersama, peraturan bersama dalam hal pergerakan orang di wilayah

Schengen serta harmonisasi peraturan dalam hal visa. Setelah Schengen menjadi

kerangka kerja Uni Eropa, kebijakan penghapusan dan pengecekan bagi orang

ketika melintas di perbatasan, kerjasama antar kepolisian negara-negara

anggotanya, kerja sama dalam hal memberantas kriminalitas serta kebijakan

dalam hal pembuatan dan pengembangan Schengen Information System (SIS)

diterapkan.5

3 Dimitris Avramopoulos, Europe Without Borders The Schengen Area, European Commission,

hal. 3 diakses dalam https://ec.europa.eu/home-affairs/sites/homeaffairs/files/e-

library/docs/schengen_brochure/schengen_brochure_dr3111126_en.pdf (5/3/2018, 01.35 WIB) 4 Avramopoulos, Loc. Cit hal.4

5 Rizkiyah, Op.Cit hal.3-4

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

3

Pada tahun 1954, semua negara yang termasuk dalam nordik telah menjadi

anggota Nordic Passport Union, yang merupakan sebuah perjanjian yang

menetapkan area tanpa batasan perjalanan untuk negara Islandia, Denmark,

Swedia, Finlandia, dan Norwegia. Karena negara anggota Uni Eropa yang juga

termasuk nordik yaitu Denmark, Swedia, dan Finlandia bergabung dalam

perjanjian Schengen, maka Norwegia dan Islandia juga harus ikut

menandatangani perjanjian Schengen demi kelansungan eksistensi Nordic

Passport Union.6

Salah satu dari negara yang termasuk Nordic Passport Union yang turut

bergabung dalam perjanjian Schengen adalah Islandia. Islandia yang merupakan

negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian

Schengen pada tahun 2001, dan kemudian semakin aktif dalam berbagai kegiatan

di Uni Eropa, seperti Program erasmus, pertukaran pelajar antara Islandia dengan

Uni Eropa hingga berbagai kemudahan visa untuk masuk kedalam Islandia dan

Uni Eropa.

Namun, adapun kekhawatiran dan efek negatif yang terjadi terkait perjanjian

Schengen tersebut. Kebijakan penghapusan pemeriksaan di pos-pos perbatasan

internal dan kebebasan bergerak di wilayah Schengen telah menjadi celah bagi

para imigran ilegal untuk masuk ke wilayah negara-negara anggota Schengen.

Berkembangnya proses imigrasi di Eropa telah menjadi perbincangan serius.

Secara khusus telah dikatakan bahwa migrasi merupakan ancaman keamanan

6 Rizkiyah, Op.Cit

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

4

multi-dimensional yang sudah menjadi hal yang penting sejak tahun 1990-an, dan

bahkan setelah terjadinya peristiwa 9/11.7

Beberapa hal negatif dari perjanjian Schengen ini tidak mengurungkan niat

Islandia untuk tetap bergabung dalam perjanjian Schengen. Menurut Jón Baldvin

Hannibalsson selaku kepala dari Kementerian Luar Negeri pada waktu itu,

berpendapat bahwa perjalanan bebas visa telah lama menjadi bagian kerjasama

dari negara nordik. Dan ketika ketiga negara Uni Eropa yang menjadi bagian dari

Nordic Passport Union bergabung ke dalam Schengen, maka selebihnya termasuk

Islandia juga harus bergabung untuk mempertahankan pergerakan bebas antara

negara-negara nordik. Hannibalsson juga berpendapat bahwa Islandia yang

merupakan negara yang minim birokrasi menilai sangat berharga ketika Islandia

berintegrasi dengan negara nordik lainnya karena dengan bersama, maka

negaranya akan bisa belajar dan berkembang dari rekan negara nordik lainnya.8

Hal ini membuat penulis tertarik untuk kembali menganalisis lebih lanjut

dan lebih dalam tentang apa alasan Islandia ikut bergabung dalam perjanjian

Schengen pada tahun 2001.

1.2 Rumusan Masalah

- Mengapa Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001?

7 Tal Dingott Alkoper & Emmanuelle Blanc, Schengen Area Shaken: The Impact of Immigration-

Related Threat Perceptions on the European Security Community,

Journal of International Relations and Development, hal.19. ISSN 1408-6980, diakses dalam

http://eprints.lse.ac.uk/82528/1/Blanc_Schengen%20area%20shaken_2017.pdf (30/4/2018, 20.21

WIB) 8 Jón Baldvin Hannibalsson, Lessons From Iceland, diakses dalam http://jbh.is/prenta.asp?id=434

(25/9/2018, 23.50 WIB)

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

5

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui alasan Islandia bergabung dalam perjanjian

Schengen

b. Untuk mengetahui proses masuknya Islandia ikut bergabung dalam

perjanjian Schengen

c. Untuk mengetahui respon dan masukan unit-unit pemerintahan

Islandia terhadap kebijakan Islandia bergabung dalam perjanjian

Schengen

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan, serta informasi penulis terhadap apa alasan negara Islandia

ikut bergabung dalam perjanjian Schengen.

1.3.2.2 Manfaat Akademis

Secara akademis, setelah pembaca memahami penelitian ini pembaca

diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai perjanjian Schengen dan

bagaimana proses bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut serta apa saja

hasil dari keanggotaan perjanjian itu.

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu atau juga biasa disebut sebagai literature review

merupakan aspek penting dalam penelitian yang berguna sebagai pedoman dan

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

6

arahan bagi penulis di dalam melakukan sebuah penelitian. Selain itu, penelitian

terdahulu juga berfungsi untuk membedakan antara penelitian sebelumnya dengan

penelitian yang akan diambil oleh penulis. Adapun beberapa penelitian terdahulu

yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini, antara lain yaitu:

Yang pertama yaitu berjudul “Perjanjian Schengen dan Maastricht” yang

ditulis oleh Rima Rizkiyah.9 Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana

perjanjian Schengen dan Maastricht dibuat dan apa saja hasil dan manfaat dari

bergabungnya suatu negara dalam perjanjian tersebut. Selain itu dalam penelitian

ini juga dijelaskan bahwa dengan adanya kedua perjanjian tersebut, diharapkan

akan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan antar negara-negara Eropa

sehingga mampu mewujudkan integrasi Eropa yang kuat. Jika penelitian dari

Rima ini membahas masalah perjanjian Scehngen, penulis di sisi lain membahas

mengenai bagaimana Islandia mengadopsi isi-isi dalam perjanjian Schengen

tersebut sehingga diimplementasikan ke dalam negara Islandia itu sendiri.

Yang kedua yaitu berjudul “Kepentingan Ekonomi Politik Islandia

Mempertahankan Kerjasama Ekonomi Dengan Uni Eropa Melalui

Perjanjian European Economic Area (EEA)” yang ditulis oleh Sukmika

Mardalena dan Indra Pahlawan.10

Penelitian ini membahas tentang hubungan

kerjasama antara Islandia dan Uni Eropa dalam hal perekonomian. Islandia

memiliki akses dalam pasar internal Uni Eropa, namun sebagai konsekuensinya

Islandia diharuskan untuk mengadopsi peraturan-peraturan Uni Eropa yang

9 Rizkiyah, Op.Cit 10 Mardalena & Pahlawan, Kepentingan Ekonomi Politik Islandia Mempertahankan Kerjasama

Ekonomi Dengan Uni Eropa Melalui Perjanjian European Economic Area (EEA), Jom FISIP

Volume 2 No.2 Oktober 2015, Pekanbaru: Universitas Riau, diakses dalam

https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/viewFile/5489/5368 (13/4/2018, 23.34 WIB)

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

7

relevan dengan pasar internal. Mr. Ásgrimsson, pemimpin Progressive Party (PP)

di Islandia menyatakan bahwa pada tahun 2003 melalui EEA dan Schengen

Islandia telah mengadopsi lebih dari 80% dari seluruh Undang-Undang Uni

Eropa. Persamaan penelitian Sukmika Mardalena dan Indra Pahlawan dengan

penelitian ini adalah Islandia ingin tetap berhubungan dan bekerjasama dengan

negara Uni Eropa lainnya walaupun Islandia bukanlah negara Uni Eropa.

Sedangkan perbedaannya yaitu penelitian Sukmika Mardalena dan Indra

Pahlawan ini membahas masalah menjaga dan mempertahankan kerjasamanya

dengan negara Uni Eropa, sedangkan penelitian ini membahas masalah

pergerakan bebas antar beberapa negara anggota Schengen yang termasuk

maupun tidak masuk dalam Uni Eropa.

Penelitian selanjutnya yaitu berjudul “Taking its Place in Europe-Iceland`s

Long Road to its EU Application” yang ditulis oleh Magnús Árni Magnússon.11

Penelitian ini membahas tentang bagaimana negara Islandia berjuang untuk tetap

berintegrasi dengan Uni Eropa. Beberapa hal telah dilakukan seperti mengajukan

bagian dari keanggotaan Uni Eropa pada tahun 2009, bergabung dalam European

Free Trade Association (EFTA), dan European Economic Area (EEA) maupun

Schengen. Penelitian ini juga membahas jalan yang panjang dan kesusahan yang

dialami Islandia dalam menerapkan pengaplikaisan Uni Eropa dalam pandangan

nasionalisme Islandia. Kesamaan dari penelitian Magnus dan penelitian ini yaitu

bagaimana negara Islandia berupaya untuk mengajukan diri dan tetap eksis di

11 Magnús Árni Magnússon, Taking Its Place in Europe-Iceland`s Long Road to its EU

Application, Jean Monnet Occasional Papers, March 2013, University of Malta, diakses dalam

https://www.um.edu.mt/__data/assets/pdf_file/0006/198528/jmmagnus022013webv6.pdf

(13/4/2018, 23.58 WIB)

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

8

mata dunia. Beberapa cara telah dilakukan oleh negara Islandia seperti bergabung

dalam EFTA dan EEA, mengajukan keanggotaan di Uni Eropa, dan kemudian

bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001 seperti yang diteliti oleh

penulis. Perbedaannya ada pada fokus penelitian, dimana penulis berfokus pada

alasan dan proses Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen.

Penelitian selanjutnya yaitu berjudul “20 years with the Schengen Area –

Does it boost trade?” yang ditulis oleh Amanda Ring Eggers.12

Penelitian ini

membahas tentang pengaruh perjanjian Schengen terhadap proses perdagangan

ekspor dan impor di negara anggotanya. Faktanya, proses perdagangan barang

telah meningkat secara signifikan sebanyak 3,6% jika kedua negara yang

melakukan proses perdagangan termasuk dalam negara anggota dari perjanjian

Schengen. Terdapat sekitar 57 juta transportasi melalui perbatasan dengan barang-

barang setiap tahun di zona Schengen. Pengiriman barang melalui perbatasan

dengan adanya kontrol dan pengecekan paspor diasumsikan meningkatkan biaya

perdagangan karena keterlambatan dan waktu yang dihabiskan dalam mengantri.

Kontrol dan pengecekan di perbatasan mempengaruhi biaya perdagangan dengan

barang. Hal tersebut dikarenakan biaya tambahan akibat penundaan transportasi

akan berkisar antara €1.7 to €7.5 miliar setiap tahunnya. Maka dari itu, dengan

adanya perjanjian Schengen yang memuat penghapusan dan pengecekan kontrol

bersama terkait visa dan paspor memiliki dampak positif terhadap perdagangan di

Eropa. Schengen juga memiliki dampak positif dengan 16,4 persen pada nilai

impor dan ekspor untuk makanan dan hewan hidup yang dihasilkan karena tidak

12

Amanda Ring Eggers, 2016, 20 years with the Schengen Area – Does it boost trade?, Tesis,

Lund: Department of Economics, Lund University

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

9

adanya lagi pemeriksaan dan pengecekan paspor dan visa di perbatasan.

Kesamaan dari penelitian Eggers dan penelitian penulis yaitu sama-sama

membahas masalah perjanjian Schengen, namun bedanya penulis membahas

masalah proses Islandia bergabung dalam perjanjian itu.

Penelitian yang terakhir yaitu berjudul “Schengen Area Shaken: The Impact

of Immigration-Related Threat Perceptions on the European Security

Community” yang ditulis oleh Tal Dingott Alkoper & Emmanuelle Blanc.13

Penelitian ini membahas tentang bagaimana persepsi negara-negara security

community terkait ancaman semakin meningkatnya angka imigrasi sehingga

menimbulkan security dilemma. Selama 20 tahun terakhir, beberapa negara

anggota Schengen telah menunjukkan sikap anti imigran dan persepsi ancaman

terkait kegiatan imigrasi di tingkat elit nasional, apalagi setelah terjadinya

peristiwa 9/11. Persepsi mengenai ancaman imigrasi ini disebabkan oleh

konstruksi makna sosial yang kompleks, yaitu proses sekuritisasi. Persamaan

penelitian ini yaitu ada pada pembahasannya, yaitu sama-sama membahas

masalah perimigrasian. Kebanyakan negara-negara security community saat ini

tidak percaya dan menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap banyaknya

imigran yang masuk ke negara mereka. Apalagi setelah banyaknya aksi teror bom

yang terjadi di Eropa belakangan ini. Penulis meneliti bahwa banyaknya hal

negatif tersebut tidak mengurungkan niat Islandia untuk ikut bergabung dan

sampai sekarang tetap menjadi anggota dari perjanjian Schengen.

13 Alkoper & Blanc, Op.Cit., hal.18

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

10

Tabel 1.1 Posisi Penelitian

No. Nama/Judul Metodologi Hasil

1. Rima Rizkiyah,

Perjanjian Schengen

dan Maastricht

- Konsep

Kepentingan

Nasional

Perjanjian Schengen dan

Maastricht dibuat untuk

memberikan hasil yang

positif dan mempunyai

manfaat bagi negara

anggotanya. Dengan

adanya kedua perjanjian

tersebut, diharapkan akan

meningkatkan rasa

persatuan dan kesatuan

antar negara-negara Eropa

sehingga mampu

mewujudkan integrasi

Eropa yang kuat

2. Sukmika Mardalena

dan Indra Pahlawan,

Kepentingan

Ekonomi Politik

Islandia

Mempertahankan

Kerjasama Ekonomi

Dengan Uni Eropa

Melalui Perjanjian

European Economic

Area (EEA)

- Deskriptif

- Liberalisme

- Teori

Kerjasama

Internasional

- Konsep

Kepentingan

Nasional

Di dalam hubungan

kerjasama antara Islandia

dan Uni Eropa dalam hal

perekonomiannya,

Islandia memiliki akses

dalam pasar internal Uni

Eropa, namun sebagai

konsekuensinya Islandia

diharuskan untuk

mengadopsi peraturan-

peraturan Uni Eropa yang

relevan dengan pasar

internal. Pada tahun 2003

melalui EEA dan

Schengen, Islandia telah

mengadopsi lebih dari

80% dari seluruh Undang-

Undang Uni Eropa.

3. Magnús Árni

Magnússon, Taking

its Place in Europe-

Iceland`s Long Road

to its EU Application

- Konsep

Kepentingan

Nasional

Dalam beberapa tahun

belakang, Islandia

berjuang untuk tetap

berintegrasi dengan Uni

Eropa. Beberapa hal telah

dilakukan oleh Islandia

seperti mengajukan

bagian dari keanggotaan

Uni Eropa pada tahun

2009, bergabung dalam

European Free Trade

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

11

Association (EFTA), dan

European Economic Area

(EEA). Jalan yang

panjang telah dilalui dan

kesusahan yang dialami

Islandia dalam

menerapkan

pengaplikaisan Uni Eropa

menurut pandangan

nasionalisme Islandia.

4. Amanda Ring Eggers,

20 years with the

Schengen Area –

Does it boost trade?

- Gravity Model

of Trade

Proses perdagangan

barang telah meningkat

secara signifikan

sebanyak 3,6% jika kedua

negara yang melakukan

proses perdagangan

termasuk dalam negara

anggota dari perjanjian

Schengen. Terdapat

sekitar 57 juta transportasi

melalui perbatasan

dengan barang-barang

setiap tahun di zona

Schengen. Pengiriman

barang melalui perbatasan

dengan adanya kontrol

dan pengecekan paspor

diasumsikan telah

meningkatkan biaya

perdagangan karena

keterlambatan dan waktu

yang dihabiskan ketika

mengantri. Kontrol dan

pengecekan di perbatasan

mempengaruhi biaya

perdagangan dengan

barang. Hal tersebut

dikarenakan biaya

tambahan akibat

penundaan transportasi

akan berkisar antara €1.7

to €7.5 miliar setiap

tahunnya. Maka dari itu,

dengan adanya perjanjian

Schengen yang memuat

penghapusan dan

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

12

pengecekan kontrol

bersama terkait visa dan

paspor memiliki dampak

positif terhadap

perdagangan di Eropa.

Schengen juga memiliki

dampak positif dengan

16,4 persen pada nilai

impor dan ekspor untuk

makanan dan hewan

hidup yang dihasilkan

karena tidak adanya lagi

pemeriksaan dan

pengecekan paspor dan

visa di perbatasan

5. Tal Dingott Alkoper

& Emmanuelle Blanc,

Schengen Area

Shaken: The Impact

of Immigration-

Related Threat

Perceptions on the

European Security

Community

- Teori Security

Dilemma

- Konsep

Security

Community

- Social

Contructivism

Selama 20 tahun terakhir,

beberapa negara anggota

Schengen telah

menunjukkan sikap anti

imigran dan persepsi

ancaman terkait kegiatan

imigrasi di tingkat elit

nasional, apalagi setelah

terjadinya peristiwa 9/11.

Persepsi mengenai

ancaman imigrasi ini

disebabkan oleh

konstruksi makna sosial

yang kompleks, yaitu

proses sekuritisasi.

Berkembangnya proses

imigrasi di Eropa telah

menjadi perbincangan.

Secara khusus telah

dikatakan bahwa migrasi

merupakan ancaman

keamanan multi-

dimensional yang sudah

menjadi hal yang penting

sejak tahun 1990-an

6. Muh.Husni Wardana,

Alasan Islandia Ikut

Bergabung Dalam

Perjanjian Schengen

Area Pada Tahun

2001

- Eksplanatif

- Model Proses

Organisasi

Pada tahun 2001, negara

Islandia ikut bergabung

dalam perjanjian

Schengen. Salah satu

alasan dibalik

bergabungnya Islandia

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

13

dalam perjanjian tersebut

adalah karena negara

Nordic Passport Union

yang tergabung dalam

Uni Eropa yaitu Swedia,

Denmark, dan Finlandia

juga ikut bergabung

dalam perjanjian tersebut.

Islandia yang juga

termasuk negara Nordic

Passport Union tidak

ingin integrasi mereka

terpecah yang kemudian

mendorong Islandia untuk

bergabung dalam

perjanjian Schengen

bersama negara non-Uni

Eropa lainnya yaitu

Norwegia. Walaupun

adanya efek negatif dari

perjanjian Schengen

seperti masalah

keimigrasian yang

semakin meningkat ,

bergabungnya Islandia

dalam perjanjian

Schengen telah

membuahkan hasil yang

positif seperti semakin

aktifnya kegiatan dengan

Uni Eropa, kemudahan

visa untuk masuk

kedalam Islandia dan Uni

Eropa. Islandia juga mulai

banyak menyesuaikan diri

dengan kebijakan luar

negeri Uni Eropa

1.5 Teori/Konsep

1.5.1 Model Proses Organisasi

Teoritisi hubungan internasional yang mempelajari politik luar negeri,

yaitu Graham T. Allison, mengajukan tiga model untuk mendeskripsikan proses

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

14

pembuatan keputusan politik luar negeri. Salah satunya yaitu model organisasi.

Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja suatu organisasi

besar yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan keputusan politik

luar negeri bukanlah semata-mata proses intelektual, tetapi lebih merupakan

proses mekanis. Yaitu pembuatan keputusan dilakukan dengan secara mekanis

merujuk kepada keputusan-keputusan yang telah dibuat di masa lalu, pada

preseden, prosedur rutin yang berlaku, atau pada peran yang ditetapkan bagi unit

birokrasi itu. Inilah pola perilaku yang disebut prosedur kerja baku (standart

operating procedure).14

Di sini digambarkan bahwa semua organisasi pemerintahan memiliki

catatan tentang perilakunya di masa lalu yang selalu bisa ditengok dan diulang

kembali. Organisasi itu pada dasarnya juga bersifat konservatif dan jarang yang

mau mencoba-coba sesuatu yang baru; umumnya cukup senang dengan

perubahan-perubahan kecil dan inkremental saja terhadap keputusan dan

perilakunya di masa lalu. Salah satu cara mengurangi kompleksitas dan

ketidakpastian masalah yang dihadapi adalah dengan melakukan tindakan seperti

tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Organisasi juga cenderung

memiliki pedoman, buku petunjuk atau semacam itu berisi tentang bagaimana

organisasi seharusnya menyelesaikan persoalan. Allison berpendapat dalam model

proses organisasi ini bahwa apa yang akan terjadi pada waktu sebelumnya.15

Allison menyimpulkan bahwa pada dasarnya model ini mengajukan tiga

proposisi, yaitu:

14

Mohtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3S

Jakarta anggota IKAPI, hal.275-277 15 Ibid.

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

15

1. Suatu pemerintah terdiri dari sekumpulan organisasi-organisasi yang

secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan yang mirip struktur

feodal

2. Keputusan perilaku pemerintah bukanlah hasil dari proses penetapan

pilihan secara rasional, tetapi sebagai output atau hasil kerja

organisasi-organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola perilaku

baku

3. Setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku dan program,

serta bekerja secara rutin, umumnya akan berperilaku sama seperti

perilakunya di masa sebelumnya. Proses yang semi-mekanistis ini

mempengaruhi keputusan yang dibuat maupun penerapan keputusan

itu.

Studi politik luar negeri menurut model ini harus diarahkan untuk

menelaah unit analisa berupa output organisasi-pemerintahan. Untuk menjelaskan

perilaku politik luar negeri suatu negara menurut model ini, diharuskan

mengidentifikasi lembaga-lembaga pemerintah mana yang terlibat dan

menunjukkan pola-pola perilaku organisasional yang melahirkan tindakan politik

luar negeri itu.16

Ciri yang menonjol dari aktivitas suatu organisasi adalah karakter yang

diprogram tentang sejauh mana perilaku suatu organisasi pemerintahan dalam

kasus tertentu adalah pemberlakuan rutinitas yang telah ditetapkan sebelumnya.

dalam menghasilkan aktivitas output setiap organisasi ditandai oleh salah satunya

yaitu standard operating procedures. Sebuah organisasi menjalankan fungsinya

dalam tingkat tinggi biasanya seperti menghadiri tempat atau area yang

16 Ibid., hal.278

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

16

bermasalah, memantau informasi, dan mempersiapkan tanggapan atau ide yang

relevan untuk masalah tersebut. Dengan melakukan tugas-tugas yang ringan

seperti mempersiapkan anggaran, dan menghasilkan informasi. Kinerja yang

andal dari tugas-tugas ini membutuhkan Standard Operating Procedure.17

Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan oleh penulis dengan

memakai teori ini yaitu sebelumnya penulis akan menjelaskan sistem

pemerintahan di negara Islandia. Sistem pemerintahan negara Islandia yaitu

republik parlementer, Islandia memiliki presiden sebagai kepala negara dan

perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam mengambil sebuah

keputusan, keputusan akhir ada di perdana menteri. Sebagai contoh Islandia

bergabung dalam perjanjian EFTA, EEA, dan Nordic Passport Union. Beberapa

hal tersebut telah dipertimbangkan dan didiskusikan lebih lanjut oleh pemerintah

Islandia. Untuk lebih jelasnya, berikut struktur sistem politik di Islandia di bawah

ini

17 Graham T.Allison, Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis, The American Political

Science Review, Volume 63, Issue 3 (Sep., 1969), 689-718. Cambridge: Harvard University,

hal.700

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

17

Gambar 1.1 Sistem Politik di Islandia

Sumber: ImgCop.com18

Pemerintahan Islandia memiliki unit-unit organisasi yang terlibat dalam

proses pengambilan keputusan. Walaupun keputusan final berada di tangan

perdana menteri, namun bukan berarti dia harus bekerja sendiri karena banyaknya

segi masalah yang berbeda mengharuskan adanya pecahan kekuasaan yaitu

tanggung jawab dalam bidang tertentu yang kemudian dilaporkan ke pemimpin.

Oleh sebab itu, Presiden Islandia membentuk kabinet. Salah satu kabinet yang

akan dibahas dalam hal ini adalah Menteri Peradilan. Menteri Peradilan di

Islandia bertanggung jawab atas keseluruhan sistem peradilan dan harus

memastikan hak-hak sipil dihormati. Hal tersebut melibatkan beberapa tugas yang

meluas di berbagai bidang masyarakat. Seperti misalnya pertahanan sipil,

penuntutan publik, pengadilan dan sistem peradilan, hak asasi manusia,

kepolisian, serta perimigrasian.19

Sebagai unit pemerintahan yang memiliki

18 Iceland Government, diakses dalam https://imgcop.com/img/Iceland-Government-16594079/

(3/12/2018, 03.05 WIB) 19 The Official Website of Government Offices of Iceland, diakses dalam

https://www.government.is/ministries/ministry-of-justice/about-the-ministry/ (5/8/2018, 22.26

WIB)

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

18

spesifikasi dalam masalah perimigrasian maka peran Menteri Peradilan sangat

diperlukan untuk memberikan informasi bagi pemerintah sebagai bahan

pertimbangan atas kebijakan yang akan dibuat. Selain itu, di dalam kesehariannya

Menteri Peradilan dibantu oleh Komisaris Nasional Polisi Islandia, Yurisdiksi

Polisi Negara dan Direktorat Imigrasi.

Selain itu, kabinet lainnya yang juga mempunyai pengaruh terhadap

Schengen di Islandia yaitu Menteri Luar Negeri. Menteri Luar Negeri ini bertugas

untuk menjaga kepentingan warga negara Islandia, perusahaan dan konsumen

dengan memfasilitasi akses ke pasar internasional dan memperkuat perdagangan

bebas. Kementerian ini juga mendukung perusahaan Islandia di luar negeri dan

mempromosikan seni dan budaya Islandia. Selain itu, Kementerian Luar Negeri

melakukan hubungan politik Islandia dengan negara-negara lain dan organisasi

internasional, yang mencakup berbagai macam masalah mulai dari hak asasi

manusia hingga keamanan dan pertahanan negara serta melindungi kepentingan

warga di luar Islandia.20

Sesuai dengan tugasnya, kementrian ini juga sangat

diperlukan untuk memberikan informasi dalam kebijakan luar negeri Islandia

yang sebelumnya telah menyepakati perjanjian serupa seperti EEA, EFTA,

maupun Nordic Passport Union.

Dalam pemerintahan Islandia, terdapat badan legislatif yang disebut

sebagai Alþingi yang merupakan parlemen nasional Islandia. Para menteri-menteri

beserta partainya masin-masing diharapkan memberikan laporan dan informasi

terkait hal yang bersangkutan di Alþingi parlemen nasional di Islandia. Davíð

20 The Official Website of Government Offices of Iceland, diakses dalam

https://www.government.is/ministries/ministry-for-foreign-affairs/about-the-ministry/ (2/9/2018,

19.30 WIB)

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

19

Oddsson yang menjabat sebagai Perdana Menteri dari tahun 1991-2004 awalnya

merasa skeptis dengan ide Islandia untuk ikut bergabung dalam perjanjian

Schengen. Oddson juga merupakan pemimpin dari partai yang terkenal euroscptic

yaitu Independence Party. Namun, keputusan untuk bergabung dalam perjanjian

Schengen akhirnya di setujui di Alþingi karena mayoritas banyak yang setuju

Islandia bergabung dalam perjanjian tersebut ketika diadakannya pertemuan pada

akhir tahun 1999.21

Hasilnya Islandia secara resmi bergabung dalam perjanjian

Schengen di tahun 2001.22

Untuk lebih jelas dengan pembahasan di atas dapat

dilihat dari bagan di bawah ini :

Skema 1.1 Alur Berpikir

21

Official Website of Iceland Parliament, diakses dalam

https://www.althingi.is/altext/122/s/1175.html&xid=17259,15700021,15700124,15700149,157001

86,15700190,15700201&usg=ALkJrhiqPo0w-56tL9HQ0u_0KjQd5qevMw (14/11/2018,

23.50 WIB) 22 EUR-Lex Access to European Union Law, diakses dalam https://eur-lex.europa.eu/legal-

content/EN/TXT/?uri=uriserv:OJ.L_.1999.176.01.0035.01.ENG&toc=OJ:L:1999:176:TOC

(4/5/2018, 02.21 WIB)

Islandia Bergabung Dalam Perjanjian Schengen

Proses Organisasi Dalam Pemerintahan Islandia

Organisasi-Organisasi Pemerintahan Islandia

Perdana Menteri Menteri Luar Negeri

Menteri Peradilan

Alþingi

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

20

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Level Analisa

Dalam penelitian terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan

independen. Adapun cara untuk mengidentifikasi variabel dependen dan

independen yaitu dengan menentukan terlebih dahulu tingkat analisis, yakni

sebuah penentuan kepada subjek untuk menjelaskan mengapa sebuah peristiwa itu

terjadi. Penentuan tingkat analisis bertujuan supaya penulis dapat memilih teori

yang relevan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.23

Dalam penelitian ini, unit analisis yang digunakan yaitu individu-

kelompok, dikarenakan unit-unit organisasi dalam pemerintahan Islandia yaitu

Perdana Menteri, Menteri Peradilan, Menteri Luar Negeri serta Parlemen yang

melihat kinerja dari unit-unit tersebut. Sedangkan unit eksplanasinya yaitu negara-

bangsa yaitu kebijakan luar negeri Islandia dengan ikut bergabung dalam

perjanjian Schengen. Sehingga penelitian ini menggunakan model analisa

induksionis, dikarenakan unit analisa dan unit eksplanasinya berbeda yaitu level

individu-kelompok dan negara-bangsa.

1.6.2 Metode/Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

eksplanatif. Tipe penelitian eksplanatif dilakukan untuk menemukan penjelasan

tentang alasan terjadinya suatu kejadian.24

Tipe penelitian eksplanatif ini bersifat

menguji teori dan akan memberikan suatu gambaran mengenai hubungan sebab

23

Endi Haryono & Saptopo B Ilkodar, Menulis Skripsi: Panduan Untuk Mahasiswa Ilmu

Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal.32 24 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 27

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

21

akibat.25

Melalui penelitian eksplanatif ini, penulis akan menjelaskan alasan

Islandia ikut bergabung dalam perjanjian Schengen pada tahun 2001.

1.6.3 Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data yang mana

data tersebut ditelaah dan diseleksi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Jika

terdapat data yang tidak digunakan maka akan direduksi. Setelah diperoleh data

baru yang sesuai, selanjutnya dianalisa sebelum pada akhirnya ditarik kesimpulan

yang merupakan hasil akhir dari penelitian ini. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan analisis kualitatif yang bersifat deduktif untuk menguji suatu teori.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah melalui

studi pustaka dengan mengumpulkan sumber-sumber yang terkait dengan objek

penilitian penulis yaitu “Alasan Islandia Ikut Bergabung Dalam Perjanjian

Schengen Pada Tahun 2001”. Sumber data penelitian yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah melalui library research, yaitu data-data yang bersumber dari

referensi yang berkaitan seperti buku, jurnal, skripsi dan website resmi.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ketika pengurusan

proses Islandia bergabung dalam perjanjian Schengen mulai dari tahun 1996

sampai dengan bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut di tahun 2001

hingga saat ini.

25

Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah., Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal.56.

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

22

b. Batasan Materi

Dalam penelitian ini penulis berfokus terhadap alasan Islandia ikut

bergabung dalam perjanjian Schengen dan apa saja hasil dan manfaat negara

Islandia ikut dalam perjanjian tersebut demi kepentingan internal dan eksternalnya

serta bagaimana proses pengambilan keputusan luar negeri yang diambil oleh

Islandia.

1.7 Hipotesa

Pada tahun 2001, negara Islandia ikut bergabung dalam perjanjian Schengen.

Salah satu alasan dibalik bergabungnya Islandia dalam perjanjian tersebut adalah

karena negara Nordic Passport Union yang tergabung dalam Uni Eropa yaitu

Swedia, Denmark, dan Finlandia juga ikut bergabung dalam perjanjian tersebut.

Islandia kemudian juga ikut bergabung dalam perjanjian Schengen demi

mempertahankan Nordic Passport Union.

Dalam pemerintahan Islandia, terdapat unit-unit organisasi dalam

menentukan kebijakan luar negeri yang akan diambil. Misalnya ikut bergabung

dalam perjanjian Schengen, Menteri Peradilan adalah salah satunya yang

diharapkan memberikan info terhadap para pemimpin dikarenakan unit organisasi

tersebut bertugas dan bertanggung jawab di bagian perimigrasian. Kemudian ada

juga Menteri Luar Negeri yang bertanggung jawab di urusan luar negeri seperti

melakukan hubungan politik Islandia dengan negara-negara lain dan organisasi

internasional, yang mencakup berbagai macam masalah mulai dari hak asasi

manusia hingga keamanan dan pertahanan negara serta melindungi kepentingan

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

23

warga di luar Islandia. Terakhir yaitu parlemen yang merupakan badan legisatif

yang memantau kinerja dari unit-unit organisasi tersebut.

1.8 Sistematika Penulisan

Tabel 1.2 Sistematika Penulisan

Bab Judul Pembahasan

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.1.1Manfaat Penelitian

1.3.1.2 Manfaat Akademis

1.3.1.3 Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori/Konsep

1.5.1 Model Proses Organisasi

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Level Analisa

1.6.2 Metode atau Tipe Penelitian

1.6.3 Teknik Analisis Data

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

24

b. Batasan Materi

1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan

Bab II Islandia dan Perjanjian

Schengen

2.1 Sejarah Perkembangan Perjanjian

Schengen

2.2 Islandia Dalam Perjanjian Schengen

2.2.1 Efek Negatif Schengen

2.2.2 Keuntungan Schengen

a. Schengen Information

System (SIS)

b. Peningkatan Proses

Perdagangan

2.3 Pandangan Islandia Terhadap Visa

Schengen

Bab III Analisis Proses

Bergabungnya Islandia

Dalam Perjanjian

Schengen

3.1 Unit-Unit Pemerintahan Islandia

3.1.1 Perdana Menteri

3.1.2 Menteri Peradilan

3.1.3 Menteri Luar Negeri

3.1.4 Alþingi

3.2 Proses Islandia Menuju Keanggotaan

Schengen

3.3 Respon dan Masukan Unit

Pemerintahan Islandia Terhadap

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/53273/2/BAB I.pdf · Islandia yang merupakan negara perairan dengan luas 103.000 km persegi bergabung dalam perjanjian Schengen

25

Kebijakan Islandia Bergabung

Dalam Perjanjian Schengen

3.3.1 Menteri Luar Negeri

3.3.2 Menteri Peradilan

3.3.3 Perdana Menteri

3.4 Proses Pengambilan Kebijakan Luar

Negeri Menurut Model Proses Organisasi

Graham T. Allison

Bab IV Penutup 4.1 Kesimpulan

4.2 Saran Penelitian Lanjutan