BAB 1 Laporan Widya Wisata

download BAB 1 Laporan Widya Wisata

of 19

description

Laporan Widya wisata ke jogjakarta

Transcript of BAB 1 Laporan Widya Wisata

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Widya wisata merupakan sarana refreshing social education terhadap aktifitas rutin Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah. Oleh sebab itu, pemilihan objek wisata yang dikunjungi bukan untuk refreshing semata, namun harus ada nilai-nilai social dan pendidikan supaya dapat menambah hubungan baik antar sesama manusia maupun lingkungan dan dapat menambah pengetahuan tentang lingkungan sekitar yang dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air karena keindahan alam ataupun nilai sejarah objek wisata yang dikunjungi. SMP Negeri 2 Susukan, sebagai lembaga pendidikan memiliki visi misi yaitu Unggul Dalam Mutu Santun Dalam Perilaku.Untuk mewujudkan visi tersebut, sekolah memprogramkan kurikulum widya wisata diantara kurikulum lain yang wajib ditempuh. Wujud nyata dalam pelaksanaan widya wisata yaitu menyusun Laporan Karya Tulis sebagai laporan pertanggungjawaban atau bukti bahwa penyusun Laporan Karya Tulis telah mengikuti widya wisata. dan adanya kerja sama dari masing-masing siswa untuk menyusun Laporan Karya Tulis. Selain itu, Laporan Karya Tulis wajib disusun karena untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam pembuatan Laporan Karya Tulis ini, narasi ataupun data dalam penyusunan Laporan Karya Tulis ini , penyusun tulis berdasarkan fakta melalui hasil observasi, wawancara dan tinjauan pustaka yang terpercaya. Hal tersebut menjadikan Laporan Karya Tulis ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.2 Alasan kegiatanKami memilih Monumen Nasional karena didalamnya terdapat berbagai monumen-monumen proklamasi kemerdekaan yang merupakan kerja keras para tokoh pahlawan dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

1.3 Tujuan KegiatanWidya wisata ini memiliki tujuan antara lain :1) Menambah pengetahuan dan wawasan.2) Melatih diri untuk bekerja sama khususnya saling menukar informasi antar siswa dalam kelompok maupun diluar kelompok.3) Menanamkan rasa tanggung jawab untuk menjalankan semua tugas yang diberikan4) Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan rasa syukur atas karunia Allah SWT yang menciptakan alam semesta, serta menumbuhkan sikap untuk menjaga kelestarian lingkungan.

1.4 Manfaat Kegiatan Menambah wawasan dan pengetahuan Memperoleh pengalaman-pengalaman baru Sebagai tambahan materi diluar sekolah Menambah koleksi pustaka sekolah

1.5 Waktu pelaksanaanWisata ke Monumen Nasional dilakukan pada hari pertama Study tour yaitu:Tanggal :30 Desember 2015 s/d 31 Desember 2015Pukul: 05 : 00 WIB s/d 03 : 00 WIB

BAB IIISI

2.1 Keraton Ngayogyakarta HadiningratKaraton Ngayogyakarta Hadiningrat) merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.[1]SejarahSultan Hamengkubuwono VIII menerima kunjungan kehormatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Bijleveld di Keraton Yogyakarta, sekitar tahun 1937.Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman[3].Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan)[4][5]. Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.Tata ruang dan arsitektur umumArsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek" dari saudara Pakubuwono II Surakarta"[6]. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta[7] diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).Tata ruangKoridor di Kedhaton dengan latar belakang Gedhong Jene dan Gedhong PurworetnoDahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara sampai di Plengkung[8] Nirboyo di selatan. Kini, Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing[9][10].Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris. Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-mula Sawojajar kemudian di Dalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar Beringharjo.Arsitektur umum

Bangsal Sri Manganti tempat pertunjukan tari dan seni karawitan gamelan di Kraton Yogyakarta.

Salah satu bangunan Tratag dalam kompleks keraton.Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol[11] yang biasanya bergaya Semar Tinandu[12] . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal. Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari budaya asing seperti Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi[13]. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.[14]Pemangku adat YogyakartaUpacara Jumenengan atau naik takhta Sultan Hamengkubuwono X, tampak melintas di depan Pagelaran didamping Gusti Kanjeng Ratu Hemas, 7 Maret 1989.

Para Abdi Dalem di depan Gedhong Kaca, Museum Hamengku Buwono IX Keraton Ngayogyakarta HadiningratPada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebuah Lembaga Istana Kerajaan (The Imperial House) dari Kesultanan Yogyakarta. Secara tradisi lembaga ini disebut Parentah Lebet (harfiah=Pemerintahan Dalam) yang berpusat di Istana (keraton) dan bertugas mengurus Sultan dan Kerabat Kerajaan (Royal Family). Dalam penyelenggaraan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta disamping lembaga Parentah Lebet terdapat Parentah nJawi/Parentah Nagari (harfiah=Pemerintahan Luar/Pemerintahan Negara) yang berpusat di nDalem Kepatihan dan bertugas mengurus seluruh negara.Sekitar setahun setelah Kesultanan Yogyakarta (khususnya Parentah nJawi) bersama-sama Kadipaten Paku Alaman diubah statusnya dari negara (state) menjadi Daerah Istimewa setingkat Provinsi secara resmi pada 1950, Keraton mulai dipisahkan dari Pemerintahan Daerah Istimewa dan di-depolitisasi sehingga hanya menjadi sebuah Lembaga Pemangku Adat Jawa khususnya garis/gaya Yogyakarta. Fungsi Keraton berubah menjadi pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya Yogyakarta.Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Prov. D.I. Yogyakarta. Selain itu keraton Yogyakarta juga memberikan gelar kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Yogyakarta disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena posisi mereka sebagai pegawai (abdi-Dalem) keraton.Namun demikian ada perbedaan antara Keraton Yogyakarta dengan Keraton/Istana kerajaan-kerajaan Nusantara yang lain. Sultan Yogyakarta selain sebagai Yang Dipertuan Pemangku Tahta Adat /Kepala Keraton juga memiliki kedudukan yang khusus dalam bidang pemerintahan sebagai bentuk keistimewaan daerah Yogyakarta. Dari permulaan DIY berdiri (de facto 1946 dan de yure 1950) sampai tahun 1988 Sultan Yogyakarta secara otomatis diangkat sebagai Gubernur/Kepala Daerah Istimewa yang tidak terikat dengan ketentuan masa jabatan, syarat, dan cara pengangkatan Gubernur/Kepala Daerah lainnya (UU 22/1948; UU 1/1957; Pen Pres 6/1959; UU 18/1965; UU 5/1974). Antara 1988-1998 Gubernur/Kepala Daerah Istimewa dijabat oleh Wakil Gubernur/Wakil Kepala Daerah Istimewa yang juga Penguasa Paku Alaman. Setelah 1999 keturunan Sultan Yogyakarta tersebut yang memenuhi syarat mendapat prioritas untuk diangkat menjadi Gubernur/Kepala Daerah Istimewa (UU 22/1999; UU 32/2004). Saat ini yang menjadi Yang Dipertuan Pemangku Tahta adalah Sultan Hamengku Buwono XFilosofi dan mitologi seputar KeratonKeraton Yogyakarta atau dalam bahasa aslinya Karaton Kasultanan Ngayogyakarta merupakan tempat tinggal resmi para Sultan yang bertahta di Kesultanan Yogyakarta. Karaton artinya tempat dimana "Ratu" (bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja) bersemayam. Dalam kata lain Keraton/Karaton (bentuk singkat dari Ke-ratu-an/Ka-ratu-an) merupakan tempat kediaman resmi/Istana para Raja. Artinya yang sama juga ditunjukkan dengan kata Kedaton. Kata Kedaton (bentuk singkat dari Ke-datu-an/Ka-datu-an) berasal dari kata "Datu" yang dalam bahasa Indonesia berarti Raja. Dalam pembelajaran tentang budaya Jawa, arti ini mempunyai arti filosofis yang sangat dalam[69].Keraton Yogyakarta tidak didirikan begitu saja. Banyak arti dan makna filosofis yang terdapat di seputar dan sekitar keraton. Selain itu istana Sultan Yogyakarta ini juga diselubungi oleh mitos dan mistik yang begitu kental. Filosofi dan mitologi tersebut tidak dapat dipisahkan dan merupakan dua sisi dari sebuah mata uang yang bernama keraton. Penataan tata ruang keraton, termasuk pula pola dasar landscape kota tua Yogyakarta, nama-nama yang dipergunakan, bentuk arsitektur dan arah hadap bangunan, benda-benda tertentu dan lain sebagainya masing-masing memiliki nilai filosofi dan/atau mitologinya sendiri-sendiri.Tata ruang dasar kota tua Yogyakarta berporoskan garis lurus Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak serta diapit oleh S. Winongo di sisi barat dan S. Code di sisi timur. Jalan P. Mangkubumi (dulu Margotomo), jalan Malioboro (dulu Maliyoboro), dan jalan Jend. A. Yani (dulu Margomulyo) merupakan sebuah boulevard lurus dari Tugu menuju Keraton. Jalan D.I. Panjaitan (dulu Ngadinegaran) merupakan sebuah jalan yang lurus keluar dari Keraton melalui Plengkung Nirboyo menuju Panggung Krapyak. Pengamatan citra satelit memperlihatkan Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak berikut jalan yang menghubungkannya tersebut hampir segaris (hanya meleset beberapa derajat). Tata ruang tersebut mengandung makna "sangkan paraning dumadi" yaitu asal mula manusia dan tujuan asasi terakhirnya[70].Dari Panggung Krapyak menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "sangkan" asal mula penciptaan manusia sampai manusia tersebut dewasa. Ini dapat dilihat dari kampung di sekitar Panggung Krapyak yang diberi nama kampung Mijen (berasal dari kata "wiji" yang berarti benih). Di sepanjang jalan D.I. Panjaitan ditanami pohon asam (Tamarindus indica) dan tanjung (Mimusops elengi) yang melambangkan masa anak-anak menuju remaja. Dari Tugu menuju ke Keraton (Kompleks Kedaton) menunjukkan "paran" tujuan akhir manusia yaitu menghadap penciptanya. Tujuh gerbang dari Gladhag sampai Donopratopo melambangkan tujuh langkah/gerbang menuju surga (seven step to heaven)[57].Tugu golong gilig (tugu Yogyakarta) yang menjadi batas utara kota tua menjadi simbol "manunggaling kawulo gusti" bersatunya antara raja (golong) dan rakyat (gilig). Simbol ini juga dapat dilihat dari segi mistis yaitu persatuan antara khalik (Sang Pencipta) dan makhluk (ciptaan). Sri Manganti berarti Raja sedang menanti atau menanti sang Raja.Pintu Gerbang Donopratopo berarti "seseorang yang baik selalu memberikan kepada orang lain dengan sukarela dan mampu menghilangkan hawa nafsu". Dua patung raksasa Dwarapala yang terdapat di samping gerbang, yang satu, Balabuta, menggambarkan kejahatan dan yang lain, Cinkarabala, menggambarkan kebaikan. Hal ini berarti "Anda harus dapat membedakan, mana yang baik dan mana yang jahat".Beberapa pohon yang ada di halaman kompleks keraton juga mengandung makna tertentu. Pohon beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae) di Alun-alun utara berjumlah 64 (atau 63) yang melambangkan usia Nabi Muhammad. Dua pohon beringin di tengah Alun-alun Utara menjadi lambang makrokosmos (K. Dewodaru, dewo=Tuhan) dan mikrokosmos (K. Janadaru, jana=manusia). Selain itu ada yang mengartikan Dewodaru adalah persatuan antara Sultan dan Pencipta sedangkan Janadaru adalah lambang persatuan Sultan dengan rakyatnya. Pohon gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae)bermakna "ayem" (damai,tenang,bahagia) maupun "gayuh" (cita-cita). Pohon sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae) bermakna "sarwo becik" (keadaan serba baik, penuh kebaikan)[71].Dalam upacara garebeg, sebagian masyarakat mempercayai apabila mereka mendapatkan bagian dari gunungan yang diperebutkan mereka akan mendapat tuah tertentu seperti kesuburan tanah dan panen melimpah bagi para petani. Selain itu saat upacara sekaten sebagian masyarakat mempercayai jika mengunyah sirih pinang saat gamelan sekati dimainkan/dibunyikan akan mendapat tuah awet muda. Air sisa yang digunakan untuk membersihkan pusaka pun juga dipercaya sebagian masyarakat memiliki tuah. Mereka rela berdesak-desakan sekadar untuk memperoleh air keramat tersebut.Benda-benda pusaka keraton juga dipercaya memiliki daya magis untuk menolak bala/kejahatan. Konon bendera KK Tunggul Wulung, sebuah bendera yang konon berasal dari kain penutup kabah di Makkah (kiswah), dipercaya dapat menghilangkan wabah penyakit yang pernah menjangkiti masyarakat Yogyakarta. Bendera tersebut dibawa dalam suatu perarakan mengelilingi benteng baluwerti. Konon peristiwa terakhir terjadi pada tahun 1947. Dipercayai pula oleh sebagian masyarakat bahwa Kyai Jegot, roh penunggu hutan Beringan tempat keraton Yogyakarta didirikan, berdiam di salah satu tiang utama di nDalem Ageng Prabayaksa. Roh ini dipercaya menjaga ketentraman kerajaan dari gangguan.2.2 Taman Pintar YogyakartaTaman Pintar Yogyakarta

Pintu Gerbang Taman Pintar

Taman Pintar Yogyakarta (bahasa Jawa: Hanacaraka, adalah wahana wisata yang terdapat di pusat Kota Yogyakarta, tepatnya di Jalan Panembahan Senopati No. 1-3, Yogyakarta, di kawasan Benteng Vredeburg. Taman ini memadukan tempat wisata rekreasi maupun edukasi dalam satu lokasi. Taman Pintar memiliki arena bermain sekaligus sarana edukasi yang terbagi dalam beberapa zona. Akses langsung kepada pusat buku eks Shopping Centre juga menambah nilai lebih Taman Pintar. Tempat rekreasi ini sangat baik untuk anak-anak pada masa perkembangan.Beberapa tahun ini Taman Pintar menjadi alternatif tempat berwisata bagi masyarakat Yogyakarta maupun luar kota.[1]Taman ini, khususnya pada wahana pendidikan anak usia dini dilengkapi dengan teknologi interaktif digital serta pemetaan video yang akan memacu imajinasi anak serta ketertarikan mereka terhadap teknologi. Pada saat ini ada 35 zona dan 3.500 alat peraga permainan yang edukatif.[2]SejarahSejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk Pembangunan "Taman Pintar". Disebut "Taman Pintar", karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus berekreasi. Dengan Target Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan teknologi sendiri.Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan Gedung Agung. Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan Pembangunan Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang diresmikan dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo. Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo, bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung Memorabilia.Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

Makna LogoLogo Taman PintarKembang api adalah simbolisasi dari intelegensi dan imajinasi. Dalam bahasa Jawa, kembang api menggambarkan MLETHIK = PINTAR = PADHANG MAK BYAAR = PINTAR. Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi Taman Pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi dan kreasi sains dalam suasana yang menyenangkan.Gambar logo yang muncul ke luar mengandung makna Outward Looking, selalu melihat ke luar untuk terus belajar mengikuti dinamika perubahan di luar dirinya. Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa. Jari jemari kembang api melambangkan keselarasan antara INTELEGENSI dan SOCIAL LIFE, diharapkan pengguna Taman Pintar mempunyai IQ, SQ, dan EQ.Efek perspektif adalah simbolisasi "sesuatu yang tinggi", CITA-CITA, pengharapan bahwa Taman Pintar akan membantu generasi muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-citanya. Miring ke kanan sebagai visualisasi pergerakan ke arah yang lebih baik. Warna gabungan HIJAU-BIRU melambangkan PERTUMBUHAN TAK TERBATAS.Sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Pintar_Yogyakarta

2.3 Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala

Museum Pusat TNI AU "Dirgantara Mandala" adalah museum yang digagas oleh TNI Angkatan Udara untuk mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI AU, bermarkas di kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Museum ini sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta pada 29 Juli 1978.[1]Museum Dirgantara Mandala merupakan museum yang dikelola oleh TNI Angkatan Udara dan menyajikan secara lengkap tentang sejarah penerbangan dan dunia aviasi di Indonesia. Di museum ini wisatawan bisa menyaksikan beragam koleksi alutista dan pesawat mulai dari pesawat sipil, pesawat tempur, hingga rudal TNI AU.Sebagai basecamp sekaligus kota kelahiran TNI AURI, Yogyakarta memiliki sebuah museum dengan koleksi kedirgantaraan yang paling lengkap di Indonesia. Museum tersebut adalah Museum Dirgantara Mandala. Beragam pesawat yang memiliki peranan penting dan pernah berjasa dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia disimpan di museum ini. Karena itu, Museum Dirgantara merupakan salah satu tempat yang wajib Anda datangi saat berkunjung ke Yogyakarta.Berada satu lokasi dengan kompleks perumahan, perkantoran, dan pusat pendidikan TNI AU, Museum Dirgantara memiliki halaman berumput hijau yang sangat luas dan sejuk. Dulunya Museum Pusat TNI AU ini berlokasi di Jakarta, namun mengingat bahwa Yogyakarta adalah tempat kelahiran TNI AU maka museum pun dipindah ke kompleks Lanud Adisutjipto.Mengunjungi Museum Dirgantara Mandala adalah hal yang sangat menarik. Pengunjung dapat melihat koleksi lengkap kedirgantaraan di Indonesia serta menyaksikan betapa pemberaninya pilot-pilot Indonesia pada zaman perjuangan kemerdekaan. Di museum ini terdapat 38 koleksi pesawat, baik pesawat tempur maupun pesawat sipil.Beberapa pesawat yang memiliki nilai sejarah tinggi antara lain replika pesawat Dakota VT-CLA milik perusahaan penerbangan India yang ditembak jatuh oleh Belanda di Ngoto saat hendak mendarat di Maguwo, pesawat Guntei bersayap ganda bekas tentara Jepang yang digunakan untuk melakukan pengeboman pertama dalam sejarah TNI AU, serta koleksi pesawat Mustang yang digunakan untuk menggempur Permesta.Selain koleksi pesawat, di museum yang gedungnya dibagi menjadi 6 ruang ini pengunjung juga bisa menyaksikan koleksi lainnya. Di tempat ini terdapat koleksi foto, lukisan, tanda kehormatan, pakaian dinas, buku, senjata api, senjata tajam, mesim pesawat, radar, bom atau roket, parasut, hingga diorama yang disusun berdasarkan kronologi peristiwa. Salah satu koleksi menarik adalah diorama Satelit Palapa dan pesawat ruang angkasa Challenger yang mengorbitkan pesawat tersebut.Hal yang menyenangkan lainnya saat mengunjung Museum Dirgantara selain menyaksikan aneka koleksinya yang menarik, wisatawan juga bisa naik ke beberapa pesawat yang memang diijinkan untuk dinaiki. Bahkan wisatawan juga bisa menyewa pakaian pilot dan bergaya di dalam pesawat laksana pilot sungguhan. Di museum ini juga terdapat wahana simulasi menerbangkan pesawat.Lokasi dan AksesMuseum Dirgantara Mandala terletak di dalam kompleks TNI Angkatan Udara Republik Indonesia, Lanud Adisutjipto, Yogyakarta. Meskipun lokasinya agak tersebunyi, wisatawan bisa menemukan museum ini dengan mudah. Dari fly over janti silahkan menuju Ring Road Timur, sesampainya di depan SMA Angkasa belok ke kiri. Jika naik bis kota wisatawan bisa turun di SMA Angkasa dan jalan kaki sekitar 200 meter menuju museum.Jam Kunjung dan Harga TiketMuseum Dirgantara Mandala buka pada hari Senin Minggu dari pukul 08.30 15.00 WIB. Tiket perorangan sebesar Rp 3.000, jika rombongan (30 orang ke atas) Rp 2.000. Berhubung lokasinya di kompleks TNI AU, maka setiap wisatawan yang berkunjung wajib membawa identitas diri yang masih berlaku dan lapor kepada petugas jaga. Bagi rombongan yang ingin berkunjung ke museum ini bisa menghubungi pengelola museum di nomor 0274 484453 Koleksi museumRudal SA 75 milik Museum Pusat TNI AU Dirgantara MandalaMuseum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa sejarah Angkatan Udara Indonesia. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan, diantaranya: Pesawat Ki-43 buatan Jepang Pesawat PBY-5A (Catalina). Replika pesawat WEL-I RI-X (pesawat pertama hasil produksi Indonesia) Pesawat A6M5 Zero Sen buatan Jepang. Pesawat pembom B-25 Mitchell, B-26 Invader, TU-16 Badger. Helikopter Hillier 360 buatan AS. Pesawat P-51 Mustang buatan AS. Pesawat KY51 Cureng buatan Jepang. Replika pesawat Glider Kampret buatan Indonesia. Pesawat TS-8 Dies buatan AS. Pesawat Lavochkin La-11, Mig-15, MiG-17 dan MiG-21 buatan Russia. Rudal SA-75[2]Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala baru-baru ini mendapat tambahan koleksi berupa Prototype Bom sejumlah 9 buah buatan Dislitbangau yang bekerjasama dengan PT. Pindad dan PT. Sari Bahari. Bom-bom tersebut merupakan bom latih (BLA/BLP) dan bom tajam (BT) yang memiliki daya ledak tinggi (high explosive), sebagai senjata Pesawat Sukhoi Su-30, F-16, F-5, Sky Hawk, Super Tucano dll.[3] Sumber :https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Pusat_TNI_AU_Dirgantara_Mandalahttp://www.njogja.co.id/museum-dan-monumen/museum-dirgantara-mandala-memiliki-koleksi-aviasi-paling-lengkap-di-indonesia/

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanMaka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja itu sangat banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke YogyakartaSelain itu,kota Yogyakarta yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli jogja itu sendiri agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di jogja.walaupun banyak cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat luas,para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.Yogyakarta disebut kota pelajar karena kualitas pendidikan di kota Jogja sudah terjamin kualitasnya. Kota Jogja disebut kota pelajar karena di daerah Jogja juga terdapat fasilitas sekolah dan universitas yang megah, berkualitas, terjamin mutunya dan sudah terakreditasi secara baik didunia pendidikan Indonesia. Budaya mungkin di Indonesia mungkin bermacam-macam dan beragam sekali di Indonesia. Mungkin salah satu budaya di Indonesia adalah budaya Jawa. Budaya tersebut masih sangat erat hubungannya dengan kota Jogja. Maka dari itu,Yogyakarta juga disebut dengan kota budaya dan berbudaya.

3.2 SaranSebagai generasi muda dan sebagai salah satu pengunjung di objek wisata,penulis menyarankan kepada :- Pemerintah, khususnya pengelola objek wisata agar meningkatkan pelayanan pada para wisatawan dan menjaga kelestarian objek-objek wisata .Serta berinovasi agar ada penambahan wahana wisata baru untuk mengikuti perkembangan wahana wisata diluar agar wisatawan betah karena ini merupakan devisa.- Generasi muda Indonesia,agar mau menjaga dan melestarikan tempat-tempat wisata terutama yang berbasis budaya dan religi. Karena Negara kita dikenal sebagai Negara yang beranekaragam namun bisa hidup berdampingan dengan latar belakang yang berbeda.

18