BAB 1 NEW

9
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sifat manusia yang cenderung konsumtif yang selalu mengkonsumsi barang atau jasa sepanjang waktu. Perilaku ini ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang cenderung beragam dan juga untuk mengikuti trend. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu seperti rasa lapar, haus, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan untuk diterima oleh lingkungannya (Simamora, 2004). Peneliti mendiferensiasikan kebutuhan ekspresif dan kebutuhan utilitarian. Kebutuhan ekspresif (expressive needs) adalah keinginan untuk memenuhi persyaratan sosial dan atau estetika. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pemeiliharaan konsep diri seseorang. Sebagai contoh, Anda mungkin merasakan kebutuhan ekspresif ketika pakaian  Anda yang ketinggalan jaman tidak sesuai dengan konsep diri Anda dari dunia fashion. Kebutuhan utilitarian (utilitarian needs) adalah keinginan untuk menyelesaikan masalah mendasar, seperti mengisi bensin atau membeli keperluan seperti makanan dan pakaian (Mowen dan Minor, 2002). Kebanyakan dari kebutuhan-kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk memotivasi seseorang untuk bertindak pada suatu saat tertentu, suatu kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan itu telah

description

BJ

Transcript of BAB 1 NEW

9

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSifat manusia yang cenderung konsumtif yang selalu mengkonsumsi barang atau jasa sepanjang waktu. Perilaku ini ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan yang cenderung beragam dan juga untuk mengikuti trend. Kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu seperti rasa lapar, haus, dan sebagainya. Sedangkan kebutuhan yang bersifat psikologis adalah kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, harga diri, atau kebutuhan untuk diterima oleh lingkungannya (Simamora, 2004). Peneliti mendiferensiasikan kebutuhan ekspresif dan kebutuhan utilitarian. Kebutuhan ekspresif (expressive needs) adalah keinginan untuk memenuhi persyaratan sosial dan atau estetika. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pemeiliharaan konsep diri seseorang. Sebagai contoh, Anda mungkin merasakan kebutuhan ekspresif ketika pakaian Anda yang ketinggalan jaman tidak sesuai dengan konsep diri Anda dari dunia fashion. Kebutuhan utilitarian (utilitarian needs) adalah keinginan untuk menyelesaikan masalah mendasar, seperti mengisi bensin atau membeli keperluan seperti makanan dan pakaian (Mowen dan Minor, 2002). Kebanyakan dari kebutuhan-kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk memotivasi seseorang untuk bertindak pada suatu saat tertentu, suatu kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan itu telah mencapai tingkat tertentu (Simamora, 2003). Motif menurut Kotler dan Amstrong (dalam Arifuddin, 2012) adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasaan atas kebutuhannya. Seseorang berusaha untuk memenuhi kebutuhan pertamanya seperti makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi maka individu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan lainnya.Motif berbelanja merupakan penggerak perilaku yang membawa seseorang untuk berbelanja untuk memenuhi kebutuhannya. Baik itu kebutuhan hiburan, pemuasan diri, belajar tentang trend yang baru dipasar. Selain untuk memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri, motif berbelanja juga dapat menjadi penggerak yang membawa seseorang untuk bersosialisasi dengan orang lain, berkomunikasi dengan orang yang memiliki minat yang sama, daya tarik kelompok, status, dan kesenangan dalam proses tawar menawar. Perubahan kebiasan berbelanja sebagai bentuk mencari suatu kesenangan adalah suatu motif berbelanja baru. Kebutuhan dan sasaran terus-menerus bertumbuh dan berubah sebagai jawaban terhadap keadaan fisik, lingkungan, pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Ketika individu mencapai tujuannya mereka terus memperjuangkan tujuan lama atau tujuan pengganti (Subagio, 2011). Pendapat Engel et al., (1994) dalam Subagio (2011) motif belanja dimulai dari munculnya kebutuhan tertentu, yang semakin lama semakin mendesak orang tersebut untuk dipenuhi. Desakan atau dorongan kebutuhan menjadi motivasi. Motivasi pembelian dan konsumsi diklasifikasikan dalam dua jenis bentuk yaitu motif hedonis dan utilitarian. Motif belanja hedonis didasarkan pada emosi, perasaan nyaman, gembira, bersuka. Sedangkan motif berbelanja utilitarian didasarkan pada motif kemanfaatan fungsi belanja. Motif berbelanja tentu sangat berperan penting dalam menentukan tindakan dan langkah konsumen dalam melakukan keputusan pembelian.Keputusan pembelian suatu produk atau jasa dipengaruhi oleh motif belanja. Keputusan membeli seseorang merupakan hasil suatu hubungan yang saling mempengaruhi dan yang rumit antara faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologi (Setiadi, 2003). Dan ketika faktor tersebut berubah maka kebutuhan konsumen pun akan ikut berubah. Suatu proses keputusan membeli bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan membeli (Simamora, 2004). Konsumen dalam berbelanja dipengaruhi oleh gaya hidup (life style) yang ditunjukkan dengan adanya perubahan dalam usia, penghasilan dan status pernikahan yang akan mengubah motif berbelanja seseorang.Aktivitas berbelanja terjadi ketika kebutuhan konsumen untuk barang-barang tertentu cukup dan sudah terpenuhi, uang yang dialokasikan untuk pergi berbelanja. Atau ketika seorang konsumen membutuhkan perhatian, ingin bertemu dengan sahabat-sahabatnya, bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat dan hobi yang sama, merasakan kebutuhan untuk berlatih ataupun hanya mempunyai waktu luang untuk bersantai. Seseorang yang datang berkunjung ke tempat lain tentu punya alasan tertentu, tak terkecuali dengan orang-orang yang datang ke tempat perbelanjaan. Mereka yang datang ke tempat perbelanjaan baik itu pasar, mall, toko ataupun butik yaitu untuk memuaskan kebutuhan mereka akan barang-barang yang mereka inginkan. Sebagian orang akan mengikuti tren terbaru yang sedang berkembang dalam dunia fashion. Keinginan dan kebutuhan akan barang yang bermerek terkenal, barang impor, up to date merupakan keinginan semua orang. Barang tersebut hanya dapat dibeli oleh orang yang memiliki finansial yang tinggi, tapi bagaimana dengan yang finansialnya rendah ?. Bagi yang memiliki finansial rendah tapi menginginkan barang yang bermerek, impor dan up to date ada alternatif lain yaitu berbelanja barang bekas (second hand). Di luar negeri berbelanja barang bekas buka hal yang baru. Toko barang bekas juga banyak terdapat di Negara-negara Eropa dan Amerika, toko barang bekas ini hanya menjual barang-barang merk terkenal. Biasanya sepatu, tas, pakaian, kacamata, pulpen, peralatan olahraga, parfum, buku dan benda seni (www.annehira.com, 2 April 2013) .Di Amerika tepatnya di Ohio ada sebuah toko penjualan barang bekas (second hand) yang bernama Goodwill. Toko yang menjual barang bekas yang berkualitas bagus. Di Australia juga banyak menjual barang bekas, sebutan untuk penjualan barang bekas (second hand) disana adalah garage sale, yard sale, tag sale, Sunday market, moving sale, junk sale (http://peluangbisnisoke.com, 2 April 2013). Di Amerika Utara, istilah ini dapat digunakan sebagai sinonim untuk "penjualan barang-barang bekas", untuk menggambarkan acara penggalangan dana amal yang diselenggarakan oleh gereja atau organisasi masyarakat lainnya, yang disumbangkan, barang bekas, seperti buku, pakaian, dan barang-barang rumah tangga yang dijual dengan harga yang rendah, atau lain barang mungkin baru dan buatan tangan, pada bazar gereja natal (http://yona-fitriyani.blogspot.com, 2 April 2013).Di Indonesia sendiri barang bekas (second hand) ini banyak yang berasal dari Negara Jepang, Korea, China yang kemudian masuk kedalam daerah-daerah yang ada di Indonesia, pasar barang bekas impor di Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi misalnya, lebih dulu muncul daripada di Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya. Banyak yang berupa pakaian, sepatu, jam tangan, tas, dompet, ikat pinggang, jaket, seprai, horden, boneka, bahkan sampai underwear. Di daerah Jawa sebutan untuk barang bekas adalah awul-awul yang artinya mengaduk-aduk. Di Kendari memberi sebutan RB (erbe) kepanjangan dari rombengan. Dan di Makassar disebut dengan cakar (cap karung). Masukknya barang-barang bekas ke Indonesia membuat mengundang reaksi pemerintah. Larangan masuknya barang khususnya pakaian bekas impor ke Indonesia sudah dikeluarkan pemerintah sejak tahun 1982, melalui SK Mendagkop No. 28 tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor yang hingga saat ini belum dicabut dan masih tetap berlaku ( www.kemenperin.go.id, 2 April 2013) Dulu, anggapan orang bahwa yang membeli barang bekas adalah orang miskin atau dari kalangan pas-pasan. Tetapi anggapan itu sudah tak ada lagi karena banyak juga orang berduit yang tertarik membeli barang bekas hal ini diikuti oleh perkembangan banyaknya konsumen yang tidak malu atau canggung untuk membeli barang bekas. Alasan orang memilih barang bekas (second hand) yang dikutip dari http://www.anneahira.com/beli-barang-bekas.htm, adalah 1. PenghematanBarang bekas biasanya berharga lebih murah daripada barang baru yang sama. Tapi kalau tidak cermat dan tidak kenal harga, bukan tidak mungkin malah mendapat harga yang lebih mahal.2. AntikBarang bekas tertentu bahkan menjadi barang yang diburu karena antik, kuno, serta nilai sejarah yang melekat pada barang tersebut. Misalnya: lemari kuno, meja antik, buku langka, mobil bersejarah, dan sebagainya. Tak sedikit yang berani membeli dengan harga mahal.3. Gengsi Barang bekas, terutama pakaian, yang datang dari luar negeri dianggap mempunyai gengsi lebih karena merek yang tersemat padanya. Sebagian kalangan menganggap pakaian bekas luar negeri yang bermerek lebih keren dan bergengsi daripada pakaian baru buatan dalam negeri yang tanpa merek.Di Makassar sendiri pakaian bekas bisa dikatakan sebagai alternatif bagi mahasiswa yang ingin tampil keren, modis dengan memakai pakaian bermerek tetapi murah. Masa ekonomi yang sulit yang mendorong seseorang untuk berbelanja cakar dikarenakan harganya lebih murah dan bermerek. Pakaian bekas mempunyai harga yang relatif murah, harga pakaian cakar biasa dibandrol dengan harga Rp 5.000,00 Dengan uang Rp 100.000,00 sudah bisa mendapatkan banyak baju dan celana bekas tetapi bila berbelanja di Mall hanya mendapatkan 1 potong baju saja.Pakaian bekas dapat ditemukan diberbagai toko barang bekas, di pasar tradisional, penjualan garasi (garage sale) ataupun juga pada di internet pada situs lelang seperti ebay, tokobagus.com, berniaga.com.Walaupun yang dijual itu adalah pakaian bekas milik orang lain, namun masih dapat menemukan pakaian yang masih bagus dan masih mengikuti tren saat ini. Keuntungan membeli pakaian bekas: 1. Pakaian bekas yang diperjulabelikan dengan harga yang relatif murah dibandingkan pakaian yang dijual di Mal. Dengan memilih berbelanja pakaian bekas, maka pengeluaran akan menjadi irit dan dapat menemukan pakaian yang tidak memiliki kembaran.2. Mudah dipadupadankan dengan pakaian lain dan aksesoris yang akan membuat penampilan terlihat menarik dan fashionable.3. Membeli pakaian bekas dapat mengurangi limbah sebagai wujud mencintai lingkungan. Dengan membeli pakaian bekas, limbah yang dibuang untuk pakaian baru juga akan berkurang.Tempat menjual pakaian bekas di Makassar sangat mudah kita jumpai sekarang ini. Dapat ditemukan di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Terong, Pasar Mandai, Pasar Rajawali, Pasar Maricaya, Pasar Pengayamon, Pasar Daya, Daimaru, Cakar Ratulangi. Bahkan di pinggir jalan pun kadang dijumpai tempat menjual cakar seperti di Jln.Hertasning, Jln.Perintis Kemerdekaan. Di Makassar sangat mudah untuk berbelanja pakaian bekas. Berdasarkan fenomena pembelian pakaian bekas di Makassar yang kini sudah sangat mudah di temukan. Seseorang yang ingin memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan ataupun memiliki pakaian yang bermerek terkenal, impor, up to date tetapi dengan harga yang murah bisa jadi motif berbelanja seseorang dalam keputusan membeli pakaian bekas. Penulis sangat tertarik untuk meneliti fenomena terhadap maraknya pembelian pakaian bekas di Makassar, apa yang menjadi motif belanja seseorang sampai memutuskan membeli pakaian bekas. Berdasarkan alasan tersebut penulis tertarik untuk menarik judul penelitian Pengaruh Motif Berbelanja Terhadap Keputusan Pembelian Pakaian Bekas.

1.2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh motif berbelanja hedonis dan motif berbelanja utilitarian terhadap keputusan pembelian pakaian bekas?1.3. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motif berbelanja hedonis dan motif berbelanja utilitarian terhadap keputusan pembelian pakaian bekas .1.4. Manfaat PenelitianHasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:a. Manfaat TeoretisHasil penelitian diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan serta memberi kontribusi pemikiran dalam bidang pemasaran mengenai motif berbelanja.b. Manfaat PraktisKegunaan praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah agar pihak-pihak yang tertarik untuk mengkaji masalah yang sama dapat mengetahui motif berbelanja dalam keputusan pembelian pakaian bekas .