Bab 1-Daftar Pustaka
-
Upload
teguh-pribadi -
Category
Documents
-
view
32 -
download
0
description
Transcript of Bab 1-Daftar Pustaka
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki letak geografis di daerah tropis, yang menyebabkan
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Secara geografis
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 5 pulau besar.
Diantaranya pulau Jawa yang dikelilingi pulau – pulau kecil termasuk pulau
Handeuleum yang berada di provinsi Banten. Diwilayah Banten terdapat Taman
Nasional yang terletak diselat sunda yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)
yang merupakan warisan alam dunia (The Natural World Heritage Site) yang
telah ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1992 melalui SK No.
SC/Eco/5867.2.409. TNUK merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di
Indonesia yang berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam
hayati dan keseimbangan ekosistem.
Kawasan TNUK memiliki keanekaragaman hayati, keunikan dan
kelangkaan. Maka dari itu penting untuk mengeksplorasi wilayah TNUK. TNUK
merupakan kawasan konservasi yang memiliki gugus kepulauan diantaranya
Pulau Peucang, Pulau Panaitan, dan Pulau Handeuleum. Pulau – pulau tersebut
memiliki ciri khas masing – masing. Di pulau Handeuleum dan sekitarnya
terdapat jenis satwa yang sering dijumpai seperti rusa timor, monyet ekor panjang,
biawak, ular cincin mas, tupai, kalong sampai dengan buaya muara. Sedangkan
keanekaragaman burung meliputi burung pantai seperti wiliwili, trinil pantai,
kirik-kirik laut, sampai dengan dara laut sayap putih. Serta jenis burung hutan
seperti kangkareng perut putih, caladi, perenjak coklat dan burung-burung hutan
lainnya serta beberapa jenis ikan (BTNUK: 2013). Berdasarkan data tersebut,
dipulau Handeuleum belum ada data mengenai keanekaragaman serangga.
Dengan demikian, diperlukan penelitian tentang serangga khususnya rayap.
Rayap merupakan serangga sosial yang memiki peran dalam ekosistem.
Selain itu rayap sangat dikenal sebagai hama perusak kayu, tanaman kayu dan
bangunan yang berstruktur kayu. Hal ini dapat terjadi karena didalam ususnya
terdapat mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase. Menurut Engel
2
(2011) terdapat 3500 jenis rayap didunia dan kurang lebih 2900 yang sudah
teridentifikasi, dan diklasifikasikan kedalam 12 famili. Rayap terdiri dari 3 kasta,
kasta reproduktif, kasta pekerja dan kasta prajurit. Dalam penelitian ini rayap yang
akan diteliti yaitu rayap kasta prajurit. Rayap kasta prajurit merupakan kasta
rayap yang lebih mudah dibedakan antara satu jenis dengan jenis yang lain.
Kepala rayap kasta prajurit tersklerotisasi kuat dan berukuran besar. Mandibula
rayap kasta prajurit dibedakan menjadi dua yaitu tipe mandibula dan tipe nasuti.
Tipe mandibula memiliki ciri mandibular yang kuat, besar, sangat berkembang
tanpa rostrum dan dapat digunakan untuk mencapit. Sedangkan tipe nasuti
memiliki mandibular yang tereduksi sehingga membentuk rostrum. Bentuk
mandibula yang khas ini dapat digunakan sebagai ciri identifikasi spesies rayap.
Eksplorasi tentang rayap kasta prajurit telah dilakukan di dua zona yang
terdapat dipulau Handeuleum yaitu zona pemanfaatan dan zona rimba. Kondisi
zona pemanfaatan didominasi oleh hutan pantai berupa tumbuhan dari jenis
nyamplung, hutan hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung dan kelapa dengan
kerapatan vegetasi sedang hingga jarang serta topografinya datar. Zona rimba
dengan topografi datar didominasi pohon nyamplung, cantigi, waru lot, dan
ketapang. Selain itu, pada formasi tegakan hujan tropis dataran rendah didominasi
oleh kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan
untuk mempelajari dan menggali potensi rayap. Selain itu, informasi yang didapat
juga bermanfaat dalam pendidikan khususnya dalam pembelajaran biologi yaitu
pada subkonsep Insekta. Informasi ini dapat diimplementasikan dalam bentuk
lembar kegiatan siswa (LKS) yang dapat digunakan sebagai bahan ajar siswa.
Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis
sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar
(DEPDIKNAS, 2008). Bahan ajar bagian dari sumber belajar karena merupakan
komponen penting dalam aktifitas pembelajaran. Hal ini dibutuhkan agar
pengetahuan siswa menjadi lebih baik dan jelas. Sumber belajar tidak hanya dari
buku teks ataupun sejenisnya, tetapi belajar langsung kelingkungan lebih memiliki
dampak positif untuk peserta didik baik dalam perspektif kognitif, afektif maupun
psikomotornya. Hal ini juga berhubungan dengan hakikat sains yang terdiri dari
sikap, proses dan hasil. Dalam hal ini serangga rayap dapat menjadi objek
3
pembelajaran yang dapat dipelajari dan diamati morfologinya secara langsung dari
habitatnya, dimana hasil pengamatan tersebut dituangkan dalam lembar kegiatan
siswa.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk
meningkatkan pemahaman pada konsep dan keterampilan yang diisyaratkan
didalam kurikulum 2013 yang tercantum dalam Kompetensi Inti 3 yaitu
memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan Kompetensi Dasar
3.8 menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum
berdasarkan pengamatan anatomi dan morfologi serta mengaitkan peranannya
dalam kehidupan.
Dari penjelasan diatas, maka penelitian tentang rayap penting dilakukan
selain untuk melengkapi data mengenai rayap di Taman Nasional Ujung Kulon,
hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan bahan ajar yaitu dalam bentuk
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk siswa SMA kelas X yang sedang
mempelajari konsep Insekta.
1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Bagaimana keanekaragaman serta deskripsi morfologi rayap di Pulau
Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang Banten?
2. Apakah hasil penelitian yang diimplementasikan dalam bentuk Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) dapat digunakan sebagai bahan ajar pada subkonsep
Insekta?
4
1. 3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui keanekaragaman serta deskripsi morfologi rayap di Pulau
Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon?
2. Mengimplementasikan hasil penelitian sebagai bahan ajar dalam Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) rayap yang dapat digunakan dalam mengetahui
keanekaragaman jenis serta deskripsi morfologi rayap di pulau Handeuleum
Taman Nasional Ujung Kulon.
1. 4 Manfaat
Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman rayap yang terdapat di
Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon yang didapat digunakan
untuk pengamatan selanjutnya.
2. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) yang dapat digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran pada materi
subkonsep Insekta.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rayap (Termites)
Rayap merupakan serangga sosial yang membangun sarang dengan
bervariasi jenis dan ukurannya. Sarang rayap dapat dijadikan empat kelompok
berdasarkan struktur (letak) sarang, yaitu:
1. Sarang kayu hidup atau kayu mati (wood nester) yaitu sarang yang
terdapat di kayu mati atau pohon yang baru tumbang dengan kandungan nutrisi
yang rendah, serta tinggi kandungan lignin dan bahan yang tidak dapat dicerna
lainnya.
2. Sarang hipogeal (di bawah permukaan tanah) (hypogeal nester) disebut
juga sarang subterran yang terdapat di dalam tanah atau di bawah permukaan
tanah. Komponen utama sarang merupakan campuran feses dan mineral tanah.
3. Sarang epigeal (epigeal nester) merupakan sarang yang terdapat di atas
permukaan tanah berupa gundukan tanah dan dapat menempel ke bagian pohon,
sehingga disebut juga soilwood. Sarang tersebut dapat tersusun atas tiga tipe
komponen utama, yaitu: lapisan tanah bawah yang kandungan organiknya rendah
dengan sekresi saliva rayap, wood carton (campuran antara feses dengan mineral
tanah), atau lapisan tanah atas yang kandungan organiknya tinggi dengan feses.
4. Sarang arboreal (di atas permukaan tanah) (arboreal nester) berupa
gundukan tanah merupakan sarang yang berada di atas tanah, dapat menggantung
atau menempel di atas pohon pada berbagai ketinggian. Sarang biasanya terbuat
dari campuran feses rayap dengan komponen lignin yang tinggi pada kayu pohon
tempat menempelnya (Biggnel & Eggleton: 2000). Umumnya, keempat jenis
sarang ini dibangun pada habitat tertentu, khususnya disekitar sumber
makanannya (Endris: 2013).
Sedangkan berdasarkan tipe makanan (feeding groups) rayap
dikelompokkan menjadi enam kelompok yaitu soil feeder (pemakan mineral tanah
yang berasal dari bahan berselulosa yang telah lapuk), soil/wood interface-feeders
(pemakan kayu yang lapuk), wood feeders (pemakan kayu), litter-foragers (rayap
menjelajahi serasah atau kayu kecil dan membawa ke sarang secara temporer),
6
grass-feeders (pemakan rumput, terutama rumput atau batang tumbuhan bawah)
dan minor feeding groups (kelompok kecil rayap yang terdiri dari pemakan jamur,
alga ataupun lumut kering, pemakan tinja dan rayap yang mencari makan dari
sarang spesies rayap lain) (Biggnel & Eggleton: 2000).
Makanan utama rayap adalah kayu atau bahan yang mengandung selulosa.
Keberadaan rayap sangat penting dalam kelangsungan hidup ekosistem yaitu
sebagai konsumen primer. Rayap sangat berperan dalam siklus beberapa unsur
penting di alam seperti nitrogen dan karbon. Rayap merupakan bagian dari
komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer
bumi. Rayap membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara
menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai
hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas
manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang
merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai
hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan
sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting
(Nandika et al., 2003).
2.1.1 Morfologi Rayap Kasta Prajurit
Secara umum tubuh rayap memiliki tiga bagian yang terdiri dari kepala,
dada (thoraks), dan abdomen (Gambar 1). Pada bagian kepala biasanya terdiri dari
antenna, mata, mandibula dan kapsul kepala. Rayap memiliki sepasang antena
khusus di kepalanya yang terlihat seperti susunan dari biji-bijian yang saling
terhubung. Antena rayap digunakan sebagai indera pembau (Ogg et al, 2006: 5).
Rayap yang termasuk ordo isoptera memiliki ciri kepala yang prognatik
(prognathous head) yaitu posisi alat mulut searah dengan arah bidang tubuh atau
mengarah kedepan serta memiliki antena yang berbentuk moniliform seperti
manik – manik (Elzinga: 2004). Jumlah segmen antena ini 11 – 31 segmen. Rayap
kasta prajurit prajurit memiliki bentuk mandibular besar atau memiliki nasuti
(Gullan & Cranston 1999). Pada bagian dada (thoraks) rayap terbagi menjadi tiga
segmen dan tiga pasang kaki yang satu sama lain saling berdempetan pada
segmen thoraksnya (Ogg et al, 2006: 5). Tiga segmen tersebut diantaranya
pronotum, mesonotum dan metanotum. Pada bagian setiap bagian segmen thoraks
7
terdapat sepasang kaki yaitu fore leg, middle leg, dan hind leg. Tarsi terdiri dari
tiga sampai dengan lima segmen. Cerci pendek terbagi dalam satu sampai lima
segmen (Gullan & Cranston 1999). Pada bagian abdomen rayap merupakan
tempat sistem pencernaan dan reproduksi.
Gambar 2.1 Morfologi umum rayap kasta prajurit[Sornnuwat et al., 2004]
2.1.2 Faktor Lingkungan
Aktivitas, distribusi, dan pertumbuhan populasi rayap secara umum
dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan curah hujan. Perubahan terhadap faktor
tersebut akan berimbas ke perubahan perilaku rayap.
a. Suhu dan Kelembaban
Suhu sangat berpengaruh terhadap semua makhluk hidup, termasuk rayap.
Dikenal ada beberapa kisaran suhu sebagai berikut: 1) Suhu minimal dan
maksimal, yaitu kisaran suhu terendah atau tertinggi yang dapat mengakibatkan
kematian pada serangga; 2) Suhu hibernasi atau evistasi, yaitu kisaran suhu di
bawah atau di atas suhu optimal yang menyebabkan aktivitas serangga berkurang
(dorman); 3) Kisaran suhu optimum, yaitu 15-380 C. Setiap jenis rayap memiliki
8
toleransi suhu yang berbeda. Contohnya, rayap Neotermes tectonae memiliki suhu
optimum 22-260 C.
Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang akan
mempengaruhi aktivitas dan perilaku rayap. Rayap lebih senang berada di
sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa jenis
rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat terdapat
naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal shadow). Maka dari
itu, antisipasi rayap dalam upaya menyesuaikan dengan perubahan suhu dan
kelembaban dilakukan dengan cara sebagai berikut: Membangun sarang yang
tebal, gudang makanan, dan ruangan lain di sekitar sarang, pengaturan bentuk
sarang, dan mempertahankan kandungan air tanah penyusun sarang. Dengan
upaya tersebut, suhu dan kelembaban lingkungan tempat rayap hidup tetap terjaga
dan terkontrol.
b. Curah Hujan
Curah hujan berpengaruh terhadap koloni rayap dalam membangun
sarang, baik di dalam maupun di permukaan tanah. Pengaruh lainnya adalah
terhadap aktivitas jelajah rayap dan keluarnya laron (alates) dari sarangnya
(swarming) (Prasetiyo & Yusuf, 2005).
2.1.3 Etologi Rayap
Karakteristik perilaku rayap sebagai serangga sosial antara lain
trophallaxis (memberi makan anggota kasta lain), grooming (saling menjilat),
tigmotaksis (bergerombol dan berdesak-desakan), koprofagi (memakan bangkai
anggota koloni) dan kanibalisme (Lee & Wood, 1971; Wilson, 1971). Perilaku
rayap lainnya adalah aktivitas jelajahnya untuk mencari sumber makanan. Jika
kita lihat ke bagian dalam sarang rayap akan ditemui lorong sempit yang
berfungsi sebagai jalan untuk mencari makanannya. Ketika melakukan
penjelajahannya, rayap cenderung akan menyembunyikan diri, tidak senang
dengan cahaya, dan hidup di dalam liang kembara (Nandika, et al., 2003), dan hal
tersebut merupakan satu sifat yang khas dari rayap jika dibandingkan dengan
serangga sosial lainnya yang disebut kriptobiotik (menjauhi cahaya) kecuali kasta
reproduktif pada waktu swarming (penerbangan untuk mencari pasangan sebelum
melakukan kopulasi) (Lee & Wood, 1971; Wilson, 1971).
9
2.1.4 Sistem Kasta
Menurut Lee & Wood (1971) kehidupan rayap secara berkoloni dan
menggunakan sistem kasta yang biasa disebut polimorfisme. Ada tiga kasta dalam
kehidupan rayap yaitu kasta reproduktif, kasta prajurit dan kasta pekerja (gambar:
2). Didalam satu koloni terdiri dari tiga kasta yang memiliki pembagian tugas
yang jelas. Kasta reproduktif memiliki tugas dalam pembentukan dan penyebaran
koloni (Triplehorn & Johnson: 2005).
Rayap kasta prajurit memiliki ciri warna tubuh lebih pucat dan lunak
karena kurang tersklerotisasi, kasta prajurit bertugas untuk menjaga sarang dan
dan anggota koloni dari hewan pengganggu. Sedangkan kasta pekerja bertugas
merawat telur dan nimfa, membuat dan memelihara sarang serta mencari dan
memberi makan seluruh anggota koloni.
a b
c
d
Gambar. 2.2 Kasta Rayap (a) rayap kasta pekerja(b) rayap kasta prajurit (c) rayap kasta reproduksi(d) alates (laron)[http://www.amikoengineering.com]
10
Rayap kasta prajurit memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pekerja,
namun memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, berwarna lebih gelap, tubuh
mengalami elongasi dan kepala tersklerotisasi dengan tipe alat mulut blattoid atau
mandibulata (Lee & Wood: 1971; Wilson: 1971; Triplehorn & Johnson: 2005).
Menurut Borror & Delong (2005) rayap prajurit bertugas menjaga koloni dari
serangan musuh dan juga menjaga pekerja yang mencari makan di sekitar sarang.
Prajurit dibedakan dengan pekerja berdasarkan modifikasi bagian mulut dan
kepala yang mengalami kitinasi yang kuat, biasanya terpigmentasi dan seringkali
lebih besar daripada ukuran kepala kasta yang lain.
2.1.5 Kehidupan Rayap
Koloni rayap dibentuk pertama kali dari sepasang alates (laron) yang
muncul ketika sedang musim kawin. Setelah itu mereka berkopulasi menjadi ratu
dan raja dan menghasilkan telur. Telur berkembang menjadi larva kemudian
berkembang menjadi kasta pekerja dan kasta prajurit. Larva yang lain berkembang
menjadi nimfa yang akan berkembang menjadi laron (gambar: 3).
Gambar 2.3 Siklus hidup rayap[http://www.hgsitebuilder.com]
Pembentukan kasta rayap pada rayap tingkat rendah dipengaruhi oleh
pemberian hormon feromon dasar (primer pheromone) oleh kasta reproduktif
primer, sedangkan pada rayap tingkat tinggi pembentukan kasta rayap dimulai
11
sejak awal atau instar pertama (Pribadi: 2009). Rayap biasanya hidup dihabitat
lembab dan gelap. Didalam hutan biasanya terdapat kumpulan tajuk, ranting
pohon yang berkesinambungan satu sama lain yang biasa disebut tajuk. Tajuk –
tajuk inilah yang membuat kondisi lantai hutan menjadi gelap dan lembab.
2.1.6 Keragaman Rayap
Identifikasi keragaman jenis dapat dilakukan dengan analisis morfologi.
Karakteristik morfologi dari suatu spesies serangga telah dimanfaatkan untuk
pengetahuan taksonomi yang berguna untuk identifikasi, klasifikasi, dan
sistematika serangga. Rayap diklasifikasikan dalam 12 family diantaranya
Cratomastotermitidae, Mastotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae,
Archotermopsidae, Stolotermitidae, Kalotermitidae, Archeorhinotermitidae,
Stylotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae. Terdapat 3500
jenis rayap didunia (Engel: 2011) dalam laporan penelitiannya Subekti (2004)
menyebutkan bahwa survey mengenai keragaman rayap di berbagai daerah di
Indonesia telah dilakukan dan dilaporkan sekurang-kurangnya terdapat 13 genus
rayap tanah.
2.1.7 Manfaat dan Peranan Rayap
Pada sistem pencernaannya, rayap bersimbiosis dengan mikroorganisme
yang mampu menghasilkan enzim selulose (Tarumingkeng, 2009). Hal ini lah
yang membuat rayap dapat berperan dalam ekosistem sebagai dekomposer yang
dapat menguraikan kayu dan tumbuhan lainnya terutama yang mengandung
selulosa. Selulosa merupakan bahan untuk pembuatan kertas. Maka dari itu
mikroorganisme yang ada didalam usus rayap dapat dimanfaatkan dalam
pembuatan ekstrak selulosa dengan teknik rekombinasi DNA yang dapat
menghasilkan selulosa dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang cepat
dibandingkan dari kayu ataupun bahan lainnya. Selain berperan dalam ekosistem,
rayap dikenal sebagai hama perusak kayu, bangunan kayu dan lainnya yang
menyebabkan rayap perlu dibasmi.
Dalam pengendalian rayap, terdapat cara - cara yang saat ini dikenal
efektif dan aman salah satunya dengan musuh alami rayap. Ada tiga kelompok
yang menjadi musuh alami rayap yaitu predator, parasit, dan patogen. Dalam
12
siklus hidupnya, ketika laron (alates) terbang keluar sarang merupakan saat yang
rentan diserang predator dan parasit. Predator yang menyerang laron ketika
terbang di antaranya burung pemakan serangga, kelelawar pemakan serangga, dan
capung. Selain itu, pemangsa lainnya berupa katak dan ikan. Ketika laron berada
di permukaan tanah serangan predator lainnya seperti semut, kumbang,
kalajengking, dan laba-laba. Semut merupakan predator yang cukup ganas
menyerang rayap hingga ke dalam sarang rayap. Predator rayap juga bisa berupa
mamalia besar seperti trenggiling, tupai, landak, dan beruang yang mampu
membongkar sarang rayap (Nandika, et al, 2003).
Pearce (1997) juga mengungkapkan bahwa nematoda entomopatogen
merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan rayap tanah tanpa
menimbulkan dampak negatif pada musuh alami serangga hama, lingkungan dan
tidak meracuni manusia dan vertebarata. Saat ini beberapa contoh nematoda yang
dapat digunakan untuk mengendalikan rayap seperti Heterorhapditis
bacteriophora, Steinernema carpocapsae, dan Steinernema riobravis. Selain itu
jamur entomopatogen juga dapat menjadi alternatif lain dalam pengendalian rayap
tanah. Menurut Indria, et al (2013) terdapat beberapa jamur entomopatogen yang
berhasil di isolasi dari usus rayap Coptotermes curvignathus diantaranya dari
genus Aspergillus yaitu A. niger dan A. fumigatus dan genus Pennicilium yaitu P.
expansum. Jamur entomopatogen dari genus Aspergillus merupakan jamur
saprofit yang dapat menginfeksi serangga pada rentangan jenis yang luas.
2.2 Taman Nasional Ujung Kulon (Pulau Handeuleum)
2.2.1 Sejarah Kawasan
Status TNUK beberapa kali mengalami perubahan dari kawasan suaka
alam, kawasan suaka margasatwa hingga akhirnya menjadi kawasan pelestarian
alam hingga berbentuk taman nasional. Pada tahun 1846 kekayaan alam dan
keanekaragaman flora dan fauna Ujung Kulon untuk pertama kalinya dikenalkan
oleh F. Junghun yang merupakan seorang ahli botani berkebangsaan Jerman.
Kemudian Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Kawasan Suaka Alam
Krakatau yang terletak di Selat Sunda berdasarkan Staatblaad Van Netherlandsch
– Indie Nomor : 83 Tahun 1919 Tanggal 11 Juli 1919. Selanjutnya pada tahun
13
1921 Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui SK Pemerintah Hindia
Belanda Nomor : 60 tanggal 16 November 1921 atas rekomendasi Perhimpunan
The Netherlands Indies Society for The Protectin of Nature (BTNUK: 2013).
TNUK merupakan salah satu kawasan Pelestarian Alam yang memiliki
predikat “Natural World Heritage Site” atau warisan alam dunia yang dapat
memberikan manfaat langsung dan tidak langsung antara lain sebagai sumber
plasma nutfah bagi kepentingan budidaya tumbuhan dan satwa, sumber bahan
obat-obatan, wahana pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, pariwisata
alam, perlindungan tata air dan pengaturan iklim.
Secara administratif, TNUK terletak di Kabupaten Pandeglang, Propinsi
Banten dengan luas wilayah 122.956 Ha, yang terdiri atas 78.619 Ha daratan dan
44.337 Ha perairan laut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 284/Kpts-
II/1992 tanggal 26 Februari 1992. Wilayah ini ditetapkan menjadi taman nasional
dan wilayah pengelolaannya meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan,
Pulau Peucang, Pulau Handeuleum dan Gunung Honje. Berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor. SK.100/IV-
SET/2011 tentang Zonasi Taman Nasional Ujung Kulon, wilayah Pulau
Handeuleum terbagi atas zona rimba, zona pemanfaatan dan zona perlindungan
bahari (BTNUK: 2013). Pulau Handeuleum merupakan pulau karang dengan luas
yang terbentuk oleh sedimentasi ombak selat sunda dengan lapisan tanah berpasir
diantara gugusan pulau-pulau karang lainnya seperti Pulau Boboko, Pulau
Kalong, Pulau Reungit dan Pulau Handeuleum Tengah yang membentuk
kepulauan Handeuleum. Berikut penjelasan mengenai zona yang terdapat di pulau
Handeuleum.
- Zona rimba
Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan
potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona
pemanfaatan. Zona rimba pulau Handeuleum seluas 30,50 Ha dari total luas pulau
± 45,50 Ha. Berdasarkan zonasi Taman Nasional Ujung Kulon, fungsi peruntukan
zona rimba kawasan Taman Nasional Ujung Kulon adalah tempat untuk penelitian
tanaman budidaya seperti tanaman obat-obatan, tanaman keras dan lain-lain,
14
tempat kegiatan pelatihan kader konservasi, tempat pembinaan habitat satwa, dan
tempat rekreasi.
- Zona pemanfaatan
Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan
potensial, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan
kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona pemanfaatan di pulau Handeuleum seluas
15 ha, dari luas total pulau Handeuleum seluas ± 45,50 ha. Berdasarkan zonasi
Taman Nasional Ujung Kulon, fungsi peruntukan zona pemanfaatan di Taman
Nasional Ujung Kulon adalah pengembangan pariwisata alam dan pusat rekreasi,
lokasi bumi perkemahan, pendidikan konservasi alam, pusat penelitian dan
pengembangan primata, lahan arboretum tanaman langka dan obat-obatan,
menunjang kepentingan budidaya, dan menunjang kepentingan pelayaran nelayan
tradisional dan internasional.
- Zona perlindungan bahari
Zona ini merupakan zona rimba yang berada diwilayah perairan laut.
Bagian ini karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan
pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Zona ini meliputi perairan yang
mengelilingi Pulau Handeuleum (BTNUK: 2013 ).
2.2.2 Letak dan Luas
Berdasarkan data dari BTNUK (2013) secara geografi Pulau Handeuleum
terletak diantara 060 44’ 52” – 060 45’ 16” lintang selatan dan 1050 25’ 04” – 1050
25’ 34” bujur timur. Berdasarkan wilayah kerja pengelolaan, Pulau Handeuleum
masuk kedalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah II
Handeuleum. Sedangkan secara administratif pemerintahan, Pulau Handeuleum
masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi
Banten dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah utara: Perairan Selat
Handeuleum, sebelah selatan: Perairan utara Semenanjung Ujung Kulon, sebelah
barat: Perairan utara Semenanjung Ujung Kulon dan sebelah timur: Perairan
Teluk Selamat Datang. Pulau Handeuleum merupakan pulau seluas ± 45,50 ha
diantara pulau-pulau karang kecil yang membentuk gugusan kepulauan
Handeuleum (± 220 ha) di sisi sebelah barat teluk Selamat Datang.
15
2.2.3 Iklim dan Topografi
TN. Ujung Kulon secara umum memiliki intensitas radiasi surya 0,621 -
0,669 cl/cm2/ml. Pulau Handeuleum mempunyai tipe iklim B dengan nilai Q =
20,4. Klasifikasi iklim ini berdasarkan Schmidt & Ferguson yaitu dengan
temperatur rata-rata 320 C, curah hujan rata-rata 3.249 mm per tahun dan
kelembaban 80% – 90%. Pulau Handeuleum relatif datar (flat). Berdasarkan
topografinya, Pulau Handeuleum mempunyai topografi yang landai dengan
ketinggian tidak lebih dari 10 meter dpl (BTNUK: 2013).
2.2.4 Tanah dan Geologi
Bagian tengah dan timur semenanjung Ujung Kulon terdiri dari formasi
batu kapur miosen yang tertutupi endapan aluvial di bagian utara dan endapan
pasir di bagian selatan. Deretan Gunung Payung dari endapan batuan miosen,
sedangkan deretan pegunungan Honje dari batuan kapur dan tanah liat. Geologi di
sekitar kawasan TNUK umumnya tidak jauh berbeda dengan Gunung Honje.
Pulau Handeuleum merupakan pulau karang dengan lapisan tanah berpasir. Secara
umum, keadaan tanah di wilayah Semenanjung Ujung Kulon dan sekitarnya telah
mengalami modifikasi lokal yang ekstensif mengiringi terjadinya endapan gunung
berapi selama letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (Hommel, 1987).
Berdasarkan peta tanah dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah
XI Jawa dan Madura, jenis tanah di Pulau Handeuleum adalah aluvial, planosol,
dan podsolik (BTNUK: 2013).
2.3 Subkonsep Insekta di SMA
Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran biologi materi insekta diajarkan
pada siswa kelas X semester 2 (genap) pada konsep Invertebrata. Seperti yang
tertera didalam silabus kegiatan pembelajaran biologi (Lampiran 1) dan pada
materi pokok subkonsep Insekta, yang termaktub dalam Kompetensi Inti 3 seperti
memahami, menerapkan, menaganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
16
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan materi terdapat
didalam Kompetensi Dasar 3.8 yaitu menerapkan prinsip klasifikasi untuk
menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan pengamatan anatomi dan
morfologi serta mengaitkan peranannya dalam kehidupan.
Dalam silabus mata pelajaran biologi SMA pada Kurikulum 2013
(lampiran 3) materi subkonsep Insekta yang dapat diajarkan di sekolah tentang
klasifikasi, ciri – ciri, struktur tubuh, contoh anggota dari setiap ordo, dan peran
kelas insekta dapat dijabarkan kedalam beberapa indikator seperti
mendeskripsikan ciri umum hewan kelas insekta berdasarkan pengamatan,
reproduksi dan habitat kelas insekta, menggambarkan ciri – ciri khusus
(morfologi) tiap kelas insekta, dan klasifikasinya berdasarkan hasil pengamatan
serta menjelaskan peran kelas insekta dalam ekosistem, ekonomi dan
pengembangan ilmu pengetahuan di masa datang. Berdasarkan silabus mata
pelajaran biologi SMA pada Kurikulum 2013, maka konsep yang dapat diajarkan
di SMA sebagai berikut:
- Ciri – Ciri Kelas Insekta (Serangga)
Tubuh serangga terbagi atas 3 bagian yaitu kepala (caput), dada (thoraks),
dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat 1 pasang antenna dan pada
bagian dada terdapat 3 pasang kaki biasanya terdapat 1 atau 2 pasang sayap pada
tingkat dewasa. Pernapasan serangga menggunakan sistem trakea, sedangkan
sistem peredaran darahnya terbuka karena tidak terdapat pembuluh – pembuluh
balik dan kapiler. Alat ekskresi serangga berupa saluran malpighi yang terbuka ke
bagian depan dari usus belakang. Sistem saraf serangga terdiri dari ganglion supra
esophagus atau dua buah otak phageal connectivies dan ganglion di bawah
esophagus yang kesemua bagiannya terletak di bagian kepala (Rusyana, 2011:
152-157).
Selanjutnya, sistem reproduksi serangga terdiri dari alat reproduksi jantan
dan alat reproduksi betina. Alat reproduksi jantan terdiri dari dua buah testis,
dimana testis ini befungsi sebagai tempat spermatozoa berkembang. Masing –
masing testis dihubungkan oleh vas deferens yang akan bersatu membentuk
saluran ejakulasi terbuka kepermukaan dorsal dari bagian subgenital. Sedangkan
17
alat reproduksi betina terdiri dari dua buah ovarium yang tersusun atas sejumlah
tabung – tabung telur yang disebut ovarioles (Rusyana, 2011: 158).
- Klasifikasi Pada Kelas Insekta
Berdasarkan Jumar (2000: 9) kelas Insekta adalah salah satu dari kelas
yang ada di subfilum Mandibulata. Insekta memiliki 29 ordo (lampiran 2). Selain
itu, Insekta memiliki 2 subkelas yaitu subkelas Pterygota dan Apterygota.
Subkelas Pterygota merupakan subkelas yang anggotanya bersayap seperti ordo
Isoptera (rayap) dan ordo Diptera (nyamuk). Sedangkan subkelas Apterygota
merupakan kelompok serangga yang tidak bersayap contohnya ordo Thysanura
(kutu buku) (Rusyana, 2011: 153).
- Struktur Tubuh / Morfologi Insekta (Serangga)
Tubuh serangga beruas – beruas yang terbagi atas tiga bagian yaitu kepala
(caput), dada (thoraks), dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat alat –
alat untuk memasukkan makanan, mata majemuk (mata faset), mata tunggal
(oselli) yang tidak dimiliki oleh beberapa serangga, serta sepasang antenna.
Thoraks terdiri dari tiga ruas yang berturut – turut dari depan yaitu prothoraks,
mesothoraks, dan metathoraks. Ruas tubuh serangga sebanyak 20 ruas, 6 ruas
untuk membentuk kepala, 3 ruas membentuk thoraks dan 11 ruas membentuk
abdomen. Tubuh serangga ditopang oleh pengerasan dinding tubuh yang
berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Proses pengerasan tubuh tersebut
dinamakan skelerotisasi (Jumar, 2000: 8)
- Peranan Serangga Dalam Kehidupan
Secara garis besar peranan serangga dalam kehidupan manusia ada dua,
yakni menguntungkan dan merugikan. Adapun peranan serangga yang
menguntungkan (berguna) antara lain: serangga sebagai penyerbuk tanaman
contohnya kupu - kupu, serangga sebagai pengahasil produk (seperti madu, lilin,
sutra, bahan lac dan lain - lain) contohnya ulat sutra (sutra) dan lebah (madu),
serangga yang bersifat entomofagus (predator dan parasitoid), serangga pemakan
bahan organik, serangga pemakan gulma, serangga sebagai bahan penelitian.
Sedangkan peranan serangga yang merugikan (merusak) antara lain: serangga
perusak tanaman dilapangan, baik buah, daun, ranting, cabang, batang akar,
maupun bunga, serangga perusak produk dalam simpanan (hama gudang), dan
18
serangga sebagai vector penyakit tanaman, hewan, maupun manusia (Jumar,
2000: 5).
2.4 Bahan Ajar
Dalam DEPDIKNAS (2008) telah disebutkan bahwa bahan ajar
merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar merupakan seperangkat materi
yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup
antara lain : petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan
dicapai, kontent atau isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan-
latihan, petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK), evaluasi, respon atau
balikan terhadap hasil evaluasi. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau student work sheet yang merupakan bahan
ajar yang dapat digunakan siswa dalam memahami pelajaran.
LKS merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan
oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah
untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar
kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Begitu juga yang diungkapkan
Majid (2005: 174) Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) merupakan salah
satu bahan ajar cetak yang dapat digunakan untuk membantu guru/instruktor
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. LKS adalah lembaran – lembaran
berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya
berupa petujuk, langkah – langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Selain itu
tugas yang yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi
dasar yang akan dicapainya.
LKS berfungsi untuk meminimalkan peran pendidik dan mengaktifkan
peran peserta didik, mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang
diberikan dan kaya akan tugas untuk berlatih (Prastowo, 2011: 40). Lembar
kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah
lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila
tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi
tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis
19
dan atau tugas-tugas praktis. Dengan adanya lembar kerja ini dapat memudahkan
siswa dalam mempelajari dan memahami suatu tugas tertulis secara mandiri.
Berdasarkan bentuknya, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat
kategori, yaitu bahan cetak (printed), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar
pandang dengar (audiovisual) dan bahan ajar interaktif (interactive teaching
material) (Prastowo, 2011: 40). LKS termasuk kedalam bahan ajar cetak selain
modul, handout, buku, poster, brosur, dan leaflet. Bahan cetak merupakan bahan
yang disiapkan dan disajikan dalam bentuk tulisan yang dapat berfungsi untuk
pembelajaran dan penyampaian informasi. Bahan ajar cetak yang tersusun secara
baik akan memberikan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh
Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu:
a. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi
seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang
sedang dipelajari.
b. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit.
c. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah.
d. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu.
e. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja.
f. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan
aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa
g. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar.
h. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri (DEPDIKNAS, 2008: 11-12)
Dalam menentukan bahan ajar tersebut layak digunakan oleh siswa atau
tidak (diproduksi secara massal), bahan ajar tersebut harus melalui berbagai tahap
pengujian diantaranya uji ahli (validasi produk), uji coba terbatas, dan uji
lapangan. Validasi produk (uji ahli) dapat dilakukan dengan cara menghadirkan
beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai LKS
yang dirancang tersebut. Setelah LKS divalidasi melalui melalui diskusi dengan
pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya.
Kelemahan tersebut selanjutnya dikurangi dengan memperbaiki desain. Desain
produk yang sudah dibuat selanjutnya di uji coba. Setelah pengujian berhasil
selanjutnya LKS dapat digunakan untuk lingkup yang luas (uji lapangan). Setelah
20
direvisi kembali dan pembuatan produksi massal dilakukan maka produk yang
telah di lakukan validasi produk (uji ahli), uji coba terbatas dan uji lapangan
dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi massal (Sugiyono, 2009: 298-311).
Dalam penelitian ini, LKS yang dibuat dari hasil penelitian hanya di uji ahli saja.
Menurut Rohani (1997: 112) pemilihan sumber belajar tersebut didasarkan
atas beberapa kriteria yaitu ekonomis, praktis dan sederhana, mudah diperoleh,
bersifat fleksibel (luwes), dan komponen – komponennya sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanti (2013) tentang
deskripsi dan identifikasi rayap implementasi penelitian nya dituangkan dalam e-
book interaktif. Hasil penelitian Dwiyanti yang dilakukan di Taman Nasional
Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan di daerah penyangga dan hutan
primer yaitu teridentifikasi 14 genus. 5 genus di daerah penyangga diantaranya
Macrotermes, Hypotermes, Microcerotermes, Nasutitermes, dan Bulbitermes,
sedangkan pada hutan primer ditemukan 11 genus Hypotermes,Amitermes,
Termes, Discupiditermes, Pericarpitermes, Angulitermes, Bulbitermes,
Hospitalitermes, Aciculitermes, Lacessititermes, Reticulitermes. Penelitian
tentang rayap juga dilakukan oleh Rini (2007) di Wilayah Pusat Penelitian dan
Teknologi (Puspitek), Serpong Banten teridentifikasi 2 jenis rayap yaitu
Macrotermes gilvus (Haviland) dan Nasutitermes javanicus (Holmgren).
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2014.
Pengamatan rayap dilakukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon,
Pandeglang Banten (lampiran 3). Identifikasi dilakukan di laboratorium
Pendidikan Biologi FKIP Untirta dan hasil identifikasi diverifikasi di
Laboratorium Entomologi Institut Teknologi Bandung.
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini yaitu rayap yang berada di Pulau Handeuleum
Taman Nasional Ujung Kulon. Sedangkan sampelnya diambil rayap dari zona
pemanfaatan dan zona rimba yang terletak di area pulau Handeuleum. Zona
pemanfaatan merupakan area seluas 15 ha, di area ini terdapat ruang terbuka, jalan
setapak, serta sarana pengelolaan milik TNUK seperti resort, kantor petugas,
kebun. Sedangkan zona rimba merupakan zona yang didominasi oleh hutan tropis
dataran rendah. 2 zona tersebut merupakan zona yang berbeda dilihat dari
komposisi vegetasinya.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul kecil, kapak
kecil, pinset, nampan plastik, botol spesimen, meteran, kuas kecil, kamera digital,
GPS sebagai petunjuk arah, higrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan,
soil tester untuk mengukur pH tanah dan mikroskop stereo digunakan untuk
identifikasi rayap dilaboratorium dengan perbesaran hingga 20x. Sedangkan
bahan yang digunakan yaitu rayap kasta prajurit, sampel tanah, alcohol 70% dan
kertas label.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Penentuan Lokasi
Pengambilan sampel dilakukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional
Ujung Kulon yang merupakan salah satu pulau di Taman Nasional Ujung Kulon.
Pengambilan sampel rayap dilakukan di dua zona yang ada di Pulau Handeuleum
22
yaitu zona pemanfaatan dan zona rimba (lampiran: 4). Untuk zona pemanfaatan
ini kondisi topografi di area ini datar dan didominasi oleh hutan pantai berupa
tumbuhan dari jenis nyamplung, serta hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung
dan kelapa. Sedangkan zona rimba topografinya juga datar didominasi pohon
nyamplung, cantigi, waru lot, dan ketapang. Selain itu, pada formasi tegakan
hujan tropis dataran rendah didominasi oleh kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur.
Zona rimba ini tepatnya dikelilingi zona perlindungan bahari. Semua wilayah
yang ditemukan sarang rayap atau habitat rayap di lakukan pengambilan sampel.
Pada setiap wilayah dibuat satu buah transek.
3.4.2 Pengambilan Sampel
Sebelum pengambilan sampel terlebih dahulu dilakukan pengukuran
parameter lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan pengambilan sampel tanah
untuk di ukur pH tanah nya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode transek. Transek ini masing – masing akan ditempatkan pada dua zona
dengan ukuran 100 m yang terdiri dari 20 bagian masing – masing 5x2 m
(gambar:4). Apabila ditemukan rayap ditanah maka digali dengan ukuran 12 cm
dengan kedalaman 10 cm. Selain itu rayap juga dapat ditemukan di kayu mati,
gundukan tanah, maupun diatas pohon (Jones & Eggleton: 2000).
Gambar 3.1 Desain Standar Transek Rayap(Jones & Eggleton, 2000)
Dikarenakan suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang
akan mempengaruhi aktivitas dan perilaku rayap. Rayap lebih senang berada di
sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa jenis
rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat terdapat
naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal shadow). Maka
penelitian dilakukan dari pagi hingga sore hari.
5 m
100 m
2m
23
3.4.3 Identifikasi Rayap Kasta Prajurit
Identifikasi rayap menggunakan rayap kasta prajurit. Rayap yang dikoleksi
dimasukkan dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70% dan diberi label
(nomor botol, nomor koloni, dan lokasi sarang). Pada proses identifikasi,
morfologi rayap diamati menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran
hingga 20x. Pada tingkat famili identifikasi rayap kasta prajurit dilakukan secara
deskiriptif berdasarkan karakter tubuh rayap seperti fontanel, mandibula, dan
pronotum. Pada tingkat genus karakter yang diamati yaitu gigi tepi mandibula,
bentuk labrum, mesonotum, metanotum, antenna, dan pola warna kepala.
Sedangkan pada tingkat spesies menggunakan pengukuran dari beberapa karakter
yaitu untuk tipe mandibulat terdapat enam karakter yang diukur (dalam mm)
kepala (lebar; panjang), mandibula (panjang kepala; panjang mandibula),
pronotum (panjang tersempit; panjang terlebar), mesonotum dan metanotum
(lebar), postmentum (nilai terendah dari lebar; nilai tertinggi dari lebar).
Sedangkan pada tipe nasuti: kepala (lebar; panjang), nasut (panjang kepala;
panjang nasut), dan pronotum (lebar pronotum). Identifikasi rayap mengacu pada
Ahmad, 1965; Engel, 2011; Tho, 1992; Sornnuwat, et al 2004; Syaukani, 2013.
3.5 Analisis Data
Untuk menghitung keanekaragaman rayap di Pulau Handeuleum TNUK
menggunakan Indeks Shannon-Wiener dengan rumus:
iiii PP
N
n
N
nH loglog'
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) adalah
sebagai berikut:
H’< 1 : keanekaragaman rendah
1<H’≤3 : keanekaragaman sedang
H’> 3 : keanekaragaman tinggi
24
3.6 Implementasi Hasil Penelitian Dalam Bidang Pendidikan
Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan ajar alternatif siswa SMA
kelas X yang disajikan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dapat
digunakan dalam pembelajaran dikelas pada subkonsep Insekta yang tercantum
pada Kompetensi Dasar 3.8 yaitu menerapkan prinsip klasifikasi untuk
menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan pengamatan anatomi dan
morfologi serta mengaitkan peranannya dalam kehidupan yang tercantum pada
Kompetensi Inti 3 yaitu memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural berdasarkan ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena
dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
LKS ini dapat dikatakan layak jika melalui tiga tahap yaitu uji ahli
(validasi produk), uji coba terbatas dan uji lapangan. Dalam penelitian ini hanya
dilakukan uji ahli, uji coba terbatas dan uji lapangan tidak dilakukan. Lembar
Kegiatan Siswa ini telah dilakukan evaluasi oleh beberapa ahli diantaranya 1
dosen ahli materi dan 3 guru SMA dengan cara mengisi lembar evaluasi
instrument (lampiran 5) untuk memberikan penilaian. Aspek yang dinilai yaitu
aspek kelayakan isi, bahasa, sajian dan kegrafisan yang diuraikan menjadi 19
kriteria (Depdiknas, 2008). Setelah itu, hasil evaluasi LKS dihitung sebagai
berikut:
1. Jumlah skor kriterium dihitung dengan rumus berikut:
R xi xSTkriteriumskorJumlah
[Modifikasi: Riduwan, 2011: 22]
Keterangan:
ST = skor tertinggi tiap item
= jumlah item
= jumlah responden
25
2. Kriteria hasil evaluasi LKS dihitung dengan rumus berikut:
x100%kriteriumskorJumlah
datanpengumpulahasilSkorevaluasihasilKriteria
[Modifikasi: Riduwan, 2011: 22]
Kriteria:
0% – 20% = LKS sangat tidak baik
21% – 40% = LKS tidak baik
41% – 60% = LKS cukup baik
61% – 80% = LKS baik
81% – 100% = LKS sangat baik
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Alam Pulau Handeuleum TNUK
Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten ini
terletak di selat Sunda diujung pulau Jawa. Pulau Handeuleum memiliki luas 45
ha yang terdiri dari 30 ha zona rimba dan 15 ha zona pemanfaatan. Untuk
mencapai pulau ini, melalui jalan darat dari Kota Serang menuju Desa Taman
Jaya Kecamatan Sumur dengan jarak tempuh ± 150 Km dalam waktu ± 6 jam.
Kemudian dilanjutkan dengan jalur laut dari Desa Taman Jaya menuju Pulau
Handeuleum menggunakan speed boat milik BTNUK selama 1-2 jam.
A
B
Gambar 4.1 Lokasi penelitian zona pemanfaatan;A. Hutan pada zona pemanfaatan B. Beberapabangunan yang ada diarea terbuka zonapemanfaatan
27
Kondisi zona pemanfaatan didominasi oleh hutan pantai berupa tumbuhan
dari jenis nyamplung, hutan hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung dan kelapa
dengan kerapatan vegetasi sedang hingga jarang serta topografinya datar. Selain
jenis pohon lain yang ditemukan dizona pemanfaatan seperti kiara, turubtomo,
cantigi, dan lampeni. Zona ini terletak pada ketinggian 16-31 mdpl yang terdiri
dari ruang terbuka, jalan setapak, hutan pantai dan hutan hujan tropis serta sarana
pengelolaan milik TNUK seperti resort, kantor petugas, kebun. Zona ini
didominasi dengan ruang terbuka dengan kisaran suhu 29o-33oC dan kisaran
kelembapan 78-100%. Pada zona pemanfaatan di temukan 38 titik sampel rayap
dari 5 transek yang dibuat (Lampiran: 6)
A
B
Gambar 4.2 Lokasi penelitian zona rimba ; A. hutan hujantropis dataran rendah zona rimba ; B. hutan pantai zonarimba
28
Sedangkan zona rimba terletak pada ketinggian 32-41 mdpl dengan
topografi datar didominasi pohon nyamplung, cantigi, waru lot, dan ketapang.
Selain itu, pada formasi tegakan hujan tropis dataran rendah didominasi oleh
kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur. Selain itu juga ditemukan pohon jenis lain
seperti cipare, lame peucang, cerlang, kibau, kayu mini, merbo, turub tomo,
kanyere, kigetah, kibatok, dan malapari. Pada zona rimba ditemukan 55 titik
sampel dari 10 transek yang dibuat (Lampiran 6). Zona rimba terdiri dari hutan
hujan tropis dan hutan pantai yang masih alami dimana masih banyak sekali
ditemukan pohon-pohon dengan ukuran besar baik yang masih hidup maupun
yang sudah lapuk. Kondisi ini semakin mendukung kehidupan rayap dengan
kisaran suhu 27o-34oC dan kisaran kelembapan 61-100%.
Tabel 4.1 Faktor Abiotik Di Dua Zona Lokasi Penelitian
Faktor LingkunganZona
Pemanfaatan Rimba Kisaran suhu
optimum
rayap 150-
380C
Kisaran suhu 29o-33o C 27o-34oC
Kisaran kelembapan 78-100% 61-100%
Ketinggian (Topografi) 16-31 mdpl 32-41 mdpl
Selain dipengaruhi oleh faktor abiotik, faktor biotik ikut mempengaruhi
kehidupan rayap. Pengamatan faktor biotik ini penting, mengingat kehidupan
rayap tidak hanya dipengaruhi oleh faktor abiotik saja namun faktor biotik ini juga
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rayap. Biasan ya faktor biotik ini dapat
teramati dari ada tidaknya musuh alami dari kelompok hewan tersebut. Pada
kehidupaan rayap ada tiga kelompok musuh alami yaitu predator, parasit dan
patogen. Predator rayap seperti semut, kumbang, kalajengking dan laba-laba. Ada
juga beberapa jenis patogen yang dapat membunuh rayap yang disebut
entomopatogen. Menurut Indria (2013) entomopatogen rayap diantaranya jamur
patogenik seperti dari kelompok Aspergilus yaitu A. niger dan A. fumigatus dan
genus Pennicilium yaitu P. expansum.
Dilokasi penelitian ditemukan beberapa musuh alami dari rayap seperti
semut dan laba-laba (tabel 4.2). Hampir semua titik pengambilan sampel
29
ditemukan adanya semut, baik semut berwarna merah maupun semut berwarna
hitam dengan ukuran yang bervariasi (lampiran: 7). Selain itu ditemukan juga
rayap yang diselimuti hifa yang berarti rayap ini terinfeksi jamur. Namun tidak
diketahui jamur jenis apa yang menginfeksi rayap tersebut dikarenakan tidak
diteliti secara lanjut.
Tabel 4.2 Faktor Biotik Di Dua Zona Lokasi Penelitian
Musuh alami Zona
Pemanfaatan Rimba
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Predator
- Semut
- Laba-laba - - - - - - - - - - - -
Parasit - - - - - - - - - - - - - - -
Patogen - - - - - - - - - - - - -
Keterangan: 1=transek 1, 2= transek 2 dan seterusnya; =ditemukan; - = tidak
ditemukan.
4.2 Komposisi Rayap Kasta Prajurit yang Terdapat Di Zona Pemanfaatan
dan Zona Rimba
4.2.1 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan Pada Zona Pemanfaatan dan
Zona Rimba
Total jenis rayap kasta prajurit yang ditemukan di kedua zona yaitu 15
jenis yang didominasi oleh genus Nasutitermes sebanyak 10 jenis (tabel 4.3). Dan
dilihat dari lokasi pengambilan sampel, 9 jenis rayap di temukan lokasi penelitian
zona pemanfaatan dan 10 jenis ditemukan dizona rimba (tabel 3), jumlahnya lebih
sedikit dari zona rimba.
Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya kondisi alam
terbuka yang pada zona pemanfaatan memiliki intensitas cahaya lebih banyak
dibandingkan di zona rimba. Perbedaan ini tidak begitu signifikan diantara
30
keduanya. Dikarenakan ada juga jalan setapak yang terdapat di zona rimba dan
banyaknya pohon-pohon hutan pantai yang mendominasi dipinggiran pulau pada
zona ini yang tidak menutupi lantai hutan secara keseluruhan, dengan demikian
dapat mengakibatkan banyaknya cahaya yang masuk kedalam lantai hutan.
Intensitas cahaya inilah yang dapat mempengaruhi jumlah rayap yang ada di
kawasan tersebut. Hal ini berhubungan dengan salah satu sifat rayap, yaitu
kriptobiotik. Tarumingkeng (2009:5) menjelaskan bahwa sifat ini menyebabkan
rayap ingin selalu menyembunyikan diri dan menjauhi cahaya. Akibatnya rayap
akan sulit ditemukan di daerah dengan intensitas cahaya yang tinggi. Rayap akan
bersembunyi di tempat gelap dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan
terbuka, mereka membentuk pipa pelindung atau lorong kembara. Tetapi tidak
semua rayap menjahui cahaya, menurut Lee & Wood (1971) ada rayap yang
membutuhkan cahaya pada waktu swarming (penerbangan untuk mencari
pasangan sebelum melakukan kopulasi) yaitu kasta reproduktif.
Tabel 4.3 Data seluruh rayap kasta prajurit yang ditemukan di dua zona
pengambilan sampel di Pulau Handeuleum TNUK.
Jenis Genus ZonaPemanfaatan
ZonaRimba
Subfamili Famili
Nasutitermesmatangensis
Nasutitermes Nasutitermitinae Termitidae
Nasutitermesroboratus
Nasutitermeshavilandi
-
Nasutitermes sp.1 - Nasutitermes sp.2 -Nasutitermes sp.3 -Nasutitermes sp.4 -Nasutitermes sp.5 Nasutitermes sp.6 - Nasutitermes sp.7 - Longipeditermes sp. Longipeditermes - Ancistrotermespakistanicus
Microtermes - Macrotermitinae
Macrotermes gilvus Macrotermes Macrotermes ahmadi -Coptotermes sp. Coptotermes - Coptotermitinae Rhinotermitidae
Keterangan: (=ditemukan; - = tidak ditemukan)
31
Selain itu, adanya aktifitas manusia baik petugas maupun pengunjung
yang berpusat di zona pemanfaatan, sedikit mengganggu kehidupan rayap.
Dikawasan ini rayap ditemukan di kayu mati, batang kayu mati, batang pohon,
ranting pohon, serasah, gundukan tanah, dan dibangunan dekat resort. Jenis –
jenis yang sama yang ditemukan di kedua zona ini tergolong kedalam genus
Nasutitermes dan Macrotermes dengan jumlah 4 jenis rayap yang terdiri dari jenis
Nasutitermes matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes sp.7 dan
Macrotermes gilvus.
a. Genus Nasutitermes
Secara umum karakteristik rayap kasta prajurit genus Nasutitermes ini
kapsul kepala berwarna kuning merah hingga merah kecoklatan dan nasut
berwarna cokelat kemerahan. Pronotum berwarna cokelat pucat. Abdomen, kaki,
dan antena memiliki warna cokelat keputihan. Pada kapsul kepala tidak terjadi
penyempitan, tetapi pada kedua sisi kepala terdapat tonjolan dan nasut berbentuk
meruncing. Genus ini memiliki bentuk dan ukuran kapsul kepala yang sangat
bervariasi. Ditemukan 3 jenis dari genus Nasutitermes pada kedua zona
diantaranya Nasutitermes matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes
sp.7.
Nasutitermes matangensis
N. matangensis memiliki ciri-ciri warna kapsul kepala coklat kemerahan
hingga coklat tua dan warna labrum lebih tua dibandingkan dengan warna kapsul
kepala. Kemudian warna antenna kecoklatan dengan jumlah 13 segmen antenna,
segmen antenna ke-2 lebih panjang dari yang ke-4; segmen antenna ketiga terlihat
jelas lebih panjang dari segemen ke-2 dan ke-4, warna kaki coklat kekuningan.
Warna pronotum lebih pucat dari warna kepala. Jenis ini memiliki panjang tubuh
berkisar antara 4,75-5 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,5-1,75 mm.
Berdasarkan data tersebut cocok dengan ciri-ciri N. matangensis yang
didekripsikan oleh Syaukani (2011: 34).
32
Gambar 4.3 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes matangensis A. Bagiankepala sisi dorsal: a. rostrum; B. Bagian kepala sisi lateral; b.jumlahantena 13 segmen(segmen ke-2 lebih panjang dari segmen ke-4); c.kaki; d. pronotum; C. Panjang tubuh: e. tonjolan pada kedua sisikepala; f. abdomen.
Dizona pemanfaatan N. matangensis ditemukan di beberapa jenis pohon
maupun batang kayu mati, seperti kayu mati pohon Nyamplung, batang pohon
dan kayu mati Turubtomo, batang pohon dan kayu mati Cantigi, batang pohon dan
kayu mati Kiara, batang pohon (lorong kembara) dan kayu mati Kitanjung, batang
pohon Kigeunteul, batang pohon (lorong kembara) Kelapa, dan batang pohon
Waru lot. Selain itu N. matangensis juga ditemukan di bangunan dekat resort
tepatnya di dekat sumur. Jenis ini ditemukan disemua transek yang terdapat
dilokasi penelitian zona pemanfaatan yaitu transek1 hingga transek 5.
Sementara itu di zona rimba N. matangensis juga ditemukan di beberapa
jenis pohon maupun batang kayu mati seperti Ketapang, Kitanjung, Cipare, Lame
peucang, Cerlang, Merbo, Kigeunteul, Kiara, Waru lot, Kibau, Kayu mini,
Malapari, dan Nyamplung. Dari 10 transek yang diamati dilokasi penelitian zona
rimba hanya transek ke 7 dan 8 yang tidak ditemukan jenis N. matangensis.
Persebaran rayap jenis ini sangat luas tidak hanya di ekosistem hutan tropis
dataran rendah area jelajah nya hingga pada ketinggian diatas 1000 mdpl (Pribadi:
2011). Maka dari itu hampir semua titik pada transek seringkali ditemukan jenis
N. matangensis baik dizona pemanfaatan maupun dizona rimba.
a
c
b
d
BA
fe
C
33
Nasutitermes roboratus
Jenis lainnya yang juga ditemukan di kedua zona yaitu jenis Nasutitermes
roboratus. Nasutitermes roboratus memiliki ciri-ciri panjang tubuh berkisar
antara 4 – 5 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,3- 1,6 mm, kepala
kapsulnya merah kekuningan, warna rostrum agak lebih gelap dibandingkan
kapsul kepala, warna antenna lebih pucat atau hampir sama dengan warna kepala,
memiliki 13 segmen antenna dimana segmen ke-2 lebih pendek dari segmen ke-3;
segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2 dan ke-4, warna kaki kuning agak
putih, warna pronotum lebih pucat dari warna kapsul kepala. Sekilas jenis ini
hampir sama dengan jenis N. matangensis namun jika diamati lebih teliti pada
struktur antena dan kakinya memiliki warna yang berbeda. Pada N. matangensis
warna kakinya coklat berbeda dengan N. roboratus yang memiliki warna kaki
putih kekuningan. Ciri-ciri ini sesuai dengan deskripsi yang telah dilakukan oleh
Syaukani (2013: 43).
Gambar 4.4 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes roboratus A. Bagian kepalasisi lateral; a. kaki; b. rostrum; B. panjang tubuh N. roboratus; C.bagian kepala sisi dorsal; c. antenna 13 segmen (segmen ke-2 lebihpendek dari segmen ke-3); d. kapsul kepala e. pronotum.
A
CB
ab
e
d
c
34
Dizona pemanfaatan N. roboratus ditemukan di beberapa jenis pohon
maupun batang kayu mati, seperti batang pohon dan kayu mati Turubtomo, batang
pohon dan kayu mati Cantigi, batang pohon Kiara, batang pohon (lorong
kembara) Kitanjung. Sedangkan dizona rimba jenis ini ditemukan di pohon
ataupun kayu mati seperti Cipare, Kitanjung, Kibau, Turubtomo, Cantigi,
Kanyere, Lampeni, dan Kiara. Jenis ini juga ditemukan oleh Syaukani (2013) di
Sungai Manau, Jambi pada ketinggian 300 mdpl.
Nasutitermes sp. 5
Gambar 4.5 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.7 A. Panjang tubuh (sisidorsal) N. sp.5; B. Panjang tubuh (sisi lateral); a. kapsul kepala C.Bagian kepala sisi lateral; b. rostrum; c. kaki; d. antena 13 segmen;D. Bagian thorak-abdomen sisi lateral; e. pronotum; f. abdomen.
Nasutitermes sp. 5 memiliki ciri- ciri panjang tubuh berkisar antara 3,5-4
mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,5-1,6 mm. Warna kapsul coklat gelap,
warna rostrum coklat kemerahan, warna abdomen coklat hingga coklat gelap;
warna kaki putih coklat kekuningan hingga coklat gelap; warna pronotum coklat
gelap; memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat dimana warna
f
A B
C D
a
b
dc
e
35
segmen antenna semakin keujung semakin berwarna gelap. Jenis ini ditemukan di
batang kayu mati Kigenteul, batang pohon Kiara, dan bagian batang dekat akar
pohon Lampeni.
b. Genus Macrotermes
Ditemukan satu jenis yang sama yang termasuk genus Macrotermes pada
zona lokasi penelitian yakni zona pemanfaatan dan zona rimba yaitu jenis
Macrotermes gilvus. Rayap ini termasuk dalam sub-famili Macrotermitinae
famili Termitidae.
Karakteristik rayap kasta prajurit yang dimiliki oleh genus Macrotermes
seperti bentuk kepala yang membulat dengan fontanel yang terlihat jelas,
pronotum berbentuk menyerupai pelana, mandibula yang pendek berbentuk
simetris dan berfungsi untuk menusuk, serta sedikit melengkung yang
berkembang dengan baik, mandibular tidak terdapat gigi namun bagian basalnya
terdapat lekukan. Genus ini memiliki tipe hyaline tip. Mesonotum dan metanotum
yang melebar ke samping dan dapat terlihat dengan jelas. Ciri-ciri ini sesuai
dengan yang di deskripsikan oleh Ahmad (1965). Selain itu kasta prajurit dari
genus ini bersifat dimorfik, yaitu memiliki dua bentuk dan ukuran tubuh yang
berbeda. Rayap genus ini ditemukan di gundukan tanah.
Macrotermes gilvus
Rayap ini mempunyai ciri – ciri umum antara lain kepala berwarna coklat
tua. Mandibula berkembang dan berfungsi; mandibula kanan dan kiri simetris dan
tidak memiliki gigi marjinal. Mandibula melengkung pada ujungnya dan
digunakan untuk menjepit. Ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar.
Labrum ini memiliki hyalin tip yang yang berwarna transparan dan ujungnya
lancip (Tho, 1992). Antena terdiri 16-17 segmen. Memiliki pronotum dengan
bentuk pelana. Ketika pengambilan data jenis ini ditemukan kedua jenisnya M.
gilvus mayor dan M. gilvus minor dengan ciri – ciri sebagai berikut:
- M. gilvus mayor memiliki ciri-ciri kepala berwarna coklat kemerahan; panjang
kepala dngan mandibula mm; bentuknya mendekati oval. Memiliki 17 segmen
antena dimana panjang ruas ke-2 lebih panjang dari ruas ruas ke-3 dan ke-4
36
(gambar:10a). Fontanel nya sangat jelas, posisi pronotum, metanotum, dan
mesonotumnya bertumpuk-tumpuk selain dikarenakan jenisnya makro, bagian –
bagian tubuhnya cukup jelas terlihat dengan kasat mata.
- M. gilvus minor ciri-cirinya warna kepala coklat kekuningan dengan bentuk
kepala agak membulat. panjang kepala dengan mandibula mm; memiliki antena
yang berjumlah 17 segmen dengan warna antena coklat kekuningan.
(Gambar:10e)
Gambar 4.6 Rayap kasta prajurit jenis M. gilvus minor (A); a. antenna 17segmen; b. hyaline tip minor; c. pronotum; d. kaki; e. panjangtubuh 7 mm. M. gilvus mayor (B); f. antena 17 segmen; g. fontanel;h. mandibular; i. hyaline tip mayor; j. pronotum; k. abdomen; l.panjang tubuh 10,5 mm.
A B
f
d
j
k
h
a
b
g
c
e
i
l
37
4.2.2 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan di Zona Pemanfaatan
Di zona pemanfaatan, jenis yang ditemukan dari genus yaitu Nasutitermes
matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes havilandi, Nasutitermes sp.2
Nasutitermes sp.3, Nasutitermes sp.4, dan Nasutitermes sp.7. Selain itu
ditemukan juga 2 jenis rayap yang termasuk kedalam genus Macrotermes seperti
Macrotermes ahmadi dan Macrotermes sp.
Nasutitermes havilandi
Gambar 4.7 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes havilandi A. Bagian kepalasisi lateral; a. rostrum dengan bentuk agak kerucut; b. kaki; c.antenna 13 segmen B. bagian kepala sisi lateral; d. kapsul kepala; e.pronotum C. Panjang tubuh N. havilandi.
Nasutitermes havilandi memiliki ciri-ciri diantaranya warna kapsul kepala
kuning agak coklat, warna rostrum coklat kemerah-merahan dan bentuk rostrum
agak pendek, panjang tubuh berkisar antara 3,5-3,7 mm dan panjang kepala
dengan nasutnya 1,1-1,3 mm, warna pronotum agak pucat daripada kapsul kepala,
antenna berwarna coklat kekuningan dengan jumlah 13 segmen dimana segmen
ke-2 lebih lebih panjang dari segmen ke-4; ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2
AB
c
a d
e
b
C
38
dan ke-4; dan segmen ke-4 agak pendek dari segmen ke-5. Ciri-ciri ini sesuai
dengan deskripsi yang telah dilakukan oleh Syaukani (2011: 36). N. havilandi
ditemukan di batang pohon Turubtomo pada transek ke-1.
Nasutitermes sp.2
Nasutitermes sp.2 memiliki ciri- ciri seperti warna kapsul kepala coklat
tua, warna rostrum coklat tua kemerah-kemerahan, warna abdomen hampir sama
dengan warna kapsul kepala yakni coklat tua begitu pula warna pronotumnya.
Memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat, kaki berwarna coklat.
panjang tubuh berkisar antara 4,8 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,3
mm. Spesies ini hanya ditemukan di satu tempat yaitu di lorong kembara pohon
kelapa (Cocos nucifera).Warnanya yang hampir keseluruhan coklat tua membuat
agak sulit membedakannya dengan semut hitam yang sedang berada di sarang
tersebut.
Gambar 4.8 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.2 A. Bagian tubuh sisilateral; a. pronotum; b. abdomen; B. Panjang tubuh; c. kaki; C.Bagian kepala sisi dorsal; d. antenna 13 segmen D. Bagian kepalasisi lateral; e. rostrum.
AAVA
B
CD
a
b
d e
39
Nasutitermes sp.3
Nasutitermes sp.3 memiliki ciri- ciri panjang tubuh berkisar antara 4 mm
dan panjang kepala dengan nasutnya 1,1 mm. Warna kapsul kepala coklat
kemerahan, warna rostrum coklat agak merah, warna abdomen coklat pucat,
coklat pucat agak putih. Memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat
kemerahan dimana segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2 dan ke-4, kaki
berwarna putih kecoklatan. Spesies ini ditemukan dibatang pohon kitanjung.
Gambar 4.9 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp. 3; A. panjang tubuh sisidorsal; B. Kepala tampak lateral; a. rostrum; b. antenna 13 segmen;c. kaki; C. Bagian thorak - abdomen sisi lateral; d. abdomen; D.Bagian thorak dan abdomen sisi lateral; e. pronotum.
A
C
B
D
d e
a b
c
40
Nasutitermes sp.4
Nasutitermes sp.4 memiliki ciri-ciri warna kapsul kepala merah
kecoklatan; warna labrum lebih tua dari warna kapsul kepala. Warna antenna
kuning kecoklatan dengan jumlah 13 segmen antenna, segmen antenna ke-3 lebih
panjang dari yang ke-2 dan ke-4;, warna kaki kuning kecoklatan. Warna pronotum
coklat pucat; warna abdomennya kuning kecoklatan dan diujung abdomen ditutupi
oleh rambut-rambut halus.. Jenis ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 3,5-
3,7 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,1-1,3 mm. Jenis ini ditemukan
dikayu mati pohon kitanjung.
Gambar 4.10 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.4 A. Bagian kepala sisilateral; a. pronotum b. kaki c. rostrum B. Kepala tampak dorsal; d.kapsul kepala; e. antenna 13 segmen; C. Panjang tubuh N. sp 4.
Macrotermes ahmadi
Macrotermes ahmadi ditemukan di transek ke-3 tepatnya di gundukan
tanah dengan tinggi 25 cm dan lebar 120 cm. Jenis yang ditemukan hanya dari
jenis minornya saja. Dengan warna kepala coklat kekuningan; warna pronotum
A Ba
b
d
ce
C
41
coklat keputihan, warna abdomen putih kekuningan warna ini hampir sama
dengan warna kaki. Lekuk pronotum berbeda dengan bentuk pronotum M. gilvus
Gambar 4.11 Rayap kasta prajurit jenis Macrotermes ahmadi A. Bagian kepalasisi lateral; a. mandibula b. antena c. kapsul kepala B. Bagianthorak hingga abdomen tampak lateral; d. abdomen; C. Bagianthoraks; e. kaki; f. pronotum; D. panjang tubuh Macrotermesahmadi.
D
c
C
A
f
B
e
dbb
a
42
4.2.3 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan di Zona Rimba
Rayap yang ditemukan di zona rimba berasal dari dua family, family
Termitidae dan Rhinotermitidae. Famili Termitidae terdiri dari 2 sub-famili, sub-
famili Nasutitermitinae dan sub-famili Microtermitinae. Sub-famili
Nasutitermitinae terdiri dari 5 jenis genus Nasutitermes seperti Nasutitermes sp. 1,
Nasutitermes sp. 6, dan Nasutitermes sp. 8 dan 1 jenis dari genus
Longipeditermes yaitu Longipeditermes sp. Kemudian yang berasal dari sub-
famili Microtermitinae merupakan genus Microtermes yaitu jenis Ancistrotermes
pakistanicus. Hanya satu jenis yang ditemukan dari Famili Rhinotermitidae.
Genus yang ditemukan yaitu Coptotermes, jenisnya Coptotermes sp.
Nasutitermes sp. 1
Gambar 4.12 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.1 A. Panjang tubuh; a.abdomen; B. Bagian kepala hingga thorak sisi lateral; b&e.rostrummembengkok; c. pronotum; d. kaki; C. Bagian kepala sisi dorsal; f.antenna 12 segmen; g. kapsul kepala.
Nasutitermes sp. 1 memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan jenis
lain jika dilihat dari bentuk rostrumnya. Jenis ini memiliki bentuk rostrum yang
b
A
B C
c
d
e
f
g
a
43
membengkok pada bagian ujungnya. Panjang tubuhnya dari rostrum hingga
abdomen sekitar 3,25 mm dan panjang kapsul kepala beserta rostrum sekitar 1, 25
mm. Jenis ini memiliki warna kapsul kepala kuning kecoklatan, rostrum berwarna
coklat kemerahan, pronotum berwarna coklat pucat sama dengan warna kaki.
Antena berjumlah 12 segmen dimana segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2
dan ke-4. Warna antenna coklat. Dilihat dari sisi dorsal, struktur kapsul kepala
lebih pipih dibandingkan jenis lain. Jenis ini ditemukan pada transek kesatu
tepatnya dibatanh kayu mati pohon Cipare.
Nasutitermes sp. 6
Gambar 4.13 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.6 A. Panjang tubuhNasutitermes sp.6; B. Bagian kepala; a. kapsul kepala; b.pronotum; c. antenna; d. rostrum; C. Bagian tubuh sisi lateral; e.kaki; f. abdomen.
Nasutitermes sp. 6 memiliki ciri – ciri seperti memiliki panjang tubuh dari
rostrum hingga abdomen sekitar 2,75 - 3,5 mm dan panjang kepala beserta
rostrum 1,25 mm. Warna kapsul kepala coklat kekuningan. Pronotum berwarna
coklat tua, warna abdomen kuning kecoklatan hampir sama dengan warna kaki,
f
d
e
c
B
C
A
a
b
44
rostrum berwarna coklat kemerahan lebih gelap dari warna kepala. Warna antenna
coklat dengan jumlah 13 segmen. Jenis ini ditemukan di tiga titik pada transek
ketiga di batang kayu mati, ketujuh di pohon mati cantigi, dan kesembilan batang
kayu mati pohon kitanjung.
Nasutitermes sp. 7
Gambar 4.14 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp. 7 A. Kepala sisi dorsal;a. kapsul kepala; B-C. b. kaki; c. pronotum; d. rostrum; e. antenna;D. Bagian abdomen sisi dorsal; : Bagian tubuh yang berwarnakeemasan; E. Panjang tubuh Nasutitermes sp. 7.
c
b
a
e
d
A B
C D
E
45
Nasutitermes sp. 7 memiliki ciri khas yakni dibeberapa bagian tubuhnya
berwarna keemasan. Seperti pada sisi samping dan belakang kapsul kepala,
prontum serta pada abdomen. Jenis ini memilki panjang tubuh dari rostrum hingga
abdomen sekitar 2,5 – 2,75 mm sedangkan panjang kepala meliputi rostrum dan
kapsul kepala sekitar 1, 25- 1,5 mm. Warna rostrum coklat kemerahan, antenna
berwarna coklat dengan 13 segmen, warna kaki coklat kekuningan, selain warna
keemasan pronotum nya ada yang berwarna coklat tua. Jenis ini ditemukan di 3
titik pada transek kesepuluh. Batang kayu mati pohon kitanjung, dibagian atas
pohon mati, dan batang bagian bawah dekat akar pohon nyamplung.
Longipeditermes sp.
Gambar 4.15 Rayap kasta prajurit jenis Longipeditermes sp. A. Bagian kepala-thorak sisi lateral; a. rostrum; b. kapsul kepala; B. Panjang tubuhLongipeditermes sp. 5-6 mm; c. kaki; d. abdomen C. Bagianthorak sisi lateral; e. pronotum; f. coxa; D. Bagian kepala sisilateral; g. antena 14 segmen.
Genus lain yang ditemukan di zona rimba yaitu genus Longipeditermes
jenisnya yaitu Longipeditermes sp. Dengan ciri – ciri antenna dan kaki yang
b
d
e
c
g
B
A
DC
a
f
46
sangat panjang. Rostrumnya berbentuk silindris, memiliki coxa dibagian kakinya.
Warna kapsul kepala coklat kehitaman, warna rostrum lebih cerah dibandingkan
warna kepala yakni warna coklat kemerahan, warna antenna kuning kecoklatan
dengan 14 segmen. Pada bagian warna nya berbeda, femur berwarna coklat gelap,
sedangkan tibia berwarna coklat keputihan, abdomen berwarna coklat tua. Ciri –
ciri tersebut sesuai dengan deskripsi Syaukani (2013). Jenis ini ditemukan di dua
titik yaitu di transek 3 pada batang pohon Kigenteul dan transek 9 pada batang
pohon Kitanjung.
Ancistrotermes pakistanicus
Gambar 4.16 Rayap kasta prajurit jenis Ancistrotermes pakistanicus A. Bagiankepala sisi dorsal; a. pronotum; b. kapsul kepala; c. mandibula;B. Bagian kepala sisi ventral; d. antenna 13 segmen; e. tonjolanpada bagian ventral; f. kaki.
Ancistrotermes pakistanicus merupakan jenis yang tergolong dalam genus
Microtermes. Sebelum terjadi re-deskripsi nama jenis ini Microtermes
pakistanicus. Jenis ini memiliki ciri – ciri bentuk kepala agak membulat dengan
warna putih kecoklatan. Warna pronotum, kaki, dan abdomen terlihat putih
kekuningan. Mandibula berwarna coklat kemerahan, bentuknya simetris. Tidak
terdapat gigi marjinal pada pada mandibular. Namun ketika pembedahan
mandibular pada bagian dasar mandibular sebelah kiri terlihat terdapat tonjolan.
A B
a
b
c
d
e
f
47
Selain itu juga, pada bagian ventral kepala ditemukan tonjolan dimana tonjolan
tersebut hanya berada pada bagian tengah kepala saja.
Coptotermes sp.
Gambar 4.17 Rayap kasta prajurit jenis Coptotermes sp. A. Bagian kepala sisidorsal; a. fontanel; b. mandibula; c. kapsul kepala; B. Panjangtubuh sisi dorsal; d. antenna; C. Bagian thorak-abdomen sisi lateral;e. pronotum; f. abdomen.
Jenis yang termasuk dalam genus Coptotermes yang ditemukan memiliki
tubuh yang lunak dan kecil. Terlihat dari panjang tubuhnya berkisar antara 2,5
mm dengan panjang kepala dengan mandibulanya 1 mm. Terdapat degradasi
warna pada tubuh rayap ini yaitu warna kepala berwana coklat kekuningan dan
tubuhnya berwarna coklat keputihan. Mandibel berwarna merah kehitaman,
ujungnya berwarna hitam dan dasarnya berwarna kemerahan. Kapsul kepala
memiliki bentuk oval. Mandibel simetris dengan ujung yang melengkung. Pada
pengamatan fontanel (Gambar 21a) terlihat jelas. Apabila dilihat dari sisi dorsal,
pronotum berbentuk sadel. Antena memiliki panjang 14 – 15 segmen.
BA
a d
C
c
b
e
f
48
Ciri - ciri tersebut sama dengan yang dikemukankan oleh Ahmad (1965:
22), kepala berwarna kuning kecoklatan. Mandibel merah kecoklatan, lebih cerah
pada dasarnya. Kapsul berbentuk oval. Mandibel memanjang dengan betuk
pedang dengan ujung yang betul – betul melengkung. Antena memiliki 15 – 16
segmen, segmen kedua sedikit panjang daripada segmen ketiga dan keempat.
Jenis ini ditemukan hanya ditemukan di satu titik pada lokasi penelitian di transek
9 dibatang pohon Kitanjung.
4.3 Jenis Sarang dan Jenis Makanan Rayap di Pulau Handeuleum TNUK
Dari hasil pengamatan kondisi kedua zona yang didominasi oleh pohon –
pohon berukuran besar sangat cocok sekali untuk rayap membuat sarang.
Meskipun di zona pemanfaatan ada ruang terbuka yang intensitas cahayanya
banyak namun tetap dapat rayap dapat membuat sarang. Seperti genus
Macrotermes, yang membuat gundukan – gundukan berukuran besar dan tebal
agar dapat tetap mempertahankan suhu dan kelembapannya. Selain itu pula sarang
rayap ditemukan dipohon pinggir pantai. Proses pembuatan sarang ini biasanya
dilakukan oleh rayap kasta pekerja dimana dalam pengerjaanya di lindungi oleh
kasta prajurit agar dalam pembuatan sarang tidak terganggu baik oleh predator
maupun gangguan lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sigit (2006: 162)
dalam proses pembuatan sarang dan lorong – lorong, rayap mengunyah dan
memakan kayu atau tanah yang dikerjakan oleh kasta pekerja.
Jenis sarang yang paling banyak ditemukan yaitu sarang epigeal. Dimana
sarang ini memungkinkan untuk rayap dengan mudah mendapatkan makanannya
baik untuk rayap kayu seperti kelompok Rhinotermitidae maupun rayap tanah
seperti kelompok Termitidae. Selain itu sarang jenis ini memiliki konstruksi
sarang epigeal seperti gundukan yang berada dipermukaan tanah. Partikel tanah
yang mengandung tanah liat membuat konstruksinya kuat. Sehingga ketika akan
mengambil sampel rayap, harus membuka gundukan tersebut dengan cangkul atau
kapak. Dikarenakan struktur sarangnya sangat kokoh dan kuat. Dibagian
dalamnya terdapat ruangan-ruangan khusus yang memiliki fungsi berbeda.
Ruangan untuk ratu bertelur, ruangan untuk menyimpan telur dan membesarkan
nimfa Namun, terdapat ruangan khusus untuk menanam jamur, apabila genus
49
yang menghuni sarang jenis ini adalah rayap dari subfamili Macrotermitinae.
Karena jenis rayap subfamili Macrotermitinae merupakan rayap yang dapat
menanam jamur dalam sarangnya (Jones & Prasetyo, 2002:121).
Tabel 4.4 Jenis sarang rayap dan jenis makanan yang ditemukan di Pulau Handeuleum TNUK
Jenis
Jenis sarang Jenismakanan
EpigealHipogeal
Kayumati/hidup
Arboreal
RhinotermitidaeCoptotermitinae Coptotermes sp. √ - - - Kayu
TermitidaeMacrotermitinae Macrotermes gilvus √ - - - Serasah
dan kayuMacrotermes ahmadi √ - KayuAncistrotermespakistanicus
- - √ - Kayu
Nasutitermitinae N. matangensis √ - √ √ KayuN. roboratus √ - √ √ KayuN. havilandi √ - - - KayuN. sp. 1 - - √ - KayuN. sp. 2 √ - - - TanahN. sp. 3 √ - - - TanahN. sp. 4 - - √ - KayuN. sp. 5 √ - √ √ TanahN. sp. 6 √ - √ - KayuN. sp. 7 √ - √ - TanahLongipeditermes sp. √ - - - Serasah
Sedangkan menurut Riny (2007) sarang tersebut disebut sarang berbentuk
bukit (mound nest) yang dihuni oleh rayap tanah genus Macrotermes. Mound nest
memiliki konstruksi gundukan seperti bukit, yang menjulang diatas permukaan
tanah. Struktur penyusunnya saliva, partikel tanah yang mengandung tanah liat
tinggi sehingga konstruksiny kuat. Didalam sarang terdapat kebun jamur sebagai
sumber cadangan makanan.
Selain itu sarang kayu mati juga disukai oleh rayap di lokasi ini, 9 jenis
rayap yang ditemukan membuat sarang dikayu mati. Hal ini dikarenakan sarang
rayap kayu mati memiliki struktur yang sederhana sehingga rayap dapat
memanfaatkan batang kayu mati untuk dijadikan sarang dan menjadi sumber
makanan bagi mereka. Secara berkala batang kayu akan dikonsumsi dan batang
kayu ini akan tergantikan menjadi karton kayu, substrat kayu dengan konsentrasi
rendah nutrisi, dan kaya akan konsentrasi lignin, serta komponen lain yang belum
50
tercerna. Jenis sarang lainnya yaitu sarang arboreal ditemukan di berbagai tempat
baik dizona pemanfaatan maupun dizona rimba.
Dalam pengambilan sampel sering kali ditemukan 2 jenis yang berbeda
pada sarang yang sama, seperti sesama jenis dari genus Nasutitermes diantaranya
N. matangensis dengan N. roboratus, N. matangensis dengan N. havilandi, N.
matangensis dengan N. sp 2, N. matangensis dengan N. sp. 4, N. matangensis
dengan N. sp. 5, N. matangensis dengan N. sp 6, N. roboratus dengan N. sp 5, N.
roboratus dengan N. sp 1, dan N. roboratus dengan N. sp 6. Ada juga jenis dari
genus Nasutitermes dan jenis dari genus Longipeditermes serta sesama jenis dari
genus Macrotermes seperti M. gilvus dan M. ahmadi. Padahal kecil kemungkinan
untuk rayap yang berbeda jenis dapat hidup dalam satu sarang. Karena rayap
bersifat agonistik yang berarti perilaku agresif koloni rayap untuk
mempertahankan dan melindungi koloninya dari serangan/kedatangan rayap atau
koloni rayap lain (satu spesies/berbeda species) (Supriana: 1984).
Gambar 4.18 Beberapa tipe sarang epigeal (dalam lingkaran merah)
Dengan adanya perilaku tersebut, rayap dapat mempertahankan hidupnya
dari gangguan predator maupun dalam persaingan hidup dengan sesama
51
spesiesnya untuk mencari makanan maupun menarik lawan jenis. Hal ini
dikarenakan rayap menangkap sinyal feromon yang berbeda sehingga memacu
rayap tersebut untuk menyerang rayap yang berbeda. Namun bisa jadi rayap
memiliki sarang dan jalur pencarian makanan berbeda hanya saja ditemukan
didaerah jelajah mereka yang sama. Maka dari itu mereka ditemukan di satu titik
yang sama. Genus Nasutitermes seperti N. matangensis, N. roboratus, dan N. sp.5
ditemukan di tipe sarang yang berbeda (tabel 4.4). Yakni sarang epigeal (epigeal
nest), sarang kayu mati/hidup (woody nest), dan arboreal (arboreal nest). Dari
genus ini juga jenis lain banyak ditemukan di sarang epigeal (epigeal nest) dan
sarang kayu (arboreal nest).
Gambar 4.19 Beberapa tipe sarang kayu mati
N. matangensis ditemukan di kayu mati dan batang pohon Nyamplung,
Kiara, Kigeunteul, Turubtomo, Cantigi, Kelapa, Kitanjung, Waru, Cipare,
Ketapang, Lame peucang, Cerlang, Kayu mini, dan. N. matangensis yang
ditemukan di sarang arboreal yaitu pada pohon Nyamplung, Kibau dan Kitanjung.
Selanjutnya dari jenis ini yang ditemukan di sarang epigeal di pohon Kitanjung,
52
Malapari, Kigeuntel, Cerlang dan Merbo. Sedangkan N. roboratus ditemukan
dikayu mati dan batang pohon Kiara, Cipare, Kibau, Turub tomo, dan Kanyere.
Sarang arborealnya terdapat pada pohon Lampeni, dan sarang epigealnya di
temukan dipohon Kitanjung, Cantigi dan Kiara. N. havilandi ditemukan di sarang
epigeal batang pohon Turub tomo, N. sp. 1 di sarang kayu mati pohon Cipare, N.
sp. 2 ditemukan di sarang epigeal tepatnya dilorong kembara pohon Kelapa, N. sp.
3 ditemukan di sarang epigeal batang pohon Kitanjung, N. sp. 4 ditemukan di
sarang kayu mati pohon Kitanjung dan sarang arboreal pohon Kitanjung.
Gambar 4.20 Beberapa tipe sarang arboreal (dalam lingkaran merah)
Selanjutnya N. sp. 5 yang dtemukan disarang kayu mati dan batang
pohon Kiara, Kigeunteul, Kitanjung, Lampeni. Sedangkan yang ditemukan
disarang arboreal dipohon Kigeunteul, Kibau dan Kibatok, sarang epigeal
ditemukan dipohon Lampeni, Kigeunteul, Kiara, Kitanjung, dan Kigetah. N. sp. 6
ditemukan disarang kayu mati, sarang epigeal pada pohon Cantigi dan pohon
Kitanjung. N. sp. 7 ditemukan disarang kayu mati dan sarang epigeal pada pohon
53
Nyamplung. Sedangkan pada genus Longipeditermes jenis Longipeditermes sp.
yang ditemukan jenis sarangnya yaitu sarang epigeal. Tipe makanan genus ini
yaitu serasah (litter forages) (Eggleton et al., 1997). Dengan demikian dapat
diamati tipe jenis sarang ini yaitu separate-piece-nesters yang berarti rayap
membangun sarang pada suatu tempat yang berbeda dengan sumber makanannya,
rayap tersebut harus keluar sarang untuk mencari makanan dan juga bahan
pembuat sarang (Eggleton, 2011: 20).
Sedangkan genus Macrotermes seperti jenis M. gilvus dan M. ahmadi
ditemukan disarang epigeal (epigeal nest), dilokasi penelitian juga ditemukan
pada gundukan tanah terdapat pohon mati yang melintang dan ditutupi oleh tanah
gundukan tersebut, kayu mati ini dapat dijadikan sumber makanan bagi rayap
tanpa harus keluar dari sarangnya. Jenis arang seperti ini disebut one-piece-nesters
yaitu rayap membangun sarang di suatu tempat yang sama dengan sumber
makanannya (Eggleton, 2011: 20). Berbeda dengan Microtermes yaitu jenis
Ancistrotermes pakistanicus genus ini ditemukan disarang kayu (woody nest).
Pada dasarnya semua jenis sarang berfungsi untuk melindungi rayap dari
pengaruh lingkungan, menjaga suhu internal agar tetap stabil, dan
mempertahankan diri dari predator (Eggleton, 2011: 20). Selain itu pula dapat
disimpulkan bahwa rayap membangun sarang dekat dengan sumber makanannya.
4.4 Tingkat Keragaman Rayap Kasta Prajurit Di Pulau Handeuleum,
TNUK
Dilihat dari hasil pengamatan pada tabel 4.3, ditemukan 15 jenis rayap
dipulau ini. Untuk menghitung tingkat keanekaragaman rayap dipulau ini
digunakan rumus Indeks Shannon-Wiener.
ii
ii PPN
n
N
nH loglog'
Keterangan:
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah individu seluruh jenis
54
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) adalah
sebagai berikut:
H’< 1 : keanekaragaman rendah
1<H’≤3 : keanekaragaman sedang
H’> 3 : keanekaragaman tinggi
Tabel 4.5 Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) di Pulau
Handeuleum TNUK
Zona pemanfaatan dan zona rimba
Spesies jumlahProporsi
(pi)Loge pi pi log e pi
Nasutitermes matangensis 56 0,496 -0,304 - 0,151
Nasutitermes roboratus 20 0,177 -0,752 -0,028
Nasutitermes havilandi 2 0,018 -1, 745 -0,031
Nasutitermes sp. 1 1 0,009 -2, 046 -0,018
Nasutitermes sp. 2 1 0,009 -2, 046 -0,018
Nasutitermes sp. 3 1 0,009 -2, 046 -0,018
Nasutitermes sp. 4 2 0,018 -1, 745 -0,031
Nasutitermes sp. 5 13 0,115 -0,939 -0,107
Nasutitermes sp. 6 3 0,027 -1,569 -0,042
Nasutitermes sp. 7 3 0,027 -1,569 -0,042
Longipeditermes sp. 2 0,018 -1, 745 -0,031
Macrotermes gilvus 6 0,053 -1,276 -0,068
Macrotermes ahmadi 1 0,009 -2, 046 -0,018
Ancistrotermes pakistanicus 1 0,009 -2, 046 -0,018
Coptotermes sp. 1 0,009 -2, 046 -0,018
Total 113 1 -0,639
H‘= - Σ (pi) (log pi) = 0,639
Dari hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener H < 1 ; rendah.
55
Maka data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat keragaman rayap di
Pulau Handeuleum rendah, hal ini dikarenakan sebaran jenis tidak ditemukan di
semua titik sampel. Seperti Nasutitermes sp. 1, Nasutitermes sp. 2, Nasutitermes
sp. 3, Ancistrotermes pakistanicus, dan Coptotermes sp. hanya satu temuan saja.
Keragaman individu disuatu tempat tidak hanya dilihat dari banyaknya spesies
yang ditemukan tapi juga dipengaruhi oleh jumlah spesies itu sendiri. Hal ini juga
dipengaruhi oleh jumlah satu jenis yang mendominasi pulau ini yaitu spesies
Nasutitermes matangensis. Salah satu jenis dari genus Nasutitermes ini hampir
ditemukan disemua titik pengambilan sampel.
Berdasarkan hasil dari pengukuran faktor lingkungan dikedua zona,
intensitas cahaya berpengaruh terhadap kemelimpahan jenis Nasutitermes
matangensis. Hal ini dikarenakan tajuk pada zona rimba dan zona pemanfaatan
tidak menutupi lantai hutan secara keseluruhan dikarenakan didominasi oleh hutan
pantai serta terdapat juga ruang terbuka dibeberapa area. Dengan demikian dapat
mengakibatkan banyaknya cahaya yang masuk kedalam lantai hutan Menurut
Tho (1992) Nasutitermes matangensis banyak ditemukan ditepi hutan yang
berdekatan dengan pemukiman atau habitat yang agak terganggu. Selain itu juga
menurut Hardy & Jones (2000) kelimpahan rayap ini berhubungan dengan
banyaknya bukaan tajuk atau terganggunya habitat tersebut. Selain dikarenakan
faktor intensitas cahaya, faktor makanan juga mempengaruhi kemelimpahan jenis
ini. Nasutitermes matangensis termasuk kedalam jenis rayap pemakan kayu (wood
feeding termites). Yang mana jenis ini ditemukan di 19 jenis pohon maupun kayu
mati yang ada di pulau handeuleum diantaranya Ketapang, Kitanjung, Cipare,
Lame peucang, Cerlang, Merbo, Kigeunteul, Kiara, Waru lot, Kibau, Kayu mini,
Malapari, Nyamplung, Cantigi, Kitanjung, Kelapa, Turubtomo, dan Waru lot.
56
4.5 Penggunaan LKS Sebagai Bahan Ajar Untuk Siswa
LKS (Lembar Kerja Siswa) “Rayap konsep Insekta” merupakan bentuk
aplikasi dalam bidang pendidikan yang digunakan sebagai bahan ajar mata
pelajaran biologi di SMA kelas X, dari hasil penelitian mengenai “Eksplorasi
Rayap di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon Banten”. LKS ini
disusun berdasarkan tuntutan pada Kurikulum 2013 dimana siswa dapat
menemukan serta memecahkan masalahnya sendiri. LKS ini dirancang agar siswa
dapat memecahkan masalah sendiri dengan diberikan stimulus materi atau
gambaran umumnya saja. LKS ini untuk dijadikan bahan ajar alternatif siswa
dalam mempelajari subkonsep Insekta pada BAB Kingdom Animalia di semester
2, kompetensi dasar 3.8 (Lampiran 1). materi yang disajikan dipermudah dengan
gambar-gambar, ciri-ciri khusus rayap yang merupakan salah satu perwakilan dari
kelas insekta, serta bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh siswa.
Gambar 4.21 Hasil evaluasi LKS oleh ahli
83,3080,30
85,3082,50 82,99
57
Didalam lembar instrumen evaluasi LKS terdapat empat kriteria utama
diantaranya kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan (lampiran 5).
Berdasarkan hasil evaluasi LKS “Rayap konsep Insekta” yang melibatkan 4 orang
responden yaitu 1 orang dosen ahli materi rayap dan 3 orang guru Biologi SMA
diperoleh hasil skor rata-rata kriteria evaluasi sebesar 82,99% yaitu termasuk
kategori sangat baik. Nilai tersebut didapatkan dari rata-rata empat kriteria utama
yaitu skor kriteria kelayakan isi yaitu 83,33% termasuk kategori sangat baik, skor
kriteria kebahasaan 80,33% termasuk kategori baik, skor kriteria sajian 85,33%
termasuk kategori sangat baik, dan skor kriteria kegrafisan 82,50% termasuk
kategori sangat baik (lampiran 8) seperti pada gambar 4.21. Berdasarkan uji
tersebut, materi mengenai subkonsep insekta yang terdapat dalam LKS sudah
sesuai dengan KI, KD serta indikator pembelajaran pada kurikulum 2013. Namun
ada beberapa penulisan yang masih harus diperbaiki lagi. Selain itu, LKS ini
hanya dilakukan uji ahli saja. Masih dibutuhkan uji coba terbatas dan uji lapangan
pada penelitian selanjutnya dalam menentukan layak atau tidaknya LKS ini
digunakan oleh siswa atau diproduksi secara massal. Dengan demikian LKS ini
dapat dijadikan bahan pada penelitian selanjutnya pada materi insekta kelas X.
58
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
1. Rayap yang ditemukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon,
Banten sebanyak 15 jenis yang tergolong ke dalam 5 genus dari 3 subfamili
dan dari 2 famili yang berbeda. Jenis yang lebih banyak ditemukan adalah
jenis yang tergolong dalam genus Nasutitermes. Yang terdiri dari N.
matangensis, N. roboratus, N. havilandi, N.sp.1, N. sp.2, N. sp.3, N. sp.4, N.
sp.5, N. sp.6 dan N. sp.7. Sedangkan genus yang lebih sedikit ditemukan
adalah genus Macrotermes yang terdiri dari Macrotermes gilvus dan
Macrotermes ahmadi. Jenis lain yang ditemukan dari genus Microtermes
adalah Ancistrotermes pakistanicus dan dari genus Coptotermes adalah
Coptotermes sp.
2. Tingkat keanekaragaman rayap di Pulau Handeuleum TNUK rendah, dengan
nilai Indeks Shannon-Wiener H’= 0,639. Keanekaragaman rayap pada zona
rimba lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan zona pemanfaatan. Pada
zona rimba ditemukan 10 jenis dan pada zona pemanfaatan ditemukan 9 jenis.
3. Hasil penelitian yang dibuat menjadi Lembar Kegiatan Siwa (LKS) Rayap
diperoleh skor rata-rata sebesar 82,99% termasuk kategori sangat baik.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai eksplorasi rayap di TNUK,
untuk melengkapi data keanekaragaman rayap yang ada.
2. Perlu adanya uji terbatas dan uji lapangan LKS Rayap oleh peneliti
selanjutnya.
59
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. 1965. Termites (Isoptera) of Thailand. Bulletin of The AmericanMuseum of Natural History. 131(1): 1 – 113 hlm.
Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 2013. Desain Tapak Zona PemanfaatanWisata Alam Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon. BalaiTaman Nasional Ujung Kulon, Labuan: vii + 37 hlm.
Bignell D. E & Eggleton P. 2000. Termites in ecosystems. Di dalam: Abe T,Bignell DE, Higashi M. Termites Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology.Dordecht: Kluwer Academic. hal: 363-387.
DEPDIKNAS. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: i + 29 hlm.
Dwiyanti, Y. 2013. Identifikasi Dan Deskripsi Jenis Rayap Pada Hutan PrimerDan Daerah Penyangga Di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya,Kalimantan Barat (Sebagai Sumber Belajar Alternatif Siswa Sma Kelas XPada Konsep Keanekaragaman Hayati). Skripsi, not published. x + 81hlm.
Eggleton, P., R. Homathevi, D. Jeeva, D.T. Jones, R. G. Davies & M. Maryati.1997. The Species Richness And Composition Of Termites (Isoptera) InPrimary And Regenerating Lowland Dipterocarp Forest In Sabah, EastMalaysia. The Jerman Society For Tropical Ecology, Ecotropica 3: 119--128.
Eggleton, P. 2011. An Introduction to Termites: Biology, Taxonomi, danFunctional Morphology. Dalam: Bignell, D. E., Y. Roisin, & N. Lo (eds.).Biology of Termites: A Modern Synthesis. Springer, New York: 1–26.
Elzinga R. J. 2004. Fundamental of Entomology. Ed. Ke-6. Pearson Educ, NewJersey: xii+ 512 hlm
Endris, W. M. 2013. Eksplorasi Rayap Pada Kanopi Berbeda Di Wilayah TamanNasional Bukit Baka – Bukit Raya Kalimantan Barat (Sebagai SumberBelajar Siswa Sma Kelas X Pada Subkonsep Insekta). Skripsi, notpublished. xi + 64 hlm.
Engel, M. S., D. A. Grimaldi & K. Krishna. 2009. Termite (Isoptera): TheirPhylogeny, Classification, and Rise to Ecological Dominance. AmericanMuseum Novitates, American Museum of Natural History, New York: 1–27 hlm.
Engel, M. S. 2011. Family Group Names for Termites (Isoptera), redux. Zookeys.148: 171–184
60
Gathorne-Hardy, F.J., D.T. Jones & N. A. Mawdsley. 2000. The recolonization ofthe Krakatau islands by termites (Isoptera), and their biogeographicalorigins. The Linnean Society of London. Biological Journal of the LinneanSociety 71: 251–267
Gullan PJ & Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of Entomology. Edisi Ke-2. Oxford: Blackwell Sci
Indria, S.P., S. Khotimah & Rizalinda. 2013. Jenis – jenis jamur entomopatogendalam usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren.Protobiont 2 (3): 141 – 145.
Jones, D.T. & P. Eggleton. 2000. Sampling Termite Assemblages in TropicalForests: Testing a Rapid Biodiversity Assessment Protocol. BritishEcological Society 37(1): 191–203
Jones, D. T. & A. H. Prasetyo. 2002. A Survey of The Termites (Insecta: Isoptera)of Tabalong District, South Kalimantan, Indonesia. The Raffles Bulletin ofZoology 50(1): 117–128
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta: x + 237 hlm.
Lee KE, Wood TG. 1971. Termite and Soil. Academic Press, London: x+ 251hlm.
Majid, A. 2005. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan StandarKompetensi Guru. Rosda Karya, Bandung: ix + 291 hlm.
Muslich, M. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.Jakarta . Bumi Aksara: vi + 244 hlm.
Nandika, D., Y. Rismayadi & F. Diba. 2003. Rayap : Biologi danPengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta: xiv + 216hlm.
Ogg, et al. 2006. Subterranean Termites: Handbook for Home Corners. NebraskaUniversity, Lincoln: iii + 56 hlm.
Pearce, MJ. 1997. Termites: Biology and Pest Management. CAB International,Wallingford.
Prastowo. A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif . DivaPress.Yogyakarta.
61
Prasetyo, K. W. & S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap SecaraRamah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia pustaka, Depok: iv + 64hlm.
Pribadi, T. 2009. Keanekaragaman Komunitas Rayap pada Tipe Penggunaanlahan yang Berbeda sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan. (Tesis).Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. xiv + 67 hlm.
Pribadi, T., R. Raffiudin & I. S. Harahap. 2011. Termites Community asEnvironmental Bio indicator in Highlands: a Case Study in East Slopes ofMount Slamet, Central Java. Biodiversitas. 12(3): 235–240
Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan PenelitiMuda. Alfabeta, Bandung: x + 244 hlm.
Riny, S. M. 2007. Identifikasi Rayap Kasta Prajurit di Wilayah Pusat PenelitianIlmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) Serpong, Banten. IPB: xi +18 hlm. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/14508, 20 februari2014, pk 18. 47
Rohani, A. 1997. Media Instruksional Edukatif. Rineka Cipta. Jakarta: x + 117hlm
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Alfabeta.Bandung: vi + 282 hlm
Sornnuwat, Y., C. Vongkaluang, Y. Takematsu. 2004. A Systematic Key toTermites of Thailand. Kasersart J Nat Sci 38: 349–368
Subekti, N. 2004. Keragaman Genetik Rayap Tanah Genus Coptotermes(Isoptera: Rhinotermitidae) di Pulau Jawa. Skripsi IPB, Not Published: iii+ 64 hlm.
Sugiyono, 2009. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfa Beta.Bandung.
Supriana N. 1984. Perilaku Rayap. Badan Pengembangan dan PenelitianDepartemen Kehutanan. Bogor: IPB-Press.
Syaukani, 2013. A Guide To The Nasus Termites (Nasutitermitienae, Termitidae)Of Kerinci Seblat National Park Sumatera. Banda aceh: Unsyiah.
Tarumingkeng. 2009. Biologi dan Perilaku Rayap (Biology and ethology oftermites). 20 hlm. http://rudyct.com/biologi_dan_perilaku_rayap.htm. 29Januari 2014. 20.49 WIB.
Tho, YP. 1992. Termites of Peninsular Malayasia, Malayan Forest Record No. 36.Forest Research Institut Malaysia. Kepong: 240 hlm.
62
Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Studyof Insects. Ed. Ke-7. Thomson, Australia: x+864 hlm.
Wilson EO. 1971. The Insect Societies. Cambridge: Harvard Univ Pr.
63