asuhan keperawatan apendisitis

33
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Insiden apendisitis lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria. 1

Transcript of asuhan keperawatan apendisitis

Page 1: asuhan keperawatan apendisitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan

merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks

disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus

buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis merupakan radang

bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe,

fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Insiden apendisitis lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang,

namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu

100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini

mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah

menjadi makanan kurang serat.

Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada

pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan

angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya

antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan

dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada

pria.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang

dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman yang

merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz

kuman terbanyak penyebab apendisitis adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.

Di dalam makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Apendisitis”

akan membahas seputar gangguan pencernaan pada apendiks atau biasa dikenal

dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi serta asuhan keperawatannya.

1

Page 2: asuhan keperawatan apendisitis

B. TUJUAN UMUM

Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien

apendisitis dengan menggunakan metode proses keperawatan.

C. TUJUAN KHUSUS

1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit apendisitis

2. Mampu membuat pengkajian keperawatan pada klien dengan apendisitis

3. Mampu membuat diagnosa keperawatan berdasarkan anamnesa

4. Mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan

2

Page 3: asuhan keperawatan apendisitis

BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFENISI

Appendisitis adalah suatu inflamasi akut pada appendisits verniformis dan

merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner &

Suddart, 1997).

Apendiksitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak

berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum

dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai

aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman,

1989).

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis1, dan merupakan

penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua

umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki

berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).

Adalah inflamasi akut yang terletak pada kuadran kanan bawah rongga abdomen

dan merupakan penyebab yang paling umum untuk bedah abdomen darurat

(Oswari, 2000)

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus

ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan

laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,

angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis2 dan shock ketika

umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

1. Umbai cacing2. Peritoneum = selaput perut. Peritonitis = radang selaput perut

3

Page 4: asuhan keperawatan apendisitis

Inflamasi Apendik

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

a. Anatomi

Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira

10 cm dan berpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus

ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki lumen sempit dibagian

proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan

melebar dipersambungan dengan sekum.

Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam retrocaecal

tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang

menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat

untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal

(74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal (5%), Paracaecal (2%), subcaecal

(1,5%) dan preleal (1%).

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari

bagian bawa arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks

memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks menuju ke nodus

limfe ileocaecal.

4

Page 5: asuhan keperawatan apendisitis

Anatomi Lokasi Apendik

b. Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum.

Jika terjadi hambatan maka akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT

(Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada apendiks menghasilkan

Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang

terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada

saluran cerna lain.

3. ETIOLOGI

Apendisitis dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia3

jaringan limfe, fekalith4, tumor apendiks, dan cacing askaris5 yang menyumbat.

Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 

a. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%)

yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia

jaringan lymphoid sub-mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda

3. Pembentukan jaringan secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel4. Batu tinja, pengerasan isi usus sekitar inti tinja yang keras5. Cacing gelang penyebab penyakit askariasis

5

Page 6: asuhan keperawatan apendisitis

asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.

Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam

apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis

kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur6

dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis.

Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk

dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi7 feses dalam

lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah

kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus,

lactobacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang

menyebabkan perforasi8 adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang

mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat

memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

d. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko

lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat

sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan

mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang yang dulunya

memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko

apendisitis yang lebih tinggi.

6. Robek atau koyak7. Terhenti atau tertahannya feses8. Terjadinya lubang di lumen apendik

6

Page 7: asuhan keperawatan apendisitis

4. PATOFISIOLOGI

Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat tersumbat,

kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor atau benda asing. Proses

inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal yang akan menghambat aliran limfe

yang mengakibatkan edema, diapedesis9 bakteri dan ulserasi mukosa

menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam

beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya

appendiks yang terinflamasi berisi pus (Smeltzer, Suzanne, C. 2001).

Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat menyebabkan

peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga

menimbulkan nyeri kanan bawah disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan

gangren yang disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah

akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat,

omentum10 dan usus berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul

suatu massa lokal yang dsebut infiltrat apendikularis. Peradangan appendiks dapat

menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding

apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang

menjadi kurang memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi

mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

9. Pembesaran sel-sel darah melalui dinding pembluh darah yang utuh10. Lipatan ganda selaput perut dari lambung ke alat-alat dalam perut lain

7

Page 8: asuhan keperawatan apendisitis

8

Page 9: asuhan keperawatan apendisitis

5. MANIFESTASI KLINIS

a. Nyeri kuadran bawah

b. Demam ringan

c. Mual-muntah

d. Hilangnya nafsu makan

e. Nyeri tekan lokal pada titik mc Burney

f. Nyeri tekan lepas (hasil atau intesifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)

g. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri

yang secara paradoksimal menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan

bawah

h. Distensi abdomen akibat ileus paralitik

i. Kondisi pasien memburuk (Smeltzer, Suzanne, C, 2001)

6. KOMPLIKASI

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses apabila apendiks yang membengkak tersebut

pecah. Insiden perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak

kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awetan nyeri.

Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan

toksik, dan nyeri atau nyeri abdomen secara kontiniu (Mansjoer, 2000).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Sel darah putih

Lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%

b. Urinalisis

Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada

c. Foto abdomen

Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir

d. Tanda rovsing (+)

Dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial

menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah (Doenges, 1993;

Brunner & Suddart, 1997)

9

Page 10: asuhan keperawatan apendisitis

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis meliputi terapi medis dan terapi bedah.

Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke

pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah

penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam

beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu

terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai resiko operasi

yang tinggi.

Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi

awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical

Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum

pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam

untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah

pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis

dengan perforasi.

a. Cairan intravena

Cairan yang secara massive11 ke rongga peritonium harus di ganti segera

dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua

atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central.

Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat (RL) harus

di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan

tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan

bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

b. Antibiotik

Pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,

antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin–

sulbaktam, dan lain-lain dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman

anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kultur dan

sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan

normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik

serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai

terapi definitif dari apendisitis perforasi.

11. Padat

10

Page 11: asuhan keperawatan apendisitis

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian

rongga peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi

dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat,

penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna

bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau

provine iodine), anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai

rongga peritonium dalam kadar bakterisid.

Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1

mg dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual,

pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme.

Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak

ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine

tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh

cairan harus diaspirasi.

c. Pembedahan

Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. (Smeltzer Suzanne, C.,

2001).

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi.

Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks.

Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan

diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk

membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke

peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan

dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan,

beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum

dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

11

Page 12: asuhan keperawatan apendisitis

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks

kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag.

Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas

operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah.

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga

mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik

apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya yang

lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama

pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman.

Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan

perlengketan intra-abdomen yang signifikan.

Pembedahan Apendik

12

Page 13: asuhan keperawatan apendisitis

Apendik setelah pembedahan

B. PROSES KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Data demografi.

Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut

kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa

jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam

beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang

menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien merasa nyeri disekitar perut kanan bawah, nyeri ini dirasakan terus

menerus dan terkadang merasa mual dan muntah, peningkatan suhu tubuh,

peningkatan leukosit

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama atau

penyakit organ pencernaan lainnya.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami yang sama

atau penyakit organ pencernaan lainnya.

13

Page 14: asuhan keperawatan apendisitis

5) Riwayat Psikososial

Mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi masalah dan

bagaimana besarnya motivasi kesembuhan dan cara klien menerima

keadaannya.

c. Pola Fungsi Kesehatan

1) Aktivitas/ istirahat: Malaise

2) Sirkulasi : Tachikardi

3) Eliminasi

a) Konstipasi pada awitan awal

b) Diare (kadang-kadang)

c) Distensi abdomen

d) Nyeri tekan/lepas abdomen

e) Penurunan bising usus

4) Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah

5) Kenyamanan

Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat

dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin,

batuk, atau nafas dalam

6) Keamanan : demam

7) Pernapasan

a) Tachipne

b) Pernapasan dangkal (Marilynn E. Doengoes, 2000)

d. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, 

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

2) Palpasi

Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila

tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah

merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg Sign).

14

Page 15: asuhan keperawatan apendisitis

3) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator

Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang

meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,

kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel

di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.

Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi

sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak

dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka

tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada

apendisitis pelvika.

4) Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak

apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan

ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak

didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada

apendisitis pelvika.

e. Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).

Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-

20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP

ditemukan jumlah serum yang meningkat.

2) Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada  pemeriksaan

ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang  terjadi

inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan

bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks

yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

15

Page 16: asuhan keperawatan apendisitis

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

utama, perforasi, peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi

b. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan inflamasi

peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi

c. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi

bedah

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi

16

Page 17: asuhan keperawatan apendisitis

17

Page 18: asuhan keperawatan apendisitis

18

Page 19: asuhan keperawatan apendisitis

19

Page 20: asuhan keperawatan apendisitis

20

Page 21: asuhan keperawatan apendisitis

21

Page 22: asuhan keperawatan apendisitis

4. IMPLEMENTASI

Komponen implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan

ketrampilan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Ketrempilan dan

pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada :

a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.

b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau

memantau status masalah yang telah ada 

c. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan

pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.

d. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri

e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk

mendapatkan pengarahan yang tepat.

f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau

menyelesaikan masalah kesehatan.

g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri 

h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan

yang tersedia (Carpenito, 2009, hal 57)

5. EVALUASI

a. Melaporkan berkurangnya nyeri

1) Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

2) Klien tampak rileks, mampu tidur/istirahat

b. Cairan tubuh seimbang

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,

HT normal.

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

3) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa

lembab

4) Tidak ada rasa haus yang berlebihan

c. Menunjukan tidak ada tanda infeksi

1) Luka sembuh tanpa tanda infeksi

2) Cairan yang keluar dari luka tidak purulen

d. Menyatakan pemahaman tentang penyakit dan prosedur tindakan yang akan

dilakukan

22

Page 23: asuhan keperawatan apendisitis

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ sistem

pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi

sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan

oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun

ulserasi mukosa , disebabkan oleh obstruksi lumen apendiks, invasi bakteri dan pola

diet yang tidak baik, seperti makan makanan dengan konsistensi tinggi.

Gejala yang sering muncul adalah nyeri hebat pada bagian kiri bawah perut, mual

muntah, anoreksia, dan distensi abdomen. Jika apendisitis berlanjut, maka dapat

mengakibatkan peritonitis karena perforasi apendiks. Penatalaksanaan pada apendiks

adalah dengan pemberian cairan intravena, pemberian antibiotika dan pembedahan

apendiks itu sendiri.

Prioritas keperawatan pada klien apendisitis adalah meningkatkan kenyamanan,

mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang prosedur pembedahan atau

prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensi komplikasi serta nyeri dapat terkontrol.

B. SARAN

1. Sebaiknya seorang perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik

dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan dan perawat dapat berkolaborasi

dengan tim kesehatan lain.

2. Perawat membantu klien dengan mempersiapkan prosedur pembedahan jika

dilakukan pembedahan agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut

23

Page 24: asuhan keperawatan apendisitis

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi ke

Sembilan. Jakarta :EGC 

Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.

Price, SA, Wilson, LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.

Jakarta. EGC

Ramali, Ahmad dkk, 2003, Kamus Kedokteran Arti dan Keterangan Istilah, Jakarta:

Djambatan

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart.

Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta. EGC

Sumber Lain :

http://infoaskepgratis.blogspot.com

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com

24