bab 1-6 dan dafpus

133
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja merupakan salah satu rutinitas yang dilakukan setiap individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, seseorang dapat terkena gangguan atau cedera saat bekerja. 1 Penyakit akibat kerja yang banyak ditimbulkan salah satunya adalah penyakit otot rangka atau Musculoskeletal Disorders (MSDs). 2 Hal tersebut sesuai dengan laporan WHO tahun 2004 yang menyatakan bahwa penyakit punggung yang termasuk MSDs, merupakan penyakit yang paling banyak disebabkan oleh faktor risiko kerja yaitu dengan persentase 37%. Sedangkan sisanya yaitu penyakit kehilangan kemampuan pendengaran (16%), penyakit paru obstruktif (13%), asma (11%), kecelakaan (10%), kanker paru (9%), dan laukemia (2%). 3 Selain itu, menurut data Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat, cedera tulang belakang adalah salah satu yang paling umum terjadi (22% dari semua

description

skripsi

Transcript of bab 1-6 dan dafpus

1

81

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bekerja merupakan salah satu rutinitas yang dilakukan setiap individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, seseorang dapat terkena gangguan atau cedera saat bekerja.1 Penyakit akibat kerja yang banyak ditimbulkan salah satunya adalah penyakit otot rangka atau Musculoskeletal Disorders (MSDs).2 Hal tersebut sesuai dengan laporan WHO tahun 2004 yang menyatakan bahwa penyakit punggung yang termasuk MSDs, merupakan penyakit yang paling banyak disebabkan oleh faktor risiko kerja yaitu dengan persentase 37%. Sedangkan sisanya yaitu penyakit kehilangan kemampuan pendengaran (16%), penyakit paru obstruktif (13%), asma (11%), kecelakaan (10%), kanker paru (9%), dan laukemia (2%).3 Selain itu, menurut data Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat, cedera tulang belakang adalah salah satu yang paling umum terjadi (22% dari semua kecelakaan kerja yang terjadi) dan paling banyak membutuhkan biaya untuk pengobatannya.4 Luthfi Gatam mengungkapkan bahwa keluhan terbanyak dari gangguan pada tulang belakang umumnya yaitu keluhan Low Back Pain (LBP).5 Low Back Pain (LBP) atau yang dapat disebut nyeri tulang belakang bawah atau nyeri pinggang merupakan masalah yang umum dialami oleh masayarakat, terutama kalangan pekerja.6 LBP merupakan suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah.7 Jumlah angka kejadian LBP hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.8 Setiap tahun terdapat 5-20% penduduk Amerika Serikat dan 25-45% penduduk Eropa mengalami LBP.6 Sedangkan penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease (COPORD) Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan hasil bahwa prevalensi penderita LBP pada pria sebesar 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%.9 Berdasarkan penelitian Enviromental Health Science dari University of Minnesota di Amerika Serikat ditemukan bahwa satu juta pekerja setiap tahunnya mengalami LBP yang menyebabkan kehilangan waktu kerja dikarenakan pekerjaan manual handling (mengangkat, membawa, mendorong, menarik dan lain-lain) yang tidak sesuai.10 Dalam melakukan pekerjaan tersebut mereka seringkali melakukan berbagai postur seperti membengkokan badan, membungkuk, duduk dan berdiri lama, atau postur batang badan lainnya yang tidak natural dalam waktu yang sering atau lama. Postur tersebut merupakan penyebab LBP. Mohammad menyatakan bahwa kondisi kerja dengan praktik ergonomi yang salah dapat mengakibatkan sakit atau keluhan kerja dari tenaga kerja akibat dari pekerjaannnya. Seseorang yang bekerja dengan sikap punggung selalu membungkuk, akan mengakibatkan keluhan sakit pada daerah punggung. Selain itu, seseorang yang bekerja dengan sikap duduk yang salah akan mengakibatkan keluhan sakit di daerah punggung.11 Sebuah penelitian yang dilakukan Xu et.al. di Denmark yaitu pekerja yang sering membungkuk atau memutar mempunyai risiko 1,48 kali untuk mengalami LBP.12 Adapun faktor penyebab LBP yang paling berperan adalah pekerjaan yang dilakukan secara manual atau non manual. Akan tetapi, apabila dibandingkan pekerjaan secara manual memiliki risiko LBP yang lebih tinggi daripada pekerjaan secara non manual. Hal ini didasari pula oleh kebiasaan pekerja yang menjadi penyebab LBP saat melakukan pekerjaan manual yaitu gerakan yang berulang-ulang (repetitive) atau gerakan peregangan yang berlebihan (twisting).13 Para pekerja kasar (memanfaatkan fisik) melakukan pekerjaan manual tersebut.14 LBP dapat mengakibatkan disabilitas bagi penderitanya sehingga akan berdampak berupa cuti sakit dan hilangnya jam kerja. Selain itu, dampak lain yang merugikan bagi penderita LBP yaitu besarnya biaya pemeliharaan kesehatan yang dikeluarkan.15 Pekerjaan fisik yang berat banyak dilakukan oleh pekerja sektor informal. Indonesia merupakan negara yang memiliki sektor informal yang banyak. Hal tersebut sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 yaitu di Indonesia terdapat 106,3 juta angkatan kerja yang tersebar diberbagai lapangan kerja dengan bermacam-macam permasalahan yang timbul akibat pekerjaannya. Data menunjukkan secara umum 68% bekerja di sektor informal dan 32% di sektor formal. Terdapat suatu penelitian yaitu dilakukan oleh Firman Fajar Hidayah pada buruh angkut pria di Pasar Babakan Tangerang tahun 2010. Hasilnya yaitu prevalensi LBP yang dialami oleh para pekerja yaitu 71,4%.3 Kecamatan Duren Sawit merupakan suatu daerah yang terletak di Jakarta Timur yang merupakan tempat berdirinya berbagai sektor informal. Usaha kayu merupakan salah satu sektor informal yang berada di daerah tersebut, sehingga para pekerja kayu selama bekerja tidak memiliki standar operasional. Pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh pekerja kayu yaitu pekerjaan yang memerlukan kegiatan fisik yang berat. Saat melakukan kegiatan tersebut para pekerja seringkali melakukan Manual Material Handling (MMH) dengan melibatkan berbagai postur seperti membengkokan badan, membungkuk, duduk dan berdiri lama atau postur batang badan lainnya yang tidak natural dalam waktu yang sering atau lama. Kegiatan fisik yang berupa MMH yang dilakukan dengan postur-postur tersebut dapat mengakibatkan LBP. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian untuk skripsi dengan judul: Hubungan Postur Tubuh dalam Bekerja dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) pada Pekerja Kayu di Daerah Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur Tahun 2013.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, telah diketahui bahwa keluahn Low Back Pain (LBP) akibat postur dapat dialami oleh pekerja kayu. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nurhikmah di Tanggerang pada pekerja furnitur yang menghasilkan bahwa postur yang dilakukan oleh pekerja merupakan postur yang berisiko LBP dan sebanyak 42% pekerjanya mengalami LBP. Kecamatan Duren Sawit merupakan daerah yang terdapat sektor informal berupa industri kayu. Selama bekerja para pekerja kayu melakukan berbagai postur tubuh yang merupakan risiko terjadinya LBP. Hal tersebut diperberat pula dengan cara kerja pekerja yang tidak sesuai ergonomi karena tidak memiliki standar operasional, sehingga para pekerja dapat dengan mudah terkena LBP. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian yaitu mengenai hubungan postur tubuh dalam bekerja dengan LBP pada pekerja kayu di daerah Kecamatan Duren Sawit pada tahun 2013. Selain itu, pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit pun belum dilakukan penelitian mengenai hal tersebut.

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan Umum Diketahuinya postur tubuh dalam bekerja dann faktor-faktor yang menjadi faktor risiko terjadinya keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur tahun 2013.2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya postur tubuh dalam bekerja dan hubungan dengan risiko Low Back Pain (LBP) berdasarkan REBA pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur Tahun 2013.b. Diketahuinya keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur tahun 2013.c. Diketahuinya hubungan antara karakteristik individu (umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga) dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur Tahun 2013.

D. Ruang Lingkup Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Jakarta karena ingin mengetahui hubungan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP). Penelitian dilakukan pada awal bulan Oktober 2013 di usaha sektor informal kayu Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja kayu dengan jumlah sampel yang belum diketahui. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data primer. Data tersebut diperoleh melalui karakteristik pekerja dengan menggunakan kuesioner, timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, dan kamera. Data-data tersebut dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat.

E. Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritisDapat mengetahui seberapa jauh kebenaran mengenai hubungan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit tahun 2013. 2. Manfaat MetodologiMempelajari dan mempraktikkan ilmu metodologi dalam sebuah penelitian Hubungan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur tahun 2013. 3. Manfaat Aplikatifa. Bagi Pengelola UsahaHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam menambah pengetahuan dan pemahaman pengelola usaha kayu mengenai postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada para pekerjanya sehingga keluhan Low Back Pain (LBP) dapat diminimalkan atau dihilangkan dengan memperbaiki dan menyesuaikan kondisi para pekerjanya melalui penyuluhan dan penyediaan fasilitas kerja.

b. Bagi SubjekHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan dalam menambah pengetahuan dan pemahaman para pekerja kayu mengenai postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) sehingga mereka dapat memperbaiki dan menyesuaikan hal-hal tersebut untuk menghindari terjadinya keluhan Low Back Pain (LBP).c. Bagi PenelitiHasil Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti dalam mengetahui terjadinya keluhan Low Back Pain (LBP) yang berhubungan dengan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan tersebut pada pekerja kayu dan peneliti mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu teori dalam mengatasi masalah ini. d. Bagi Institusi PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menambah ilmu dan informasi mengenai postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu sehingga dapat menjadi bahan dalam penelitian lebih lanjut. Selain itu, mengamalkan tridarma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) dan berkontribusi pada institusi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. NyeriNyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.16 Mekanisme terjadinya nyeri yaitu dimulai oleh stimulasi nosiseptor oleh stimulus noxious pada jaringan. Hal ini mengakibatkan stimulasi nosiseptor sehingga stimulus noxious dirubah menjadi potensial aksi. Proses tersebut dinamakan transduksi atau aktivasi reseptor.9 Kemudian potensial aksi ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Hal pertama yang terjadi pada proses transmisi yaitu konduksi impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medula spinalis. Selanjutnya neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Setelah itu, jaringan neuron tersebut naik ke atas di medula spinalis menuju otak dan talamus. Kemudian terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat lebih tinggi di otak pada bagian yang menangani respons persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Akan tetapi, persepsi nyeri dapat timbul tanpa rangsangan nosiseptif. Rangsangan nosiseptif pun tidak selalu menimbulkan nyeri. Terdapat proses medulasi sinyal yang dapat memengaruhi proses nyeri tersebut. Kornu dorsalis medula spinalis merupakan tempat modulasi sinyal yang paling diketahui. Selanjutnya proses terakhir yaitu persepsi. Pada tahap ini pesan nyeri direlai menuju otak dan mengahasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan.172. Low Back Pain (LBP)a. Definisi Low Back Pain (LBP)Low Back Pain (LBP) adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawah.7 Nyeri tersebut berkaitan dengan masalah pada vertebra lumbar, diskus intervertebralis, ligamentum di antara tulang belakang dengan diskus, medula spinalis, saraf, otot pada pungggung bawah, organ internal pada pelvis dan abdomen, atau kulit yang menutupi area lumbar.18 LBP pun umumnya disebut dengan nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang. Terdapat beberapa sifat dan karakterisik nyeri yang dialami oleh penderita LBP yaitu seperti nyeri terbakar, nyeri tertususk, nyeri tajam, hingga terjadi kelemahan pada tungkai.19 Nyeri tersebut terdapat pada daerah lumbal dan menjalar ke daerah-daerah lain diantaranya seperti sakroiliaka, koksigeus, bokong, ke bawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki.20b. Epidemiologi Low Back Pain (LBP)Salah satu faktor risiko terjadinya LBP yaitu usia. LBP tertinggi terjadi pada usia 30-45 tahun dan lebih sering pada usia dibawah 45 tahun.9 Setiap tahun terdapat 5-20% penduduk Amerika Serikat dan 25-45% penduduk Eropa mengalami LBP.6 Survei di Kanada dan Eropa menghasilkan point prevalence berkisar antara 22%-48%. Akan tetapi, epidemiologi LBP di Indonesia belum ada. Adapun hasil penelitian yang dilakukan PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita LBP sebanyak 15,6 %. Selain itu, data yang didapatkan dari rawat inap Poliklinik Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 menunjukkan penderita LBP sebanyak 28 dari total 662 pasien atau sebanyak 4,5% dan pada rawat jalan sebanyak 1.149 dari total 7.290 atau sebanayak 15,76%. Penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease (COPORD) Indonesia pada tahun 2004 menunjukkan hasil bahwa prevalensi penderita LBP pada pria sebesar 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%.9 Seluruh prevalensi tersebut terutama lebih banyak dialami pasien akibat aktivitas fisik. Salah satu aktivitas fisik yang dapat menimbulkan LBP adalah bekerja terutama pekerjaan secara manual seperti pada tukang kayu. LBP yang dialami pekerja merupakan hal yang dapat mengakibatkan disabilitas sehingga cuti kerja dan kehilangan jam kerja menjadi hal yang merugikan bagi pekerja.15 Adapun salah satu contoh penderita LBP akibat aktivitas fisik yaitu seperti pada penelitian Firman Fajar Hidayah pada buruh angkut pria di Pasar Babakan Tangerang tahun 2010. Hasilnya yaitu prevalensi LBP yang dialami oleh para pekerja yaitu 71,4%.3

c. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)LBP berdasarkan perjalanan kliniknya dibagi menjadi dua jenis yaitu20 :1) Low Back Pain (LBP) AkutLBP akut adalah nyeri yang menyerang tiba-tiba dalam rentang waktu antara beberapa hari sampai beberapa minggu dan dapat hilang atau sembuh. LBP akut dapat terjadi dikarenakan luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh. Selain dapat merusak jaringan, kejadian tersebut dapat pula melukai otot, ligamen, dan tendon. Penatalaksanaan awal LBP akut yaitu terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.2) Low Back Pain (LBP) Kronik LBP kronik adalah nyeri yang menyerang lebih dari 3 bulan dan dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Tahap tersebut biasanya merupakan onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. LBP kronik dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis, dan tumor. d. Etiologi Low Back Pain (LBP)1) Kelainan Tulang Punggung Sejak Lahir Kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra sejak saat lahir dapat berupa tulang vertebra yang hanya setengah bagian karena tidak lengkap saat lahir sehingga dapat mengakibatkan timbulnya LBP dengan skoliosis ringan. Selain itu, terdapat pula beberapa jenis kelainan tulang punggung sejak lahir seperti spondylisthesis yaitu kelainan pembentukan korpus vertebrae (arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae), kissing spine yang disebabkan oleh dua atau lebih processus spinosus bersentuhan, dan sacralisasi vertebrae lumbal ke V yang dikarenakan processus transversus dari vertebra lumbal ke V melekat atau menyentuh os sacrum dan atau os ileum.20,21 2) Low Back Pain (LBP) karena TraumaPenyebab utama LBP adalah trauma dan gangguan mekanis.20 Apabila gerakan bagian punggung belakang kurang baik maka dapat terjadi kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung. Hal tersebut mengakibatkan trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot biasanya dapat pulih dengan sendirinya dalam jangka tertentu. Akan tetapi, pada kasus yang berat memerlukan pertolongan medis sehingga gangguan tidak berkelanjutan.19 Adapun secara patologi anatomis dapat ditemukan beberapa keadaan pada LBP yang disebabkan trauma yaitu perubahan pada sendi sacro-iliaca dan sendi lumbo sacral.213) Low Back Pain (LBP) karena Perubahan Jaringan Penyakit-penyakit yang disebabkan perubahan jaringan yaitu seperti osteoartritis (spondylosis deformans), fibrositis, dan penyakit infeksi (salah satunya yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosis).19 Semua penyakit-penyakit tersebut dikarenakan perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit yang terjadi tidak hanya pada bagian punggung bawah, tetapi pada sepanjang punggung dan bagian tubuh lain.214) Low Back Pain (LBP) karena Pengaruh Gaya BeratGaya berat tubuh saat posisi berdiri, duduk, dan berjalan dapat menyebabkan rasa nyeri pada punggung dan komplikasi pada bagian tubuh yang lain seperti genu valgum, genu varum, coxa valgum, dan sebagainya.21 Selain itu, LBP karena pengaruh gaya berat pun dapat dialami oleh wanita hamil dan orang yang obesitas karena penumpukan lemak, kelainan postur tubuh, dan kelemahan otot sehingga terjadi penekanan pada tulang belakang.20e. Faktor Risiko Low Back Pain (LBP)Faktor risiko terjadinya LBP yaitu antara lain umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, postur saat bekerja (seperti membengkokan badan, membungkuk, duduk dan berdiri lama, atau postur batang badan lainnya yang tidak natural saat melakukan jenis pekerjaan yang berkaitan dengan sikap dan cara kerja seperti saat mengangkat, membawa, menarik, dan mendorong).20,22-251) UmurChaffin dan Guo et.al menyatakan bahwa pada umumnya pada usia kerja keluhan musculoskeletal mulai dirasakan yaitu antara 25-65 tahun. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa semakin tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs. Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Hadler yang menyatakan bahwa pada pekerja di Swedia menunjukkan hasil bahwa sekitar 70% diantara yang mengalami keluhan pada punggung berusia antara 35-40 tahun. Hal tersebut dikarenakan pada umur setengah baya, kekuatan, dan ketahanan otot mulai menurun sehingga pada saat itu risiko terjadinya keluhan semakin meningkat. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan Hamme et.al pada pekerja perusahaan kayu dan furnitur, diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih.27 2) PendidikanPendidikan dikelompokkan berdasarkan berbagai tingkatan yaitu pendidikan rendah (tamat SD atau SMP), sedang (tamat SMA), dan tinggi (tamat D-1, D-2, D-3, dan S-1 keatas). Semakin tinggi tingkatannya maka pengetahuan seseorang pun akan semakin banyak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indri Santiasih pada tahun 2013 yaitu menghasilkan bahwa walaupun tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan langsung dengan keluhan LBP, akan tetapi tingkat pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja mengenai cara atau sikap kerja yang benar.26 Apabila pekerja mengetahui cara atau sikap bekerja yang benar maka postur dalam bekerja pun dapat dilakukan dengan benar pula sehingga pekerja dapat terhindar dari risiko LBP.3) Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) memiliki hubungan dengan keluhan LBP. Hal ini berdasarkan kajian pustaka yang menyatakan bahwa orang yang memilki IMT lebih dari 25 atau mengalami kegemukan memiliki lemak tubuh yang berlebih. Hal tersebut merupakan faktor risiko berkembangnya keluhan nyeri punggung.28 Adapun rumus dalam mencari IMT yaitu29 :

Keterangan : IMT = Indeks Masa Tubuh (= BMI = Body Mass Index) BB (kg) =Berat badan dalam kg TB (m) = Tinggi Badan dalam meter Kriteria yang dikeluarkan WHO : Kurang : BMI = < 20 Normal : BMI = 20 -25 Gemuk : BMI = > 254) Masa Kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan, dan sebagainya).30 Masa kerja merupakan faktor risiko yang mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya musculoskeletal disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Terdapat penelitian yang dilakukan Nurhikmah kepada pekerja furnitur di Kecamatan Benda Kota Tanggerang menyatakan bahwa didapatkan sebanyak 35 pekerja (83.3%) dengan masa kerja >8 tahun yang mengalami musculoskeletal disorders dan sebanyak 14 pekerja (35.9%) dengan masa kerja < 8 tahun yang mengalami musculoskeletal disorders. Selain itu, Riihimaki et.al menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot.31 Pada penelitian Hanne et.al pada pekerja perusahaan kayu dan furnitur diketahui bahwa LBP berhubungan dengan usia dan masa kerja yang lebih lama.325) Durasi KerjaDurasi memiliki pengertian yaitu lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kemudian kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan, dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah buruk dan melebihi kapasitas fisik pekerja. Selain itu, terdapat pula yang menyebut durasi manual handling yang berisiko adalah > 10 detik.33 Sumamur menyatakan bahwa durasi berkaitan dengan keadaan fisik tubuh pekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, sistim pernapasan, dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari, dan durasi lama yaitu lebih dari 2 jam/hari.346) Stress KerjaSelama bekerja seseorang terkadang merasakan stress pada dirinya. Stress kerja menurut Cooper adalah tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan pegawai.35 Kerr, Erriksen, dan van Popple menyebutkan bahwa faktor emosi dan kepuasan kerja yang merupakan bagian dari stress kerja sangat mempengaruhi terjadinya LBP pada karyawan suatu perusahan. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan Basuki pada sebuah perusahaan tambang di Sulawesi Selatan yaitu bahwa risiko karyawan yang memiliki stress dalam bekerja untuk mengalami LBP yaitu sebesar 4.7 kali lebih besar daripada karyawan yang tidak memiliki stress dalam bekerja.367) Kebiasaan MerokokMerokok adalah kegiatan mengonsumsi bahan tembakau dan hasil olahannya, baik dilakukan pada saat bekerja maupun tidak bekerja. Setiap rokok mengandung lebih dari 4.000 jenis bahan kimia dan 400 dari bahan-bahan tersebut dapat meracuni. Zat-zat yang berbahaya dalam rokok diantaranya yaitu nikotin, karbon monoksida, tar, DDT, cadmium, formaldehyd, arsenic, hydrogen cyanidhe, naphtalene, polonium-210, vinyl chloride, dan lain-lain.30 Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan.27 Perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok .22 Selain itu, beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot terkait dengan lama dan kebiasaan merokok. Semakin lama atau semakin tinggi frekuensi merokok semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Hal tersebut dibuktikan pada survei yang dilakukan di Brithania oleh Palmer et.al ditemukan sebanyak 13.000 orang yang merokok sering mengeluh rasa tidak nyaman pada musculoskeletal dan rasa lumpuh terhadap cidera musculoskeletal dibandingkan mereka yang tidak pernah merokok. Hal ini disebabkan rokok dapat merusak jaringan otot dan mengurangi respon syaraf terhadap rasa sakit. Palmer mengatakan pula penyebab perokok dapat mengakibatkan sakit musculoskeletal antara yaitu kandungan zat nikotin di dalam rokok merupakan stimulan kuat yang secara efektif menjalankan respon sakit pada tubuh perokok dan asap rokok mungkin menyebabkan kerusakan umum pada jaringan musculoskeletal dengan cara mengurangi suplai darah ke jaringan musculoskeletal, meningkatkan penggumpalan darah, atau mengurangi aliran nutrisi ke otot dan sendi.37Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen et.al pada tahun 1993 yaitu hasilnya menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang terkait pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot yang besar. Hal ini terjadi karena kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru sehingga kemampuan menghirup oksigen menurun. Akibatnya yaitu kekuatan dan ketahanan otot menurun karena suplai oksigen ke otot juga menurun sehingga produksi energi terhambat, lalu penumpukan asam laktat di otot, kemudian timbul rasa lelah hingga nyeri otot.27 Kemudian pendapat serupa dinyatakan dalam NIOSH tahun 1997, yang mengungkapkan bahwa merokok juga dapat menimbulkan rasa sakit pada punggung karena disebabkan batuk yang diderita perokok dapat meningkatkan tekanan pada abdominal dan intradiscal sehingga menyebabkan tekanan pada bagian tulang belakang serta kandungan zat kimia dalam rokok dapat mempengaruhi berkurangnya kandungan mineral dalam tulang yang berakibat microfractures.38Jeanie Croasmun menyatakan bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Bagi mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko LBP sama dengan mereka yang tidak merokok. Selain itu, kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Bila orang tersebut melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah.31Selain itu, Croasmun pun mengatakan bahwa perokok memiliki risiko 50% lebih besar untuk merasakan MSDs karena efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang.31 Adapun klasifikasi merokok ditetapkan berdasarkan Indek Brikmann yaitu dengan rumus sebagai berikut29 :

Bila hasilnya : 0 = Bukan perokok 1-2 = Perokok ringan 201 -600 = Perokok sedang >600 = Perokok berat8) Kebiasaan OlahragaOlahraga adalah menggerakkan tubuh dalam jangka waktu tertentu.39 Olahraga dapat meningkatkan kesegaran jasmani. Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko terjadinya keluhan otot. Bagi pekerja dengan kekuatan fisik yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingkan yang memiliki kekuatan fisik tinggi.40 Olahraga yang baik dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi latihan 3-5 kali perminggu. Akan tetapi, olah raga yang berlebihan dapat menyebabkan otot atau tulang salah tempat. porsi latihan yang berlebih juga tidak bagus bagi tubuh. Tiap-tiap orang memiliki batas gerak tubuh yang berbeda. Gerak otot dan tulang yang terlalu diforsir dapat menyebabkan cedera otot dan persendian.41 Salah satu manfaat olahraga adalah meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada orang dewasa dapat memperkuat masa tulang, menurunkan nyeri sendi kronis pada pinggang, punggung, dan lutut.41 Oleh karena itu, aktivitas olahraga dapat mengurangi dan mencegah LBP lebih parah.42 Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan Basuki pada tahun 2008 pada sebuah perusahaan tambang nickel di Sulawesi Selatan yaitu bahwa karyawan yang tidak memiliki kebiasaan olahraga yang teratur akan mempunyai peluang risiko terjadi LBP sebesar 2.94 kali lebih besar dari karyawan yang sering berolahraga secara teratur.369) Postur Tubuh Postur yaitu bentuk tubuh, keadaan tubuh, atau perawakan tubuh. Postur tubuh dalam arti ergonomi diartikan sebagai posisi tubuh saat melaksanakan pekerjaan.25 Sedangkan postur kerja atau disebut pula sikap kerja adalah posisi kerja secara alamiah dibentuk oleh tubuh pekerja akibat berinteraksi dengan fasilitas yang digunakan ataupun kebiasaan kerja.43 Postur tubuh yang merupakan hasil orientasi posisi berbagai bagian tubuh. Postur yang baik dan benar terdiri dari komponen posisi yang netral pada kepala, sedikit lordosis dari leher, kifosis dorsal, lordosis lumbal, serta netralnya pelvis dan pinggul.44 Sedangkan pada saat duduk postur tubuh yang baik dan benar yaitu badan tegak dan menjaga tiga lengkungan pada servikal, toraks, dan lumbal. Hal ini dapat dilakukan dengan menempelkan bokong pada ke bagian belakang kursi, kepala tegak, lengan dan tungkai rileks serta dapat memberikan stabilitas yang baik.19 Selain itu, dagu pun harus lurus sejajar dengan lantai.45 Kemudian saat mengangkat benda pun postur tubuh harus dijaga yaitu dengan cara menggunakan sepatu yang stabil, kaki teguh dan stabil, dalam keadaan 90% dan kaki dirapatkan pada benda yang akan diangkat, lutut ditekuk, badan direndahkan, pinggang tegak, angkat benda ke paras abdomen, dan angkat benda perlahan-lahan. Akan tetapi, apabila benda yang diangkat berat maka ketika mengangkatnya tumpu dengan otot kaki dan lutut ditekuk.46 Selain itu, sikap dan posisi saat tidur yang baik adalah terlentang dengan alas yang keras sehingga tulang belakang terjaga dan jangan menyamping dengan lutut ditarik ke bahu.9 Gambar 2.1 Postur Tubuh yang Baik dan Benar saat Berdiri (Sumber : www.teampsa.com) Dengan demikian, postur dipengaruhi oleh pergerakan. Secara garis besar pergerakan bergantung pada tipe pekerjaan yang terbagi menjadi dua jenis pekerjaan yaitu47 :a) Pekerjaan StatisSelama melakukan pekerjaan statis didapatkan permasalahan yang dapat ditimbulkan karena postur tidak sesuai atau menahan dalam jangka waktu yang lama ataupun ketika kegiatan kerja dengan postur janggal sehingga menyebabkan bagian tubuh merasakan stress. Pekerjaan yang dilakukan dengan postur apapun dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan pekerja tidak efektif dalam bekerja, sakit atau nyeri pada pekerja setelah bekerja, dan pekerja pun dapat mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan. Gambar 2.2 Postur Statis yang Salah dan Benar Ketika Mengangkat Beban (Sumber : www.perpus.fkik.uinjkt.ac.id) b) Pekerjaan DinamisPergerakan sangat penting dalam mencegah masalah pekerjaan statis, khususnya dalam menangani beban berat. Akan tetapi, hal tersebut dapat memeberi masalah pada kesehatan dan kinerja kerja, seperti saat mengangkat, membawa, mendorong, dan menarik beban. Hal tersebut salah satunya dikarenakan penggunaan energi secara berlebih.

Pheasant mengatakan bahwa postur yang baik dalam bekerja yaitu postur yang mengandung tenaga otot statis yang paling minimum atau dapat diartikan pula bahwa variasi dari postur saat bekerja lebih baik dibandingkan dengan satu postur saja saat bekerja.22 Selain itu, Pheasant dan Ramazani mengatakan bahwa kenyamanan melakukan postur yang janggal saat bekerja menjadi suatu kebiasaan yang dapat berdampak terjadinya pergeseran atau pemendekkan jaringan lunak dan otot.10 Briger mengatakan bahwa hal yang dapat memengaruhi postur tubuh ketika bekerja yaitu karakteristik pekerjaan (kebutuhan pekerjaan, disain tempat kerja, dan faktor personal pekerja).2 Gambar 2.3 Postur Tubuh yang Baik dan Benar saat Duduk (Sumber : www.my.slevelandclinic.org)

Gambar 2.4 Perbandingan Postur Tubuh yang Benar dan Salah (Sumber : www.repository.usu.ac.id)Kemudian beban yang berasal dari internal dan eksternal memerlukan postur tubuh yang normal untuk menahannya. Beban yang berlebihan akan menyebabkan nyeri karena setiap bagian tubuh memiliki tahanan sendiri. Tahanan internal berasal dari otot dan jaringan lunak, sedangkan tahanan eksternal berasal dari gravitasi dan beban eksternal. Pada posisi yang salah terjadi penempatan beban yang salah, contohnya saat posisi duduk miring beban berpindah dari bokong ke tulang belakang yang memiliki kekuatan lebih lemah daripada bokong. Kemudian duduk terlalu lama memberikan beban yang lama pula pada bokong dan tulang belakang.44 Beban tersebut seharusnya ditahan oleh kaki yang lebih kuat secara bergantian.9 Fleksi ke depan, rotasi, dan mengangkat beban berat dengan tangan terbentang merupakan posisi lumbal yang berisiko terjadinya LBP. Serat kolagen annular didiskus menahan beban aksial dalam jangka pendek, sedangkan beban aksial dalam jangka lebih lama memberikan tekanan pada fibrosis annular dan meningkatkan tekanan pada lempeng ujung. Annulus dan lempeng ujung dapat menahan beban jika dalam keadaan utuh. Akan tetapi, daya kompresi dari otot dan beban muatan dapat meningkatkan tekanan intradiskus yang melebihi kekuatan annulus sehingga annulus hancur dan terjadi gangguan pada diskus internal. Hancurnya annulus mengakibatkan isi annulus fibrosis (nukleus pulposus) dapat keluar sehingga timbul manifestasi berupa nyeri.48 Postur tubuh yang dapat menyebabkan LBP yaitu seperti membengkokan badan, membungkuk, duduk dan berdiri lama, atau postur batang badan lainnya yang tidak natural dalam waktu yang sering atau lama.11 Penyebab paling banyak LBP adalah kekakuan dan spasme otot punggung karena aktivitas tubuh yang kurang baik (sikap) dan tegangnya postur tubuh.19 Kemudian timbulnya LBP sering kali dikaitkan dengan kegiatan manual handling dan faktor risiko pekerjaan diantaranya karakteristik lingkungan, pekerjaan, dan faktor personal pekerja.10 Selain itu, terdapat beberapa bukti bahwa postur dan sikap tubuh yang salah saat beraktivitas dapat mengakibatkan LBP yaitu penelitian yang dilakukan oleh Adi Subiantoro di Semarang terhadap 52 responden buruh angkut dengan menggunakan metode cross sectional membuktikan bahwa terdapat hubungan antara teknik mengangkat beban yang salah dengan terjadinya LBP pada pekerja pengangkut barang.46 Kemudian penelitian Rachel dan Sulvana menyatakan bahwa terdapat hubungan pekerja perawatan lapangan golf yang banyak membungkuk dengan keluhan LBP.49 Selain itu, terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Klooch di Skandinavia terhadap murid sekolah menengah membuktikan bahwa sebanyak 41,6% murid menderita LBP selama duduk dikelas yang terdiri dari 30% duduk selama 1 jam dan sebanyak 70% duduk lebih dari 1 jam.19 3. Rapid Entire Body Assessment (REBA)Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan lainnya. Data yang dikumpulkan termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe dari pergerakan, gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Skor akhir REBA bertujuan untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko mana dan pada bagian mana yang harus dilakukan tindakan penanggulangan. Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan musculoskletal disorders atau work related musculoskeletal disorders (WRMSDs). Adapun kelebihan REBA yaitu diantaranya REBA merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi, mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja, pekerjaan statis atau berulang-ulang), dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil, skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan, serta fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau dari analisa yang telah dilakukan. Sedangkan kekurangan atau kelemahan metode REBA yaitu diantaranya hanya menilai aspek postur dari pekerja, tidak mempertimbangkan kondisi yang dialami oleh pekerja terutama yang berkaitan dengan faktor psikososial, serta tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi,temperatur, dan jarak pandang.50Berdasarkan HSE tahun 1998 REBA bukan merupakan desain spesifik untuk memenuhi standar khusus. Akan tetapi, REBA telah digunakan di Inggris untuk pengkajian yang berhubungan dengan Manual Handling Operation Regulation. OSHA tahun 2010 menyatakan bahwa REBA digunakan pula secara luas di dunia internasional termasuk dalam US Ergonomi Program Standar. Adapun prosedur REBA memiliki enam langkah yaitu31 :a. Obeservasi PekerjaanMengobservasi pekerjaan untuk mendapatkan formula yang tepat dalam pengkajian faktor ergonomi di tempat kerja, termasuk dampak dari desain tempat kerja dan lingkungan kerja, penggunaan peralatan, dan perilaku pekerja yang mengabaikan risiko. Apabila memungkinkan, data disimpan dalam bentuk foto atau video.

b. Memilih Postur yang Akan DikajiMemutuskan postur yang diperlukan untuk dianalisa dapat dengan menggunakan kriteria dibawah ini :1) Postur yang sering dilakukan2) Postur dimana pekerja lama pada posisi tersebut3) Postur yang yang membutuhkan banyak aktivitas otot atau yang banyakmenggunakan tenaga4) Postur yang diketahui menyebabkan ketidaknyamanan5) Postur extreme, tidak stabil, atau postur janggal, khususnya postur yangmenggunakan kekuatan6) Postur yang mungkin dapat diperbaiki oleh intervensi, kontrol, atau perubahan lainnya. Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih kritera di atas. Kriteria dalam memutuskan postur mana yang akan dianalisa harus dilaporkan dengan disertai hasil atau rekomendasi.

c. Memberikan Penilaian pada Postur tersebut Gambar 2.5 Penilaian REBA : Trunk (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.6 Penilaian REBA : Neck (Sumber : www.ergo-plus.com)

Gambar 2.7 Penilaian REBA : Legs (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.8 Penilaian REBA : Upper Arm (Sumber : www.ergo-plus.com)

Gambar 2.9 Penilaian REBA : Lower Arm (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.10 Penilaian REBA : Wrist (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.11 Penilaian REBA : Load Force (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.12 Penilaian REBA : Coupling (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.13 Penilaian REBA : Activity (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.14 REBA Assessment Worksheet (Sumber : www.ergo-plus.com) Gambar 2.15 REBA Score (Sumber : www.ergo-plus.com)

B. Kerangka TeoriDari teori yang ada didapatkan kerangka teori sebagai berikut:

Umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan postur tubuh

Nyeri pada daerah lumbal dan menjalar ke daerah-daerah lain diantaranya seperti sakroiliaka, koksigeus, bokong, ke bawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki

Low Back Pain (LBP)

Teori dari Bimariotejo, 2009 Gambar 2.16 Kerangka Teori

C. Kerangka KonsepBerdasarkan kebutuhan penelitian, dari kerangka teori dibuat kerangka konsep sebagai berikut:

Low Back Pain (LBP)Postur dalam bekerja berdasarkan REBA Variabel Bebas Variabel Tergantung

Umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga Gambar 1.17 Kerangka KonsepD. HipotesisTerdapat hubungan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor lain dengan hubungan Low Back Pain (LBP).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di usaha sektor informal kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Kurun waktu penelitian adalah tahun 2013. Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2013.

B. Rancangan PenelitianMetode ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan cross sectional.

C. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel bebas : Postur tubuh dalam bekerjaVariabel tergantung : Low Back Pain (LBP)Variabel lain sebagai faktor risiko :a. Umurb. Pendidikanc. Indeks Massa Tubuh (IMT)d. Masa kerja e. Durasi kerjaf. Stress kerjag. Kebiasaan merokokh. Kebiasaan olahraga2. Definisi Operasional Variabel Tabel 3.1 Definisi Operasional VariabelNoVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

1UmurUmur adalah bilangan tahun sejak lahir sampai saat diwawancarai yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir KuesionerWawancara1. Tidak berisiko LBP bila usia < 33 tahun2. Berisiko LBP bila usia > 33 tahunKategorikal

2.PendidikanPendidikan formal terakhir yang pernah ditamatkanKuesionerWawancara1.Rendah, jika pendidikan responden tamat SD atau SMP2.Sedang, jika pendidikan responden tamat SMA

Ordinal

NoVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

3.Tinggi,jika pendidikan responden tamat D-1, D-2, D-3, dan S-1 ke atas

3.Indeks Massa Tubuh (IMT)Status gizi pekerja yang diukur dengan cara membanding-kan antara berat badan dengan tinggi badanKuesioner yang terdiri dari 3 pertanyaan, timbang-an, dan pengukur tinggi badanPengukuran tinggi dan berat badan yang dengan penghitung-an rumus

1.Normal, bila hasil penghitung-an 20-25 kg/m22.Kurang, bila hasil penghitung-an < 20 kg/m23.Lebih, bila hasil peng-hitungan >25 kg/m2Ordinal

4. Masa kerja Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan, dan sebagainya) Kuesioner yang terdiri dari 3 pertanyaanWawancara1.Masa kerja baru, jika masa kerja < 1 tahun2.Masa kerja lama, jika masa kerja > 1 tahunOrdinal

5.Durasi kerjaDurasi memiliki pengertian yaitu lamanya pajanan dari faktor risikoKuesioner yang terdiri dari 2 pertanyaanWawancara1.Durasi singkat, bila durasi kerja < 8 jam/hari2.Durasi lama, bila durasi kerja > 8 jam/hari

Ordinal

NoVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

6.Stress KerjaStress kerja menurut Cooper adalah tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan pegawaiKuesioner terdiri dari 2 pertanyaanWawancara1.Tidak stress kerja, jika pekerja tidak merasa jenuh atau beban kegiatan selama bekerja terlalu berat2.Stress kerja, jika pekerja merasa jenuh atau beban kegiatan selama bekerja terlalu beratNominal

7. Kebiasaan merokokMerokok adalah kegiatan mengonsumsi bahan tembakau dan hasil olahannya, baik dilakukan pada saat bekerja maupun tidak bekerjaKuesioner yang terdiri dari 3 pertanyaanKuesioner dengan penghitung-an lama merokok (tahun) x jumlah batang yang dihisap/hari1.Bukan merokok, bila hasil penghitung-an 02.Perokok ringan, bila hasil penghitung-an 1-200 3.Perokok sedang, bila hasil penghitung-an 201-600 4.Perokok berat, bila hasil penghitung-an > 600 Ordinal

NoVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

8.Kebiasaan olahragaOlahraga adalah menggerak-kan tubuh dalam jangka waktu tertentu Kuesioner yang terdiri dari 3 pertanyaanWawancara1.Olahraga, jika melakukan olahraga minimal 1 kali dalam seminggu2.Tidak olahraga, jika tidak melakukan olahraga sekalipun dalam semingguNominal

9.Postur tubuh dalam bekerjaPostur tubuh dalam bekerja disebut pula sikap kerja adalah posisi kerja secara alamiah dibentuk oleh tubuh pekerja akibat berinteraksi dengan fasilitas yang digunakan ataupun kebiasaan kerja Kuesioner terdiri dari 2 pertanyaan Wawancara dan pengambil-an foto yang akan dihitung dengan REBA 1.Skor REBA 1, bila tidak ada risiko LBP2.Skor REBA 2-3, bila risiko LBP rendah3.Skor REBA 4-7, bila risiko LBP sedang4.Skor REBA 8-10, bila risiko LBP tinggi5.Skor REBA 11-15, bila risiko LBP sangat tinggi

Ordinal

NoVariabelDefinisi OperasionalAlat UkurCara UkurHasil UkurSkala Ukur

10.Keluhan Low Back Pain (LBP)Low Back Pain (LBP) suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung bagian bawahKuesioner yang terdiri dari 4 pertanyaanWawancara 1.Mengeluh LBP, bila terdapat keluhan pada daerah punggung berupa keluhan saraf dan otot seperti nyeri, pegal, dan sebaginya 2.Tidak mengeluh LBP, bila tidak terdapat keluhan pada daerah punggung berupa keluhan saraf dan otot seperti nyeri, pegal, dan sebagainyaNominal

D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi penelitian para pekerja kayu sektor informal di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur yang belum diketahui jumlahnya, tetapi masih aktif bekerja pada saat penelitian.

2. Sampela. Cara Pengambilan Sampel diambil dari total populasi yang memenuhi kriteria penerimaan.b. Perhitungan Jumlah SampelBesar sampel dihitung sesuai dengan rumus besar sampel minimal untuk cross sectional study. Rumus yang digunakan dalam penelitian ini menurut Lemeshow yaitu sebgai berikut51 :

Keterangan : n = jumlah sampel minimum.Z = nilai standar dari distribusi sesuai nilai = 5% = 1,96. p = prevalensi outcome (gangguan nyeri punggung belakang (LBP)), dan karena belum ada datanya, maka dipakai (50%)q = 1-pL = tingkat ketelitian (10%)

Dengan demikian, maka : = 96 Jadi, besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 96 orang. c. Kriteria Penerimaan (Inklusi) 1) Subjek adalah semua pekerja yang masih aktif bekerja pada saat penelitian.2) Subjek yang pada saat penelitian mempunyai data lengkap untuk dianalisis, dalam hal ini data umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan postur tubuh dalam bekerja.3) Subjek menyetujui pernyataan sebagai responden.4) Pekerja yang tidak memiliki pekerjaan sampingan. E. Pengukuran dan Pengamatan Variabel PenelitianPenelitian ini terdiri dari variabel independen yaitu umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan postur tubuh dalam bekerja. Seluruh variabel tersebut menggunakan pertanyaan komposit atau pertanyaan tunggal. Variabel umur terdiri dari satu pertanyaan yang akan bermakna bagi risiko menderita LBP antara jika umurnya > 33 tahun. Variabel pendidikan terdiri dari satu pertanyaan yang skor 1 jika tamat SD atau SMP, skor 2 jika tamat SMA, skor 3 jika tamat D-1, D-2, D-3, atau S-1 keatas. Variabel IMT terdiri dari 3 pertanyaan yang terdiri dari berat badan (satuannya kg), tinggi badan (satuannya m), dan IMT (satuannya kg/m2). IMT merupakan hasil dari BB dibagi TB. Skor 1 jika IMT 20-25 berarti normal, skor 2 jika IMT < 20 berarti kurang, dan skor 3 jika IMT > 25 berarti lebih. Variabel masa kerja terdiri dari 3 pertanyaan. Skor 1 jika masa pekerja < 1 tahun dan skor 2 jika masa pekerja > 1 tahun. Variabel durasi kerja terdiri dari 3 pertanyaan. Skor durasi kerja diperoleh dari jumlah jam kerja pekerja dalam sehari. Skor bernilai 1 jika jumlah jam kerja pekerja < 1 jam/hari, dan skor bernilai 2 jika jumlah jam kerja pekerja > 1 jam/hari.Variabel stress kerja terdiri dari 2 pertanyaan. Skor stress kerja diperoleh dari keterangan pekerja. Skor bernilai 1 jika pekerja merasakan stress kerja yaitu kejenuhan atau beban kegiatan kerja yang terlalu berat. Skor bernilai 2 jika pekerja tidak merasakan stress kerja yaitu kejenuhan atau beban kegiatan kerja yang terlalu berat. Variabel merokok terdiri dari 3 pertanyaan. Pertanyaan pertama dan kedua menggunkan klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan Indeks Brikmann yaitu dengan rumus lama merokok (tahun) dikali dengan jumlah batang rokok yang dihisap per hari. Pertanyaan pertama merupakan multiple choice. Pada pertanyaaan pertama skor 1 jika responden tidak setuju dengan pernyataan pertanyaan tersebut (hasil perhitungan 0 yang berarti bukan perokok) dan responden tidak melanjutkan 2 pertanyaan yang lain. Jika responden setuju dengan pernyataan pertanyaan tersebut berarti responden melanjutkan pada 2 pertanyaan yang lain. Pada pertanyaan kedua, skor 2 jika hasil perhitungan 1-200 yang berarti perokok ringan, skor 3 jika hasil perhitungan 201-600, skor 4 jika hasil perhitungan > 600. Kemudian pertanyaan ketiga hanya dimaksudkan sebagai informasi lamanya responden melakukan kebiasaan tersebut.Variabel kebiasaan olahraga terdiri dari 3 pertanyaan. Skor 1 bila pekerja dinyatakan teratur berolahraga apabila pekerja melakukan olahraga setiap minggu dan skor 2 bila pekerja tidak setiap minggu melakukan olahraga.Variabel postur tubuh dalam bekerja terdiri dari 2 pertanyaan yang merupakan multiple choice. Variabel ini dihitung berdasarkan REBA. Skor REBA dihitung berdasarkan wawancara dan observasi. Komponen yang dibutuhkan untuk penghitungan REBA yaitu didasarkan pada postur batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Semua data tersebut dimasukkan ke dalam REBA Assessment Worksheet. Hasil dari perhitungan tersebut yaitu skor 1 jika skor REBA 1 berarti tidak ada risiko LBP, skor 2 jika skor LBP 2-3 berarti risiko LBP rendah, skor 3 jika skor REBA 4-7 berarti risiko LBP sedang, skor 4 jika skor REBA 8-10 berarti risiko LBP tinggi, dan skor 5 jika skor REBA 11-15 berarti risiko LBP sangat tinggi.

F. Pengumpulan DataPenelitian ini hanya menggunakan data primer. Selama proses pengumpulan data peneliti menggunakan kuesioner kepada masing-masing para pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Kemudian melalui kuesioner tersebut peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada masing-masing pekerja. Kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), masa kerja, durasi kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan postur tubuh dalam bekerja. Selain itu, dalam menghitung IMT, peneliti menggunakan alat pengukur tinggi badan dan timbangan berat badan. Saat melakukan penilaian postur tubuh, peneliti mengumpulkan data sesuai dengan data-data yang ada dalam REBA worksheet dan menggunakan kamera untuk mengambil foto postur pekerja saat bekerja, yaitu dengan cara :1. Observasi lapangan, di mana peneliti akan melihat dan mengamati task yang dilakukan oleh pekerja, hal ini bertujuan untuk menetapkan postur atau bagian dari tahapan kerja mana yang akan dilakukan penilaian. 2. Melakukan penskoran berdasarkan aktivitas kerja.3. Menentukan tingkat risiko (risk level) dengan melihat Tabel REBA Decision berdasarkan skor akhir REBA.4. Menentukan tindakan dengan melihat action level berdasarkan tingkat risiko (risk level) yang ada.5. Melakukan pengukuran sebelum dan sesudah bekerja untuk mengetahui gejala LBP pada pekerja.

Populasi Pekerja KayuAdapun alur penelitannya yaitu sebagai berikut :

Inform Concent

Tidak SetujuSetuju

Kuesioner

Analisa Dataediting, koding, entri data, verifikasi, dan tabulasi

Gambar 3.1 Alur Penelitian

G. Analisa DataTeknik analisa data yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat, multivariat. Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang dikehendaki dari tabel distribusi. Analisis bivariat yaitu analisa yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan Uji Chi-Square. Rumus Uji Chi-Square52 :

Keterangan : X2 = Nilai Chi-squareO= Nilai ObservasiE= Nilai EkspektasiDigunakan derajat kemaknaan = 0,05 sehingga jika nilai hitung p value < 0,05 (p value < ) maka hasil uji statistik bermakna, dan sebaliknya bila p value > 0,05 (p value > ) maka hasil uji statistik tidak bermakna.Sedangkan analisis multivariat adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk memahami struktur data dalam dimensi tinggi. Hal tersebut dikarenakan analisis ini melibatkan lebih dari satu variabel yang saling terkait satu sama lain. Selain itu, proses pengolahan data melalui beberapa tahapan yaitu:1. Editing Data yang telah diperoleh dilakukan pemeriksaan ulang terhadap kelengkapan pengisian, kejelasan pengisisan, dan konsistensi jawaban dari setiap kuesioner di dalam penelitian.2. KodingPada tahap ini diberikan pengkodean dari setiap informasi khususnya pada setiap bentuk pertanyaan dalam kuesioner.3. Entri DataEntri data digunakan dengan menggunakan komputerisasi, setelah dilakukan koding untuk pertanyaan dalam kuesioner dan setelah data manual terkumpul.4. Verfikasi DataVerifikasi data yaitu proses pencocokan isian data dengan lampiran berkas dalam penelitian.5. Tabulasi DataTabulasi data yaitu langkah memasukkan data berdasarkan hasil penggalian data di lapangan.Kemudian dalam penyajian data penulis menggunakan cara yaitu dengan tabel, gambar, dan narasi dalam bentuk tulisan.

BAB IVHASIL PENELITIAN

A. Subjek Penelitian dan Pengumpulan DataTelah dilakukan penelitian mengenai hubungan postur tubuh dalam bekerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) pada pekerja kayu di Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur, dalam kurun waktu Oktober 2013, dengan melakukan wawancara, penghitungan (tinggi dan berat badan), dan foto saat bekerja.Jumlah pekerja yaitu 144 orang, akan tetapi sebanyak 73 pekerja tidak diikutsertakan dalam penelitian karena tidak bersedia untuk diwawancarai. Oleh karena itu, jumlah sampel atau pekerja yang berpartisipasi dalam penelitian ini berjumlah 71 orang ( 49%).

B. Analisis Postur Tubuh dalam Bekerja Berdasarkan Rapid Entire Body Assessment (REBA)Pada penelitian ini variabel postur tubuh dalam bekerja menggunakan REBA dalam penentuan postur tersebut berisiko atau tidak untuk menyebabkan LBP. Penelitian yang dilakukan peneliti menghasilkan bahwa semua pekerja melakukan postur yang sama dalam bekerja karena tidak ada pembagian pekerjaan yang jelas. Postur tubuh selama bekerja yang dilakukan pekerja berdasarkan REBA yaitu sebagai berikut : Gambar 4.1 Postur Pekerja

Gambar 4.2 Hasil pada REBA Assesment Worksheet Beradasarkan Postur Pekerja Berdasarkan hasil REBA tersebut postur tubuh memiliki hubungan dengan kejadian risiko LBP dengan hasil 14. Hal tersebut berarti REBA skor berkisar antara 11-15 sehingga seluruh pekerja memiliki risiko very high untuk LBP.

C. Karakteristik Subjek Penelitian1. Analisis UnivariatRerata umur subjek yaitu 33.89 tahun + 10.19 tahun. Umur termuda adalah 20 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Sedangkan berdasarkan kelompok umur ini yang terbanyak adalah umur dibawah atau sama dengan 33 tahun yaitu sebanyak 40 orang (56.3%). Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian dan SebarannyaKarakteristikFrekuensi ( n = 71)

Jumlah(%)

Umur >33 tahun < 33 tahun314043.756.3

Pendidikan SD s/d SMP SMA561578.921.1

Indeks Masa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 20-25 kg/m2 1 tahun < 1 tahun

64790.19.9

Durasi kerja >8 jam/hari < 8 jam/hari591283.116.9

KarakteristikFrekuensi ( n = 71)

Jumlah(%)

Stress kerja Stress kerja Tidak stress kerja611085.914.1

Kebiasaan merokok Perokok berat Perokok sedang Perokok ringan Bukan Perokok5153714721.252.119.7

Kebiasaan olahraga Tidak olahraga Olahraga482367.6 32.4

Keluhan Low Back Pain (LBP) LBP Tidak LBP4922

69 31

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para pekerja umumnya rendah yaitu antara SD sampai SMP dengan jumlah 56 orang (78.9 %), sedangkan hanya sedikit pekerja yang memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu SMA dengan jumlah 15 orang (21.1 %). Tidak ada pekerja yang masuk ke dalam kategori tingkat pendidikan tinggi yaitu tamat D-1, D-2, D-3, dan S-1 ke atas.Indeks Massa Tubuh (IMT) para pekerja terbagi menjadi 3 kelompok yaitu kurang (< 20 kg/m2) sebanyak 6 orang (8.5 %), normal (20-25 kg/m2) sebanyak 43 orang (60.6 %), dan lebih (> 25 kg/m2) sebanyak 22 orang (31 %). Dengan demikian, dalam penelitian ini banyak para pekerja yang masuk ke dalam kelompok Indeks Massa Tubuh (IMT) yang normal.Adapun masa kerja perhari paling banyak yaitu > 1 tahun yaitu sebanyak 64 orang (90.1%) dan durasi kerja terbanyak selama > 8 jam/hari yaitu sebanyak 59 orang (83.1%). Stress dalam bekerja banyak dialami oleh para pekerja. Jumlah pekerja yang mengalami stress dalam bekeja yaitu berjumlah 61 orang (85.9 %) dan sisanya sebanyak 10 (14.1 %) orang tidak mengalami stress dalam bekerja. Kebiasaan merokok pekerja dikelompokkan menjadi 4 yaitu sebanyak 5 orang (7%) merupakan kelompok perokok berat, 15 orang (21.2%) kelompok perokok sedang, 37 orang (52.1%) kelompok perokok ringan, dan 14 orang (19.7%) kelompok bukan perokok. Dengan demikian, para pekerja lebih banyak masuk ke dalam kelompok perokok ringan.Kebiasaan olahraga banyak tidak dilakukan oleh para pekerja. Hal tersebut dibuktikan dengan sebanyak 48 orang (67.6 %) tidak melakukan keiasaan berolahraga dan sisanya hanya 23 orang (32.4 %) yang melakukan kebiasaan olahraga. Low Back Pain (LBP) merupaka keluhan yang banyak dirasakan oleh para pekerja yaitu sebanyak 49 orang (69 %) mengalami keluhan LBP dan sisanya 22 orang (31 %) tidak mengalami keluhan LBP.2. Analisis BivariatAnalisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel dependen, yaitu Low Back Pain (LBP), dengan faktor risiko lainnya, seperti faktor umur, pendidikan, Indeks Massa Tubuh (IMT), durasi kerja, masa kerja, stress kerja, kebiasaan merokok, dan kebiasaan olahraga.Penelitian ini menggunakan Uji Statistik Chi-Square dengan derajat kepercayaan 95% (CI 95%) dengan p = 0,05. Terdapat hubungan yang bermakna antara 2 variabel yang diteliti apabila p < . Akan tetapi, jika p > maka artinya tidak ada hubungan yang bermakna. Selain itu, terdapat OR (Odds Ratio) untuk menyatakan jumlah risiko antara salah satu varaiabel bebas terhadap variabel tergantung. a. Hubungan antara Umur dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.2 Hubungan antara Umur dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)KarakteristikKeluhan Low Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Umur >33 tahun 33 tahun sebanyak 22 orang memiliki keluhan LBP. Sedangkan reponden yang berusia < 33 tahun sebanyak 27 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.75 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.423.26. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

b. Hubungan antara Pendidikan dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) Tabel 4.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)KarakteristikKeluhan Low Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Pendidikan SD s/d SMP SMA38111840.770.212.750.68

Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki tingkat pendidikan SD sampai dengan SMP sebanyak 38 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 27 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.68 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.212.75. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

c. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.4 Hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)KarakteristikKeluhan Low Back Pain (LBP)ORC.I 95%P

(+)(-)

Indeks Massa Tubuh (IMT) >25 kg/m2 20-25 kg/m215347150.940.322.790.92

Hasil analisis hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki IMT > 25 kg/m2 sebanyak 15 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan reponden yang memiliki IMT 20-25 kg/m2 sebanyak 34 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.92 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.322.79. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

d. Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.5 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)KarakteristikKeluhan Low Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Masa kerja > 1 tahun < 1 tahun4362110.340.043.020.31

Hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki masa kerja > 1 tahun sebanyak 43 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan reponden yang memiliki masa kerja < 1 tahun sebanyak 6 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.31 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.04-3.02. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

e. Hubungan antara Durasi Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.6 Hubungan antara Durasi Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)KarakteristikKeluhan Low Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Durasi Kerja >8 jam/hari < 8 jam/hari39102020.390.1-1.95

0.24

Hasil analisis hubungan antara durasi kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki durasi kerja > 8 jam/hari sebanyak 39 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan reponden yang memiliki masa kerja < 8 jam/hari sebanyak 10 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.24 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.11.95. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara durasi kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

f. Hubungan antara Stress Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) Tabel 4.7 Hubungan antara Stress Kerja dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) KarakteristikKeluhanLow Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Stress KerjaStress kerjaTidak stress kerja4541664.221.0516.90.03

Hasil analisis hubungan antara stress kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki keluhan stress kerja sebanyak 45 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan reponden yang tidak memiliki keluhan stress kerja sebanyak 4 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.03 (P < 0.05) dan CI 95% : 1.0516.9. Selain itu, diketahui pula OR = 4.22 yang berarti pekerja yang yang mengalami stress kerja memilki risiko 4 kali lebih besar untuk mengalami keluhan LBP dibandingan pekerja yang tidak memiliki stress kerja. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara stress kerja dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

g. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.8 Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) KarakteristikKeluhanLow Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Kebiasaan merokok Perokok berat Perokok sedang Perokok ringan Bukan perokok392711261030.65

0.1-4.210.65

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yang memiliki keluhan LBP yaitu responden kelompok perokok berat sebanyak 3 orang, kelompok perokok sedang 9 orang, kelompok perokok ringan 27 orang, dan kelompok bukan perokok 11 orang. Uji statistik menghasilkan P = 0.65 (P > 0.05) dan CI 95% : 0.1-4.21. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Low Back Pain (LBP).

h. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan Low Back Pain (LBP)Tabel 4.9 Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Keluhan Low Back Pain (LBP) KarakteristikKeluhanLow Back Pain (LBP)ORCI 95%P

(+)(-)

Kebiasaan olahraga Tidak olahraga Olahraga 32171660.710.232.140.54

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan Low Back Pain (LBP) diperoleh hasil yaitu responden yang memiliki kebiasaan tidak olahraga sebanyak 32 orang yang memiliki keluhan LBP. Sedangkan responden yang memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 17 orang yang mengalami keluhan LBP. Uji statistik menghasilkan P = 0.54 (P>0.05) dan CI 95% : 0.232.14. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan olahraga dengan keluhan Low Back Pain (LBP).3. Analisis Multivariat (Regresi Logistik)Setelah dilakukan analisis bivariat yang betujuan untuk melihat hubungan antara variabel dependen yaitu LBP dengan variabel independen atau faktor-faktor risiko yang dapat mengakibatkan timbulnya keluhan LBP, selanjutnya dilakukan analisis multivariat. Analisis multivariat bertujuan untuk melihat interaksi berbagai faktor tersebut secara bersamaan dan mencari faktor-faktor yang paling dominan pengaruhnya untuk menimbulkan keluhan LBP. Tabel 4.10 Hubungan Faktor Risiko Low Back Pain (LBP) dalam Analisis MultivariatVariabelUnstandardized CoefficientsStandardized CoefficientsTP

BS.EBeta

Umur0.150.140.161.020.31

Pendidikan-0.050.15-0.04-0.320.75

Indeks Massa Tubuh (IMT)LebihKurang

0.020.31

0.130.22

0.020.18

0.131.37

0.890.18

Masa kerja-0.120.21-0.08-0.60.55

Durasi Kerja-0.090.16-0.07-0.570.57

Stress Kerja0.330.180.241.810.08

Kebiasaan Merokok-0.1160.156-0.100-0.7450.459

Klasifikasi merokokBeratSedangberat

0.11-0.18

0.280.17

0.06-0.17

0.37-1.04

0.710.30

Kebiasaan olahraga-0.010.13-0.01-0.060.95

Hasil multivariat tersebut menghasilkan bahwa stress kerja tetap variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap timbulnya keluhan LBP dengan nilai P = 0.08.

BAB VPEMBAHASAN

A. Keterbatasan PenelitianPenelitian ini memiliki keterbatasan yaitu berupa metode rancangan penelitian, cara pengambilan sampel, dan metode penelitian itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang mempelajari dinamika hubungan atau korelasi antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya yang diobservasi pada saat yang sama. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa setiap responden penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan faktor risiko serta dampaknya diukur menurut keadaan pada saat observasi. Oleh karena itu, perkembangan panyakit sulit untuk diketahui secara lebih tepat. Selain itu, faktor-faktor risiko pun tidak dapat diukur secara akurat sehingga akan memengaruhi hasil penelitian, responden penelitian pun dibutuhkan cukup banyak karena variabel bebas yang berpengaruh cukup banyak pula, nilai prognosa cross sectional lemah atau kurang tepat, dan korelasi faktor risiko dengan dampaknya merupakan paling lemah apabila dibandingkan dengan rancangan penelitian anlitik yang lainnnya.Responden penelitian hanya pekerja yang merupakan pekerja aktif sehingga tidak melibatkan pekerja yang telah pensiun. Selain itu, cukup banyak responden yang menolak untuk diwawancarai karena mereka hanya sedikit memiliki waktu luang. Hal tersebut dikarenakan para responden merupakan pekerja kayu sektor informal sehingga tidak ada jam kerja khusus bagi mereka. Oleh karena itu, reponden pada penelitian ini hanya berjumlah 71 reponden, sedangkan sebaiknya pada penelitian ini diperlukan responden yang lebih banyak lagi dikarenakan cross sectional merupakan metode yang memerlukan banyak responden.Penelitian ini menggunakan data primer dengan menggunakan kuesioner peneliti melakukan wawancara kepada para responden. Keterbatasan pertanyaan yang diajukan kepada para pekerja membuat analisis penelitian ini pun terbatas. Selain itu, hasil penelitian ini sangat dipengaruhi pula oleh kejujuran pekerja selama proses wawancara. Data utama dalam penelitian ini yaitu postur tubuh yang dinilai melalui foto postur pekerja ketika bekerja yang dihitung dengan REBA dan keluhan Low Back Pain (LBP) yang dideteksi melalui wawancara oleh peneliti menggunakan kuesioner. Pendeteksian keluhan LBP yang menggunakan kuisioner tersebut merupakan hal yang subjektif.Saat mendeteksi postur tubuh para pekerja, seluruh pekerja melakukan postur yang dapat menyebabkan keluhan LBP, seperti membungkuk salah satunya. Sedangkan terdapat responden yang tidak mengeluh LBP. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini menggunakan Metode Cross Sectional sehingga peneliti tidak dapat melakukan penelitian jangka panjang secara terus-menerus. Oleh karena itu, tidak dapat diketahui secara pasti mengenai pekerja yang tidak mengeluh LBP saat ini dibandingkan dengan beberapa waktu kemudian yang memungkinkan mereka untuk menderita keluhan LBP pula. Selain itu, pendeteksian pun terbatas oleh dana. Akan tetapi, para pekerja yang tidak mengeluh LBP memiliki kemungkinan yang besar untuk mengalami keluhan LBP, walaupun bukan saat ini. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan penilaian REBA. Akan tetapi, nilai yang dihasilkan REBA pun memiliki keterbatasan diantaranya yaitu REBA tidak melihat kekuatan dan aktivitas yang dilakukan pekerja, tidak mengamati total durasi atau vibrasi, dan hanya postur terburuk yang diamati. Oleh karena itu, kemungkinan risiko LBP dapat meningkat jika faktor-faktor tersebut dapat dihitung dengan REBA. Selain itu, REBA memiliki kelemahan yaitu tingkat risiko umum disediakan, tetapi tidak memprediksi injury pada individu sehingga seperti hal yang dijabarkan sebelumnya karena hal ini pula penelitian ini tidak dapat memprediksi mengenai penyakit seseorang melalui REBA. Oleh karena itu, peneliti menggunakan wawancara untuk mengetahui penyakit LBP walaupun dengan beberapa keterbatasan pula, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.Selain itu, berdasarkan teori-teori dan bukti-bukti penelitian lain yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang menjadi faktor risiko LBP pada penelitian ini, mungkin akan lebih sesuai pada sektor yang memiliki peraturan kerja yang jelas. Sedangkan pada penelitian ini, tidak ada peraturan yang kerja yang jelas, baik seperti jam kerja, pembagian kerja, cara bekerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, pada uji multivariat tidak beda dengan uji bivariat yaitu variabel stress kerja yang terbukti paling berpengaruh dengan keluhan LBP karena variabel tersebut merupakan faktor yang dinilai berdasarkan pendapat bukan aktivitas.

B. Penafsiran dan Pembahasan Temuan Hasil Penelitian1. Risiko Low Back Pain (LBP) berdasarkan REBA dan Keluhan Low Back Pain (LBP) Berdasarkan Hasil KuesionerPada populasi penelitian ini, berdasarkan penghitungan REBA seluruh pekerja melakukan postur yang berisiko untuk LBP dengan hasil REBA yaitu very high. Sedangkan, berdasarkan kuesioner didapatkan hasil hanya sebanyak 49 orang (69%) mengalami keluhan LBP. Hasil tersebut memiliki pengertian bahwa hampir 70% responden mengeluh LBP. Sedangkan sisanya tidak mengeluh LBP, padahal hasil REBA membuktikan bahwa seluruhnya sangat berisiko LBP. Walupun demikian, tidak terkecuali responden yang tidak mengeluh LBP saat ini, akan mengalami keluhan LBP pula dikemudian hari jika mereka terus-menerus melakukan postur yang berisiko LBP tersebut disertai postur yang mereka lakukan tidak sesuai dengan ergonomi yang dapat memperberat risiko tersebut. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Humatech yaitu gangguan pada sistim musculoskeletal tidak pernah terjadi secara langsung, tetapi merupakan kumpulan-kumpulan benturan kecil dan besar yang terakumulasi secara terus-menerus dalam waktu relatif lama, dapat dalam hitungan beberapa hari, bulan, dan tahun. Hal tersebut tergantung pada berat ringannya trauma setiap kali dan setiap saat sehingga dapat menimbulkan suatu cidera yang cukup besar dan diekspresikan dengan rasa sakit, kesemutan, pegal-pegal, nyeri tekan, pembengkakan, dan gerakkan yang terhambat atau gerakan minim atau kelemahan pada anggota tubuh yang terkena trauma. LBP dalam hal ini merupakan salah satu gangguan pada sistim musculoskeletal.31 Sebuah penelitian yang dilakukan Diana Samara et.al dengan 223 reponden pada pekerja melakukan postur bekerja seperti tegak, membungkuk, miring, dan kombinasi. Pada penelitian tersebut postur tersebut pun dinyatakan merupakan postur-postur yang berisiko untuk LBP dan terdapat 36,8% pekerjanya telah mengalami LBP.53 2. Umur Umur merupakan salah satu variabel yang dididuga menjadi salah satu variabel yang berhubungan dengan keluhan LBP pada pekerja kayu sektor informal di Kecamatan Duren Sawit tahun 2013. Pada penelitian ini umur dikategorikan berdasarkan nilai mean karena tidak ada standar yang resmi. Pada populasi penelitian ini diketahui bahwa terdapat 31 (43.7%) pekerja yang berusia > 33 tahun dan sebanyak 40 pekerja (56.3%) yang berusia < 33 tahun. Akan tetapi, populasi penelitian ini tidak membuktikan hubungan yang bermakna antara umur dengan keluhan LBP. Hal tersebut dikarenakan semua pekerja melakukan postur ergonomi yang sama dan postur tersebut tidak sesuai standar dan pada penelitian ini tidak ada pembagian pekerjaan pada responden yang dikategorikan berdasarkan umur sehingga keluhan LBP hampir dialami oleh seluruh responden dalam berbagai tingkatan usia dan postur tersebut berdasarkan penghitungan REBA kesimpulannya para responden seluruhnya sangat berisiko LBP. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini tingkatan usia tidak memiliki hubungan dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Chaffin dan Guo et.al yang menyatakan bahwa pada umumnya pada usia kerja keluhan musculoskeletal mulai dirasakan yaitu antara 25-65 tahun. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa semakin tua umurnya semakin besar risiko terjadinya gangguan MSDs.273. PendidikanPendidikan merupakan salah satu variabel yang dididuga menjadi salah satu variabel yang berhubungan dengan keluhan LBP pada pekerja kayu sektor informal di Kecamatan Duren Sawit tahun 2013. Pada populasi penelitian ini faktor pendidikan tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa keluhan LBP yang terjadi tidak mempunyai perbedaan bermakna diantara seluruh tingkat pendidikan. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Indri Santiasih pada tahun 2013 menghasilkan bahwa tingkat pendidikan tidak memiliki hubungan langsung dengan keluhan LBP. Tingkat pendidikan hanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan pekerja mengenai cara atau sikap kerja yang benar.26 4. Indeks Masa Tubuh (IMT)Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan salah satu variabel yang diduga memiliki hubungan dengan keluhan LBP pada pekerja kayu sektor informal di Kecamatan Duren Sawit tahun 2013. Penelitian ini menyatakan bahwa sebanyak 22 orang (31%) yang memilki IMT > 25 kg/m2, 43 orang (60.6%) IMT 20-25 kg/m2, dan 6 orang (8.5%) IMT < 20 kg/m2. Kegemukan disebabkan oleh interaksi berbagai hal yaitu faktor genetik, kerusakan pada salah satu bagian otak, pola makan yang berlebihan, kurang gerak atau olahraga, pengaruh emosional, faktor lingkungan, faktor sosial, faktor kompensasi, dan faktor gaya hidup. Pada penelitian ini kegemukan dihitung dengan IMT yaitu melalui pengukuran tinggi dan berat badan. Selain itu, berat badan yang menjadi komponen untuk menghitung IMT pun dipengaruhi oleh asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh para responden. Pola makan dalam mengonsumsi jenis makanan dan minuman pun sama antara setiap responden. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendapatan mereka yang relatif sama. Faktor sosial dan lingkungan pun peneliti amati setiap responden sama karena mereka tinggal pada tempat kerja mereka yang berada dalam satu kawasan yang letaknya berdekatan sehingga kebiasaan makan dan minum pun relatif sama. Penentuan responden dalam penelitian ini hanya menggunakan beberapa kriteria ini saja dikarenakan keterbatasan waktu dan dana. Oleh karena itu, pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara IMT (terutama IMT > 25 kg/m2 yang merupakan faktor yang diduga merupakan penyebab LBP paling berat) dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Eleanor Bull dan Graham Archard yang menyatakan bahwa IMT tubuh yang memiliki risiko dalam berkembangnya keluhan LBP yaitu IMT yang lebih dari 25.28 5. Masa Kerja Pada penelitian ini masa kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu lama (> 1 tahun) dan baru (< 1 tahun). Responden yang termasuk ke dalam kategori lama yaitu sebanyak 64 pekerja (90.1%) dan kategori baru sebanyak 7 pekerja (9.9%) . Pada populasi penelitian ini perbandingan yang mengeluh LBP dengan yang tidak mengeluh LBP pada kategori masa kerja baru sebesar 6:1 sedangkan pada ketegori lama 2:1. Hasil tersebut berlawanan dengan teori. Hal tersebut dikarenakan para responden tidak ada masa istirahat yang jelas. Jadi pekerja yang baru dapat bekerja lebih lama dibandingkan pekerja yang lama. Selain itu, pembagian pekerjaan pun tidak jelas sehingga baik pekerja baru dan lama melakukan pekerjaan yang sama. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini masa kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Rihimaki et.al yang menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. 6. Durasi KerjaPada penelitian ini durasi kerja dikategorikan menjadi 2 yaitu durasi lama (> 8 jam/hari) dan durasi singkat (< 8 jam/hari). Sebanyak 59 pekerja (83.1%) masuk ke dalam kategori durasi lama dan sebanyak 12 pekerja (16.9%) masuk ke dalam kategori durasi singkat. Pada penelitian ini menghasilkan perbandingan antara responden yang mengalami keluhan LBP dengan yang tidak mengalami keluhan LBP pada kategori durasi lama yaitu 2:1 sedangkan pada kategori durasi singkat yaitu 5:1. Hasil tersebut berlawanan dengan teori. Seperti pada hasil variabel masa kerja, alasan hasil tersebut tidak berhubungan yaitu tidak ada masa istirahat yang jelas selama para responden bekerja, terkadang mereka yang bekerja biasanya kurang atau sama dengan 8 jam dapat tetap bekerja lebih dari waktu tersebut. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan musiman dan mereka diikat oleh target penyelesaian pekerjaan yang telah ditentukan oleh pemilik tempat mereka bekerja berdasarkan permintaan konsumen. Selain itu, sektor-sektor informal kayu di kecamatan tersebut saling berdekatan bahkan banyak yang tempatnya bersebelahan sehingga persaingan dalam mencari nafkah pun sangat ketat. Oleh karena itu pula, para pekerja harus dapat mengejar target yang berdasarkan permintaan konsumen. Jika mereka tidak dapat memenuhinya, pekerjaan tersebut akan diambil oleh sektor informal yang menjadi saingan mereka. Jadi, pekerja yang masuk ke dalam kategori durasi singkat pun terkadang dapat bekerja lebih lama daripada pekerja yang masuk ke dalam kategori durasi lama dalam bekerja. Selain itu, penyebab lain variabel ini tidak bermakna yaitu pembagian pekerjaan pun tidak jelas sehingga baik pekerja baru dan lama melakukan pekerjaan yang sama. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini durasi kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Sumamur yang menyatakan bahwa jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Kesakitan tubuh itu salah satunya LBP seperti yang ada pada penelitian ini.34 7. Stress KerjaStress kerja merupakan salah satu variabel pada penelitian ini yang diduga berhubungan dengan terjadinya keluhan LBP. Pada populasi penelitian ini, pekerja yang mengalami stess selama bekerja memiliki risiko 4 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami stress kerja. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil uji bivariat. Sebanyak 45 orang pekerja yang masuk ke dalam kategori stress mengalami keluhan LBP dan 16 orang pekerja tidak mengalami keluhan LBP. Sedangkan 4 orang yang masuk ke dalam kategori tidak stress mengalami keluhan LBP dan 6 orang tidak mengeluh LBP. Selain itu, didapatkan pula hasil P < 0.05 dan CI 95% : 1.05-16.9. Oleh karena itu, stress memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP. Hal ini pun diperkuat oleh hasil analisis multivariat yang menghasilkan kesimpulan yaitu stress merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap timbulnya LBP (P = 0.08). Walaupun setiap responden mengalami kegiatan kerja yang sama, termasuk postur dalam bekerja, hubungan kemaknaan ini dikarenakan pula stress kerja merupakan faktor psikososial yang didapatkan dari pendapat para pekerja yang memiliki kesan yang berbeda-beda mengenai hal yang mereka rasakan selama bekerja. Hasil tersebut sesuai dengan yang disebutkan Kerr, Erriksen, dan van Popple dalam penelitian mereka yaitu faktor emosi dan kepuasan kerja yang merupakan bagian dari stress kerja sangat mempengaruhi terjadinya LBP pada karyawan suatu perusahan.36Selain itu, hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan Basuki pada sebuah perusahaan tambang nickel di Sulawesi Selatan yaitu karyawan yang mengalami stress dalam bekerja memiliki risiko LBP 4.7 kali lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami stress dalam bekerja. Pada penelitian ini terdapat 61 pekerja (85.9%) mengalami stress bekerja dan 10 pekerja (14.1%) tidak mengalami stress kerja.36 8. Kebiasaan MerokokKebiasaan merokok menjadi salah satu variabel yang diduga menjadi faktor risiko terjadinya keluhan LBP. Pada penelitian ini kebiasaan merokok dimasukkan ke dalam beberapa kategori berdasarkan Indeks Brikmann. Jumlah pekerja yang masuk ke dalam kategori perokok berat berjumlah 5 orang (7%), 15 orang (21.2%) kelompok perokok sedang, 37 orang (52.1%) kelompok perokok ringan, dan 14 orang (19.7%) kelompok bukan perokok. Dengan demikian, para pekerja lebih banyak masuk ke dalam kelompok perokok ringan.. Hal ini dikarenakan semua pekerja yang masuk ke dalam kategori-kategori tersebut masing-masing mengeluh LBP dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak mengeluh LBP sehingga tidak dapat diketahui kepastian kategori mana yang lebih berisiko LBP. Hal tersebut disebabkan pula tingkat risiko postur dalam bekerja (ergonomi) memiliki peran yang besar, jadi walaupun pekerja merupakan kategori perokok ringan tetap mengeluh LBP. Selain itu, faktor-faktor lainnya dapat menyebabkan keluhan LBP dirasakan walaupun pada pekerja yang masuk ke dalam kategori perokok ringan. Oleh karena itu, pada populasi penelitian ini menghasilkan hubungan yang tidak bermakna antara kebiasaan merokok dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan yang ditemukan oleh Boshuizen et.al yaitu mereka menemukan hubungan yang sisgnifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang.31 Selain itu, NIOSH tahun 1997 pun mengatakan bahwa merokok dapat menimbulkan nyeri pada punggung.389. Kebiasaan OlahragaKebiasaan olahraga merupakan salah satu variabel yang diduga dapat menjadi faktor risiko LBP. Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesegaran tubuh. Penelitian ini menyatakan bahwa jumlah mereka yang berolahraga yaitu 23 dan yang tidak berolahraga berjumlah 48 orang. Akan tetapi, pada penelitian ini kebiasaan olahraga tidak memiliki hubungan dengan keluhan LBP dengan hasil P>0.05 dan CI 95% : 0.232.14. Hal tersebut dikarenakan mereka yang berolahraga melakukannya tidak sesuai dengan peraturan olahraga yang baik dan benar dalam porsi dan prosedur latihan yang sesuai. Porsi olahraga yang belebih tidak baik bagi tubuh dan prosedur latihan yang tidak sesuai seperti olahraga tanpa pemanasan akan mengakibatkan trauma pada punggung bagian bawah. Selain itu, mereka yang masuk ke dalam kategori melakukan olahraga terdapat responden yang tidak melakukannya secara teratur karena mereka berpendapat pekerjaan yang mereka lakukan sudah merupakan olahraga. Seluruh pekerja pun melakukan seluruh bagian pekerjaan yang telah terbukti dengan REBA merupakan pekerjaan yang menggunakan postur yang berisiko LBP sehingga semua pekerja dapat memiliki risiko yang sama untuk terkena LBP. Hal tersebut pula yang menyebabkan pada populasi penelitian ini olahraga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan LBP. Hasil tersebut berbeda dengan pendapat Mitchell menyatakan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.3110. Postur TubuhPostur tubuh saat bekerja merupakan salah satu variabel yang diduga merupakan risiko yang menimbulkan keluhan LBP. Pada penelitian ini postur tubuh menggunakan metode REBA untuk mengetahui hubungannya dengan risiko LBP. Seluruh reponden yang terlibat dalam penelitian ini melakukan sistim kerja tanpa pembagian pekerjaan yang jelas sehingga seluruh pekerja melakukan postur kerja yang sama. Pekerjaan yang mereka lakukan diantaranya yaitu:

a. Proses Pengangkatan KayuPada proses ini saat mengangkat postur tubuh pekerja cenderung tidak sesuai dengan ergonomi. Mula-mula pekerja melakukan pekerjaan tersebut dengan leher sedikit mengangkat ke atas atau menekuk ke bawah, punggung membungkuk, dan kedua tangan menyesuaikan dengan kayu yang akan diangkat. Kayu tersebut terletak di atas lantai. Kemudian posisi kaki agak dibengkokkan. Setelah itu saat kayu dibawa, posisi leher tegak dan punggung agak melengkung ke arah belakang karena menahan beban yang dibawa. Sedangkan kedua tangan dan pergelangan tangan menekuk membawa kayu tersebut. Sementara itu, kaki cenderung berjalan dengan agak menekuk menahan beban. Ketika kayu diletakkan, posisi yang dilakukan pekerja hampir sama saat melakukan permulaan pengangkatan kayu yaitu leher sedikit mengangkat ke atas atau menekuk ke bawah, punggung membungkuk, dan kedua tangan menyesuaikan dengan tempat kayu akan diletakkan. Kemudian posisi kaki agak dibengkokkan sesuai dengan tempat kayu akan diletakkan pula.b. Proses PengukuranPada proses ini perkerja melakukannya dengan leher menekuk karena kayu yang diukur terletak agak jauh dari jarak atas tubuh. Hal ini pun disebabkan karena pekerja melakukannya dengan kaki berdiri. Mereka berdiri dengan cukup lama dengan kaki agak membengkok atau lurus. Kemudian punggung membungkuk menyesuaikan dengan letak kayu yang diukur. Tangan memegang penggaris dan pensil sebagai penanda pengukuran kayu.

c. Proses PemotonganPada proses ini pekerja cenderung melakukan postur tubuh leher menunduk atau miring ke kanan atau kekiri dan punggung membungkuk. Postur tersebut dilakukan seperti itu karena pekerja menyesuaikan posisi tubuhnya dengan tempat kayu diletakkan. Sedangkan salah satu tangan berposisi menggenggam alat pemotong dengan mengggerakkan alatnya berulang-ulang sehingga lengan atas dan bawah harus pun terlibat dalam gerakkan berulang tersebut. Sedangkan posisi kaki berdiri dalam waktu yang cukup lama. d. Proses PenyerutanPada proses penyerutan para pekerja menggunakan berbagai alat. Banyak postur yang mereka lakukan selama proses tersebut. salah satu postur yang mereka lakukan ketika menggunakan salah satu alat yaitu leher agak menunduk menyesuaikan dengan letak mesin yang rendah, punggung pun melakukan gerakan berulang dengan derajat dari besar ke kecil yang berarti dari agak membungkuk menjadi semakin membungkuk karena memasukkan kayu ke dalam mesin. Selain itu, kedua tangan sedikit membengkok menyesuaikan dengan kayu yang akan dimasukkan dan pergelangan tangan pun membengkok menyesuaikan dengan kayu yang dipegang. e. Proses PenghalusanProses penghalusan dilakukan dengan menggunakan amplas atau mesin. Apabila penggunaannya menggunakan amplas, pekerja melakukannya dengan leher menunduk, punggung membungkuk, tangan membengkok menyesuaikan dengan letak kayu yang akan diamplas, pergelangan tangan pun membengkok menyesuaikan dengan letak kayu pula sambil memegang alat amplas, dan k