BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

73
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Selain itu, pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi (Nurmiati, 2008). Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion (EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik (Sentra Laktasi Indonesia, 2007). Berdasarkan laporan 500 penelitian, The Agency for Healthcare Research and Quality menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan pengurangan resiko terhadap otitis media, diare, infeksi saluran pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans (Massachusetts Department of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition, 2008). Namun pada kenyataannya, pengetahuan masyarakat tentang ASI eksklusif masih sangat kurang, misalnya

Transcript of BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

Page 1: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian air susu ibu (ASI) sangat penting bagi tumbuh kembang

yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu,

pemberian ASI perlu mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar

proses menyusui dapat terlaksana dengan benar (Afifah, 2007). Selain itu,

pemberian ASI dapat menurunkan risiko kematian bayi (Nurmiati, 2008).

Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh

sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak

saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion

(EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik (Sentra Laktasi Indonesia,

2007). Berdasarkan laporan 500 penelitian, The Agency for Healthcare

Research and Quality menyatakan bahwa pemberian ASI berhubungan

dengan pengurangan resiko terhadap otitis media, diare, infeksi saluran

pernafasan bawah, dan enterokolitis nekrotikans (Massachusetts Department

of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition, 2008).

Namun pada kenyataannya, pengetahuan masyarakat tentang ASI

eksklusif masih sangat kurang, misalnya ibu sering kali memberikan makanan

padat kepada bayi yang baru berumur beberapa hari atau beberapa minggu

seperti memberikan nasi yang dihaluskan atau pisang. Kadang- kadang ibu

mengatakan air susunya tidak keluar atau keluarnya hanya sedikit pada hari-

hari pertama kelahiran bayinya, kemudian membuang ASI-nya tersebut dan

menggantikannya dengan madu, gula, mentega, air atau makanan lain.

Di negara berkembang, lebih dari sepuluh juta balita meninggal dunia

pertahun, 2/3 dari kematian tersebut terkait dengan masalah gizi yang

sebenarnya dapat dihindarkan. Penelitian di 42 negara berkembang

menunjukkan bahwa pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan

merupakan intervensi kesehatan masyarakat yang mempunyai dampak positif

terbesar untuk menurunkan angka kematian balita, yaitu sekitar 13%.

Page 2: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

2

Pemberian makanan pendamping ASI yang benar dapat menurunkan angka

kematian balita sebesar 6%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, perilaku

memberikan ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan

dapat menurunkan angka kematian 30.000 bayi di Indonesia tiap tahunnya

(Sentra Laktasi Indonesia, 2007).

Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

2003, hanya 3, 7 % bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan

pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64%, yang kemudian menurun pada

periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia 4-5 bulan 13,9% dan umur

6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air

susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat

dalam kurun waktu 1997 dari 10,8% menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hali

ini mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan

lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Tjipta, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

” Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan Terhadap

Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun

2010”, sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam upaya meningkatkan penyuluhan kepada ibu – ibu hamil mengenai

pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu

pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif di RSUP H.

Adam Malik Medan tahun 2010.

Page 3: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

3

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan ibu-ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian

ASI eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan – tujuan penelitian ini antara lain:

1 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan

karakteristik umur ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam

Malik Medan Tahun 2010.

2 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan

karakteristik jenjang pendidikan ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP

H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

3 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat

pengetahuan terhadap pentingnya ASI eksklusif berdasarkan

karakteristik jumlah anak ibu-ibu pasca melahirkan di RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan memberikan informasi bagaimana gambaran

tingkat pengetahuan ibu terhadap pentingnya pemberian ASI

eksklusif pada bayi.

2. Manfaat penelitian ini bagi masyarakat, ibu – ibu pasca melahirkan

sebagai responden, diharapkan dapat memperluas pengetahuan

terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi dan

sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya meningkatkan

Page 4: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

4

pengetahuan ibu terhadap pentingya pemberian ASI eksklusif pada

bayi.

3. Bahan masukan dan evaluasi pertimbangan bagi RSUP H. Adam

Malik Medan dalam menyusun kebijakan pada masa mendatang

dalam upaya meningkatkan upaya pemberian ASI eksklusif.

Page 5: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu ( ASI)

2.1.1. Definisi ASI

Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

laktosa, dan garam–garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar air susu

ibu. Penelitian telah membuktikan bahwa ASI merupakan makanan terbaik

pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan.

WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif, yakni bayi diberi ASI selama

6 bulan pertama tanpa mendapat tambahan apapun. Selama ASI eksklusif

pemantauan tumbu kembang bayi harus dilakukan rutin tiap bulan baik

posyandu atau di rumah sakit (Tjipta, 2009). ASI adalah standar utama

banyak susu formula bayi (Friedman, 2005).

ASI eksklusif adalah Pemberian ASI pada bayi tanpa tambahan

makanan lainnya ataupun cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu,

teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat apapun seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim sampai usia enam bulan

(Roesli, 2000).

Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang

optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu perhatian

agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui

adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar ,teratur dan

eksklusif. Oleh karena itu, salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah

bagaimana ibu dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif

sampai 6 (enam) bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2(dua)

tahun. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO dan Pemerintah Indonesia

mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 450/MENKES/IV/2004

tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia

mulai tanggal 7 April 2004 ( Puslitbang Gizi dan Makanan, 2009).

Page 6: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

6

2.1.2. Produksi ASI

Makanan utama dan pertama bagi bayi adalah ASI, khususnya ASI

eksklusif tidak dapat digantikan oleh susu manapun mengingat komposisi

ASI yang sangat ideal dan sesuai kebutuhan bayi disetiap saat serta

mengandung zat kekebalan yang penting mencegah timbulnya penyakit

(Juliani, 2009). Air susu ibu unik, spesifik, dan merupakan cairan nutrisi yang

kompleks yang terdiri dari kandungan imunologis dan faktor pertumbuhan.

Keunikan kandungan ASI sesuai perubahan kebutuhan bayi selama

pertumbuhan dan perkembangan(Wagner, 2009).

Selama masa gestasi kelenjar mamaria dan payudara, dipersiapkan

untuk laktasi (pembentukan susu). Selama kehamilan, konsentrasi estrogen

yang tinggi menyebabkan perkembangan duktus yang ekstensif sementara

kadar progesteron yang tinggi merangsang pembentukan lobulus alveolus.

Peningkatan kosentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang

dirangsang oleh peningkatan kadar ekstrogen) dan human chorionic

somatomammotropin (suatu hormon peptida yang dikeluarkan oleh plasenta)

juga ikut berperan alam perkembangan kelenjar mamaria dengan

menginduksi pembentukan enzim–enzim yang diperlukan untuk

menghasilkan susu (Sherwood, 2001).

Setelah persalinan, laktasi dipertahankan oleh dua hormon penting: (1)

prolaktin, yang bekerja pada epitel alveolus untuk meningkatkan sekresi susu,

dan (2) oksitosin, yang menyebabkan penyemprotan susu, hal in mengacu

pada ekspulsi paksa susu dari lumen alveolus melalui duktus–duktus.

Pengeluaran kedua hormon tersebut dirangsang oleh refleks neuroendokrin

yang dipicu oleh rangsangan mengisap puting payudara (Sherwood, 2001).

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

(Soetjiningsih, 1997)

a. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh

kelenjar mama yang mengandung jaringan debris dan sisa - sisa

material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mamaria

Page 7: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

7

sebelum dan segera sesudah melahirkan anak. Kolostrum disekresi

oleh kelenjar mamaria dari hari pertama sampai hari ketiga atau

keempat, dari masa laktasi. Komposisi kolostrum dari hari ke hari

berubah dan merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna

kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan ASI matur. Kolostrum

juga merupakan suatu laxatif yang ideal untuk membersihkan

mekoneum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran

pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.

Kandungan protein kolostrum lebih tinggi dibandingkan ASI

matur, tetapi berbeda dengan ASI matur dimana protein yang utama

adalah kasein, pada kolostrum protein yang utama adalah globulin,

sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.

Kolostrum juga lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI

matur yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan

pertama. Kadar karbohidrat dan lemaknya jika dibandingkan lebih

rendah dibandingkan dengan ASI matur. Total energi lebih rendah

dibandingkan ASI matur yaitu 58 kalori/100 ml kolostrum. Dan

mengandung vitamin larut lemak lebih tinggi, namun vitamin larut

dalam air dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari pada ASI matur .

Berikut ini merupakan ciri – ciri kolostrum :

1. Berwarna kekuning – kuningan, lebih kuning dari pada ASI

matur.

2. Bila dipanaskan menggumpal, ASI matur tidak.

3. PH lebih alkalis dibandingkan ASI matur.

4. Lemaknya lebih banyak mengandung kolestrol dan lesitin di

bandingkan ASI matur.

5. Terdapat trypsin inhibitor, sehingga hidrolisa protein di

dalam usus bayi kurang sempurna, yang akan menambah

kadar antibodi pada bayi.

6. Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.

Page 8: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

8

b. Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)

ASI ini merupakan ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI

matur. Disekresi dari hari ke-4 hingga hari ke-10 dari masa laktasi,

tetapi ada pula yang berpendapat bahwa ASI matur baru akan terjadi

pada minggu ke-3 hingga ke-5. ASI transisi ini memiliki kadar protein

semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat semakin

tinggi, dan volumenya semakin meningkat.

c. Air Susu Matur

ASI matur adalah ASI yang disekresi pada hari ke-10 dan

seterusnya, yang memiliki komposisi relatif konstan, tetapi sebagian

peneliti berpendapat bahwa baru pada minggu ke-3 sampai ke-5 ASI

komposisinya baru konstan. ASI matur merupakan makanan yang

dianggap aman bagi bayi, bahkan ada yang mengatakan pada ibu yang

sehat ASI merupakan makanan satu-satunya yang diberikan selama 6

bulan pertama bagi bayi.

Berikut karakteristik ASI matur :

1. Merupakan cairan putih kekuning - kuningan, karena

mengandung kasienat, riboflaum dan karotin.

2. Tidak menggumpal bila dipanaskan.

3. Volume: 300 – 850 ml/24 jam.

4. Terdapat faktor – faktor anti mikrobakteria, yaitu:

a. Antibodi terhadap bakteri dan virus.

b. Cell (phagocyle, granulocyle, macrophag, lymhocycle

type T)

c. Enzim (lysozime, lactoperoxidese)

d. Protein (lactoferrin, B12 binding Protein)

e. Faktor resisten terhadap staphylococcus.

f. Komplemen ( C3 dan C4)

Page 9: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

9

2.1.3. Komposisi ASI

Kandungan kolostrum berbeda dengan air susu yang matur, karena

kandungannya yang berbeda dengan air susu yang matur dan jumlah

kolostrum hanya sekitar 1% dalam air susu matur. Kolostrum lebih banyak

mengandung imunoglobin A (Ig A), laktoterin dan sel-sel darah putih, yang

semuanya sangat penting untuk pertahanan tubuh bayi, terhadap serangan

penyakit (infeksi), lebih sedikit mengandung lemak dan laktosa, lebih

banyak, mengandung vitamin dan lebih banyak mengandung mineral-mineral

natrium (Na) dan seng (Zn) ( Siregar, 2004)

Berdasarkan sumber dari Food and Nutrition Board National research

Council diperoleh perkiraan komposisi kolostrum, ASI, dan susu sapi untuk

setiap 100 ml seperti tertera pada table berikut (Siregar, 2004):

Tabel 2.1Komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi untuk setiap 100ml

Zat – zat Gizi Kolostrum ASI Susu Sapi

Energi (K Cal)Protein (g)

- Kasein /whey- Kasein (mg)- Laktamil bumil (mg)- Laktoferin (mg)- Ig A (mg)

Laktosa (g)Lemak (g)

Vitamin- Vit A (mg)- Vit B1 (mg)- Vit B2 (mg)- Asam Nikotinik (mg)- Vit B6 (mg)- Asam pantotenik - Biotin- Asam folat- Vit B12 - Vit C- Vit D (mg)- Vit Z

592,3-

1402183303645,42,9

1511,93075-

1830,060,050,055,9-

1,5

700,9

1 : 1,51871611671427,34,2

751440160

12-152460,60,10,15

0,040,25

653,4

1 : 1,2----

4,83,9

414314582643402,81,30,61,10,020,07

Page 10: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

10

- Vit K

Mineral- Kalsium (mg)- Klorin (mg)- Tembaga (mg)- Zat besi (ferrum)

(mg)- Magnesium (mg)- Fosfor (mg)- Potassium (mg)- Sodium (mg)- Sulfur (mg)

-

39854070414744822

1,5

354040100415571514

6

130212014558121201455830

Sumber : Food and Nutrition Board National research Council, dalam Siregar, 2004.

Perbandingan komposisi kolostrum, ASI dan susu sapi dapat dilihat

pada tabel 2.1., dimana susu sapi mengandung sekitar tiga kali lebih banyak

protein daripada ASI. Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan

sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang tinggi akan

membentuk gumpalan yang relatif keras dalam lambung bayi. Bila bayi

diberi susu sapi, sedangkan ASI walaupun mengandung lebih sedikit total

protein, namun bagian protein “whey”nya lebih banyak, sehingga akan

membetuk gumpalan yang lunak dan lebih mudah dicerna serta diserap oleh

usus bayi(Siregar, 2004).

Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari

lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibandingkan dengan

lemak susu sapi, sebab ASI mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak

(lipase). Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu lainnya,

dari satu fase lakatasi air susu yang pertama kali keluar hanya mengandung

sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat encer. Air susu yang encer ini akan

membantu memuaskan rasa haus bayi waktu mulai menyusui. Air susu

berikutnya disebut “Hind milk”, mengandung sedikitnya tiga sampai empat

kali lebih banyak lemak. Ini akan memberikan sebagian besar energi yang

dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi, banyak

memperoleh air susu ini (Siregar, 2004)

Page 11: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

11

Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat yang terdapat

dalam air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak terlalu bervariasi dan

terdapat lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi. Disamping fungsinya

sebagai sumber energi, didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi

asam laktat. Didalam usus asam laktat tersebut membantu mencegah

pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu penyerapan

kalsium serta mineral-mineral lain.

ASI mengandung lebih sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih

mudah diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan untuk bahan-bahan

pertama kehidupannya ASI juga mengandung lebih sedikit natrium, kalium,

fosfor dan chlor dibandingkan dengan susu sapi, tetapi dalam jumlah yang

mencukupi kebutuhan bayi.

Apabila makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang

diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama kehidupannya

dapat diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat vitamin D dalam lemak

susu, tetapi penyakit polio jarang terjadi pada anak yang diberi ASI, bila

kulitnya sering terkena sinar matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air

telah ditemukan terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan

tambahan terhadap vitamin D yang terlarut lemak (Siregar, 2004)

ASI juga mengandung prebiotik (oligosakarida) yang menjadi faktor

tumbuh bagi koloni probiotik. Penelitian 5 tahun terakhir ini menunjukkan

bahwa ASI sebagai sumber utama Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus

bayi yang spesifik meningkatkan perkembangan dan maturasi sistem imun

saluran cerna. Bifidobactleria dan Lactobacilli merupakan mikroflora yang

normal ditemukan dalam saluran cerna, dapat dikosumsi dalam bentuk

suplementasi makanan yang kita kenal dengan nama probiotik. Namun bayi

yang mendapat ASI tidak perlu diberikan probiotik ( Tjipta, 2009).

Page 12: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

12

2.1.4. Keunggulan Asi dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek

yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan,

neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (Depkes RI, 2001).

1. Aspek Gizi.

Manfaat kolostrum antara lain:

a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari

hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun

sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi.

c. Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan

mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai

dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

d. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang

pertama berwarna hitam kehijauan.

Manfaat ASI berdasarkan komposisinya antara lain:

a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang

sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-

zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.

b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna

untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

c. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki

perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi.

Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan

ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey

lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein

ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi

Page 13: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

13

mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80,

sehingga tidak mudah diserap.

Selain itu, ASI kaya akan komposisi Taurin, DHA dan AA.

Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam

ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting

untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang

menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya

gangguan pada retina mata.

Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA)

adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty

acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang

optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi

untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu

DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi

pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3

(asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik

a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

b. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya

cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat

melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada

saluran pencernaan.

c. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat

kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

d. Lisosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan

salmonella) dan virus. Jumlah lisosim dalam ASI 300 kali lebih

banyak daripada susu sapi.

e. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000

sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated

Page 14: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

14

Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated

Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan

Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan

payudara ibu.

f. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,

menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini

menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang merugikan.

3. Aspek Psikologik

a. Meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk menyusui, bahwa ibu

mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk

bayi.

b. Interaksi ibu dan bayi, pertumbuhan dan perkembangan psikologik

bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

c. Pengaruh kontak langsung ibu - bayi, ikatan kasih sayang ibu -

bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin

to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi

merasakan kehangatan tubuh ibu.

4. Aspek Kecerdasan

a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan

untuk perkembangan sistem saraf otak yang dapat meningkatkan

kecerdasan bayi.

b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI

memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6

point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada

usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

Page 15: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

15

5. Aspek Neurologis

Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap

dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya

untuk makanan bayi sampai bayi berumur 6 bulan. Dengan demikian akan

menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan

peralatannya.

7. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan,

sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara

umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

2.1.5. Manajemen Laktasi

Manajemen laktasi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk

menunjang keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaannya terutama dimulai

pada masa kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui

selanjutnya (Arifin Siregar, 2004).

Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut(Arifin

Siregar, 2004):

a. Pada masa Kehamilan (antenatal):

1. Memberikan penerangan dan penyuluhan tentang manfaat dan

keunggulan ASI, manfaat menyusui baik bagi ibu maupun

bayinya, disamping bahaya pemberian susu botol.

2. Pemeriksaan kesehatan, kehamilan dan payudara/keadaan

putting susu, apakah ada kelainan atau tidak. Disamping itu

perlu dipantau kenaikan berat badan ibu hamil.

3. Perawatan payudara mulai kehamilan umur enam bulan agar ibu

mampu memproduksi dan memberikan ASI yang cukup.

Page 16: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

16

4. Memperhatikan gizi/makanan ditambah mulai dari kehamilan

trimester kedua sebanyak 1 1/3 kali dari makanan pada saat

belum hamil.

5. Menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan. Dalam hal

ini perlu diperhatikan keluarga terutama suami kepada istri yang

sedang hamil untuk memberikan dukungan dan membesarkan

hatinya.

b. Pada masa segera setelah persalinan (prenatal):

1. Ibu dibantu menyusui 30 menit setelah kelahiran dan

ditunjukkan cara menyusui yang baik dan benar, yakni

mengenai posisi dan cara melekatkan bayi pada payudara ibu.

2. Membantu terjadinya kontak langsung antara bayi-ibu selama

24 jam sehari agar menyusui dapat dilakukan tanpa jadwal.

3. Ibu nifas diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000S1)

dalam waktu dua minggu setelah melahirkan.

c. Pada masa menyusui selanjutnya (post-natal).

1. Menyusui dilanjutkan secara eksklusif selama 6 bulan pertama

usia bayi, yaitu hanya memberikan ASI saja tanpa

makanan/minuman lainnya.

2. Perhatikan gizi/makanan ibu menyusui, perlu makanan 1 ½ kali

lebih banyak dari biasa dan minum minimal 8 gelas sehari.

3. Ibu menyusui harus cukup istirahat dan menjaga ketenangan

pikiran dan menghindarkan kelelahan yang berlebihan agar

produksi ASI tidak terhambat.

4. Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting

untuk menunjang keberhasilan menyusui.

5. Rujuk ke posyandu atau puskesmas atau petugas kesehatan

apabila ada permasalahan menyusui seperti payudara bengkak

disertai demam.

Page 17: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

17

6. Menghubungi kelompok pendukung ASI terdekat untuk

meminta pengalaman dari ibu-ibu lain yang sukses menyusui

bagi mereka.

7. Memperhatikan gizi/makanan anak, terutama mulai bayi 6

bulan, berikan MP ASI yang cukup baik kuantitas maupun

kualitas.

2.1.6 Inisiasi Menyusu Dini

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera

setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri

(tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi menyusu dini akan sangat

membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan

lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga

usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.

Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan Unicef yang

merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan ‘penyelamatan

kehidupan’, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22 persen

dari bayi yang meninggal sebelum usia satu bulan. Menyusui satu jam

pertama kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi

dinyatakan sebagai indikator global. Ini merupakan hal baru bagi Indonesia,

dan merupakan program pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga

kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan baik swasta, maupun

masyarakat dapat mensosialisasikan dan melaksanakan mendukung

suksesnya program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai sumber daya

Indonesia yang berkualitas (Seksi Gizi Departemen Kesehatan Kabupaten

Kulon Progo Yogyakarta, 2009).

Berikut ini adalah proses inisiasi menyusu dini:

1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak

menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi

terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang

nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.

Page 18: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

18

2. Para petugas kesehatan yang membantu ibu menjalani proses

melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti

biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.

3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa

menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih)

menyamankan kulit bayi.

4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit

bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan,

kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan

ibu diselimuti.

5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk

mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke

puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk

mencari puting susu ibunya.

6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu

didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum

menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat

mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.

7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan

kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.

8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk

ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.

9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung

memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi

menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal.

Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu

dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa

dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk

beristirahat dan menyusui.

Page 19: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

19

2.1.7. Cara Memberikan ASI

Langkah – langkah menyusui yang benar adalah sebagai berikut

(Sarwono, 2008):

1. Cuci tangan dengan air yang bersih.

2. Ibu duduk dengan santai, kaki tidak boleh mengantung.

3. Perah sedikit ASI dan oleskan ke puting dan areola sekitarnya.

Manfaatnya adalah sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban

puting susu.

4. Posisikan bayi yang benar

a. Bayi dipegang dengan satu lengan. Kepala bayi diletakkan dekat

lengkungan siku ibu, bokong bayi ditahan dengan telapak

tangan ibu.

b. Perut bayi menempel ke tubuh ibu

c. Mulut bayi berada di depan puting ibu

d. Lengan yang di bawah merangkul tubuh ibu, jangan berada di

antara tubuh ibu dan bayi. Tangan yang di atas berada dalam

satu garis lurus.

5. Bibir bayi dirangsang dengan puting ibu dan akan membuka lebar,

kemudian dengan cepat kepala bayi diletakkan ke payudara ibu dan

puting serta areola dimasukkan ke dalam mulut bayi.

6. Cek apakah perlekatan sudah benar

a. Dagu menempel ke payudara ibu

b. Mulut terbuka lebar

c. Sebagian besar areola terutama yang berada di bawah, masuk ke

dalam mulut bayi

d. Bibir bayi terlipat ke luar

e. Pipi bayi tidak boleh kempot ( karena bayi tidak menghisap,

tetapi memerah ASI)

f. Tidak boleh terdengar bunyi decak, hanya boleh terdengar bunyi

menelan

g. Ibu tidak kesakitan

Page 20: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

20

h. Bayi tenang

7. Pemberian ASI ad libitium jangan dijadwal. Pada hari – hari

pertama ASI belum banyak sehingga bayi akan sering meminta

menyusu. Apabila ASI sudah banyak bayi akan mengatur sendiri

kapan ia ingin menyusu. Pada hari – hari pertama menyusu dari satu

payudara antara 5 -10 menit dan boleh dari kedua payudara karena

ASI belum banyak. Setelah ASI banyak bayi perlu menggosokkan

salah satu payudara baru menyusu pada payudara lainnya. Untuk

penyusuan berikut mulai dari payudara yang belum kosong.

Penggosongan payudara setiap kali menyusui mempunyai tiga

keuntungan:

a. Merupakan umpan balik untuk merangsang pembentukan

ASI kembali

b. Mencegah terjadi bendungan ASI dan komplikasinya

c. Bayi mendapatkan komposisi ASI yang lengkap ( susu awal

dan susu akhir)

8. Tidak memberikan minuman lain sebelum ASI keluar. Bayi sehat

cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat

mempertahankan metabolismenya selama 72 jam, dengan hisapan

bayi yang terus – menerus maka kolostrum akan cepat keluar.

Pemberian minuman lain sebelum ASI keluar akan mengurangi

keinginan bayi untuk menghisap, dengan akibat pengeluaran ASI

tertunda.

2.1.8 ASI Perah

Untuk bayi – bayi yang belum bisa menghisap ( bayi prematur/ bayi

sakit), ibu dapat diajarkan cara memerah ASI. Memerah ASI dapat dimulai 6

jam setelah melahirkan dan dilakukan paling kurang 5 kali dalam 24 jam

( Sarwono, 2008).

a. Cara memerah ASI :

1. Cuci tangan yang bersih

Page 21: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

21

2. Siapkan wadah yang bermulut lebar yang mempunyai tutup dan

telah direbus.

3. Bentuk jari telunjuk dan ibu jari seperti membentuk hauruf C

dan diletakkan di batas areola mama. Tekan jari telunjuk dan

ibu jari ke arah dada ibu kemudian perah dan dilepas. Gerakan

perah dan lepas dilakukan berulang.

b. Cara menyimpan ASI perah :

1. ASI perah dapat disimpan pada suhu ruangan selama 6 – 8 jam.

2. Di dalam lemari es pendingin ( 40 C) tahan 2 x 24 jam.

3. Di dalam lemari es pembeku (- 40 C ) tahan sampai beberapa

bulan.

c. Cara memberikan ASI perah :

1. ASI yang sudah disimpan di dalam lemari pendingin,sebelum

diberikan kepada bayi perlu dihangatkan dengan merendam

dalam air panas.

2. ASI yang sudah dihangatkan bila bersisa tidak boleh

dikembalikan ke dalam lemari es. Oleh karena itu, hangatkanlah

ASI secukupnya sebanyak yang kira – kira bisa dihabiskan oleh

bayi dalam sekali minum.

3. ASI yang disimpan di lemari pembeku perlu dipindahkan ke

lemari pendingin untuk mencairkannya sebelum dihangatkan.

4. ASI perah sebaiknya tidak diberikan dengan botol karena akan

mengganggu penyusuan langsung dari payudara, berikanlah

dengan menggunakan sendok atau cangkir. Menghisap dari

botol berbeda dengan menyusu dari ibu.

Page 22: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

22

2.1.9 Masalah – Masalah yang Dihadapi Ibu Menyusui

Masalah – masalah yang sering dihadapi ibu yang menyusui adalah :

1. Hisapan yang sangat kuat

Hisapan yang sangat kuat dapat menyebabkan rasa yang sangat

tidak nyaman bagi ibu. Penting sekali untuk kembali menyakinkan ibu

bahwa isapan yang kuat ini biasanya hanya berlangsung dalam 24 – 36

jam. Penanganannya adalah (Schwartz, 2005):

a. Tetap menyusui dengan sering.

b. Kompres hangat atau mandi sebelum menyusui dapat

mengurangi rasa tidak nyaman ini

c. Payudara dikompres dengan es setelah menyusui.

d. Pemberian Parasetamol dengan atau tanpa kodein dosis rendah

untuk menghilangkan rasa tidak nyaman.

e. Jika menggunakan pompa payudara, sebaiknya hanya sedikit

ASI saja yang boleh dipompa untuk menghindari meningkatnya

produksi ASI.

2. Puting Susu yang Nyeri/ Retak/ Berdarah

Penanganannya adalah (William, 2005):

a. Mengevalusi kembali posisi bayi pada puting susu. Puting

susu yang tidak masuk secara tepat dalam mulut bayi

merupakan penyebab paling umum rasa nyeri pada puting

susu.

b. Puting terpajan udara.

c. Pertama – tama berikanlah ASI dari payudara yang paling

sedikit terasa nyeri / retak / berdarah.

d. Minumlah parasetamol 20 menit sebelum menyusui ( tetapi

hanya setiap 4 jam).

Page 23: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

23

e. Pada puting yang retak, oleskan ASI yang sudah ditampung

dan dibiarkan mengering. Tindakan ini akan menghasilkan

penyembuhan yang dramatis

f. Berikan ASI yang sudah ditampung secara manual terlebih

dahulu (untuk menenangkan ibu yang terlalu bersemangat

dalam memberi ASI).

g. Pada kasus yang berat, hentikan dahulu pemberian ASI dan

pemompaan ASI pada putting yang nyeri / retak / berdarah

untuk sementara waktu.

3. Duktus Alveolaris (Milk Duct) yang Tersumbat / Mastitis

Duktus alveolaris yang tersumbat (galaktokel) menunjukkan

adanya suatu pembengkakan yang keras, bulat atau linier yang

persisten, biasanya terdapat pada kuadran lateral dan inferior payudara.

Penanganannya adalah (William, 2005):

a. Gunakanlah tekanan yang hangat, lembab pada payudara

selama 20 menit sebelum menyusui.

b. Sewaktu melakukan tekanan, pijatlah payudara dari proksimal

ke distal (kearah puting), dengan memusatkan pada daerah

yang terkena.

c. Seringlah menyusui (setiap 1,5 – 2 jam) selama paling sedikit

10 menit pada setiap payudara. Menyusu pada sisi yang

terkena terlebih dahulu sampai sumbatannya hilang. Posisikan

bayi dengan dagu menghadap ke daerah yang terkena

( kauadran ini akan kosong dengan baik). Diperlukan beberapa

kali menyusui untuk mengosongkan duktus yang tersumbat.

4. Penambahan Berat Badan Awal yang Buruk

Bayi cukup bulan yang diberi ASI, secara normal akan kehilangan

berat lahirnya sebesar 10 – 12 % selama beberapa hari pertama

kehidupan, tetapi seharusnya berat badannya akan kembali normal pada

Page 24: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

24

2 minggu. Menelepon atau melakukan kunjungan pada pasien dalam 42

jam setelah pulang dari rumah sakit merupakan hal yang penting untuk

mendeteksi masalah secara dini. Ibu harus ditanyai tentang (Schwartz,

2005):

a. Frekuensi dan lamanya menyusui.

b. Tanda – tanda laktasi yang berhasil (misalnya, berkurangnya

kepenuhan payudara setelah menyusui, keluarnya ASI dan

hilangnya rasa tidak nyaman pada putting setelah mulut bayi

melekat erat pada puting).

c. Bayi yang normal berkemih 6 – 8 kali sehari.

d. Seringnya buang air besar dalam sehari (3- 4 kali per hari pada

hari ke-3 sampai ke-4, 4-6 kali per hari pada hari ke- 4 sampai

ke-6, 8-10 per hari dari usia1 minggu hingga 1 bulan.

e. Apakah bayi terlihat pulas atau mengantuk setelah disusui.

2.2. Konsep Pengetahuan

Perilaku dalam bentuk pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

mengenai hal sesuatu. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)

(Notoatmodjo, 2003).

Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku

baru), didalam diri orang tersebut menjadi proses yang berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek

tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

Page 25: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

25

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat, yakni: (Notoatmodjo, 2003)

1. Tahu (Know)

2. Memahami (Comprehension)

3. Aplikasi (Application)

4. Analisis (Analysis)

5. Sintesis (Synthesis)

6. Evaluasi (Evaluation)

Page 26: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

26

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI

OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

ibu pasca melahirkan terhadap pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi.

Pengetahuan terhadap ASI eksklusif adalah pengetahuan yang meliputi

pengertian ASI Eksklusif, manfaat ASI eksklusif dan keunggulan menyusui,

komposisi ASI, cara memeras, menyimpan dan cara memberikan ASI perahan,

dan masalah – masalah yang dihadapi ibu dalam menyusui. Pengukuran dilakukan

dengan metode wawancara. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Hasil

pengukuran dinyatakan dalam tingkat pengetahuan, dan tingkat pengetahuan

dinyatakan dalam skala ordinal (rangking), yaitu kurang, sedang, dan baik.

Pengetahuan Ibu

Pasca MelahirkanASI Eksklusif

Page 27: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

27

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang

ditemukan(Sastroasmoro, 2010). Dan penelitian ini didesain dengan desain

cross-sectional (potong lintang), dimana tiap subjek hanya diobservasi satu

kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dilaksanakan pada bulan Agustus - Oktober

2010 di lingkungan ruang Rindu B Obgyin RSUP H. Adam Malik Medan.

.

4.3. Populasi dan sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah ibu-ibu pasca melahirkan

yang dirawat inap di ruang Rindu B Obgyin RSUP H. Adam Malik

Medan.

4.3.2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah ibu pasca

melahirkan yang dirawat inap di ruang Rindu B Obgyin RSUP H.

Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak

termasuk dalam kriteria eksklusi.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam peneltian ini adalah

sebagai berikut.

a. Kriteria Inklusi

Ibu pasca melahirkan yang berumur lebih 18 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

Ibu hamil dengan kondisi fisik dan jiwa yang tidak mungkin

dijadikan sampel penelitian.

Page 28: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

28

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive

sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang

diperlukan terpenuhi. Adapun besar sampel yang diperlukan adalah

dengan teknik total sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

primer, yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan

data dilakukan melalui wawancara langsung dengan kuesioner kepada

sampel penelitian.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005).

Instrumen penelitian ini berupa kuesioner sebagai alat bantu

dalam pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan semi

terbuka dan tertutup untuk mengumpulkan data tingkat pengetahuan

responden terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif.

4.4.3. Teknik Skoring dan Skala

Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

mengetahui tingkat pengetahuan ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP

H. Adam Malik Medan terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif

pada bayi.

Setelah seluruh kuesioner dinilai, maka tingkat pengetahuan

dikelompokkan berdasarkan kategori berikut (Pratomo, 1990) :

1. Baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi

2. Sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai

tertinggi

Page 29: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

29

3. Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi.

Berdasarkan skala pengukuran di atas, maka kategori

pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1. Kategori dari Kuesioner Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Nilai

Baik Bila nilai yang diperoleh 12-16

Sedang Bila nilai yang diperoleh 7-11

Kurang Kurang, bila nilai yang diperoleh 0-6

4.5. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditasan

atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti

memiliki validitas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan. Berdasarkan hasil uji validitas angket dengan

menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS),

pengambilan keputusan jika r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut

valid, sebaliknya jika r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak

valid. Dari hasil perhitungan menggunakan 40 sampel menunjukkan bahwa

dari 16 pertanyaan kuesioner yang diuji cobakan semuanya valid.

Reliabilitas adalah suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk.

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik.

Dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Berdasarkan hasil uji reliabilitas

kuesioner dengan menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan

menggunakan rogram SPSS, pada lampiran menunjukkan bahwa dari 16 butir

pertanyaan kuesioner pengetahuan yang diuji cobakan, maka semua

Page 30: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

30

pertanyaan valid dan reliabel dapat digunakan sebagai alat pengumpul data

karena r hasil > r tabel(0,312) dan nilai alpha > dari r tabel.

Uji validitas dan reabilitas ini dilakukan dengan melibatkan 40 sampel

dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sampel penelitian. Hasil

uji validitas dan reabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

Variabel Nomor

Pertanyaan

Total Pearson

Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,463 Valid 0,718 Reliabel

2 0,330 Valid Reliabel

3 0,332 Valid Reliabel

4 0,613 Valid Reliabel

5 0,618 Valid Reliabel

6 0,352 Valid Reliabel

7 0,503 Valid Reliabel

8 0,516 Valid Reliabel

9 0,489 Valid Reliabel

10 0,422 Valid Reliabel

111213141516

0,4700,4650,5890,3810,5190,332

ValidValidValidValidValidValid

ReliabelReliabelReliabelReliabelReliabelReliabel

4.6. Metode Analisis Data

Page 31: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

31

Data yang diperoleh dalam penelitian diolah yang meliputi:

1. Editing dilakukan untuk meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang

sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian

dankonsistensi dari setiap jawaban.

2. Coding, setiap data diteliti, selanjutnya adalah memberikan kode pada

jawaban ditepi kanan lembar pertanyaan. Pengisian berdasarkan jawaban

responden.

3. Skoring, setelah dilakukan pengkodean kemudian pemberian nilai sesuai

dengan skor yang ditentukan. Bila jawaban benar diberi skor 1, salah dan

tidak tahu diberi skor 0.

4. Tabulasi data adalah kelanjutan dari pengkodean pada proses pengolahan

data. Hal ini dilakukan agar lebih mudah penyajian data dalam bentuk

distribusi frekuensi.

5. Penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan deskriptif.

Setelah data yang terkumpul selesai diolah, kemudian dianalisa secara

deskriptif dengan menggunakan Program SPSS for windows. Data yang telah

dianalisis disajikan dalam bentuk tabel.

BAB 5

Page 32: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

32

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17,

Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan.

Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu

berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya

menuju ke arah Brastagi. Letak daerah yang di pedalaman ini sangat

mendukung bagi para pasien karena suasana tenang di daerah tersebut akan

semakin mempercepat proses penyembuhan dari pasien. Selain itu, RSUP H.

Adam Malik yang berada jauh dari pusat kota Medan, masih memiliki udara

yang sangat sejuk dan belum terpolusi oleh udara kendaraan bermotor.

RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan

SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam

Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang

meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. RSUP H.

Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September

1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari

1993.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada ibu – ibu pasca melahirkan

di ruang Rindu B Obgyn RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh data-data yang

dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel seperti yang diuraikan dibawah

ini.

5.1.2.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Page 33: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

33

Umur Frekuensi Persentase

<20 1 2,4

20-24 7 16,7

25-29 13 31,0

30-34 13 31,0

35-39 4 9,5

>39 4 9,5

Total 42 100.0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak berumur

antara 25-29 dan 30-34 dengan masing – masing 31,0%. Dan paling sedikit

berumur dibawah 20 tahun yaitu 2,4%.

5.1.2.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase

Tidak Sekolah 1 2,4

SD/Sederajat 8 19.0

SMP/Sederajat 9 21.4

SMA/Sederajat 19 45,2

D3 2 4,8

S1 3 7,1

Total 42 100.0

Pendidikan responden merupakan salah satu unsur penting yang ikut

menentukan status pengetahuan pasien. Responden paling banyak memiliki

tingkat pendidikan SMA yaitu 45,2% sedangkan 2,4% di antaranya tidak pernah

mendapat pendidikan sekolah.

5.1.2.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Page 34: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

34

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 34 81,0

Petani

Pegawai Swasta

Wiraswasta

1

1

6

2,4

2,4

14,3

Total 42 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden paling banyak adalah

ibu rumah tangga yaitu 81%, sebagai wiraswasta 14,3% dan paling sedikit adalah

petani dan pegawai swasta, yaitu masing – masing 2,4%.

5.1.2.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Tabel 5.4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah Anak Frekuensi Persentasi (%)

1 13 31,0

2 11 26,2

3 14 33,3

4 2 4,8

6 1 2.4

7 1 7,4

Total 42 100.0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden paling banyak

memiliki jumlah anak tiga sebesar 33,3% dan yang paling sedikit adalah memiliki

jumlah anak enam dan tujuh dengan masing – masing 2,4%.

5.1.2.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Konseling

Tabel 5.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Konseling

Page 35: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

35

Status Konseling Frekuensi Persentase (%)

Belum Pernah 42 100.0

Sudah Pernah 0 100.0

Total 100 100.0

Status konseling sangat mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap ASI

eksklusif, berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa 100% responden belum pernah

mendapat konseling menyusui.

5.1.3 Deskripsi Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan responden terhadap ASI eksklusif dinilai dari

jawaban – jawaban yang diberi oleh responden terhadap 16 pertanyaan tentang

pengetahuan mengenai ASI eksklusif yang terdapat dalam keusioner. Pertanyaan

– pertanyaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap ASI

Eksklusif

No Pertanyaan Benar Salah/

Tidak Tahu

Jumlah

n % n % N %

1 Apa yang dimaksud dengan ASI

eksklusif?

22 52,4 20 47,6 42 100

2 Kapan sebaiknya bayi diberikan

ASI pertama kali?

28 66,7 14 33,3 42 100

3 Apakah warna ASI yang pertama

kali keluar(Kolostrum)?

32 76,2 10 23,8 42 100

4 Pada hari pertama sampai hari ke

berapa kolostrum keluar?

17 40,5 25 59,5 42 100

5 Apa manfaat diberikan ASI bagi

ketahanan bayi?

12 28,6 30 71,4 42 100

6 Apa manfaatnya diberikannya 14 33,3 28 66,7 42 100

Sambungan Tabel 5,6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Terhadap

ASI Eksklusif

Page 36: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

36

ASI bagi kecerdasan bayi?

7 Apa manfaat diberikannya ASI

bagi ibu?

15 35,7 27 64,3 42 100

8 Apa yang dimaksud dengan

manajemen laktasi?

17 40,5 25 59,5 42 100

9 Berikut salah satu langkah

pemberian ASI yang benar?

5 11,5 37 88,1 42 100

10 Pada puting yang retak sebaiknya

ibu?

8 19 34 81 42 100

11 Proses pengeluaran ASI dimulai

dan dirangsang oleh kesembuhan

ibu pasca melahirkan. Apakah

pernyataan tersebut benar?

3 7,1 39 92,9 42 100

12 Pada proses inisiasi menyusui

bayi dibiarkan mencari sendiri

puting susu ibu. Apakah

pernyataan tersebur benar?

34 81 8 19 42 100

13 Taurin , AA, dan DHA hanya

terkandung pada susu formula.

Apakah pernyataan tersebut

benar?

17 40,5 25 59,5 42 100

14 Apakah pemberian ASI perlu

dijadwal?

16 38,1 26 61,9 42 100

15 Apakah ASI mungkin disimpan? 15 35,7 27 64,3 42 100

16 Apakah perah sebaiknya

diberikan dengan sendok. Apakah

pernyataan tersebut benar?

5 11,9 37 88,1 42 100

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah responden yang benar dalam

menjawab kuesioner dan paling banyak adalah pertanyaan mengenai inisiasi

Page 37: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

37

menyusui dini (pertanyaan nomor 12) ada 34 responden (81%), dan dapat

diketahui pula bahwa jumlah responden yang benar dalam menjawab keusioner

dan paling sedikit adalah pertanyaan “Proses pengeluaran ASI dimulai dan

dirangsang oleh kesembuhan ibu pasca melahirkan. Apakah pernyataan tersebut

benar?” (pertanyaan nomor 11) dimana hanya 3 responden (7,1%) yang

menjawab dengan benar.

Berdasarkan jawaban responden tersebut, maka tingkat pengetahuan

responden digolongkan kurang, sedang dan baik. Sebaran distribusi tingkat

pengetahuan tersebut dapat dilihat berupa frekuensi dan persentase dalam tabel

berikut :

Tabel 5.7 Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap ASI Eksklusif

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Kurang

Sedang

25

15

59,5

35,7

Baik 2 4,8

Total 42 100.0

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan responden yang baik

terhadap ASI Eksklusif sangat rendah yaitu sebesar 4,8%, sedangkan pengetahuan

yang sedang sebesar 35,7%. Dan 59,5% responden memiliki pengetahuan yang

kurang terhadap ASI Eksklusif.

Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan

karakteristik responden yaitu kelompok umur, jenjang pendidikan, dan jumlah

anak. Sebaran distribusinya berupa frekuensi dapat dilihat sebagai berikut:

5.1.3.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur

Tabel 5.8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Kelompok Umur

Page 38: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

38

Kelompok Umur

(Dalam Tahun)

Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

< 20

20 – 24

25 – 29

30 – 34

35 – 39

>39

0

5

7

8

4

1

1

2

5

5

0

2

0

0

1

0

0

1

1

7

13

13

4

4

Total 25 15 2 42

Dari tabel diatas, tampak bahwa dari kelompok umur yang dominan yaitu

antara 25 – 29 tahun terdapat 7 responden yang memiliki tingkat pengetahuan

baik, 5 responden yang berpengetahuan sedang dan hanya 1 responden yang

berpengetahuan baik. Sedangkan dari kelompok umur minoritas yaitu usia kurang

dari 19 tahun dengan hanya 1 responden dan memiliki tingkat pengetahuan

sedang.

5.1.3.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jenjang Pendidikan

Tabel 5.9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jenjang

Pendidikan

Jenjang Pendidikan

Responden

Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

Tidak Sekolah

SD/Sederajat

SMP/Sederajat

SMA/Sderajat

D3

S1

1

8

8

7

1

0

0

0

1

10

1

3

0

0

0

2

0

0

1

8

9

19

2

3

Sambungan Tabel 5.8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut

Jenjang Pendidikan

Page 39: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

39

S1

Total 25 15 2 42

Dari tabel diatas tampak bahwa dari tingkat pendidikan mayoritas

responden yaitu SMA/Sederajat sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan

sedang yaitu 10 responden. Sedangkan tingkat pendidikan minoritas responden

yaitu tidak sekolah dengan hanya 1 responden yang memiliki pengetahuan

kurang.

5.1.3.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jumlah Anak

Tabel 5.10 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Menurut Jumlah

Anak

Jumlah Anak

Responden

Tingkat Pengetahuan Total

Kurang Sedang Baik

1

2

3

4

6

7

6

8

9

0

1

1

5

3

5

2

0

0

2

0

0

0

0

0

13

11

14

0

1

1

Total 25 15 2 42

Dari tabel diatas tampak bahwa jumlah responden yang paling banyak adalah

responden yang memiliki 3 orang anak, yang memiliki tingkat pengetahuan

kurang yaitu 9 responden, sedang yaitu 5 responden. Dan responden yang paling

sedikit adalah responden yang memiliki 6 orang anak dan memiliki 7 orang anak,

dengan masing – masing 1 responden, dengan tingkat pengetahuan kurang.

5.2 Pembahasan

Page 40: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

40

Dari hasil analisa tingkat pengetahuan responden penelitian diketahui

bahwa tingkat pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam

Malik Medan terhadap ASI eksklusif sebagian besar termasuk dalam kategori

kurang dengan persentase sebesar 59,5%, dalam kategori sedang sebesar

35,7% dan hanya 4,8% responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik.

Hal ini mirip dengan penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Jekulo

Kabupaten Kudus oleh Wahyuningrum dengan responden ibu – ibu, yang

diketahui bahwa 55% ibu – ibu memiliki tingkat pengetahuan terhadap ASI

eksklusif masih kurang, 27.5% memiliki tingkat pengetahuan terhadap ASI

eksklusif sedang, dan 17.5% memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI

eksklusif baik.

Dari tabel 5.6 terlihat bahwa mayoritas responden salah/ tidak tahu

dalam menjawab pertanyaan “Apakah proses pengeluaran ASI dimulai dan

dirangsang oleh kesembuhan ibu pasca melahirkan?, pertanyaan tentang

bagaimana langkah pemberian ASI yang benar, dan pertanyaan ” Apakah

pemberian ASI perah sebaiknya diberikan dengan sendok?”. Hal ini

menunjukkan bahwa responden belum mendapat informasi yang baik tentang

hal tersebut, meskipun sumber informasi responden dapat diperoleh atau

berasal dari keluarga/ tetangga, media cetak (surat kabar, majalah, selebaran),

media elektronik (televisi, radio, internet), dan media formal (kuliah, seminar,

dll). Namun perlu dilakukan upaya proaktif, seperti penyuluhan – penyuluhan,

agar pengetahuan responden mengenai hal tersebut menjadi lebih baik.

Pengetahuan diperoleh setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,

2003). Tingkat pengetahuan yang masing kurang pada responden mungkin

dipengaruhi latar belakang responden, seperti umur, jenjang pendidikan,

jumlah anak , status konseling dan lain sebagainya.

Umur merupakan hal yang sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang, semakin dewasa dan berumur seseorang semakin banyak

Page 41: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

41

pengalaman dan informasi yang diperoleh orang tersebut. Hal ini sesuai

penelitian pada tabel 5.8, dimana responden yang tergolong diatas 39 tahun

lebih banyak memiliki tingkat pengetahuan sedang dan baik dari pada tingkat

pengetahuan kurang, dimana 1 responden memiliki pengetahuan baik, 2

responden memiliki pengetahuan sedang, dan 1 responden memiliki

pengetahuan kurang. Hal ini mirip dengan penelitian yang dilakukan di

Kelurahan Purwoyoso Kecamatan Ngaliyan oleh Tri Rahayuningsih dengan

responden ibu – ibu yang mempunyai bayi 4-6 bulan, dimana satu – satunya

responden yang berumur ≥ 36 tahun memiliki tingkat pengetahuan baik,

sedangkan 5 responden yang memiliki umur ≤20 tahun, 3 responden memiliki

pengetahuan kurang, sedangkan 2 responden lagi memiliki pengetahuan

sedang terhadap ASI eksklusif.

Dari hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa responden yang

memiliki jenjang pendidikan SMA memiliki pengetahuan lebih baik daripada

mereka yang memiliki jenjang pendidikan tidak sekolah, SD, dan SMP,

dimana semua responden yang memiliki pendidikan baik ( 2 responden)

memiliki pendidikan terakhir SMA, namun sayangnya hasil penelitian ini juga

menunjukkan responden dengan jenjang pendidikan D3 dan S1 tidak satu

responden pun yang memiliki pengetahuan baik.Hal ini berbeda dengan

penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus oleh

Wahyuningrum dengan responden ibu – ibu, dimana semua responden(100%)

dengan jenjang pendidikan perguruan tinggi memiliki pengetahuan baik dan

responden dengan jenjang pendidikan SD 83 % nya memiliki pengetahuan

kurang terhadap ASI Eksklusif. Perbedaan ini mungkin sesuai dengan

pendapat dari Suradi yang menyatakan bahwa walaupun seorang ibu yang

memiliki pendidikan formal yang rendah belum tentu tidak mampu menyusun

makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang yang

lebih tinggi pendidikan formalnya, tetapi Perlu menjadi pertimbangan bahwa

faktor tingkat pendidikan salah satu turut menentukan mudah tidaknya

menyerap dan memahami pengetahuan yang ibu peroleh( Suradi, 2008).

Page 42: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

42

Sesuai tabel 5.10 diketahui bahwa kedua responden yang memiliki

pengetahuan baik memiliki 1 orang anak, dan responden yang memiliki 6 anak

dan 7 anak seluruhnya berpengetahuan kurang. Jumlah anak merupakan hal

yang sangat mempengaruhi pengetahuan responden, dimana semakin banyak

jumlah anak semakin sering ibu – ibu terpapar dengan pemberian ASI,namun

ini tidak lah bersifat mutlak, karena pengetahuan responden juga sangat

dipengaruhi oleh ketertarikan ibu – ibu dalam mencari informasi terhadap ASI

dan juga sangat dipengaruhi oleh benar atau tidaknya informasi – informasi

ASI yang diperoleh disekitarnya, misalnya dari keluarga dan tetangganya.

Konseling merupakan suatu bentuk wawancara untuk membantu orang

lain memperoleh pengertian yang lebih baik mengenai dirinya dalam usahanya

untuk memahami dan mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya.

Konseling tidak sama dengan motivasi. Pada konseling, terbentuknya sikap

dan perilaku tertentu adalah atas dasar kepatuhan mandiri, sedangkan pada

motivasi, keputusan ditentukan secara sepihak oleh dokter. Namun dari hasil

penelitian yang sesuai tabel 5.5, seluruh responden (100 %) belum pernah

mendapat konseling menyusui. Rendahnya status konseling pada penelitian ini

menunjukkan bahwa masih sangat rendahnya kesadaran tenaga kesehatan,baik

dokter, bidan, perawat dan pihak terkait dalam melakukan konseling

menyusui.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 43: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

43

4.4 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam Malik

Medan terhadap ASI eksklusif sebagian besar termasuk dalam kategori

kurang yaitu 59,5%, kategori sedang sebanyak 35,7% dan hanya 4,8 %

yang termaksud dalam kategori baik.

2. Berdasarkan distribusi umur ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam

Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa dari kelompok umur

yang paling banyak yaitu antara 25 – 29 tahun, dimana terdapat 7

responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik, 5 responden yang

berpengetahuan sedang dan hanya 1 responden yang berpengetahuan baik

3. Berdasarkan distribusi jenjang pendidikan ibu- ibu pasca melahirkan di

RSUP H. Adam Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa

tingkat pendidikan mayoritas responden yaitu SMA/Sederajat, dimana

termaksud dalam kategori kurang 7 responden, tingkat pengetahuan

sedang 10 responden dan 2 responden dalam kategori baik.

4. Berdasarkan distribusi umur ibu- ibu pasca melahirkan di RSUP H. Adam

Malik Medan terhadap ASI eksklusif, tampak bahwa jumlah responden

yang paling banyak adalah responden yang memiliki 3 orang anak,dimana

memiliki tingkat pengetahuan kurang 9 responden, dan tingkat

pengetahuan sedang 5 responden.

4.5 Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam

menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang

mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian

ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

Page 44: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

44

1. Perlu dilaksanakan penelitian yang lebih dalam tentang pemberian ASI

eksklusif dengan cakupan jumlah responden dan lokasi penelitian yang

lebih besar lagi.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut berupa analisis hubungan antara

pengetahuan ibu – ibu pasca melahirkan sebagai responden dengan

menggunakan karakteristik – karakteristiknya, misalnya tingkat pendidikan,

pekerjaan, jumlah anak, dan status konseling. Sehingga dapat diketahui

fakor – faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pengetahuan terhadap

ASI eksklusif.

3. Kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan dapat menjadikan program

konseling dan sosialisasi menyusui sebagai program tetap dibagian Obgyn

RSUP H. Adam Malik Medan sehingga diharapkan program konseling dan

sosialiasasi menyusui dilakukan pada ibu – ibu hamil, ibu pasca melahirkan

di RSUP H. Adam Malik Medan, agar nantinya terjadi peningkatan

pengetahuan masnyarakat, khususnya bagi ibu – ibu hamil dan pasca

melahirkan di RSUP H. Adam Malik Medan, dan dari hal ini diharapkan

terjadi peningkatan pemberian ASI Eklusif dalam masnyarakat.

4. Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik

bersalin, posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada

ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI eksklusif dan

menyusui.

5. Bagi dinas kesehatan untuk dapat menyebarluaskan informasi mengenai ASI

eksklusif baik melalui media massa (TV, radio, majalah, koran, internet) maupun

secara langsung melalui penyuluhan – penyuluhan.

Page 45: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

45

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, D.N., 2007. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Pemberian ASI

Eklusif. Diperoleh dari :

http://www.magi.undip.ac.id/penelitian/31-versi-indonesia/83-faktor-yang-

berperan-dalam-kegagalan-praktik-pemberian-asi-eksklusif [Diakses

tanggal 2 April 2010]

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001. Manajemen Laktasi. Direktorat

Gizi Masnyarakat.

Friedman, S.A., 2005. Pemberian Makanan pada bayi. In: Schwartz, M.W.,

Pedoman klinis Pediatri. Jakarta : EGC, 65-68

Massachusetts Department of Public Health Bureau of Family Health and

Nutrition, 2008. Breastfeeding Initiation and Support. Massachusetts

Department of Public Health Bureau of Family Health and Nutrition.

Available from:

http://www.mass.gov/Eeohhs2/docs/dph/com_health/nutrition/

breastfeeding_guidelines.pdf [Accessed 1 April 2010].

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit

Rieneka Cipta, 87, 91.

Nurmiati dan Besral, 2008. Pengaruh ASI Terhadap Ketahanan Hidup Bayi Di

Indonesia, Universitas Indonesia. Diperoleh dari:

http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/01_Nurmiati_PENGARUH

%20DURASI%20PEMBERIAN%20ASI_Layout.pdf [ Diakses tanggal 31

Maret 2010].

Pratomo, H., Sudarti, 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: Depdikbud, 24-27.

Page 46: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

46

Puslitbang Gizi dan Makanan, 2009. Bayi Berhak ASI Eklusif. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Diperoleh dari :

http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/index2.php?

option=com_content&do_pdf=1&id=85 [ Diakses tanggal 31 M aret

2010]

Roesli, Oetami, 2000, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Tubulus Agriwidya, 3.

Sastroasmoro, S., 2010, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: CV

Sagung Seto, 95.

Seksi Gizi Departemen Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta, 2009.

Inisiasi Menyusu Dini. Departemen Kesehatan Kabupaten Kulon Progo

Yogyakarta. Diperoleh dari:

http://dinkes.kulonprogokab.go.id/?p=150 [Diakses tanggal 23 April 2010]

Sentra Laktasi Indonesia, 2007. Pelatihan Konseling Menyusui. WHO dan

UNICEF.

Diperoleh dari :

http://selasi.net/download/pelatihankonseling.pdf [Diakses tanggal 2 April

2010]

Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC, 732.

Siregar, M.A., 2004. Pemberian ASI Eklusif dan Faktor – Faktor yang

Mempengaruhinya, Universitas Sumatera Utara. Diperoleh dari :

Soetjiningsih, 1997. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Jakarta: EGC, 21-23.

Suradi, R., 2008. Penggunaan Air Susu Ibu dan Rawat Gabung, In: Prawihardjo,

S., Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka, 375-380

Page 47: BAB 1, 2, 3, 4,5,6 Daftar Pustaka

47

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin4.pdf [ Diakses tanggal 31

maret 2010]

Tjipta, G.D., Ali, M., Lubis, B.M., 2009. Ragam pediatrik Praktis. Medan : USU

Press, 136,137.

Wahyuningrum, Novi, 2007. Survey Pengetahuan Ibu Tentang Asi Eksklusif

Dengan Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi Di Kecamatan Jekulo Kabupaten

Kudus. Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Negeri Semarang.

Wagner, C.L., Human Milk and Lactation. Medical University of South Carolina.

Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/976504-overview [Accessed 1

April 2010].

Wahyuni, A.S. 2008, Statistika Kedokteran,Jakarta: Bamboedoea

Communication, 116-122.