100195840 Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi
-
Upload
ayu-ristianti -
Category
Documents
-
view
41 -
download
14
description
Transcript of Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI HALUSINASI
KELAS 2C
OLEH
NI KOMANG ASTUTI (13C11090)
NI LUH AYU DWIMANTARI (13C11091)
KADEK AYU RISTIANTI (13C11093)
NI PUTU CHINTYA EKA PRATIWI (13C11097)
DESAK PUTU PRAMI SATRYANA PUTRI (13C11128)
NI NYOMAN SRI RAHAYU (13C11138)
I KOMANG SUPARJANA PUTRA (13C11142)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Dasar Skizofrenia
a. Pengertian
Skizofrenia (schizophrenial) merupakan suatu gangguan yang terjadi pada
fungsi otak (Nancy Andreasen, 2008, dikutip dari Yosep, 2009, hal. 211).
Skizofrenia merupakan sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan prilaku sosialnya (Melinda
Herman, 2008, dikutip dari, Yosep, 2009, hal.211).
Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi
penyebab (banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh
genetik, fisik, dan sosial budaya (Kaplan and Sadock, 2010).
Gangguan Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi area fungsi individu, termasuk berpikir dan berkomunikasi,
menerima, dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan
emosi, dan beperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs,
2005).
Melinda Herman (2008), mendefinisikan skizofrenia sebagai penyakit
neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan
perilaku sosialnya (Neurogical disease that affects a person’s perception,
thinking, language, emotion, and social behavior)
7
b. Proses Terjadinya
Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun klien
tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya dalam kurun
waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini yang akhirnya menjadi
skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya. Gejala yang timbul secara
perlahan-lahan ini bisa saja menjadi skizofrenia akut. Periode skizofrenia akut
adalah gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi, penyesatan
pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir (Yosep, 2009; hal. 211)
c. Tanda dan Gejala
Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam dari mulai
gangguan pada alam pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada
yang tersamar. Sebelum seseorang sakit, pada umumnya penderita sudah
mempunyai ciri-ciri kepribadian tertentu. Kepribadian penderita sebelum sakit
disebut sebagai Kepribadian Pramorbid, seringkali digambarkan sebagai
orang yang mudah curiga, pendiam, sukar bergaul, lebih senang menarik diri
dan menyendiri serta eksentrik (aneh). Gangguan jiwa Skizofrenia biasanya
mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun).
Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan penyakitnya
sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala
awal disebut sebagai fase prodromal yang ditandai dengan mulai munculnya
gejala-gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang
tidak wajar, perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya. Gejala – gejala
Skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala positif dan gejala
negatif. (Hawari, 2009).
1) Gejala positif Skizofrenia
a) Gejala positif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia adalah
sebgai berikut: Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak
rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif
bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya.
b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa rangsangan
(stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara atau bisikan-
bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan
itu.
c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-madir, agresif, bicara
dengan semangat dan gembiran berlebihan.
e) Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan
sejenisnya.
f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman
terhadap dirinya.
g) Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala-gejala positif skizofrenia amat mengganggu lingkungan
(keluarga) dan merupakan salah satu motivasi keluarga membawa penderita
berobat.
2) Gejala negatif skizofrenia
Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah
sebagai berikut :
a) Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam
perasaan ini dapat terlihat dari wajah yang tidak menunjukkan ekpresi.
b) Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul
atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
c) Kontak emosional amat ‘miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
d) Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e) Sulit dalam berpikir abstrak.
f) Pola pikir stereotip.
g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada
inisiatif, tidak ada upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, menoton,
serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu).
Gejala-gejala negatif skizofrenia seringkali tidak disadari atau kurang
diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak “mengganggu”
sebagaimana halnya pada penderita skizofrenia yang menunjukkan gejala-
gejala positif.
d. Jenis-jenis skizofrenia
1) Skizofrenia Simplek dengan gejala utama kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan.
2) Skizofrenia Hebefrenik gejala utama gangguan proses pikir, gangguan
kemauan, dan depersonalisasi. Banyak terdapat Waham dan Halusinasi.
3) Skizofrenia Katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor seperti
stupor maupun gaduh gelisah katatonik.
4) Skizofrenia Paranoid, dengan gejala utama kecurigaan, yang ekstrim
disertai waham kejar atau kebesaran.
5) Episode Skizofrenia akut (Lir Schozprenia), adalah kondisi akut
mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran
mungkin berkabut.
6) Skizofrenia Psiko-Aktif, yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang
menonjol dengan disertai gejala depresi atau mania.
7) Skizofrenia Residual adalah skizofrenia dengan gejala-gejala
primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.
e. Penatalaksanaan medis
1) Pertimbangan umum terdiri dari
a) Kontuinitas perawatan merupakan hal yang penting . Klien dapat
menerima pengobatan diberbagai tempat, termasuk rumah sakit jiwa
akut, rumah sakit jiwa jangka panjang, dan program berbasis
komunitas.
b) Tingkat perawatan tergantung pada keparahan gejala dan ketersediaan
dukungan dari keluargadan sosial . Pengobatan ini biasanya diberikan
lingkungan dengan sifat restriktif yang paling minimal.
c) Pendekatan manajemen kasus merupakan hal yang paling penting
karena perawatan klien pada umumnya berjangka panjang,
membutuhkan kerja sama dengan berbagai penyedia pelayanan untuk
memastikan pelayan tersebut diberikan secara terkoordinasi .
2) Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek, digunakan untuk
menatalaksanakan gejala-gejala akut dan memberikan lingkungan yang
aman dan terstruktur serta berbagai pengobatan termasuk :
a) Pengobatan farmakologik dengan medikasi antispikotik
b) Manajemen lingkungan
c) Terapi pendukung yang pada umumnya berorientasi padarealitas,
dengan pendekatan prilaku kognitif.
d) Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya.
e) Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memasti-kan kontinuitas
asuhan .
3) Hospitalisasi psikiatrik jangka panjang
a) Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala
persisten yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain .
b) Tujuannya adalah menstabilkan dan memindahkan klien secepat
mungkin ke lingkungan yang kurang restriktif .
4) Pengobatan berbasis komunitas memberikan layanan
komprehensif. Berikut ini kepada klien dan keluarga:
a) Perumahan bantuan meliputi rumah transisi, pengaturan hidup yang
kooperatif, crisis community residence, pengasuhan anak angkat, dan
board and care home.
b) Program day treatment memberikan terapi kelompok, pelatihan
keterampilan sosial, penatalaksanaan peng-obatan, dan sosialisasi dan
rekreasi.
c) Terapi pendukung melibatkan seorang manajer seorang
manajer kasus dan sejumlah ahli terapi untuk klien dan
keluarga.
d) Program psikoedukasi bagi klien, keluarga dan kelompok
kelompok masyarakat.
Outreach services diadakan untuk menentukan kasus dan
memberikan program pengobatan preventif bagi individu dan
keluarga yang mengalami peningkatan resiko .
5) Rehabilitasi psikososial
a) Rehabilitasi psikososial menekankan perkembangan keterampilan dan
dukungan yang diperlukan untuk hidup, belajar, dan bekerja dengan
baik di komunitas.
b) Pendekatan ini menjadi bagian dari program pengobatan di berbagai
tempat pemberian layanan. Penggunaan gedung pertemuan tempat
klien dapat berkumpul untuk bekerja bersama dan bersosialisasi sambil
mempelajari keterampilan yang diperlukan, dapat menjadi bagian dari
layanan masyarakat di beberapa tempat.
2. Konsep Dasar Halusinasi
a. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata (Ade Herman Surya, 2011,Hal. 109).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008) .
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan
dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang
“teresepsi” (Yosep, 2010) .
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi
terhadap stimulus (Nanda-I, 2012) .
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :
persepsi palsu ( Maramis, 2005)
b. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi
paling maladatif. Jika klien sehat persepsinya akurat,mampu mengidentifikasi
dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima
melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecap, dan
perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra
walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut
adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi
yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai
ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang dilakukannya terhadap
stimulus panca indra tidak akurat sesuai simulus yang diterima.
Ket:
1) Respon adatif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-
norma sosial buadaya yangn berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
Respon adatif berupa:
a) Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari hati sesuai dengan pengalaman.
d) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
bataskewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2) Psikososial
Respon psikososial antara lain :
a) Proses pikir terganggu adalah pikir yang menimbulkan
kekacauan /mengalami gangguan
b) Ilusi adalah intraprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang sungguh terjadi (objek nyata), karena rangsangan
panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang
d) Perilaku tidak biasa adlah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain atau hubungan dengan orang lain
3) Respon Maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang norma-norma sosial budaya dan
lingkungannya.respon maladatif yang sering ditemukan meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c) Kerusaka proses emosi ialah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati
d) Perilaku tidak terorganisasi merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan yang negatif mengancam.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halsusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu
tidak ada.
c. Psikopatologis
1) Menurut Yosep, yang dikutip oleh Ekoprabowo 2014, Faktor
predisposisi yang menyebabkan halusinasi adalah
a) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress
b) Faktor sosiokurtural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang bersifat halusionogenik neuro kimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya
neurotransmitter otak.
d) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat aditif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal
e) Faktor Genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Suddeen yang dikutif oleh Eko Prabowo (2014),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak mengakibat ketidakmampuan untuk secara efektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diiterpretasikan.
b) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menaggapi
stress.
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi (Mukhripah Damaiyanti,
2012, hal. 58) sebagai berikut :
1) Bicara sendiri
2) Senyum sendiri
3) Ketawa sendiri
4) Menggerakkan bibir tanpa suara
5) Penggerakan mata yang cepat
6) Respon verbal yang lambat
7) Menarik diri dari orang lain
8) Berusaha untuk menghindari orang lain
9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata
10) Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
11) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
13) Sulit berhubungan dengan orang lain
14) Ekspresi muka tegang
15) Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
17) Tampak tremor dan berkeringat
18) Perilaku panik
19) Agitasi dan kataton
20) Curiga dan bermusuhan
21) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan
22) Ketakutan
23) Tidak dapat mengurus diri
24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
e. Fase-fase /Tahapan dalam Halusinasi
Ada 5 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan
klien mengendalikan dirinya (Yosep, 2010) yaitu :
FASE HALUSINASIDAN KARAKTERISTIKNYA
Sinasi Karakteristik
1 2
Stage I : Sleep disorder
Fase awal seseorang sebelum
muncul halusinasi
Klien merasa banyak masalah, ingin
menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya
banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil
terlibat narkoba, dihianati kekasih,
masalah dikampus, drop out, dan
seterusnya. Masalah terasa menekan
karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk. Sulit
tidur berlangsung terus – menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan – lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan
masalah .
Stage II : Comforting
Halusinasi secara umum ia terima
sebagai sesuatu yang alami
Klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti adanya perasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa,
ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya
dapat dia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya .
f. Jenis-Jenis Ha
1) Halusinasi Non Patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III, dalam Dermawan
dan Rusdi, 2013, hal 3) halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang
bukan penderita gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang
mengalami stress yang berlebihan atau kelelahan bisa juga karena
pengaruh obat-obatan (Halusinasinogenik)
Halusinasi ini antara lain :
a) Halusinasi Hipnogonik : Persepsi sensori yang palsu yang terjadi
sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.
b) Halusinasi Hipnopompik : Persepsi sensori yang palsu yang terjadi
pada saat seseorang terbangun tidur.
2) Berikut ini merupakan pembagian jenis halusinasi menurut Yosep
(2007) halusinasi terdiri dari 8 jenis, yaitu :
a) Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar
sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna . Biasanya suara
tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita
bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut .
b) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan .
c) Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita .
Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita
sebagai suatu kombinasi moral .
d) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik .
e) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
dibawah kulit terutama pada keadaan delirium toksis dan
skizofrenia.
f) Halusinasi Seksual ( Ini termasuk halusinasi raba)
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ .
g) Halusinasi Kinestetik
Pendrita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak . misalnya ”phantom
phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb) . Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik
tertentu akibat pemakaian obat tertentu .
h) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya .
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan
sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya
terpecah dua .
b) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya
yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala
sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian .
g. Mekanisme koping menurut Eko Prabowo (2014)
1)Regresi : Menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2)Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3) Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dengan stimulus internal
h. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini peran keluarga sangat
penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam
merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat. (Maramis, 2004)
1) Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermafaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
Kelas Kimia Nama Generik Dosis harian
Fenotiazin Asetofenazin (tidal)
Klopromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine,Permiti)
Mesoridazin(Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorprerazin (Compazine)
Promazin (Sparin)
Tiodazin (Mellari)
Trifluoperazin(Stelazine)
Trifluopromazine (vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800 mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksaten Kloprotiksen (tarctan)
Tioktiksen (navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (hadol 1-100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazin) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin ( Loxitane) 20-150 mg
dihidroindolon Molindone (Moban) 225-225
2) Terapi Kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan terapi
kejang grandmall secara atrificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi
kejang listrik dapat diberikan pada pasien skizoprenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral /injeksi dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/ detik
3) Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien
kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat dan
dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan /latihan bersama, seperti therapy modalitas
yang terdiri dari :
Terapi aktivitas
a) Terapi musik
Fokus : mendengarkan, memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien.
b) Terapi seni
Fokus : Untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
c) Terapi Menari
Fokus : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
d) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/prilaku mal adaftif / deskriptis
meningkatkan partisipasi dan kesengangan pasien dalam
kehidupan.
Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
Terapi kelompok
a) Terapi group (kelompok terapeutik )
b) Terapi Aktivitas Kelompok (adjuncetive group activity
therapy)
c) TAK stimulus Persepsi: Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi dengan
menghardik
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan
Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-
cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan minum
obat
d) Terapi lingkungan
Suasana di rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam
keluraga
3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Halusinasi
Proses Keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
keperawatan menjadi optimal. Dengan menggunakan proses keperawatan dapat
terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi tidak unik bagi
individu klien. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan
dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa
adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki. Proses Keperawatan terdiri atas 5 langkah menurut
(Ade Herman, 2011, hal.35) yang sistematis yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan
klien, yang umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari pada
peran klien, namun pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar
dari peran perawat, sehingga kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat
diidentifikasi, di-prioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan
menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan
keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik bagi individu klien
(keliat,1998, dikutip dari Surya Direja, 2011, hal.35) :
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan
penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit
keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang
kerumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat
penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada
faktor predisposisi mencakup faktor yang mempengaruhi jenis dan
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress (faktor pencetus/ penyebab utama timbulnya gangguan
jiwa). Faktor presipitasi mencakup stimulus yang dipersepsikan
oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan dan
memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya (faktor yang
memberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa) (M.Azizah,
2011, hal 56).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan
fungsi organ tubuh (dengan cara observasi, auskultasi, palpasi,
perkusi, dan hasil pengukuran) (M.Azizah, 2011, hal 57).
d) Pengkajian psikososial:
(1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (M.Azizah,
2011, hal 58) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat
antara anggota keluarga biologis/ satu keturunan dengan
keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota
keluarga yang kembar identik secara genetik dengan
saudara kandung yang tidak kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat
banyak kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti
orang tua, saudara kandung) dengan keluarga.
(2) Konsep diri (M.Azizah, 2011, hal 60)
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap
tubuhnya termasuk persepsi masa lalu/ sekarang, perasaan
tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Persepesi individu tentang bagaimana se-harusnya ia
berprilaku berdasarkan standar aspirasi, tujuan atau nilai
personal tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang di-peroleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai
dengan ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan
perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah me-lakukan kesalahan, kekalahan
dan ke-gagalan, ia tetap merasa sebagai orang yang
penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan
sosial berhubungan dengan fungsi individu diberbagai
kelompok sosial.
(e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsistensi dan keunikan individu.
(3) Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus
menyadari luasnya dunia ke-hidupan klien, memahami
pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien,
mengenal keunikan aspek ini dan meng-hargai perbedaan
klien. Berbagai faktor sosial budaya klien meliputi usia,
suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan sistem
keyakinan.
(4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan
kehidupan dalam hubungan dengan kekuasaan yang lebih
tinggi sesuai nilai individu, komunitas dan lingkungan
yang terpelihara (Carpenito. 1998, hal. 382, di kutip buku
M.Azizah, 2011, hal. 64) .
(5) Status mental (M.Azizah, 2011, hal. 65)
(a) Penampilan
Area observasi dalam penampilan umum klien yang
merupakan karakteristik fisik klien yaitu penampilan usia,
cara ber-pakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara ber-jalan,
ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil,
status gizi/kesehatan umum(M.Azizah, 2011. Hal 65).
(b) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi
(kecepatan,cepat/lambat),volume (keras/lembut), jumlah
(sedikit, membisu, ditekan) dan karakternya (gugup, kata-
kata ber-sambung, aksen tidak wajar)(M.Azizah, 2011.Hal
66).
(c) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu
dicatat dalam hal tingkat aktivitas (letargik, tegang,
gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor) dan isyarat
tubuh yang tidak wajar(M.Azizah, 2011. Hal 66).
(d) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan ber-
langsung relatif lama dan dengan sedikit komponen
fisiologis/ fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan.
Sedangkan alam perasaan (emosi) adalah manifestasi efek
yang ditampilkan/ diekspresikan ke luar disertai banyak
komponen fisiologis dan ber-angsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa,
khawatir atau gembira berlebihan,(M.Azizah, 2011. Hal
70) .
(e) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara
seperti bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung,
kontak mata kurang (tidak mau manatap lawan bicara),
defensif (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga (menunjukkan sikap/
perasaan tidak percaya pada orang lain)(M.Azizah, 2011.
Hal 74) .
(6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan,
perbedaan sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati,
mengetahui dan mengartikannya setelah panca indra
mendapat-kan rangsangan. Kaji persepsi sensori yang
dinyatakan atau ditampilkan oleh klien seperti isi halusinasi,
frekuensi halusinasi, situasi pencetus halusinasi serta respon
klien terhadap halusinasi..
(7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan
lingkungan dan dirinya (melalui panca indra), mengatakan
pembatasan ter-hadap lingkungan/dirinya (melalui per-
hatian). Kesadaran yang baik biasanya di-manifestasikan
dengan orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang
dan ling-kungan sekitarnya (M.Azizah, 2011.Hal.84).
(8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan
hal-hal yang telah terjadi (jangka panjang/ pendek/sesaat)
dan apakah ada gangguan pada daya ingat.Gangguan ini
dapat terjadi pada salah satu diantara kom-ponen daya ingat
yaitu pencatatan/registrasi, penahanan/retensi atau
memanggil kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya
(M.Azizah, 2011. Hal.87)
(9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan
selama wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah
kemampuan klien untuk mengerjakan hitungan baik
sederhanaan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah
normal atau ada gangguan seperti mudah beralih, tidak
mampu ber-konsentrasi, tidak mampu berhitung sederhana
ataulainnya(M.Azizah, 2011. Hal 89).
(10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif
dan adaptif(M.Azizah, 2011. Hal 89).
(11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pe-mahaman klien
tentang sifat suatu pe-nyakit/gangguan.Penghayatan ini
biasanya mengalami gangguan pada kelainan mental or-
ganik, prikosis dan retardasi mental (M.Azizah, 2011. Hal 90)
(12) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara
lain: makan dan minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian,
istirahat tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, ke-
giatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah, mekanisme
koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan,
aspek medik .
2) Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa
data untuk merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data
tersebut diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif:
a) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak
nyata, tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat
memusatkan perhatian dan konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan
bingung terhadap halusinasi, perasaan tidak aman, merasa cemas,
takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat
keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering
manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah,
Resiko Mencederai diri sendiri dan orang lain
Perubahan sensori persepsi: halusinasi
Kerusakan Interaksi Sosial : menarik diri
Harga diri rendah
ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.
3) Pohon masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip
sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat
(Fitria,2009, hal.60)
Akibat
Masalah
utama
Penyebab
Pohon masalah Halusinasi
b. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari
pengkajian setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respon aktual atau potensial individu, keluarga atau
masyarakat terhadap masalah kesehatan klien/proses kehidupan (Ade
Herman, 2011, hal.37) .
Menurut Fitria 2012 hal.58, masalah keperawatan klien yang muncul pada
klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah :
1) Risiko Mencederai Diri Sendiri Dan Orang Lain
2) Perubahan SensoriPersepsi : Halusinasi
3) Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri
4) Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
c. Perencanaan
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan perioritas
diagnosa keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan mencakup perumusan
diagnosis, tujuan serta rencana tindakan yang telah distandarisasi ( Keliat dan
Akemat , 2009
TABEL 2
RENCANA KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P SP1K
1) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
2) Mengidentifikasi isi halusinasi klien
3) Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.
4) Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
Klien
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat
menimbulkan halusinasi klien
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap
halusinasi klien
7) Mengajarkan klien menghardik
halusinasi
8) Menganjurkan klien memasukkan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian
1) Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
klien
2) Memberikan pendidikan kesehatan
tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami klien, tanda
dan gejala halusinasi, serta proses
terjadinya halusinasi
3) Menjelaskan cara merawat klien
dengan halusinasi
SP2P SP2K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
1) Melatih keluarga mempraktikkan
cara merawat klien dengan halusinasi
2) Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada klien
halusinasi
SP3P SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2) Melatih klien mengendalikan halusinasi
1) Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas dirumah termasuk minum
obat ( discharge planning)
dengan cara melakukan kegiatan
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
2) Menjelaskan follow up setelah pulang
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien .
2) Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
d. Pelaksanaan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat
perlu memvalidasi data dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan oleh klien saat ini (here ands now). Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan teknikal yang
diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah
tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan
boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat
membuat kontrak (inform consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa
yang akan dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien
( Direja, 2011; hal.38).
e. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan dari klien. Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melakukan tindakan. Evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan
membandingkan respon klien pada tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan S.O.A.P
diantaranya sebagai berikut :
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut klien
oleh perawat (Direja, 2011, hal.39).
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN GANGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
Tg
l
No.
Diagnos
a
Diagnosa
keperawata
n Pasien
Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kreteria Evaluasi
1 Gangguan
persepsi
sensori:
Halusinasi
1. Klien
dapat
2. membina
hubungan
saling
percaya
1.1 Ekspresi wajah
bersahabat
menunjukkan rasa
senan, ada kontak
mata,mau berjabat
tangan , mau
menybutkan nama,
mau menjawab
salam, klien mau
duduk berdapam
pingan dengan
perawat, mau
mengungkapkan
1.1.1Bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diei dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan
nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukan sikap empati dan
7
2. klien dapat
mengebali
halusinasinya
masalah yang
dihadapi.
2.1Klien dapat
menyebutkan
waktu,isi, frekuensi
timbulnya
halusinasi
2.2 Klien dapat
menungkapkan
perasaan terhadap
halusinasinya
menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian pada klie dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
2.1.1 Apakah kontak sering dan
singkat secara bertahap
21.2 Observasi tingkah laku yang
terkait dengan halusinasi
2.1.3Bantu klien mengenal
halusinasinya
a. Jika menemukan pasien sedang
halusinasi , tanyakan apakah
suara yang didengar attau
melihat banyangan tanpa wujud
atau merasakan sesuatu yang
tidak ada
b. Jika pasien menjawab iya
lanjutkan tanyakan apa yang
dialamiya
c. Katakan bahwa perawat
percaya pasien mengalami hal
tersebut, namun perawat
percaya sendiri tidak
mengalaminya ( dengan nada
bersahabat, tidak menuduh atau
menghakimi)\
d. Katakan bahwa ada pasien lain
yang mengalami seperti pasien
e. Katakan bahwa perawat akan
membantu pasien
2.1.4 Jika pasien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan pasien isi, waktu,
frekuensi halusinasi (pagi, siang,sore,
malam, atau sering, jarang), situasi dan
kondisi yang dapat memicu timbulnya
halusinasi
2.1.5 Diskusi tentang apa yang
dirasakan saat terjadi halusinasi
2.1.6 Dorong untuk mengungkapkan
perasaan saat terjadi haludsinasi
2.1.7 Diskusi tentang dampak yang
akan dialami jika klien menikmati
halusinasinya\
3Pasien dapat
mengontrol
halusinasinya
3.1.1Pasien dapat
menyebutkan
menyebutkan
tindakan yang
biasanya dilakukan
untuk
mengendalikan
halusinasinya
3.2.klien mampu
menyebutkan cara
baru mengontrol
halusinasinya.
3.3 Klien dapat
memilih dan
mengontrol
halusinasinya
3.4 Klien dapat
3.1.1Identifikasi bersama klien
tentang cara , tindakan jika
terjadi halusinasi
3.1.2 Diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien
a. Jika cara tersebut
adaptif beri pujian
b. Jika mal adaftif
diskusikan dengan klien
kerugian cara tersebut
3.1.3 Diskusikan cara baru untuk
mengontrol dan memutuskan
halusinasi klien
a. Menghardiks halusinasi
: katakana pada diri
mendemonstrasika
n cara mengatasi
halusinasinya
3.5 Klien
mengikuti TAK
sendiri bahwa ini tidak
nyata (saya….. tidak
mau mendengar/…..
pada saat halusinasi
terjadi
b. Menemui orang lain
jika halusinasi dating
c. Memnuat dan
melaksankan jadwal
kegiatan sehari-hari
yang telah disusun
d. Memberikan pedidikan
kesehatan tentang
pengguanaan obat
untuk mengendalikan
haludinasinya
3.1.4 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan bantu klien
untuk mencobanya
3.1.5 Bantu pelaksaan tindakan yang
dipilih dan dilatih, jika berhasil
beri pujian
3.1.6 Libatkan pasien dengan TAK :
stimulasi persepsi
4.Pasien
dapat
dukungan
dari keluarga
dalam
mengontrol
halusinasinya
4.1 keluarga
menyatakan setuju
untuk mengikuti
pertemuan dengan
perawat
4.2 kelurga dapat
menyebutkan
pengertian, tanda
dan gejala, dan
tindakan untuk
mengendalikan
halusinasi.
4.1.1Ajurkan klien untuk membertahu
kelurga jika mengalami halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan kelurga
( pada saat kelurga berkunjung/ pada
saat kunjungan rumah) :
a. Gejala-gejala halusinasi yang
dialami klien
b. Cara yang dilakukan untuk
memutuskan halusinasi
c. Cara merawat anggota kerlurga
yang halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri,makan bersama,
5.Klien
menggunaka
n obat
dengan benar
5.1 klien dan
kelurga dapat
menyebutkan
manfaat, dosis,dan
efek samping obat
5.2 Klien dapat
mendemonstrasika
n penggunaan obat
dengan benar
5.3 klien dapat
informasi tentang
efek samping obat
5.4 Klien
memahami akibata
berhentinya
konsumsi obat
tanpa konsultasi
bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up
dan kapan perlu mendapat
bantuan halusinasi jika
halusinasi tidak terkontrol dan
mencedrai orang lain
5.1.1 Diskusikan dengan klien dan
kelurga tentang dosis frekuensi dan
manfaat obat
5.1.2 Ajurkan klien minta sendiri obat
pada perawat dan merasakan
manfaatnya
5.5 Klien
menyebutkan
prinsip 5 benar
dalam pemberian
obat
5.1.3 Ajurkan klien bicara dengan
dokter tentang manfaat dan efek
samping obat yang disarankan
5.1.4 Diskusikan akibat berhensinya
konsumsi obat tanpa konsultasi
5.1.5 Bantu klien menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar