Asuhan Keperawatan Bph
-
Upload
wendy-goxil -
Category
Documents
-
view
29 -
download
4
description
Transcript of Asuhan Keperawatan Bph
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar
periuretra yangmendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah.Prostat
adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior darikandung
kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.Pada bagian anterior
difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragmaurogenitale.
Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan
berakhir padaverumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra
eksternaProses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih jugaterjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli- buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi ataudivertikel. Fase penebalan destrusor ini
disebut fase kompensasi.
Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadiretensio urin yang
selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karenaitu
penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik
dan asuhankeperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
beserta keluarganya.
B. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum :
Dalam penulisan karya tulis ini bermaksud untuk menambah wawasan serta pengalaman nyata
dalam merawat dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatannya.
b. Tujuan Khusus :
1.Mampu mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyakitnya.
2.Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan BPH secara komprehensif
3.Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien BPH . Mampu menganalisa dan
menentukan masalah keperawatan pada klien BPH. Mampu melakukan intervensi dan
implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul padaklien BPH. Mampu
mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien BPH
4.Agar semua mahasiswa, khususnya para pembaca mengetahui bahwa apa sebenarnya yang
dimaksud dengan BPH, apa saja yang menjadi penyebab terjadinya, gejala yang ditimbulkan dan
bagaimana proses perawatan dan pengobatannya.
C. Metode Penulisan
1. Metode Diskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus melalui pendekatan proses
keperawatan dengan langkah pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2. Sumber data :
Studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan seminar/presentasi keperawatan penulis membagi 3 BAB :
1. BAB I: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan serta sistematika penulisan.
2. BAB II: Berisi tinjauan teoritis, pengertian penyakit, etiologi, anatomi fisiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan. Dan
Konsep Asuhan Keperawatan secara nyata dalam proses keperawatan melalui pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3. BAB III: Penutup yang berisi tentang simpulan dan saran
Daftar pustaka
BAB II
KONSEP TEORITIS
1. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
A. Definisi
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar
prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat
Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut
kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma
prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar /
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu
Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua
dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius
( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan
pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika
dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
B. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Urogenital
1. Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi.
Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter
uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli
penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot
polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang
dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan
tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5
cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan
keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria
terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan
uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari
pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum,
sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra
prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra
anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di
uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.
2. Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan
dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa
daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior.
( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai
sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik.
Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan
semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang
terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma
jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna
cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika
sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior
untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini
merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar
prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar
prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an.
Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70
tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan
obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun
yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat
kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan
penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari
kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron
yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunantransforming
growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori sel stem
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
D. Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya
usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi
Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke
dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya
sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329;
Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi
lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan
daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut,
maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi
gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel
prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan inskripsi
pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan
oleh sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut. Estrogen
berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien
dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF
dapat dicetuskan oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan mesenkim sinus
urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat,
resistensi urin pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan
disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala yaitu :
Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan
menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang
membesar.
Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan
waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi
resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak
lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks
berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang
terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin
keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience maksimum,
tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat
yang membesar.
Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik,
sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi
ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada
dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula
menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan
hernia dan hemoroid.
E. Manifestasi Klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri
atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif meliputi:
(frekuensi) yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari
(Nocturia) dan pada siang hari.
(nokturia), terbangun untuk miksi pada malam hari
(urgensi) perasaan ingin miksi yang sangat mendesak dan sulit di tahan
(disuria).nyeri pada saat miksi
Gejala obstruktif meliputi:
rasa tidak lampias sehabis miksi.
(hesitancy), yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang
disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
(straining) harus mengejan
(intermittency) yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya
miksi dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia
karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung
sendiri oleh pasien.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala
obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan
tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer,
2000, hal 330).
4. warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.
Berdasarkan gambaran klinik hipertrofi prostat dapat dikelompokan dalam empat (4) derajat
gradiasi sebagai berikut :
Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urine
I
II
III
IV
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba.
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat mudah
dicapai.
Batas atas prostat tidak dapat diraba
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urine total
Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan
gejala:
1. Hemorogi
a. Hematuri
b. Peningkatan nadi
c. Tekanan darah menurun
d. Gelisah
e. Kulit lembab
f. Temperatur dingin
2. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a. bingung
b. agitasi
c. kulit lembab
d. anoreksia
e. mual
f. muntah
F. Komplikasi
1. Retensi Urine
2. Perdarahan
3. Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi
4. Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
5. Hidroureter
6. Hidronefrosis
7. Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
8. Hipertensi, Uremia
9. Prolaps ani/rectum, hemorroid.
10. Gagal ginjal
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto
polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal
Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula
menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel,
tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro Pubis
4. Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik
dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
5. rostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum
a. Prostatektomy
merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong
uretra, bertujuan untuk memeperbaikialiran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
H. Penatalaksanaan
1. Non Operatif
a. Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b. Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c. Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal
3. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya
pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
4. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
5. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat
I. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Benigna Prostat Hipertropi (BPH)
1) Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut
GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat
hipertrophy.
a. Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana
memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan,
hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang
dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b. Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai
maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi,
suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c. Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1) pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2) penggunaan alat-alat bantu
3) penggunaan obat-obatan.
d. Pola Aktivitas
1) pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2) pembatasan gerak
3) alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e. Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1) Pola tidur dan istirahat
2) Persepsi, kualitas, kuantitas
3) Penggunaan obat-obatan.
f. Pola Kognitif – Perseptual
1) Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2) Kemampuan bahasa
3) Kemampuan membuat keputusan
4) Ingatan
5) Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g. Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1) Body image
2) Identitas diri
3) Harga diri
4) Peran diri
5) Ideal diri.
h. Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1) Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2) Masalah keluarga dan masyarakat
3) Peran tanggung jawab.
i. Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1) Penyebab stress`
2) Kemampuan mengendalikan stress
3) Pengetahuan tentang toleransi stress
4) Tingkat toleransi stress
5) Strategi menghadapi stress.
j. Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1) Masalah seksual
2) Pendidikan seksual.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1) Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2) Realisasi dalam kesehariannya.
Data subyektif :
Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
Data Obyektif :
Terdapat luka insisi
Takikardi
Gelisah
Tekanan darah meningkat
Ekspresi w ajah ketakutan
Terpasang kateter
2) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
b. Perubahan pola eliminasi : retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder
c. Disfungsi seksual berhubungan dengan hilangnya fungsi tubuh
d. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée mikroorganisme melalui
kateterisasi
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit,
perawatannya.
3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat
kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil:
a.Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi:
a.Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
b.Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah
dan denyut nadi.
c.Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d.Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e.Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan aseptik
terapeutikg. Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 5-7 hari pasien tidak mengalami retensi urin
Kriteria :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
Intervensi :
a.Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b.Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c.Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab, takikardi,
dispnea)
d.Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah menggunakan
alat dan observasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e.Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua post
operasi)
f.Ukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika tidak
ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-3 minggu,
anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran ejakulasi, hilangnya
fungsi tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatn selama 1-3 hari pasien mampu mempertahankan fungsi
seksualnya
Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual dan aktivitas secara
optimal.
Intervensi :
a.Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan perubahannya
b.Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c.Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek prostatektomi
dalam fungsi seksual
d.Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e.Beri penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual
selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée ikroorganisme melalui
kateterisasi
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-3 hari pasien terbebas dari infeksi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
c. Luka insisi semakin sembuh dengan baik
Intervensi:
a. Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan, kebocoran)
c. Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit, perawatannya
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 1-2 hari
Kriteria :
Secara verbal pasien mengerti dan mampu mengungkapkan dan mendemonstrasikan
perawatan
Intervensi :
a. Motivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit,
perawat
b. Berikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi
4) Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1
a. Memonitor dan mencatat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
b. Mengobservasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan
tekanan darah dan denyut nadi.
c. Memberi kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah
d. Menganjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
e. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasif. Lakukan perawatan
aseptik terapeutikg. Melaporkan pada dokter jika nyeri meningkat
Diagnosa Keperawatan 2
a. Melakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus dengan teknik steril
b. Mengatur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup
c. Mengobservasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria, dingin, kulit lembab,
takikardi, dispnea)
d. Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan sebelum dan sesudah
menggunakan alat dan mengobservasi aliran urin serta adanya bekuan darah atau jaringan
e. Memonitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari kedua
post operasi)
f. Mengukur intake output cairang. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000
ml/hari, jika tidak ada kontra indikasih. Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam
selama 2-3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Diagnosa Keperawatan 3
a. Memotivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang berhubungan dengan
perubahannya
b. Menjawab setiap pertanyaan pasien dengan tepat
c. Memberi kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya tentang efek
prostatektomi dalam fungsi seksual
d. Melibatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah fungsi seksual
e. Memberi penjelasan penting tentang:
a. Impoten terjadi pada prosedur radikal
b. Adanya kemungkinan fungsi seksual kembali normal
c. Adanya kemunduran ejakulasif. Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual
selama 1 bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Diagnosa Keperawatan 4
a. Melakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
b. Mengobservasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya sumbatan,
kebocoran)
c. Melakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar kateter dan drainage
d. Memonitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal untuk menjamin dressing
e. Memonitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)
Diagnosa Keperawatan 5
a. Memotivasi pasien/ keluarga untuk mengungkapkan pernyataannya tentang penyakit,
perawat
b. Memberikan pendidikan pada pasien/keluarga tentang:
Perawatan luka, pemberian nutrisi, cairan irigasi, kateter
Perawatan di rumahc. Adanya tanda-tanda hemoragi
5) Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan melalui
proses keperawtan pada klien dengan Benigna Prostatic Hypertrophy berdasarkan tujuan
pemulangan adalah :
1. Pola berkemih normal.
2. Nyeri/ ketidaknyamanan hilang.
3. Komplikasi tercegah minimal.
4. Proses penyakit/ prognosis dan program terapi dipahami.
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas
1). Klien
Nama : Tn. Y. W
Umur : 68 Tahun
Tempat/Tanggal lahir : Lemoh, 20 Januari 1940
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Tani
Suku bangsa : Minahasa/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Status perkawinan : Kawin
Tgl M R S : 26 Juni 2008
Tgl Operasi : 30 Juni 2008/ jam 18.00 – 20.00 wita
Tgl Pengkajian : 01 Juli 2008/ jam 10.00 wita
Sumber data : Klien dan istri klien serta dari status klien di ruangan
Diagnosa Medis : Post Op. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
2). Penanggung Jawab
Nama : Ny. A. B
Umur : 42 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Hubungan dengan klien: Istri Klien
B. Riwayat Kesehatan
1). Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit
Nyeri saat BAK san susah BAK, klien masuk rumah sakit untuk operasi BPH.
2). Riwayat kleuhan Utama
Klien mengatakan sudah menderita neri BAK dan susah BAK sejak ± 1 tahun, namun baru diketahui
pada bulan April saat klien memeriksakan diri ke rumah sakit Bethesda. Dokter mendiagnosa klien, BPH
dan harus dioperasi, namun kerena belum memiliki biaya, akhirnya klien belum dioperasi. Selama di
rumah (sejak bulan April samapi bulan juni), klien menggunakan kateter sebagai alat untuk BAK. Klien
mengeluh nyeri saat BAK da sulit BAK. Setelah memiliki biaya yang cukup, klien datang kerumah sakit
untuk dioperasi. Klien masuk ke rumah sakit tanggal 26 juni 2008, dan doter merencanakan untuk
dioperasi pada tanggal 30 juni 2008.
3). Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat pengkajian (tanggal 1 juli 2008), klien sudah dioperasi (tanggal 30 juni 2008, jam 18.00-20.00 wita).
Klien mengatakan nyeri aerah perut bagian bawah/ pada daerah luka operasi prostatektomi. Klien tampak
terbaring diatas temapt tidur, terpasang IVFD NaCl 0, 9 %, 20 tts/ menit, terapsang pada ektremitas
bagian atas kiri, terpasang kateter urine (volume urine 10 jam: 1200 cc), keadaan umum, klien tampak
sakit sedang, kesadaran compos mentis (GCS 15), ada keterbatasan mobilitas karena terpasang
drainase dan kateter. Klien mengatakan tidak ada yang diraskan oleh klien selain nyeri pada luka operasi.
4). Riwayat Operasi (prostatektomi)
Klien dioperasi tanggal 30 juni 2008, dengan tindakan operasi protatektomi, jenis anatesi; regional,
operasi dipimpin oleh Dr. Sumanti, berlangsung selama 2 jam. Pada jam 20.00 wita, selesai operasi, klien
dipindahkan keruangan Lukas untuk pemulihan dan mendapat perawatan lanjutan.
5). Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan, selain penyakit yang saat ini diderita oleh klien, klien tidak menderita penyakit lain.
Klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya karena penyaikit cacing tambang, dan dirawat di RSU
Bethesda Tomohon, namun klien lupa, waktunya, karena menurut klien itu sudah lama terjadinya.
6). Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-saudara klien), tidak ada yang
menderita penyakit yang seperti klien derita saat ini. Klien juga mengatakan diantara keluarga tidak ada
yang menderita penyakit kronis/ menahun seperti penyakit jantung, paru-paru, hipertensi,
atau diabetes mellitus.
C. Riwayat Psiko-Sosial
1). Psikososial
Klien tampak tenang, klien mengatakan tidak takut lagi, karena sudah dioperasi. Klien mengatakan
sebelum operasi, klien meras takut karena baru kali pertama dioperasi, namun setelah operasi, klien
sudah tidak takut lagi, klien sangat kooperatif, menerima perawat dengan baik, dan menjawab
pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2). Sosial
Tampak, klien mempunyai hubungan yang baik dengan istri dan anak-anaknya. Klien mengatakan
selama sakit, istri klien selalu menemani dan ank-anaknya juga selalu mengunjungi dan menjaga klien.
Hubungan dengan orang disekitar tempat tinggal klien, baik. Klien mengatakn saat dirumah sakit,
tetangga dan kerabatnya sering datang mengunjungi klien.
D. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Kristen protestan. Klien yakin dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Klien mengatakan rajin ke ibadah, baik hari minggu atau ibadah-ibadah kolom di jemaat. Klien juga
percaya akan kesembuhan penyakitnya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Klien terbaring diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis menahan sakit.
Kesadaran compos mentis (GCS 15), penampilan klien sesuai usia klien (68 tahun), wajah sedikit keriput,
kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine,
terpasang drainase pada luka operasi, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap kooperatif,
menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2. Tanda-tanda Vital
Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit
Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
3. Sistem Pernapasan
a. Hidung : Lubang hidung ada, pernapasan baik (20 x/ menit), tampak ada sekret, tidak ada nyeri tekan daerah sinus.
b. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, teraba tekanan vena jugularis
c. Dada : Bentuk dada normal, pergerakan dada, simetris kiri dan kanan. Auskultasi bunyi nafas: tidak ada ronkhi/
whezzing, auskultasi jantung S1-S2; Lub-Dub, irama; regular, Hearth Rate; 70-an.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Pola Irama Jantung
- Irama : regular
- HR : 70 – 90
- tidak ada palpitasi, auskultasi: tidak ada murmur.
- Pemeriksaan EKG tgl 26/ 6 – 2008
- Irama : Reguler
- HR : 60 – 80 (sinus ritme)
- PR Interval : 0, 10
- QRS Compleks : 0, 06
- ST segmen : ST Elevasi II, III, AVF (Inferior)
- AXIS : 55 – 60 º
b. Pembuluh Darah
- Vena jugularis : teraba
- Nadi (frekwensi) : 84 x/ menit (nadi radialis)
- Kekuatan nadi : Kuat
c. warna bibir dan konjungtiva : pucat, tidak ada sianosis perifer atau central.
5. Sistem Pencernaan
a. Sclera : tidak ikterus
b. Bibir : pucat
c. Mulut : mukosa mulut lembab, jumlah gigi masih lengkap
d. Abdomen : tampak lemas, ada luka operasi, melintang di perut bagian bawah diatas simpisis, panjang luka ± 16 cm,
terbungkus perban, perban tampak basah. Nyeri tekan dan nyeri lepas pada daerah luka operasi.
e. Anus : tampa lubang anus, kebersihan cukup, klien mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu.
6. Sistem Indera
a. Mata : tidak ada odema, klien mengatakan mata sebelah kanan pernah dioperasi karena katarak. Klien
mengatakan, jika mata kiri digunakan untuk melihat, klien dapat melihat dengan jarak ± 500 m, namun
penglihatan kabur.
b. Hidung : penciuman baik, tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus, tampak ada sekret.
c. Telinga : daun telinga tampak bersih, tidak ada sekret, pendengaran baik (saat berkomunikasi, walau dengan
menggunakan suara yang kecil/tidak terlalu keras, klien tetap dapat mendengar dan menjawab sesuai
dengan apa yang ditanyakan).
7. Sistem Saraf
Status mental : orienatsi tempat, orang dan waktu; baik, klien masih mampu mengingat kejadian beberapa waktu yang lalu.
Klien mampu berkonsentrasi/perhatian pada pembicaraan. Klien menggunakan bahasa Indonesia
dengan dialeg minahasa.
b. Kesadaran : Compos mentis. GCS; Respon mata; 4, respon suara; 5, respon motorik; 6.
c. Bicara : Klien berbicara dengan jelas, menjawab sesuai dengan yang ditanyakan.
d. Pergerakan : pergearakan terbatas pada etremitas yang terpasang IVFD dan ekstremitas bawah, karena nyeri.
8. Sistem Integumen
a. Rambut : Distribusi rambut merata, warna hitam beruban, kebersihan cukup.
b. Kulit : teraba hangat, warna sawo matang, tampak kerusakan kontinuitas kulit akibat luka operasi didaerah
abdomen.
c. Kuku : warna putih, kebersihan cukup.
9. Sistem Endokrin
a. Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
b. Riwayat penyakit DM: klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit DM.
c. Suhu tubuh : stabil/normal (37, 2 ºC)
10. Sistem Perkemihan
a. Tidak ada odema palpebra
b. Tidak ada moon face
c. Tidak ada odema anasarka
d. Klien menggunakan kateter urine (volume urine 10 jam; 1200 cc)
11. Sistem Reproduksi
a. Jenis kelamin: laki-laki
- Terpasang kateter urine, saat dikaji, klien merupakan pasien post-op (Prostatektomi) karena menderita
BPH.
12. Sistem Immun
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi (makanan, obat, asap/debu, cuaca, bulu binatang, atau zat
kimia).
F. Pola kebiasaan sehari-hari.
1). Nutrisi/ cairan
a. sebelum sakit : Makan 3x/ hari, jenis; nasi, ikan, sayur, klien tidak terlalu suka makan buah.
Minum 7-8 gelas/ hari. Jenis; air putih, teh, kopi.
b. saat pengkajian : Nafsu makan baik, klien makan bubur, sayur, dan ikan. Saat dikaji, pada jam 08.00, klien makan bubur ±
100 cc dan air minum ± 200 cc. pada jam 12.00 klien makan bubur, ikan, sayur. Porsi makan tidak
dihabiskan. Makan dibantu oleh keluarga/ istri dan perawat.
Minum: sejak pagi jam 06.00, klien minum ± 800 cc
2). Istirahat dan Tidur
a. sebelum sakit : Malam 7-8 jam/ hari.
Siang, ± 1 jam (tidak setiap hari)
b. saat pengakjian : Malam ± 7-8/ hari
Siang ± 2-3 jam/ hari
3). Eliminasi
a. sebelum sakit : BAB; klien biasa BAB ± 2 hari sekali, konsistensi padat, warna kuning.
BAK; klien mengatakan sulit BAK, dan jika BAK, hanya sedikit-sedikit. Saat memeriksakan diri pada bulan
April, klien didiagnosa oleh dokter, menderita BPH.
b. saat pengakjian : BAB; sudah 2 hari belum BAB
BAK; menggunakan kateter urine, (volume urine 10 jam: 1200 cc).
4). Personal Hygiene
a. sebelum sakit : Mandi 1-2 x/ hari, cuci rambut, sikat gigi, ganti baju sesuai kebutuhan.
b. saat pengkajian : Klien dibersihkan tubuhnya setiap hari 2 x (pagi dan sore). Tubuh dibersihkan menggunakan kain basah.
5). Aktifitas dan Olahraga
a. sebelum sakit : Klien melakukan pekerjaannya sebagai petani. Olahraga kadang-kadang.
b. saat pengkajian : Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, aktifitas terbatas arena nyeri dan terpasangnya alat-alat invasif,
aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat
6). Ketergantungan
a. rokok : klien mengatakan sudah ± 2 tahun berhenti merokok
b. alkohol : klien mengatakan sudah ± 2 tahun, berhenti minum alcohol.
c. obat : tidak ada.
G. Pemeriksaan Penunjang.
1. Tanda Vital
Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit
Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah : 120/80 mmHg
2. Pemerikasaan Penunjang
a. Laboratorium tanggal 26/ 6 – 2008
- ureum : 18, 9 mg/dl (normal: 10 0 50 mg/ dl)
- Creatinin : 1,3 mg/ dl (normal: 0,5 – 1,1 mg/dl)
- HGB : 12, 7 g/dl (normal: 14 – 18 g/100 ml)
- HCT : 34,4 L % (normal: 42 % - 51%)
- MCV : 79, 1 L fl (normal: 80 – 95 fl)
- MCH : 29, 2 Pg (normal: 27 – 31 Pg)
- McHc : 36, 9 H g/dl (normal: 32 % - 36 % atau g/100ml)
- Hematologi Lengkap;
> LED : 50
> Hb : 12, 7
> HT : 34, 4
> Leuko : 11.000
> Hitung jenis leuko : - N. segmen : 66
- Limfosit : 31
- monosit : 3
b. Pemeriksaan EKG, tanggal 26/ 6 – 2008
- irama : regular
- HR : 60 – 80 (sinus ritme)
- PR Interval : 0, 10
- QRS Compleks : 0, 06
- ST segmen : ST elevasi II, III, AVF (inferior)
- AXIS : 55 – 60 º
c. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27/ 6 – 2008
- GOT-AST : 13, 3 u/l
- GPT : 9 u/l
H. Terapi Medis.
- tradyl/ Rolac : drips/ 8 jam (13.30 - 21.30 – 05.30)
- Actacef : 2 x 1 gr / IV (10.30 – 22.30)
- Kalnex : 3 x 1 am/ IV (13.30 – 21.30 – 05.30)
I. Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
- klien mengatakan nyeri daerah luka operasi
- klien mengatakan nyeri pada skala sedang (skala 1 – 5)
- klien mengatakan takut menggerakan badan karena nyeri
- klien mengatakan tidak dapat makan tanpa dibantu keluarga atau perawat
- klien mengatakan membersihkan badan dibantu oleh perawat
2. Data Objektif
- klien tampak sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi
- skala nyeri 3 (nyeri sedang)
- tampak luka operasi terbungkus perban, panjang luka kira-kira 16 cm
- perban pembungus luka, tampak basah
- terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri
- klien tampak terbaring di atas tempat tidur
- aktifitas sehari-hari dibantu oleh perawat dan keluarga
- pergerakan terbatas
- Tanda-tanda vital, TD; 120/80 mmHg, N; 74 x/m, R; 20 x/m, SB; 37, 2 ºC
Analis Data Askep BPH:
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan luka operasi prostatektomi, ditandai dengan:
DS:
- klien mengatakan nyeri daerah luka operasi
- klien mengatakan nyeri pada skala sedang (skala 1 – 5)
- klien mengatakan takut menggerakan badan karena nyeri
DO:
- klien tampak sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi
- skala nyeri 3 (nyeri sedang)
- tampak luka operasi terbungkus perban, panjang luka kira-kira 16 cm
- perban pembungus luka, tampak basah
2. Kerusakan Mobilitas Fisik, berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat invasive, ditandai
dengan:
DS:
- klien mengatakan takut menggerakan badan karena nyeri
- klien mengatakan tidak dapat makan tanpa dibantu keluarga atau perawat
- klien mengatakan membersihkan badan dibantu oleh perawat
DO:
- klien tampak sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi
- terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri
- klien tampak terbaring di atas tempat tidur
- aktifitas sehari-hari dibantu oleh perawat dan keluarga
- pergerakan terbatas.
3. Resiko Tinggi Infeksi, berhubungan dengan adanya luka operasi prostatektomi dan terpasngnya alat-alat
invasive, ditandai dengan:
DS:
-
DO:
- tampak luka operasi terbungkus perban, panjang luka kira-kira 16 cm
- perban pembungus luka, tampak basah
- terpasang kateter urine 9vol; 10 jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri
- Tanda-tanda vital, TD; 120/80 mmHg, N; 74 x/m, R; 20 x/m, SB; 37, 2 ºC
III. PERENCANAAN KEPERAWATAN (TUJUAN, INTERVENSI, RASIONAL)
Ruangan: Lukas (ICU) Nama pasien : Tn. Y. W
RSU Bethesda Tomohon Umur : 68 tahun
No Tanggal Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1 01/07/08 Nyeri (akut) berhubungan dengan
luka operasi prostatektomi,
ditandai dengan:
DS:
- klien mengatakan nyeri daerah
luka operasi
- klien mengatakan nyeri pada
skala sedang (skala 1 – 5)
- klien mengatakan takut
menggerakan badan karena nyeri
- klien tampak sedikit meringis
karena nyeri pada luka operasi
- skala nyeri 3 (nyeri sedang)
- tampak luka operasi terbungkus
perban, panjang luka kira-kira 16
cm
- perban pembungus luka, tampak
basah
Nyeri berkurang sampai
hilang atau dapat
dikontrol, dengan
kriteria hasil:
- klien dapat melaporkan
nyeri berkurang atau
terkontrol
- klien dapat menunjukan
penggunaan
ketrampilan relaksasi
dan aktifitas terapeutik
sesuai indikasi untuk
situasi individu
- klien dapat riles, istirahat
dengan tepat
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas nyeri (skala 1 – 5)
2. Pertahankan patensi kateter dan
sistem drainase. Prtahankan
selang bebas dari lekukan dan
bekuan.
3. Berikan pasien informasi akurat
tentang kateter, drainase serta
keadaan luka operasi.
4. Berikan tindakan kenyamanan
(beri posisi yang nyaman, ajarkan
teknik relaksasi).
5. Koaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
1. Nyeri tajam, intermiten dengan
dorongan berkemih/ passase urine
sekitar kateter menunjukan spasme
kandung kemih. Nyeri pada luka
operasi yang tak kunjung hilang, dapat
merupakan tanda adanya inflamasi.
2. Mempertahankan fungsi kateter dan
drainase sistem, menurunkan
resikoditensi/ spasme andung kemih.
3. Infomasi yang akurat dapat mencegah
ansietas yang dapat memperberat nyeri
dan meningkatan kerjasama klien.
4. Menurunan tegangan otot,
memfokuskan perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
5. Analgetik dapat membantu mengurangi
nyeri.
2 01/07/08 Kerusakan Mobilitas Fisik,
berhubungan dengan nyeri dan
terpasangnya alat-alat invasive,
ditandai dengan:
Mobilitas fisik kembali
normal, dengan kriteria
hasil:
- klien dapat berespon
1. Ubah/ atur posisi dengan sering
(miring kiri, miring kanan,
menaikan kepala tempat tidur
atau tidur terlentang)
1. Meningkatkan supali oksigen dan
meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk mencegah terjadinya
kerusakan jaringan.
- klien mengatakan takut
menggerakan badan karena nyeri
- klien mengatakan tidak dapat
makan tanpa dibantu keluarga
atau perawat
- klien mengatakan membersihkan
badan dibantu oleh perawat
DO:
- klien tampak sedikit meringis
karena nyeri pada luka
operasi
- terpasang kateter urine 9vol; 10
jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka
operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20
tts/ menit, di tangan kiri
- klien tampak terbaring di atas
tempat tidur
- aktifitas sehari-hari dibantu oleh
perawat dan keluarga
- pergerakan terbatas.
secara positif terhadap
tindakan perawtan diri
- klien dapat
meningkatkan aktifitas
dan ambulasi sehari-
hari
- klien dapat menunjukan
tanda-tanda nyeri
bekurang, yang dapat
membantu klien dalam
beraktifitas dan
mobilisasi.
2. Bantu dalam ambulasi, bila
dibutuhkan
3. Bantu klien dalam pemenuhan
kebuthan klien (personal hygiene,
nutrisi dan cairan, istirahat dan
tidur, kebutuhan perawatan)
4. Anjurkan klien untuk istirahat
setelah melakukan aktifitas.
5. Anjurkan keluarga untuk
membantu/ menemani klien saat
klien melakukan aktifitas.
2. Mencegah terjadinya cedera.
3. Membantu memenuhi kebutuhan klien
4. Meningkatkan istirahat, untuk
menyediakan energi yang digunakan
untuk penyembuhan dan aktifitas
selanjutnya.
5. Melibatkan keluarga untuk perawatan,
membantu meningkatkan kepercayaan
diri klien yang dapat membantu untuk
proses pemulihan.
3 01/07/08 Resiko Tinggi Infeksi,
berhubungan dengan adanya luka
operasi prostatektomi dan
terpasngnya alat-alat invasive,
ditandai dengan:
DS:
-
DO:
- tampak luka operasi terbungkus
tidak terjadi infeksi,
dengan kriteria hasil:
- klien dapat menunjukan
pencapaian pemulihan
luka tepat waktu/
secara optimal
- klien dapat menunjukan
tanda-tanda luka kering
- luka bebas dari drainase
1. Pantau kadaan umum klien,
observasi tanda-tanda vital,
perhatikan peningkatan suhu
tubuh.
perban, panjang luka kira-kira 16
cm
- perban pembungus luka, tampak
basah
- terpasang kateter urine 9vol; 10
jam adlah 1200 cc)
- terpasang drainase pada luka
operasi
- terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20
tts/ menit, di tangan kiri
- Tanda-tanda vital, TD; 120/80
mmHg, N; 74 x/m, R; 20 x/m, SB;
37, 2 ºC
purulen/ eritema atau
hemoragi
- bebas dari tanda-tanda
infeksi (panas,
bengkak, merah, nyeri,
kehilangan fungsi)
2. Kaji luka terhadap tanda-tanda
infeksi (panas, bengkak, merah,
nyeri, kehilangan fungsi)
3. Observasi penyatuan luka,
karakter drainase, adanya
inflamasi.
4. Pertahankan perawatan luka
septic, pertahankan balutan
kering.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Ruangan: Lukas (ICU) Nama: Tn. Y. W
RSU GMIM Bethesda Tomohon Umur: 68 tahun
NoDX
Tanggal/Waktu
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1 01/07/08
10.00
10.15
10.30
1. Mengobservasi nyeri, memantau keadaan umum klien, mengobservasi lokasi dan intensitas nyeri.
- nyeri daerah luka operasi, skala nyeri 3 (skala 1 – 5), nyeri sedang.
- KU; tampak sakit sedang2. Mempertahankan patensi kateter dan
sistem drainase. Kateter difiksasi dengan baik, begitu juga dengan selang drainase.
3. Memberikan informasi pada klien- mengatakan bahwa klien terpasang
kateter untuk membantu pengeluaran urine, juga ada drainase pada luka operasi, perban luka operasi tampak basah, untuk itu akan diganti dengan perban/ balutan kering.
4. Memberikan tindakan kenyamanan- mengatur posisi; menaikan kepala
tempat tidur- mengajarkan teknik relasasi yaitu
menarik nafas dalam, jika datang nyeri.
tgl; 01/07/08, jam; 13.45
S: Klien mengatakan dapat mengontrol nyeri, saat nyeri datang.
O: - Ekspresi wajah tenang - Klien mendemonstrasikan cara
penggunaan teknik relaksasi (nafas dalam)
- Tidak tampak kecemasan pada klien
- Klien tampak terbaring di atas tempat tidur.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan tindakan perawatan no 5
- layani terapi analgetik hasil kolaborasi dengan dokter.
2 01/07/08
10.15
10.35
12.00
12.2513.30
1. Mengatur posisi klien- menaikan kepala temapt tidur2. Membantu klien saat klien
melakukan pergerakan3. Membantu memnuhi kebutuhan
klien- memberi minum pada klien (± 100
cc)- meminta keluarga untuk membantu
klien makan.- menggunting kuku klien4. Menganjurkan klien untuk
beristirahat
tgl: 01/07/08, jam: 13.45
S: Klien mengatakan sudahy dapat menggerakan kaki
O: - Klien terbaring di tempat tidur- Klien dapat menggerakan kaki- Kuku klien sudah digunting- Klien sudah makan bubur, ikan
dan sayur, porsi makan tidak dihabiskanA: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan perawatan
5. Meminta keluarga untuk membantu menemani klien saat klien melakukan aktifitas.
3 01/07/08
10.00
12.00
12.15
10.30
1. Memantau keadaan umu klien, mengobservasi tanda-tanda vital klien
- TD; 120/80 mmHg, N; 74 x/m, R; 20 x/m, SB; 37, 2 ºC
- Mengobservasi tanda-tanda vital: TD; 140/80 mmHg, N; 84 x/m, R; 20 x/m, SB; 37, 4 ºC
2. Memantau/ mengobservasi keadaan luka
- klien mengatakan nyeri pada daerah luka operasi
- balutan tampak kering- luka tidak merah, bengkak, atau
terjadi perdarahan3. Mengobservasi penyatuan luka- penyatuan luka baik- luka tampak kering- klien mengatakan nyeri pada daerah
luka operasi- tidak ada drainase purulen, eritema,
atau perdarahan4. Merawat luka dengan teknik aseptic- luka dirawat menggunakan set/
instrument rawat luka steril- luka dirawat menggunakan alcohol
dan betadine- perawat menggunakan handscoen
steril saat merawat luka- membalut luka dengan balutan
kering5. Memberi obat/ terapi hasil
kolaborasi dengan dokter. Actacef 2 x 1 gr / iv
tgl: 01/07/08, jam: 13.45
S: klien mengatakan nyeri pada daerah luka operasi dapat dikontrol dan sudah berkurang
O: - klien tampak tenang- klien terbaring diatas tempat
tidur- luka telah dirawat
menggunakan teknik aseptic- luka dibalut dengan balutan
kering- bebas dari drainase purulen,
eritema, dan perdarahan- tanda-tanda vital dalam batas
normal
A: Masalah tidak terjadi
P: Lanjutkan perawatan- rencanakan untuk intervensi no
4- lanjutkan intervensi no 5.
V. CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
HARI II POST-OP (02/07/2008)
Ruangan: Markus (bedah pria) Nama: Tn. Y. W
RSU Bethesda Tomohon Umur: 68 Tahun
NoDX
Tanggal/ waktu
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1 02/07/08
10.00
10.15
1. Memantau keadaan umum klien- KU; tampak sakit sedang- kesadaran compos mentis (GCS 15)- klien mengatakan nyeri berkurang
4. Mengatur posisi klien- posisi: miring kanan5. Melayani terapi Rolac/ tradyl (drips)
tgl; 02/07/08, jam; 11.00
S: -
O: - klien tampak tidur di atas tempat tidur
- posisi; miring kanan- terapi rolac/ tradyl sudah
dilayani- keadaan luka bebas dari
tanda-tanda infeksi (panas, merah, bengkak, nyeri, kehilangan fungsi)
- tidak ada drainase purulen/ eritema, dan perdarahan
A: Masalah teratasi sebagian untuk diagnosa 1 dan 2, dan untuk diagnosa 3, masalah tidak terjadi.
P: lanjutkan tindakan perawatan
2 02/07/08
10.00
10.30
1. Mengatur posisi klien- posisi: miring kanan
3. Membantu/ memberi minum klien (± 200 cc, air putih)
4. Menganjurkan klien untuk beristirahat, jika tidak melakukan aktifitas
3 02/07/08
10.00
10.10
10.30
1.Mengobservasi tanda-tanda vital- tanda vital: TD; 120/80 mmHg,
N; 80 x/m, R; 18 x/m, SB; SB; 36, 8 ºC2.Memantau keadaan luka- klien mengatakan nyeri pada daerah
luka sudah berkurang.- balutan luka tampak kering- tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,
bengkak, panas, nyeri, kehilangan fungsi dan juga perdarahan)
- tidak ada drainase purulen/ eritema dan perdarahan
5. Memberi terapi hasil kolaborasi: actacef 2 x 1 gr / iv
VI. CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN
HARI III POST-OP (03/07/2008)
Ruangan: Markus (bedah pria) Nama: Tn. Y. W
RSU Bethesda Tomohon Umur: 68 Tahun
NoDX
Tanggal/ waktu
Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
1 03/07/0810.00 1. Memantau keadaan umum klien
- KU; tampak sakit sedang- kesadaran compos mentis (GCS 15)- klien mengatakan nyeri berkurang
4. Mengatur posisi klien- posisi: tidur terlentang
tgl; 03/07/08, jam; 11.00
S: - klien mengatakan nyeri pada luka operasi berkurang
- klien mengatakan sudah mampu melakukan aktifitas seperti makan dan minum
O: - klien tampak tenang- posisi: tidur terlentang- terapi actacef sudah dilayani- drainase telah dicabut- tidak ada drainase purulen/
eritema, dan perdarahan- penyatuan luka baik.- keadaan luka bebas dari
tanda-tanda infeksi (panas, merah, bengkak, nyeri, kehilangan fungsi)
- luka telah dibalut dengan balutan kering.
- tanda vital: TD; 110/80 mmHg, N; 84 x/m, R; 18 x/m, SB; SB; 36, 6 ºC
A: Masalah teratasi sebagian untuk diagnosa 1 dan 2, dan untuk diagnosa 3, masalah tidak terjadi.
P: lanjutkan tindakan perawatan, dorong klien untuk dapat melaksanakan aktifitas secara mandiri
2 03/07/0810.00 2. Mengatur posisi klien
- posisi: tidur terlentang3. Membantu/ memberi minum klien (± 100 cc, air
putih)
3 03/07/0810.00
10.10
10.30
1. Mengobservasi tanda-tanda vital- tanda vital: TD; 110/80 mmHg,N; 84 x/m, R; 18 x/m, SB; SB; 36, 6 ºC
2. Memantau keadaan luka- klien mengatakan nyeri pada daerah luka sudah
berkurang.- balutan luka tampak kering- tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak,
panas, nyeri, kehilangan fungsi dan juga perdarahan)
- tidak ada drainase purulen/ eritema dan perdarahan3. Mengobservasi penyatuan luka.
- penyatuan luka baik- luka tampak kering
4. Merawat luka/ mengganti balutan/ melepaskan drainase
- lua dirawat dengan teknik aseptic- drainase telah dicabut, bebas dari drainase
purulen, eritema, atau perdarahan.
- membalut luka dengan balutan kering.5. Memberi terapi hasil kolaborasi: actacef 2 x 1
gr / iv
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung
kemih dan cystitis.
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:a.
Retensi urinb. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing. Miksi yang tidak puas. Frekuensi
kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)e. Pada malam hari miksi harus mengejanf.
Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria). Massa pada abdomen bagian bawah.
Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik renall. Berat badan turun.
Anemia Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam kandung
kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak ginjal.
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
Mengingat dalam setiaap permasalahan kesehatan yang menyangkut saluran
kemih,pastinya melibatkan ginjal oleh karenanya hal-hal yang dapat kita lakukan sebagai wujud
pencegahan atau menjaga kesehatan diantaranya perbanyaklah mengkonsumsi air
mineral,minimal 8 gelas perhari atau setara dengan 2 liter air untuk melancarkan pencernaan dan
kinerja fungsi ginjal.