Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

25
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA A. Pengertian Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001) Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998). B. Etiologi Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada saat olah raga,. Cedera akibat kekerasan. C. Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua : 1. Cedera Kepala Primer Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi : a. Gegar kepala ringan

Transcript of Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Page 1: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA

A. Pengertian

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak

langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)

Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan

atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).

B. Etiologi

Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

Kecelakaan pada saat olah raga,.

Cedera akibat kekerasan.

C. Klasifikasi Cedera kepala menurut patofisiologinya dibagi menjadi dua :

1. Cedera Kepala Primer

Adalah kelainan patologi otak yang timbul akibat langsung pada

mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang menyebabkan

gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak

c. Laserasi

2. Cedera Kepala Sekunder

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,

metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

Page 2: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

a. Hipotensi sistemik

b. Hipoksia

c. Hiperkapnea

d. Udema otak

e. Komplikasi pernapasan

f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

D. Klasifikasi  Cedera Kepala

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringanya gejala yang

muncul setelah cedera kepala (Alexander PM, 1995). Ada berbagai klasifikasi yang

dipakai dalam penentuan derajat cedera kepala. The Traumatic Coma Data Bank

mendifinisikan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (Glasgow coma scale)

Tabel 1.       Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala    berdasarkan Nilai Skala Koma

Glasgow (SKG)

Penentuan

keparahan

Deskripsi

Minor/ Ringan SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang

dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusia

cerebral, hematoma

Sedang SKG 9 – 12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit

tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Berat SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24

jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma

intrakranial

Page 3: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

1. Membuka Mata

Spontan

Terhadap rangsang suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

4

3

2

1

2. Respon Verbal

Orientasi baik

orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara Tidak jelas

Tidak ada respon

5

4

3

2

1

3. Respon Motorik

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak ada respon

6

5

4

3

2

1

Page 4: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Total 3 – 15

E. Manifestasi Klinik

Berdasarkan anatomis

1. Gegar otak (comutio selebri)

a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran

b. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa

detik/menit

c. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah

d. Kadang amnesia retrogard

2. Edema serebri

a. Pingsan lebih dari 10 menit

b. Tidak ada kerusakan jaringan otak

c. Nyeri kepala, vertigo, muntah

3. Memar otak (kontusio selebri)

a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi

tergantung lokasi dan derajad

b. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan

c. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)

d. Penekanan batang otak

e. Penurunan kesadaran

f. Edema jaringan otak

g. Defisit neurologis

h. Herniasi

4. Laserasi

a. Hematoma Epidural

“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,

merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa

Page 5: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda

hernia):

1) kacau mental → koma

2) gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi

3) pupil isokhor → anisokhor

b. Hematoma subdural

1) Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,

biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.

2) Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan

epidura

3) Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan

berbulan-bulan

4) Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)

5) perluasan massa lesi

6) peningkatan TIK

7) sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang

8) disfasia

c. Perdarahan sub arachnoid

1) Nyeri kepala hebat

2) Kaku kuduk

Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)

1. Cidera kepala Ringan (CKR)

a. GCS 13-15

b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit

c. Tidak ada fraktur tengkorak

d. Tidak ada kontusio celebral, hematoma

2. Cidera Kepala Sedang (CKS)

a. GCS 9-12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24

jam

c. Dapat mengalami fraktur tengkorak

3. Cidera Kepala Berat (CKB)

a. GCS 3-8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam

Page 6: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

c. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

(Hudak dan Gallo, 1996:226)

F. Patofisiologis

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat

ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan

(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,

seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda

tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang

secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini

mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak

langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.

Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang

menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar

pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai

akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral

dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi

(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta

vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya

peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan

“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan

hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi

kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang

disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak

menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam

empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan

otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini

menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera

menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya

Page 7: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

G. Pathway

Page 8: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

H. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis

b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret

c. Mempertahankan sirkulasi stabil

Page 9: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital

e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi

hiperhidrasi

f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus

g. Mengelola pemberian obat sesuai program

2. Penatalaksanaan Medis

a. Oksigenasi dan IVFD

b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema) Dexamethasone

10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:

1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II

2) 5 mg/8 jam untuk hari III

3) 5 mg/12 jam untuk hari IV

4) 5 mg/24 jam untuk hari V

c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam

d. Terapi anti perdarahan bila perlu

e. Terapi antibiotik untuk profilaksis

f. Terapi antipeuretik bila demam

g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang

h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah

i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari

I. Pemeriksaan Diagnostik

1. X Ray tengkorak

2. CT Scan

3. Angiografi

4. Pemeriksaan neurologist

J. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma

intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak

1. Edema serebral dan herniasi

Page 10: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada

pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira

kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak

untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak

diakibatkan trauma.

Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan

pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada

tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi)

melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark,

dan kerusakan otak irreversible, kematian.

2. Defisit neurologik dan psikologik

Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti

anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata,

dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic

atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan psikologis organic (melawan,

emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.

Komplikasi lain secara traumatik:

1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)

2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis,

abses otak)

3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)

Komplikasi lain:

1. Peningkatan TIK

2. Hemorarghi

3. Kegagalan nafas

4. Diseksi ekstrakrania

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Page 11: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,

status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah

kejadian.

2. Pemeriksaan fisik

Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,

biot, hiperventilasi, ataksik)

Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

Sistem saraf :

Kesadaran à GCS.

Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang

otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.

Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,

gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,

riwayat kejang.

Sistem pencernaan

Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,

kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika

pasien sadar à tanyakan pola makan

Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia,

gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia

atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat

pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan Pada Cedera Kepala:

Page 12: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,

hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia,

disritmia jantung)

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi

trakeobronkhial.

3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma

atau defisit neurologis).

4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.

5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan

kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah

baring, imobilisasi.

6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur

invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon

inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup

(kebocoran CSS)

7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat

kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.

Status hipermetabolik.

8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian

tentang hasil/harapan.

9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang

pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan

kognitif.

C. Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD

sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan

fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Page 13: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Intervensi :

Tentukan faktor-faktor yang  menyebabkan koma/penurunan perfusi

jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.

o Rasional : Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan

dalam pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan

perlunya pasien dirawat di perawatan intensif.

Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan

nilai standar GCS.

o Rasional : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial

peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,

perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi

terhadap cahaya.

o Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor

(III) berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.

Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara

persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya

mencerminkan fungsi yang terkombinasi dari saraf kranial

optikus (II) dan okulomotor (III).

Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.

o Rasional : Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh

penurunan TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan

tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan

kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan

kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat mencerminkan

kerusakan pada hipotalamus. Peningkatan kebutuhan

metabolisme dan konsumsi oksigen terjadi (terutama saat

demam dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan

peningkatan TIK.

Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

o Rasional : Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh

yang terintegrasi dengan perfusi jaringan. Iskemia/trauma

Page 14: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

serebral dapat mengakibatkan diabetes insipidus. Gangguan ini

dapat mengarahkan pada masalah hipotermia atau pelebaran

pembuluh darah yang akhirnya akan berpengaruh negatif

terhadap tekanan serebral.

Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti

lingkungan yang tenang.

o Rasional : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk

mempertahankan atau menurunkan TIK.

Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.

o Rasional : Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak

dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat

ditoleransi.

o Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko terjadinya

peningkatan TIK.

Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.

o Rasional : Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan

edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD dan

TIK.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

o Rasional : Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang

meningkatkan TIK.

Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan,

analgetik, sedatif, antipiretik.

o Rasional : Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan

air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,. Steroid

menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema

jaringan. Antikonvulsan untuk mengatasi dan mencegah

terjadinya aktifitas kejang. Analgesik untuk menghilangkan

nyeri . Sedatif digunakan untuk mengendalikan kegelisahan,

Page 15: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

agitasi. Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam

yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme serebral

atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau

kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

Tujuan:

mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi:

Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan

pernapasan.

o Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi

pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.

Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya

ventilasi mekanis.

Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan

pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai

indikasi.

o Rasional : Kemampuan memobilisasi atau membersihkan

sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan

refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan napas

buatan atau intubasi.

Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai

indikasi.

o Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan

menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat

jalan napas.

Page 16: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien

sadar.

o Rasional : Mencegah/menurunkan atelektasis.

Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15

detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.

o Rasional : Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma

atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan

jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trakhea yang lebih

dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal

tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang

menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan

berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.

Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya

suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.

o Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti

atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang

membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau menandakan

terjadinya infeksi paru.

Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri

o Rasional : Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Lakukan ronsen thoraks ulang.

o Rasional : Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-

tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau

bronkopneumoni.

Berikan oksigen.

o Rasional : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan

membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernapasan

tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.

o Rasional : Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini seringkali

berguna pada fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan

Page 17: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

membersihkan jalan napas dan menurunkan resiko

atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur

invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon

inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup

(kebocoran CSS)

Tujuan:

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi :

Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci

tangan yang baik.

o Rasional : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi

nosokomial.

Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang

terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya

inflamasi.

o Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan

untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan

terhadap komplikasi selanjutnya.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil,

diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran).

o Rasional : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang

selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan segera.

Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret

paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum.

o Rasional : Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi

paru untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,

atelektasis.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Page 18: Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala

o Rasional : Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang

mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah dilakukan

pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi

nosokomial.

Daftar Pustaka

Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI –

Traumatologi , Surabaya.

Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC,

Jakarta.

Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta:

EGC; 1999.

Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC;

1996.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing

Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.

Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press