ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
-
Upload
mohammad-reza-baidowi -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
description
Transcript of ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 1/7
ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA BANDENG Januari 22, 2008 in ikan bandeng
66666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666
Rate This
karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |
tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN – TANPA
SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS – BERKUALITAS – IJAZAH &
GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN
-terima pindahan dari PTN/PTS lain
MANAJEMEN – AKUNTANSI – ILMU KOMUNIKASI – ILMU
PEMERINTAHAN 022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net
PERMINTAAN
Seperti halnya komoditas pertanian lain, data resmi permintaan bandeng tidak dapat diperoleh.Permintaan bandeng non bibit berasal dari permintaan konsumsi dan bandeng untuk umpan baikumpan hidup maupun umpan mati. Bandeng konsumsi umumnya mempunyai berat sekitar 3 ons
atau 3 ekor per kg, sementara bandeng umpan lebih kecil yakni sekitar 1 ons atau 10-12 ekor perkg.
Di Sidoarjo, permintaan bandeng konsumsi 91% berasal dari pasar lokal (kabupaten), 6% pasarprovinsi, 3% pasar nasional dan tidak ada data bandeng yang dijual di pasar internasional
(Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Namun demikian dari Statistik Sidoarjo dalam Angkatahun 1997, Kabupaten Sidoarjo mencatat ekspor bandeng sebanyak 5.880 ton dengan nilai lebihdari US $ 7 juta. Bandeng yang dipasarkan sebagian masuk ke pengolahan ikan, pada tahun 2002
tercatat produksi bandeng beku mencapai 1.077 ton atau 0,35% dari total ikan olahan (DinasStatistik Jawa Timur, 2002).
Bandeng dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan(Tabel 3.1). Konsumsi bandeng penduduk pedesaan lebih rendah dari pada penduduk perkotaandengan perbandingan 0,884 kg/kap/th dan 1,664 kg/kap/th. Hal ini terkait dengan ketersediaanbandeng di daerah perkotaan yang cukup memadai. Daerah produksi bandeng umumnya berada dipantai yang relatif dekat dengan daerah perkotaan sehingga bandeng tersedia dalam jumlah yang
cukup. Sementara itu untuk wilayah pedesaan yang jauh dari daerah produksi relatif sulitditemukan bandeng karena pemasaran bandeng yang masih dalam bentuk segar sangat rawanakan kerusakan.
Makin tinggi pendapatan masyarakat makin tinggi pula tingkat konsumsi bandeng mereka, untukmasyarakat golongan bawah (< Rp 80.000 per kap per tahun) tidak/belum mengkonsumsibandeng. Di daerah pedesaan ketika pendapatan mencapai Rp 500.000,- per kapita per bulankonsumsi bandeng mengalami penurunan, sementara di daerah perkotaan dengan pendapatan
yang sama, sekalipun telah mencapai konsumsi yang cukup tinggi (3,016 kg/kap/th) konsumsibelum mengalami penurunan. Angka-angka ini seharusnya tidak diinterpretasikan sebagaikejenuhan konsumsi, sebab menurut standar kesehatan tingkat konsumsi protein hewanimasyarakat belum memenuhi standar. Pada tahun 2003 konsumsi protein hewani baru mencapai11,76 gram/kap/hari sementara standar yang dianjurkan adalah 15 gram per capita per hari.
Tabel 3.1.
Konsumsi Bandeng Per Kapita per Tahun
Golongan Pendapatan Perkotaan Pedesaan
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 2/7
(Rp 000/bulan)
< 40
40 – 50
60- 79
80 – 99100 – 149
150 – 199
200 – 299
300 – 499
>500
-
-
-
0,6240,624
1,196
1,404
2,600
3,016
-
-
0,052
0,2080,624
1,092
1,612
1,716
1,404
Rata-rata 1,664 0,884
Sumber : BPS, 2003Berdasar konsumsi per kapita dapat diperkirakan permintaan bandeng nasional. Konsumsi
bandeng per kapita per tahun untuk tahun 1996 adalah 0,676 kg, tahun 1999 adalah 0,52 kg dantahun 2003 adalah 1,664 kg. Berdasarkan kondisi perekonomian secara umum untuk menghitungpermintaan nasional diasumsikan hal-hal berikut:
1. Tahun 1994-1997 adalah periode sebelum krisis maka tingkat konsumsinya dianggapmengikuti pola konsumsi tahun 1996.
2. Tahun 1998 – 2000 adalah periode krisis sehingga tingkat konsumsi diasumsikan samadengan tahun krisis yakni konsumsi tahun 1999.
3. Tahun 2001 – 2003 merupakan periode pemulihan, oleh karena itu konsumsi tahun inidiasumsikan sama dengan tingkat konsumsi tahun 2003.
Berdasar asumsi diatas maka perkiraan permintaan bandeng tahun 1994-2003 dapat dilihat padaTabel 3.2. Melalui perkiraan permintaan ini dapat dilihat bahwa pertumbuhan permintaan bandengnasional mencapai 6,33% rata-rata per tahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini diduga terkait
dengan beberapa aspek, antara lain:
1. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makaakan semakin tinggi pemahamannya akan pola konsumsi yang sehat, itulah sebabnyakonsumsi sumber protein hewani pun menjadi semakin tinggi.
2. Pendapatan. Sebagai sumber protein yang belum terpenuhi standar kecukupannya, konsumsiprotein akan bertambah seiring dengan pertambahan pendapatan. Makin tinggi pendapatanyang berarti makin tinggi daya beli maka akan makin tinggi tingkat konsumsi protein, dansebaliknya.
Tabel 3.2.Permintaan Bandeng Nasional, 1994-2003
Tahun Penduduk (000) Konsumsi
(Kg/kap)
Permintaan
(ton)
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
192.216
195.283
198.342
201.020
203.735
204.784
205.843
208.621
212.003
204.783
0,676
0,676
0,676
0,676
0,520
0,520
1,196
1,196
1,196
1,196
129.938
132.011
134.079
135.889
105.942
106.487
246.188
249.510
253.555
244.920
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 3/7
Sumber : BPS, 2003, diolahPENAWARAN
Besarnya jumlah penawaran bandeng dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bahwa seluruhproduksi bandeng terjual. Hasil utama tambak selain bandeng adalah udang. Pada sebagian keciltambak kadang ditebar juga beberapa jenis ikan misalkan tawes atau gurami. Berikut disajikan
data produksi tambak kabupaten Sidoarjo selama 6 tahun terakhir (Tabel 3.3) untukmenggambarkan jumlah penawaran bandeng.
Tabel 3.3.Produksi Tambak Kabupaten Sidoarjo 1997-2002 (kg)
Tahun Bandeng Udang Lainnya Total
Persentase
Bandeng
dari Total
1997
1998
1999
20002001
2002
10.829.600
11.023.800
11.108.000
11.663.40013.552.200
14.229.800
5.998.800
6.862.900
6.180.700
6.460.6006.008.300
7.697.330
867.000
882.600
889.600
933.8001.050.700
133.170
17.695.400
18.012.800
18.150.300
19.057.80020.611.200
22.060.300
61,20
61,19
61,20
61,2065,75
64,50
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sidoarjo, 2003Dari data produksi tambak Kabupaten Sidoarjo terlihat bahwa bandeng merupakan komoditi yangpaling banyak diproduksi (lebih dari 60%). Tahun 2001 produksi bandeng dan ikan lain meningkatcukup tinggi sebab pada periode ini terjadi kegagalan budidaya udang yang disebabkan seranganpenyakit. Hingga saat ini penyakit udang bercak putih itu masih mengancam sejumlah daerah
produksi udang (Kompas, 21 Juni 2004). Kegagalan udang membuat sebagian petambak beralihke budidaya bandeng yang relatif tahan terhadap penyakit, hal ini terlihat dari makin tingginyaproporsi produksi bandeng terhadap udang dan ikan lainnya.
Berdasarkan pola produksi tambak kabupaten Sidoarjo dapat diprediksi produksi bandengnasional. Untuk itu ditetapkan asumsi sebagai berikut:
1. Proporsi produksi bandeng nasional tahun 1994-1996 adalah 61%, asumsi ini didasarkanpada data proporsi produksi bandeng di Sidoarjo sebelum tahun 2000 yang rata-rata berada
pada kisaran 61%.
2. Proporsi produksi tahun 1997-2002 sesuai dengan proporsi produksi di Kabupaten Sidoarjo(tabel 3.3)
3. Seluruh produksi dijual.
Dengan asumsi tersebut maka perkiraan penawaran bandeng nasional tahun 2002 mencapai300.000 ton, dengan pertumbuhan penawaran 3,82% rata-rata per tahun (Tabel 3.4)
Tabel 3.4.Penawaran Bandeng Nasional, 1994 – 1995
Tahun Produksi ton)
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
207.600
216.600
242.400
226.868
216.490
252.694
263.160
299.162
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 4/7
2002 304.440
Sumber : BPS, 1995 dan 2002, diolahANALISIS PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR
Sebagai sumber protein hewani bandeng saling bersaing dengan beberapa jenis sumber protein
lain. Tahun 2003 sepuluh sumber protein hewani yang terbanyak dikonsumsi penduduk Indonesiaadalah produk ayam dan ikan (Tabel 3.5). Dari Tabel ini dapat dilihat bahwa produk yang berasaldari ayam (daging dan telur) lebih disukai masyarakat. Hal ini diduga terkait dengan beberapa haldiantaranya:
1. Harga bandeng (ikan secara umum) relatif lebih mahal dibandingkan produk ayam.
2. Produk ayam tersedia dekat dengan konsumen, artinya produk ayam baik yang segarmaupun dalam bentuk olahan mudah diperoleh konsumen.
3. Bandeng di pusat produksi cukup mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah, tetapi
makin jauh dari pusat produksi makin sulit menemukan bandeng yang baik.
4. Promosi terhadap produk ikan relatif sangat kurang dibanding produk ayam, sehingga produkikan relatif kurang dikenal masyarakat, akibatnya tingkat konsumsinya rendah.
Tabel 3.5.Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)
Sumber Protein Perkotaan Pedesaan
Jumlah (Kg) Nilai (Rp) Jumlah (Kg) Nilai (Rp)
Daging ayam ras
Telur ayam kampung
Telur ayam ras
Ikan kembung
Ikan tongkol
Ikan mujaer Ikan bandeng
Ikan mas
Udang
Daging sapi
5,148
5,980
5,876
2,280
2,080
1,6121,664
1,248
0,884
0,780
60.892
5.356
45.760
21.164
19.604
12.27216.848
11.960
12.740
27.092
1,508
10,29
3,38
1,248
2,440
1,3520,884
0,624
0,260
0,364
18.460
7.436
26.780
9.672
16.484
8.3727.904
6.240
2.964
9.100
Sumber : BPS, 2003, diolahPersaingan bandeng dengan sumber protein lain cukup ketat, tetapi jika dilihat secara makro
maka peluang pasar untuk bandeng pada dasarnya masih terbuka lebar, hal ini didasarkan padabeberapa indikator berikut:
1. Bandeng merupakan barang konsumsi hampir seluruh golongan masyarakat, hal ini dapat
dilihat dari tabel 3.1 yang menunjukkan bahwa dari masyarakat berpendapatan rendahsampai yang berpendapatan tinggi mengkonsumsi bandeng.
2. Sebagian besar masyarakat golongan pendapatan menengah dan rendah (dibawah Rp500.000,- per kapita per bulan) tingkat konsumsi protein hewaninya masih sangat rendahsehingga perlu ditingkatkan.
3. Pertumbuhan penawaran bandeng 3,82% sedangkan tingkat pertumbuhan permintaanmencapai 6,33% ini merupakan peluang yang sangat besar.
4. Bandeng adalah sumber protein yang sehat sehingga masyarakat golongan menengah keatasyang telah cukup protein pun dapat mengkonsumsi bandeng sebagai konsumsi yang sehat.
HARGA BANDENG
Harga bandeng ditentukan oleh berapa faktor, antara lain:
1. Wilayah produksi dan daerah pemasaran. Makin jauh bandeng dari wilayah produksi makamakin mahal harganya.
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 5/7
2. Kualitas bandeng yang dihasilkan. Semakin bagus kualitas bandeng makin mahal harganya.Pengecekan kualitas badeng dapat dilihat dari beberapa cara yakni:
1. Rupa : cemerlang sampai kotor
2. Bau : amis spesifik sampai busuk
3. Tekstur : elastis kompak sampai lunak sekali
4.
Mata : cembung, transparan, pupil hitam sampai kornea putih, kotor, pupil putihtenggelam
5. Insang : merah cerah, filamen teratur, amis segar, tidak berlendir sampai memutihkotor, bau, filamen menyempit
6. Daging : pinkish agak transparan, bening, cemerlang sampai elastis kompak tak ber-airlengket dan mudah membubur.
3. Ukuran bandeng. Semakin besar ukuran bandeng semakin tinggi harga setiap kg-nya. Diwilayah Sidoarjo dikenal beberapa ukuran bandeng yakni:
a. Bandeng umpan/balian : 10-12 ekor per kgb. Bandeng biasa/normal : 3 – 4 ekor per kgc. Bandeng super : 1 – 2 ekor per kgd. Bandeng super besar : 1 ekor 4 kg
Bandeng umpan, biasa dan super diproduksi dan diperdagangkan secara rutin setiap saat. Padamasa tertentu dihasilkan pula bandeng super besar dengan ukuran sekitar 4 kg per ekor. Bandengsuper besar yang masa pemeliharaannya mencapai 4 tahun tidak sulit dijumpai di pasar pada hari-hari besar Islam yang biasanya menjadi hari pesta bagi sebagian masyarakat. Bandeng superbesar ini juga menjadi komoditi yang dilombakan pada hari-hari tertentu dan dilelang. Setiaptahun di Sidoarjo bandeng super besar yang dilelang menghasilkan pendapatan jutaan rupiah bagipemiliknya. Berbagai ukuran bandeng konsumsi dapat dilihat pada foto 1 sampai foto 3.
Foto 1. Beberapa Ukuran Bandeng Kecil
Ket: paling kanan bandeng umpan dan paling kiri bandeng normal
Foto 2 Bandeng Ukuran Besar
Ket: paling kanan bandeng ukuran 1 kg, tengah 0,5 kg dan kiri 3 ons
Foto 3 Bandeng Super Besar dengan Berat Mencapai 4 kg per ekor
Mengikuti jalur pemasaran yang umum maka ada tiga tingkatan harga yang terjadi, yaitu:
1. Harga yang terbentuk di TPI yaitu harga yang diterima petambak. Pada tingkat ini hargaterbentuk sepenuhnya berdasar kekuatan permintaan dan penawaran.
2. Harga yang terbentuk di tingkat pedagang besar. Harga pada tingkat ini ditentukan olehpedagang besar.
3. Harga di tingkat konsumen. Pada tingkat ini kembali harga ditentukan oleh kekuatan tawar
antara penjual (pedagang pengecer) dan pembeli (konsumen).
Pada saat penelitian, akhir Mei 2004, harga bandeng berbagai ukuran dapat dilihat pada Tabel 3.6.Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran bandeng maka semakin tinggiharganya dan semakin besar margin yang diterima pelakunya. Namun demikian ukuran yangpaling disukai konsumen umumnya adalah bandeng ukuran normal. Sementara itu jika bandengtelah diolah harganya dapat meningkat beberapa kali lipat. Sebagai gambaran, harga bandengasap atau bandeng presto ukuran normal yang telah dikemas sehingga rapi dan tahan lama adalahRp. 22.000,- per ekor. Artinya melalui proses pengolahan bandeng ukuran normal yang harganyaRp 8.000,- per 3 ekor menjadi Rp 66.000,-
Tabel 3.6.Harga Bandeng Berbagai Ukuran dan pada Berbagai
Tingkatan Pemasar (Rp per kg)
Ukuran Bandeng Pelelangan Pedagang Besar Pengecer
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 6/7
Balian/umpan 10-
12 ekor
2.200 3.000 3.500
Normal
3-4 ekor
6.000 7.000 8.000
Super
1-2 ekor
8.000 10.000 12.000
Sumber : Data primerJALUR PEMASARAN
Jalur pemasaran bandeng di wilayah Sidoarjo relatif pendek (Gambar 3.1). Bandeng dari tambaksebagian besar (84%) dibawa oleh petambak ke tempat pelelangan ikan /TPI (Bappekap Sidoarjo
dan FE UNAIR, 2003). TPI bisa berlokasi di tempat khusus yang telah dibangun dan disediakanpemerintah atau di tepi-tepi tambak tertentu. Aktivitas di TPI umumnya berlangsung pagi sekaliatau sore sekali. Dalam sebuah TPI biasanya terdapat beberapa agen yang akan menjadi jurulelang, tetapi ada juga TPI yang hanya mempunyai satu agen. TPI dengan banyak agen lebihdisukai petambak karena petambak memiliki alternatif tempat penjualan sehingga kekuatan agenuntuk menekan petambak menjadi berkurang.
Gambar 3.1 Jaringan Pemasaran Bandeng Sidoarjo
Bandeng yang telah sampai di agen selanjutnya akan dilelang oleh agen kepada pedangang besar.Di sini petambak hanya bisa menyaksikan transaksi tanpa dapat mempengaruhi apapun, bahkansiapa pembeli bandengnya petambak tidak mengetahui. Jika bandeng telah terjual makapetambak hanya akan menerima nota bahwa bandeng seberat sekian terjual dengan harga sekian.Sementara itu pembayaran dilaksanakan paling cepat satu minggu setelah transaksi. Sebagai jurulelang agen akan menerima pendapatan 5% dari nilai transaksi.
Bandeng yang telah dibeli pedagang besar selanjutnya didistribusikan ke restoran, perusahaan
pengolahan ikan dan pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional. Distribusi ke restoran danperusahaan pengolahan umumnya berdasarkan pesanan oleh karena itu jika pedagang besar telahmemperoleh pesanan mereka akan melakukan sortir bandeng sesuai pesanan yang diterima.Dengan demikian bandeng yang didistribusikan kepada pedagang pengecer adalah sisa bandengpesanan.
Bandeng akan dijumpai konsumen di pasar tradisional, pasar kering (supermarket) ataurestoran/toko penjual oleh-oleh khas Sidoarjo. Di pasar tradisional bandeng dijual secara eceransesuai selera pembeli dan tawar menawar menjadi ciri khas pasar tradisional. Sementara jikabandeng telah berada di pasar kering maka konsumen hanya bisa menerima harga yang telahditentukan penjual.
Bandeng yang tidak dijual melalui TPI bisa mengalir langsung ke pengecer atau ke konsumen.
Bandeng yang dijual langsung ke pengecer tercatat hanya 4% sedangkan yang langsung kekonsumen 12% (Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Penjualan langsung ke pengecer atau
konsumen tidak mudah dilakukan petambak mengingat besarnya volume barang yang harus dijualsementara petambak tidak memiliki keahlian untuk memasarkan bandengnya.
Foto 4. Suasana Pelelangan Bandeng
7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA
http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 7/7
KENDALA PEMASARAN
Proses penjualan melalui lelang merupakan proses yang cukup adil mengikuti fluktuasi permintaandan penawaran. Ketika musim panen tiba maka bandeng yang disetor ke TPI jumlahnya cukupmelimpah, pada saat seperti ini harga yang terbentuk cenderung rendah. Sebaliknya ketikabandeng yang dihasilkan petambak relatif sedikit harga yang terbentuk cenderung tinggi.
Kelemahan pemasaran bandeng adalah tingginya biaya transaksi yang muncul dari sistimpembayaran kepada petambak yang ditetapkan oleh agen. Ketika transaksi terjadi petambakhanya menerima nota yang berisi jumlah bandeng yang terjual dan harganya. Dalam nota tidakdisebutkan kapan pembayaran akan dilakukan. Dengan demikian waktu pembayaran menjaditidak pasti. Ketika petambak datang untuk meminta bayaran dengan sangat mudah agenmengatakan belum ada uang dan petambak tidak dapat melakukan apapun untuk menagihuangnya. Menghadapi hal ini maka yang dilakukan petambak adalah menunggu di TPI. Seminggu
setelah transaksi petambak akan datang ke TPI untuk menunggu dan mengamati agennya. Ketikadilihat ada pedagang yang melakukan pembayaran maka petambak akan segera datang untukmenagih pembayaran bandengnya.
Posisi yang sangat lemah pada petambak ini sangat merugikan, sebab tidak jarang terjadi ketikaada petambak yang sangat memerlukan uang dia akan meminta pembayaran tanpa menungguada pedagang yang membayar. Pada kasus ini agen akan melakukan pembayaran tetapipetambak harus rela dipotong nilai penjualannya sebesar 25% dari nilai transaksi sebagai biayakarena meminta pembayaran yang dianggap lebih cepat.
Pedagang besar tidak membayar tunai kepada agen, tetapi karena pedagang besar terikat dengankegiatan lelang berikutnya agen memiliki kekuatan tawar yang relatif tinggi kepada pedagang
besar. Jika pedagang besar tidak membayar bandeng yang telah dibawa maka agen akanmelarang pedagang ini untuk ikut lelang di tempatnya.
Kendala berikutnya dalam pemasaran bandeng adalah kendala umum yang dihadapi komoditipertanian, yakni cepat rusaknya barang. Dengan cepat rusaknya barang sementara petambaktidak memiliki alat pengolahan bandeng maka kekuatan tawar petambak tetap pada posisi yanglemah.
Kendala pemasaran lainnya adalah duri bandeng. Bandeng memiliki duri halus yang cukup
mengganggu jika tidak dihilangkan. Sampai saat ini hanya konsumen tradisional yang menyukaibandeng dengan duri itu, sementara konsumen umum lebih menyukai bandeng olahan sepertibandeng presto atau otak-otak. Kurang bervariasinya produk bandeng juga menjadi hambatanpeningkatan permintaan.