ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7
ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA BANDENG Januari 22, 2008 in ikan bandeng 66666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666 Rate This karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di  | tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN  TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS   BERKUALITAS  IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima pindahan dari PTN/PTS lain MANAJEMEN   AKUNTANSI  ILMU KOMUNIKASI   ILMU PEMERINTAHAN 022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net PERMINTAAN Seperti halnya komoditas pertanian lain, data resmi permintaan bandeng tidak dapat diperoleh. Permintaan bandeng non bibit berasal dari permintaan konsumsi dan bandeng u ntuk umpan baik umpan hidup maupun umpan mati. Bandeng konsumsi umumnya mempunyai berat sekitar 3 ons atau 3 ekor per kg, sementara bandeng umpan lebih kecil yakni sekitar 1 ons atau 10-12 ekor per kg. Di Sidoarjo, permintaan bandeng konsumsi 91% berasal dari pasar lokal (kabupaten), 6% pasar provinsi, 3% pasar nasional dan tidak ada data bandeng yang dijual di pasar internasional (Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Namun demikian dari Statistik Sidoarjo dalam Angka tahun 1997, Kabupaten Sidoarjo mencatat ekspor bandeng sebanyak 5.880 ton dengan nilai lebih dari US $ 7 juta. Bandeng yang dipasarkan sebagian masuk ke pengolahan ikan, pada tahun 2002 tercatat produksi bandeng beku mencapai 1.077 ton atau 0,35% dari total ikan olahan (Dinas Statistik Jawa Timur, 2002). Bandeng dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan (Tabel 3.1). Konsumsi bandeng penduduk pedesaan lebih rendah dari pada penduduk perkotaan dengan perbandingan 0,884 kg/kap/th dan 1,664 kg/kap/th. Hal ini terkait dengan ketersediaan bandeng di daerah perkotaan yang cukup memadai. Daerah produksi bandeng umumnya berada di pantai yang relatif dekat dengan daerah perkotaan sehingga bandeng tersedia dalam jumlah yang cukup. Sementara itu untuk wilayah pedesaan yang jauh dari daerah produksi relatif sulit ditemukan bandeng karena pemasaran bandeng yang masih dalam bentuk segar sangat rawan akan kerusakan. Makin tinggi pendapatan masyarakat makin tinggi pula tingkat konsumsi bandeng mereka, untuk masyarakat golongan bawah (< Rp 80.000 per kap per tahun) tidak/belum mengkonsumsi bandeng. Di daerah pedesaan ketika pendapatan mencapai Rp 500.000,- per kapita per bulan konsumsi bandeng mengalami penurunan, sementara di daerah perkotaan dengan pendapatan yang sama, sekalipun telah mencapai konsumsi yang cukup tinggi (3,016 kg/kap/th) konsumsi belum mengalami penurunan. Angka-angka ini seharusnya tidak diinterpretasikan sebagai kejenuhan konsumsi, sebab menurut standar kesehatan tingkat konsumsi protein hewani masyarakat belum memenuhi standar. Pada tahun 2003 konsumsi protein hewani baru mencapai 11,76 gram/kap/hari sementara standar yang dianjurkan adalah 15 gram per capita per hari. Tabel 3.1. Konsumsi Bandeng Per Kapita per Tahun Golongan Pendapatan Perkotaan Pedesaan

description

Budidaya Ikan Bandeng

Transcript of ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

Page 1: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 1/7

ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA BANDENG Januari 22, 2008 in ikan bandeng 

66666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666666

Rate This

karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |

tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN – TANPA

SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS – BERKUALITAS – IJAZAH &

GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN

-terima pindahan dari PTN/PTS lain

MANAJEMEN  – AKUNTANSI – ILMU KOMUNIKASI – ILMU

PEMERINTAHAN 022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net 

PERMINTAAN 

Seperti halnya komoditas pertanian lain, data resmi permintaan bandeng tidak dapat diperoleh.Permintaan bandeng non bibit berasal dari permintaan konsumsi dan bandeng untuk umpan baikumpan hidup maupun umpan mati. Bandeng konsumsi umumnya mempunyai berat sekitar 3 ons

atau 3 ekor per kg, sementara bandeng umpan lebih kecil yakni sekitar 1 ons atau 10-12 ekor perkg.

Di Sidoarjo, permintaan bandeng konsumsi 91% berasal dari pasar lokal (kabupaten), 6% pasarprovinsi, 3% pasar nasional dan tidak ada data bandeng yang dijual di pasar internasional

(Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Namun demikian dari Statistik Sidoarjo dalam Angkatahun 1997, Kabupaten Sidoarjo mencatat ekspor bandeng sebanyak 5.880 ton dengan nilai lebihdari US $ 7 juta. Bandeng yang dipasarkan sebagian masuk ke pengolahan ikan, pada tahun 2002

tercatat produksi bandeng beku mencapai 1.077 ton atau 0,35% dari total ikan olahan (DinasStatistik Jawa Timur, 2002).

Bandeng dikonsumsi oleh seluruh golongan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan(Tabel 3.1). Konsumsi bandeng penduduk pedesaan lebih rendah dari pada penduduk perkotaandengan perbandingan 0,884 kg/kap/th dan 1,664 kg/kap/th. Hal ini terkait dengan ketersediaanbandeng di daerah perkotaan yang cukup memadai. Daerah produksi bandeng umumnya berada dipantai yang relatif dekat dengan daerah perkotaan sehingga bandeng tersedia dalam jumlah yang

cukup. Sementara itu untuk wilayah pedesaan yang jauh dari daerah produksi relatif sulitditemukan bandeng karena pemasaran bandeng yang masih dalam bentuk segar sangat rawanakan kerusakan.

Makin tinggi pendapatan masyarakat makin tinggi pula tingkat konsumsi bandeng mereka, untukmasyarakat golongan bawah (< Rp 80.000 per kap per tahun) tidak/belum mengkonsumsibandeng. Di daerah pedesaan ketika pendapatan mencapai Rp 500.000,- per kapita per bulankonsumsi bandeng mengalami penurunan, sementara di daerah perkotaan dengan pendapatan

yang sama, sekalipun telah mencapai konsumsi yang cukup tinggi (3,016 kg/kap/th) konsumsibelum mengalami penurunan. Angka-angka ini seharusnya tidak diinterpretasikan sebagaikejenuhan konsumsi, sebab menurut standar kesehatan tingkat konsumsi protein hewanimasyarakat belum memenuhi standar. Pada tahun 2003 konsumsi protein hewani baru mencapai11,76 gram/kap/hari sementara standar yang dianjurkan adalah 15 gram per capita per hari.

Tabel 3.1.

Konsumsi Bandeng Per Kapita per Tahun

Golongan Pendapatan Perkotaan Pedesaan

Page 2: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 2/7

(Rp 000/bulan)

< 40

40 – 50

60- 79

80 – 99100 – 149

150 – 199

200 – 299

300 – 499

>500

-

-

-

0,6240,624

1,196

1,404

2,600

3,016

-

-

0,052

0,2080,624

1,092

1,612

1,716

1,404

Rata-rata 1,664 0,884

Sumber : BPS, 2003Berdasar konsumsi per kapita dapat diperkirakan permintaan bandeng nasional. Konsumsi

bandeng per kapita per tahun untuk tahun 1996 adalah 0,676 kg, tahun 1999 adalah 0,52 kg dantahun 2003 adalah 1,664 kg. Berdasarkan kondisi perekonomian secara umum untuk menghitungpermintaan nasional diasumsikan hal-hal berikut:

1.  Tahun 1994-1997 adalah periode sebelum krisis maka tingkat konsumsinya dianggapmengikuti pola konsumsi tahun 1996.

2.  Tahun 1998 – 2000 adalah periode krisis sehingga tingkat konsumsi diasumsikan samadengan tahun krisis yakni konsumsi tahun 1999.

3.  Tahun 2001 – 2003 merupakan periode pemulihan, oleh karena itu konsumsi tahun inidiasumsikan sama dengan tingkat konsumsi tahun 2003.

Berdasar asumsi diatas maka perkiraan permintaan bandeng tahun 1994-2003 dapat dilihat padaTabel 3.2. Melalui perkiraan permintaan ini dapat dilihat bahwa pertumbuhan permintaan bandengnasional mencapai 6,33% rata-rata per tahun. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini diduga terkait

dengan beberapa aspek, antara lain:

1.  Tingkat pendidikan yang semakin tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makaakan semakin tinggi pemahamannya akan pola konsumsi yang sehat, itulah sebabnyakonsumsi sumber protein hewani pun menjadi semakin tinggi.

2.  Pendapatan. Sebagai sumber protein yang belum terpenuhi standar kecukupannya, konsumsiprotein akan bertambah seiring dengan pertambahan pendapatan. Makin tinggi pendapatanyang berarti makin tinggi daya beli maka akan makin tinggi tingkat konsumsi protein, dansebaliknya.

Tabel 3.2.Permintaan Bandeng Nasional, 1994-2003

Tahun  Penduduk (000) Konsumsi

(Kg/kap) 

Permintaan

(ton) 

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

192.216

195.283

198.342

201.020

203.735

204.784

205.843

208.621

212.003

204.783

0,676

0,676

0,676

0,676

0,520

0,520

1,196

1,196

1,196

1,196

129.938

132.011

134.079

135.889

105.942

106.487

246.188

249.510

253.555

244.920

Page 3: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 3/7

Sumber : BPS, 2003, diolahPENAWARAN 

Besarnya jumlah penawaran bandeng dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bahwa seluruhproduksi bandeng terjual. Hasil utama tambak selain bandeng adalah udang. Pada sebagian keciltambak kadang ditebar juga beberapa jenis ikan misalkan tawes atau gurami. Berikut disajikan

data produksi tambak kabupaten Sidoarjo selama 6 tahun terakhir (Tabel 3.3) untukmenggambarkan jumlah penawaran bandeng.

Tabel 3.3.Produksi Tambak Kabupaten Sidoarjo 1997-2002 (kg)

Tahun  Bandeng  Udang  Lainnya  Total 

Persentase

Bandeng

dari Total 

1997

1998

1999

20002001

2002

10.829.600

11.023.800

11.108.000

11.663.40013.552.200

14.229.800

5.998.800

6.862.900

6.180.700

6.460.6006.008.300

7.697.330

867.000

882.600

889.600

933.8001.050.700

133.170

17.695.400

18.012.800

18.150.300

19.057.80020.611.200

22.060.300

61,20

61,19

61,20

61,2065,75

64,50

Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sidoarjo, 2003Dari data produksi tambak Kabupaten Sidoarjo terlihat bahwa bandeng merupakan komoditi yangpaling banyak diproduksi (lebih dari 60%). Tahun 2001 produksi bandeng dan ikan lain meningkatcukup tinggi sebab pada periode ini terjadi kegagalan budidaya udang yang disebabkan seranganpenyakit. Hingga saat ini penyakit udang bercak putih itu masih mengancam sejumlah daerah

produksi udang (Kompas, 21 Juni 2004). Kegagalan udang membuat sebagian petambak beralihke budidaya bandeng yang relatif tahan terhadap penyakit, hal ini terlihat dari makin tingginyaproporsi produksi bandeng terhadap udang dan ikan lainnya.

Berdasarkan pola produksi tambak kabupaten Sidoarjo dapat diprediksi produksi bandengnasional. Untuk itu ditetapkan asumsi sebagai berikut:

1.  Proporsi produksi bandeng nasional tahun 1994-1996 adalah 61%, asumsi ini didasarkanpada data proporsi produksi bandeng di Sidoarjo sebelum tahun 2000 yang rata-rata berada

pada kisaran 61%.

2.  Proporsi produksi tahun 1997-2002 sesuai dengan proporsi produksi di Kabupaten Sidoarjo(tabel 3.3)

3.  Seluruh produksi dijual.

Dengan asumsi tersebut maka perkiraan penawaran bandeng nasional tahun 2002 mencapai300.000 ton, dengan pertumbuhan penawaran 3,82% rata-rata per tahun (Tabel 3.4)

Tabel 3.4.Penawaran Bandeng Nasional, 1994 – 1995

Tahun  Produksi ton) 

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

207.600

216.600

242.400

226.868

216.490

252.694

263.160

299.162

Page 4: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 4/7

2002 304.440

Sumber : BPS, 1995 dan 2002, diolahANALISIS PERSAINGAN DAN PELUANG PASAR  

Sebagai sumber protein hewani bandeng saling bersaing dengan beberapa jenis sumber protein

lain. Tahun 2003 sepuluh sumber protein hewani yang terbanyak dikonsumsi penduduk Indonesiaadalah produk ayam dan ikan (Tabel 3.5). Dari Tabel ini dapat dilihat bahwa produk yang berasaldari ayam (daging dan telur) lebih disukai masyarakat. Hal ini diduga terkait dengan beberapa haldiantaranya:

1.  Harga bandeng (ikan secara umum) relatif lebih mahal dibandingkan produk ayam.

2.  Produk ayam tersedia dekat dengan konsumen, artinya produk ayam baik yang segarmaupun dalam bentuk olahan mudah diperoleh konsumen.

3.  Bandeng di pusat produksi cukup mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah, tetapi

makin jauh dari pusat produksi makin sulit menemukan bandeng yang baik.

4.  Promosi terhadap produk ikan relatif sangat kurang dibanding produk ayam, sehingga produkikan relatif kurang dikenal masyarakat, akibatnya tingkat konsumsinya rendah.

Tabel 3.5.Konsumsi 10 Sumber Protein Terpenting (per kapita per tahun)

Sumber Protein Perkotaan  Pedesaan 

Jumlah (Kg)  Nilai (Rp)  Jumlah (Kg)  Nilai (Rp) 

Daging ayam ras

Telur ayam kampung

Telur ayam ras

Ikan kembung

Ikan tongkol

Ikan mujaer Ikan bandeng

Ikan mas

Udang

Daging sapi

5,148

5,980

5,876

2,280

2,080

1,6121,664

1,248

0,884

0,780

60.892

5.356

45.760

21.164

19.604

12.27216.848

11.960

12.740

27.092

1,508

10,29

3,38

1,248

2,440

1,3520,884

0,624

0,260

0,364

18.460

7.436

26.780

9.672

16.484

8.3727.904

6.240

2.964

9.100

Sumber : BPS, 2003, diolahPersaingan bandeng dengan sumber protein lain cukup ketat, tetapi jika dilihat secara makro

maka peluang pasar untuk bandeng pada dasarnya masih terbuka lebar, hal ini didasarkan padabeberapa indikator berikut:

1.  Bandeng merupakan barang konsumsi hampir seluruh golongan masyarakat, hal ini dapat

dilihat dari tabel 3.1 yang menunjukkan bahwa dari masyarakat berpendapatan rendahsampai yang berpendapatan tinggi mengkonsumsi bandeng.

2.  Sebagian besar masyarakat golongan pendapatan menengah dan rendah (dibawah Rp500.000,- per kapita per bulan) tingkat konsumsi protein hewaninya masih sangat rendahsehingga perlu ditingkatkan.

3.  Pertumbuhan penawaran bandeng 3,82% sedangkan tingkat pertumbuhan permintaanmencapai 6,33% ini merupakan peluang yang sangat besar.

4.  Bandeng adalah sumber protein yang sehat sehingga masyarakat golongan menengah keatasyang telah cukup protein pun dapat mengkonsumsi bandeng sebagai konsumsi yang sehat.

HARGA BANDENG 

Harga bandeng ditentukan oleh berapa faktor, antara lain:

1.  Wilayah produksi dan daerah pemasaran. Makin jauh bandeng dari wilayah produksi makamakin mahal harganya.

Page 5: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 5/7

2.  Kualitas bandeng yang dihasilkan. Semakin bagus kualitas bandeng makin mahal harganya.Pengecekan kualitas badeng dapat dilihat dari beberapa cara yakni:

1.  Rupa : cemerlang sampai kotor

2.  Bau : amis spesifik sampai busuk

3.  Tekstur : elastis kompak sampai lunak sekali

4. 

Mata : cembung, transparan, pupil hitam sampai kornea putih, kotor, pupil putihtenggelam

5.  Insang : merah cerah, filamen teratur, amis segar, tidak berlendir sampai memutihkotor, bau, filamen menyempit

6.  Daging : pinkish agak transparan, bening, cemerlang sampai elastis kompak tak ber-airlengket dan mudah membubur.

3.  Ukuran bandeng. Semakin besar ukuran bandeng semakin tinggi harga setiap kg-nya. Diwilayah Sidoarjo dikenal beberapa ukuran bandeng yakni:

a. Bandeng umpan/balian : 10-12 ekor per kgb. Bandeng biasa/normal : 3 – 4 ekor per kgc. Bandeng super : 1 – 2 ekor per kgd. Bandeng super besar : 1 ekor 4 kg

Bandeng umpan, biasa dan super diproduksi dan diperdagangkan secara rutin setiap saat. Padamasa tertentu dihasilkan pula bandeng super besar dengan ukuran sekitar 4 kg per ekor. Bandengsuper besar yang masa pemeliharaannya mencapai 4 tahun tidak sulit dijumpai di pasar pada hari-hari besar Islam yang biasanya menjadi hari pesta bagi sebagian masyarakat. Bandeng superbesar ini juga menjadi komoditi yang dilombakan pada hari-hari tertentu dan dilelang. Setiaptahun di Sidoarjo bandeng super besar yang dilelang menghasilkan pendapatan jutaan rupiah bagipemiliknya. Berbagai ukuran bandeng konsumsi dapat dilihat pada foto 1 sampai foto 3.

Foto 1. Beberapa Ukuran Bandeng Kecil

Ket: paling kanan bandeng umpan dan paling kiri bandeng normal

Foto 2 Bandeng Ukuran Besar

Ket: paling kanan bandeng ukuran 1 kg, tengah 0,5 kg dan kiri 3 ons

Foto 3 Bandeng Super Besar dengan Berat Mencapai 4 kg per ekor

Mengikuti jalur pemasaran yang umum maka ada tiga tingkatan harga yang terjadi, yaitu:

1.  Harga yang terbentuk di TPI yaitu harga yang diterima petambak. Pada tingkat ini hargaterbentuk sepenuhnya berdasar kekuatan permintaan dan penawaran.

2.  Harga yang terbentuk di tingkat pedagang besar. Harga pada tingkat ini ditentukan olehpedagang besar.

3.  Harga di tingkat konsumen. Pada tingkat ini kembali harga ditentukan oleh kekuatan tawar

antara penjual (pedagang pengecer) dan pembeli (konsumen).

Pada saat penelitian, akhir Mei 2004, harga bandeng berbagai ukuran dapat dilihat pada Tabel 3.6.Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran bandeng maka semakin tinggiharganya dan semakin besar margin yang diterima pelakunya. Namun demikian ukuran yangpaling disukai konsumen umumnya adalah bandeng ukuran normal. Sementara itu jika bandengtelah diolah harganya dapat meningkat beberapa kali lipat. Sebagai gambaran, harga bandengasap atau bandeng presto ukuran normal yang telah dikemas sehingga rapi dan tahan lama adalahRp. 22.000,- per ekor. Artinya melalui proses pengolahan bandeng ukuran normal yang harganyaRp 8.000,- per 3 ekor menjadi Rp 66.000,-

Tabel 3.6.Harga Bandeng Berbagai Ukuran dan pada Berbagai

Tingkatan Pemasar (Rp per kg)

Ukuran Bandeng Pelelangan  Pedagang Besar  Pengecer 

Page 6: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 6/7

Balian/umpan 10-

12 ekor 

2.200 3.000 3.500

 Normal

3-4 ekor 

6.000 7.000 8.000

Super 

1-2 ekor 

8.000 10.000 12.000

Sumber : Data primerJALUR PEMASARAN 

Jalur pemasaran bandeng di wilayah Sidoarjo relatif pendek (Gambar 3.1). Bandeng dari tambaksebagian besar (84%) dibawa oleh petambak ke tempat pelelangan ikan /TPI (Bappekap Sidoarjo

dan FE UNAIR, 2003). TPI bisa berlokasi di tempat khusus yang telah dibangun dan disediakanpemerintah atau di tepi-tepi tambak tertentu. Aktivitas di TPI umumnya berlangsung pagi sekaliatau sore sekali. Dalam sebuah TPI biasanya terdapat beberapa agen yang akan menjadi jurulelang, tetapi ada juga TPI yang hanya mempunyai satu agen. TPI dengan banyak agen lebihdisukai petambak karena petambak memiliki alternatif tempat penjualan sehingga kekuatan agenuntuk menekan petambak menjadi berkurang.

Gambar 3.1 Jaringan Pemasaran Bandeng Sidoarjo

Bandeng yang telah sampai di agen selanjutnya akan dilelang oleh agen kepada pedangang besar.Di sini petambak hanya bisa menyaksikan transaksi tanpa dapat mempengaruhi apapun, bahkansiapa pembeli bandengnya petambak tidak mengetahui. Jika bandeng telah terjual makapetambak hanya akan menerima nota bahwa bandeng seberat sekian terjual dengan harga sekian.Sementara itu pembayaran dilaksanakan paling cepat satu minggu setelah transaksi. Sebagai jurulelang agen akan menerima pendapatan 5% dari nilai transaksi.

Bandeng yang telah dibeli pedagang besar selanjutnya didistribusikan ke restoran, perusahaan

pengolahan ikan dan pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional. Distribusi ke restoran danperusahaan pengolahan umumnya berdasarkan pesanan oleh karena itu jika pedagang besar telahmemperoleh pesanan mereka akan melakukan sortir bandeng sesuai pesanan yang diterima.Dengan demikian bandeng yang didistribusikan kepada pedagang pengecer adalah sisa bandengpesanan.

Bandeng akan dijumpai konsumen di pasar tradisional, pasar kering (supermarket) ataurestoran/toko penjual oleh-oleh khas Sidoarjo. Di pasar tradisional bandeng dijual secara eceransesuai selera pembeli dan tawar menawar menjadi ciri khas pasar tradisional. Sementara jikabandeng telah berada di pasar kering maka konsumen hanya bisa menerima harga yang telahditentukan penjual.

Bandeng yang tidak dijual melalui TPI bisa mengalir langsung ke pengecer atau ke konsumen.

Bandeng yang dijual langsung ke pengecer tercatat hanya 4% sedangkan yang langsung kekonsumen 12% (Bappekab Sidoarjo dan FE UNAIR, 2003). Penjualan langsung ke pengecer atau

konsumen tidak mudah dilakukan petambak mengingat besarnya volume barang yang harus dijualsementara petambak tidak memiliki keahlian untuk memasarkan bandengnya.

Foto 4. Suasana Pelelangan Bandeng

Page 7: ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

7/16/2019 ASPEK PEMASARAN BUDIDAYA

http://slidepdf.com/reader/full/aspek-pemasaran-budidaya 7/7

 

KENDALA PEMASARAN 

Proses penjualan melalui lelang merupakan proses yang cukup adil mengikuti fluktuasi permintaandan penawaran. Ketika musim panen tiba maka bandeng yang disetor ke TPI jumlahnya cukupmelimpah, pada saat seperti ini harga yang terbentuk cenderung rendah. Sebaliknya ketikabandeng yang dihasilkan petambak relatif sedikit harga yang terbentuk cenderung tinggi.

Kelemahan pemasaran bandeng adalah tingginya biaya transaksi yang muncul dari sistimpembayaran kepada petambak yang ditetapkan oleh agen. Ketika transaksi terjadi petambakhanya menerima nota yang berisi jumlah bandeng yang terjual dan harganya. Dalam nota tidakdisebutkan kapan pembayaran akan dilakukan. Dengan demikian waktu pembayaran menjaditidak pasti. Ketika petambak datang untuk meminta bayaran dengan sangat mudah agenmengatakan belum ada uang dan petambak tidak dapat melakukan apapun untuk menagihuangnya. Menghadapi hal ini maka yang dilakukan petambak adalah menunggu di TPI. Seminggu

setelah transaksi petambak akan datang ke TPI untuk menunggu dan mengamati agennya. Ketikadilihat ada pedagang yang melakukan pembayaran maka petambak akan segera datang untukmenagih pembayaran bandengnya.

Posisi yang sangat lemah pada petambak ini sangat merugikan, sebab tidak jarang terjadi ketikaada petambak yang sangat memerlukan uang dia akan meminta pembayaran tanpa menungguada pedagang yang membayar. Pada kasus ini agen akan melakukan pembayaran tetapipetambak harus rela dipotong nilai penjualannya sebesar 25% dari nilai transaksi sebagai biayakarena meminta pembayaran yang dianggap lebih cepat.

Pedagang besar tidak membayar tunai kepada agen, tetapi karena pedagang besar terikat dengankegiatan lelang berikutnya agen memiliki kekuatan tawar yang relatif tinggi kepada pedagang

besar. Jika pedagang besar tidak membayar bandeng yang telah dibawa maka agen akanmelarang pedagang ini untuk ikut lelang di tempatnya.

Kendala berikutnya dalam pemasaran bandeng adalah kendala umum yang dihadapi komoditipertanian, yakni cepat rusaknya barang. Dengan cepat rusaknya barang sementara petambaktidak memiliki alat pengolahan bandeng maka kekuatan tawar petambak tetap pada posisi yanglemah.

Kendala pemasaran lainnya adalah duri bandeng. Bandeng memiliki duri halus yang cukup

mengganggu jika tidak dihilangkan. Sampai saat ini hanya konsumen tradisional yang menyukaibandeng dengan duri itu, sementara konsumen umum lebih menyukai bandeng olahan sepertibandeng presto atau otak-otak. Kurang bervariasinya produk bandeng juga menjadi hambatanpeningkatan permintaan.