Bab 1-Daftar Pustaka

63
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki letak geografis di daerah tropis, yang menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 5 pulau besar. Diantaranya pulau Jawa yang dikelilingi pulau pulau kecil termasuk pulau Handeuleum yang berada di provinsi Banten. Diwilayah Banten terdapat Taman Nasional yang terletak diselat sunda yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang merupakan warisan alam dunia (The Natural World Heritage Site) yang telah ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1992 melalui SK No. SC/Eco/5867.2.409. TNUK merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistem. Kawasan TNUK memiliki keanekaragaman hayati, keunikan dan kelangkaan. Maka dari itu penting untuk mengeksplorasi wilayah TNUK. TNUK merupakan kawasan konservasi yang memiliki gugus kepulauan diantaranya Pulau Peucang, Pulau Panaitan, dan Pulau Handeuleum. Pulau pulau tersebut memiliki ciri khas masing masing. Di pulau Handeuleum dan sekitarnya terdapat jenis satwa yang sering dijumpai seperti rusa timor, monyet ekor panjang, biawak, ular cincin mas, tupai, kalong sampai dengan buaya muara. Sedangkan keanekaragaman burung meliputi burung pantai seperti wiliwili, trinil pantai, kirik-kirik laut, sampai dengan dara laut sayap putih. Serta jenis burung hutan seperti kangkareng perut putih, caladi, perenjak coklat dan burung-burung hutan lainnya serta beberapa jenis ikan (BTNUK: 2013). Berdasarkan data tersebut, dipulau Handeuleum belum ada data mengenai keanekaragaman serangga. Dengan demikian, diperlukan penelitian tentang serangga khususnya rayap. Rayap merupakan serangga sosial yang memiki peran dalam ekosistem. Selain itu rayap sangat dikenal sebagai hama perusak kayu, tanaman kayu dan bangunan yang berstruktur kayu. Hal ini dapat terjadi karena didalam ususnya terdapat mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase. Menurut Engel

description

daftar pustaka

Transcript of Bab 1-Daftar Pustaka

Page 1: Bab 1-Daftar Pustaka

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki letak geografis di daerah tropis, yang menyebabkan

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Secara geografis

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 5 pulau besar.

Diantaranya pulau Jawa yang dikelilingi pulau – pulau kecil termasuk pulau

Handeuleum yang berada di provinsi Banten. Diwilayah Banten terdapat Taman

Nasional yang terletak diselat sunda yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK)

yang merupakan warisan alam dunia (The Natural World Heritage Site) yang

telah ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 1992 melalui SK No.

SC/Eco/5867.2.409. TNUK merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di

Indonesia yang berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam

hayati dan keseimbangan ekosistem.

Kawasan TNUK memiliki keanekaragaman hayati, keunikan dan

kelangkaan. Maka dari itu penting untuk mengeksplorasi wilayah TNUK. TNUK

merupakan kawasan konservasi yang memiliki gugus kepulauan diantaranya

Pulau Peucang, Pulau Panaitan, dan Pulau Handeuleum. Pulau – pulau tersebut

memiliki ciri khas masing – masing. Di pulau Handeuleum dan sekitarnya

terdapat jenis satwa yang sering dijumpai seperti rusa timor, monyet ekor panjang,

biawak, ular cincin mas, tupai, kalong sampai dengan buaya muara. Sedangkan

keanekaragaman burung meliputi burung pantai seperti wiliwili, trinil pantai,

kirik-kirik laut, sampai dengan dara laut sayap putih. Serta jenis burung hutan

seperti kangkareng perut putih, caladi, perenjak coklat dan burung-burung hutan

lainnya serta beberapa jenis ikan (BTNUK: 2013). Berdasarkan data tersebut,

dipulau Handeuleum belum ada data mengenai keanekaragaman serangga.

Dengan demikian, diperlukan penelitian tentang serangga khususnya rayap.

Rayap merupakan serangga sosial yang memiki peran dalam ekosistem.

Selain itu rayap sangat dikenal sebagai hama perusak kayu, tanaman kayu dan

bangunan yang berstruktur kayu. Hal ini dapat terjadi karena didalam ususnya

terdapat mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim selulase. Menurut Engel

Page 2: Bab 1-Daftar Pustaka

2

(2011) terdapat 3500 jenis rayap didunia dan kurang lebih 2900 yang sudah

teridentifikasi, dan diklasifikasikan kedalam 12 famili. Rayap terdiri dari 3 kasta,

kasta reproduktif, kasta pekerja dan kasta prajurit. Dalam penelitian ini rayap yang

akan diteliti yaitu rayap kasta prajurit. Rayap kasta prajurit merupakan kasta

rayap yang lebih mudah dibedakan antara satu jenis dengan jenis yang lain.

Kepala rayap kasta prajurit tersklerotisasi kuat dan berukuran besar. Mandibula

rayap kasta prajurit dibedakan menjadi dua yaitu tipe mandibula dan tipe nasuti.

Tipe mandibula memiliki ciri mandibular yang kuat, besar, sangat berkembang

tanpa rostrum dan dapat digunakan untuk mencapit. Sedangkan tipe nasuti

memiliki mandibular yang tereduksi sehingga membentuk rostrum. Bentuk

mandibula yang khas ini dapat digunakan sebagai ciri identifikasi spesies rayap.

Eksplorasi tentang rayap kasta prajurit telah dilakukan di dua zona yang

terdapat dipulau Handeuleum yaitu zona pemanfaatan dan zona rimba. Kondisi

zona pemanfaatan didominasi oleh hutan pantai berupa tumbuhan dari jenis

nyamplung, hutan hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung dan kelapa dengan

kerapatan vegetasi sedang hingga jarang serta topografinya datar. Zona rimba

dengan topografi datar didominasi pohon nyamplung, cantigi, waru lot, dan

ketapang. Selain itu, pada formasi tegakan hujan tropis dataran rendah didominasi

oleh kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan

untuk mempelajari dan menggali potensi rayap. Selain itu, informasi yang didapat

juga bermanfaat dalam pendidikan khususnya dalam pembelajaran biologi yaitu

pada subkonsep Insekta. Informasi ini dapat diimplementasikan dalam bentuk

lembar kegiatan siswa (LKS) yang dapat digunakan sebagai bahan ajar siswa.

Bahan ajar merupakan seperangkat materi yang disusun secara sistematis

sehingga tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar

(DEPDIKNAS, 2008). Bahan ajar bagian dari sumber belajar karena merupakan

komponen penting dalam aktifitas pembelajaran. Hal ini dibutuhkan agar

pengetahuan siswa menjadi lebih baik dan jelas. Sumber belajar tidak hanya dari

buku teks ataupun sejenisnya, tetapi belajar langsung kelingkungan lebih memiliki

dampak positif untuk peserta didik baik dalam perspektif kognitif, afektif maupun

psikomotornya. Hal ini juga berhubungan dengan hakikat sains yang terdiri dari

sikap, proses dan hasil. Dalam hal ini serangga rayap dapat menjadi objek

Page 3: Bab 1-Daftar Pustaka

3

pembelajaran yang dapat dipelajari dan diamati morfologinya secara langsung dari

habitatnya, dimana hasil pengamatan tersebut dituangkan dalam lembar kegiatan

siswa.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk

meningkatkan pemahaman pada konsep dan keterampilan yang diisyaratkan

didalam kurikulum 2013 yang tercantum dalam Kompetensi Inti 3 yaitu

memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan Kompetensi Dasar

3.8 menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke dalam filum

berdasarkan pengamatan anatomi dan morfologi serta mengaitkan peranannya

dalam kehidupan.

Dari penjelasan diatas, maka penelitian tentang rayap penting dilakukan

selain untuk melengkapi data mengenai rayap di Taman Nasional Ujung Kulon,

hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan bahan ajar yaitu dalam bentuk

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk siswa SMA kelas X yang sedang

mempelajari konsep Insekta.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya

sebagai berikut:

1. Bagaimana keanekaragaman serta deskripsi morfologi rayap di Pulau

Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang Banten?

2. Apakah hasil penelitian yang diimplementasikan dalam bentuk Lembar

Kegiatan Siswa (LKS) dapat digunakan sebagai bahan ajar pada subkonsep

Insekta?

Page 4: Bab 1-Daftar Pustaka

4

1. 3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui keanekaragaman serta deskripsi morfologi rayap di Pulau

Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon?

2. Mengimplementasikan hasil penelitian sebagai bahan ajar dalam Lembar

Kegiatan Siswa (LKS) rayap yang dapat digunakan dalam mengetahui

keanekaragaman jenis serta deskripsi morfologi rayap di pulau Handeuleum

Taman Nasional Ujung Kulon.

1. 4 Manfaat

Diharapkan hasil dari penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman rayap yang terdapat di

Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon yang didapat digunakan

untuk pengamatan selanjutnya.

2. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa

(LKS) yang dapat digunakan guru dan siswa dalam pembelajaran pada materi

subkonsep Insekta.

Page 5: Bab 1-Daftar Pustaka

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rayap (Termites)

Rayap merupakan serangga sosial yang membangun sarang dengan

bervariasi jenis dan ukurannya. Sarang rayap dapat dijadikan empat kelompok

berdasarkan struktur (letak) sarang, yaitu:

1. Sarang kayu hidup atau kayu mati (wood nester) yaitu sarang yang

terdapat di kayu mati atau pohon yang baru tumbang dengan kandungan nutrisi

yang rendah, serta tinggi kandungan lignin dan bahan yang tidak dapat dicerna

lainnya.

2. Sarang hipogeal (di bawah permukaan tanah) (hypogeal nester) disebut

juga sarang subterran yang terdapat di dalam tanah atau di bawah permukaan

tanah. Komponen utama sarang merupakan campuran feses dan mineral tanah.

3. Sarang epigeal (epigeal nester) merupakan sarang yang terdapat di atas

permukaan tanah berupa gundukan tanah dan dapat menempel ke bagian pohon,

sehingga disebut juga soilwood. Sarang tersebut dapat tersusun atas tiga tipe

komponen utama, yaitu: lapisan tanah bawah yang kandungan organiknya rendah

dengan sekresi saliva rayap, wood carton (campuran antara feses dengan mineral

tanah), atau lapisan tanah atas yang kandungan organiknya tinggi dengan feses.

4. Sarang arboreal (di atas permukaan tanah) (arboreal nester) berupa

gundukan tanah merupakan sarang yang berada di atas tanah, dapat menggantung

atau menempel di atas pohon pada berbagai ketinggian. Sarang biasanya terbuat

dari campuran feses rayap dengan komponen lignin yang tinggi pada kayu pohon

tempat menempelnya (Biggnel & Eggleton: 2000). Umumnya, keempat jenis

sarang ini dibangun pada habitat tertentu, khususnya disekitar sumber

makanannya (Endris: 2013).

Sedangkan berdasarkan tipe makanan (feeding groups) rayap

dikelompokkan menjadi enam kelompok yaitu soil feeder (pemakan mineral tanah

yang berasal dari bahan berselulosa yang telah lapuk), soil/wood interface-feeders

(pemakan kayu yang lapuk), wood feeders (pemakan kayu), litter-foragers (rayap

menjelajahi serasah atau kayu kecil dan membawa ke sarang secara temporer),

Page 6: Bab 1-Daftar Pustaka

6

grass-feeders (pemakan rumput, terutama rumput atau batang tumbuhan bawah)

dan minor feeding groups (kelompok kecil rayap yang terdiri dari pemakan jamur,

alga ataupun lumut kering, pemakan tinja dan rayap yang mencari makan dari

sarang spesies rayap lain) (Biggnel & Eggleton: 2000).

Makanan utama rayap adalah kayu atau bahan yang mengandung selulosa.

Keberadaan rayap sangat penting dalam kelangsungan hidup ekosistem yaitu

sebagai konsumen primer. Rayap sangat berperan dalam siklus beberapa unsur

penting di alam seperti nitrogen dan karbon. Rayap merupakan bagian dari

komponen lingkungan biotik yang memainkan peranan penting dalam biosfer

bumi. Rayap membantu manusia menjaga keseimbangan alam dengan cara

menghancurkan kayu atau bahan organik lainnya dan mengembalikannya sebagai

hara dalam tanah. Namun perubahan kondisi habitat rayap karena aktivitas

manusia seringkali mengubah status rayap menjadi serangga hama yang

merugikan. Bahkan pada saat ini masyarakat lebih mengenal serangga ini sebagai

hama khususnya pada tanaman dan kayu kontruksi bangunan dibandingkan

sabagai pengurai (dekomposer) yang peranannya dalam ekosistem sangat penting

(Nandika et al., 2003).

2.1.1 Morfologi Rayap Kasta Prajurit

Secara umum tubuh rayap memiliki tiga bagian yang terdiri dari kepala,

dada (thoraks), dan abdomen (Gambar 1). Pada bagian kepala biasanya terdiri dari

antenna, mata, mandibula dan kapsul kepala. Rayap memiliki sepasang antena

khusus di kepalanya yang terlihat seperti susunan dari biji-bijian yang saling

terhubung. Antena rayap digunakan sebagai indera pembau (Ogg et al, 2006: 5).

Rayap yang termasuk ordo isoptera memiliki ciri kepala yang prognatik

(prognathous head) yaitu posisi alat mulut searah dengan arah bidang tubuh atau

mengarah kedepan serta memiliki antena yang berbentuk moniliform seperti

manik – manik (Elzinga: 2004). Jumlah segmen antena ini 11 – 31 segmen. Rayap

kasta prajurit prajurit memiliki bentuk mandibular besar atau memiliki nasuti

(Gullan & Cranston 1999). Pada bagian dada (thoraks) rayap terbagi menjadi tiga

segmen dan tiga pasang kaki yang satu sama lain saling berdempetan pada

segmen thoraksnya (Ogg et al, 2006: 5). Tiga segmen tersebut diantaranya

pronotum, mesonotum dan metanotum. Pada bagian setiap bagian segmen thoraks

Page 7: Bab 1-Daftar Pustaka

7

terdapat sepasang kaki yaitu fore leg, middle leg, dan hind leg. Tarsi terdiri dari

tiga sampai dengan lima segmen. Cerci pendek terbagi dalam satu sampai lima

segmen (Gullan & Cranston 1999). Pada bagian abdomen rayap merupakan

tempat sistem pencernaan dan reproduksi.

Gambar 2.1 Morfologi umum rayap kasta prajurit[Sornnuwat et al., 2004]

2.1.2 Faktor Lingkungan

Aktivitas, distribusi, dan pertumbuhan populasi rayap secara umum

dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, dan curah hujan. Perubahan terhadap faktor

tersebut akan berimbas ke perubahan perilaku rayap.

a. Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat berpengaruh terhadap semua makhluk hidup, termasuk rayap.

Dikenal ada beberapa kisaran suhu sebagai berikut: 1) Suhu minimal dan

maksimal, yaitu kisaran suhu terendah atau tertinggi yang dapat mengakibatkan

kematian pada serangga; 2) Suhu hibernasi atau evistasi, yaitu kisaran suhu di

bawah atau di atas suhu optimal yang menyebabkan aktivitas serangga berkurang

(dorman); 3) Kisaran suhu optimum, yaitu 15-380 C. Setiap jenis rayap memiliki

Page 8: Bab 1-Daftar Pustaka

8

toleransi suhu yang berbeda. Contohnya, rayap Neotermes tectonae memiliki suhu

optimum 22-260 C.

Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang akan

mempengaruhi aktivitas dan perilaku rayap. Rayap lebih senang berada di

sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa jenis

rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat terdapat

naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal shadow). Maka dari

itu, antisipasi rayap dalam upaya menyesuaikan dengan perubahan suhu dan

kelembaban dilakukan dengan cara sebagai berikut: Membangun sarang yang

tebal, gudang makanan, dan ruangan lain di sekitar sarang, pengaturan bentuk

sarang, dan mempertahankan kandungan air tanah penyusun sarang. Dengan

upaya tersebut, suhu dan kelembaban lingkungan tempat rayap hidup tetap terjaga

dan terkontrol.

b. Curah Hujan

Curah hujan berpengaruh terhadap koloni rayap dalam membangun

sarang, baik di dalam maupun di permukaan tanah. Pengaruh lainnya adalah

terhadap aktivitas jelajah rayap dan keluarnya laron (alates) dari sarangnya

(swarming) (Prasetiyo & Yusuf, 2005).

2.1.3 Etologi Rayap

Karakteristik perilaku rayap sebagai serangga sosial antara lain

trophallaxis (memberi makan anggota kasta lain), grooming (saling menjilat),

tigmotaksis (bergerombol dan berdesak-desakan), koprofagi (memakan bangkai

anggota koloni) dan kanibalisme (Lee & Wood, 1971; Wilson, 1971). Perilaku

rayap lainnya adalah aktivitas jelajahnya untuk mencari sumber makanan. Jika

kita lihat ke bagian dalam sarang rayap akan ditemui lorong sempit yang

berfungsi sebagai jalan untuk mencari makanannya. Ketika melakukan

penjelajahannya, rayap cenderung akan menyembunyikan diri, tidak senang

dengan cahaya, dan hidup di dalam liang kembara (Nandika, et al., 2003), dan hal

tersebut merupakan satu sifat yang khas dari rayap jika dibandingkan dengan

serangga sosial lainnya yang disebut kriptobiotik (menjauhi cahaya) kecuali kasta

reproduktif pada waktu swarming (penerbangan untuk mencari pasangan sebelum

melakukan kopulasi) (Lee & Wood, 1971; Wilson, 1971).

Page 9: Bab 1-Daftar Pustaka

9

2.1.4 Sistem Kasta

Menurut Lee & Wood (1971) kehidupan rayap secara berkoloni dan

menggunakan sistem kasta yang biasa disebut polimorfisme. Ada tiga kasta dalam

kehidupan rayap yaitu kasta reproduktif, kasta prajurit dan kasta pekerja (gambar:

2). Didalam satu koloni terdiri dari tiga kasta yang memiliki pembagian tugas

yang jelas. Kasta reproduktif memiliki tugas dalam pembentukan dan penyebaran

koloni (Triplehorn & Johnson: 2005).

Rayap kasta prajurit memiliki ciri warna tubuh lebih pucat dan lunak

karena kurang tersklerotisasi, kasta prajurit bertugas untuk menjaga sarang dan

dan anggota koloni dari hewan pengganggu. Sedangkan kasta pekerja bertugas

merawat telur dan nimfa, membuat dan memelihara sarang serta mencari dan

memberi makan seluruh anggota koloni.

a b

c

d

Gambar. 2.2 Kasta Rayap (a) rayap kasta pekerja(b) rayap kasta prajurit (c) rayap kasta reproduksi(d) alates (laron)[http://www.amikoengineering.com]

Page 10: Bab 1-Daftar Pustaka

10

Rayap kasta prajurit memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pekerja,

namun memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, berwarna lebih gelap, tubuh

mengalami elongasi dan kepala tersklerotisasi dengan tipe alat mulut blattoid atau

mandibulata (Lee & Wood: 1971; Wilson: 1971; Triplehorn & Johnson: 2005).

Menurut Borror & Delong (2005) rayap prajurit bertugas menjaga koloni dari

serangan musuh dan juga menjaga pekerja yang mencari makan di sekitar sarang.

Prajurit dibedakan dengan pekerja berdasarkan modifikasi bagian mulut dan

kepala yang mengalami kitinasi yang kuat, biasanya terpigmentasi dan seringkali

lebih besar daripada ukuran kepala kasta yang lain.

2.1.5 Kehidupan Rayap

Koloni rayap dibentuk pertama kali dari sepasang alates (laron) yang

muncul ketika sedang musim kawin. Setelah itu mereka berkopulasi menjadi ratu

dan raja dan menghasilkan telur. Telur berkembang menjadi larva kemudian

berkembang menjadi kasta pekerja dan kasta prajurit. Larva yang lain berkembang

menjadi nimfa yang akan berkembang menjadi laron (gambar: 3).

Gambar 2.3 Siklus hidup rayap[http://www.hgsitebuilder.com]

Pembentukan kasta rayap pada rayap tingkat rendah dipengaruhi oleh

pemberian hormon feromon dasar (primer pheromone) oleh kasta reproduktif

primer, sedangkan pada rayap tingkat tinggi pembentukan kasta rayap dimulai

Page 11: Bab 1-Daftar Pustaka

11

sejak awal atau instar pertama (Pribadi: 2009). Rayap biasanya hidup dihabitat

lembab dan gelap. Didalam hutan biasanya terdapat kumpulan tajuk, ranting

pohon yang berkesinambungan satu sama lain yang biasa disebut tajuk. Tajuk –

tajuk inilah yang membuat kondisi lantai hutan menjadi gelap dan lembab.

2.1.6 Keragaman Rayap

Identifikasi keragaman jenis dapat dilakukan dengan analisis morfologi.

Karakteristik morfologi dari suatu spesies serangga telah dimanfaatkan untuk

pengetahuan taksonomi yang berguna untuk identifikasi, klasifikasi, dan

sistematika serangga. Rayap diklasifikasikan dalam 12 family diantaranya

Cratomastotermitidae, Mastotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae,

Archotermopsidae, Stolotermitidae, Kalotermitidae, Archeorhinotermitidae,

Stylotermitidae, Rhinotermitidae, Serritermitidae, dan Termitidae. Terdapat 3500

jenis rayap didunia (Engel: 2011) dalam laporan penelitiannya Subekti (2004)

menyebutkan bahwa survey mengenai keragaman rayap di berbagai daerah di

Indonesia telah dilakukan dan dilaporkan sekurang-kurangnya terdapat 13 genus

rayap tanah.

2.1.7 Manfaat dan Peranan Rayap

Pada sistem pencernaannya, rayap bersimbiosis dengan mikroorganisme

yang mampu menghasilkan enzim selulose (Tarumingkeng, 2009). Hal ini lah

yang membuat rayap dapat berperan dalam ekosistem sebagai dekomposer yang

dapat menguraikan kayu dan tumbuhan lainnya terutama yang mengandung

selulosa. Selulosa merupakan bahan untuk pembuatan kertas. Maka dari itu

mikroorganisme yang ada didalam usus rayap dapat dimanfaatkan dalam

pembuatan ekstrak selulosa dengan teknik rekombinasi DNA yang dapat

menghasilkan selulosa dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang cepat

dibandingkan dari kayu ataupun bahan lainnya. Selain berperan dalam ekosistem,

rayap dikenal sebagai hama perusak kayu, bangunan kayu dan lainnya yang

menyebabkan rayap perlu dibasmi.

Dalam pengendalian rayap, terdapat cara - cara yang saat ini dikenal

efektif dan aman salah satunya dengan musuh alami rayap. Ada tiga kelompok

yang menjadi musuh alami rayap yaitu predator, parasit, dan patogen. Dalam

Page 12: Bab 1-Daftar Pustaka

12

siklus hidupnya, ketika laron (alates) terbang keluar sarang merupakan saat yang

rentan diserang predator dan parasit. Predator yang menyerang laron ketika

terbang di antaranya burung pemakan serangga, kelelawar pemakan serangga, dan

capung. Selain itu, pemangsa lainnya berupa katak dan ikan. Ketika laron berada

di permukaan tanah serangan predator lainnya seperti semut, kumbang,

kalajengking, dan laba-laba. Semut merupakan predator yang cukup ganas

menyerang rayap hingga ke dalam sarang rayap. Predator rayap juga bisa berupa

mamalia besar seperti trenggiling, tupai, landak, dan beruang yang mampu

membongkar sarang rayap (Nandika, et al, 2003).

Pearce (1997) juga mengungkapkan bahwa nematoda entomopatogen

merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan rayap tanah tanpa

menimbulkan dampak negatif pada musuh alami serangga hama, lingkungan dan

tidak meracuni manusia dan vertebarata. Saat ini beberapa contoh nematoda yang

dapat digunakan untuk mengendalikan rayap seperti Heterorhapditis

bacteriophora, Steinernema carpocapsae, dan Steinernema riobravis. Selain itu

jamur entomopatogen juga dapat menjadi alternatif lain dalam pengendalian rayap

tanah. Menurut Indria, et al (2013) terdapat beberapa jamur entomopatogen yang

berhasil di isolasi dari usus rayap Coptotermes curvignathus diantaranya dari

genus Aspergillus yaitu A. niger dan A. fumigatus dan genus Pennicilium yaitu P.

expansum. Jamur entomopatogen dari genus Aspergillus merupakan jamur

saprofit yang dapat menginfeksi serangga pada rentangan jenis yang luas.

2.2 Taman Nasional Ujung Kulon (Pulau Handeuleum)

2.2.1 Sejarah Kawasan

Status TNUK beberapa kali mengalami perubahan dari kawasan suaka

alam, kawasan suaka margasatwa hingga akhirnya menjadi kawasan pelestarian

alam hingga berbentuk taman nasional. Pada tahun 1846 kekayaan alam dan

keanekaragaman flora dan fauna Ujung Kulon untuk pertama kalinya dikenalkan

oleh F. Junghun yang merupakan seorang ahli botani berkebangsaan Jerman.

Kemudian Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Kawasan Suaka Alam

Krakatau yang terletak di Selat Sunda berdasarkan Staatblaad Van Netherlandsch

– Indie Nomor : 83 Tahun 1919 Tanggal 11 Juli 1919. Selanjutnya pada tahun

Page 13: Bab 1-Daftar Pustaka

13

1921 Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah

Hindia Belanda sebagai Kawasan Suaka Alam melalui SK Pemerintah Hindia

Belanda Nomor : 60 tanggal 16 November 1921 atas rekomendasi Perhimpunan

The Netherlands Indies Society for The Protectin of Nature (BTNUK: 2013).

TNUK merupakan salah satu kawasan Pelestarian Alam yang memiliki

predikat “Natural World Heritage Site” atau warisan alam dunia yang dapat

memberikan manfaat langsung dan tidak langsung antara lain sebagai sumber

plasma nutfah bagi kepentingan budidaya tumbuhan dan satwa, sumber bahan

obat-obatan, wahana pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, pariwisata

alam, perlindungan tata air dan pengaturan iklim.

Secara administratif, TNUK terletak di Kabupaten Pandeglang, Propinsi

Banten dengan luas wilayah 122.956 Ha, yang terdiri atas 78.619 Ha daratan dan

44.337 Ha perairan laut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: 284/Kpts-

II/1992 tanggal 26 Februari 1992. Wilayah ini ditetapkan menjadi taman nasional

dan wilayah pengelolaannya meliputi Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan,

Pulau Peucang, Pulau Handeuleum dan Gunung Honje. Berdasarkan Keputusan

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor. SK.100/IV-

SET/2011 tentang Zonasi Taman Nasional Ujung Kulon, wilayah Pulau

Handeuleum terbagi atas zona rimba, zona pemanfaatan dan zona perlindungan

bahari (BTNUK: 2013). Pulau Handeuleum merupakan pulau karang dengan luas

yang terbentuk oleh sedimentasi ombak selat sunda dengan lapisan tanah berpasir

diantara gugusan pulau-pulau karang lainnya seperti Pulau Boboko, Pulau

Kalong, Pulau Reungit dan Pulau Handeuleum Tengah yang membentuk

kepulauan Handeuleum. Berikut penjelasan mengenai zona yang terdapat di pulau

Handeuleum.

- Zona rimba

Zona rimba adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan

potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona

pemanfaatan. Zona rimba pulau Handeuleum seluas 30,50 Ha dari total luas pulau

± 45,50 Ha. Berdasarkan zonasi Taman Nasional Ujung Kulon, fungsi peruntukan

zona rimba kawasan Taman Nasional Ujung Kulon adalah tempat untuk penelitian

tanaman budidaya seperti tanaman obat-obatan, tanaman keras dan lain-lain,

Page 14: Bab 1-Daftar Pustaka

14

tempat kegiatan pelatihan kader konservasi, tempat pembinaan habitat satwa, dan

tempat rekreasi.

- Zona pemanfaatan

Zona pemanfaatan adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan

potensial, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan

kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona pemanfaatan di pulau Handeuleum seluas

15 ha, dari luas total pulau Handeuleum seluas ± 45,50 ha. Berdasarkan zonasi

Taman Nasional Ujung Kulon, fungsi peruntukan zona pemanfaatan di Taman

Nasional Ujung Kulon adalah pengembangan pariwisata alam dan pusat rekreasi,

lokasi bumi perkemahan, pendidikan konservasi alam, pusat penelitian dan

pengembangan primata, lahan arboretum tanaman langka dan obat-obatan,

menunjang kepentingan budidaya, dan menunjang kepentingan pelayaran nelayan

tradisional dan internasional.

- Zona perlindungan bahari

Zona ini merupakan zona rimba yang berada diwilayah perairan laut.

Bagian ini karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan

pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. Zona ini meliputi perairan yang

mengelilingi Pulau Handeuleum (BTNUK: 2013 ).

2.2.2 Letak dan Luas

Berdasarkan data dari BTNUK (2013) secara geografi Pulau Handeuleum

terletak diantara 060 44’ 52” – 060 45’ 16” lintang selatan dan 1050 25’ 04” – 1050

25’ 34” bujur timur. Berdasarkan wilayah kerja pengelolaan, Pulau Handeuleum

masuk kedalam wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional wilayah II

Handeuleum. Sedangkan secara administratif pemerintahan, Pulau Handeuleum

masuk ke dalam wilayah Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi

Banten dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah utara: Perairan Selat

Handeuleum, sebelah selatan: Perairan utara Semenanjung Ujung Kulon, sebelah

barat: Perairan utara Semenanjung Ujung Kulon dan sebelah timur: Perairan

Teluk Selamat Datang. Pulau Handeuleum merupakan pulau seluas ± 45,50 ha

diantara pulau-pulau karang kecil yang membentuk gugusan kepulauan

Handeuleum (± 220 ha) di sisi sebelah barat teluk Selamat Datang.

Page 15: Bab 1-Daftar Pustaka

15

2.2.3 Iklim dan Topografi

TN. Ujung Kulon secara umum memiliki intensitas radiasi surya 0,621 -

0,669 cl/cm2/ml. Pulau Handeuleum mempunyai tipe iklim B dengan nilai Q =

20,4. Klasifikasi iklim ini berdasarkan Schmidt & Ferguson yaitu dengan

temperatur rata-rata 320 C, curah hujan rata-rata 3.249 mm per tahun dan

kelembaban 80% – 90%. Pulau Handeuleum relatif datar (flat). Berdasarkan

topografinya, Pulau Handeuleum mempunyai topografi yang landai dengan

ketinggian tidak lebih dari 10 meter dpl (BTNUK: 2013).

2.2.4 Tanah dan Geologi

Bagian tengah dan timur semenanjung Ujung Kulon terdiri dari formasi

batu kapur miosen yang tertutupi endapan aluvial di bagian utara dan endapan

pasir di bagian selatan. Deretan Gunung Payung dari endapan batuan miosen,

sedangkan deretan pegunungan Honje dari batuan kapur dan tanah liat. Geologi di

sekitar kawasan TNUK umumnya tidak jauh berbeda dengan Gunung Honje.

Pulau Handeuleum merupakan pulau karang dengan lapisan tanah berpasir. Secara

umum, keadaan tanah di wilayah Semenanjung Ujung Kulon dan sekitarnya telah

mengalami modifikasi lokal yang ekstensif mengiringi terjadinya endapan gunung

berapi selama letusan Gunung Krakatau tahun 1883 (Hommel, 1987).

Berdasarkan peta tanah dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah

XI Jawa dan Madura, jenis tanah di Pulau Handeuleum adalah aluvial, planosol,

dan podsolik (BTNUK: 2013).

2.3 Subkonsep Insekta di SMA

Dalam Kurikulum 2013 mata pelajaran biologi materi insekta diajarkan

pada siswa kelas X semester 2 (genap) pada konsep Invertebrata. Seperti yang

tertera didalam silabus kegiatan pembelajaran biologi (Lampiran 1) dan pada

materi pokok subkonsep Insekta, yang termaktub dalam Kompetensi Inti 3 seperti

memahami, menerapkan, menaganalisis pengetahuan faktual, konseptual,

prosedural berdasarkan ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni,

budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,

kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta

menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai

Page 16: Bab 1-Daftar Pustaka

16

dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah dan materi terdapat

didalam Kompetensi Dasar 3.8 yaitu menerapkan prinsip klasifikasi untuk

menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan pengamatan anatomi dan

morfologi serta mengaitkan peranannya dalam kehidupan.

Dalam silabus mata pelajaran biologi SMA pada Kurikulum 2013

(lampiran 3) materi subkonsep Insekta yang dapat diajarkan di sekolah tentang

klasifikasi, ciri – ciri, struktur tubuh, contoh anggota dari setiap ordo, dan peran

kelas insekta dapat dijabarkan kedalam beberapa indikator seperti

mendeskripsikan ciri umum hewan kelas insekta berdasarkan pengamatan,

reproduksi dan habitat kelas insekta, menggambarkan ciri – ciri khusus

(morfologi) tiap kelas insekta, dan klasifikasinya berdasarkan hasil pengamatan

serta menjelaskan peran kelas insekta dalam ekosistem, ekonomi dan

pengembangan ilmu pengetahuan di masa datang. Berdasarkan silabus mata

pelajaran biologi SMA pada Kurikulum 2013, maka konsep yang dapat diajarkan

di SMA sebagai berikut:

- Ciri – Ciri Kelas Insekta (Serangga)

Tubuh serangga terbagi atas 3 bagian yaitu kepala (caput), dada (thoraks),

dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat 1 pasang antenna dan pada

bagian dada terdapat 3 pasang kaki biasanya terdapat 1 atau 2 pasang sayap pada

tingkat dewasa. Pernapasan serangga menggunakan sistem trakea, sedangkan

sistem peredaran darahnya terbuka karena tidak terdapat pembuluh – pembuluh

balik dan kapiler. Alat ekskresi serangga berupa saluran malpighi yang terbuka ke

bagian depan dari usus belakang. Sistem saraf serangga terdiri dari ganglion supra

esophagus atau dua buah otak phageal connectivies dan ganglion di bawah

esophagus yang kesemua bagiannya terletak di bagian kepala (Rusyana, 2011:

152-157).

Selanjutnya, sistem reproduksi serangga terdiri dari alat reproduksi jantan

dan alat reproduksi betina. Alat reproduksi jantan terdiri dari dua buah testis,

dimana testis ini befungsi sebagai tempat spermatozoa berkembang. Masing –

masing testis dihubungkan oleh vas deferens yang akan bersatu membentuk

saluran ejakulasi terbuka kepermukaan dorsal dari bagian subgenital. Sedangkan

Page 17: Bab 1-Daftar Pustaka

17

alat reproduksi betina terdiri dari dua buah ovarium yang tersusun atas sejumlah

tabung – tabung telur yang disebut ovarioles (Rusyana, 2011: 158).

- Klasifikasi Pada Kelas Insekta

Berdasarkan Jumar (2000: 9) kelas Insekta adalah salah satu dari kelas

yang ada di subfilum Mandibulata. Insekta memiliki 29 ordo (lampiran 2). Selain

itu, Insekta memiliki 2 subkelas yaitu subkelas Pterygota dan Apterygota.

Subkelas Pterygota merupakan subkelas yang anggotanya bersayap seperti ordo

Isoptera (rayap) dan ordo Diptera (nyamuk). Sedangkan subkelas Apterygota

merupakan kelompok serangga yang tidak bersayap contohnya ordo Thysanura

(kutu buku) (Rusyana, 2011: 153).

- Struktur Tubuh / Morfologi Insekta (Serangga)

Tubuh serangga beruas – beruas yang terbagi atas tiga bagian yaitu kepala

(caput), dada (thoraks), dan perut (abdomen). Pada bagian kepala terdapat alat –

alat untuk memasukkan makanan, mata majemuk (mata faset), mata tunggal

(oselli) yang tidak dimiliki oleh beberapa serangga, serta sepasang antenna.

Thoraks terdiri dari tiga ruas yang berturut – turut dari depan yaitu prothoraks,

mesothoraks, dan metathoraks. Ruas tubuh serangga sebanyak 20 ruas, 6 ruas

untuk membentuk kepala, 3 ruas membentuk thoraks dan 11 ruas membentuk

abdomen. Tubuh serangga ditopang oleh pengerasan dinding tubuh yang

berfungsi sebagai kerangka luar (eksoskeleton). Proses pengerasan tubuh tersebut

dinamakan skelerotisasi (Jumar, 2000: 8)

- Peranan Serangga Dalam Kehidupan

Secara garis besar peranan serangga dalam kehidupan manusia ada dua,

yakni menguntungkan dan merugikan. Adapun peranan serangga yang

menguntungkan (berguna) antara lain: serangga sebagai penyerbuk tanaman

contohnya kupu - kupu, serangga sebagai pengahasil produk (seperti madu, lilin,

sutra, bahan lac dan lain - lain) contohnya ulat sutra (sutra) dan lebah (madu),

serangga yang bersifat entomofagus (predator dan parasitoid), serangga pemakan

bahan organik, serangga pemakan gulma, serangga sebagai bahan penelitian.

Sedangkan peranan serangga yang merugikan (merusak) antara lain: serangga

perusak tanaman dilapangan, baik buah, daun, ranting, cabang, batang akar,

maupun bunga, serangga perusak produk dalam simpanan (hama gudang), dan

Page 18: Bab 1-Daftar Pustaka

18

serangga sebagai vector penyakit tanaman, hewan, maupun manusia (Jumar,

2000: 5).

2.4 Bahan Ajar

Dalam DEPDIKNAS (2008) telah disebutkan bahwa bahan ajar

merupakan bagian dari sumber belajar. Bahan ajar merupakan seperangkat materi

yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan/suasana yang

memungkinkan siswa untuk belajar. Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup

antara lain : petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), kompetensi yang akan

dicapai, kontent atau isi materi pembelajaran, informasi pendukung, latihan-

latihan, petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK), evaluasi, respon atau

balikan terhadap hasil evaluasi. Hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) atau student work sheet yang merupakan bahan

ajar yang dapat digunakan siswa dalam memahami pelajaran.

LKS merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan

oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah

untuk menyelesaikan suatu tugas. Suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar

kegiatan harus jelas KD yang akan dicapainya. Begitu juga yang diungkapkan

Majid (2005: 174) Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) merupakan salah

satu bahan ajar cetak yang dapat digunakan untuk membantu guru/instruktor

dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. LKS adalah lembaran – lembaran

berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar kegiatan biasanya

berupa petujuk, langkah – langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Selain itu

tugas yang yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi

dasar yang akan dicapainya.

LKS berfungsi untuk meminimalkan peran pendidik dan mengaktifkan

peran peserta didik, mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang

diberikan dan kaya akan tugas untuk berlatih (Prastowo, 2011: 40). Lembar

kegiatan dapat digunakan untuk mata pembelajaran apa saja. Tugas-tugas sebuah

lembar kegiatan tidak akan dapat dikerjakan oleh peserta didik secara baik apabila

tidak dilengkapi dengan buku lain atau referensi lain yang terkait dengan materi

tugasnya. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat berupa teoritis

Page 19: Bab 1-Daftar Pustaka

19

dan atau tugas-tugas praktis. Dengan adanya lembar kerja ini dapat memudahkan

siswa dalam mempelajari dan memahami suatu tugas tertulis secara mandiri.

Berdasarkan bentuknya, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat

kategori, yaitu bahan cetak (printed), bahan ajar dengar (audio), bahan ajar

pandang dengar (audiovisual) dan bahan ajar interaktif (interactive teaching

material) (Prastowo, 2011: 40). LKS termasuk kedalam bahan ajar cetak selain

modul, handout, buku, poster, brosur, dan leaflet. Bahan cetak merupakan bahan

yang disiapkan dan disajikan dalam bentuk tulisan yang dapat berfungsi untuk

pembelajaran dan penyampaian informasi. Bahan ajar cetak yang tersusun secara

baik akan memberikan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh

Steffen Peter Ballstaedt, 1994 yaitu:

a. Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan bagi

seorang guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang

sedang dipelajari.

b. Biaya untuk pengadaannya relatif sedikit.

c. Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dipindah-pindah secara mudah.

d. Susunannya menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu.

e. Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca di mana saja.

f. Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan

aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa

g. Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar.

h. Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri (DEPDIKNAS, 2008: 11-12)

Dalam menentukan bahan ajar tersebut layak digunakan oleh siswa atau

tidak (diproduksi secara massal), bahan ajar tersebut harus melalui berbagai tahap

pengujian diantaranya uji ahli (validasi produk), uji coba terbatas, dan uji

lapangan. Validasi produk (uji ahli) dapat dilakukan dengan cara menghadirkan

beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai LKS

yang dirancang tersebut. Setelah LKS divalidasi melalui melalui diskusi dengan

pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya.

Kelemahan tersebut selanjutnya dikurangi dengan memperbaiki desain. Desain

produk yang sudah dibuat selanjutnya di uji coba. Setelah pengujian berhasil

selanjutnya LKS dapat digunakan untuk lingkup yang luas (uji lapangan). Setelah

Page 20: Bab 1-Daftar Pustaka

20

direvisi kembali dan pembuatan produksi massal dilakukan maka produk yang

telah di lakukan validasi produk (uji ahli), uji coba terbatas dan uji lapangan

dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi massal (Sugiyono, 2009: 298-311).

Dalam penelitian ini, LKS yang dibuat dari hasil penelitian hanya di uji ahli saja.

Menurut Rohani (1997: 112) pemilihan sumber belajar tersebut didasarkan

atas beberapa kriteria yaitu ekonomis, praktis dan sederhana, mudah diperoleh,

bersifat fleksibel (luwes), dan komponen – komponennya sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanti (2013) tentang

deskripsi dan identifikasi rayap implementasi penelitian nya dituangkan dalam e-

book interaktif. Hasil penelitian Dwiyanti yang dilakukan di Taman Nasional

Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) Kalimantan di daerah penyangga dan hutan

primer yaitu teridentifikasi 14 genus. 5 genus di daerah penyangga diantaranya

Macrotermes, Hypotermes, Microcerotermes, Nasutitermes, dan Bulbitermes,

sedangkan pada hutan primer ditemukan 11 genus Hypotermes,Amitermes,

Termes, Discupiditermes, Pericarpitermes, Angulitermes, Bulbitermes,

Hospitalitermes, Aciculitermes, Lacessititermes, Reticulitermes. Penelitian

tentang rayap juga dilakukan oleh Rini (2007) di Wilayah Pusat Penelitian dan

Teknologi (Puspitek), Serpong Banten teridentifikasi 2 jenis rayap yaitu

Macrotermes gilvus (Haviland) dan Nasutitermes javanicus (Holmgren).

Page 21: Bab 1-Daftar Pustaka

21

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2014.

Pengamatan rayap dilakukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon,

Pandeglang Banten (lampiran 3). Identifikasi dilakukan di laboratorium

Pendidikan Biologi FKIP Untirta dan hasil identifikasi diverifikasi di

Laboratorium Entomologi Institut Teknologi Bandung.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini yaitu rayap yang berada di Pulau Handeuleum

Taman Nasional Ujung Kulon. Sedangkan sampelnya diambil rayap dari zona

pemanfaatan dan zona rimba yang terletak di area pulau Handeuleum. Zona

pemanfaatan merupakan area seluas 15 ha, di area ini terdapat ruang terbuka, jalan

setapak, serta sarana pengelolaan milik TNUK seperti resort, kantor petugas,

kebun. Sedangkan zona rimba merupakan zona yang didominasi oleh hutan tropis

dataran rendah. 2 zona tersebut merupakan zona yang berbeda dilihat dari

komposisi vegetasinya.

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul kecil, kapak

kecil, pinset, nampan plastik, botol spesimen, meteran, kuas kecil, kamera digital,

GPS sebagai petunjuk arah, higrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan,

soil tester untuk mengukur pH tanah dan mikroskop stereo digunakan untuk

identifikasi rayap dilaboratorium dengan perbesaran hingga 20x. Sedangkan

bahan yang digunakan yaitu rayap kasta prajurit, sampel tanah, alcohol 70% dan

kertas label.

3.4 Cara Kerja

3.4.1 Penentuan Lokasi

Pengambilan sampel dilakukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional

Ujung Kulon yang merupakan salah satu pulau di Taman Nasional Ujung Kulon.

Pengambilan sampel rayap dilakukan di dua zona yang ada di Pulau Handeuleum

Page 22: Bab 1-Daftar Pustaka

22

yaitu zona pemanfaatan dan zona rimba (lampiran: 4). Untuk zona pemanfaatan

ini kondisi topografi di area ini datar dan didominasi oleh hutan pantai berupa

tumbuhan dari jenis nyamplung, serta hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung

dan kelapa. Sedangkan zona rimba topografinya juga datar didominasi pohon

nyamplung, cantigi, waru lot, dan ketapang. Selain itu, pada formasi tegakan

hujan tropis dataran rendah didominasi oleh kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur.

Zona rimba ini tepatnya dikelilingi zona perlindungan bahari. Semua wilayah

yang ditemukan sarang rayap atau habitat rayap di lakukan pengambilan sampel.

Pada setiap wilayah dibuat satu buah transek.

3.4.2 Pengambilan Sampel

Sebelum pengambilan sampel terlebih dahulu dilakukan pengukuran

parameter lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan pengambilan sampel tanah

untuk di ukur pH tanah nya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

metode transek. Transek ini masing – masing akan ditempatkan pada dua zona

dengan ukuran 100 m yang terdiri dari 20 bagian masing – masing 5x2 m

(gambar:4). Apabila ditemukan rayap ditanah maka digali dengan ukuran 12 cm

dengan kedalaman 10 cm. Selain itu rayap juga dapat ditemukan di kayu mati,

gundukan tanah, maupun diatas pohon (Jones & Eggleton: 2000).

Gambar 3.1 Desain Standar Transek Rayap(Jones & Eggleton, 2000)

Dikarenakan suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap vegetasi yang

akan mempengaruhi aktivitas dan perilaku rayap. Rayap lebih senang berada di

sarangnya pada tengah hari sampai awal sore hari. Namun, ada beberapa jenis

rayap yang mampu beraktivitas pada waktu tersebut dengan syarat terdapat

naungan besar yang bisa menciptakan suhu optimal (thermal shadow). Maka

penelitian dilakukan dari pagi hingga sore hari.

5 m

100 m

2m

Page 23: Bab 1-Daftar Pustaka

23

3.4.3 Identifikasi Rayap Kasta Prajurit

Identifikasi rayap menggunakan rayap kasta prajurit. Rayap yang dikoleksi

dimasukkan dalam botol spesimen yang berisi alkohol 70% dan diberi label

(nomor botol, nomor koloni, dan lokasi sarang). Pada proses identifikasi,

morfologi rayap diamati menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran

hingga 20x. Pada tingkat famili identifikasi rayap kasta prajurit dilakukan secara

deskiriptif berdasarkan karakter tubuh rayap seperti fontanel, mandibula, dan

pronotum. Pada tingkat genus karakter yang diamati yaitu gigi tepi mandibula,

bentuk labrum, mesonotum, metanotum, antenna, dan pola warna kepala.

Sedangkan pada tingkat spesies menggunakan pengukuran dari beberapa karakter

yaitu untuk tipe mandibulat terdapat enam karakter yang diukur (dalam mm)

kepala (lebar; panjang), mandibula (panjang kepala; panjang mandibula),

pronotum (panjang tersempit; panjang terlebar), mesonotum dan metanotum

(lebar), postmentum (nilai terendah dari lebar; nilai tertinggi dari lebar).

Sedangkan pada tipe nasuti: kepala (lebar; panjang), nasut (panjang kepala;

panjang nasut), dan pronotum (lebar pronotum). Identifikasi rayap mengacu pada

Ahmad, 1965; Engel, 2011; Tho, 1992; Sornnuwat, et al 2004; Syaukani, 2013.

3.5 Analisis Data

Untuk menghitung keanekaragaman rayap di Pulau Handeuleum TNUK

menggunakan Indeks Shannon-Wiener dengan rumus:

iiii PP

N

n

N

nH loglog'

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) adalah

sebagai berikut:

H’< 1 : keanekaragaman rendah

1<H’≤3 : keanekaragaman sedang

H’> 3 : keanekaragaman tinggi

Page 24: Bab 1-Daftar Pustaka

24

3.6 Implementasi Hasil Penelitian Dalam Bidang Pendidikan

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan ajar alternatif siswa SMA

kelas X yang disajikan dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dapat

digunakan dalam pembelajaran dikelas pada subkonsep Insekta yang tercantum

pada Kompetensi Dasar 3.8 yaitu menerapkan prinsip klasifikasi untuk

menggolongkan hewan ke dalam filum berdasarkan pengamatan anatomi dan

morfologi serta mengaitkan peranannya dalam kehidupan yang tercantum pada

Kompetensi Inti 3 yaitu memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan

faktual, konseptual, prosedural berdasarkan ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora sesuai dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan dan peradaban terkait penyebab fenomena

dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang

spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

LKS ini dapat dikatakan layak jika melalui tiga tahap yaitu uji ahli

(validasi produk), uji coba terbatas dan uji lapangan. Dalam penelitian ini hanya

dilakukan uji ahli, uji coba terbatas dan uji lapangan tidak dilakukan. Lembar

Kegiatan Siswa ini telah dilakukan evaluasi oleh beberapa ahli diantaranya 1

dosen ahli materi dan 3 guru SMA dengan cara mengisi lembar evaluasi

instrument (lampiran 5) untuk memberikan penilaian. Aspek yang dinilai yaitu

aspek kelayakan isi, bahasa, sajian dan kegrafisan yang diuraikan menjadi 19

kriteria (Depdiknas, 2008). Setelah itu, hasil evaluasi LKS dihitung sebagai

berikut:

1. Jumlah skor kriterium dihitung dengan rumus berikut:

R xi xSTkriteriumskorJumlah

[Modifikasi: Riduwan, 2011: 22]

Keterangan:

ST = skor tertinggi tiap item

= jumlah item

= jumlah responden

Page 25: Bab 1-Daftar Pustaka

25

2. Kriteria hasil evaluasi LKS dihitung dengan rumus berikut:

x100%kriteriumskorJumlah

datanpengumpulahasilSkorevaluasihasilKriteria

[Modifikasi: Riduwan, 2011: 22]

Kriteria:

0% – 20% = LKS sangat tidak baik

21% – 40% = LKS tidak baik

41% – 60% = LKS cukup baik

61% – 80% = LKS baik

81% – 100% = LKS sangat baik

Page 26: Bab 1-Daftar Pustaka

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Alam Pulau Handeuleum TNUK

Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon Provinsi Banten ini

terletak di selat Sunda diujung pulau Jawa. Pulau Handeuleum memiliki luas 45

ha yang terdiri dari 30 ha zona rimba dan 15 ha zona pemanfaatan. Untuk

mencapai pulau ini, melalui jalan darat dari Kota Serang menuju Desa Taman

Jaya Kecamatan Sumur dengan jarak tempuh ± 150 Km dalam waktu ± 6 jam.

Kemudian dilanjutkan dengan jalur laut dari Desa Taman Jaya menuju Pulau

Handeuleum menggunakan speed boat milik BTNUK selama 1-2 jam.

A

B

Gambar 4.1 Lokasi penelitian zona pemanfaatan;A. Hutan pada zona pemanfaatan B. Beberapabangunan yang ada diarea terbuka zonapemanfaatan

Page 27: Bab 1-Daftar Pustaka

27

Kondisi zona pemanfaatan didominasi oleh hutan pantai berupa tumbuhan

dari jenis nyamplung, hutan hujan tropis seperti kigeunteul, kitanjung dan kelapa

dengan kerapatan vegetasi sedang hingga jarang serta topografinya datar. Selain

jenis pohon lain yang ditemukan dizona pemanfaatan seperti kiara, turubtomo,

cantigi, dan lampeni. Zona ini terletak pada ketinggian 16-31 mdpl yang terdiri

dari ruang terbuka, jalan setapak, hutan pantai dan hutan hujan tropis serta sarana

pengelolaan milik TNUK seperti resort, kantor petugas, kebun. Zona ini

didominasi dengan ruang terbuka dengan kisaran suhu 29o-33oC dan kisaran

kelembapan 78-100%. Pada zona pemanfaatan di temukan 38 titik sampel rayap

dari 5 transek yang dibuat (Lampiran: 6)

A

B

Gambar 4.2 Lokasi penelitian zona rimba ; A. hutan hujantropis dataran rendah zona rimba ; B. hutan pantai zonarimba

Page 28: Bab 1-Daftar Pustaka

28

Sedangkan zona rimba terletak pada ketinggian 32-41 mdpl dengan

topografi datar didominasi pohon nyamplung, cantigi, waru lot, dan ketapang.

Selain itu, pada formasi tegakan hujan tropis dataran rendah didominasi oleh

kiara, kidahu, kitanjung, dan bayur. Selain itu juga ditemukan pohon jenis lain

seperti cipare, lame peucang, cerlang, kibau, kayu mini, merbo, turub tomo,

kanyere, kigetah, kibatok, dan malapari. Pada zona rimba ditemukan 55 titik

sampel dari 10 transek yang dibuat (Lampiran 6). Zona rimba terdiri dari hutan

hujan tropis dan hutan pantai yang masih alami dimana masih banyak sekali

ditemukan pohon-pohon dengan ukuran besar baik yang masih hidup maupun

yang sudah lapuk. Kondisi ini semakin mendukung kehidupan rayap dengan

kisaran suhu 27o-34oC dan kisaran kelembapan 61-100%.

Tabel 4.1 Faktor Abiotik Di Dua Zona Lokasi Penelitian

Faktor LingkunganZona

Pemanfaatan Rimba Kisaran suhu

optimum

rayap 150-

380C

Kisaran suhu 29o-33o C 27o-34oC

Kisaran kelembapan 78-100% 61-100%

Ketinggian (Topografi) 16-31 mdpl 32-41 mdpl

Selain dipengaruhi oleh faktor abiotik, faktor biotik ikut mempengaruhi

kehidupan rayap. Pengamatan faktor biotik ini penting, mengingat kehidupan

rayap tidak hanya dipengaruhi oleh faktor abiotik saja namun faktor biotik ini juga

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rayap. Biasan ya faktor biotik ini dapat

teramati dari ada tidaknya musuh alami dari kelompok hewan tersebut. Pada

kehidupaan rayap ada tiga kelompok musuh alami yaitu predator, parasit dan

patogen. Predator rayap seperti semut, kumbang, kalajengking dan laba-laba. Ada

juga beberapa jenis patogen yang dapat membunuh rayap yang disebut

entomopatogen. Menurut Indria (2013) entomopatogen rayap diantaranya jamur

patogenik seperti dari kelompok Aspergilus yaitu A. niger dan A. fumigatus dan

genus Pennicilium yaitu P. expansum.

Dilokasi penelitian ditemukan beberapa musuh alami dari rayap seperti

semut dan laba-laba (tabel 4.2). Hampir semua titik pengambilan sampel

Page 29: Bab 1-Daftar Pustaka

29

ditemukan adanya semut, baik semut berwarna merah maupun semut berwarna

hitam dengan ukuran yang bervariasi (lampiran: 7). Selain itu ditemukan juga

rayap yang diselimuti hifa yang berarti rayap ini terinfeksi jamur. Namun tidak

diketahui jamur jenis apa yang menginfeksi rayap tersebut dikarenakan tidak

diteliti secara lanjut.

Tabel 4.2 Faktor Biotik Di Dua Zona Lokasi Penelitian

Musuh alami Zona

Pemanfaatan Rimba

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Predator

- Semut

- Laba-laba - - - - - - - - - - - -

Parasit - - - - - - - - - - - - - - -

Patogen - - - - - - - - - - - - -

Keterangan: 1=transek 1, 2= transek 2 dan seterusnya; =ditemukan; - = tidak

ditemukan.

4.2 Komposisi Rayap Kasta Prajurit yang Terdapat Di Zona Pemanfaatan

dan Zona Rimba

4.2.1 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan Pada Zona Pemanfaatan dan

Zona Rimba

Total jenis rayap kasta prajurit yang ditemukan di kedua zona yaitu 15

jenis yang didominasi oleh genus Nasutitermes sebanyak 10 jenis (tabel 4.3). Dan

dilihat dari lokasi pengambilan sampel, 9 jenis rayap di temukan lokasi penelitian

zona pemanfaatan dan 10 jenis ditemukan dizona rimba (tabel 3), jumlahnya lebih

sedikit dari zona rimba.

Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya kondisi alam

terbuka yang pada zona pemanfaatan memiliki intensitas cahaya lebih banyak

dibandingkan di zona rimba. Perbedaan ini tidak begitu signifikan diantara

Page 30: Bab 1-Daftar Pustaka

30

keduanya. Dikarenakan ada juga jalan setapak yang terdapat di zona rimba dan

banyaknya pohon-pohon hutan pantai yang mendominasi dipinggiran pulau pada

zona ini yang tidak menutupi lantai hutan secara keseluruhan, dengan demikian

dapat mengakibatkan banyaknya cahaya yang masuk kedalam lantai hutan.

Intensitas cahaya inilah yang dapat mempengaruhi jumlah rayap yang ada di

kawasan tersebut. Hal ini berhubungan dengan salah satu sifat rayap, yaitu

kriptobiotik. Tarumingkeng (2009:5) menjelaskan bahwa sifat ini menyebabkan

rayap ingin selalu menyembunyikan diri dan menjauhi cahaya. Akibatnya rayap

akan sulit ditemukan di daerah dengan intensitas cahaya yang tinggi. Rayap akan

bersembunyi di tempat gelap dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan

terbuka, mereka membentuk pipa pelindung atau lorong kembara. Tetapi tidak

semua rayap menjahui cahaya, menurut Lee & Wood (1971) ada rayap yang

membutuhkan cahaya pada waktu swarming (penerbangan untuk mencari

pasangan sebelum melakukan kopulasi) yaitu kasta reproduktif.

Tabel 4.3 Data seluruh rayap kasta prajurit yang ditemukan di dua zona

pengambilan sampel di Pulau Handeuleum TNUK.

Jenis Genus ZonaPemanfaatan

ZonaRimba

Subfamili Famili

Nasutitermesmatangensis

Nasutitermes Nasutitermitinae Termitidae

Nasutitermesroboratus

Nasutitermeshavilandi

-

Nasutitermes sp.1 - Nasutitermes sp.2 -Nasutitermes sp.3 -Nasutitermes sp.4 -Nasutitermes sp.5 Nasutitermes sp.6 - Nasutitermes sp.7 - Longipeditermes sp. Longipeditermes - Ancistrotermespakistanicus

Microtermes - Macrotermitinae

Macrotermes gilvus Macrotermes Macrotermes ahmadi -Coptotermes sp. Coptotermes - Coptotermitinae Rhinotermitidae

Keterangan: (=ditemukan; - = tidak ditemukan)

Page 31: Bab 1-Daftar Pustaka

31

Selain itu, adanya aktifitas manusia baik petugas maupun pengunjung

yang berpusat di zona pemanfaatan, sedikit mengganggu kehidupan rayap.

Dikawasan ini rayap ditemukan di kayu mati, batang kayu mati, batang pohon,

ranting pohon, serasah, gundukan tanah, dan dibangunan dekat resort. Jenis –

jenis yang sama yang ditemukan di kedua zona ini tergolong kedalam genus

Nasutitermes dan Macrotermes dengan jumlah 4 jenis rayap yang terdiri dari jenis

Nasutitermes matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes sp.7 dan

Macrotermes gilvus.

a. Genus Nasutitermes

Secara umum karakteristik rayap kasta prajurit genus Nasutitermes ini

kapsul kepala berwarna kuning merah hingga merah kecoklatan dan nasut

berwarna cokelat kemerahan. Pronotum berwarna cokelat pucat. Abdomen, kaki,

dan antena memiliki warna cokelat keputihan. Pada kapsul kepala tidak terjadi

penyempitan, tetapi pada kedua sisi kepala terdapat tonjolan dan nasut berbentuk

meruncing. Genus ini memiliki bentuk dan ukuran kapsul kepala yang sangat

bervariasi. Ditemukan 3 jenis dari genus Nasutitermes pada kedua zona

diantaranya Nasutitermes matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes

sp.7.

Nasutitermes matangensis

N. matangensis memiliki ciri-ciri warna kapsul kepala coklat kemerahan

hingga coklat tua dan warna labrum lebih tua dibandingkan dengan warna kapsul

kepala. Kemudian warna antenna kecoklatan dengan jumlah 13 segmen antenna,

segmen antenna ke-2 lebih panjang dari yang ke-4; segmen antenna ketiga terlihat

jelas lebih panjang dari segemen ke-2 dan ke-4, warna kaki coklat kekuningan.

Warna pronotum lebih pucat dari warna kepala. Jenis ini memiliki panjang tubuh

berkisar antara 4,75-5 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,5-1,75 mm.

Berdasarkan data tersebut cocok dengan ciri-ciri N. matangensis yang

didekripsikan oleh Syaukani (2011: 34).

Page 32: Bab 1-Daftar Pustaka

32

Gambar 4.3 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes matangensis A. Bagiankepala sisi dorsal: a. rostrum; B. Bagian kepala sisi lateral; b.jumlahantena 13 segmen(segmen ke-2 lebih panjang dari segmen ke-4); c.kaki; d. pronotum; C. Panjang tubuh: e. tonjolan pada kedua sisikepala; f. abdomen.

Dizona pemanfaatan N. matangensis ditemukan di beberapa jenis pohon

maupun batang kayu mati, seperti kayu mati pohon Nyamplung, batang pohon

dan kayu mati Turubtomo, batang pohon dan kayu mati Cantigi, batang pohon dan

kayu mati Kiara, batang pohon (lorong kembara) dan kayu mati Kitanjung, batang

pohon Kigeunteul, batang pohon (lorong kembara) Kelapa, dan batang pohon

Waru lot. Selain itu N. matangensis juga ditemukan di bangunan dekat resort

tepatnya di dekat sumur. Jenis ini ditemukan disemua transek yang terdapat

dilokasi penelitian zona pemanfaatan yaitu transek1 hingga transek 5.

Sementara itu di zona rimba N. matangensis juga ditemukan di beberapa

jenis pohon maupun batang kayu mati seperti Ketapang, Kitanjung, Cipare, Lame

peucang, Cerlang, Merbo, Kigeunteul, Kiara, Waru lot, Kibau, Kayu mini,

Malapari, dan Nyamplung. Dari 10 transek yang diamati dilokasi penelitian zona

rimba hanya transek ke 7 dan 8 yang tidak ditemukan jenis N. matangensis.

Persebaran rayap jenis ini sangat luas tidak hanya di ekosistem hutan tropis

dataran rendah area jelajah nya hingga pada ketinggian diatas 1000 mdpl (Pribadi:

2011). Maka dari itu hampir semua titik pada transek seringkali ditemukan jenis

N. matangensis baik dizona pemanfaatan maupun dizona rimba.

a

c

b

d

BA

fe

C

Page 33: Bab 1-Daftar Pustaka

33

Nasutitermes roboratus

Jenis lainnya yang juga ditemukan di kedua zona yaitu jenis Nasutitermes

roboratus. Nasutitermes roboratus memiliki ciri-ciri panjang tubuh berkisar

antara 4 – 5 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,3- 1,6 mm, kepala

kapsulnya merah kekuningan, warna rostrum agak lebih gelap dibandingkan

kapsul kepala, warna antenna lebih pucat atau hampir sama dengan warna kepala,

memiliki 13 segmen antenna dimana segmen ke-2 lebih pendek dari segmen ke-3;

segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2 dan ke-4, warna kaki kuning agak

putih, warna pronotum lebih pucat dari warna kapsul kepala. Sekilas jenis ini

hampir sama dengan jenis N. matangensis namun jika diamati lebih teliti pada

struktur antena dan kakinya memiliki warna yang berbeda. Pada N. matangensis

warna kakinya coklat berbeda dengan N. roboratus yang memiliki warna kaki

putih kekuningan. Ciri-ciri ini sesuai dengan deskripsi yang telah dilakukan oleh

Syaukani (2013: 43).

Gambar 4.4 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes roboratus A. Bagian kepalasisi lateral; a. kaki; b. rostrum; B. panjang tubuh N. roboratus; C.bagian kepala sisi dorsal; c. antenna 13 segmen (segmen ke-2 lebihpendek dari segmen ke-3); d. kapsul kepala e. pronotum.

A

CB

ab

e

d

c

Page 34: Bab 1-Daftar Pustaka

34

Dizona pemanfaatan N. roboratus ditemukan di beberapa jenis pohon

maupun batang kayu mati, seperti batang pohon dan kayu mati Turubtomo, batang

pohon dan kayu mati Cantigi, batang pohon Kiara, batang pohon (lorong

kembara) Kitanjung. Sedangkan dizona rimba jenis ini ditemukan di pohon

ataupun kayu mati seperti Cipare, Kitanjung, Kibau, Turubtomo, Cantigi,

Kanyere, Lampeni, dan Kiara. Jenis ini juga ditemukan oleh Syaukani (2013) di

Sungai Manau, Jambi pada ketinggian 300 mdpl.

Nasutitermes sp. 5

Gambar 4.5 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.7 A. Panjang tubuh (sisidorsal) N. sp.5; B. Panjang tubuh (sisi lateral); a. kapsul kepala C.Bagian kepala sisi lateral; b. rostrum; c. kaki; d. antena 13 segmen;D. Bagian thorak-abdomen sisi lateral; e. pronotum; f. abdomen.

Nasutitermes sp. 5 memiliki ciri- ciri panjang tubuh berkisar antara 3,5-4

mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,5-1,6 mm. Warna kapsul coklat gelap,

warna rostrum coklat kemerahan, warna abdomen coklat hingga coklat gelap;

warna kaki putih coklat kekuningan hingga coklat gelap; warna pronotum coklat

gelap; memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat dimana warna

f

A B

C D

a

b

dc

e

Page 35: Bab 1-Daftar Pustaka

35

segmen antenna semakin keujung semakin berwarna gelap. Jenis ini ditemukan di

batang kayu mati Kigenteul, batang pohon Kiara, dan bagian batang dekat akar

pohon Lampeni.

b. Genus Macrotermes

Ditemukan satu jenis yang sama yang termasuk genus Macrotermes pada

zona lokasi penelitian yakni zona pemanfaatan dan zona rimba yaitu jenis

Macrotermes gilvus. Rayap ini termasuk dalam sub-famili Macrotermitinae

famili Termitidae.

Karakteristik rayap kasta prajurit yang dimiliki oleh genus Macrotermes

seperti bentuk kepala yang membulat dengan fontanel yang terlihat jelas,

pronotum berbentuk menyerupai pelana, mandibula yang pendek berbentuk

simetris dan berfungsi untuk menusuk, serta sedikit melengkung yang

berkembang dengan baik, mandibular tidak terdapat gigi namun bagian basalnya

terdapat lekukan. Genus ini memiliki tipe hyaline tip. Mesonotum dan metanotum

yang melebar ke samping dan dapat terlihat dengan jelas. Ciri-ciri ini sesuai

dengan yang di deskripsikan oleh Ahmad (1965). Selain itu kasta prajurit dari

genus ini bersifat dimorfik, yaitu memiliki dua bentuk dan ukuran tubuh yang

berbeda. Rayap genus ini ditemukan di gundukan tanah.

Macrotermes gilvus

Rayap ini mempunyai ciri – ciri umum antara lain kepala berwarna coklat

tua. Mandibula berkembang dan berfungsi; mandibula kanan dan kiri simetris dan

tidak memiliki gigi marjinal. Mandibula melengkung pada ujungnya dan

digunakan untuk menjepit. Ujung labrum tidak jelas, pendek dan melingkar.

Labrum ini memiliki hyalin tip yang yang berwarna transparan dan ujungnya

lancip (Tho, 1992). Antena terdiri 16-17 segmen. Memiliki pronotum dengan

bentuk pelana. Ketika pengambilan data jenis ini ditemukan kedua jenisnya M.

gilvus mayor dan M. gilvus minor dengan ciri – ciri sebagai berikut:

- M. gilvus mayor memiliki ciri-ciri kepala berwarna coklat kemerahan; panjang

kepala dngan mandibula mm; bentuknya mendekati oval. Memiliki 17 segmen

antena dimana panjang ruas ke-2 lebih panjang dari ruas ruas ke-3 dan ke-4

Page 36: Bab 1-Daftar Pustaka

36

(gambar:10a). Fontanel nya sangat jelas, posisi pronotum, metanotum, dan

mesonotumnya bertumpuk-tumpuk selain dikarenakan jenisnya makro, bagian –

bagian tubuhnya cukup jelas terlihat dengan kasat mata.

- M. gilvus minor ciri-cirinya warna kepala coklat kekuningan dengan bentuk

kepala agak membulat. panjang kepala dengan mandibula mm; memiliki antena

yang berjumlah 17 segmen dengan warna antena coklat kekuningan.

(Gambar:10e)

Gambar 4.6 Rayap kasta prajurit jenis M. gilvus minor (A); a. antenna 17segmen; b. hyaline tip minor; c. pronotum; d. kaki; e. panjangtubuh 7 mm. M. gilvus mayor (B); f. antena 17 segmen; g. fontanel;h. mandibular; i. hyaline tip mayor; j. pronotum; k. abdomen; l.panjang tubuh 10,5 mm.

A B

f

d

j

k

h

a

b

g

c

e

i

l

Page 37: Bab 1-Daftar Pustaka

37

4.2.2 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan di Zona Pemanfaatan

Di zona pemanfaatan, jenis yang ditemukan dari genus yaitu Nasutitermes

matangensis, Nasutitermes roboratus, Nasutitermes havilandi, Nasutitermes sp.2

Nasutitermes sp.3, Nasutitermes sp.4, dan Nasutitermes sp.7. Selain itu

ditemukan juga 2 jenis rayap yang termasuk kedalam genus Macrotermes seperti

Macrotermes ahmadi dan Macrotermes sp.

Nasutitermes havilandi

Gambar 4.7 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes havilandi A. Bagian kepalasisi lateral; a. rostrum dengan bentuk agak kerucut; b. kaki; c.antenna 13 segmen B. bagian kepala sisi lateral; d. kapsul kepala; e.pronotum C. Panjang tubuh N. havilandi.

Nasutitermes havilandi memiliki ciri-ciri diantaranya warna kapsul kepala

kuning agak coklat, warna rostrum coklat kemerah-merahan dan bentuk rostrum

agak pendek, panjang tubuh berkisar antara 3,5-3,7 mm dan panjang kepala

dengan nasutnya 1,1-1,3 mm, warna pronotum agak pucat daripada kapsul kepala,

antenna berwarna coklat kekuningan dengan jumlah 13 segmen dimana segmen

ke-2 lebih lebih panjang dari segmen ke-4; ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2

AB

c

a d

e

b

C

Page 38: Bab 1-Daftar Pustaka

38

dan ke-4; dan segmen ke-4 agak pendek dari segmen ke-5. Ciri-ciri ini sesuai

dengan deskripsi yang telah dilakukan oleh Syaukani (2011: 36). N. havilandi

ditemukan di batang pohon Turubtomo pada transek ke-1.

Nasutitermes sp.2

Nasutitermes sp.2 memiliki ciri- ciri seperti warna kapsul kepala coklat

tua, warna rostrum coklat tua kemerah-kemerahan, warna abdomen hampir sama

dengan warna kapsul kepala yakni coklat tua begitu pula warna pronotumnya.

Memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat, kaki berwarna coklat.

panjang tubuh berkisar antara 4,8 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,3

mm. Spesies ini hanya ditemukan di satu tempat yaitu di lorong kembara pohon

kelapa (Cocos nucifera).Warnanya yang hampir keseluruhan coklat tua membuat

agak sulit membedakannya dengan semut hitam yang sedang berada di sarang

tersebut.

Gambar 4.8 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.2 A. Bagian tubuh sisilateral; a. pronotum; b. abdomen; B. Panjang tubuh; c. kaki; C.Bagian kepala sisi dorsal; d. antenna 13 segmen D. Bagian kepalasisi lateral; e. rostrum.

AAVA

B

CD

a

b

d e

Page 39: Bab 1-Daftar Pustaka

39

Nasutitermes sp.3

Nasutitermes sp.3 memiliki ciri- ciri panjang tubuh berkisar antara 4 mm

dan panjang kepala dengan nasutnya 1,1 mm. Warna kapsul kepala coklat

kemerahan, warna rostrum coklat agak merah, warna abdomen coklat pucat,

coklat pucat agak putih. Memiliki antena dengan 13 segmen yang berwarna coklat

kemerahan dimana segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2 dan ke-4, kaki

berwarna putih kecoklatan. Spesies ini ditemukan dibatang pohon kitanjung.

Gambar 4.9 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp. 3; A. panjang tubuh sisidorsal; B. Kepala tampak lateral; a. rostrum; b. antenna 13 segmen;c. kaki; C. Bagian thorak - abdomen sisi lateral; d. abdomen; D.Bagian thorak dan abdomen sisi lateral; e. pronotum.

A

C

B

D

d e

a b

c

Page 40: Bab 1-Daftar Pustaka

40

Nasutitermes sp.4

Nasutitermes sp.4 memiliki ciri-ciri warna kapsul kepala merah

kecoklatan; warna labrum lebih tua dari warna kapsul kepala. Warna antenna

kuning kecoklatan dengan jumlah 13 segmen antenna, segmen antenna ke-3 lebih

panjang dari yang ke-2 dan ke-4;, warna kaki kuning kecoklatan. Warna pronotum

coklat pucat; warna abdomennya kuning kecoklatan dan diujung abdomen ditutupi

oleh rambut-rambut halus.. Jenis ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 3,5-

3,7 mm dan panjang kepala dengan nasutnya 1,1-1,3 mm. Jenis ini ditemukan

dikayu mati pohon kitanjung.

Gambar 4.10 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.4 A. Bagian kepala sisilateral; a. pronotum b. kaki c. rostrum B. Kepala tampak dorsal; d.kapsul kepala; e. antenna 13 segmen; C. Panjang tubuh N. sp 4.

Macrotermes ahmadi

Macrotermes ahmadi ditemukan di transek ke-3 tepatnya di gundukan

tanah dengan tinggi 25 cm dan lebar 120 cm. Jenis yang ditemukan hanya dari

jenis minornya saja. Dengan warna kepala coklat kekuningan; warna pronotum

A Ba

b

d

ce

C

Page 41: Bab 1-Daftar Pustaka

41

coklat keputihan, warna abdomen putih kekuningan warna ini hampir sama

dengan warna kaki. Lekuk pronotum berbeda dengan bentuk pronotum M. gilvus

Gambar 4.11 Rayap kasta prajurit jenis Macrotermes ahmadi A. Bagian kepalasisi lateral; a. mandibula b. antena c. kapsul kepala B. Bagianthorak hingga abdomen tampak lateral; d. abdomen; C. Bagianthoraks; e. kaki; f. pronotum; D. panjang tubuh Macrotermesahmadi.

D

c

C

A

f

B

e

dbb

a

Page 42: Bab 1-Daftar Pustaka

42

4.2.3 Rayap Kasta Prajurit yang Ditemukan di Zona Rimba

Rayap yang ditemukan di zona rimba berasal dari dua family, family

Termitidae dan Rhinotermitidae. Famili Termitidae terdiri dari 2 sub-famili, sub-

famili Nasutitermitinae dan sub-famili Microtermitinae. Sub-famili

Nasutitermitinae terdiri dari 5 jenis genus Nasutitermes seperti Nasutitermes sp. 1,

Nasutitermes sp. 6, dan Nasutitermes sp. 8 dan 1 jenis dari genus

Longipeditermes yaitu Longipeditermes sp. Kemudian yang berasal dari sub-

famili Microtermitinae merupakan genus Microtermes yaitu jenis Ancistrotermes

pakistanicus. Hanya satu jenis yang ditemukan dari Famili Rhinotermitidae.

Genus yang ditemukan yaitu Coptotermes, jenisnya Coptotermes sp.

Nasutitermes sp. 1

Gambar 4.12 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.1 A. Panjang tubuh; a.abdomen; B. Bagian kepala hingga thorak sisi lateral; b&e.rostrummembengkok; c. pronotum; d. kaki; C. Bagian kepala sisi dorsal; f.antenna 12 segmen; g. kapsul kepala.

Nasutitermes sp. 1 memiliki perbedaan yang mencolok dibandingkan jenis

lain jika dilihat dari bentuk rostrumnya. Jenis ini memiliki bentuk rostrum yang

b

A

B C

c

d

e

f

g

a

Page 43: Bab 1-Daftar Pustaka

43

membengkok pada bagian ujungnya. Panjang tubuhnya dari rostrum hingga

abdomen sekitar 3,25 mm dan panjang kapsul kepala beserta rostrum sekitar 1, 25

mm. Jenis ini memiliki warna kapsul kepala kuning kecoklatan, rostrum berwarna

coklat kemerahan, pronotum berwarna coklat pucat sama dengan warna kaki.

Antena berjumlah 12 segmen dimana segmen ke-3 lebih panjang dari segmen ke-2

dan ke-4. Warna antenna coklat. Dilihat dari sisi dorsal, struktur kapsul kepala

lebih pipih dibandingkan jenis lain. Jenis ini ditemukan pada transek kesatu

tepatnya dibatanh kayu mati pohon Cipare.

Nasutitermes sp. 6

Gambar 4.13 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp.6 A. Panjang tubuhNasutitermes sp.6; B. Bagian kepala; a. kapsul kepala; b.pronotum; c. antenna; d. rostrum; C. Bagian tubuh sisi lateral; e.kaki; f. abdomen.

Nasutitermes sp. 6 memiliki ciri – ciri seperti memiliki panjang tubuh dari

rostrum hingga abdomen sekitar 2,75 - 3,5 mm dan panjang kepala beserta

rostrum 1,25 mm. Warna kapsul kepala coklat kekuningan. Pronotum berwarna

coklat tua, warna abdomen kuning kecoklatan hampir sama dengan warna kaki,

f

d

e

c

B

C

A

a

b

Page 44: Bab 1-Daftar Pustaka

44

rostrum berwarna coklat kemerahan lebih gelap dari warna kepala. Warna antenna

coklat dengan jumlah 13 segmen. Jenis ini ditemukan di tiga titik pada transek

ketiga di batang kayu mati, ketujuh di pohon mati cantigi, dan kesembilan batang

kayu mati pohon kitanjung.

Nasutitermes sp. 7

Gambar 4.14 Rayap kasta prajurit jenis Nasutitermes sp. 7 A. Kepala sisi dorsal;a. kapsul kepala; B-C. b. kaki; c. pronotum; d. rostrum; e. antenna;D. Bagian abdomen sisi dorsal; : Bagian tubuh yang berwarnakeemasan; E. Panjang tubuh Nasutitermes sp. 7.

c

b

a

e

d

A B

C D

E

Page 45: Bab 1-Daftar Pustaka

45

Nasutitermes sp. 7 memiliki ciri khas yakni dibeberapa bagian tubuhnya

berwarna keemasan. Seperti pada sisi samping dan belakang kapsul kepala,

prontum serta pada abdomen. Jenis ini memilki panjang tubuh dari rostrum hingga

abdomen sekitar 2,5 – 2,75 mm sedangkan panjang kepala meliputi rostrum dan

kapsul kepala sekitar 1, 25- 1,5 mm. Warna rostrum coklat kemerahan, antenna

berwarna coklat dengan 13 segmen, warna kaki coklat kekuningan, selain warna

keemasan pronotum nya ada yang berwarna coklat tua. Jenis ini ditemukan di 3

titik pada transek kesepuluh. Batang kayu mati pohon kitanjung, dibagian atas

pohon mati, dan batang bagian bawah dekat akar pohon nyamplung.

Longipeditermes sp.

Gambar 4.15 Rayap kasta prajurit jenis Longipeditermes sp. A. Bagian kepala-thorak sisi lateral; a. rostrum; b. kapsul kepala; B. Panjang tubuhLongipeditermes sp. 5-6 mm; c. kaki; d. abdomen C. Bagianthorak sisi lateral; e. pronotum; f. coxa; D. Bagian kepala sisilateral; g. antena 14 segmen.

Genus lain yang ditemukan di zona rimba yaitu genus Longipeditermes

jenisnya yaitu Longipeditermes sp. Dengan ciri – ciri antenna dan kaki yang

b

d

e

c

g

B

A

DC

a

f

Page 46: Bab 1-Daftar Pustaka

46

sangat panjang. Rostrumnya berbentuk silindris, memiliki coxa dibagian kakinya.

Warna kapsul kepala coklat kehitaman, warna rostrum lebih cerah dibandingkan

warna kepala yakni warna coklat kemerahan, warna antenna kuning kecoklatan

dengan 14 segmen. Pada bagian warna nya berbeda, femur berwarna coklat gelap,

sedangkan tibia berwarna coklat keputihan, abdomen berwarna coklat tua. Ciri –

ciri tersebut sesuai dengan deskripsi Syaukani (2013). Jenis ini ditemukan di dua

titik yaitu di transek 3 pada batang pohon Kigenteul dan transek 9 pada batang

pohon Kitanjung.

Ancistrotermes pakistanicus

Gambar 4.16 Rayap kasta prajurit jenis Ancistrotermes pakistanicus A. Bagiankepala sisi dorsal; a. pronotum; b. kapsul kepala; c. mandibula;B. Bagian kepala sisi ventral; d. antenna 13 segmen; e. tonjolanpada bagian ventral; f. kaki.

Ancistrotermes pakistanicus merupakan jenis yang tergolong dalam genus

Microtermes. Sebelum terjadi re-deskripsi nama jenis ini Microtermes

pakistanicus. Jenis ini memiliki ciri – ciri bentuk kepala agak membulat dengan

warna putih kecoklatan. Warna pronotum, kaki, dan abdomen terlihat putih

kekuningan. Mandibula berwarna coklat kemerahan, bentuknya simetris. Tidak

terdapat gigi marjinal pada pada mandibular. Namun ketika pembedahan

mandibular pada bagian dasar mandibular sebelah kiri terlihat terdapat tonjolan.

A B

a

b

c

d

e

f

Page 47: Bab 1-Daftar Pustaka

47

Selain itu juga, pada bagian ventral kepala ditemukan tonjolan dimana tonjolan

tersebut hanya berada pada bagian tengah kepala saja.

Coptotermes sp.

Gambar 4.17 Rayap kasta prajurit jenis Coptotermes sp. A. Bagian kepala sisidorsal; a. fontanel; b. mandibula; c. kapsul kepala; B. Panjangtubuh sisi dorsal; d. antenna; C. Bagian thorak-abdomen sisi lateral;e. pronotum; f. abdomen.

Jenis yang termasuk dalam genus Coptotermes yang ditemukan memiliki

tubuh yang lunak dan kecil. Terlihat dari panjang tubuhnya berkisar antara 2,5

mm dengan panjang kepala dengan mandibulanya 1 mm. Terdapat degradasi

warna pada tubuh rayap ini yaitu warna kepala berwana coklat kekuningan dan

tubuhnya berwarna coklat keputihan. Mandibel berwarna merah kehitaman,

ujungnya berwarna hitam dan dasarnya berwarna kemerahan. Kapsul kepala

memiliki bentuk oval. Mandibel simetris dengan ujung yang melengkung. Pada

pengamatan fontanel (Gambar 21a) terlihat jelas. Apabila dilihat dari sisi dorsal,

pronotum berbentuk sadel. Antena memiliki panjang 14 – 15 segmen.

BA

a d

C

c

b

e

f

Page 48: Bab 1-Daftar Pustaka

48

Ciri - ciri tersebut sama dengan yang dikemukankan oleh Ahmad (1965:

22), kepala berwarna kuning kecoklatan. Mandibel merah kecoklatan, lebih cerah

pada dasarnya. Kapsul berbentuk oval. Mandibel memanjang dengan betuk

pedang dengan ujung yang betul – betul melengkung. Antena memiliki 15 – 16

segmen, segmen kedua sedikit panjang daripada segmen ketiga dan keempat.

Jenis ini ditemukan hanya ditemukan di satu titik pada lokasi penelitian di transek

9 dibatang pohon Kitanjung.

4.3 Jenis Sarang dan Jenis Makanan Rayap di Pulau Handeuleum TNUK

Dari hasil pengamatan kondisi kedua zona yang didominasi oleh pohon –

pohon berukuran besar sangat cocok sekali untuk rayap membuat sarang.

Meskipun di zona pemanfaatan ada ruang terbuka yang intensitas cahayanya

banyak namun tetap dapat rayap dapat membuat sarang. Seperti genus

Macrotermes, yang membuat gundukan – gundukan berukuran besar dan tebal

agar dapat tetap mempertahankan suhu dan kelembapannya. Selain itu pula sarang

rayap ditemukan dipohon pinggir pantai. Proses pembuatan sarang ini biasanya

dilakukan oleh rayap kasta pekerja dimana dalam pengerjaanya di lindungi oleh

kasta prajurit agar dalam pembuatan sarang tidak terganggu baik oleh predator

maupun gangguan lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sigit (2006: 162)

dalam proses pembuatan sarang dan lorong – lorong, rayap mengunyah dan

memakan kayu atau tanah yang dikerjakan oleh kasta pekerja.

Jenis sarang yang paling banyak ditemukan yaitu sarang epigeal. Dimana

sarang ini memungkinkan untuk rayap dengan mudah mendapatkan makanannya

baik untuk rayap kayu seperti kelompok Rhinotermitidae maupun rayap tanah

seperti kelompok Termitidae. Selain itu sarang jenis ini memiliki konstruksi

sarang epigeal seperti gundukan yang berada dipermukaan tanah. Partikel tanah

yang mengandung tanah liat membuat konstruksinya kuat. Sehingga ketika akan

mengambil sampel rayap, harus membuka gundukan tersebut dengan cangkul atau

kapak. Dikarenakan struktur sarangnya sangat kokoh dan kuat. Dibagian

dalamnya terdapat ruangan-ruangan khusus yang memiliki fungsi berbeda.

Ruangan untuk ratu bertelur, ruangan untuk menyimpan telur dan membesarkan

nimfa Namun, terdapat ruangan khusus untuk menanam jamur, apabila genus

Page 49: Bab 1-Daftar Pustaka

49

yang menghuni sarang jenis ini adalah rayap dari subfamili Macrotermitinae.

Karena jenis rayap subfamili Macrotermitinae merupakan rayap yang dapat

menanam jamur dalam sarangnya (Jones & Prasetyo, 2002:121).

Tabel 4.4 Jenis sarang rayap dan jenis makanan yang ditemukan di Pulau Handeuleum TNUK

Jenis

Jenis sarang Jenismakanan

EpigealHipogeal

Kayumati/hidup

Arboreal

RhinotermitidaeCoptotermitinae Coptotermes sp. √ - - - Kayu

TermitidaeMacrotermitinae Macrotermes gilvus √ - - - Serasah

dan kayuMacrotermes ahmadi √ - KayuAncistrotermespakistanicus

- - √ - Kayu

Nasutitermitinae N. matangensis √ - √ √ KayuN. roboratus √ - √ √ KayuN. havilandi √ - - - KayuN. sp. 1 - - √ - KayuN. sp. 2 √ - - - TanahN. sp. 3 √ - - - TanahN. sp. 4 - - √ - KayuN. sp. 5 √ - √ √ TanahN. sp. 6 √ - √ - KayuN. sp. 7 √ - √ - TanahLongipeditermes sp. √ - - - Serasah

Sedangkan menurut Riny (2007) sarang tersebut disebut sarang berbentuk

bukit (mound nest) yang dihuni oleh rayap tanah genus Macrotermes. Mound nest

memiliki konstruksi gundukan seperti bukit, yang menjulang diatas permukaan

tanah. Struktur penyusunnya saliva, partikel tanah yang mengandung tanah liat

tinggi sehingga konstruksiny kuat. Didalam sarang terdapat kebun jamur sebagai

sumber cadangan makanan.

Selain itu sarang kayu mati juga disukai oleh rayap di lokasi ini, 9 jenis

rayap yang ditemukan membuat sarang dikayu mati. Hal ini dikarenakan sarang

rayap kayu mati memiliki struktur yang sederhana sehingga rayap dapat

memanfaatkan batang kayu mati untuk dijadikan sarang dan menjadi sumber

makanan bagi mereka. Secara berkala batang kayu akan dikonsumsi dan batang

kayu ini akan tergantikan menjadi karton kayu, substrat kayu dengan konsentrasi

rendah nutrisi, dan kaya akan konsentrasi lignin, serta komponen lain yang belum

Page 50: Bab 1-Daftar Pustaka

50

tercerna. Jenis sarang lainnya yaitu sarang arboreal ditemukan di berbagai tempat

baik dizona pemanfaatan maupun dizona rimba.

Dalam pengambilan sampel sering kali ditemukan 2 jenis yang berbeda

pada sarang yang sama, seperti sesama jenis dari genus Nasutitermes diantaranya

N. matangensis dengan N. roboratus, N. matangensis dengan N. havilandi, N.

matangensis dengan N. sp 2, N. matangensis dengan N. sp. 4, N. matangensis

dengan N. sp. 5, N. matangensis dengan N. sp 6, N. roboratus dengan N. sp 5, N.

roboratus dengan N. sp 1, dan N. roboratus dengan N. sp 6. Ada juga jenis dari

genus Nasutitermes dan jenis dari genus Longipeditermes serta sesama jenis dari

genus Macrotermes seperti M. gilvus dan M. ahmadi. Padahal kecil kemungkinan

untuk rayap yang berbeda jenis dapat hidup dalam satu sarang. Karena rayap

bersifat agonistik yang berarti perilaku agresif koloni rayap untuk

mempertahankan dan melindungi koloninya dari serangan/kedatangan rayap atau

koloni rayap lain (satu spesies/berbeda species) (Supriana: 1984).

Gambar 4.18 Beberapa tipe sarang epigeal (dalam lingkaran merah)

Dengan adanya perilaku tersebut, rayap dapat mempertahankan hidupnya

dari gangguan predator maupun dalam persaingan hidup dengan sesama

Page 51: Bab 1-Daftar Pustaka

51

spesiesnya untuk mencari makanan maupun menarik lawan jenis. Hal ini

dikarenakan rayap menangkap sinyal feromon yang berbeda sehingga memacu

rayap tersebut untuk menyerang rayap yang berbeda. Namun bisa jadi rayap

memiliki sarang dan jalur pencarian makanan berbeda hanya saja ditemukan

didaerah jelajah mereka yang sama. Maka dari itu mereka ditemukan di satu titik

yang sama. Genus Nasutitermes seperti N. matangensis, N. roboratus, dan N. sp.5

ditemukan di tipe sarang yang berbeda (tabel 4.4). Yakni sarang epigeal (epigeal

nest), sarang kayu mati/hidup (woody nest), dan arboreal (arboreal nest). Dari

genus ini juga jenis lain banyak ditemukan di sarang epigeal (epigeal nest) dan

sarang kayu (arboreal nest).

Gambar 4.19 Beberapa tipe sarang kayu mati

N. matangensis ditemukan di kayu mati dan batang pohon Nyamplung,

Kiara, Kigeunteul, Turubtomo, Cantigi, Kelapa, Kitanjung, Waru, Cipare,

Ketapang, Lame peucang, Cerlang, Kayu mini, dan. N. matangensis yang

ditemukan di sarang arboreal yaitu pada pohon Nyamplung, Kibau dan Kitanjung.

Selanjutnya dari jenis ini yang ditemukan di sarang epigeal di pohon Kitanjung,

Page 52: Bab 1-Daftar Pustaka

52

Malapari, Kigeuntel, Cerlang dan Merbo. Sedangkan N. roboratus ditemukan

dikayu mati dan batang pohon Kiara, Cipare, Kibau, Turub tomo, dan Kanyere.

Sarang arborealnya terdapat pada pohon Lampeni, dan sarang epigealnya di

temukan dipohon Kitanjung, Cantigi dan Kiara. N. havilandi ditemukan di sarang

epigeal batang pohon Turub tomo, N. sp. 1 di sarang kayu mati pohon Cipare, N.

sp. 2 ditemukan di sarang epigeal tepatnya dilorong kembara pohon Kelapa, N. sp.

3 ditemukan di sarang epigeal batang pohon Kitanjung, N. sp. 4 ditemukan di

sarang kayu mati pohon Kitanjung dan sarang arboreal pohon Kitanjung.

Gambar 4.20 Beberapa tipe sarang arboreal (dalam lingkaran merah)

Selanjutnya N. sp. 5 yang dtemukan disarang kayu mati dan batang

pohon Kiara, Kigeunteul, Kitanjung, Lampeni. Sedangkan yang ditemukan

disarang arboreal dipohon Kigeunteul, Kibau dan Kibatok, sarang epigeal

ditemukan dipohon Lampeni, Kigeunteul, Kiara, Kitanjung, dan Kigetah. N. sp. 6

ditemukan disarang kayu mati, sarang epigeal pada pohon Cantigi dan pohon

Kitanjung. N. sp. 7 ditemukan disarang kayu mati dan sarang epigeal pada pohon

Page 53: Bab 1-Daftar Pustaka

53

Nyamplung. Sedangkan pada genus Longipeditermes jenis Longipeditermes sp.

yang ditemukan jenis sarangnya yaitu sarang epigeal. Tipe makanan genus ini

yaitu serasah (litter forages) (Eggleton et al., 1997). Dengan demikian dapat

diamati tipe jenis sarang ini yaitu separate-piece-nesters yang berarti rayap

membangun sarang pada suatu tempat yang berbeda dengan sumber makanannya,

rayap tersebut harus keluar sarang untuk mencari makanan dan juga bahan

pembuat sarang (Eggleton, 2011: 20).

Sedangkan genus Macrotermes seperti jenis M. gilvus dan M. ahmadi

ditemukan disarang epigeal (epigeal nest), dilokasi penelitian juga ditemukan

pada gundukan tanah terdapat pohon mati yang melintang dan ditutupi oleh tanah

gundukan tersebut, kayu mati ini dapat dijadikan sumber makanan bagi rayap

tanpa harus keluar dari sarangnya. Jenis arang seperti ini disebut one-piece-nesters

yaitu rayap membangun sarang di suatu tempat yang sama dengan sumber

makanannya (Eggleton, 2011: 20). Berbeda dengan Microtermes yaitu jenis

Ancistrotermes pakistanicus genus ini ditemukan disarang kayu (woody nest).

Pada dasarnya semua jenis sarang berfungsi untuk melindungi rayap dari

pengaruh lingkungan, menjaga suhu internal agar tetap stabil, dan

mempertahankan diri dari predator (Eggleton, 2011: 20). Selain itu pula dapat

disimpulkan bahwa rayap membangun sarang dekat dengan sumber makanannya.

4.4 Tingkat Keragaman Rayap Kasta Prajurit Di Pulau Handeuleum,

TNUK

Dilihat dari hasil pengamatan pada tabel 4.3, ditemukan 15 jenis rayap

dipulau ini. Untuk menghitung tingkat keanekaragaman rayap dipulau ini

digunakan rumus Indeks Shannon-Wiener.

ii

ii PPN

n

N

nH loglog'

Keterangan:

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis

Page 54: Bab 1-Daftar Pustaka

54

Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) adalah

sebagai berikut:

H’< 1 : keanekaragaman rendah

1<H’≤3 : keanekaragaman sedang

H’> 3 : keanekaragaman tinggi

Tabel 4.5 Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon–Wiener (H’) di Pulau

Handeuleum TNUK

Zona pemanfaatan dan zona rimba

Spesies jumlahProporsi

(pi)Loge pi pi log e pi

Nasutitermes matangensis 56 0,496 -0,304 - 0,151

Nasutitermes roboratus 20 0,177 -0,752 -0,028

Nasutitermes havilandi 2 0,018 -1, 745 -0,031

Nasutitermes sp. 1 1 0,009 -2, 046 -0,018

Nasutitermes sp. 2 1 0,009 -2, 046 -0,018

Nasutitermes sp. 3 1 0,009 -2, 046 -0,018

Nasutitermes sp. 4 2 0,018 -1, 745 -0,031

Nasutitermes sp. 5 13 0,115 -0,939 -0,107

Nasutitermes sp. 6 3 0,027 -1,569 -0,042

Nasutitermes sp. 7 3 0,027 -1,569 -0,042

Longipeditermes sp. 2 0,018 -1, 745 -0,031

Macrotermes gilvus 6 0,053 -1,276 -0,068

Macrotermes ahmadi 1 0,009 -2, 046 -0,018

Ancistrotermes pakistanicus 1 0,009 -2, 046 -0,018

Coptotermes sp. 1 0,009 -2, 046 -0,018

Total 113 1 -0,639

H‘= - Σ (pi) (log pi) = 0,639

Dari hasil perhitungan Indeks Shannon-Wiener H < 1 ; rendah.

Page 55: Bab 1-Daftar Pustaka

55

Maka data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat keragaman rayap di

Pulau Handeuleum rendah, hal ini dikarenakan sebaran jenis tidak ditemukan di

semua titik sampel. Seperti Nasutitermes sp. 1, Nasutitermes sp. 2, Nasutitermes

sp. 3, Ancistrotermes pakistanicus, dan Coptotermes sp. hanya satu temuan saja.

Keragaman individu disuatu tempat tidak hanya dilihat dari banyaknya spesies

yang ditemukan tapi juga dipengaruhi oleh jumlah spesies itu sendiri. Hal ini juga

dipengaruhi oleh jumlah satu jenis yang mendominasi pulau ini yaitu spesies

Nasutitermes matangensis. Salah satu jenis dari genus Nasutitermes ini hampir

ditemukan disemua titik pengambilan sampel.

Berdasarkan hasil dari pengukuran faktor lingkungan dikedua zona,

intensitas cahaya berpengaruh terhadap kemelimpahan jenis Nasutitermes

matangensis. Hal ini dikarenakan tajuk pada zona rimba dan zona pemanfaatan

tidak menutupi lantai hutan secara keseluruhan dikarenakan didominasi oleh hutan

pantai serta terdapat juga ruang terbuka dibeberapa area. Dengan demikian dapat

mengakibatkan banyaknya cahaya yang masuk kedalam lantai hutan Menurut

Tho (1992) Nasutitermes matangensis banyak ditemukan ditepi hutan yang

berdekatan dengan pemukiman atau habitat yang agak terganggu. Selain itu juga

menurut Hardy & Jones (2000) kelimpahan rayap ini berhubungan dengan

banyaknya bukaan tajuk atau terganggunya habitat tersebut. Selain dikarenakan

faktor intensitas cahaya, faktor makanan juga mempengaruhi kemelimpahan jenis

ini. Nasutitermes matangensis termasuk kedalam jenis rayap pemakan kayu (wood

feeding termites). Yang mana jenis ini ditemukan di 19 jenis pohon maupun kayu

mati yang ada di pulau handeuleum diantaranya Ketapang, Kitanjung, Cipare,

Lame peucang, Cerlang, Merbo, Kigeunteul, Kiara, Waru lot, Kibau, Kayu mini,

Malapari, Nyamplung, Cantigi, Kitanjung, Kelapa, Turubtomo, dan Waru lot.

Page 56: Bab 1-Daftar Pustaka

56

4.5 Penggunaan LKS Sebagai Bahan Ajar Untuk Siswa

LKS (Lembar Kerja Siswa) “Rayap konsep Insekta” merupakan bentuk

aplikasi dalam bidang pendidikan yang digunakan sebagai bahan ajar mata

pelajaran biologi di SMA kelas X, dari hasil penelitian mengenai “Eksplorasi

Rayap di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon Banten”. LKS ini

disusun berdasarkan tuntutan pada Kurikulum 2013 dimana siswa dapat

menemukan serta memecahkan masalahnya sendiri. LKS ini dirancang agar siswa

dapat memecahkan masalah sendiri dengan diberikan stimulus materi atau

gambaran umumnya saja. LKS ini untuk dijadikan bahan ajar alternatif siswa

dalam mempelajari subkonsep Insekta pada BAB Kingdom Animalia di semester

2, kompetensi dasar 3.8 (Lampiran 1). materi yang disajikan dipermudah dengan

gambar-gambar, ciri-ciri khusus rayap yang merupakan salah satu perwakilan dari

kelas insekta, serta bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh siswa.

Gambar 4.21 Hasil evaluasi LKS oleh ahli

83,3080,30

85,3082,50 82,99

Page 57: Bab 1-Daftar Pustaka

57

Didalam lembar instrumen evaluasi LKS terdapat empat kriteria utama

diantaranya kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan (lampiran 5).

Berdasarkan hasil evaluasi LKS “Rayap konsep Insekta” yang melibatkan 4 orang

responden yaitu 1 orang dosen ahli materi rayap dan 3 orang guru Biologi SMA

diperoleh hasil skor rata-rata kriteria evaluasi sebesar 82,99% yaitu termasuk

kategori sangat baik. Nilai tersebut didapatkan dari rata-rata empat kriteria utama

yaitu skor kriteria kelayakan isi yaitu 83,33% termasuk kategori sangat baik, skor

kriteria kebahasaan 80,33% termasuk kategori baik, skor kriteria sajian 85,33%

termasuk kategori sangat baik, dan skor kriteria kegrafisan 82,50% termasuk

kategori sangat baik (lampiran 8) seperti pada gambar 4.21. Berdasarkan uji

tersebut, materi mengenai subkonsep insekta yang terdapat dalam LKS sudah

sesuai dengan KI, KD serta indikator pembelajaran pada kurikulum 2013. Namun

ada beberapa penulisan yang masih harus diperbaiki lagi. Selain itu, LKS ini

hanya dilakukan uji ahli saja. Masih dibutuhkan uji coba terbatas dan uji lapangan

pada penelitian selanjutnya dalam menentukan layak atau tidaknya LKS ini

digunakan oleh siswa atau diproduksi secara massal. Dengan demikian LKS ini

dapat dijadikan bahan pada penelitian selanjutnya pada materi insekta kelas X.

Page 58: Bab 1-Daftar Pustaka

58

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

1. Rayap yang ditemukan di Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon,

Banten sebanyak 15 jenis yang tergolong ke dalam 5 genus dari 3 subfamili

dan dari 2 famili yang berbeda. Jenis yang lebih banyak ditemukan adalah

jenis yang tergolong dalam genus Nasutitermes. Yang terdiri dari N.

matangensis, N. roboratus, N. havilandi, N.sp.1, N. sp.2, N. sp.3, N. sp.4, N.

sp.5, N. sp.6 dan N. sp.7. Sedangkan genus yang lebih sedikit ditemukan

adalah genus Macrotermes yang terdiri dari Macrotermes gilvus dan

Macrotermes ahmadi. Jenis lain yang ditemukan dari genus Microtermes

adalah Ancistrotermes pakistanicus dan dari genus Coptotermes adalah

Coptotermes sp.

2. Tingkat keanekaragaman rayap di Pulau Handeuleum TNUK rendah, dengan

nilai Indeks Shannon-Wiener H’= 0,639. Keanekaragaman rayap pada zona

rimba lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan zona pemanfaatan. Pada

zona rimba ditemukan 10 jenis dan pada zona pemanfaatan ditemukan 9 jenis.

3. Hasil penelitian yang dibuat menjadi Lembar Kegiatan Siwa (LKS) Rayap

diperoleh skor rata-rata sebesar 82,99% termasuk kategori sangat baik.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai eksplorasi rayap di TNUK,

untuk melengkapi data keanekaragaman rayap yang ada.

2. Perlu adanya uji terbatas dan uji lapangan LKS Rayap oleh peneliti

selanjutnya.

Page 59: Bab 1-Daftar Pustaka

59

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. 1965. Termites (Isoptera) of Thailand. Bulletin of The AmericanMuseum of Natural History. 131(1): 1 – 113 hlm.

Balai Taman Nasional Ujung Kulon. 2013. Desain Tapak Zona PemanfaatanWisata Alam Pulau Handeuleum Taman Nasional Ujung Kulon. BalaiTaman Nasional Ujung Kulon, Labuan: vii + 37 hlm.

Bignell D. E & Eggleton P. 2000. Termites in ecosystems. Di dalam: Abe T,Bignell DE, Higashi M. Termites Evolution, Sociality, Symbioses, Ecology.Dordecht: Kluwer Academic. hal: 363-387.

DEPDIKNAS. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: i + 29 hlm.

Dwiyanti, Y. 2013. Identifikasi Dan Deskripsi Jenis Rayap Pada Hutan PrimerDan Daerah Penyangga Di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya,Kalimantan Barat (Sebagai Sumber Belajar Alternatif Siswa Sma Kelas XPada Konsep Keanekaragaman Hayati). Skripsi, not published. x + 81hlm.

Eggleton, P., R. Homathevi, D. Jeeva, D.T. Jones, R. G. Davies & M. Maryati.1997. The Species Richness And Composition Of Termites (Isoptera) InPrimary And Regenerating Lowland Dipterocarp Forest In Sabah, EastMalaysia. The Jerman Society For Tropical Ecology, Ecotropica 3: 119--128.

Eggleton, P. 2011. An Introduction to Termites: Biology, Taxonomi, danFunctional Morphology. Dalam: Bignell, D. E., Y. Roisin, & N. Lo (eds.).Biology of Termites: A Modern Synthesis. Springer, New York: 1–26.

Elzinga R. J. 2004. Fundamental of Entomology. Ed. Ke-6. Pearson Educ, NewJersey: xii+ 512 hlm

Endris, W. M. 2013. Eksplorasi Rayap Pada Kanopi Berbeda Di Wilayah TamanNasional Bukit Baka – Bukit Raya Kalimantan Barat (Sebagai SumberBelajar Siswa Sma Kelas X Pada Subkonsep Insekta). Skripsi, notpublished. xi + 64 hlm.

Engel, M. S., D. A. Grimaldi & K. Krishna. 2009. Termite (Isoptera): TheirPhylogeny, Classification, and Rise to Ecological Dominance. AmericanMuseum Novitates, American Museum of Natural History, New York: 1–27 hlm.

Engel, M. S. 2011. Family Group Names for Termites (Isoptera), redux. Zookeys.148: 171–184

Page 60: Bab 1-Daftar Pustaka

60

Gathorne-Hardy, F.J., D.T. Jones & N. A. Mawdsley. 2000. The recolonization ofthe Krakatau islands by termites (Isoptera), and their biogeographicalorigins. The Linnean Society of London. Biological Journal of the LinneanSociety 71: 251–267

Gullan PJ & Cranston PS. 1999. The Insect An Outline of Entomology. Edisi Ke-2. Oxford: Blackwell Sci

Indria, S.P., S. Khotimah & Rizalinda. 2013. Jenis – jenis jamur entomopatogendalam usus rayap pekerja Coptotermes curvignathus Holmgren.Protobiont 2 (3): 141 – 145.

Jones, D.T. & P. Eggleton. 2000. Sampling Termite Assemblages in TropicalForests: Testing a Rapid Biodiversity Assessment Protocol. BritishEcological Society 37(1): 191–203

Jones, D. T. & A. H. Prasetyo. 2002. A Survey of The Termites (Insecta: Isoptera)of Tabalong District, South Kalimantan, Indonesia. The Raffles Bulletin ofZoology 50(1): 117–128

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta: x + 237 hlm.

Lee KE, Wood TG. 1971. Termite and Soil. Academic Press, London: x+ 251hlm.

Majid, A. 2005. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan StandarKompetensi Guru. Rosda Karya, Bandung: ix + 291 hlm.

Muslich, M. 2008. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.Jakarta . Bumi Aksara: vi + 244 hlm.

Nandika, D., Y. Rismayadi & F. Diba. 2003. Rayap : Biologi danPengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta: xiv + 216hlm.

Ogg, et al. 2006. Subterranean Termites: Handbook for Home Corners. NebraskaUniversity, Lincoln: iii + 56 hlm.

Pearce, MJ. 1997. Termites: Biology and Pest Management. CAB International,Wallingford.

Prastowo. A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif . DivaPress.Yogyakarta.

Page 61: Bab 1-Daftar Pustaka

61

Prasetyo, K. W. & S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap SecaraRamah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia pustaka, Depok: iv + 64hlm.

Pribadi, T. 2009. Keanekaragaman Komunitas Rayap pada Tipe Penggunaanlahan yang Berbeda sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan. (Tesis).Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. xiv + 67 hlm.

Pribadi, T., R. Raffiudin & I. S. Harahap. 2011. Termites Community asEnvironmental Bio indicator in Highlands: a Case Study in East Slopes ofMount Slamet, Central Java. Biodiversitas. 12(3): 235–240

Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan PenelitiMuda. Alfabeta, Bandung: x + 244 hlm.

Riny, S. M. 2007. Identifikasi Rayap Kasta Prajurit di Wilayah Pusat PenelitianIlmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) Serpong, Banten. IPB: xi +18 hlm. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/14508, 20 februari2014, pk 18. 47

Rohani, A. 1997. Media Instruksional Edukatif. Rineka Cipta. Jakarta: x + 117hlm

Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktik). Alfabeta.Bandung: vi + 282 hlm

Sornnuwat, Y., C. Vongkaluang, Y. Takematsu. 2004. A Systematic Key toTermites of Thailand. Kasersart J Nat Sci 38: 349–368

Subekti, N. 2004. Keragaman Genetik Rayap Tanah Genus Coptotermes(Isoptera: Rhinotermitidae) di Pulau Jawa. Skripsi IPB, Not Published: iii+ 64 hlm.

Sugiyono, 2009. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfa Beta.Bandung.

Supriana N. 1984. Perilaku Rayap. Badan Pengembangan dan PenelitianDepartemen Kehutanan. Bogor: IPB-Press.

Syaukani, 2013. A Guide To The Nasus Termites (Nasutitermitienae, Termitidae)Of Kerinci Seblat National Park Sumatera. Banda aceh: Unsyiah.

Tarumingkeng. 2009. Biologi dan Perilaku Rayap (Biology and ethology oftermites). 20 hlm. http://rudyct.com/biologi_dan_perilaku_rayap.htm. 29Januari 2014. 20.49 WIB.

Tho, YP. 1992. Termites of Peninsular Malayasia, Malayan Forest Record No. 36.Forest Research Institut Malaysia. Kepong: 240 hlm.

Page 62: Bab 1-Daftar Pustaka

62

Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the Studyof Insects. Ed. Ke-7. Thomson, Australia: x+864 hlm.

Wilson EO. 1971. The Insect Societies. Cambridge: Harvard Univ Pr.

Page 63: Bab 1-Daftar Pustaka

63