ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI...
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI...
i
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI
PNEUMONIA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
SEPTIANI PUTRI PAMUNGKAS
NIM.P14106
PROGRAM STUDI D 3 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Septiani Putri Pamungkas
NIM : P14106
Program Studi : D3 Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah :Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami
Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 25 Juli 2017
Yang Membuat Pernyataan
Septiani Putri Pamungkas
NIM P14086
MOTTO
Sebaik – baik teman minum saya adalah pena , kolam saya adalah tinta , sahabat
saya adalah dalah buku , kerajaan saya adalah rumah saya dan peti harta saya
adalah kekuatan saya .
Saya tak selalu mendapatkan apa yang saya sukai , karena itu saya selalu menyukai
apapun yang saya dapatkan .
JANGAN MENYERAH
LEMBAR PERSETUJUAN
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK YANG MENGALAMI
PNEUMONIA DENGAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS DI RUANG MELATI 2 RUMAH SAKIT
DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Ahli Madya
Keperawatan (Amd. Kep.)
Oleh :
SEPTIANI PUTRI PAMUNGKAS
P14106
Surakarta, 25 Juli 2017
Menyetujui,
Pembimbing
Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M. Kep
201185071
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI
Telah Di Uji Pada Tanggal : 09 Agustus 2017
Dewan Penguji :
Ketua :
1. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M. Kep ( )
NIK. 201185071
Anggota :
2. Anissa Cindy Nurul Afni, S.Kep., Ns., M. Kep ( )
NIK. 201188087
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Septiani Putri Pamungkas
Nim : P14106
Program Studi : D3 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami
Pneumonia dengan ketidakefektifsn bersihan jalan nafas di
Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewarti Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi D3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : 09 Agustus 2017
DEWAN PENGUJI
Ketua : Fakhrudin Nasrul Sani, S. Kep., Ns., M. Kep ( )
NIK. 201185071
Anggota : Anissa Cindy Nurul Afni, S. Kep., Ns., M. Kep ( )
NIK. 201188087
Mengetahui
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ns. Meri Oktariani, M. Kep
NIK. 200981037
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak yang Mengalami Pneumonia
dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Ruang Melati 2 RSUD Dr.
Moewardi ”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi D3 Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Erlina Windyastuti. M.Kep, selaku sekretaris Program Studi D3
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing
sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat,
memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Anissa Cindy Nurul Afrin, S.Kep., Ns.,M.Kep selaku dosen penguji yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan,
inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi
sempurnanya studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi D 3 Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orangtuaku yang selaku menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi D3 Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME..................................................... ii
MOTTO ............................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................ iv
LEMBAR PENETAPAN DEWAN PENGUJI .............................................. v
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ........................................................................ 6
1.3 Rumusan Masalah...................................................................... 6
1.4 Tujuan ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat ...................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pneumonia .......................................................... 8
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................... 17
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ....................................................................... 33
3.2 Batasan Istilah............................................................................ 33
3.3 Partisipan ................................................................................... 34
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 34
3.5 Pengumpulan Data ..................................................................... 34
3.6 Uji Keabsahan Data ................................................................... 37
3.7 Analisa Data .............................................................................. 37
BAB IV HASIL
4.1 Gambaran Lokasi Pengambilan Data ........................................ 40
4.2 Pengkajian ................................................................................ 40
4.3 Analisa Data .............................................................................. 47
4.4 Intervensi Keperawatan ............................................................ 48
4.5 Implementasi Keperawatan ....................................................... 49
4.6 Evaluasi Keperawatan ............................................................... 54
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan ............................................................................... 58
5.1.1 Pengkajian ........................................................................ 58
5.1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 60
5.1.3 Intervensi Keperawatan ................................................... 61
5.1.4 Implementasi Keperawatan .............................................. 63
5.1.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................... 65
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................... 68
6.1.1 Pengkajian ........................................................................ 68
6.1.2 Diagnosa Keperawatan .................................................... 68
6.1.3 Intervensi Keperawatan ................................................... 69
6.1.4 Implementasi Keperawatan .............................................. 69
6.1.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................... 69
6.2 Saran ........................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Konsultasi
Lampiran 2. Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 3. Lembar Konsultasi
Lampiran 4. Lembar Jurnal
Lampiran 5. Lembar Audience
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan
yang utama di negara berkembang. Pneumonia adalah proses inflamatori
parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia
adalah penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematian di Amerika
Serikat (Brunner dan Suddarth, 2013). Penyebabnya adalah bakteri, virus,
jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun
pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa
menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma
pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia adalah
Adenoviruses, Rhinovirus, Influenza virus (Athena & Ika, 2014).
Pneumonia ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas
seperti napas cepat, dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
Pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui
udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau
bersin. Kuman penyebab pneumonia selanjutnya masuk ke saluran
pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara
penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita
saat batuk, bersin, dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar
2
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi saluran pernapasan penderita (Athena & Ika, 2014).
Berbagai faktor risiko mortalitas pneumonia anak balita di negara
berkembang adalah pneumonia pada masa bayi, berat badan lahir rendah,
tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI adekuat, malnutrisi,
defisiensi Vitamin A, prevalensi kolonisasi bakteri patogen di nasofaring,
dan pajanan terhadap polusi udara. Peran perawat perlu meningkatkan
kerjasama dengan klien anak dan keluarga klien untuk menentukan rencana
keperawatan serta dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami
klien anak, perawat juga memfokuskan masalah dan diagnosa keperawatan
berdasarkan yang prioritas mengatasi masalah klien anak (Nixson, 2016) .
Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, yang lebih
banyak dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan
campak. Persentasenya yaitu 19% dari semua penyebab kematian balita,
kemudian disusul diare 17%, sehingga World Health Oganization (WHO)
menyebutnya sebagai pneumonia is the leading killer of children worldwide.
Setiap tahun di dunia diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
pneumonia (1 balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara lima
kematian balita, satu disebabkan oleh pneumonia, namun tidak banyak
perhatian terhadap penyakit ini sehingga pneumonia disebut juga pembunuh
balita yang terlupakan atau the forgotten killer of children (Bulechek, 2015).
Prevalensi pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab
kematian pada balita setelah diare. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
3
melaporkan bahwa kejadian pneumonia sebulan terakhir (period
prevalence) mengalami peningkatan pada tahun 2013 sebesar 2,1 ‰
menjadi 2,7 ‰ pada tahun 2013. Kematian balita yang disebabkan oleh
pneumonia tahun 2013 cukup tinggi, yaitu sebesar 15,5%.2,3 Demikian juga
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), yang melaporkan
bahwa prevalensi pneumonia dari tahun ke tahun terus meningkat, yaitu
7,6% pada tahun 2013 menjadi 11,2% pada tahun 2013 (Athena & Ika,
2014).
Persentase penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada
balita Provinsi Jawa Tengah, tahun 2013 sebesar 73.165 kasus (25,85%)
meningkat dibanding tahun 2012 (24,74%). Angka ini masih sangat jauh
dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 (100%). Pada
tingkat kabupaten/kota, ada satu kota yang mempunyai persentase cakupan
tertinggi yaitu Kabupaten Kebumen (86,42%), sementara Kabupaten dengan
persentase cakupan terendah adalah Kabupaten Sragen (1,49%) (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Data di RSUD Dr. Moewardi,
jumlah balita mengalami pneumonia pada tahun 2013 adalah 153 kasus.
Pada bulan September kejadian pneumonia 32 kasus, pada bulan oktober
2014 kejadian pneumonia meningkat 47 kasus. Berdasarkan data tersebut
menunjukkan angka kejadian pneumonia semakin meningkat. Sedangkan
menurut data dari rumah sakit RSUD Dr.Moewardi Surakarta pada tahun
2016 angka kejadian kasus anak dengan pneumonia sebanyak 1.577 anak.
Pengkajian awal pada kasus pneumonia, keluhan utama yang
ditemukan pada anak yaitu sesak nafas. Sesak nafas ini dikarenakan adanya
4
penumpukan sekret. Berdasarkan teori menurut Herdman (2015) diagnosa
keperawatan yang muncul pada penderita pneumonia adalah,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan batasan karakteristik
perubahan frekuensi pernafasan, perubahan pola nafas, terdapat suara nafas
tambahan, dan batuk. Anak usia 1-5 tahun yang mengalami gangguan
bersihan jalan nafas ditandai dengan respirasi rate (RR) >40x/mnt,
pernafasan cuping hidung (PCH) +, serta retraksi intercostal (RIC) +.
Apabila masalah bersihan jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat maka
bisa menimbulkan masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami
sesak yang hebat bahkan bisa menimbulkan kematian.
Menurut Bulechek (2015) untuk menyelesaikan masalah
keperawatan diberikan tindakan keperawatan yaitu fisioterapi dada.
Fisioterapi dada adalah tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cara
menepuk dinding dada atau punggung dengan tangan dibentuk seperti
mangkok dilanjutkan vibrasi dengan cara menggetarkan dinding dada atau
punggung pada waktu pasien mengeluarkan napas (Hendra & Emil, 2012).
Sedangkan menurut pendapat Midarti (2014), fisioterapi dada adalah
salah satu dari fisioterapi yang menggunakan tehnik postural drainase,
vibrasi dan perkusi. Fisioterapi dada sangat berguna bagi penderita penyakit
respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis, dari perpaduan atau
kombinasi dari ketiga teknik tersebut sangat bermanfaat untuk mengatasi
gangguan bersihan jalan nafas terutama pada anak yang belum dapat
melakukan batuk efektif secara sempurna. Pada anak yang mengalami
gangguan bersihan jalan nafas terjadi penumpukan sekret, dengan adanya
5
ketiga teknik tersebut mempermudah pengeluaran sekret, sekret menjadi
lepas dari saluran pernafasan dan akhirnya dapat keluar melalui mulut
dengan adanya proses batuk pada saat dilakukan fisioterapi dada. Fisioterapi
dada sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki
ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu.
Masalah bersihan jalan nafas yang tidak ditangani secara cepat maka
bisa menimbulkan masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami
sesak yang hebat bahkan bisa menimbulkan kematian, maka dari itu perlu
adanya penanganan masalah pneumonia khususnya pada bersihan jalan
nafas secara maksimal, yang salah satunya adalah dengan pemberian asuhan
keperawatan. Sehingga pemberian asuhan keperawatan yang cepat, tepat
dan efisien dapat membantu menekan angka kematian pada anak dengan
pneumonia.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpukan bahwa setiap
tahunnya angka kejadian pneumonia meningkat dan menyebabkan kematian.
Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kasus dengan judul “Asuhan
Keperawatan pada anak yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Moewardi Surakarta”.
1.1. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada kasus Asuhan Keperawatan
pada anak yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan
nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
6
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah maka penulis
membuat perumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada anak yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta ?
1.3. Tujuan Studi Kasus
1.3.1 Tujuan Umum
Melaporkan kasus Asuhan Keperawatan pada anak yang mengalami
Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di RSUD
Moewardi Surakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada anak
yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
2. Penulis mampu menetapkan diagnosis keperawatan pada anak
yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
3. Penulis mampu menyusun perencanaan keperawatan pada anak
yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
4. Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak
yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
7
5. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada anak
yang mengalami Pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas di RSUD Moewardi Surakarta.
1.4. Manfaat Penulisan
14.1 Insititusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi pengembangan ilmu keperawatan
khususnya keperawatan anak dengan pneumonia.
14.2 Penulis
Untuk menambah pengetahuan, pemahaman dan pendalaman serta
sebagai saran untuk mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat
selama perkuliahan terutama keperawatan anak.
1.4.3 Institusi rumah sakit
Memberikan referensi tentang kepeawatan pada pasien dengan
pneumonia dan agar dapat digunakan sebagai masukan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
8
1.4.4 Pembaca
Sebagai informasi mengenai asuhan keperawatan pada anak
pneumonia, sehingga pembaca mempunyai pengetahuan tentang
kasus pneumonia.
1.4.5 Penulis Selanjutnya
Bahan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya agar lebih
sempurna.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
2.1.1 Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikrorganisme dan sebagian kecil dan sebagian
kecil disebabkan oleh non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan baru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradiev, 2011).
Pneumonia adalah proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak
dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah
dialirkan ke sekitar alveoli yang berfungsi. Pneumonia adalah penyakit
infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri merupakan
penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada anak (Said, 2008).
2.1.2 Etiologi
Penyebab pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma
( bentuk peralihan antara bakteri dan virus), protozoa (Revers, 2008).
10
2.1.3 Faktor Risiko
Menurut Nixson (2016), Faktor risiko pneumonia yaitu:
1) Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia antara lain:
a) Umur < 2 bulan
b) Laki-laki
c) Gizi buruk
d) Berat badan lahir rendah
e) Tidak dapat ASI yang memadai
f) Polusi udara
g) Kepadatan tempat tinggal
h ) Defisiensi vitamin A
2) Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia antara
lain:
a) Umur < 2 bulan
b) Tingkat sosial ekonomi rendah
c) Gizi buruk
d) Tingkat pendidikan ibu yang rendah
e) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
f) Imunisasi yang tidak memadai
g) Menderita penyakit kronis
11
2.1.4 Klasifikasi
Menurut Ridha (2014), klasifikasi pneumonia antara lain :
1) Berdasarkan anatomi:
a) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu sebagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka
dikenal sebagai pneumonia bilateral atau ganda.
b) Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung akhir bronkhiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia lobularis.
c) Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam
dinding alveolar serta interlobular.
2) Berdasarkan inang dan lingkungan:
a) Pneumonia komunitas
Dijumpai pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia,
gram negatif pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya
PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal atau paska terapi
antibiotika spectrum luas.
b) Penumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat
aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan
makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik
simple oleh bahan padat.
12
c) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab
infeksi dapat terjadi disebabkan oleh kuman pathogen atau
mikroorganisme yang biasanya non virus, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur dan cacing.
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Misnadiarly (2008), tanda pneumonia antara lain:
1) Batuk berdahak
2) Suara napas lemah
3) Demam
4) Penggunaan otot bantuan napas
5) Sakit kepala
6) Sesak napas
7) Menggigil
8) Berkeringat
9) Lelah
10) Terkadang kulit menjadi lembab
11) Mual dan muntah
12) Ingus (nasal discharge)
Menurut Misnadiarly (2008), gejala pneumonia antara lain:
1) Demam
2) Suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius
3) Sesak napas
13
4) Nyeri dada
5) Batuk dengan dahak kental
6) Nyeri perut
7) Kurang nafus makan
8) Sakit kepala
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ridha (2013), pemeriksaan penunjang antara lain:
1) Chest x-ray : Adanya penyebaran, misalnya lobus dan bronkhial
dapat juga menunjukkan multipel abses/ infiltrat, penyebaran
bakterial dan penyebaran virus.
2) Analisa gas darah : abnormalitas mungkin timbul tergantung dari
luasnya kerusakan paru – paru.
3) Bahan kultur dapat diambil melalui tindakan bronkoskopi dengan
cara bilasan , sikatan bronkus dengan kateter ganda terlindung.
4) Pewarnaan gram / culture sputum dan darah didapatkan dengan
needle biopsy ,broncoscopy atau biopsi paru-paru terbuka untuk
mengeluarkan organisme penyebab.
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaan keperawatan pneumonia
antara lain:
1) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2) Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural drainase.
14
3) Rehidrasi yang cukup dan adekuat.
4) Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.
5) Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.
6) Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
7) Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
8) Terapi lain sesuai dengan komplikasi.
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaaan medis pneumonia antara
lain:
1) Pemberian antibiotik.
2) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator.
3) Pemberian oksigen.
4) Pemberian cairan indikasi.
2.1.8 Komplikasi
Menurut Marni (2014), komplikasi pneumonia antara lain:
1) Efusi pleura dan emfiema.
2) Hipoksemia.
3) Pneumonia kronik.
4) Bronkietasis.
5) Gangguan pertukaran napas.
6) Gagal napas.
7) Obstruksi jalan napas.
8) Apnea paru.
15
2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Ridha (2014), pemeriksaan diagnosik pneumonia anatara lain:
1) Kajian foto thoraks: digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru
dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2) Nilai analisa gas darah untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi.
3) Hitung darah lengkap dengan hitung jenis. Digunakan untuk
menetapkan adanya anemia, infeksi, proses inflamasi.
4) Perawarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba.
5) Tes kulit untuk tuberculin menesampingkan kemungkinan TB jika
anak tidak berespon terhadap pengobatan.
6) Jumlah leukosit, leukositosis pada Pneumonia bacterial.
7) Tes fungsi paru digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan luas dan beratnya penyakit, dan membantu
mendiagnosis keadaan.
8) Kultur darah specimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya
seperti virus dan bakteri.
16
2.1.10 Patofisiologi
Menurut Suharjono (2008), patofisiologi pneumonia:
Kuman masuk ke dalam jaringan paru-paru melalui saluran
pernafasan dari atas untuk mencapai brokhiolus dan kemudian
alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi
yang tersebar pada kedua paru-paru, lebih banyak pada bagian basal.
Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada
diudara, aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran
hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru
melalui saluran nafas masuk ke bronkhioli dan alveoli, menimbulkan
reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya
protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh
segmen atau lobus. Eritrosit mengalami pembesaran dan beberapa
leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh
dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif
sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru
menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah. Pada
tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan
leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di
fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung,
makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit bersama
kuman pnumokokus didalamnya.
17
Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak
berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah
yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alevoli. Terjadi resolusi
sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan
kemampuan dalam pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses
konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik maka setelah
edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari
alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan
gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan
tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat
sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan pada paru, selain dapat
berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan
berusaha melawan tingginya tekanan tersebut dengan menggunakan
otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar ke
bronkhus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan
gerakan silia pada lumen bronkus sehingga timbul reflek batuk.
18
2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1.1 Pengkajian
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari
tahapan proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji harus
memperhatikan data dasar dari pasien, untuk informasi yang
diharapakan dari pasien. Pengkajian keperawatan pada seluruh
tingkat analisis (individu, keluarga, komunitas) terdiri atas data
subjektif dari seseorang atau kelompok, dan data objektif dari
pemeriksaan diagnostik dan sumber lain. Pengkajian individu terdiri
atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data
objektif) (Suharjono, 2009).
Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk
menghasilkan diagnosis keperawatan yang akurat: komprehensif dan
fokus.
Pengkajian komprehensif mencakup seluruh aspek kerangka
pengkajian keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional
(Suharjono, 2009). Sedangkan menurut (Suharjono, 2009) pengkajian
pada anak dengan pneumonia meliputi:
19
1) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan
pneumoni untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak
nafas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/demam.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengakajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus
menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul. Pada
klien pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan
tidak berkurang setelah minum obat batuk yang biasa ada
dipasaran. Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mukus purulen kekuningan, kehijauan, kecokletan atau
kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil serta sesak
nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, dan lemas.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya,apakah klien
pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)
dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin, dan
demam ringan.
4) Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesahatan fungsional
a) Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orangtua berpersepsi meskipun
anaknya batuk masih menganggap belum terjadi gangguan
20
serius, biasanya orang tua menganggap anaknya benar-benar
sakit apabila anak sudah mengalami sesak nafas.
b) Pola metabolik nutrisi
Anak dengan pneumonia sering muncul anoreksia (akibat
respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan
muntah.
c) Pola eliminasi
Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.
d) Pola tidur istirahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan
tidur karena sesak nafas. Penampilan anak terlihat lemah,
sering menguap, anak sering menangis malam hari karena
ketidaknyamanan tersebut.
e) Pola aktifitas latihan
Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai
dampak kelemahan fisik. Anak tampak lebih banyak minta
digendong orangtuanya atau bedrest.
f) Pola kognitif
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi
dan oksigen pada otak.
g) Pola persepsi konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang
21
bermain, kurang bersahabat dan ketakutan terhadap orang
lain.
h) Pola peran hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman
sebaya maupun yang lebih besar, anak lebih banyak diam
dan selalu bersama ornag terdekat orangtua.
i) Pola seksualitas
Pada kondisi sakit dan anak kecil sulit dikaji. Pada anak yang
sudah mengalami pubertas mungkin terjadi gangguan
menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara dan
biasanya penundaan.
j) Pola toleransi koping
Aktifitas yang sering dilakukan untuk menghadapi stres
adalah menangis, kalau sudah dewasa adalah sering marah
dan mudah tersinggung.
k) Pola nilai keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan
kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah.
5) Pemeriksaan fisik
a) Status penampilan kesehatan: lemah
b) Tingkat kesadaran:
kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung
tingkat penyebaran penyakit.
22
c) Tanda-tanda vital:
(1) Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi, hipertensi.
(2) Frekuensi pernafasan:
takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal,
penggunaan otot bantu pernafasan, pelebaran nasal.
d) Suhu tubuh: hipertermi akibat penyebaran
toksik mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.
e) Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
f) Integumen kulit:
(1) Warna: pucat sampai sianosis.
(2) Suhu: pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin.
(3) Turgor: menurun pada dehidrasi
g) Kepala
Kepala:
(1) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
(2) Periksa higiene kulit kepala, ada tidaknya lesi,
kehilangan rambut, perubahan warna.
h) Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah
pada thorak dan paru-paru:
23
(1) Inspeksi:
Frekuensi irama, kedalaman, dan upaya bernafas
antara lain: takpinea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal.
(2) Palpasi:
Adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah
yang terkena.
(3) Perkusi:
Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani
(terisi udara) resonansi.
(4) Auskultasi:
(a) Suara bronkoveskuler atau bronkhial pada daerah yang
terkena.
(b) Suara nafas tambahan ronkhi pada sepertiga akhir
inspirasi.
2.1.2 Diagnosis
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons
manusia terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau
kerentangan respon dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau
komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu
deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari
diagnosis (Herman, 2015).
Menurut Muttaqin, (2014) diagnosa yang muncul pada kasus
pneumonia adalah:
24
1) Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi yang tertahan.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolar-kapiler.
3) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
bernafas.
4) Hipertermia behubungan dengan penyakit.
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
6) Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplay dan kebutuhan oksigen.
7) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis.
2.1.3 Perencanaan
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan
perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk
meningkatkan outcome pasien atau klien. Intervensi keperawatan
mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung yang
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang-orang
dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi
pelayanan kesehatan lainnya (Bullechek, 2015).
Menurut Bullechek (2015) intervensi yang muncul pada kasus
pneumonia adalah:
1) Diagnosa yang pertama:
25
Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan.
Tujuan :
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan
nafas kembali efektif.
NOC:
a) Status pernafasan: ventilasi
b) Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
Kriteria hasil:
a) Klien mampu melakukan batuk efektif
b) Pasien mampu membuang sekret secara efektif
c) Bunyi nafas normal
d) Menunjukkan jalan nafas yang paten
Rencana keperawatan:
Manajemen jalan nafas:
a) Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
b) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada dan adanya suara nafas tambahan.
c) Lakukan fisioterapi dada.
d) Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
e) Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan
batuk.
f) Gunakan tehnik yang menyenangkan untuk memotifasi bernafas
dalam kepada anak-anak: meniup balon, meniup gelembung.
26
g) Kelola pemberian bronkhodilator
Monitor pernafasan:
a) Monitor sekresi pernafasan pasien.
b) Monitor kemampuan batuk efektif
c) Auskultasi suara nafas setelah diberikan tindakan.
2) Diagnosa yang kedua:
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi gangguan
pertukaran gas tidak terjadi.
NOC:
a) Status pernafasan: ventilasi
b) Tanda-tanda vital
Kriteria hasil:
a) Melaporkan tidak ada adanya dipsnea
b) Klien menujukkan tidak ada gejala distres pernafasan
c) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat
dengan gas darah arteri dalam rentang normal
Intervensi:
Monitor tanda-tanda vital:
a) Monitor irama dan laju pernafasan.
b) Catat adanya sianosis pada kuku dan perubahan warna kulit.
Manajemen jalan nafas:
27
a) Atur posisi untuk memaksimalkan ventilasi
b) Berikan oksigen sesuai indikasi
c) Ajarkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi
Manajemen asam basa:
a) Monitor kecenderungan pH, PaCO2, dan HCO3
b) Monitor adanya gejala kegagalan nafas ( misalnya, rendahnya
PaO2 dan meningkatnya level PaCO2, dan kelelalah otot
pernafasan.
3) Diagnosa yang ketiga:
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas
menjadi lebih efektif.
NOC:
Status pernafasan: kepatenan jalan nafas
Kriteria hasil:
a) Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
b) Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
c) Irama pernafasan teratur.
Intervensi:
Manajemen jalan nafas:
a) Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
28
Monitor pernafasan:
a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas.
b) Monitor pola nafas.
c) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrian, penggunaan otot
batu nafas dan retraksi pada intercosta.
Pengaturan posisi:
Monitor status oksigenasi sebeleum dan setelah perubahan posisi.
Terapi oksigen:
Monitor efektifitas terapi oksigen
4) Diagnosa yang keempat:
Hipertermia behubungan dengan penyakit.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi suhu tubuh
nomal.
NOC:
Tanda-tanda vital
Kriteria hasil:
Suhu tubuh nomal (36-37 derajat celcius).
Intervensi:
Perawatan demam:
a) Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya.
b) Monitor warna kulit dan suhu.
c) Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung
pada fase demam yaitu selimut hangat pada fase dingin dan
29
pakaian atau linen tempat tidur ringan pada fase demam dan fase
bergejolak.
d) Dorong konsumsi cairan.
Pengaturan suhu :
a) Monitor suhu paling tidak tiap 2 jam.
b) Berikan pengobatan antipiretik.
Perawatan hipertermia:
a) Berikan metode pendinginan eksternal (kompres hangat)
b) Monitor AGD
5) Diagnosa yang kelima:
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi nyeri dapat
teratasi.
NOC:
a) Kepuasan anak: manajemen nyeri
b) Status kenyamanan: fisik
Kriteria hasil:
a) Nyeri dapat teratasi
b) Skala nyeri dapat berkurang
Intervensi:
Manajemen nyeri:
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
b) Ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi.
30
c) Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan mengatasinya dengan
cepat.
d) Kolaborasi dengan orang terdekat untuk memilih
dan mengimplementasikan tindakan penurunan nyeri
non farmakologi.
Pemberian analgesik:
a) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri
yang hebat.
b) Cek adanya riwayat alergi obat.
6) Diagnosa yang keenam:
Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplay dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi aktifitas pasien
kembali normal atau dapat melakukan aktifitas secara minimum.
NOC:
a) Konservasi energi
b) Tingkat kelelahan
c) Perawatan diri : ADL
Kriteria hasil:
Pasien mampu melakukan aktifitas secara bertahap
Intervensi:
Toleransi aktifitas :
31
a) Kolaborasikan dengan ahli terapi, terapi fisik dan rencana
rekreasi dan progam pengawasan.
b) Berikan kegiatan pergerakan yang lebih besar untuk pasien
hiperaktif.
c) Berikan waktu jeda untuk setiap kegiatan
Manajemen energi :
a) Kaji status fisiologi pasien berhubungan dengan status kelelahan
berkaitan dengan usia dan perkembangan.
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Rencakan periode aktifitas ketika pasien lagi berenergi.
d) Evaluasi program peningkatan aktifitas.
7) Diagnosa yang ketujuh:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis.
Tujuan :
Dalam waktu 3x24jam setelah diberikan intervensi nurtri pasien
dapat terpenuhi.
NOC:
a) Status nutrisi: asupan makan dan cairan
b) Berat badan: massa tubuh
Kriteria hasil:
a) Klien mendemonstrasikan intake makan yang adekuat
b) BB stabil dan tidak mengalami penurunan
Intervensi:
32
Manajemen nutrisi:
a) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan gizi.
b) Monitor kalori dan asupan makanan.
c) Pastikan makanan yang disajikan dengan cara yang menarik.
d) Anjurkan keluarga membawa makanan favorit pasien.
e) Berikan makanan ringan yang padat gizi.
Manajemen gangguan makan:
a) Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori
harian yang diperlukan untuk mempertahankan berat badan
b) Monitor berat badan anak secara rutin.
2.1.4 Implementasi
Implementasi adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang
sudah ditentukan sebelumnya. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan perawat seharusnya tidak boleh bekerja sendiri dan
melibatkan keluarga serta disiplin ilmu lain (Yohanes & Yasinta, 2013).
Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki
dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan
fungsinya secara independen, interdependen, dan dependen (Sugeng &
Weni, 2010).
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang
diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan
33
ketrampilan yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana
fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi disiplin ilmu
yang lain dalam perawatan maupun pelayanan kesehatan. Sedangkan
fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat
berdasarkan atas pesan orang lain (Sugeng & Weni, 2010).
2.1.5 Evaluasi
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan
yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi yang
dilakukan terdiri dari:
1. Evaluasi formatif
Berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai
keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan
selesai dilakukan. Evaluasi inibertujuan menilai dan memonitor
kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan (Asmadi, 2008).
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada pengambilan karya tulis ilmiah ini yaitu
studi kasus. Studi kasus pada intinya adalah meneliti kehidupan satu atau
beberapa komunitas, organisasi atau perorangan yang dijadikan unit analisis,
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
Studi kasus merupakan penelitian mengenai manusia (dapat suatu kelompok,
organisasi maupun individu), peristiwa, latar secara mendalam, tujuan dari
penelitian mendapatkan gambaran yang mendalam tentang suatu kasus yang
sedang diteliti, pengumpulan datanya diperoleh dari wawancara, observasi
dan dokumentasi (Sujarweni, 2014).
Studi kasus ini adalah studi untuk mengeskplorasi masalah asuhan
keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia dengan ketidakefektifan
bersihan jalanan nafas di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Moewardi Surakarta .
3.2. Batasan Istilah
Faktor pada studi kasus ini adalah asuhan keperawatan pada anak
yang mengalami pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalanan nafas
Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta. Penulis
hanya menjabarkan konsep Pneumonia beserta asuhan keperawatan mulai
dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Batasan istilah disusun secara naratif
25
dan apabila diperlukan ditambahkan informasi kualitatif sebagai penciri dan
batasan yang dibuat oleh penulis.
3.3. Partisipan
Partisipan dalam studi kasus ini adalah 2 pasien anak dengan
Pneumonia dan memiliki masalah keperawatan yang sama di Ruang Melati 2
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
2. Waktu
Pengambilan kasus di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moewardi Surakarta dilakukan selama 2 minggu yaitu dari tanggal 22
Mei 2017 – 3 Juni 2017.
3.5. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Langkah – langkah dalam pengumpulan data bergantung pada
rancangan penelitian dan teknik instrument yang digunakan (Nursalam,
2014).
a. Pemeriksaan fisik
26
Menurut Handayani (2015).
1) Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi dengan menggunakan mata,
inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang
berhubungan dengan status fisik. Pada kasus gangguan
pernapasan dengan pneumonia inspeksi dilakukan dari
batuk, sesak, distensi abdomen, dyspnea.
2) Palpasi
Palpasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan
menggunakan sentuhan atau rabaan, metode ini dilakukan untuk
mendeterminasi ciri - ciri jaringan atau organ. Pada kasus
gangguan pernapasan terdapat nyeri pada denyut nadi
meningkat, turgor kulit menurun.
3) Auskultasi
Auskultasi adalah metode pengkajian yang menggunakan
stetoskop untuk memperjelas pendengaran. Pada
kasus gangguan pernapasan dengan pneumonia. Auskultasi
dilakukan untuk mengetahui tekanan darah pasien.
4) Perkusi
Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk
bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan
bagian tubuh lainnya, pada kasus pneumonia ini untuk
mengetuk dada apakah terdapat suara pekak bagian dada dan
suara redup pada paru yang sakit .
27
b. Wawancara
Menurut Hidayat (2014), wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden
yang diteliti, sehingga metode ini memberikan hasil secara langsung.
Hal ini digunakan untuk hal-hal dari responden secara lebih
mendalam. Pada kasus ini wawancara dilakukan pada pasien,
keluarga, tenaga kesehatan, dan rekam medis.
c. Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden
penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti.
Dalam metode observasi ini instrument yang dapat digunakan, antara
lain lembar observasi, panduan pengamatan observasi atau lembar
checklist (Hidayat, 2014).
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengambil data yang berasal dari dokumen asli, dokumen asli
tersebut dapat berupa gambar, tabel, dan daftar pustaka (Hidayat,
2014). Pada kasus ini pendokumentasian tentang asuhan
keperawatan pada anak yang mengalami pneumonia di Ruang Melati
2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.
3.6. Uji Keabsahan Data
28
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau
informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.
Uji keabsahan mempunyai dua fungsi yaitu melaksanakan pemeriksaan
sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dipercaya,
dan memperlihatkan derajat kepercayaan hasil – hasil penemuan dengan jalan
pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti (Prastowo, 2011).
Uji keabsahan data dilakukan dengan: 1) memperpanjang waktu
pengamatan / tindakan, dan 2) sumber informasi tambahan menggunakan
triangulasi dari tiga sumber data yaitu klien, perawat, dan keluarga klien yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu pada pasien yang mengalami
Pneumonia di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
Surakarta.
3.7. Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu
pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data
dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan
dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.
Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban yang
diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk
menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara
observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk
selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan
29
untuk memberikan rekomendasikan dalam intervensi tersebut. Urutan dalam
analisis data adalah :
1. Pengumpulan data
Data dikumpulan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).
Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam
bentuk transkip berupa asuhan keperawatan pada anak yang mengalami
pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
2. Mereduksi Data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data
subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan
diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.
3. Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks
naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan cara menyebutkan nama
pasien dengan inisial.
4. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku
kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data
yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Gambaran Lokasi pengambilan data
Lokasi pengambilan data ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Pasien dirawat di Ruang Melati 2 dengan kondisi ruangan yang
bersih, terdiri dari 55 bed pasien, serta lebih dekat dengan ruangan perawat.
Didapatkan 2 data pasien yang bernama By. A tinggal di Ngemblak dan By.
D tinggal di Bratam.
4.1.2 Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas Klien Klien 1 Klien 2
Nama
Tanggal lahir / usia
Jenis kelamin
Alamat
Nama orang tua
Pendidikan ayah / ibu
Pekerjaan ayah / ibu
Usia ayah / ibu
Dignosa medis
Tanggal masuk
Tanggal pengkajian
By. A
18 Mei 2016/ 12 bulan
Perempuan
Ngemblak
Tn.A
SD/SMA
Buruh/Ibu rumah tangga
36 tahun/28tahun
Pneumonia
18 Mei 2017
22 Mei 2017
By. D
29Agustus2016/ 9 bulan
Laki-laki
Bratam
Ny.M
SD/SMP
Buruh/ Swasta
35 tahun/25tahun
Pneumonia
29 Mei 2017
29 Mei 2017
31
2. Riwayat Bayi
Riwayat APGAR SCORE By. A By. D
Usia gestari
Berat badan
Panjang badan Komplikasi
persalinan
Aspirasi mekonium
Lilitan tali pusat
Ketuban pecah dini
Jenis persalinan
38 minggu
3.0 kg
53 cm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Spontan
41 minggu
2.9 kg
49 cm
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Section caesaria
3. Riwayat ibu
By. A
Usia Gravida Partus Abortus
28 tahun G2 P0 A0
By. D
Usia Gravida Partus Abortus
25 tahun G1 P0 A0
4. Komplikasi kehamilan
Komplikasi kehamilan
By. A By. D
32
Hospitalisasi antenatal
Ruptur plasenta
Preeklamsia/ toksemia
Suspect sepsis
Persalinanpremature/post matur
Masalah lain
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
5. Riwayat Sosial
RIWAYAT
SOSIAL
By. A By. D
Antisipasi vs
pengalaman
nyata kelahiran
Ibu mengatakan bahwa
pada saat kehamilan selalu
rutin periksa bidan.
Ibu mengatakan bahwa
pada saat kehamilan selalu
rutin periksa bidan.
Budaya
Ibu mengatakan didalam
anggota keluarganya sudah
tidak percaya budaya
tertentu yang berhubungan
dengan kesehatan.
Ibu mengatakan didalam
anggota keluarganya sudah
tidak percaya budaya
tertentu yang berhubungan
dengan kesehatan.
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Bahasa utama Bahasa jawa Bahasa jawa
Masalah sosial
yang penting
Tidak ada Tidak ada
33
Hubungan orang
tua bayi
Hubungan kedua orang tua
sangat baik hal ini di tandai
dengan orang tua selalu
menemani, menyentuh
untuk berkomunikasi.
Hubungan kedua orang tua
sangat baik hal ini di tandai
dengan orang tua selalu
menemani, menyentuh
untuk berkomunikasi.
Orang terdekat
yang dihubungi
Kedua orang tua pasien Kedua orang tua pasien
Orang tua
berespon terhadap
penyakit
Ditandai dengan selalu
menanyakan perkembangan
kesehatan anakanya.
Ditandai dengan selalu
menanyakan perkembangan
kesehatan anakanya.
Orang tua berupa
terhadap
hospitalisasi
Tampak kedua orang tua
yang selalu bergabtian
menemani pasien dan
menjaga merawat anaknya.
Tampak kedua orang tua
yang selalu bergabtian
menemani pasien dan
menjaga merawat anaknya.
6. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik By. A By. D
Kesadaran umum
Lemah
Lemah
Kesadaran
Composmentis
Composmentis
Tanda-tanda vital:
Nadi
Suhu
RR
138
39˚C
105
38˚C
34
Saturasi
48
95
54
95
Tonus /aktivitas
Otot kuat, reflek
menghisap kuat,
menggenggam lemah,
reflek menangis lemah.
Otot kuat, reflek
menghisap kuat,
menggenggam kuat, reflek
menangis kuat.
Kepala/leher
Tidak ada perbesaran
tiroid
Bentuk kepala
Mesochepal, bersih,
tidak ada kutu
Tidak ada perbesaran
tiroid
Bentuk kepala
Mesochepal, bersih,
tidak ada kutu
Mata
Konjingtiva anemis
,bentuk simetris,
Konjingtiva anemis
,bentuk simetris,
THT :
Telinga
Hidung
Normal
Simetris
Normal
Simetris
Wajah Tidak ada kelainan bibir
sumbing, sedikit pucat
Tidak ada kelainan bibir
sumbing, sedikit pucat
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Simetris, tidak terdapat
jejas
Bising, usus 4x/menit
Hepar tidak teraba
Kuadran 1 pekak
II,III,IV Tympani
Simetris, tidak terdapat
jejas
Bising, usus 6x/menit
Hepar tidak teraba
Kuadran 1 pekak II,III,IV
35
Tympani
Thorax Bentuk simetris, retraksi
(-) minimal intercostal
Bentuk simetris, retraksi (-
) minimal intercostal
Paru-paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Simetris kanan kiri tidak
ada jejas
Vocal Premitus kanan
kiri sama
Redup
Ada suara tambahan
nafas ronkhi
Simetris kanan kiri tidak
ada jejas
Vocal Premitus kanan kiri
sama
Redup
Ada suara tambahan nafas
wheezing
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ictus cordis tidak
tampak
Lobus Cardis teraba di
IC 5
Pekak
S1 (Lub) S2, reguler
jantung
Ictus cordis tidak tampak
Lobus Cardis teraba di IC
5
Pekak
S1 (Lub) S2, reguler
jantung
Ekstremitas :
Ekstermitas atas
Ekstermits
bawah
Panggul
Normal, tidak ada
kelainan
Normal, tidak ada
kelainan
Normal, tidak ada
kelainan
Normal, tidak ada
kelainan
Normal, tidak ada
kelainan
Normal, tidak ada
kelainan
Umbilikus Normal, tidak ada Normal, tidak ada
36
kelainan kelainan
Genitalia :
Perempuan
Laki-laki
Anus :
Paten
Tidak terdapat alat bantu
tambahan di bagian anus
Tidak terdapat alat bantu
tambahan di bagian anus
Spina Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Kulit Akral teraba dingin,
kulit tampak pucat,
turgor kulit tidak eratis
Akral teraba dingin, kulit
tampak pucat, turgor kulit
tidak eratis
Suhu 39,5C 38C
37
7. Pemerikasaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium By.A
Tanggal 18 Mei 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Metode Ket
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemaglobin
Hematokrit Leukosit
Trombosit
10.4
33
21
389
g/dl
%
Ribu/ul
Ribu/ul
11.1-14.1
35-42
5.0-19.5
360-5.20
INDEX ERITROSIT
McV
McH
MCHC
RDVO
MPV
PDW
74.6
23.5
31.5
11.6
8.0
15
/um
Pg
g/dl
%
fl
%
80.0-96.0
28.0-33.0
33.0-36.0
11.6-14.6
7.2-11.1
25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosil
Monosit
0.20
1.50
68.10
17.00
13.20
%
%
%
%
%
0.00-4.00
0.00-1.00
18.00-
74.00
60.00-
66.00
0.00-6.00
KIMIA KLINIK
38
Glukosa Darah
Sewaktu
SPGOT
SGPT
131
66
23
Img/dl
U/I
U/I
50-80
< 35
< 45
HEXOKI
NASE
IFCC
tanpa
Pyridoxal
Phosphat
IFCC
tanpa
Pyridoxal
Phosphat
By. D
Tanggal 30 Mei 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Keterangan
Hasil
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemaglobin
Hematokrit Leukosit
Trombosit
12.3
38
23
543
g/dl
%
Ribu/ul
Ribu/ul
107-131
35-43
5.0-19.5
150-450
INDEX
ERITROSIT
McV
McH
MCHC
RDVO
84.9
27.2
32.0
14.0
/um
Pg
g/dl
%
80.0-96.0
28.0-33.0
33.0-36.0
11.6-14.6
39
MPV
PDW
7.5
16
fl
%
7.2-11.1
25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosil
Monosit
2.60
1.00
39.70
44.70
12.00
%
%
%
%
%
0.00-4.00
0.00-1.00
18.00-74.00
60.00-66.00
0.00-6.00
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Sewaktu
Albumin
Elektrolit
Natrium Darah
87
43
136
Mg/dl
g/dl
minol/L
50-80
33.8-5.8
129-147
HEXOKINASE
BCG
DIREKISE
b. Pemeriksaan Thorax
By. A tanggal 20 Mei 2017
RDOOIS-Thorax
Lat tanggal 20 Mei 2017
Foto Thorax AP/Lateral
Lor : Besar dan bentuk normal
Paru : Tampak fibroinfiltrat disuprahilar paru kanan.
Sinus Costophrenicus kanan kiri antarior posterior tajam
Retrosternal dan Retrocardiae space dalam batas normal
Hamidiaphragina kanan kiri normal
Thrakea ditengah
40
Sistema tulang baik
Kesimpulan : Pneumonia
By. D tanggal 30 Mei 2017
RDOOIS-Thorax
Lat tanggal 30 Mei 2017
Foto Thorax AP/Lateral
Lor : Besar dan bentuk normal
Paru :Tampak infiltral di kedua lapang paru.
Sinus Costophrenicus kanan kiri antarior posterior tajam
Retrosternal dan Retrocardiae space dalam batas normal
Hamidiaphragina kanan kiri normal
Thrakea ditengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : Pneumonia
8. Terapi medis
By. A
Jenis terapi Dosis Golongan Farmakologi
Cairan IV
WIDA DS ½ NS
37 cc/jam
Cairan Isotonik
Untuk mengatasi dehidrasi,
menambah kalori dan
mengembalikan kesembangan
elektrolit
Obat injeksi
41
Ampicilllin 200 mg/ 6
jam
Anti Mikroba Untuk infeksi saluran pernafasan
Aldacton Img/ 12
jam
Diuretik Untuk mengurangi pembengkakan
akibat tumpukan cairan
Cetirizine 2.5 mg/ 1
jam
Antihistamin Anti Inflamasi akibat gangguan
pernafasan
Furosamid 4 mg/ 12
jam
Diuretik Untuk mengurangi cairan berlebih
dalam tubuh
Sildenafil 1 mg/ 12
jam
Analgetik Untuk menangani tekanan darah
tinggi di paru-paru
Paracetamol Sirup
1 sndk/ 6
jam
Analgestik
Untuk meringankan pada
keadaamn sakit kepala dan
menurunkan demam
By, D
Jenis terapi Dosis
Golongan Farmakologi
Cairan IV
WIDA DS ½ NS
37
cc/jam
Cairan Isotonik
Untuk mengatasi dehidrasi,
menambah kalori dan
mengembalikan kesembangan
elektrolit
42
Obat injeksi
Ampicilllin
200
mg/ 6
jam
Anti Mikroba
Untuk infeksi saluran pernafasan
Gentanicin 70
mg/ 24
jam
Antibakteri Infeksi Suportificial pada kulit
Cetirizine 2.5
mg/ 1
jam
Antihistamin Anti Inflamasi akibat gangguan
pernafasan
Obat peroral
Paracetamol Sirup
1
sndk/ 6
jam
Analgestik
Untuk meringankan pada
keadaamn sakit kepala dan
menurunkan demam
4.1.3 Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah
By. A
43
DS : Ibu mengatakan anak sesak nafas,
batuk
DO :
Pasien terlihat sesak
Pasien terlihat batuk berdahak
RR=48x / menit
Auskultasi : Ronkhi sebelah kanan
Hasil foto thorax, tanggal 18 Mei
2017
Pasien kesulitan mengeluarkan
sekret
Ketidak efektifan
bersihan jalan napas
Sekresi yang
tertahan
DS : Ibu klien mengatakan klien demam
sejak 3 hari yang lalu
DO:
-TTV: S: 390C
N: 138x / menit
RR: 48x / menit
-Akral teraba panas
-Klien terlihat lemas
Hipertermia Penyakit
By. D
DS : Ibu mengatakan anak sesak nafas,
batuk berdahak.
DO :
Pasien terlihat sesak
Pasien terlihat batuk berdahak
RR=54x / menit
Auskultasi : Whezzing sebelah kiri
Hasil foto thorax, tanggal 30 Mei
2017
Pasien kesulitan mengeluarkan
dahak
Ketidak efektifan
bersihan jalan napas
Sekresi yang
tertahan
44
DS : Ibu klien mengatakan klien demam.
DO:
-TTV: S: 38.0C
N: 105x / menit
RR: 54x / menit
-Akral teraba panas
-Klien terlihat lemas
Hipertermia Penyakit
4.1.4 Diagnosa Keperawatan
By. A By. D
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
2. Hipertermi berhubungan dengan
penyakit.
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
2. Hipertermi berhubungan dengan
penyakit.
4.1.5 Perencanaan
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN
(Tujuan, Kriteria Hasil)
INTERVENSI (NIC)
By. A
Setelah diakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
O :
Monitor tekanan darah, nadi, suhu
Monitor status pernapasan
45
ketidakefektif bersihan jalan
nafas dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
Anak tidak sesak napas
TTV dalam batas normal
RR : 30-40x/menitt
N : 100-160x/menit
S : 36C-37C
Bunyi napas normal
Tidak ada penumpukkan
sekret.
Setelah diakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan Hipetermia
dapat teratasi dengan
kriteeria hasil :
Suhu normal 36C-37C
Akral teraba panas
_ pasien tampak lemas
_Tidak ada bintik
kemerahan
N :
Auskultasi suara napas
Lakukan fisioterapi dada
E :
Ajarkan keluarga minum air hangat untuk pasien
Terapi Oksigen
Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain dalam
pemberian oksigen, pemberian obat cetirizien
2,5mg/ 1jam, sildenafil 1mg/ 12jam, pemberian
nebulizer.
Perawatan Demam (3740)
O :
Pantau suhu dan TTV
Monitor suhu tubuh dan warna kulit
N : - Anjurkan keluarga untuk kompres hangat
E :
Edukasikan keluarga agar pasien mengkonsumsi
cairan
Pengaturan Suhu (3900)
C :
Kolaborasikan pemberian obat paracetamol
By. D
Setelah diakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan
ketidakefektif bersihan jalan
nafas dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
Monitor Tanda-Tanda Vital (6680)
O :
Monitor tekanan darah, nadi, suhu
Monitor status pernapasan
N :
Auskultasi suara napas
Lakukan fisioterapi dada
E :
46
Anak tidak sesak napas
TTV dalam batas normal
RR : 30-40x/menitt
N : 100-160x/menit
S : 36C-37C
Bunyi napas normal
Tidak ada penumpukkan
sekret
Setelah diakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam diharapkan Hipetermia
dapat teratasi dengan
kriteeria hasil :
Suhu normal 36C-37C
Tidak kemerahan
Ajarkan keluarga minum air hangat untuk pasien
Terapi Oksigen
Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain dalam
pemberian oksigen, pemberian obat cetirizien
2,5mg/ 1jam, pemberian nebulizer.
Perawatan Demam (3740)
O :
Pantau suhu dan TTV
Monitor suhu tubuh dan warna kulit
N :
Memberikan kompres hangat
E :
Edukasikan keluarga agar pasien
mengkonsumsi cairan.
Pengaturan Suhu (3900)
C :
Kolaborasikan pemberian obat paracetomol
4.1.5 Pelaksanaan
Diagnosa
keperawatan
22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017
Pasien 1 Implementasi Implementasi Implementasi
Ketidakefek
tifan
bersihan
jalan napas
berhubunga
08.1
5
08.2
0
Mengobserv
asi tanda-
tanda vital
Memberikan
terapi
oksigen
Monitor
suara
tambahan
Memberikan
08.00
08.05
08.13
Mengobserva
si tanda-
tanda vital
Memberikan
terapi
oksigen
Monitor
suara
tambahan
Memberikan
08.05
08.10
08.20
Mengobservasi
tanda-tanda
vital
Memberikan
terapi oksigen
Monitor suara
tambahan
Memberikan
teknik
fisioterapi dada
47
n dengan
Sekresi yang
tertahan
08.2
3
teknik
fisioterapi
dada
S : Ibu
menyatakan
anaknya
sesak napas
dan batuk
berdahak
O : pasien
tampak
batuk, suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N :
138x/menit
RR :
64x/menit
A : masalah
belum
teratasi
P : Memberikan
fisioterapi
dada
tehnik
fisioterapi
dada
S : Ibu
menyatakan
anaknya
sesak napas
dan batuk
berdahak
O : pasien
ttampak
batuk,
suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N :
138x/menit
RR :
54x/menit
A : masalah
belum
teratasi
P :
Memberika
n
S : Ibu
menyatakan
anaknya
sesak napas
dan batuk
berdahak
O : pasien
ttampak
batuk, suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N : 138x/menit
RR : 50x/menit
A : masalah
belum teratasi
P : Memberikan
fisioterapi
dada
48
fisioterapi
dada
Racetamol
Hipertermia
b.d penyakit
08.30
08.45
09.00
09.10
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
Memberikan
injeksi
paracetamol
250 mg
Memonitor
suhu
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
S : demam +
O :
S: 38.10C
A :
hipertermia
P :
Memberikan
08.20
08.35
08.50
09.15
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
Memberikan
injeksi
paracetamol
250 mg
Memonitor
suhu
S : demam +
O :
S: 37.10C
A : hipertermia
teratasi
sebagian
P :
Memberika
n kompes
hangat
08.35
08.45
09.03
09.15
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres hangat
Memonitor
suhu
S : demam -
O :
S: 36.80C
A : hipertermia
teratasi
P : Hentikan
intervensi
Diagnosa
keperawatan
29 Mei 2017 30 Mei 2017 31 Mei 2017
49
Pasien 2 Implementasi Implementasi Implementasi
Ketidakefek
tifan
bersihan
jalan napas
berhubunga
n dengan
sekresi yang
tertahan
08.1
5
08.2
0
08.2
3
Mengobserv
asi tanda-
tanda vital
Memberikan
terapi
oksigen
Monitor
suara
tambahan
Memberikan
teknik
fisioterapi
dada
S : Ibu
menyatakan
anaknya
sesak napas
dan batuk
berdahak
O : pasien
ttampak
batuk, suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N :
138x/menit
RR :
58x/menit
A : masalah
08.00
08.05
08.13
Mengobserv
asi tanda-
tanda vital
Memberikan
terapi
oksigen
Monitor
suara
tambahan
Memberikan
teknik
fisioterapi
dada
S : Ibu
menyataka
n anaknya
sesak
napas dan
batuk
berdahak
O : pasien
ttampak
batuk,
suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N :
138x/meni
t
08.05
08.10
08.20
Mengobservasi
tanda-tanda
vital
Memberikan
terapi oksigen
Monitor suara
tambahan
Memberikan
teknik
fisioterapi dada
S : Ibu
menyatakan
anaknya sesak
napas dan
batuk
berdahak
O : pasien
ttampak
batuk, suara
tambahan
ronkhi
S : 39C
N : 138x/menit
RR : 48x/menit
A : masalah
belum teratasi
P : Memberikan
fisioterapi
50
belum
teratasi
P : Memberikan
fisioterapi
dada
RR :
54x/menit
A : masalah
belum
teratasi
P :
Memberik
an
fisioterapi
dada
dada
Hipertermia
berhubunga
n dengan
penyakit
08.30
08.45
09.00
09.10
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
Memberikan
injeksi
paracetamol
250 mg
Memonitor
suhu
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
S : demam +
O :
08.20
08.35
08.50
09.15
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres
hangat
Memonitor
suhu
Memberikan
injeksi
paracetamol
250 mg
Memonitor
suhu
S : demam +
O :
S: 37.10C
A :
hipertermi
a teratasi
sebagian
P :
08.35
08.45
09.03
09.15
Memonitor
tanda-tanda
vital
Memberikan
kompres hangat
Memonitor
suhu
S : demam -
O :
S: 36.80C
A : hipertermia
teratasi
P : Hentikan
intervensi
51
S: 38.10C
A :
hipertermia
P :
Memberikan
Memberik
an kompes
hangat
52
4.1.6 Evaluasi
EVALUASI 22 Mei 2017 23 Mei 2017 24 Mei 2017
By. A
Diagnosis 1
09:00 S : Ibu pasien
mengatakan pasien
batuk
O : Pasien terpasang
oksigen, batuk
berlendir
N : 158x/menit
R : 46x/menit
S : 38,5C
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjut Intervensi
1. Mengobservasi
tanda-tanda
vital
2. Memonitor
suara napas
tambahan
3. Memberiakan
terapi oksigen
4. Melakukan
fisioterapi dada
09:15 S :
O : Pasien
tampak batuk
lendir
N : 146x/menit
R : 42x/menit
S : 37,8C
A : Masalah
sebagian
teratasi
P : Lanjut
intervensi :
Mengobser
vasi tanda-
tanda vital
Posisiskan
kepala
pasien
ekstensi
30
Melakukan
fisioterapi
dada
09:25 S :
O : Pasien tampak
batuk
N : 125x/menit
R : 40x/menit
S : 37,2C
A : Masalah
sebagian
teratasi
P : Lakukan
intervensi :
Mengobserva
si status
napas
Melakukan
fisioterapi
dada
Diagnosis 2
09:45
S : Ibu klien
mengatakan klien
demam sejak 3 hari
yang lalu
O :
09:55
S : Ibu klien
mengatakan
klien masih
demam
O :
10:0
0
S : Ibu klien
mengatakan
klien sudah
tidak demam
O :
53
TTV:
S: 37.60C
N: 110x / menit
RR: 46x / menit
Akral teraba
hangat
Klien tampak
lemas
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
Monitor tanda-
tanda vital
Berikan kompres
hangat
Berikan injeksi
paracetamol
Moniotor suhu
TTV:
S: 37.80C
N: 112x /
menit
RR:42x /
menit
Akral teraba
hangat
Klien tampak
lemas
A : Masalah
teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
Monitor
tanda-tanda
vital
Berikan
kompres
hangat
Berikan
injeksi
paracetamol
Moniotor
suhu
TTV:
S: 36.70C
N: 40x / menit
RR:26x / menit
Akral teraba
hangat
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
intervensi
By. D
Diagnosis 1
08.00 S : Ibu pasien
mengatakan pasien
batuk
O : Pasien terpasang
oksigen, batuk
berlendir
N : 158x/menit
R : 46x/menit
S : 38,5C
08:15 S :
O : Pasien
tampak batuk
lendir
N : 146x/menit
R : 42x/menit
S : 37,8C
A : Masalah
sebagian
08:25 S :
O : Pasien tampak
batuk
N : 125x/menit
R : 40x/menit
S : 37,2C
A : Masalah
sebagian
teratasi
54
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjut Intervensi
1. Mengobservasi
tanda-tanda
vital
2. Memonitor
suara napas
tambahan
3. Memberikan
terapi oksigen
4. Melakukan
fisioterapi dada
teratasi
P : Lanjut
intervensi :
Mengobser
vasi tanda-
tanda vital
Posisiskan
kepala
pasien
ekstensi
30
Melakukan
fisioterapi
dada
P : Lakukan
intervensi :
Mengobserva
si status
napas
Melakukan
fisioterapi
dada
Diagnosis 2
09:35
S : Ibu klien
mengatakan klien
demam sejak 3 hari
yang lalu
O :
TTV:
S: 37.60C
N: 110x / menit
RR: 46x / menit
Akral teraba
hangat
Klien terlihat
lemas
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
intervensi
Monitor tanda-
tanda vital
Berikan kompres
hangat
09:40
S : Ibu klien
mengatakan
klien masih
demam
O :
TTV:
S: 37.80C
N: 112x /
menit
RR:42x /
menit
Akral teraba
hangat
Klien terlihat
lemas
A : Masalah
teratasi
sebagian
P : Lanjutkan
09.5
0
S : Ibu klien
mengatakan
klien sudah
tidak demam
O :
TTV:
S: 36.70C
N: 40x / menit
RR:26x / menit
Akral teraba
hangat
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
intervensi
55
Berikan injeksi
paracetamol
Moniotor suhu
intervensi
Monitor
tanda-tanda
vital
Berikan
kompres
hangat
Berikan
injeksi
paracetamol
Moniotor
suhu
56
By. D
Diagnosa 1
29 Mei 2017 30 Mei 2017 31 Mei 2017
08:00 S : Ibu pasien
mengatakan pasien
batuk
O : Pasien terpasang
oksigen, batuk
berlendir
N : 158x/menit
R : 46x/menit
S : 38,5C
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjut Intervensi
1. Mengobservasi
tanda-tanda vital
2. Memonitor suara
napas tambahan
3. Memberikan
terapi oksigen
4. fisioterapi dada
08:15 S :
O : Pasien tampak batuk
lendir
N : 146x/menit
R : 42x/menit
S : 37,8C
A : Masalah sebagian
teratasi
P : Lanjut intervensi :
Mengobservasi
tanda-tanda vital
Posisiskan kepala
pasien ekstensi 30
Melakukan
fisioterapi dada
08:20 S :
O : Pasien tampak
batuk
N : 125x/menit
R : 40x/menit
S : 37,2C
A : Masalah
sebagian teratasi
P : Lakukan
intervensi :
Mengobservas
i status napas
Melakukan
fisioterapi
dada
57
Diagnosa 2
08:30
S : Ibu klien mengatakan
klien demam sejak 3
hari yang lalu
O :
TTV:
S: 37.60C
N: 110x / menit
RR: 24x / menit
Akral teraba
hangat
Klien terlihat
lemas
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Monitor tanda-
tanda vital
Berikan kompres
hangat
Berikan injeksi
paracetamol
Moniotor suhu
08:40
S : Ibu klien
mengatakan klien
masih demam
O :
TTV:
S: 37.80C
N: 112x / menit
RR:24x / menit
Akral teraba hangat
Klien terlihat lemas
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
Monitor tanda-
tanda vital
Berikan kompres
hangat
Berikan injeksi
paracetamol
Moniotor suhu
08:50
S : Ibu klien
mengatakan
klien sudah
tidak demam
O :
TTV:
S: 36.70C
N: 100x / menit
RR:26x / menit
Akral teraba
hangat
A : Masalah teratasi
P : Hentikan
intervensi
58
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis
dapatkan secara konsep dasar teori dan kasus nyata By. A dan By. D dengan
pneumonia di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakara. Asuhan
keperawatan yang diberikan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
5.1.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenal masalah-masalah kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Dermawan, 2012). Keluhan utama pada
penderita pneumonia adalah sesak nafas dan batuk berdahak.
Pengkajian pasien 1 By. A didapatkan keluhan utama adalah ibu
mengatakan anaknya sesak nafas dan batuk berdahak. Pengkajian pasien 2 By.
D didapatkan keluhan utama adalah ibu mengatakan anaknya batuk bardahak.
Berdasarkan keluhan utama yang didapatkan oleh kedua pasien memiliki
kesamaan dengan beberapa teori diatas. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
yang dirasakan oleh kedua pasien disebabkan oleh bakteri, virus (Potter dan
Perry, 2008).
59
Pengkajian riwayat sekarang By. A dan By. D ibu mengatakan
anaknya sesak nafas dan batuk berdahak. Hasil pemeriksaan paru inspeksi:
simetris kanan kiri tidak jejas, Palpasi: vocal premitus kanan kiri sama, Perkusi:
redup, Auskultasi: Ada suara tambahan nafas ronkhi dan whezzing. Riwayat
kesehatan, tanda dan gejala yang muncul pada pasien pneumonia yaitu kesulitan
saat bernafas, bunyi nafas di atas area yang mengalami konsolidasi, sesak nafas,
batuk berdahak, demam 39C, gelisah (Padila, 2013).
Pengkajian pasien By. A penulis menemukan tanda dan gejala
pneumonia yaitu sesak nafas, batuk berdahak, suhu 39C, RR 48X/menit,
auskultasi paru- paru adanya suara tambahan nafas ronkhi, pengakajian pasien
By. D penulis menemukan tanda dan gejala pneumonia yaitu sesak nafas, batuk
berdahak, suhu 38C, RR 48X/menit, auskultasi paru-paru adanya suara
tambahan nafas whezzing.
Pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital didapatkan adanya peningkatan
suhu tubuh, inspeksi pada penderita pneumonia biasanya didapatkan freukensi
nafas cepat dan dangkal, nafas cuping hidung biasanya di derita sesak nafas
berat, pada anak dengan pneumonia biasanya di dapatkan hasil pengkajian
produksi secret dan sekresi sputum, palpasi pada pasien pneumonia tanpa
komplikasi biasanya, sonor pada lapang paru, auskultasi didapatkan hasil bunyi
nafas tambahan ronkhi, whezzing biasanya di sisi yang sakit (Ardiansyah,
2012).
60
5.1.2 Rumusan Masalah
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab
(Rohmah & Walid, 2016).
Diagnosa yang diangkat yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk memberikan sekresi atau obstruksi
dari saluaran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Batasan
karakteristiknya adalah tidak ada batuk, tidak sesak nafas, suara nafas
tambahan, pernapasan dalam batas normal 30-40 kali per menit
(Nanda, 2009).
Data yang mendukung diagnosa Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas meliputi data subyektif dan data obyektif. Analisa data By. A, data
subyektif ibu pasien mengatakan sesak nafas dan batuk berdahak. Data
obyektif By. A, pasien tampak sesak, pasien tampak batuk, RR 48X/menit,
Auskultasi terdengar suara ronkhi, Hasil foto thorax paru-paru tampak
fibro infiltrat disuprabilar paru kanan, pasien kesulitan untuk
mengeluarkan dahak. Analisa data By. D, data subyektif ibu pasien
mengatakan sesak napas. Data obyektif By. D pasien tampak sesak, pasien
tampak batuk, RR 54X/menit, Auskultasi terdengar suara whezzing, Hasil
foto thorax paru-paru tampak fibro infiltrat paru kanan, pasien kesulitan
untuk mengeluarkan dahak.
61
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas menjadi diagnosa
utama pada pasien pneumonia dikarenakan adanya masalah yang utama
pada kasus pneumonia terletak pada saluran nafas yaitu adanya sekret yang
bersihan pada jalan nafas sehingga memenuhi kebutuhan oksigen untuk
masuk ke paru-paru terganggu. Penulis karena diagnosa ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
sehingga menjadi masalah utama (Herdman, 2015).
5.1.3 Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan atau perencanaan merupakan pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-
masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosa keperawatan (Rohmah &
Walid, 2016). Berdasarkan diagnosa keperawatan yang telah penulis
rumuskan dengan menyesuaikan prioritas permasalahan, penulis
menyusun intervensi sebagai berikut:
Penyusunan intervensi dalam kasus ini tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan klien,
intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada diagnosa
ketidakefektifan bersiha jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, pada kasus By. A dan By. D penulis melakukan tindakan
perawatan 3x1 jam, pasien menunjukan: tidak menggunakan otot bantu
pernapasan, tidak ada bunyi napas tambahan, tidak terpasang oksigen,
tidak sesak napas, respirasi dalam rentang normal (30-40x/meni
62
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
implementasi dan evaluasi tentang pemberian fisioterapi dada terhadap
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan By. A dan
By. D di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) secara metode
studi perbandingan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
6.1.1 Pengkajian
Hasil pengkajian pemberian fisioterapi dada terhadap
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan By. A dan
By. D dengan dengan diagnosa pneumonia didapatkan data By. A data
subyektif ibu pasien mengatakan anaknya sesak nafas, batuk berdahak. Data
obyektif pasien yaitu pasien terlihat sesak, pasien terlihat batuk berdahak,
nadi 138x/menit, RR 48x/menit dan suhu 39ºC dan ada suara tambahan
ronkhi. Data By. D data subyektif ibu pasien mengatakan anaknya sesak
nafas, batuk berdahak. Data obyektif pasien yaitu pasien terlihat sesak,
pasien terlihat batuk berdahak, nadi 118x/menit, RR 54x/menit dan suhu
38ºC dan ada suara tambahan whezzing.
6.1.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil pada kasus By. A yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, diagnosa keperawatan yang diambil pada By. D yaitu
63
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan.
6.1.3 Intervensi
Intervensi keperawatan yang dilakukan pada kedua pasien yaitu By.
A dan By. D untuk menyelesaikan masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan antara lain: Monitoring
tanda-tanda vital, monitor suara nafas tambahan, memberikan fisioterapi
dada, pemberian oksigen, kolaborasi pemberian nebulizer.
6.1.4 Implementasi
Implementasi dilakukan tiga hari pengelolaan pada kedua pasien.
Implementasi pada diagnosa masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan antara lain: Monitoring tanda-
tanda vital, monitor suara nafas tambahan, memberikan fisioterapi dada,
pemberian oksigen, kolaborasi pemberian nebulizer.
6.1.5 Evaluasi
Evaluasi dengan pemberian fisioterapi dada terhadap
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada asuhan keperawatan By. A dan
By. D dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan sekresi yang tertahan masalah teratasi, pada By. A tanda-tanda
vital dalam batas normal, Nadi 108x/menit, RR 35x/menit, Suhu 36,5 oC,
belum bisa mengeluarkan dahak. pada By. D tanda-tanda vital dalam batas
normal, Nadi 108x/menit, RR 40x/menit, Suhu 37 oC, bisa mengeluarkan
dahak.
64
6.1.6 Analisa
Asuhan keperawatan pemberian teknik fisioterapi dada terhadap
ketidakefektifan bersihan jalan nafas didapatkan By. A belum bisa
mengeluarkan dahak. By . D terjadi perubahan mengeluarkan dahak.
Setelah diberikan tindakan fisioterapi dada terjadi ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada kedua pasien dan terjadi pengeluarkan dahak
pada kedua pasien.
Hasil penelitian jurnal dengan judul Efektivitas fisioterapi dada
untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas pada anak dengan
bronkopneumonia di ruang anak RSUD Dr. Moh. Soewandhi Surabaya,
menunjukkan ada perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah
pemberian tindakan fisioterapi dada (Marini, 2012). Berdasarkan kedua
hasil pasien tersebut tidak ada kesenjangan antara teori dan penerapan.
6.2 Saran
Masukan yang positif yang sifatnya untuk membangun dibidang
kesehatan dan keperawatan khususnya baik yang terjadi dirumah sakit
maupun yang terjadi pada pasien.
6.2.1 Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan
dalam keperawatan, terutama dalam tindakan keperawatan pemberian
tindakan fisioterapi dada terhadap ketidakefektifaan bersihan jalan nafas.
Serta bagi institusi keperawatan diharapkan dapat meningkatkan fasilitas,
sarana dan prasarana dari proses pendidikan dari apa yang sudah ada saat
ini.
65
6.2.2 Rumah sakit
Meningkatkan tindakan fisioterapi dada terhadap ketidakefektifaan
bersihan jalan nafas, jadi rumah sakit harus memberikan ketrampilan
khusus pada perawat dirumah sakit tersebut, agar pelayanan dirumah sakit
lebih baik dan sesuai standart operasional kesehatan.
6.2.3 Penelitian selanjutnya
Penelitian selanjutnya yang ingin mengambil pemberian fisioterapi
dada terhadap ketidakefektifaan bersihan jalan nafas agar dapat melakukan
tindakan yang lebih efektif dan efisien sesuai standart operasional
kesehatan.
6.2.4 Keluarga penderita
Diharapkan keluarga dapat menerima segala resiko dan hasil yang
telah dilakukan oleh tim medis dalam tindakan asuhan keperawatan selama
dirumah sakit terhadap pasien.
6.2.5 Bagi penulis selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu
efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pasa pasien
secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Athena, Anwar & Ika Dharmayanti. 2014. Pneumonia pada Anak Balita Di
Indonesia . Jurnal Kesehatan Masyarakat . Vol 8 no 8 halaman 359-360.
Ardiansyah. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pneumonia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperwatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran .
EGC dilihat 20 April 2017.
Bradiev. 2011. Asuhan Keperawtan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. 2013. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Pustaka
Pelajar.
Bulecheck,el al. 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC) Edisi 6. Singapore
: Elsevier
Dermawan, 2012. Proses keperawatan konsep dan penerapan kerangka kerja.
Yogyakarta : Nuha Medika
Dinar Ariasti. 2014. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada pada Terhadap
Kebersihan Jalan Napas pada pasien ISPA di desa Pucung Eromoko
Wonogiri . halaman Vol 2 no 2.
Handayani. 2015. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Hendra & Emil. 2012. Nursing Outcome Clasification (NOC). Jakarta: EGC.
Herdman & Heamer T. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
Edisi 10. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2014. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Maidarti. 2012. Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas pada
Anak usia 1-5 tahu. Jurnal Iimu Keperawatan.Vol 1no 1 . Halaman 50-52.
Nixson Manurung. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory
Jakarta: Trans Info Media.
Marini, Gita & Yuanita. 2012. Efektifitas Fisioterapi Dada (Clapping) Untuk
Mengatasi Masalah Bersihan Jalan Nafas pada Anak Dengan Pneumonia
Jurnal.Keperawatan.http://www.e-jurnal.com/2016/II/Efektifitas-fisoterapi-
dada-clapping.html.
Marni. 2014. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit Dengan Gangguan
Pernapasan. Yogyakarta : Gosyen Pusblishing.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia. Jakarta: Buku
Pustaka.
Muttaqin. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
Nixson Manurung. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory
Jakarta: Trans Info Media.
Notoadmajdo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta : Salemba Medika.
Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.
Pertiwi. 2016. Hubungan Faktor –faktor Pneumonia. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2008. Buku ajar fundamental keperawatan anak proses dan praktik
Edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC.
Prastowo Andi. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif
Rancangan Penelitian.Yogyakarta: Ar. Ruzz. Media.
Profil Kesehatan Jawa Tengah . 2013 . Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah 2013 di lihat 8 Maret 2017. http://www. Dinkes .Jateng .Prov. go
.id.
Reevers, Charlere. 2012. Asuhan Keperawtan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans
Info Media.
Ridha, H.Nabiel. 2014 . Buku Ajar Keperawatan Anak : Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Rohmah & Walid. 2016. Proses Keperawatan Teori di Aplikasi. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Said. 2008. Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta: Trans Info Media.
Sugeng & Weni. 2010. Asuhan Keperawatan Pneumonia NANDA NIC. NOC
Yogyakarta: Nuha Medika.
Suharjono. 2008. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit Dengan Gangguan
Pernapasan. Yogyakarta: Gosyen Pusblishing.
Wilkinson. Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan intervensi NIC
Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Penerjemah Widyawati Dkk. EGC:
Jakarta.
Yohanes & Yasinta. 2013. Asuhan Keperawtan Keluarga Konsep dan
Praktik.Yogyakarta : Nuha Medika.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Septiani Putri Pamungkas
Tempat, tanggal lahir : Surakarta , 09 September 1995
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat rumah : Kendal Rejo RT 05 / RW 11 Mojosongo , Surakarta .
Riwayat pendidikan : SD Mojosongo 6 tahun 2008, SMP Negeri 13 Surakarta
tahun 2011, SMA Warga Surakarta tahun 2014 .
Riwayat pekerjaan : -
Riwayat organisasi : -
Publikasi : -
RINGKASAN
EFEKTIFITAS FISIOTERAPI DADA (CLAPPING) UNTUK MENGATASIMASALAH BERSIHAN JALAN NAPAS PADA ANAK DENGAN
BRONKOPNEUMONI DI RUANG ANAK RSUD. DR. MOH. SOEWANDHISURABAYA
Oleh :Gita Marini-Fakultas Ilmu Kesehatan-UM Sby (email: [email protected])Yuanita Wulandari-Fakultas IlmuKesehatan-UMSby (email: [email protected])
Insiden penyaki bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Dari data SEAMIC HealthStatistic 2011 pneumonia dan influenza merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia.Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2011, penyakit infeksi saluran napasbawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di RSUD dr. Moh.Sowandhi Surabaya didapatkan data sekitar 180 bronkopneumonia komuniti dengan angkakematian antara 20-35%. Masalah yang umum ditemukan pada bronkopneumonia adalahbersihan jalan nafas tidak efektif, untuk mengatasi masalah tersebut salah satu cara adalahfisioterapi dada (Clapping). Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis efektifitas fisioterapidada (clapping) untuk mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasienbronkopneumonia pada anak. Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan. DesainPenelitian Pre experimental design Static Group Comparison. Populasinya adalah bayi usia <5 tahun yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas pada anak denganbronkopneumonia di RSUD dr. Moh. Soewandhi Surabaya. Pengambilan sampel dalampenelitian ini menggunakan teknik System Random Sampling. Cara pengumpulan datadengan pemeriksaan fisik, wawancara dan observasi, kemudian data dianalisis menggunakanWillcoxon Rank-Test dan kemudian disimpulkan.
.
Kata Kunci: Fisioterapi Dada (Clapping), Bersihan Jalan Nafas, Bronchopneumoni
1.1 Latar Belakang
Anak merupakan masa dimana organ-
organ tubuhnya belum berfungsi secara
optimal sehingga anak lebih rentan
terhadap penyakit. Salah satu penyakit
yang sering menyerang anak adalah
bronkopneumonia. Bronkopneumonia
merupakan salah satu penyakit yang
menyerang saluran pernafasan dimana
manifestasi penyakit ini bervariasi mulai
dari batuk, pilek, disertai dengan panas.
Pada anak dengan bronkopnemoni berat
akan muncul manifestasi klinik sesak nafas
yang hebat.
Insiden bronkopnemoni di negara
berkembang hampir 30% terjadi pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan
resiko kematian yang tinggi. Dari data
SEAMIC Health Statistic 2011 pneumonia
dan influenza merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia. Laporan
World Health Organization 2011
menyebutkan bahwa penyebab kematian
tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia
adalah infeksi saluran napas akut
termasuk pneumonia. Penyebab
bronkopneumonia sulit ditemukan dan
memerlukan waktu beberapa hari untuk
mendapatkan hasilnya, sedangkan
bronkopneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga
Departemen Kesehatan tahun 2011,
penyakit infeksi saluran napas bawah
menempati urutan ke-2 sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Di RSUD Dr. Moh.
Soewandhi Surabaya didapatkan data
sekitar 180 bronkopneumonia komuniti
dengan angka kematian antara 20-35%.
Pneumonia komuniti menduduki peringkat
keempat dan sepuluh penyakit terbanyak
yang dirawat pertahun.
Proses peradangan dari proses penyakit
bronkopneumonia mengakibatkan
produksi sekret meningkat sampai
menimbulkan manifestasi klinis yang ada
sehingga muncul masalah dan salah satu
masalah tersebut adalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas merupakan keadaan
dimana individu tidak mampu
mengeluarkan sekret dari saluran nafas
untuk mempertahankan kepatenan jalan
nafas (Ginting, 2010). Karakteristik dari
ketidakefektifan bersihan jalan nafas
adalah batuk, sesak, suara nafas abnormal
(Ronchi), penggunaan otot bantu nafas,
pernafasan cuping hidung (Potter dan
Perry, 2006). Apabila masalah bersihan
jalan nafas ini tidak ditangani secara cepat
maka bisa menimbulkan masalah yang
lebih berat saperti pasien akan mengalami
sesak yang hebat bahkan bisa
menimbulkan kematian. Salah satu cara
mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dapat melalui tindakan kolaboratif
perawat dengan tim kesehatan lain maupun
tindakan mandiri perawat diantaranya
adalah fisioterapi dada yaitu Clapping.
Clapping merupakan penepukkan
ringan pada dinding dada dengan tangan
dimana tangan membentuk seperti
mangkuk (Kusyati, 2006). Dimana tujuan
dari terapi clapping ini adalah jalan nafas
bersih, secara mekanik dapat melepaskan
sekret yang melekat pada dinding bronkus
dan mempertahankan fungsi otot-otot
pernafasan (Potter dan Perry, 2006). Peran
perawat sangat penting dalam merawat
pasien bronkopneumonia antara lain
sebagai pemberi pelayanan kesehatan,
pengorganisasi pelayanan kesehatan yang
khususnya adalah sebagai pemberi asuhan
keperawatan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengambil judul “Penerapan Fisioterapi
Dada (Clapping) untuk mengatasi masalah
bersihan jalan nafas pada anak dengan
bronkopneumoni di Ruang Anak Rumah
Sakit RSUD Dr. Moh. Soewandhi
Surabaya”.
1.2 Hasil Penelitaian
Berdasarkan hasil penelitian
penilaian Bersihan jalan Nafas anak
dengan bronchopenemouni sebelum
mendapatkan Fisioterapi napas (Clapping)
didapatkan data bahwa mayoritas
responden berada pada level substantial
deviation from normal range untuk
frekuensi nafas (per menit) (37%), irama
nafas (37%), kedalaman inspirasi (33%),
suara nafas tambahan: ronchi (37%),
gasping (37%), penggunaan otot bantu
nafas (37%), dan kemampuan batuk
(37%). Sedangkan, level dari kemampuan
untuk mengeluarkan secret, mayoritas
responden berada pada level severe
deviation from normal range (43%) (Tabel
4.1).
Tabel 4.1 Penilaian Bersihan jalan Nafas anak dengan bronchopenemounisebelum mendapatkan Fisioterapi napas (Clapping)No Penilaian Bersihan jalan Nafas n %
1. Frekuensi Nafas (per menit)Severe deviation from normal range 7 23Substantial deviation from normal range 11 37Moderate deviation from normal range 5 17Mild deviation from normal range 7 23No deviation from normal range 0 -
2. Irama NafasSevere deviation from normal range 7 23Substantial deviation from normal range 11 37Moderate deviation from normal range 5 17Mild deviation from normal range 7 23No deviation from normal range 0 -
3. Kedalaman inspirasiSevere deviation from normal range 8 27Substantial deviation from normal range 10 33Moderate deviation from normal range 5 17Mild deviation from normal range 7 23No deviation from normal range 0 -
4. Kemampuan mengeluarkan secretSevere deviation from normal range 13 43Substantial deviation from normal range 11 37Moderate deviation from normal range 6 20Mild deviation from normal range 0 -No deviation from normal range 0 -
5. Suara nafas tambahan: Rochi
Severe 7 23Substantial 11 37Moderate 5 17Mild 7 23None 0 -
6. GaspingSevere 7 23Substantial 11 37Moderate 5 17Mild 7 23None 0 -
7. Penggunaan Otot bantu pernafasanSevere 7 23Substantial 11 37Moderate 5 17Mild 7 23None 0 -
8. Kemampuan BatukSevere 7 23Substantial 11 37Moderate 5 17Mild 7 23None 0 -
Berdasarkan hasil penelitian
penilaian Bersihan jalan Nafas anak
dengan bronchopenemouni sesudah
mendapatkan Fisioterapi napas (Clapping)
didapatkan data bahwa mayoritas
responden berada pada level no deviation
from normal range untuk frekuensi nafas
(per menit) (60%), irama nafas (60%),
kedalaman inspirasi (60%), kemampuan
untuk mengeluarkan secret (80%), suara
nafas tambahan: ronchi (86%), gasping
(70%), penggunaan otot bantu nafas
(70%), dan kemampuan batuk (70%)
(Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Penilaian Bersihan jalan Nafas anak dengan bronchopenemounisesudah mendapatkan Fisioterapi napas (Clapping)No Penilaian Bersihan jalan Nafas n %
1. Frekuensi Nafas (per menit)Severe deviation from normal range 0 -Substantial deviation from normal range 0 -Moderate deviation from normal range 1 3Mild deviation from normal range 11 37No deviation from normal range 18 60
2. Irama NafasSevere deviation from normal range 0 -Substantial deviation from normal range 0 -Moderate deviation from normal range 1 3
Mild deviation from normal range 11 37No deviation from normal range 18 60
3. Kedalaman inspirasiSevere deviation from normal range 0 -Substantial deviation from normal range 0 -Moderate deviation from normal range 1 3Mild deviation from normal range 11 37No deviation from normal range 18 60
4. Kemampuan mengeluarkan secretSevere deviation from normal range 0 -Substantial deviation from normal range 0 -Moderate deviation from normal range 1 3Mild deviation from normal range 5 17No deviation from normal range 24 80
5. Suara nafas tambahan: RonchiSevere 0 -Substantial 0 -Moderate 2 7Mild 2 7None 26 86
6. GaspingSevere 0 -Substantial 0 -Moderate 2 7Mild 7 23None 21 70
7. Penggunaan Otot bantu pernafasanSevere 0 -Substantial 0 -Moderate 4 13Mild 5 17None 21 70
8. Kemampuan BatukSevere 0 -Substantial 0 -Moderate 5 17Mild 4 13None 21 70
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah.Vol1. Jakarta: EGC.Capernito, L. J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Al ih bahasa: Monica Ester. Edisi 8. Jakarta: EGCCastro, A. A., Calil, S. R., Freitas, S. A., Oliveira, A. B., &
Porto, E.F. (2013). Chest physiotherapy effectivenessto reduce hospitalization and mechanical ventilationlength of stay, pulmonary infection rate andmortality in ICU patients. Brithish Journal ofDisease of the Chest, 107(1). 68-74.
Doen ges , M. E . (2000 ) . Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman Untuk Perencanaan DanPendokumentasian Perawatan Pasien. (1999). Alihbahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Edisi3. Jakarta: EGC
Hidaya, A. A. A. (2010). Metode Penenlitian KesehatanParadigma Kuantitatif. Surabaya: Health BooksPublishing
Hidaya t , A. A. A. (2 0 08 ) . Pen ganta r I lmuKesehata n Anak untuk pendidikan kebidanan.Jakarta: Salemba Medika.
Jackson, M. (2009). Seri Panduan PraktisKeperawatan Klinis. Jakarta. Erlangga
Mubarak, W. I. (2007). Buku ajar kebutuhan dasarmanusia: Teori & Aplikasi dalam praktek.Jakarta: EGC.
NANDA. (2006). Panduan DiagnosaKeperawatan. Jakarta: Prima Medika
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit . Jakarta:EGC
Oberwaldner, B. (2000). Physiotherapy for airwayclearance in paediatrics. EuropeanJournal of Respiratory Disease, 15(1).196-204
Price, S. A. (2002). Patofisiologi Konsep KlinisProses-Proses Penyakit. (2005). Alihbahasa Huriawati, Hartanto. Jakarta: EGC
Walsh, B. K. & Hood, K. (2011). Pediatric airwaymaintenance and clearance in the acutecare setting: how to stay out of trouble.Journal of the American Association forInhalation Therapy, 56(9). 1440-1444
Willkinson, J. M. (2007). DiagnosaKeperawatan.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran Kozier. Fundamental ofNursing
Wong W. P., Paratz, J. D., Wilson, K., & Burns, Y.R. (2003). Hemodynamic and ventilatoryeffects of manual respiratoryphysiotherapy techniques of chestclapping, vibration, and shaking in ananimal model. Journal of appliedphysiology, 95(3). 991-998
Wong, D. L. ( 2003). Pedoman Klinis KeperawatanPediatrik. (2008). Alih bahasa:MonicaEster. Edisi 4. Jakarta: EGC
Wong, D. L. (2008). Buku Ajar KeperawatanPediatrik . Alih Bahasa: Andry Hartono,dkk. Edisi 6. Jakarta: EGC
Zach, M. S (2000). Mucous clearing respiratoryphysiotherapy in pediatric pneumology.Journal Suisse de medicine, 130(19). 711-719