BAB 1

6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya promotif dan preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti sangat efektif menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta kecacatan pada bayi dan balita. Imunisasi merupakan program yang dijalankan hampir seluruh negara di dunia dan salah satu cara untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak seseorang terkena pada antigen yang serupa tidak akan menimbulkan penyakit. Antigen yang digunakan berasal dari bibit penyakit (virus/bakteri) yang dilemahkan atau dimatikan disebut vaksin (Depkes RI, 2009 : 3). 1

description

kti

Transcript of BAB 1

Page 1: BAB 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan kesehatan yang lebih memprioritaskan upaya

promotif dan preventif dibandingkan kuratif dan rehabilitatif. Program

Imunisasi merupakan salah satu upaya preventif yang telah terbukti

sangat efektif menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta

kecacatan pada bayi dan balita.

Imunisasi merupakan program yang dijalankan hampir seluruh

negara di dunia dan salah satu cara untuk menurunkan angka kesakitan

dan kematian pada bayi dan anak. Imunisasi adalah suatu cara untuk

meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,

sehingga bila kelak seseorang terkena pada antigen yang serupa tidak

akan menimbulkan penyakit. Antigen yang digunakan berasal dari bibit

penyakit (virus/bakteri) yang dilemahkan atau dimatikan disebut vaksin

(Depkes RI, 2009 : 3).

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mengimunisasi

semua anak Indonesia agar terwujud masyarakat yang sehat dan

sejahtera. Berdasarkan hal tersebut pemerintah mengupayakan agar

cakupan imunisasi di Indonesia selalu meningkat. Dengan dilaksanakan

imunisasi dimulai dari Posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit baik di

daerah terpencil maupun di Ibu Kota dan Kabupaten, maka akan

mempersulit pengawasan rantai dingin (cold chain). Sehingga akan

1

Page 2: BAB 1

2

menimbulkan masalah untuk pemenuhan persyaratan rantai dingin di

lapangan yang dapat mempengaruhi potensi vaksin. (Made, S; Sudiyanto;

Dahlan, A; Muljati, P, 1993 : 41)

Sebagai produk biologis, vaksin memiliki karakteristik tertentu dan

memerlukan penyimpanan yang khusus sejak awal produksi di pabrik

hingga dipakai di unit pelayanan. Vaksin tidak boleh terpapar panas atau

terkena cahaya matahari langsung karena dapat mengurangi atau

merusak kualitas vaksin. Suhu +2°C s/d +8°C merupakan suhu yang baik

untuk menyimpan vaksin, namun tidak semua vaksin dapat disimpan pada

suhu tersebut, ada beberapa vaksin yang disimpan pada suhu -15°C s/d -

25°C. (Depkes RI, 2009 : 2)

Menurut Farmakope Indonesia edisi ketiga (1979), cara

penyimpanan vaksin kecuali dinyatakan lain, vaksin cair disimpan pada

suhu 2˚C hingga 10˚C, hindarkan terjadi pembekuan; vaksin kering

disimpan pada suhu tidak lebih dari 20˚C; terlindung dari cahaya.

Menurut hasil studi kasus yang dilakukan oleh Politeknik Kesehatan

Kemenkes Palembang (2011), didapatkan bahwa masih ada beberapa

Puskesmas yang menyimpan bahan lain di dalam cold chain dan masih

ada sarana yang seharusnya tersedia tapi tidak ada seperti freezer

tag/freezer watch. Ada 64% Puskesmas yang tidak memiliki freezer

tag/freezer watch. Selain itu juga susunan vaksin dalam lemari es dari

beberapa Puskesmas masih belum sesuai standar yaitu sebanyak 35,7%.

Page 3: BAB 1

3

Puskesmas yang ada di Kabupaten Pidie menurut Dinas

Kesehatan Kota Sigli terdapat ada 25 Puskesmas yang letaknya

dipendalaman kota.

Berdasarkan survey awal pada bulan Desember 2014 di

Puskesmas Reubee Kabupaten Pidie menemukan penyimpanan vaksin

yang tidak disimpan di dalam cold chain, melainkan disimpan didalam

lemari pendingin biasa. Penulis juga menemukan ada beberapa vaksin

yang sudah kadaluarsa yang masih disimpan didalam lemari pendingin,

dan penulis juga melihat didalam lemari pendingin terdapat makanan dan

minuman, hal ini tidak dibolehkan dalam penyimpanan vaksin. ada

beberapa vaksin yang kondisi VVM (Vaccine Vial Monitor) sudah kategori

C, hal ini dapat dikhawatirkan vaksin yang sudah kategori C tersebut akan

digunakan oleh petugas. Selain tidak memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan, vaksin tersebut juga sudah rusak atau sudah tidak

mempunyai potensi dan daya antigennya karena vaksin harus disimpan di

dalam cold chain pada suhu 2˚C sampai dengan 8˚C.

Sedangkan Puskesmas Delima, Puskesmas Padang Tji dan

Puskesmas Grong-Grong penyimpanan vaksin menggunakan lemari

pendingin buka atas (Cold chain), tetapi ada beberapa vaksin yang sudah

kadaluarsa masih di simpan dilemari pendingin. Namun dilemari pendingin

tidak tersedianya freezer tag/freezer watch sehingga mengakibatkan tidak

adanya pengontrolan suhu vaksin.

Page 4: BAB 1

4

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Penyimpanan Vaksin di

Seluruh Puskesmas Kabupaten Pidie”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penyimpanan vaksin di

seluruh Puskesmas Kabupaten Pidie sesuai dengan standar.

1.3 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui penyimpanan vaksin di seluruh Puskesmas

Kabupaten Pidie.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk mengembangkan wawasan penulis terhadap masalah

yang sedang diteliti.

1.4.2 Bagi Puskesmas

Menjadi masukan yang positif bagi Puskesmas dalam

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

1.4.3 Bagi Akademi Farmasi

Memberikan informasi bagi mahasiswa/i Akademi Farmasi

mengenai penyimpanan vaksin yang sesuai prosedur dan

menjadi tambahan bahan bacaan di perpustakaan.