bab 1

17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa, budaya hukum iklim pikiran masyarakat dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagaimana suatu hukum itu digunakan, dihindarkan atau disalah gunakan. Adapun inti budaya hukum sebagai budaya non-material ataupun spiritual adalah nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik (sehigga harus dianuti) dan apa yang buruk (sehigga harus dihindari). Nilai-nilai tersebut merupakan dasar dari etika (mengenai apa yang benar dan yang salah), norma atau kaidah (yang berisikan suruhan, larangan atau kebolehan) dan pola perilaku manusia. 1 Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, sehingga tidak asing lagi di telinga kita mengenai 1 Soejono Dirjosusworo, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1983), h. 90. 1

description

skripsi

Transcript of bab 1

Page 1: bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diketahui bahwa, budaya hukum iklim pikiran

masyarakat dan kekuatan masyarakat yang menentukan bagaimana suatu

hukum itu digunakan, dihindarkan atau disalah gunakan. Adapun inti budaya

hukum sebagai budaya non-material ataupun spiritual adalah nilai-nilai yang

merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang baik (sehigga harus

dianuti) dan apa yang buruk (sehigga harus dihindari). Nilai-nilai tersebut

merupakan dasar dari etika (mengenai apa yang benar dan yang salah), norma

atau kaidah (yang berisikan suruhan, larangan atau kebolehan) dan pola

perilaku manusia.1

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, sehingga tidak asing

lagi di telinga kita mengenai perbedaan ragam budaya, adat istiadat, maupun

mengenai keyakinan. Di Indonesia, kehidupan spiritual tampakya juga tidak

pernah redup. Memang agama, bagi masyarakat Indonesia, selain merupakan

bagian dari tradisi itu sendiri, tampaknya adalah suatu identitas sekaligus

sumber moral dan spiritual yang tidak mungkin ditinggalkan.2 Kebudayaan

adalah kompleks yang mengungkap pengetahuan, kepercayaan, keseniaan

dan moral. Di dalam kebudayaan bermacam kekuatan yang harus dihadapi

1 Soejono Dirjosusworo, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1983), h. 90.2 Ahmad Syafi’I Mufid, Tangklukan, Abangan, dan Tarekat, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2006), Ed. 1, h. vii

1

Page 2: bab 1

seperti kekuatan gaib maupun kekuatan lainnya, selain itu manusia dan

masyarakat juga memerlukan kepuasan dibidang spiritual maupun materil.

Selain yang kompleks di atas, adapun kaidah-kaidah yang dinamakan

peraturan biasanya sengaja dibuat dan mempunyai sanksi tegas. Peraturan

bertujuan membawa suatu kerahasiaan dan memperhatikan hal-hal yang

bersangkutan dengan keadaan lahiriah maupun batiniah.3 Di negara kita

sudah lama dengan adanya kejahatan yang dipandang bersumber dari dunia

lain (otherworldly power) yang senantiasa menarik perhatian, seperti santet,

dan sihir.4

Kejahatan pertama-tama adalah suatu konsep yuridis berarti tingkah

laku manusia yang dapat dihukum, berdasarkan hukum pidana, karena

kejahatan bukan hanya gejala hukum. Tidak dapat disangkal lagi bahwa

kejahatan pada dewasa ini merupakan tantangan terhadap keadilan, hal mana

akan tidak dapat ditolerir hanya dengan memperlakukan setiap kejahatan

tersebut hanya dengan peraturan yang berada. Sedangkan dilihat dari pelaku

kejahatan pidana setiap perubahan dari pada ukuran pertanggung jawaban

pidana akan dianggap menjauhkan keadilan.5

Istilah mistisisme atau mistik sering digunakan untuk merujuk kepada

kepercayaan yang murni atau praktik aspek metafisis dan dimensi internal

agama, sementara masih berkaitan dengan doktrin keagamaan arus utama.

3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: rajawali pers, 1990), h. 45.4 http://www.mail-archive.com/forum-pembaca

[email protected]/msg39706.html (Artikel ini diakses pada 12 Juli 2011).5 Romli Amasasmi, Bunga Rampai Kriminologi, (Jakarta: rajawali pres, 1984), h. 65.

2

Page 3: bab 1

Sebagai contoh, kabbalah adalah gerakan mistik yang signifikan dalam

Yudaisme, dan tasawuf adalah gerakan mistik yang signifikan dalam Islam.6

Sudah dipahami bahwa dalam kata mistik itu terkandung sesuatu yang

misterius, yang tidak bisa dicapai dengan cara-cara biasa atau dengan usaha

intelektual.7 Prof. Kuntowijoyo telah membagi tingkat evolusi pemikiran

manusia yaitu mitos, ideologi dan ilmu. Beliau menjelaskan bahwa periode

mitos berlangsung sebelum dan pada abad ke 19 serta awal abad ke 20.

Bahkan hingga saat inipun sebetulnya, mitos maupun mistik ternyata masih

terus mempengaruhi pemikiran manusia Indonesia. Bahwa, dapat

diasumsikan sebetulnya mistik tersebut mempengaruhi pemikiran manusia

Indonesia, sehingga menjadi bagian dari suatu budaya dan pada akhirnya

mempengaruhi aturan hidup manusia Indonesia.

Santet pada dasarnya merupakan kejahatan spiritual (metafisika), yang

merupakan kejahatan baru berdimensi lama. Masyarakat kita masih percaya

kepada hal tersebut di atas. Dan secara sosiologis memang hal ini ada di

dalam masyarakat, tetapi dalam praktek penegakan hukum jarang pernah

untuk digunakan atau diterapkan. Santet merupakan fenomena yang cukup

sensitif dalam masyarakat, sementara hukum kurang memberi ruang baginya,

jadi mudah dipolitisir. Dalam penerapan pembuktian kejahatannya pun

dilakukan dengan sumpah pocong, yang dianggap sebagai pemecah

kebuntuan dan juga meredam sentimen isu santet di tengah kekosongan

6 http://tech.groups.yahoo.com/group/teori_ruqyah/massage/2908 (Artikel ini diakses pada 14 Juli 2011).

7 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik Dalam Islam; Diterjemahkan oleh; Supardi Djoko Damono, dll, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), Cet. Ke-1, h. 3.

3

Page 4: bab 1

hukum ini. Yang menurut aggapan di tengah masyarakat terdapat

kepercayaan, bahwa dengan sumpah pocong dapat menunjukkan apakah

seseorang terlibat atau tidak dengan persoalan santet, seperti yang dilakukan

di Dusun Jambuan Kelurahan Antirogo Kecamatan Sumbersari Jember. Di

bawah pimpinan KH. Lutfi Ahmad, disumpah pocong 1000 warga, hanya

empat saja yang terbukti alamiah. Dari empat orang itu, semuanya meninggal

dunia dengan berbagai sebab, hanya satu yang meninggal karena dibunuh

orang.8

Di dalam hukum Belanda istilah santet tidak dikenal, namun dikenal

dalam hukum adat. Bahkan, dalam hukum adat ilmu santet masih mengakar

kuat sampai saat ini. Dalam Islam dikenal dengan istilah tenung yang serupa

dengan santet, namun sanksinya berupa tidak diterimanya sholatnya, jadi

sanksi akhirat. Meskipun dalam KUHP masalah di atas telah diatur, namun

dalam kasus yang terjadi penerapan sanski pun tidak pernah terlaksana. Untuk

itu dibuatlah Rancangan Undang-undang (yang nantinya disebut RUU)

KUHP Tahun 2012 yang di dalamnya mencantumkan perbuatan tindak

pidana dengan santet (magis) yang tertuang dalam Pasal 545 RUU KUHP

ayat (1) yang berbunyi: “setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai

kekuatan magis, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan

perbuatannya dapat menimbulkan kematian, penderitaan mental atau fisik

seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak kategori IV (Rp. 7.500.000,00).

8 http://www.scribed.com/doc/57387342/Santet-Dalam-Ranah-Hukum-Positif (Artikel ini diakses Pada 11 Agustus 2011).

4

Page 5: bab 1

Sebagaimana yang telah dijabarkan di atas dari pengertian hingga

dibuatnya RUU KUHP untuk memberikan sanksi hukuman terhadap tindak

pidana kejahatan mistik pada pasal 545 ayat (1). Atau dengan kata lain

perbuatan pidana yang berhubungan dengan kejahatan terhadap nyawa, tidak

memandang penting dengan sarana apa perbuata pidana itu dilakukan, yang

penting perbuatan tersebut telah menimbulkan kerugian baik materil maupun

moril bagi orang lain. Dari paparan di atas, perlulah dilakukan suatu

penelitian mengenai perihal masalah tersebut secara menyeluruh. Dengan itu

saya termotifasi untuk menulis judul skripsi yaitu “KEJAHATAN MISTIK

DAN SUPRANATURAL DALAM PANDANGAN RUU KUHP SUATU

KAJIAN HUKUM ISLAM.

Perspektif ini perlu dilakukan, karena dalam banyak kasus

penyelesaian santet dan sejenisnya dalam hal penyelesaiannya selalu

menggunakan tata cara keagamaan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka timbullah beberapa objek

pembahasan dalam membatas penulisan skripsi tersebut yaitu:

1. Mistik yang penulis maksud adalah subsistem yang ada dalam hampir

semua agama dan sistem religi untuk memenuhi hasrat manusia

menjalani dan merasakan emosi bersatu dengan Tuhan. Tasawuf, suhuk

adalah dua hal yang tidak terjangkau dengan akal manusia yang biasa.

5

Page 6: bab 1

2. Supranatural yang penulis maksud adalah sesuatu yang tidak biasa

dijangkau oleh ilmu pengetahuan.

3. Hukum Islam yang penulis maksud adalah fiqh atau ayat Al-Qur’an

yang membahas tentang mistik atau gaib.

4. Hukum positif yang penulis maksud adalah segala sesuatu yang

berkaitan dengan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan

yang berkaitan dengan skripsi yang penulis maksud.

Fokus masalah dalam skripsi ini berkisar tentang kejahatan mistik

yang terjadi pada masyarakat. Dengan demikian, dalam penulisan skripsi ini

yang dijadikan masalah pokok adalah adakah sanksi hukum yang dapat

diterapkan dalam kejahatan mistik dan supranatural, apa perbedaan antara

mistik, dan bagaimana pembuktian kejahatan mistik tersebut. Dari

pembatasan masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan kejahatan mistik dan supranatural?

2. Bagaimana pemidanaan terhadap kejahatan mistik dan supranatural

dalam RUU KUHP?

3. Bagaimana perbandingan pemidanaan kejahatan mistik dan supranatural

dalam RUU KUHP dan Hukum Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

6

Page 7: bab 1

1. Untuk menjelaskan secara pasti mengenai kejahatan mistik dalam

kehidupan masyarakat modern di Indonesia.

2. Untuk mengetahui arti sesungguhnya dari supranatural dan bagaimana

melakukan kejahatan supranatural tersebut, serta bagaimana sanksi

hukumnya menurut hukum Islam dan RUU KUHP.

3. Untuk mengetahui sistem pemidanaan dalam hukum Islam dan dalam

RUU KUHP.

4. Untuk membandingkan persamaan dan perbedaan antara kedua hukum,

yaitu hukum Islam dan RUU KUHP terhadap kejahatan mistik dan

supranatural.

D. Tinjauan Pustaka

Dari hasil telaah pustaka yang penyusun lakukan beberapa karya

lmiah baik berupa buku maupun skripsi yang membahas tentang kejahatan

mistik dan supranatural. Dari telaah tersebut dari pembahasan sebelumnya

dari pelacakan karya ilmiah mahasiswa (skripsi) di FSH terdapat skripsi yang

ditulis oleh Acep Saipudin, yang berjudul: “Tayangan Supranatural diMedia

Massa Ditinjau Dari Etika Pariwara Dan Hukum Positif (Studi Pada

Majalah Misteri)”. Dalam skripsi tersebut mengutarakan mengenai iklan-

iklan yang bergenre supranatural dan tinjauan-tinjauan hukum yang dapat

membatasi bahkan cenderung memberikan sanksi kepada media massa yang

menayangkan iklan-iklan tersebut, baik ditinjau dari hukum positif yang juga

melingkupi kode etika pariwara.

7

Page 8: bab 1

Dari uraian di atas sudah ada literaturnya yang membahas tentang

spiritual secara khusus daam ruang lingkup periklanan. Untuk di sini penulis

membedakan serta lebih memperluas penulisan mengenai mistik dan

supranatural.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian skripsi ini karena, metode penelitian dapat menentukan langkah-

langkah dari suatu penulisan. Adapun metode penelitian yang dipakai sebagai

dasar penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (Library Research)

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah atau mengkaji

sumber kepustakaan berupa data-data primer dan sumber data sekunder

yang relevan dengan pembahasan ini.

2. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dalam penulisan skripsi ini adalah

data kualitatif. Data kualitatif yaitu penelitian yang data umumnya dalam

bentuk narasi atau gambar-gambar. Dalam pengumpulan data kualitatif, da

data yang berupa bahan hukum yng terdiri dari:

8

Page 9: bab 1

a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.9

Adapun bahan hukum primer yang penulis gunakan yaitu: Majalah

Misteri.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan tentang

bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang penulis

gunakan yaitu buku-buku dan tulisan para ahli hukum yang membahas

masalah ini.

c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder.10 Bahan hukum tersier adalah semua bahan yang menunjang

bahan primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan

lain sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

ini adalah penelitian pustaka, maka metode pegumpulan data

dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku yang ada dan kemudian

dikaji dan ditelaah dari berbagai literatur, yang ada dan berkaitan dengan

skripsi ini. Dalam hal ini penelitian menggunakan teknik studi dokumen

atau bahan pustaka yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan

melalui data tertulis yang bisa ditemukan dalam bahan pustaka yang

terdiri dari buku-buku atau dokumen yang berkaitan dengan

pembahasan.

9 Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: IND HILL-CO, 2001), Cet. V, h. 13.

10 Ibid

9

Page 10: bab 1

4. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan oleh penyusun adalah dengan

menggunakan metode induktif atau deduktif. Metode induktif adalah

metode berpikir yang berangkat dari fakta khusus, peristiwa yang

kongkrit yang kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Sedangkan

metode deduktif adalah metode yang menggunakan dalil-dalil yang

bersifat umum, kemudian disesuaikan dengan faktor-faktor yang bersifat

umum. Metode induktif digunakan untuk mengkaji asas-asas yang

terkandung dalam KUHP, sedangkan metode deduktif dipakai untuk

melihat pandangan Islam terhadap kejahatan mistik dan supranatural.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian skripsi ini di bagi menjadi 5 (lima) bab. Bab

pertama bertajuk “pendahuluan”. Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok

pikiran yang melatar belakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6

(enam) sub-bab, yaitu (1) latar belakang masalah, (2) pembatasan dan

perumusan masalah, (3) tujuan dan manfaat penelitian, (4) tinjauan pustaka,

(5) metode penelitian, dan (6) sistematika penulisan.

Bab kedua bejudul “Pengertian hukum pidana, dan tindak pidana

menurut hukum islam dan hukum positif Bab ini terdiri atas 3(tiga) sub- bab

utama, yaitu (1) Pengertian hukum pidana dan tujuan hukum pidana; (2)

Pengertian hukum pidana islam dan tujuanya; (3) Pengertian hukum pidana fo

rmil dan tujuanya.

10

Page 11: bab 1

Bab ketiga berjudul “ kejahatan mistik dan supranatural. Dalam bab

ini menyajikan 3(tiga) sub utama, yaitu (1) pengertian kejahatan, (2)

pengertian Mistik, (3) dan pengertian supranatural.

Bab keempat berjudul “Analisa Hukum Islam atas RUU KUHP

Tentang Kejahatan Mistik Dan Supranatural”. Dalam bab ini juga diuraikan

analisis antara kedua hukum yang berkaitan, yakni hukum Islam dan RUU

KUHP Terhadap Kejahatan Mistik Dan Supranatural. Bab ini menyajikan

3(tiga) sub-bab utama, yaitu (1) Sejarah RUU KUHP, (2) Indikasi kejahatan

mistik dan supranatural (3)Analisa perbandingan hukum islam atas RUU

KUHP.

Bab kelima merupakan penutup. Yang terdiri dari kesimpulan sebagai

jawaban dari pokok permasalahan dalam penyusunan ini. Selain itu juga,

beberapa saran yang berkaitan dengan kejahatan mistik dan supranatural.

11