Terangkan bentuk & pelaksanaan hukum adat pada abad ke-19. a) adat perpatih b) adat temenggung
B.19
-
Upload
marissaevis -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of B.19
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO B BLOK 19
Hari ke 2
Disusun Oleh :
Nama : Septhia Imelda
NIM : 04011381320046
PSPD B 2013
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015
1. Bagaimana patofisiologi berdenging pada telinga?
Mekanisme terjadinya telinga berdenging (tinnitus) adalah adanya aktivitas
listrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan bunyi, namun impuls berasal
dari tubuh pasien sendiri. Gelombang suara berjalan melalui telinga luar kemudian ke
membran timpani lalu ke tulang-tulang pendengaran dan kemudian ke telinga bagian
dalam yaitu koklea, sel-sel rambut di koklea akan mengubah gelombang suara
menjadi sinyal listrik yang kemudian akan dihantarkan oleh nervus kedelapan (nervus
vestibulokoklearis) ke korteks serebri, ketika sel-sel rambut koklea rusak, sirkuit di
otak tidak menerima sinyal yang diharapkan. Hal ini merangsang aktivitas abnormal
di neuron yang menghasilkan ilusi suara (tinnitus).
Tinnitus dibedakan menjadi 2 kelompok besar yaitu: tinnitus obyektif dan
tinnitus subyektif. Etiologi tinnitus subyektif antara lain adalah : presbiakusis, paparan
suara bising yang lama, trauma akustik yaitu terpapar suara dengan intensitas tinggi
sewaktu, otosklerosis yaitu terjadinya proses pengapuran pada tulang pendengaran di
telinga tengah ataupun pengapuran pada cochlea, infeksi, autoimun, ataupun
predisposisi genetic, dan juga trauma pada kepala ataupun leher, tinnitus subyektif
dapat pula disebabkan oleh adanya presbiacusis ataupun karena adanya pengaruh
suara yang terlalu keras. (Folmer et.al., 2004).
Pada tinnitus subyektif, sumber suara yang terlalu keras dapat menyebabkan
tinnitus subyektif dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan
impedansi diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi
secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon oleh pusat
pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara tersebut berhenti maka
stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi semula dalam beberapa menit atau
beberapa jam. Namun jika impedansi terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-
ulang (continous exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan
stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan ketulian (hearing loss) ataupun
tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut
yang berakibat adanya impuls terus-menerus kepa ganglion saraf pendengaran
(Folmer et. al., 2004).
Tinnitus obyektif merupakan tinnitus yang sangat jarang ditemui (Crummer &
Hassan, 2004). Berdasar klasifikasi etiologi tinnitus obyektif oleh Lockwood et. al.,
(2002), maka tinnitus obyektif dibagi menjadi dua (2) sub bagian yaitu pulsatil dan
non pulsatil.
2. Bagaimana cara penegakkan diagnosis pada kasus?
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis : riwayat pekerjaan
a. Pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising dalam jangka
waktu yang cukup lama biasanya 5 tahun atau lebih.
b. Penurunan pendengaran perlahan :
Tinnitus
Cocktail party deafness, yakni sulit mendengar dan memahami
percakapan di tempat yang ramai akibat bising latar belakang.
2. Pemeriksaan Fisik dan otoskopi
Otoskopi : tidak ditemukan kelainan.
3. Pemeriksaan Penunjang untuk pendengaran seperti audiometric
Pada pemeriksaan audiologi, tes penala di dapatkan :
a. Tes Rinne (+)
b. Weber : Lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik
c. Schwabach : memendek
4. Evoked Otoacoustic Emission (OAE) : dapat mendeteksi dini NIHL karena
kerusakan sel rambut luar terjadi paling awal pada NIHL dan sel rambut inilah
yang dideteksi perubahannya oleh OAE.
5. Pemeriksaan audiometric nada murni didapatkan : tuli sensorineural pada
frekuensi antara 3000-6000Hz dan pada frekuensi 4000Hz sering terdapat
takik (notch) yang patognomonik.
6. Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short increment sensitivity index),
ABLB (alternate binaural loudness balance), MLB (monoaural loudness
balance), audiometeri Bekesy, audiometric tutur rekrutmen patognomonik,
yaitu peningkatan sensitivitas telinga yang tuli tehadap kenaikan kecil
intensitas bunyi pada frekuensi tertentu setelah ambang dengar yang ada
terlewati sehingga telinga merasa nyeri jika suara ditinggikan.
Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising dan
hubungannya dengan pekerja, maka faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya
2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, dan lamanya bekerja
3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran
4. Meneliti bising ditempat kerja, untuk menentukan intentistas dan durasi bising yang
menyebabkan ketulian
5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja. Pentingnya
mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan melakukan pemeriksaan
audiometric sebelum bekerja adalah bila audiogram menunjukkan ketulian, maka
dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran tersebut akibat kebisingan di tempat
kerja
6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial seperti
riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit sebelumnya.
3. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?
1. Noise induced hearing loss
2. Presbikusis
3. Gangguan pendengaran herediter
4. Penyakit metabolic (DM, penyakit tiroid, gagal ginjal , autoiumun, hiperlipidemia,
hiperkolesterolemia)
5. Tuli akibat induksi
6. Tuli akibat penyakit pada sistem saraf pusat
7. Penyakit meniere
8. Tuli non-organik
4. Bagaimana patofisiologi pada kasus? (efek durasi, frekuensi dan intensitas kebisingan)
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi bunyi,
intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa :
1. Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh
kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena
suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.
2. Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan-lahan akan
kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa
jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila
pemaparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara
akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap
individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing
individu.
3. Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama terjadi
pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat
permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap
dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan
baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak
menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah
dilakukan pemeriksaan audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh
setelah istirahat beberapa jam ( 1 – 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam
waktu yang cukup lama ( 10 – 15 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut
organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas
terjadinya, tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu
lama dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi
kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya terjadi
kehilangan pendengaran yang permanen.
Umumnya frekwensi pendengaran yang mengalami penurunan intensitas
adalah antara 3000 – 6000 Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang
terberat terjadi pada frekwensi 4000 Hz (4 K notch). Ini merupakan proses yang
lambat dan tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja.
Hal ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising
dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi percakapan
(500 – 2000 Hz ). Pada saat itu pekerja mulai merasakan ketulian karena tidak dapat
mendengar pembicaraan sekitarnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain : (WHO, 1995)
1. Intensitas
Intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat di
dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam desible (dB).
2. Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-20000 Hertz.
Frekuensi bicara terdapat antara 250- 4000 Hertz.
3. Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan
jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.
4. Sifat
Mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten).
Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik)
sangat berbahaya.
Fisiologi Pendengaran
Fisiologi Pendengaran Normal
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan
mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke
tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes
menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana
basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen
rotundum terdorong ke arah luar (Tortora dan Derrickson, 2009).
Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana
basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan
listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang
nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik
pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
Fisiologi Gangguan Pendengaran
Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli
dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat
kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media
atau otosklerosis (Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004).
Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu
penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak
stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli
campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara
maupun konduksi tulang (Lassman, Levine dan Greenfield, 1997).
Daftar Pustaka
.
Buchori. 2011. Kebisingan. http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf/ diunduh pada
tanggal 01 September 2015.
Rambe, AYM. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. http://library.usu.ac.id/
download fk/tht-andrina1.pdf/ diunduh pada tanggal 31 Agusuts 2015.
Sihole, A. 2011. Kebisingan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26007/4/
Chapter%20II.pdf/ diunduh pada tanggal 31 Agustus 2015.
Soepardi, EA. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. FKUI : Jakarta